52
Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN: 2087-9164 27 Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan alam. Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan (review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia Bahan Alam c. Farmakologi dan Toksikologi d. Etnofarmakologi e. Kimia Medisinal f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi g. Farmakoterapi h. Farmasi Klinik i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi j. Biologi Farmasi Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan bidangnya.

Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN: 2087-9164

27

Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka

Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan

dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan

frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat

mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan

alam.

Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan

(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori

penelitian meliputi:

a. Analisis Farmasi

b. Kimia Bahan Alam

c. Farmakologi dan Toksikologi

d. Etnofarmakologi

e. Kimia Medisinal

f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi

g. Farmakoterapi

h. Farmasi Klinik

i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi

j. Biologi Farmasi

Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan

bidangnya.

Page 2: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN: 2087-9164

28

JURNAL FITOFARMAKA

Dewan Redaksi

Ketua Dewan Redaksi

drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD.

(Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)

Anggota Dewan Redaksi

Dr Tri Panji, M.S.

(Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia)

Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt.

(Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)

Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si.

(Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor)

Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt.,

(Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor)

Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si.

(Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan)

Siti Sa’diah M.Si, Apt.

(Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)

Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt.

(Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes)

Bustanussalam, M.Si.

(Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Page 3: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN: 2087-9164

29

JURNAL FITOFARMAKA

ISSN:2087-9164, Vol.2,No.2, Desember 2012

DAFTAR ISI

KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA RIMPANG KUNYIT

(Curcuma domestica Val.) SEBAGAI INHIBITOR BAKTERI PATOGEN……… 30 - 39

Herson Cahaya Himawan, Vinsensius Surjana, Laura Prawira

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (Camelia sinensis (L).

Kuntze Var. Assamica) SEBAGAI ANTIOKSIDAN PADA SEDIAAN GEL…….. 40 - 49

Haryato Susilo, Dwi Indriati, Astri Rustianti

CAMPURAN PROPOLIS DAN GARAM KELAPA SEBAGAI BAHAN

ANTIBAKTERI PLAK GIGI MIXED PROPOLIS AND COCONUT SALT AS A

DENTAL PLAQUE ANTIBACTERIAL AGENT ………………………………………...50 - 58

Akhmad Endang Zainal Hasan, I Made Artika, Henry Adiprabowo

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria

trifasciata Prain) TERHADAP KHAMIR (Candida albicans)…………………….59 - 65

Oom Komala, Ike Yulia dan Rita Pebrianti

OPTIMASI KONDISI UNTUK RENDEMEN HASIL EKSTRAKSI KULIT MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) Optimization of Conditions for Yield Extraction of Mangosteen

Pericarp (Garcinia mangostana L.)………………………………………………… 66 - 72

Akhmad Endang Zainal Hasan, Husain Nashrianto, Rani Novia Juhaeni

Page 4: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN: 2087-9164

30

KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA

RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) SEBAGAI

INHIBITOR BAKTERI PATOGEN

Herson Cahaya Himawan1

,VinsensiusSurjana2

, Laura Prawira3

1,3)

Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor 2)

Laboratorium Pengawasan Mutu, PT Givaudan Indonesia Cimanggis Bogor Email : [email protected]

ABSTRAK

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman tradisional Indonesia yang

banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Ekstrak kunyit diketahui memiliki aktivitas

antibakteri dimana khasiat obat pada kunyit berasal dari senyawa kurkuminoid yang

mayoritas terdiri atas kurkumin. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan komponen

kimia rimpang kunyit yang berperan sebagai inhibitor bakteri patogen. Pembuatan ekstrak

rimpang kunyit menggunakan metode maserasi dengan pelarut n-heksana, etilasetat, dan

etanol 96%. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kunyit terhadap beberapa bakteri patogen

dilakukan dengan metode kertas cakram. Standar kurkumin digunakan sebagai

pembanding. Purifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan profil Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) digunakan sebagai uji identifikasi untuk mengetahui komponen

kimia rimpang kunyit yang berperan sebagai inhibitor bakteri patogen. Hasil penelitian

menunjukkan ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Salmonella typhosa. Fraksi

