12
63 SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU TAMIANG DI KABUPATEN ACEH TAMIANG (SEMANTIC OF PERSONAL NAMES OF TAMIANG MALAY COMMUNITY IN ACEH TAMIANG REGION) Halimatussakdiah Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Jalan Abdul Hakim Nomor 1, Padang Bulan, Medan Ponsel: 085260180884, Pos-el: [email protected] Mulyadi Program Studi Ilmu Lingusitik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Jalan Abdul Hakim Nomor 1, Padang Bulan, Medan Ponsel: 08126315231, Pos-el: [email protected] Abstract This writing aims at finding the types of personal names within the Tamiang Malay community (MT) and analyze them semantically using the Natural Semantic Metalanguage (NSM) approach under a qualitative paradigm. The data were personal names of the Tamiang Malay community obtained from interviews with the natives and written documents about the community. It was collected through listening and recording techniques. The data were later analyzed using interactive model by putting into consideration the default table of the original meaning as a means of classification. The selected personal names were later exposed to find its meaning in the community. The Tamiang Malay community has various personal names indicating the origins of their order of birth, physical traits and personal characteristics, and also their status in the community. The original name combined in a Tamiang Malay personal name is explained by semantic primitive elements as someone, say, and do. Keywords: personal names, Natural Semantic Metalanguage (NSM), Tamiang Malay community. Abstrak Kajian ini bertujuan untuk menemukan jenis nama diri (personal names) dalam masyarakat Melayu Tamiang (MT) dan menganalisis secara semantik dengan pendekatan Metabahasa Semantik Alami (MSA). Kajian ini menggunakan paradigma kualitatif. Data penelitian ini adalah jenis-jenis nama diri yang terdapat dalam masyarakat MT yang bersumber dari wawancara dengan penutur asli dan dokumen tertulis tentang masyarakat MT. Data dikumpulkan dengan teknik simak dan catat. Data dianalisis dengan model interaktif dengan mempertimbangkan tabel makna asal sebagai alat pengelompokan nama diri yang dianalisis. Selanjutnya, jenis nama diri tersebut dipaparkan untuk menemukan makna dari jenis nama diri dalam masyarakat MT. Masyarakat Melayu Tamiang memiliki macam-macam nama diri dan nama-nama tersebut menunjukkan asal-usulnya, baik berdasarkan urutan lahir, acuan fisik dan ciri-cirinya maupun nama diri dalam tradisi budaya, seperti tradisi kelahiran dan pernikahan. Penamaan berasal dari fenomena yang ada di masyarakat. Makna asali yang dikombinasikan dalam eksplikasi nama diri MT adalah seseorang, mengatakan sesuatu, dan melakukan sesuatu. Kata kunci: nama diri, Metabahasa Semantik Alami (MSA), masyarakat Melayu Tamiang.

SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

63

SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU TAMIANG DI KABUPATEN ACEH TAMIANG

(SEMANTIC OF PERSONAL NAMES OF TAMIANG MALAY COMMUNITY IN ACEH TAMIANG REGION)

HalimatussakdiahProgram Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Jalan Abdul Hakim Nomor 1, Padang Bulan, MedanPonsel: 085260180884, Pos-el: [email protected]

MulyadiProgram Studi Ilmu Lingusitik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Jalan Abdul Hakim Nomor 1, Padang Bulan, MedanPonsel: 08126315231, Pos-el: [email protected]

Abstract

This writing aims at finding the types of personal names within the Tamiang Malay community (MT) and analyze them semantically using the Natural Semantic Metalanguage (NSM) approach under a qualitative paradigm. The data were personal names of the Tamiang Malay community obtained from interviews with the natives and written documents about the community. It was collected through listening and recording techniques. The data were later analyzed using interactive model by putting into consideration the default table of the original meaning as a means of classification. The selected personal names were later exposed to find its meaning in the community. The Tamiang Malay community has various personal names indicating the origins of their order of birth, physical traits and personal characteristics, and also their status in the community. The original name combined in a Tamiang Malay personal name is explained by semantic primitive elements as someone, say, and do.

Keywords: personal names, Natural Semantic Metalanguage (NSM), Tamiang Malay community.

