18
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura 690 FLUKTUASI KUALITAS GARAM RAKYAT PADA BERBAGAI KERAGAAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN SUMBERDAYA ALAM Makhfud Efendy, 1 dan Rahmad Fajar Sidik 2 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Jl Raya Telang Kamal PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura 69162 E-mail: [email protected] 2) Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura Jl Raya Telang Kamal PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura 69162 E-mail: [email protected] ABSTRAK Keberhasilan inisiasi Program Swasembada Garam Nasional 2012 ditandai dengan pencapaian produksi garam 2.978.616 ton dari kebutuhan garam nasioal 1.440.000 ton sehingga pada tahun 2012 terjadi surplus produksi garam 1.538.616 ton. Namun demikian muncul persoalan baru karena kualitas garam yang diproduksi belum memenuhi standar mutu SNI sehingga serapan garam rakyat untuk kebutuhan konsumsi belum maksimal, terlebih untuk pemenuhan kebutuhan industri. Kualitas garam yang dihasilkan dari tiga sentra produksi garam di Pulau Madura (Sumenep, Pamekasan, dan Sampang) berbeda. Bahkan, kualitas garam rakyat di sentra garam Kabupaten Pamekasan tidak homogen.Garam di Desa Lembung Kecamatan Galis memiliki kadar NaCl tertinggi sebesar 95,35% NaCl terendah dari Desa Konang Kecamatan Galis 85,58%. Faktor Sumberdaya Manusia (adat kebiasaan dalam produksi), dan Faktor Sumberdaya Alam (sumber air laut yang dipakai dan jenis tanah) sangat mempengaruhi kualitas garam yang diproduksi. Sebagian besar petani melakukan pencampuran air limbah produksi garam dengan air bahan baku (colokan, cengean: madura red; back mixing: english red) atau bahkan kristalisasi total, dengan alasan agar mampu memproduksi garam dalam jumlah yang banyak. Sumber air laut kebanyakan diperoleh dari sungai utama, diurut dari kadar Cl tertinggi hingga terendah yaitu sungai Baddurih (kadar Cl =31,7722), Majungan (kadar Cl =29,5016), Tanjung (kadar Cl =27,8006) Bunder (kadar Cl =24,8220), dan Padelegan (kadar Cl = 21,8434). Kata Kunci: fluktuasi kualitas garam, keragaan sumberdaya manusia&sumberdaya alam PENDAHULUAN Kebutuhan manusia akan garam untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan minuman, dan non pangan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011, kebutuhan garam untuk industri makanan dan minuman meningkat menjadi 1,4 juta ton, sedangkan demandindustri non pangan sebesar 1,6 juta ton. Kapasitas produksi garam dalam negeri pertahun rata-rata hanya mencapai 1,2 juta ton. Kesenjangan antara kebutuhan garam (market demand) dan kapasitas produksi garam nasional mendorong pemerintah untuk mengimpor garam. Impor garam dipenuhi dari

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

  • Upload
    lamkien

  • View
    218

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

690

FLUKTUASI KUALITAS GARAM RAKYAT

PADA BERBAGAI KERAGAAN SUMBERDAYA MANUSIA

DAN SUMBERDAYA ALAM

Makhfud Efendy, 1dan Rahmad Fajar Sidik

2

1)Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura

Jl Raya Telang Kamal PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura 69162

E-mail: [email protected] 2)

Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

Jl Raya Telang Kamal PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura 69162

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Keberhasilan inisiasi Program Swasembada Garam Nasional 2012 ditandai

dengan pencapaian produksi garam 2.978.616 ton dari kebutuhan garam nasioal

1.440.000 ton sehingga pada tahun 2012 terjadi surplus produksi garam 1.538.616 ton.

Namun demikian muncul persoalan baru karena kualitas garam yang diproduksi belum

memenuhi standar mutu SNI sehingga serapan garam rakyat untuk kebutuhan konsumsi

belum maksimal, terlebih untuk pemenuhan kebutuhan industri. Kualitas garam yang

dihasilkan dari tiga sentra produksi garam di Pulau Madura (Sumenep, Pamekasan, dan

Sampang) berbeda. Bahkan, kualitas garam rakyat di sentra garam Kabupaten

Pamekasan tidak homogen.Garam di Desa Lembung Kecamatan Galis memiliki kadar

NaCl tertinggi sebesar 95,35% NaCl terendah dari Desa Konang Kecamatan Galis

85,58%. Faktor Sumberdaya Manusia (adat kebiasaan dalam produksi), dan Faktor

Sumberdaya Alam (sumber air laut yang dipakai dan jenis tanah) sangat mempengaruhi

kualitas garam yang diproduksi. Sebagian besar petani melakukan pencampuran air

limbah produksi garam dengan air bahan baku (colokan, cengean: madura red; back

mixing: english red) atau bahkan kristalisasi total, dengan alasan agar mampu

memproduksi garam dalam jumlah yang banyak. Sumber air laut kebanyakan diperoleh

dari sungai utama, diurut dari kadar Cl tertinggi hingga terendah yaitu sungai Baddurih

(kadar Cl =31,7722), Majungan (kadar Cl =29,5016), Tanjung (kadar Cl =27,8006)

Bunder (kadar Cl =24,8220), dan Padelegan (kadar Cl = 21,8434).

Kata Kunci: fluktuasi kualitas garam, keragaan sumberdaya manusia&sumberdaya

alam

PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia akan garam untuk konsumsi rumah tangga, industri

makanan minuman, dan non pangan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya.

Pada tahun 2011, kebutuhan garam untuk industri makanan dan minuman meningkat

menjadi 1,4 juta ton, sedangkan demandindustri non pangan sebesar 1,6 juta ton.