2 dan fraksi 3 ekstrak etanol memiliki aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri Escherichia

coli dan Salmonella typhosa. Purifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan 3

senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dengan aktivitas tertinggi pada preparatif 1 dan

preparatif 2 dengan daya hambat pada lama inkubasi 24 jam sebesar 7 mm dan 8 mm untuk

bakteri Escherichia coli dan sebesar 8 mm untuk bakteri Salmonella typhi. Hasil

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi senyawa 1 dan 2 menunjukkan puncak pada waktu

retensi 3,621 dan 3,567 menit dibandingkan dengan standar kurkumin yaitu 3,570 menit.

Kata kunci: Rimpang kunyit, maserasi, bakteri patosigen, K LT, HPLC

PENDAHULUAN Indonesia terletak di daerah

khatulistiwa dengan iklim tropis yang

memungkinkan mataharibersinar sepanjang

tahun. Keuntungan letak

geografis tersebut menjadikan Indonesia

sebagai sumber berbagai jenis kekayaan

hayati. Masyarakat Indonesia telah

mengenal beragam obat tradisional yang

berasal dari kekayaan hayati terutama

tumbuhan. Sampai saat ini diketahui

bahwa seperempat obat yang adadi dunia

diperoleh dari tumbuhan yang salahsatu

diantaranya adalah kunyit (Rukmana, R.,

1994).

Kunyit (Curcuma domesti banyak

4) ca Val.) merupakan tanaman rempah

yang sangat populer di Indonesia.

Tanaman ini telah dimanfaatkan secara

luas. Selain digunakan sebagai bumbu

penyedap makanan, manfaat lain dari

kunyit adalah sebagai obat herbal yang

berguna untuk menjaga kesehatan dan

merawat kecantikan. Kunyit juga telah

banyak dimanfaatkan dalam berbagai

bidang, diantaranya sebagai antiinflamasi,

antioksidan, antialergi, anti kanker, anti

mikroba, dan antifungi (Jain et al., 2007).

Page 5: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

31

Khasiat obat pada kunyit berasal

dari senyawa kurkuminoid yang mayoritas

terdiri atas kurkumin. Senyawa

kurkuminoid tersebut juga dapat

dimanfaatkan sebagai pewarna makanan

alami yang aman dikonsumsi. Berdasarkan

penelitian secara ilmiah telah banyak

dilaporkan aktivitas kurkumin, antara lain

sebagai antioksidan, antiinflamasi,

antibakteri dan antikanke (Guenther,

1987).

Hastuti telah melakukan penelitian

(1997) tentang uji aktivitas infus rimpang

kunyit sebagai antidiare dengan

menggunakan metode “Castor oil–induced

diarrhea”, atau minyak jarak sebagai

penyebab diare pada tikus putih dengan

hasil bahwa infus rimpang kunyit dengan

konsentrasi 15% mempunyai khasiat

sebagai antidiare (Tjay dan Rahardja,

2002).

Pada penelitian sebelumnya Singh

dan Rai , (2000) juga melaporkan bahwa

minyak esensial kunyit mempunyai

aktivitas antimikroba terhadap isolatS.

Aureus klinik dan standar. Hasilnya

didapatkan pada isolat standar,

minyak esensial kunyit mempunyai

aktivitas hambat lebih rendah dari pada

isolat klinik.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi rimpang kunyit tua

yang dipanen pada usia 8-18 bulan, semua

bahan yang digunakan berkualitas pro

analisis kecuali disebutkan lain yaitu;

aquadest, etanol 96%, n-heksan, etil asetat,

NaCl 0,9%, media Nutrient Agar (Merck),

media Lactose Broth (Merck), Escherichia

coli NBRC 14237, Pseudomonas

aeruginosa ATCC 9027, Salmonella typhi

P2KIMC, Bacillus subtilis BTCC B612,

suspensi standar McFarland.

Alat penelitian yang digunakan

antara lain : paper disc, rotary evaporator,

kromatografi lapis tipis, KCKT Shimadzu

CLASS-VP, silika gel F254,vortex.