Abstrak

Kajian ini bertujuan untuk menemukan jenis nama diri (personal names) dalam masyarakat Melayu Tamiang (MT) dan menganalisis secara semantik dengan pendekatan Metabahasa Semantik Alami (MSA). Kajian ini menggunakan paradigma kualitatif. Data penelitian ini adalah jenis-jenis nama diri yang terdapat dalam masyarakat MT yang bersumber dari wawancara dengan penutur asli dan dokumen tertulis tentang masyarakat MT. Data dikumpulkan dengan teknik simak dan catat. Data dianalisis dengan model interaktif dengan mempertimbangkan tabel makna asal sebagai alat pengelompokan nama diri yang dianalisis. Selanjutnya, jenis nama diri tersebut dipaparkan untuk menemukan makna dari jenis nama diri dalam masyarakat MT. Masyarakat Melayu Tamiang memiliki macam-macam nama diri dan nama-nama tersebut menunjukkan asal-usulnya, baik berdasarkan urutan lahir, acuan fisik dan ciri-cirinya maupun nama diri dalam tradisi budaya, seperti tradisi kelahiran dan pernikahan. Penamaan berasal dari fenomena yang ada di masyarakat. Makna asali yang dikombinasikan dalam eksplikasi nama diri MT adalah seseorang, mengatakan sesuatu, dan melakukan sesuatu.

Kata kunci: nama diri, Metabahasa Semantik Alami (MSA), masyarakat Melayu Tamiang.

Page 2: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

64

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

1. PendahuluanSetiap bahasa mempunyai nama diri

yang merupakan bagian dari kosakata yang mempertimbangkan fitur linguistik, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, ortografi, dan semantik (Wappa and Wada, 2019). Nama dalam banyak kasus sering digunakan manusia untuk merujuk pada apa pun yang hidup atau mati, seperti orang (Arni, n.d.; Khotimah, 2019), tempat atau benda (Nasution, 2020), dan nama dianggap sebagai saksi sejarah serta artefak budaya (Br. Sembiring dan Mulyadi, 2019). Hal tersebut senada dengan pepatah dalam bahasa Indonesia bahwa manusia mati meninggalkan nama, artinya nama merujuk pada sejarah dan kenangan tentang manusia itu.

Kajian terkini tentang semantik nama diri adalah penelitian dalam bahasa Afrika Kamue yang menganalisis jenis-jenis nama diri pada perempuan berdasarkan kelahiran serta pemberian nama yang diadopsi dari istilah agama, budaya, dan kondisi sosial dan politik yang terjadi di Afrika. Sementara itu, bahasa Vatsonga, bahasa Nigeria, dan bahasa Lulooguli menganalisis nama diri berdasarkan urutan kelahiran (lihat Wadda and Wappa: 2019). Berdasarkan beberapa penelitian, nama diri tidak sekadar menjadi label nama bahasa, tetapi juga mencerminkan cara orang berpikir dan melihat dunia di sekitar mereka (Mushwana, 2015).

Sebagian besar nama dikaitkan dengan silsilah keluarga, budaya, bahasa, pekerjaan, dan kota keluarga. Selain itu, nama juga merupakan hubungan antara kondisi fisik dan spiritual. Nama juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada orang lain karena merupakan sumber informasi yang luas (lihat Jauro, Ngamsa, & Wappa, 2013; Aleksiantai, 2014; Ennin and Nkansah, 2016 dalam Wadda and Wappa: 2019). Finnegan (2012) menyebutkan bahwa nama-nama itu sangat penting karena dapat mengekspresikan perasaan senang dan aspirasi pribadi untuk diri sendiri atau orang lain.

Kajian ini berupa kajian yang bersifat kualitatif dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah bentuk lingual nama panggilan yang digunakan oleh masyarakat Melayu Tamiang dengan konteks penggunaannya. Adapun sumber

data penelitian ini adalah data lisan. Data diperoleh dengan mewawancarai informan. Dalam penelitian ini, penulis terlibat langsung di lapangan. Sumber data diperoleh dari tiga informan, yaitu masyarakat Melayu Tamiang yang berdomisili di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang. Instrumen penelitian ini adalah alat perekam, kuesioner atau daftar pertanyaan, dan alat tulis. Data yang telah didapatkan selanjutnya dianalisis dengan pendekatan teori Metabahasa Semantik Alami dengan membuat parafrasa dari setiap nama diri dalam masyarakat MT. Selain itu, data juga didampingi dengan deskripsi makna nama-nama diri tersebut dalam masyarakat yang didapatkan dari penjelasan informan.

2. Kerangka TeoriIlmu studi nama-nama oleh Crystal (Major

and Crystal, 1992) disebut sebagai onomastics. Ilmu studi nama-nama ini biasanya dibagi atas (1) studi nama-nama orang (pribadi) yang disebut antroponomastics dan (2) studi nama-nama tempat yang disebut toponomastics. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang nama diri yang merupakan bagian dari antropo-nomastics. Nama diri merupakan suatu bentuk bahasa yang digunakan untuk menyebut eksistensi keseluruhan sosok tubuh yang diberi nama. Dengan demikian, keseluruhan fisik dan psikis yang menyatu membentuk diri orang terhimpun atau terganti dengan nama diri itu. Jika kita menyebut nama diri seseorang berarti menyebut utuh keseluruhan fisik dan psikis orang tersebut. Hal ini berarti bahwa nama diri pada dasarnya sangat urgen dalam diri manusia dan sangat urgen dalam kehidupan manusia. Dalam masyarakat Melayu Tamiang, nama diri untuk anak laki-laki Tamiang disebut sebagai Kulok, sedangkan untuk anak perempuan dengan sebutan Subang. Kedua penamaan tersebut berdasarkan ciri-ciri fisik. Subang bermakna ‘anting’ yang melekat pada identitas perempuan.