Kapasitas produksi garam dalam negeri pertahun rata-rata hanya mencapai 1,2 juta ton.

Kesenjangan antara kebutuhan garam (market demand) dan kapasitas produksi garam

nasional mendorong pemerintah untuk mengimpor garam. Impor garam dipenuhi dari

Page 2: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

691

negara, seperti Australia, India, dan Cina, dengan total impor selama bulan Januari

sampai denganbulan Nopember 2010 sebanyak 1,8 juta ton (BPS, 2010).

Menurut Kadin Indonesia, ketergantungan terhadap garam impor cukup besar,

baik secara kualitas maupun nilai ekonomisnya. Pada tahun 2009, impor garam sebesar

1,6 juta ton (garam konsumsi rumah tangga dan aneka industri 0,2 juta ton dan industri

Chlor Alkali Plan (CAP) 1,4 juta ton)dengan nilai tidak kurang dari satu triliun rupiah.

Nilai tersebut sangat fantastik dan sekaligus menjadi ironi di negara kepulauan dengan

potensi lahan pergaraman yang cukup luas. Semestinya, jika Indonesia mampu

mengoptimalkan potensi lahan tambak, maka produksi garam nasional akan meningkat,

sehingga dapat mengurangi ketergantungan garam impor. Implikasi lanjut dari hal

tersebut, jika tercapai,akan dapat menghemat devisa negara dan membuka lapangan

kerja yang besar.

Berpijak pada kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan

swasembada garam konsumsi pada tahun 2012 dan garam industri pada tahun 2015

melalui program Inisiasi Swasembada Garam Nasional (IGSN). Program tersebut

bertujuan meningkatkan produksi garam dalam negeri terutama yang terdapat disentra-

sentra garam nasional seperti; Kabupaten Pamekasan, Sampang, Sumenep, Indramayu,

Cirebon, Pati, Rembang, beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, NTB, dan NTT.

Sebagai sentra utama produksi dan lahan tambak garam nasional, Kabupaten

Pamekasan memiliki peran vital bagi keberhasilan program tersebut. Pengelolaan lahan

tambak garam di Kabupaten Pamekasan secara umum terbagi dua, yaitu pengelolaan

oleh PT Garam maupun perusahaan garam swasta dan pengelolaan oleh perseorangan

yang dikenal lahan garam rakyat. Luas lahan tambak garam yang dikelola perusahaan

sebesar 980,0 ha (52,44%), sedangkan sisanya 47,56 persen (888,70 ha) merupakan

lahan tambak garam rakyat. Lahan tambak garam rakyat terdapat di tiga Kecamatan

yaitu Galis, Pademawu, dan Tlanakan. Luas lahan tambak garam rakyat terluas terdapat

di Kecamatan Galis mencapai 353 ha, sedangkan Kecamatan Tlanakan merupakan

wilayah dengan luas lahan tambak garam rakyat tersempit sebesar 35 ha. Dari luasan

lahan tambak sebesar 888,7 ha, pada musim kemarau normal mampu dihasilkan garam

sebesar 88 ribu-98 ribu ton. Pendeknya masa produksi akibat curah hujan yang tinggi

pada musim kemarau mengakibatkan penurunan produksi garam. Penurunan signifikan

produksi garam rakyat di Kabupaten Pamekasan terjadi pada musim 2010. Pada tahun

tersebut produksi garam yang dihasilkan oleh lahan tambak garam rakyat hanya sebesar

225 ton.

Masalah utama pengembangan garam rakyat dapat diklasifikasi menjadi dua

masalah besar, yaitu masalah sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sumber

daya alam, meliputi kualitas air laut yang digunakan sebagai bahan membuat garam,

kecocokan sumber daya lahan, dan cuaca. Semua hal tersebut tidak dapat diubah oleh

manusia karena merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa, namun demikian

perbaikan teknologi produksi dan infrastruktur bisa memperbaiki berbagai kekurangan,

Page 3: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

692

utamanya dari peningkatan kapasitas dan kualitas produksi garam. Untuk memperbaiki

teknologi produksi garam rakyat, terkait erat dengan perubahan cara berpikir dan

bertindak masyarakat petani garam. Berbagai kebiasaan buruk yang sudah dilakukan

secara turun temurun sangat sulit untuk diubah.

Beberapa kebiasaan buruk dalam memproduksi garam adalah: 1) proses

kristalisasi yang terlalu dini, padahal konsentrasi air belum memenuhi 25oBe, hal ini

dilakukan karena petani ingin segera panen garam. Kebiasaan ini menyebabkan muncul

beberapa kebiasaan buruk lainnya yaitu; melakukan back mixing dengan cara colokan

atau cengean agar air lebih cepat tua. 2) proses kristalisasi yang berlebihan dengan

sengaja panen pada saat konsentrasi air >30 oBe, dengan maksud agar kristal garam

lebih banyak. 3) menggunakan penjernih air yang mengandung senyawa berbahaya,

misalnya trusi.

Untuk itu, berbagai usaha peningkatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan

petani garam melalui berbagai pelatihan banyak dijalankan melalui beberapa kegiatan

pada Kementerian terkait. Sebagai contoh adalah beberapa pelatihan dalam scheme

PUGAR dari Kementerian Kelautan.Diperlukan suatu contoh yang baik dalam hal

metode produksi yang mudah dilakukan dengan kapasitas produksi tinggi dan kualitas

yang cukup baik.