Metode

Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di

Herbarium Bogoriense Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong

Bogor.

Ekstraksi Senyawa Rimpang Kunyit

Sampel rimpang kunyit (Curcuma

domestica Val.) yang diperoleh dari Pasar

Induk Jambu Dua Bogor dibersihkan dari

pengotor yang melekat dan dicuci dengan

air PAM mengalir hingga bersih, lalu

ditiriskan dan dipotong kecil-kecil

kemudian dikeringkan pada temperatur

550C selama 4 hari. Hasil pengeringan

kemudian digiling sampai halus hingga

berbentuk serbuk. Duaratus gram serbuk

halus rimpang kunyit ditimbang kemudian

dimaserasi dengan 400 ml pelarut dan

diekstrak selama 24 jam. Ekstrak

kemudain diuapkan dengan Rotary

Evaporator sehingga diperoleh ekstrak

kental

Isolasi Bakteri Patogen dan Uji

Antibakteri

Penyiapan Inokulum Bakteri Patogen

Page 6: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 116-125

32

Bakteri diinokulasikan pada media

agar miring dengan cara menggores.

Setelah itu diinkubasi pada temperatur 36 ±

10C selama 18-24 jam. Dari stok kultur

tersebut diambil satu ose steril lalu

disuspensikan ke dalam tabung yang berisi

10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat

kekeruhan suspensi bakteri yang sama

dengan kekeruhan standar McFarland, yang

berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah

108

CFU/ ml (Biesher, 1983; Kingscote,

1989; Carter dan Cole, 1990). Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak kasar yang telah dilarutkan

kembali dimasukkan sebanyak 2 mL ke

dalam kolom silika gel yang telah

disiapkan. Fase gerak yang digunakan

adalah etanol-air (70:30). Keran kolom

dibuka penuh dan setiap tetesan sampel

ditampung pada vial dengan volume 5 mL

hingga didapatkan beberapa fraksi

kemudian dianalisis secara KLT

(Kartasubrata 1987, Hernani. 1999).

Pengujian Efek Antibakteri Secara In

vitro (Hudayanti, M., 2004)

Metode ini menggunakan media

padat dan cakram kertas (Hudayanti, M.,

2004 ), kemudian hambatan pertumbuhan

bakteri ditentukan dengan cara mengukur

diameter zona bening disekitar cakram

kertas dengan menggunakan jangka sorong.

Pada tabung yang berisi 15 ml media agar

steril cair temperatur ± 450C, tambahkan

suspensi bakteri sebanyak 0,1 mL yang

telah diukur kekeruhannya. Kemudian

dihomogenkan dengan bantuan vortex, lalu

dituang ke dalam cawan petri steril

berdiameter 9 cm dan biarkan memadat.

Cakram kertas kemudian diteteskan larutan

uji, kemudian diinkubasi pada temperatur

36 ± 10C dan lakukan pengamatan selama

2-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona

bening disekitar cakram kertas dengan

menggunakan jangka sorong.

Identifikasi Senyawa Antibakteri

Purifikasi Secara KLT

Fraksi hasil kromatografi kolom

dengan pola analisis KLT yang sama

seperti pola analisis KLT saat produksi

dilarutkan dalam etil asetat hingga

konsentrasinya 150 mg/mL. Setelah itu

larutan tersebut ditotolkan pada lempeng

silika gel dan dielusi dengan kloroform-

metanol (9:1). Setelah elusi selesai,

lempeng tersebut dilihat dibawah sinar UV

dan kemudian spot yang terlihat ditandai.

Spot yang telah ditandai tersebut

dibandingkan dengan hasil analisis KLT

sebelumnya dan spot yang sama dikerok

dari lempeng KLT kemudian dilarutkan

kembali dengan etanol 96% dan dipisahkan

dari silika gel secara dekantasi. Visualisasi

dilakukan dengan melihat di bawah sinar

UV atau dengan penambahan larutan

penampak spot.