Fenomena nama diri tertentu dalam konteks linguistik yang berbeda menimbulkan keinginan untuk mengungkapkan apa yang terjadi pada nama diri tersebut dalam bahasa Melayu Tamiang. Artikel ini membahas makna yang terdapat pada nama diri dalam masyarakat MT dengan menggunakan teori Metabahasa

Page 3: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

65

Semantik Alami (MSA).Teori Metabahasa Semantik Alami

(MSA) yang diterapkan pada penelitian ini mengombinasikan tradisi filsafat dan logika dalam kajian semantik dengan pendekatan tipologi terhadap studi bahasa berdasarkan penelitian empiris lintas bahasa (Wierzbicka, 1996). Dengan cara demikian, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang komponen dan struktur semantik. Model teori ini dipilih karena (1) teori MSA dirancang untuk memaparkan semua makna, baik makna leksikal, makna gramatikal maupun makna ilokusi; (2) pendukung teori ini percaya pada prinsip bahwa kondisi alamiah sebuah bahasa adalah mempertahankan satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk; (3) dalam teori MSA eksplikasi makna dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah. Dalam teori MSA terdapat sejumlah konsep teoritis penting, seperti makna asali, aloleksi, polisemi, pilihan valensi, dan

sintaksis MSA. Untuk kepentingan analisis dalam tulisan ini hanya diulas beberapa konsep yang relevan, seperti makna asali dan polisemi tak komposisi.

Makna asali merupakan salah satu asumsi yang mendasari teori MSA adalah makna yang tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat makna asali. Munculnya asumsi ini dilatari pemahaman bahwa sebuah kata merupakan konfigurasi dari makna asali bukan ditentukan oleh makna kata yang lain dalam verba. Jelasnya, makna asali adalah perangkat makna yang tidak dapat berubah karena diwarisi manusia sejak lahir (Goddard, Cliff, 1994). Makna ini merupakan refleksi dari pikiran manusia yang mendasar. Makna asali dapat diuraikan dari bahasa alamiah (ordinary language) yang merupakan satu-satunya cara dalam merepresentasikan makna (Weirzbicka, 1996:31). Mulyadi (2000:81) mencontohkan leksikon verba TONTON yang merepre-sentasikan dua makna asali, yaitu ‘LIHAT’ dan ‘PIKIR’.

Tabel 2.1 Makna Asali

KATEGORI TERKAIT MAKNA ASALI

substansif

AKU, KAMU, SESEORANG,

SESUATU/HAL,

ORANG, TUBUHsubstansif relasional JENIS, BAGIANpewatas INI, SAMA, LAIN(NYA)

penjumlahSATU, DUA, BEBERAPA,

SEMUA, BANYAK, SEDIKITpenilai BAGUS, BURUKpenjelas BESAR, KECIL

predikat mental

TAHU, PIKIR, INGIN,

TIDAK INGIN, RASA,

LIHAT, DENGARujaran UJAR, KATA, BENAR

tindakan, peristiwa, gerak, kontak LAKU/KERJA, TERJADI, GERAK, SENTUH

lokasi, eksistensi, kepunyaan, spesifikasi

ADALAH (TEMPAT), ADALAH (ORANG), ADA, ADALAH (BENDA/SESUATU)

hidup dan mati HIDUP, MATI

waktuKETIKA, SEKARANG, SEBELUM, SESUDAH, LAMA, SEBENTAR, BEBERAPA WAKTU/SAAT, SAAT INI

Page 4: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

66

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

Konsep polisemi ini berperan penting dalam membandingkan makna leksikal yang memiliki kemiripan makna. Konsep polisemi aloleksi memiliki kedekatan dengan konsep lainnya dalam MSA, yaitu dua makna asali yang mengekspresikan makna yang sama. Dalam bahasa Inggris, kata do dan did mengekspresikan makna yang sama (Goddard and Wierzbicka, 1994), namun do digunakan untuk menyatakan kala (masa) sekarang, sementara did menyatakan kala lampau. Aloleksi dan polisemi terkadang dipahami secara keliru karena eratnya hubungan pengertian di antara keduanya. Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa polisemi dapat melibatkan kata.