METODE

Berbagai data permasalahan yang berkenaan dengan adat kebiasaan rakyat

memproduksi garam diperoleh dengan metode wawancara/kuesioner dengan petani dan

pakar garam diPamekasan. Kadar NaCl dan kualitas air dilakukan dengan metode

pengukuran langsung menggunakan peralatan AAS (di Universitas Trunojoyo Madura)

dan XRF (di Universitas Negeri Malang). Data jenis dan kualitas tanah serta pH dari

kristaliser juga diukur secara langsung di Universitas Trunojoyo Madura. Kelengkapan

data-data mengenai sumber daya alam diperoleh melalui data-data sekunder melalui

studi literatur dan penelitian sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Sumberdaya Alam;

Menurut Dradjid (2007) faktor-faktor teknis yang mempengaruhi produksi

garam mencakup; air laut, keadaan cuaca, kondisi tanah/lahan tambak, pengaruh air dan

teknik pungutan.

a. Air Laut

Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya termasuk kontaminasi dengan

air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan

(penguapan).

Page 4: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

693

b. Keadaan Cuaca

Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan

kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.

Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata

merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang

kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.

Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi

kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar

jumlah kristal garam yang mengendap.

c. Tanah

Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut

kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja.

Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya,

apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan

garam.

Jenis tanah mempengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang

terbawa oleh garam yang dihasilkan.

d. Pengaruh air

Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya

dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan

gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa).

Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi

mutu hasil.

Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila

konsentrasi air tua belum mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan

banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29°Be magnesium akan

banyak mengendap.

e. Cara pungutan garam

Segi ini meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal pengerjaan

tanah meja (pengerasan dan pengeringan). Demikian pula kemungkinan dibuatkan

alas meja dari kristal garam yang dikeraskan, makin keras alas meja makin baik.

Pungutan garam ada 2 sistem :

Sistem Portugis

Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam yang dibuat

sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 hari dipungut.

Page 5: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

694

Sistem Maduris

Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10– 15 hari

garam diambil di atas dasar tanah.

f. Air Bittern

Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung garam-garam

magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk mengurangi kadar Mg dalam

hasil garam, meskipun masih dapat menghasilkan kristal NaCl. Sebaiknya kristalisasi

garam di meja terjadi antara 25–29°Be, sisa bittern ≥ 29°Be dibuang.

Perbandingan Kualitas Air Sungai/Sumber Air Laut;

Tabel 1 Kualitas Air 5 Sungai Pemasok Air Bahan Baku Produksi Garam

Ion Kimia Konsentrasi (gr/l)

Badduri Manjungan Padelegan Tanjung Bunder

Klorida Cl 31,7722 29,5016 21,8434 27,8006 24,8220

Natrium Na 11,7884 9,1944 9,5750 10,5939 10,1261

Magnesium Mg 2,1716 1,9936 2,0693 1,8357 2,0138

Kalsium Ca 0.3969 0.3838 0.3965 0.4131 0.3626

Kalium K 0,4869 0,3538 0,4245 0,4752 0,4584 Sumber : Hasil analisis (2012)

Nilai logam (Na, Mg, Ca dan K) dan klorida adalah ion penentu salinitas yang

utama dari air laut. Oleh karenanya, pengujian sampel air laut dari lima Sungai pemasok

air baku untuk produksi garam difokuskan pada lima jenis ion tersebut diatas. Sungai-

sungai di Pamekasan yang menjadi pemasok air baku garam yang diuji nilai ion-ion

penentu salinitasnya adalah sungai Baduri, Majugan, Padelegan, Tanjung dan Bunder.

Dari urutan data-data diatas, nampak bahwa sungai Baduri lebih tinggi

kandungan logam Na, Mg dan K daripada sungai lainnya, artinya sungai tersebut

memiliki kandungan ion-ion penentu salinitas paling tinggi.Sedangkan sungai

Majungan mengandung logam Na dan K lebih rendah daripada empat sungai lainnya

tetapi nilai Mg masih lebih tinggi daripada sungai Tanjung.

Sungai Badduri memiliki nilai ion penentu salinitas paling tinggi dimungkinkan

karena lokasinya yang sangat dekat dengan muara laut. Sedangkan nilai ion penentu

salinitas sungai Manjungan menjadi paling rendah dimungkinkan karena sungai

Majungan memiliki karakteristik jauh beda daripada empat sungai yang lain. Sungai

tersebut adalah yang paling besar berdasarkan ukuran debit air,sungai Majungan lebih

besar daripada empat sungai lain dan mengalir jauh dari hulu di daerah

pegununganBlumbunganmelalui Pamekasan Kota sampai ke hilir di daerah Majungan.

Air pada sungai Majungan senantiasa bergerak sedangkan yang lain relatif diam. Oleh

karenanya, reaksi pengenceran dari air terhadap ion-ion penentu salinitas menjadi lebih

besar daripada yang lainnya, sehingga relatif lebih rendah salinitasnya.

Page 6: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

695

Perbandingan Jenis Tanah

Tabel 2 Perbedaan Tekstur Tanah Lahan Pegaraman PT Garam

Lokasi Lahan Pegaraman Tekstur Tanah Luas (Ha)

Sumenep Lempung 2.620

Pamekasan Tanah pasir 980

Sampang Tanah lempung 1.100

Gersik Putih Tanah pasir 640

Sumber :PT Garam (2013)

Perbandingan Kualitas Garam

Tabel 3 Kadar NaCl dan impuritas garam rakyat Pamekasan

Kecamatan Desa Konsentrasi Air Tua

Garam

Jenis

tanah

NaCl

(%)

K

(%)

Ca

(%)

Mg

(%)

Al

(%)

Si

(%)

Cu

(%)