Profil Kimiawi Menggunakan KCKT

Fraksi hasil KLT terbaik yang

memiliki aktivitas inhibisi terhadap bakteri,

selanjutnya difraksinasi menggunakan

KCKT Shimadzu CLASS-VP,

menggunakan kolom C18 (3,9 x 150 mm, 4

μm) dengan fase alir berupa metanol-air

berbagai perbandingan dan laju alir 1

ml/menit. Detektor UV pada panjang

gelombang 280-500 nm dan volume injeksi

20μl. Setiap puncak yang terpisah,

kemudian dibandingkan dengan standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi rimpang kunyit

yang dilakukan oleh Herbarium

Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian

Biologi LIPI Cibinong Bogor adalah jenis

Page 7: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

33

N

o.

Pelarut

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 n-Heksan 6 6 0 0 0 2 Etil asetat 6 0 0 0 0 3 Etanol 6 0 0 0 0

Curcuma longa L., dari suku

Zingiberaceae.

Karakterisasi dan Identifikasi

Komponen Rimpang Kunyit

Ekstrak Kasar Rimpang Kunyit

Evaporasi menggunakan Rotary

Evaporator pada temperature 500C

menghasilkan ekstrak kering rimpang

kunyit dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1.Ekstrak Kering Hasil Maserasi

No Pelarut Ekstak

Kering

(%)

1. n – Heksan 1.175

2. Etil asetat 0.51

3. Etanol 3.91

Bobot ekstrak kering dari ketiga

pelarut menunjukkan hasil yang berbeda,

dimana hasil ekstrak kering dengan pelarut

etanol diperoleh bobot yang lebih besar

dibandingkan pelarut etil asetat maupun n-

heksan. Data tersebut menunjukkan dugaan

bahwa kurkumin terkandung dalam ekstrak

rimpang kunyit.

Kurkuminoid merupakan senyawa

seperti etanol, karena tingkat kepolaran

kurkumin.

Tabel 2 .Zona Hambat Pada Bakteri

Pseudomonas aeruginosa

No.

Pelarut

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 n-Heksan 6 6 0 0 0

2 Etil

Asetat

6

6

0

0

0

3 Etanol 6 6 7 6 0

Uji Antibakteri

Uji Antibakteri Masing-masing Pelarut

Hasil ekstrak kering masing-masing

pelarut kemudian dilarutkan kembali

menjadi 3 mL larutan. Larutan dibagi

menjadi 2 bagian, yaitu 1 mL untuk uji

antibakteri dan 2 mL untuk kromatografi

kolom. Disiapkan media Nutrient Agar

sebanyak ± 15 mL pada 4 buah cawan petri

yang masing-masing telah ditambahkan

dengan bakteri Pseudomonas aeruginosa,

Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan

Salmonella typhosa. Setelah media

memadat, cakram kertas diletakkan di atas

media agar dengan menggunakan pinset

steril. Kemudian diteteskan larutan ekstrak

± 15 µL di atas paper disc lalu diinkubasi

0 0

yang bersifat polar, kepolarannya

disebabkan oleh gugus –OH yang terdapat

pada struktur kurkuminoid. Kurkuminoid

larut dalam pelarut–pelarut mempunyai

kepolaran yang hampir sama. Etanol

memliki kepolaran mirip dengan

kurkuminoid sehingga cocok digunakan

untuk mengekstrak kurkuminoid. Hasil

penelitian Sidik (1985) sebelumnya

memperlihatkan kadar kurkuminoid

terbesar yang terekstrak terdapat dalam

pelarut aseton dan etanol. Suwiah (1991),

Pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar

pada temperatur 36 C ± 1 C dan dilakukan

pengamatan setelah 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8

jam, dan 24 jam

Hasil pengamatan uji anti bakteri tertera

pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.Zona Hambat Pada Bakteri

Bacillus subtilis

Page 8: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 116 - 125

34

Pada bakteri Pseudomonas

aeruginosa ekstrak n-heksan memiliki zona

hambat sebesar 6 mm pada pengamatan

waktu inkubasi 2 jam dan 4 jam.