MSA tidak hanya berkutat pada tataran leksikal seperti yang terjadi pada polisemi dan aloleksi. Akan tetapi, pengungkapan makna juga sampai ke tataran sintaksis yang dikenal dengan istilah Sintaksis Makna Universal (SMU). SMU dikatakan universal karena dalam konsepnya, kalimat atau parafrasa dibentuk dari kombinasi butir-butir leksikon makna asali yang dapat dijumpai pada setiap bahasa (Goddard and Wierzbicka, 1994). Hal tersebut terdapat pada Tabel 3.1 bahwa makna asali yang telah didaftarkan tersebut memiliki peran semantis yang berbeda-beda sehingga memungkin-kan untuk merangkainya menjadi sebuah kalimat sederhana. Perhatikan kalimat-kalimat yang terdapat pada contoh berikut.

a. Aku mengatakan sesuatu yang benar.

b. Seseorang mendengar sesuatu yang buruk telah terjadi.

c. Aku tidak ingin melihatmu seperti ini.Kalimat (proposisi) yang terdapat pada

contoh tadi merupakan kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali pada kalimat (a) AKU (substantif), KATA (ujaran) yang beraloleksi dengan ‘mengatakan’, SESUATU (substantif), dan BENAR (ujaran). Pada kalimat (b) leksikon makna asali yang membentuk kalimat adalah SESEORANG (substantif), DENGAR (predikat mental) yang beraloleksi dengan ‘mendengar’, SESUATU (substantif), BURUK (penilai), TERJADI (peristiwa) yang beraloleksi dengan ‘telah terjadi’. Sementara itu, butir-butir leksikon makna asali pada kalimat (c) AKU (substantif), TIDAK INGIN (predikat mental),

LIHAT (predikat mental) yang beraloleksi dengan ‘melihat’, KAMU (substantif) yang beraloleksi dengan ‘mu’, SEPERTI (kesamaan), dan INI (pewatas).

Selanjutnya, proposisi-proposisi sederhana tersebut dirangkai menjadi sebuah parafrasa yang meng-ungkapkan makna suatu kata. Wierzbicka (1996:180) mencontohkan bagaimana parafrasa digunakan untuk mengungkapkan makna verba ‘sedih’ seperti yang terdapat pada contoh berikut.

X sedih

X merasakan sesuatuBerdasarkan contoh tersebut, kadang-

kadang seseorang berpikir seperti ‘suatu hal buruk telah terjadi’. Akan tetapi, jika aku tidak tahu itu telah terjadi, aku akan mengatakan

aku tidak ingin hal itu terjadi.Akibat dari hal tersebut, seseorang

merasakan hal yang buruk. X merasakan perasaan seperti ini.

Dari uraian tersebut tampak bahwa MSA mencoba untuk mengeklusifkan makna suatu kata dari kata lainnya yang memiliki kedekatan makna dengan menggunakan butir-butir leksikon makna asali seperti yang terdapat pada tabel makna asali.

3. Hasil dan PembahasanBerikut adalah hasil analisis data leksikon

nama diri dalam masyarakat MT yang ditampilkan dalam tabel 3.1 dan tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.1 Hasil Analisis Nama Diri dalam Masyarakat MT

KATEGORI NAMA DIRI NAMA DIRI BMT

(Bahasa Melayu

Tamiang)

Jenis kelamin

Urutan kelahiran

Tradisi/budaya

√ - - Kulok √ - - Subang- √ - Long- √ - Ngah- √ - Alang- √ - Uteh- √ - Andak

Page 5: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

67

- √ - Anjang- √ - Encu- √ - Unggal- - √ Datuk- - √ Tuan Imam

- - √ Tuan Telangke

Tabel 3.2 Hasil Eksplikasi Nama Diri dalam Masyarakat MT

Nama diri BMT

Alat bedah/polisemi tak komposisi

EksplikasiSeseorang dan mengatakan

Kulok √X mengatakan sesuatu yang baik pada Y

Subang √X mengatakan sesuatu yang baik pada Y

Long √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir sebagai anak

pertama/sulung)

Ngah √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-dua)

Alang √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-tiga)

Uteh √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-empat)

Andak √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-lima)

Anjang √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-enam)

Encu √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir

sebagai anak ke-tujuh/bungsu)

Unggal √

X mengatakan sesuatu yang

baik atau buruk pada Y, berkaitan

dengan bagian pada Y (lahir sebagai anak

pertama)

Datuk √X mengatakan sesuatu yang baik pada Y

Tuan Imam √

X mengatakan sesuatu yang baik pada Y

Tuan Telangke √

X mengatakan sesuatu yang baik pada Y

Berdasarkan data yang diperoleh, nama diri dalam masyarakat Melayu Tamiang ber-kaitan dengan tiga aspek, yaitu jenis kelamin, urutan kelahiran, dan nama dalam tradisi dan budaya. Adapun paparan ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut.