Tlanakan

Branta

Pesisir 21,0 Silt 89,26 1,40 4,68 0,70 0,30 0,48 0,03

Pademawu Baddurih 19,0 Silt 91,47 1,70 2,66 0,95 0,28 0,26 0,03

Pademawu Baddurih 23,0 Silt 90,67 1,60 3,35 0,85 0,30 0,21 0,02

Pademawu Pagagan 24,0 Silt 89,65 1,40 2,47 0,88 0,20 Trace 0,03

Pademawu Pagagan 22,0 Silt 90,41 1,80 3,77 Trace Trace Trace 0,04

Pademawu Pagagan 23,0 Silt 91,06 1,40 3,17 0,81 Trace Trace 0,03

Pademawu Majungan 25,0 Silt 91,32 1,80 3,01 1,20 0,29 Trace 0,03

Pademawu Padelengan 23,0 Silt 90,09 1,00 4,78 0,67 0,30 0,31 0,03

Pademawu Tanjung 24,0 Silt 87,45 2,65 3,14 1,00 2,00 Trace 0,03

Pademawu Padelengan 24,0 Silt 91,50 1,60 2,08 0,90 Trace 0,10 0,03

Pademawu Padelengan 27,0 Silt 93,24 0,46 1,83 0,70 0,30 0,16 0,03

Galis Polagan 24,0 Silt 95,35 0,18 2,36 Trace Trace Trace 0,05

Galis Lembung 23,0 Silt 92,09 1,00 2,28 Trace Trace Trace 0,03

Galis Lembung 24,0 Silt 90,14 1,50 4,20 0,96 0,20 0,22 0,03

Galis Lembung 24,0 Silt 91,83 1,30 2,90 0,90 0,20 Trace 0,03

Galis Polagan 23,0 Silt 91,87 2,51 1,20 0,88 0,20 Trace 0,05

Galis Polagan 24,0 Silt 90,94 1,50 3,14 0,83 0,20 0,19 0,03

Galis Konang 25,0 Silt 85,58 2,82 2,03 4,10 Trace Trace 0,07

Pademawu Bunder 21,0 Silt 92,00 0,86 2,70 Trace 0,30 0,24 0,06

Pademawu Bunder 22,0 Silt 89,35 1,50 4,23 0,99 0,35 0,52 0,11

Pademawu Tanjung 21,0 Silt 90,24 1,80 3,77 1,20 Trace Trace 0,03

Pademawu Tanjung 20,0 Silt 90,76 1,50 3,13 Trace 0,10 Trace 0,10

Pademawu

Pademawu

Timur 20,0 Silt 89,48 1,60 4,71 0,72 Trace Trace 0,06

Galis Pandan 25,0 Silt 86,29 2,47 2,27 1,33 Trace Trace 0,06

Galis Pandan 26,0 Silt 88,79 3,30 2,62 1,10 Trace Trace 0,07

Trace artinya seharusnya ada, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil, atau dapat dikatakan tidak

dapat dideteksi oleh alat yang digunakan

Page 7: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

696

Faktor Sumberdaya Manusia

Faktor Sumberdaya Manusia (adat kebiasaan dalam produksi), sangat

mempengaruhi kualitas garam yang diproduksi. Sebagian besar petani melakukan

pencampuran air limbah produksi garam dengan air bahan baku (colokan/cengean:

madura red; back mixing: english red). Selain itu karena faktor tergesa-gesa ingin cepat

panen, maka petani cenderung memaksakan “mengkristalisasi” air yang belum cukup

tua.

(1) Usia Petani Garam;

Usia petani garam diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu (a) usia 15-50 tahun,

(b) usia 51-60 tahun, dan (c) <15 tahun atau >60 tahun. Pertimbangan klasifikasi

tersebut didasarkan pada kemampuan fisik dan mental. Usaha produksi garam

merupakan pekerjaan yang memerlukan curahan tenaga kerja yang intensif. Faktor

usia berperan penting dalam keberhasilan produksi. Usia produkstif merupakan

kondisi ideal bagi petani dalam menekuni usaha garam. Usia produktif adalah usia

pada kisaran 15-50 tahun. Pada usia ini, petani garam diyakini memiliki kemampuan

fisik dan mental pada kondisi yang baik. Petani garam pada rentang usia 50-60

tahun merupakan golongan dengan fisik yang berkurang walaupun sebagai pribadi

telah kaya dengan pengalaman usaha garam. Sedangan petani garam dengan usia

diatas 60 tahun digambarkan telah menurun kemampuan fisik dan mentalnya.

Hasil survey menunjukkan sebesar 74,77 % petani garam di Kabupaten Pamekasan

merupakan tenaga kerja produktif (kisaran usia produktif 15-50 tahun). Hanya 25,3

% petani garamyang tergolong tua/non produktif yang masih melakukan kegiatan

usahatani. Fakta ini mengindikasikanbahwa pelaku usaha garam rakyat merupakan

personal yang telah melakukan kegiatan usahatani secara mantap, baik dari segi

pengalaman teknis maupun kemampuan mental dan fisik.