Sedangkan untuk ekstrak etanol dan ekstrak

etil asetat hanya memiliki zona hambat

pada pengamatan waktu inkubasi 2 jam

sebesar 6 mm.

Ekstrak n-heksan dan ekstrak etil

asetat memiliki zona hambat sebesar 6 mm

pada pengamatan waktu inkubasi 2 jam dan

4 jam pada bakteri Bacillus subtilis.

Sedangkan pada ekstrak etanol didapatkan

zona hambat yang baik hingga waktu

pengamatan inkubasi 8 jam.

Tabel 4. Zona Hambat Pada Bakteri

Escherichia coli

No

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam

1 Kloramfeni

kol

6

6

0

0

0

2 Fraksi 7 6 6 0 0 0

3 Fraksi 6 6 6 0 0 0 4 Fraksi 5 6 6 0 0 0

5 Fraksi 4 6 6 6 0 0

6 Fraksi 3 6 7 7 0 0

7 Fraksi 2 6 7 6 0 0

8 Fraksi 1 6 6 0 0 0

Tabel 5. Zona Hambat Pada Bakteri

Salmonella typhosa

No.

Pelarut

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 n-Heksan 6 6 0 0 0 2 Etil asetat 6 6 6 0 0 3 Etanol 6 6 10 13 0

Ekstrak etanol memberikan zona

hambat yang baik terhadap bakteri

Escherichia coli. Hasil pengamatan

didapatkan diameter zona hambat yang

semakin besar pada tiap-tiap pengamatan

waktu inkubasi yaitu hingga inkubasi 8

jam.

Tabel 6. Zona Hambat Pada Bakteri

Pseudomonas aeruginosa

N

o.

Pelarut

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 n-Heksan 6 6 0 0 0

2 Etil

Asetat

6

7

0

0

0

3 Etanol 6 6 7 12 0

Ekstrak etanol juga memberikan

zona hambat yang baik terhadap bakteri

Salmonella thyposa. Hasil pengamatan

didapatkan diameter zona hambat yang

semakin besar pada tiap-tiap pengamatan

waktu inkubasi yaitu hingga inkubasi 8

jam.

Uji Antibakteri Masing-masing Fraksi

Pada pengujian antibakteri awal

didapatkan zona hambat terbaik pada

ekstrak dengan pelarut etanol. 2 mL ekstrak

etanol ditambahkan silika kemudian

dimasukkan ke dalam kromatografi kolom

dengan fase diam silika gel F254 dan fase

gerak etanol-air (70:30) sehingga

didapatkan beberapa fraksi. Fraksi-fraksi

tersebut ditotolkan pada paper disc yang

telah diletakkan di atas media Nutrient

Agar kemudian diinkubasi dan diamati

pada waktu inkubasi 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8

jam, dan 24 jam.

Gambar 1. Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Pseudomonas aeruginosa

Page 9: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

35

N

o.

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi 2

jam 4

jam 6

jam 8

jam 24

jam

1 Kloramfeniko

l

6

6

0

0

0

2 Fraksi 7 6 6 0 0 0 3 Fraksi 6 6 6 0 0 0 4 Fraksi 5 6 6 6 0 0 5 Fraksi 4 6 6 6 0 0 6 Fraksi 3 6 7 8 8 0 7 Fraksi 2 6 7 6 6 0 8 Fraksi 1 6 6 0 0 0

* 1: kloramfenikol; 2: fraksi 7; 3: fraksi 6;

4: fraksi 5; 5: fraksi 4; 6: fraksi 3; 7: fraksi

2; 8: fraksi 1

Pada bakteri Pseudomonas

aeruginosa zona hambat pada pengamatan

waktu inkubasi 2 jam dan 4 jam

menunjukkan diameter zona hambat yang

baik. Pada pengamatan waktu inkubasi 6

jam hingga 24 jam, ektrak yang diuji tidak

memberikan daya hambat terhadap

pertumbuhan bakteri Pseudomonas

aeruginosa, kecuali fraksi 2, 3, dan 4 yang

masih menunjukkan zona hambat pada

pengamatan waktu inkubasi 6 jam.