3.1 Jenis Kelamin3.1.1 Kulok dan Kocek

Struktur semantis nama diri dalam BMT merupakan konfigurasi makna asali. Nama diri BMT yang merepresentasikan nama

Page 6: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

68

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

berdasarkan jenis kelamin, seperti Kulok ‘anak laki-laki kesayangan’ mengekspresikan makna asali yang berasal dari elemen substantif, yaitu seseorang. Dalam hal ini, Kulok ’anak laki-laki kesayangan’ disimbolkan untuk seseorang. Seseorang yang mengujarkan nama diri BMT tersebut ‘merasakan sesuatu’ sehingga pola sintaksis yang terbentuk ‘x mengatakan sesuatu karena merasakan sesuatu’. Kemudian, sesuatu yang dirasakan adalah hal yang baik. Dengan demikian, jika dikombinasikan dengan makna asali BMT, yaitu ‘mengatakan’ terbentuk pola makna ‘x mengatakan y seperti z’. Berikut ini struktur semantis nama diri BMT Kulok.

Kulok

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu.

Karena merasakan sesuatu, X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang baik; saya ingin Y melakukan sesuatu seperti ini; saya ingin melakukan sesuatu karena ini.”

Ketika X berpikir seperti tadi, X merasakan sesuatu yang baik.

X merasa Y sama seperti Z. Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti tadi.Penamaan berdasarkan jenis kelamin ini

dapat dijumpai dalam nama panggilan kepada anak-anak. Untuk anak laki-laki diberi nama Kulok dan Kocek. Pemberian nama tersebut sebagai ungkapan sayang dari orang tua dan keluarga anak karena makna konotatif dari kedua kata tersebut adalah ‘anak laki-laki kesayangan’. Menurut penuturan informan, hanya anak laki-laki yang paling disayangi oleh orang tua dan keluarga yang diberi nama Kulok atau Kocek ini. Jika ada tiga anak laki-laki di suatu keluarga, satu anak laki-laki yang paling disayangilah yang diberi nama Kulok atau Kocek. Dalam konteks kekinian, penggunaan nama diri Kulok ini juga disematkan kepada putra Tamiang, baik yang mewakili Kabupaten Aceh Tamiang dalam kompetisi nasional maupun pemilihan kepala daerah. Berdasarkan penuturan informan, pemberian nama diri kepada anak laki-laki bertujuan agar jika kelak merantau ke wilayah lain, dia akan mudah dijumpai karena masyarakat Tamiang meyakini nama Kulok dan Kocek hanya

ada pada masyarakat Melayu Tamiang.

3.1.2 Subang, Senggol dan Si TehPenamaan berdasarkan jenis kelamin

perempuan dalam masyarakat Melayu Tamiang untuk anak-anak adalah Subang, Si Teh, dan Senggol. Pemberian nama kepada anak perempuan tersebut sebagai ungkapan sayang dari orang tua dan keluarga anak karena makna konotatif dari kedua kata tersebut adalah ‘anak perempuan kesayangan’. Struktur semantis nama diri dalam BMT merupakan konfigurasi makna asali. Nama diri BMT yang merepre-sentasikan nama berdasarkan jenis kelamin, seperti Subang, Senggol, Si Teh ‘anak perempuan kesayangan’ mengekspresikan makna asali yang berasal dari elemen substantif, yaitu seseorang. Dalam hal ini, Subang, Senggol, Si Teh ’anak perempuan kesayangan’ disimbolkan untuk sese-orang. Seseorang yang mengujarkan nama diri tersebut merasakan sesuatu sehingga pola sintaksis yang terbentuk x mengatakan sesuatu karena merasakan sesuatu. Kemudian, sesuatu yang dirasakan adalah hal yang baik. Dengan demikian, jika dikombi-nasikan dengan makna asali BMT, yaitu mengatakan, terbentuk pola makna x mengatakan y seperti z. Berikut disajikan struktur semantis nama diri BMT Subang.

Subang

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu. Karena merasakan sesuatu, X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang baik; saya ingin Y melakukan sesuatu seperti ini; saya ingin melakukan sesuatu karena ini.”