Gambar 1. Usia Petani Garam Kabupaten Pamekasan (Sumber: Data Primer, 2012)

Page 8: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

697

Dilihat dari sebaran wilayahnya, 69,20 % usia petani garam di Kecamatan Galis

berada pada usia 15-50 tahun. Hanya 29,60 % petani garam di Kecamatan Galis

yang berada pada rentang usia 51-60 tahun. Kondisi ini serupa dengan kecamatan

Pademawu dan Talanakan. Di Kecamatan Pademawu, Sebagian besar petani garam

(80,16%) berada pada usia produktif. Sedangkan petani garam pada kisaran umur

51-60 sebesar 18,62 %. Secara umum dengan melihat sebaran usia petani garam di 3

kecamatan sentra menunjukkan indikator positif bagi upaya peningkatan produksi

garam rakyat (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran Usia Petani Garam di Sentra Garam

USIA KECAMATAN

Galis Pademawu Tlanakan

15-50 tahun 69.20% 80.16% 80.00%

51-60 tahun 29.60% 18.62% 20.00%

<15 atau>60 tahun 1.20% 1.21% 0.00%

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00% Sumber : Data Primer (2012)

(2) Tingkat Pendidikan Petani Garam;

Pendidikan baik formal maupun non formal berhubungan erat dengan kemampuan

mencari dan menelaah informasi, daya terima terhadap perubahan teknologi dan

kemampuan mengatasi permasalahan di lapang serta kemampuan membangun

jejaring dan membaca peluang pasar. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap

kemampuan mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Meskipun demikian,

pendidikan tidak berdiri sendiri dalam penentuan keputusan yang diambil petani

tetapi berkaitan dengan faktor-faktor yang lain.

Dilihat dari tingkat pendidikannya, hanya 25,9 % petani garam yang berpendidikan

menengah-sarjana. Sebagian besar petani garam hanyaberbekal pendidikan dasar/SD

(75,21 %). Sedangkan prosentase petani garam yang tidak bersekolah atau

menyelesaikan pendidikan dasarnya sebesar 1,59%. Secara umum, kondisi ini

menggambarkan bahwa kualitas dasar petani garam di Kabupaten Pamekasan secara

umum masih rendah (Gambar 2). Dengan rata-rata petani garam hanya berbekal

berpendidikan dasar, disatu pihak petani garam sudah memiliki kemampuan baca-

tulis-berhitung. Tetapi dengan distribusi tingkat pendidikan tersebut dan

perkembangan globalisasi yang cepat, secara umum kondisi pendidikan petani

garam relatif rendah. Rendahnya kualitas SDM petani garam dapat berpengaruh

terhadap rendahnya daya serap inovasi teknologi, akses terhadap informasi, dan

efisiensi alokasi faktor produksi usahatani. Kondisi ini menyebabkan produktivitas

dan nilai tambak produk garam rakyat rendah dan memberi efek pada rendahnya

pendapatan dan kesejahteraan petani garam. Dalam jangka panjang, kondisi ini

menyebabkan daya tarik terhadap usaha sektor garam menjadi rendah.

Page 9: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

698

Gambar 2. Usia Petani Garam Kabupaten Pamekasan (Sumber: Data Primer, 2012)

Dilihat dari sebaran wilayahnya, 80,40% petani garam di Kecamatan Galis

berpendidikan SD, 18,40% berpendidikan SMP-sarjana dan hanya 1,2% petani

garam yang tidak bersekolah. Kondisi pendidikan SDM garam yang lebih baik

terdapat di Kecamatan Pademawu. Di Kecamatan Pademawu sebesar 63,97% petani

garam berpendidikan SD. Sedangkan yang berpendidikan menengah sampai sarjana

sebesar 34,01%. 100 % petani garam di Kecamatan Tlanakan hanya berbekal

pendidikan dasar. Secara umum dengan melihat tingkat pendidikan petani garam di

3 kecamatan sentra menunjukkan indikator negatif (kurang sesuai) bagi upaya

peningkatan produksi garam rakyat (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Garam di Sentra Garam

TINGKAT

PENDIDIKAN

KECAMATAN

Galis Pademawu Tlanakan

SMP-Sarjana 18.40% 34.01% 0.00%

SD 80.40% 63.97% 100.00%

Tidak Sekolah 1.20% 2.02% 0.00%

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00% Sumber : Data Primer (2012)

Rendahnya tingkat pendidikan petani garam menegaskan bahwa upaya pembinaan

petani garam ke depan masih membutuhkan pendampingan dan pembinaan yang

lebih intensif. Pendampingan dan pembinaan terhadap petani garam diperlukan

untuk meningkatkan pengetahuan petani garam dalam menyerap informasi pasar,

mempercepat diseminasi teknologi, kemampuan membangun kerjasama (jejaring

usaha), dan pengalokasian faktor produksi usaha garam secara lebih efisien.

Page 10: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

699

(3) Pengalaman Usaha Petani Garam;

Pengalaman usaha menentukan tingkat kemantapan dan intensitas hubungan pelaku

usaha terhadap komoditi yang dipilihnya. Semakin lama petani garam menekuni

usaha tersebut menunjukkan semakin tingginya pengalaman berusaha garam. Petani

garam dengan pengalaman usahatani yang lama telah merasakan periode suram dan

emas komoditi yang diproduksinya. Nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman

tersebut menjadi faktor pendorong bagi petani dalam membuat judgement tentang

prospek tidaknya komoditi usahatani yang ditekuninya. Pengalaman tersebut juga

mengajarkan petani berbagai faktor teknis dan non teknis yang menjadi key success

factordalam usahataninya. Secara umum, semakin lama pengalaman usahatani

seorang petani garam berarti semakin mantap dalam mengambil keputusan usaha.

Lama usahatani juga dapat diduga berhubungan erat dengan pendapat petani garam

terhadap komoditi tersebut.

Melihat indikator lama usahataninya, sebagian besar petani garam di Kabupaten

Pamekasan merupakan petani mantap pengalaman usahataninya. 94,22% petani

garam telah menekuni usaha garam rakyat lebih dari lebih dari 5 tahun. Sedangkan

petani garam dengan pengalaman usaha antara 3-5 tahun sebesar 4,89%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani garam, lamanya seorang petani garam

menekuni usahanya bukan semata-mata karena profitable-nya komoditi, tetapi

disebabkan faktor eksternal lainnya, yaitu belum adanya komoditi pengganti yang

menarik secara ekonomis, tidak adanya mata pencaharian lainnya, pekerjaan turun

temurun, dan adanya harapan harga komoditi tersebut naik.