Gambar 2.Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Bacillus subtilis

* 1: kloramfenikol; 2: fraksi 7; 3: fraksi 6; 4:

fraksi 5; 5: fraksi 4; 6: fraksi 3; 7: fraksi 2; 8:

fraksi 1

Tabel 7. Zona Hambat Pada Bakteri

Bacillus subtilis

yang baik hingga pengamatan waktu

inkubasi 8 jam yaitu pada fraksi 2 dan

fraksi 3. Sedangkan pada fraksi 4 dan fraksi

5 hanya menunjukkan zona hambat pada

pengamatan waktu inkubasi 2 hingga 6 jam.

Gambar 3. Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Escherichia coli

* 1: kloramfenikol; 2: fraksi 7; 3: fraksi 6;

4: fraksi 5; 5: fraksi 4; 6: fraksi 3; 7: fraksi

2; 8: fraksi 1

Tabel 8. Zona Hambat Pada Bakteri

Escherichia coli

No

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi 2

jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 Kloramfenikol 6 6 0 0 0 2 Fraksi 7 6 6 0 0 0 3 Fraksi 6 6 6 0 0 0 4 Fraksi 5 6 7 7 7 0 5 Fraksi 4 6 7 7 7 0 6 Fraksi 3 6 8 13 13 7 7 Fraksi 2 6 7 9 9 6 8 Fraksi 1 6 6 6 0 0

Pengamatan pada bakteri

Escherichia coli menunjukkan diameter

zona hambat yang baik terutama pada

fraksi 2 dan fraksi 3, karena zona hambat

tetap terbentuk hingga pengamatan waktu

inkubasi 24 jam. Zona hambat juga

terbentuk dengan baik pada fraksi 4 dan

fraksi 5 karena zona terbentuk hingga

pengamatan waktu inkubasi 8 jam.

Pada bakteri Bacillus subtilis,

ekstrak etanol menunjukkan zona hambat

Page 10: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 116 - 125

36

Gambar 4. Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Salmonella typhosa

* 1: kloramfenikol; 2: fraksi 7; 3: fraksi 6;

4: fraksi 5; 5: fraksi 4; 6: fraksi 3; 7: fraksi

2; 8: fraksi 1

Tabel 9. Zona Hambat Pada Bakteri

Salmonella typhosa

No

.

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

(jam)

2 4 6 8 24

1 Kloramfenikol 6 6 0 0 0 2 Fraksi 7 6 6 0 0 0 3 Fraksi 6 6 6 0 0 0 4 Fraksi 5 6 7 7 7 0 5 Fraksi 4 6 7 7 7 0 6 Fraksi 3 6 8 12 13 8 7 Fraksi 2 6 7 9 9 6 8 Fraksi 1 6 6 7 6 0

Pengamatan pada bakteri

Salmonellatyphi memiliki kesamaan

dengan bakteri Escherichia coli dimana

zona hambat tetap terbentuk hingga

pengamatan waktu inkubasi 24 jam pada

fraksi 2 dan fraksi 3. Zona hambat ekstrak

etanol pada bakteri Pseudomonas

aeruginosa, Bacillus subtilis, Escherichia

coli, dan Salmonella typhosa baik pada

fraksi 2 dan fraksi 3, ditunjukkan dengan

diameter zona hambat yang terbentuk dan

lama waktu inkubasi. Hal ini memperkuat

dugaan bahwa dalam fraksi 2 dan fraksi 3

terkandung kurkumin.

Uji Antibakteri Preparatif

Uji antibakteri pada fraksi-fraksi

hasil kromatografi kolom menunjukkan

zona hambat yang paling baik pada fraksi 2

dan fraksi 3. Kedua fraksi tersebut

dianalisis dengan kromatografi lapis tipis.

Penampakan noda pada plat KLT dilihat di

bawah sinar UV dengan λ 256 nm,

kemudian diberi tanda. Noda yang telah

diberi tanda dikerok dan dilarutkan kembali

dengan etanol, kemudian larutan dipisahkan

dari endapan lalu diuji aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Salmonella typhosa dan

Escherichia coli.