Ketika X berpikir seperti tadi, X merasakan sesuatu yang baik.

merasa Y sama seperti Z.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti tadi. Adapun makna denotatif dari nama diri

Subang dan Senggol menurut informan dan analisis peneliti adalah berasal dari ciri fisik identik seorang perempuan. Subang dalam kosakata bahasa Melayu Tamiang berarti ‘anting’. Adapun Senggol dalam bahasa

Page 7: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

69

Melayu Tamiang berarti ‘sanggul’. Anting dan sanggul adalah dua ciri fisik yang terdapat pada perempuan. Dengan demikian, dapat diketahui makna denotatif dan konotatif dari nama diri tersebut. Kedua jenis penamaan berdasarkan jenis kelamin ini akan senantiasa jadi nama diri meskipun sudah beranjak dewasa atau lansia. Bahkan, menurut informan, nama diri tersebut lebih dikenali dibandingkan dengan nama asli orang tersebut. 3.2 Urutan Kelahiran

Dalam masyarakat Melayu Tamiang, nama diri berdasarkan urutan kelahiran terdiri atas tujuh nama diri yang berlaku sama, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Urutan nama diri berdasarkan kelahiran tersebut diurut dari urutan lahir yang pertama (anak pertama) hingga anak terakhir dalam keluarga. Urutan nama diri berdasarkan urutan kelahirannya sebagai berikut.

3.2.1 Long/Yong Nama ini merupakan nama untuk anak

pertama dan juga anak tertua meskipun minimal dua bersaudara dalam keluarga. Long berasal dari kata Sulong yang berarti ‘anak tertua/pertama’. Variasi lain nama ini Yong. Penamaan ini mengalami pemendekan kata dari kata aslinya. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Wak Long: uwak yang merupakan anak pertama di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar. Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Long

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan pertama kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.2 NgahNama ini merupakan nama untuk anak kedua

dalam keluarga. Ngah berasal dari kata tengah yang berarti ‘anak tengah/kedua’. Penamaan ini mengalami pemendekan kata dari kata aslinya. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Ngah berlaku jika dalam keluarga terdiri atas tiga bersaudara. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Pak Ngah: Paman yang merupakan anak kedua di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar.Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Ngah

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan ke-dua kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.3 AlangNama ini merupakan nama untuk anak

ketiga dalam keluarga. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Alang berlaku jika dalam keluarga terdiri atas empat bersaudara. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Tok Alang: Kakek yang merupakan anak ketiga di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar. Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan

Page 8: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

70

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

urutan kelahiran.

Alang

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan ke-tiga kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.4 UtehNama ini merupakan nama untuk anak

keempat dalam keluarga. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Uteh berlaku jika dalam keluarga terdiri atas lima bersaudara. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Mak Uteh: Bibi yang merupakan anak keempat di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar.Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Uteh

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan ke-empat kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.5 Andak Nama ini merupakan nama untuk anak

kelima dalam keluarga. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Andak berlaku jika dalam keluarga terdiri atas

enam bersaudara. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Ndong Andak: Nenek yang merupakan anak kelima di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar. Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Andak

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan ke-lima kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.6 Anjang Nama ini merupakan nama untuk anak

keenam dalam keluarga. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Anjang berlaku jika dalam keluarga terdiri atas tujuh bersaudara. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Pak Anjang: Paman yang merupakan anak keenam di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar.Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Anjang

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan ke-enam kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

Page 9: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

71

X mengatakan sesuatu seperti ini.

3.2.7 Encu/NcuNama ini merupakan nama untuk anak

ketujuh atau anak bungsu (terakhir) dalam keluarga. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Penamaan Encu/ncu berlaku jika keluarga terdiri atas dua bersaudara. Anak pertama dinamakan Long dan anak kedua sebagai anak bungsu disebut Encu/Ncu. Contoh yang didapatkan dari informan adalah

Encu Siti: Siti merupakan anak bungsu di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar.Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Encu

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; urutan terakhir kelahiran Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.2.8 UnggalNama ini merupakan nama untuk anak

tunggal atau satu-satunya dalam keluarga. Unggal berasal dari kata tunggal yang berarti ‘satu/anak satu-satunya’. Nama diri ini digunakan oleh lintas generasi karena tidak ada kriteria umur untuk diberikan nama tersebut. Contoh yang didapatkan dari informan adalah:

Unggal Ali: Ali yang merupakan anak tunggal di keluarganya yang kemudian nama diri tersebut terus melekat sebagai penamaan beliau di keluarga besar.Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang

mengungkap tentang nama diri berdasarkan urutan kelahiran.

Unggal

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk atau baik terhadap Y.

X menyebut Z.

Z adalah bagian dari Y; kelahiran satu-satunya Y.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik atau buruk terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.Demikianlah nama diri berdasarkan urutan

kelahiran yang terdapat dalam masyarakat Melayu Tamiang. Untuk keluarga yang memiliki anak lebih dari tujuh, penamaan diulangi lagi sesuai urutan dengan diikuti nama pribadi masing-masing sebagai pembeda. Takari (2014) dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Melayu mengatakan bahwa dalam budaya Melayu Timur juga terdapat sistem nama diri dalam kekerabatan yang jika dibandingkan dengan nama diri Melayu Tamiang terdapat kesamaan dan juga perbedaan meskipun masih satu rumpun Melayu. Nama diri berdasarkan urutan lahir pada masyarakat Melayu Sumatera Utara dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3.2.8.1 Nama Diri Berdasarkan Urutan Kelahiran dalam Masyarakat Sumatera Timur.