Dilihat dari sebaran wilayahnya, 95,60% petani garam di Kecamatan Galis memiliki

pengalaman usaha garam lebih dari 5 tahun. Kondisi ini serupa dengan Kecamatan

Pademawu (92,17%) dan Kecamatan Tlanakan (100%). Secara umum dengan

melihat pengalaman usaha garam di 3 kecamatan sentra menunjukkan indikator

positif (sesuai) bagi upaya peningkatan produksi garam rakyat (Tabel 7).

Page 11: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

700

Gambar 3 Pengalaman Usaha Petani Garam Kabupaten Pamekasan Sumber: Data Primer (2012)

Tabel 7 Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Garam di Sentra Garam

PENGALAMAN

USAHA

KECAMATAN

Galis Pademawu Tlanakan

>5 tahun 95.60% 92.71% 100.00%

5-3 tahun 4.40% 5.67% 0.00%

<3 tahun 0.00% 1.62% 0.00%

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00% Sumber : Data Primer (2012)

Tingginya pengalaman petani dalam menekuni usaha garam menunjukkan sebagian

besar petani garam telah kaya pengalaman usaha garam. Hal yang seharusnya

dijadikan faktor pendorong adalah bagaimana mensintesis pengalaman tersebut

untuk melakukan evaluasi dan perbaikan pada sejumlah faktor produksi sehingga

dapat lebih efisien, meningkat produktivitas, dan pendapatan usahataninya.

(4) Motif Usaha Petani Garam;

Didasarkan pada tipe orientasi usaha, motif seseorang memilih pekerjaan sebagai

petani garam dapat dikelompokkan dalam tiga hal yaitu motif bisnis, pekerjaan

turun-temurun, dan tidak ada pekerjaan lain. Pada petani garam dengan motif

bisnis/ekonomis memiliki pekerjaan produksi garam karena pertimbangan ekonomis

dan meyakini komoditi tersebut profitable dan mampu memberikan pendapatan

usaha yang layak. Karena orientasinya bisnis, maka petani digambarkan dalam

pengembalikan keputusannya senantiasa mempertimbangkan aspek ekonomis.

Terhadap inovasi teknologi, petani dengan orientasi bisnis lebih bersifat terbuka dan

aktif mencari akses ke berbagai sumber. Petani garam tipe turun-temurun

Page 12: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

701

melakukan pekerjaan tersebut karena faktor lingkungan keluarga. Umumnya petani

tipe ini mengadapatasi setiap perubahan yang ada di lingkungannya. Jika

lingkungannya berubah/dinamis, maka petani tipe ini akan juga berubah. Tetapi jika

lingkungan stagnan, maka petani tersebut akan stagnan pula. Petani yang memilih

usaha garam karena tidak ada alternatif lain, umumnya cenderung pasif, stagnan,

dan tidak terbuka terhadap inovasi dan kemajuan. Sebagian besar (62,95%) petani

garam di Kabupaten Pamekasan menekuni usaha garam karena faktor turun-

temurun. Umumnya petani garam mewarisi pekerjaan tersebut dari

orangtua/keluarganya. Hanya 32,87% petani garam yang berorientasi bisnis. Dari

hasil survei dan wawancara dengan petani garam, petani dengan orientasi bisnis

akan ekspansif (sewa lahan oarang lain) ketika menilai prospek usaha garam

menguntungkan. Hasil survei menunjukkan 4,18 %petani menekuni usaha garam

rakyat karena tidak ada pekerjaan lain yang lebih menguntungkan atau sesuai

keinginannya (Gambar 4).

Gambar 4. Motif Usaha Petani Garam Kabupaten Pamekasan

Dilihat dari sebaran wilayahnya, 32,40 % petani garam diGalis yang memilih usaha

garam karena pertimbangan bisnis. Kondisi ini serupa dengan petani garam di

Kecamatan Pademawu (31,98%). Seluruh petani garam di Kecamatan Tlanakan

memilih usaha garam karena pertimbangan ekonomis. Hal sangat wajar, mengingat

sebagian besar merupakan penyewa dan mengembangkan garam di Kecamatan

Tlanakan.

Sumber: Data Primer, 2012

Page 13: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

702

Tabel 8 Sebaran Motif Usaha Petani Garam di Sentra Garam

MOTIF USAHA KECAMATAN

Galis Pademawu Tlanakan

Bisnis 32.40% 31.98% 100.00%

Turun-Temurun 62.80% 64.37% 0.00%

Tidak ada Kerja Lain 4.80% 3.64% 0.00%

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00% Sumber : Data Primer (2012)

Tingginya motif petani dalam menekuni usaha garam (Tabel 8) karena faktor turun-

temurun, menunjukkan bahwa faktor lingkungan keluarga petani dan lingkungan

sekitar tambak garam merupakan faktor penentu. Berkaca pada kondisi ini, upaya

perbaikan produktivitas dan inovasi teknologi harus intensif dilakukan pada

lingkungan masyarakat sentra garam. Karena sebagian besar bukan merupakan

petani yang aktif dan terbuka terhadap inovasi. Pembinaan dan pendampingan perlu

dilakukan secara terus-menerus terhadap lingkungan petambak garam diperlukan

untuk mengubah mindset dan pola perilaku petani garam agar lebih rasional,

ekonomis dan maju di masa mendatang.