(Sumber: Buku Perkawinan Adat Melayu (Takari, 2014)

3.3 Nama Diri dalam Tradisi dan BudayaSetiap etnis dalam menjalani kehidupannya

memiliki kebiasaan atau tradisi masing-masing untuk memenuhi hajat hidupnya. Masyarakat Melayu Tamiang juga memiliki tradisi dalam melewati setiap tahap siklus kehidupan, baik

Page 10: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

72

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

kelahiran, perkawinan maupun kematian. Dalam setiap tradisi yang dilaksanakan akan diikuti dan dihadiri oleh orang-orang yang sudah diatur secara formal oleh adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Partisipan dalam tradisi diberi nama diri sesuai dengan fungsinya dalam kegiatan tradisi tersebut.

Dalam tradisi kelahiran di masyarakat Tamiang terdapat tradisi turun tanah dan penamaan. Sementara itu, dalam tradisi perkawinan terdapat beberapa tahap yang harus dilewati sebelum menuju pernikahan, yaitu ngelih/nginte, ngerisik, ngantar sirih besar, akad nikah, dan resepsi pernikahan. Berikut diuraikan nama diri yang biasa terdapat dalam tradisi yang dijalankan oleh masyarakat Melayu Tamiang.

3.3.1 Datuk

Asal-usul istilah datuk berasal dari Ndatu, yaitu orang pertama yang melaksanakan pimpinan suatu rombongan rebas tebang, menaklukkan suatu daerah, lalu dijadikan kampung dan negeri. Dalam masyarakat Melayu Tamiang, ada empat jenis datuk: Datuk Imam Balai, Datuk Penghulu, Datuk Hakim, dan Datuk Setia Maharadja. Nama diri tersebut diberikan kepada orang yang menjadi pemimpin masyarakat di perkauman Melayu Tamiang. Selain itu, terdapat juga nama diri Datuk Kampung, fungsinya dalam masyarakat sebagai pemimpin kampung. Istilah Datuk Kampung lebih sering digunakan dalam prosesi pernikahan. Berdasarkan penuturan informan, pihak keluarga laki-laki yang ingin menikahi perempuan harus mengutus Tuan Telangke sebagai juru bicara keluarga. Pengutusan Tuan Telangke ini harus diketahui dan disetujui oleh Datuk Kampung.

Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang mengungkap tentang nama diri berdasarkan tradisi dan budaya.

Datuk

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu karena merasakan sesuatu.

X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang baik; orang ingin Y melakukan sesuatu seperti ini.”

X merasa Y adalah seperti Z.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.3.2 Tuan ImamNama diri ini merupakan sebutan bagi imam

kampung yang dipercayai masyarakat Melayu Tamiang untuk memimpin tradisi yang berlaku di masyarakat. Selain itu, nama diri ini diberikan kepada orang-orang yang piawai dalam urusan agama dan dihormati oleh masyarakat karena keluasan ilmu dan kebijak-sanaanya. Bahkan, berdasarkan cata-tan peri kehidupan masyarakat Me-layu Tamiang disebutkan bahwa ke-giatan tradisi dapat tidak berlanjut apabila tidak melibatkan Tuan Imam sebagai partisipan yang mengikuti prosesi tradisi.

Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang mengungkap tentang nama diri berdasarkan tradisi dan budaya:

Tuan Imam

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu karena merasakan sesuatu.

X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang baik; orang ingin Y melakukan sesuatu seperti ini.”

X merasa Y adalah seperti Z.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

3.3.3 Tuan Telangke dan Tuan Tande Peminangan dalam tradisi masyarakat

Melayu Tamiang dilaksanakan dengan ditandai permufakatan keluarga laki-laki untuk memilih Tuan Telangke dari pihak laki-laki dan Tuan Tande dari pihak perempuan. Nama diri ini diberikan kepada orang yang dianggap masyarakat dapat mewakili pihak keluarga untuk menjadi juru bicara dalam menyampaikan itikad baik keluarga untuk meminang gadis yang disukai oleh anak lelakinya. Tuan Telangke atau Tuan Tande memiliki kemampuan bertutur kata yang baik dan mampu berpantun dalam menyampaikan pesan dan maksud saat diutus menjadi Tuan Telangke atau Tuan Tande.

Page 11: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

Halimatussakdiah, et al : Semantik Nama Diri dalam ...

73

Contoh tuturan Tuan Telangke dalam menjalankan tugasnya sebagai juru bicara keluarga laki-laki disajikan sebagai berikut.