(5) Persepsi Petani Terhadap Prospek Usaha Garam;

Persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap oarang dalam memahami

informasi tentang lingkungan usahanya baik lewat penglihatan, pendengaran,

penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan bentuk penfasiran

unik terhadap situasi (Toha, 1999). Proses pembentukan persepsi menurut Asngari

(1984) sebagai berikut; Infomasi yang sampai kepada petani garam menyebabkan

yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai proses pemilihan/menyaring

informasi; menyusun informasi menjadi suatu kesatuan makna dan kemudian

melakukan interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi tersebut. Menurut

Asngari (1984), pada fase interpretasi ini, pengalaman petani pada masa silam

memegang peranan yang penting. Sebagai contoh, kegagalan panen pada musim

sebelumnya, baik akibat harga anjlok pada masa panen atau gagal produksi karena

cuaca, akan membentuk persepsi bahwa usaha yang ditekuninya kurang prospektif,

kondisi ini berlaku sebaliknya.

Pada kegiatan survei ini, persepsi petani garam terhadap prospek usaha garam

dikategorikan tiga yaitu; optimis, netral, dan pesimis. Petani dengan persepsi netral

memandang bahwa usaha garam rakyat cenderung fifty-fifty, petani dengan persepsi

optmis memandang usaha garam sering menguntungkan, sedangkan petani dengan

persepsi pesimis berpandangan sebaliknya. Hasil survei(Gambar 5) menunjukkan

sebagian besar (70,72%) petani garam di Kabupaten Pamekasan memiliki persepsi

positif/optmis terhadap propspek usaha garam rakyat. 28,88% petani garam

berpandangan usaha tersebut relatif netral/fifty-fifty dan hanya 0,4% yang

Page 14: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

703

memandang usaha garam rakyat rugi. Kondisi survei ini cukup mengherankan

karena fakta di lapangan menunjukkan harga garam yang diterima petani jauh

dibawah harga ketetapan pemerintah. Hasil wawancara dengan petani garam

menunjukkan kondisi tahun 2012 sebagian besar petani mengalami penurunan

keuntungan karena tidak efektifnya kebijakan harga garam. Memori tentang harga

garam yang baik pada musim 2010-2011 khususnya diduga berpengaruh kuat

membentuk persepsi positif petani garam tentang prospek usahanya dan menghapus

memori negatif di musim 2012. Kondisi seperti ini juga sering terjadi pada petani

tembakau di Kabupaten Pamekasan. Harga komoditi yang meroket pada satu musim

akan memberikan persepsi positif dan dapat menghapus memori negatif pada

beberapa musim sebelumnya.

Gambar 5 Persepsi Petani Garam Terhadap Prospek Usaha (Sumber: Data Primer,

2012)

Dilihat dari sebarannya (Tabel 9), persepsi positif terhadap prospek usaha garam

tertinggi terdapat di Kecamatan Tlanakan. Di Kecamatan Pademawu 78,14 % petani

garam yang optimis terhadap prospek usahanya dan hanya 21,86%yang memandang

prospeknya cenderung netral. Sedangkan di Kecamatan Galis sebagai sentra terbesar

garam Kabupaten Pamekasan, petani garam yang memiliki persepsi optimis

terhadap usaha garam sebesar 62,8%.

Tabel 9 Persepsi Petani terhadap Prospek Usaha Garam di Sentra Garam

PROSPEK USAHA KECAMATAN

Galis Pademawu Tlanakan

Optimis 62.80% 78.14% 100.00%

Netral 36.40% 21.86% 0.00%

Pesimis 0.80% 0.00% 0.00%

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00% Sumber: Data Primer (2012)

Page 15: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

704

(6) Dukungan Anggota Keluarga terhadap Usaha Garam;

Dukungan keluarga memegang peranan penting bagi keberhasilan usaha garam.

Dukungan secara fisik dalam bentuk curahan tenaga kerja dalam keluarga akan

membantu petani dalam kegiatan produksi, sehingga biaya yang harus dikeluarkan

petani garam untuk biaya tenaga kerja luar keluarga akan berkurang. Dukungan lain

adalah dukungan nonfisik berupa suasana dan kondisi yang mendukung kepala

keluarga dalam berproduksi garam. Dukungan non fisik/moril berpengaruh tidak

langsung terhadap aktivitas dan kenyamanan kerja kepala keluarga dalam menekuni

usaha garam. Usaha garam rakyat merupakan usaha yang relatif intensif tenaga kerja

terutama pada awal pengolahan lahan tambak, pembuatan meja peminihan, dan

saluran air. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang banyak memakan

tenaga kerja. Bagi usahatani garam, biaya tenaga kerja untuk kegiatan awal

tergolong pengeluaran yang besar. Kegiatan lainnya yang banyak menguras tenaga

kerja adalah kegiatan pengarungan dan pengangkutan garam dari lokasi tambak ke

titik pengumpul (collecting point). Pada dua kegiatan tersebut umumnya petani

garam memenuhinya dari tenaga kerja luar keluarga. Sebagian besar dukungan

keluarga terhadap usaha garam merupakan dukungan moril (72,91%) dan hanya

26,29% bentuk dukungannya berupa dukungan fisik-moril semata. Kondisi

mengindikasikan bahwa keterlibatan kepala keluarga terutama laki-laki sangat

dominan dalam usaha garam. Peranan perempuan relatif jarang terlihat.

Implikasinya, kebutuhan tenaga kerja luar keluarga dalam proses produksi garam

relatif besar dan beban pengeluaran tunai petani untuk membiayai tenaga kerja luar

keluarga cukup besar. Bentuk dukungan keluarga petani terhadap usaha garam

terlihat pada gambar, sedangkan sebaran tingkat dukungan keluarga terhadap usaha

garam di masing-masing kecamatan terlihat pada tabel.