Menlah ambe penyambong lidah (inilah saya sebagai penyambung lidah)

Dari Sedare jugalah jiran (dari saudara dan juga tetangga)

Sebagai penghubung menjalin ukhuwah (sebagai penghubung menjalin ukhuwah)

Menyampaikan hasrat juga tujuan (menyampaikan hasrat dan tujuan)

Gambar 3.3.3.2 Tuan Telangke dalam Upacara Perkawinan Melayu Tamiang

Berikut adalah eksplikasi dari leksikon yang mengungkap tentang nama diri berdasarkan tradisi dan budaya:

Tuan Telangke

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu karena merasakan sesuatu.

X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang baik; orang ingin Y melakukan sesuatu seperti ini.”

X merasa Y adalah seperti Z.

Oleh karena itu, Y merasakan sesuatu yang baik terhadap X.

X mengatakan sesuatu seperti itu.

4. Penutup4.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan dapat ditemukan bahwa semantik nama diri dalam masyarakat Melayu Tamiang terdiri atas bentuk lingual, baik kata maupun frasa. Adapun secara makna, dengan pendekatan teori MSA mampu memberikan informasi tuntas bahwa satu bentuk nama diri dalam masyarakat Melayu Tamiang mengandung satu makna dan makna yang lain ada pada satu bentuk tertentu. Selain itu, informasi informan tentang peri kehidupan dan kebiasaan masyarakat Melayu Tamiang memperteguh hasil eksplikasi pada tiap nama diri.

4.2 SaranBerdasarkan kajian yang berfokus pada

nama diri, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengkaji dan menggali penamaan-penamaan lainnya yang terdapat di suatu komunitas/masya-rakat, khususnya penamaan yang terdapat pada masyarakat Melayu Tamiang, seperti penamaan tempat (toponimi), penamaan benda, dan sebagainya.

Dengan demikian, diharapkan penelitian-penelitian ini dapat menjadi bagian upaya pelestarian bahasa Melayu dialek Tamiang sebagai salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.

Daftar Pustaka Arni, Y. et al. (n.d.). Sistem Nama Diri Masyarakat Etnis Minangkabau: Kajian Nama Panggilan

pada Masyarakat Rantau Pasisia di Pesisir Selatan.Br Sembiring, H., dan Mulyadi, M. 2019. “Peralatan Dapur dalam Bahasa Karo: Kajian Metabahasa

Semantik Alami”. Basastra, 8 (2), 129. https://doi.org/10.24114/bss.v8i2.14466.Finnegan, R. 2012. “Oral Literature in Africa”. Oral Literature in Africa. https://doi.org/10.11647/

obp.0025.Goddard, Cliff, A. W. 1994. “Semantic and Lexical Universals”. In John Benjamins (Vol. 25).Goddard, C., and Wierzbicka, A. 1994. “Semantic and Lexical Universals: Theory and Empirical

Findings”. Studies in Language Companion Series (SLCS) v. 25, i—510.

Page 12: SEMANTIK NAMA DIRI DALAM MASYARAKAT MELAYU …

74

Metalingua, Vol. 19 No. 1, Juni 2021: 63–74

Khotimah, K. dan I. F. 2019. “Kajian Semantik Nama Diri Mahasiswa Madura di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Trunojoyo Madura”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 8 (1), 51–55.

Major, R. C., and Crystal, D. 1992. “A Dictionary of Linguistics and Phonetics”. In The Modern Language Journal (Vol. 76). https://doi.org/10.2307/330198.

Mulyadi. 2000. “Struktur Semantis Verba Penglihatan dalam Bahasa Indonesia”. Linguistik Indonesia, 18 (2), 77–89.

Mushwana, A. 2015. “Naming Practices among Vatsonga: The Case of Naming of ‘Characters’ in Some of Thomas Hasani Chauke’s Songs”. Journal of Sociology and Social Anthropology, 06(03), 441—448. https://doi.org/10.31901/24566764.2015/06.03.16.

Nasution, L. Y. M. M. 2020. “Market Names in Medan : A Natural Semantic Metalanguage Study” MARKET NAMES IN MEDAN : A NATURAL SEMANTIC METALANGUAGE STUDY. (August). https://doi.org/10.26858/retorika.v13i2.11985.

Takari et al. 2014. Perkawinan Adat Melayu: Gagasan, Terapan, Fungsi dan Kearifannya. Medan: USU Press.

Wappa, J. P., dan Wada, R. S. 2019. “Kamuə Female Personal Names and Identity in Cultural Contexts”. Open Journal of Modern Linguistics, 09(02), 104—114. https://doi.org/10.4236/ojml.2019.92011.

Wierzbicka, A. 1996. Semantics : Primes and Universals: Primes and Universals. 512. Retrieved from https://books.google.co.nz/books/about/Semantics_Primes_and_Universals.html?id=ZN029Pmbnu4C&pgis=1.