Tabel 10 Dukungan Anggota Keluarga terhadap Usaha di Sentra Garam

Indikator Galis Pademawu Tlanakan

Nilai % Nilai % Nilai %

Fisik-Moril 35 14.00% 94 38.06% 5 100.00%

Moril 214 85.60% 152 61.54% 0 0.00%

Pasif-Apatis 1 0.40% 1 0.40% 0 0.00%

Jumlah 250 100.00% 247 100.00% 5 100.00% Sumber: Data Primer (2012)

Page 16: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

705

Gambar 6 Dukungan anggota keluarga Terhadap Usaha Garam (Sumber:

Data Primer,2012)

(7) Sumber Modal Usaha Petani Garam;

Modal merupakan salah satu faktor produksi dalam sauatu kegiatan usaha, tetapi

dapat juga berarti kekayaan usaha tersebut. Modal yang dipakai petani pada

dasarnya dapat berasal dari modal pribadi dan modal dari pihak lain. Modal pribadi

merupakan modal yang dimiliki dan dinivetasikan oleh pelaku usaha. Sedangkan

modal dari pihak lain adalah modal dari luar pemilik yang diinvetasikan dalam

kegiatan usaha tersebut. Pada lingkungan perdesaan, dimana akses pelaku usaha

kecil seperti petani garam terhadap lembaga keuangan/perbankan relatif sulit maka

sumber permodalan berasal dari tengkulak. Hasil survei menunjukkan sebagai besar

(64,14%) modal usaha petani garam di Kabupaten Pamekasan berasal dari petani

sendiri (swadaya), dan 35,86% modal usaha petani berasal dari pinjaman pada pihak

luar. Dari prosentase tersebut, 29,68 % modal usaha petani garam berasal dari

tengkulak dan hanya 6,18%yang mendapatkan pinjaman modal dari pemerintah.

Sumber modal usaha petani garam di Kabupaten Pamekasan terlihat pada gambar.

Page 17: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

706

Gambar 7. Sumber Modal Usaha Petani Garam (Sumber: Data Primer, 2012)

Dilihat dari sebaran wilayahnya, 69,64%petani garam di Kecamatan Pademawu

mendapatkan modal usaha dari swadaya sendiri, 24,7%dari tengkulak dan hanya

5,67%yang berasal dari pinjaman bank. Di Kecamatan Galis, Jumlah petani garam

yang mendapatkan modal usaha dari pihak luar sebesar 40,8%yaitu berasal dari

tengkulak 34%dan 6,8%dari pinjaman bank. Gambaran sumber modal usaha di

kedua sentra garam terbesar di Kabupaten Pamekasan meski menunjukkan masih

dominannya modal swadaya, tetapi hal yang perlu dicermati adalah masih tingginya

sumber modal pihak luar yang berasal dari tengkulak. Pinjaman dari tengkulak

meskipun menyajikan kemudahan prosedur tetapi umumnya memiliki tingkat bunga

tinggi dan sangat membebani petani garam. Sebaran modal usaha petani garam di

Kabupaten Pamekasan terlihat pada tabel.

KESIMPULAN

Faktor Sumberdaya Manusia (adat kebiasaan dalam produksi), dan Faktor

Sumberdaya Alam (sumber air laut yang dipakai dan jenis tanah) berpengaruh terhadap

kualitas garam yang diproduksi

DAFTAR PUSTAKA

Alimaturahim, F. 2009. Parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi perairan.

Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Aslan. 2000. StudiEvaluasi Kesesuaian Lahan Tambak Kabupaten Dati II Demak

dengan Menggunakan Pendekatan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografis di Daerah Pesisir Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Skripsi

(tidak dipublikasikan).Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Bogor.Bogor

Page 18: Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 ...pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/FLUKTUASI... · Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

707

Darmadi. 2010. Salinitas Laut. Ilmu Kelautan. Univerasitas Padjadjaran

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Kraus, E.H.,Hunt W.F.,and Ramsdell, L.S 1951, Mineralogy An Introduction to the

Study of Minerals and Crystals, Mc Graw Hill Book Company, Inc. New

York

Mannar, MG and Dunn, JT. 1995. Salt Iodization for the Elimination of Iodine

Deficiency.International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders.

UNICEF, New York, ISBN 90-70785-13-7, 132pp.

Mintardjo, K, A. Sunaryanto, Utaminingsih, Hermiyaningsih. 1984. Persyaratan

Tanah dan Air untuk Tambak. Dirjen Perikanan. Jakarta

Najmudin, Dudu. 2003. Evaluasi Perencanaan Tata Ruang Lahan Tambak dengan

Menggunakan Pendekatan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografis di Daerah Pesisir Kabupaten Ciamis Jawa Barat.

Skripsi.( tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Pertanian Bogor.Bogor

Purbani, D. 2006. Proses Pembentukan Kristalisasi Garam. Badan Riset Kelautan dan

Perikanan Pati. Pati.

Ramesh, R dan Rajkumar.1996 Coastal Aquaculture Site Selection and Planning in

Tamil Nadu using Remote Sensing and GIS. Asian Pasific remote Sensing dan

GIS Journal. Vol.9. No.1

Sabatin, O. 2000. Salt Production and Processing in Jordan. In Proceedings, 8th

World Salt Symposium (Salt 2000), R Geertman, ed. Elsevier Science B.V.,

Amsterdam, Vol. 1, pp 555-557

Soerawidjaja. 2002. Produk-produk Anorganik dari Air Laut dan Air Asin Daratan.

Prosiding seminar IGSN 2010. Jakarta

Supratno, T. 2006. Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk

Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang.Semarang