Gambar 5. Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Salmonella typhosa

* 1: kurkumin standar; 2: preparatif 1; 3:

preparatif 2; 4: preparatif 3

Tabel 10. Zona Hambat Pada Bakteri

Salmonella typhosa

N

o.

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi

2 jam

4 jam

6 jam

8 jam 24

jam 1 Kontrol 6 8 10 10 8

2 Preparati

f 1

6

9

12

12

8

3 Preparati

f 2

6

8

13

13

8

4 Preparati

f 3

6

7

6

6

0

Hasil KLT didapatkan 3 senyawa

yang memiliki kesamaan dengan kurkumin

standar. Senyawa yang telah dipisahkan

dan diuji antibakteri, memiliki daya hambat

yang baik terhadap bakteri Salmonella

Page 11: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

37

typhosa. Pengamatan waktu inkubasi pada

uji antibakteri didapatkan zona hambat

yang baik pada preparatif 1 dan preparatif 2

dengan memberikan daya hambat yang baik

hingga pengamatan waktu inkubasi 24 jam.

Gambar 6. Uji Aktivitas Antibakteri Pada

Escherichia coli

* 1: kurkumin standar; 2: preparatif 1; 3:

preparatif 2; 4: preparatif 3

Tabel 11. Zona Hambat Pada Bakteri

Escherichia coli

N

o.

Fraksi

Zona Hambat (mm)/ Lama Inkubasi (jam)

2 4 6 8 24 1 Kontrol 6 8 10 10 7

2 Preparati

f 1

6

9

10

12

8

3 Preparati

f 2

6

8

9

12

7

4 Preparati

f 3

6

7

6

6

0

Uji antibakteri hasil preparatif dari

KLT terhadap bakteri Escherichia coli

didapatkan hasil yang mendekati kurkumin

standar. Hasil uji antibakteri menunjukkan

zona hambat yang baik pada pengamatan

waktu inkubsai hingga 24 jam. Zona

hambat yang baik terlihat pada preparatif 1

dan preparatif 2.

Purifikasi dengan KLT

Analisis KLT menggunakan

campuran kloroform-metanol (9:1). Fase

gerak tersebut dipilih karena kemampuan

metanol untuk meningkatkan polaritas

kloroform sehingga terbentuk suatu sistem

eluen yang dapat memisahkan komponen

dalam ekstrak berdasarkan nilai retardation

factor (Rf) dalam ekstrak dengan baik

(Khopkar, 1990).

Nilai Rf suatu komponen ditentukan

juga oleh fase diam. Fase diam yang

digunakan pada analisis KLT ini adalah

silika gel F254. Silika gel adalah senyawa

yang polar dan angka 254 adalah panjang

gelombang sinar UV yang dapat diserapnya

(Khopkar, 1990).

Gambar 7. Fraksi Hasil Pemisahan dengan

Kromatografi Kolom

Ekstrak etanol kunyit yang pada

awal diuji telah menunjukkan

efektivitasnya terhadap pertumbuhan

bakteri Pseudomonas aeruginosa, Bacillus

subtilis, Escherichia coli, dan Salmonella

typhosa kemudian dimasukkan ke dalam

kromatogafi kolom sehingga terbentuk

beberapa fraksi. Hasil fraksinasi tersebut

dianalisis dengan kromatografi lapis tipis

sehingga membentuk beberapa noda warna

pada setiap fraksinya. Pada kromatografi

kolom didapatkan 7 fraksi hasil pemisahan

dengan fase gerak etanol-air (70:30) dan

pada kromatografi lapis tipis, fraksi yang

menunjukkan penampakan noda yang

mendekati kurkumin standar terlihat pada

Gambar 6.

Komponen kurkuminoid diketahui

mempunyai berbagai aktivitas hayati dalam

Page 12: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 116-125

38

spektrum yang luas.Dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya yang menggunakan

rimpang temulawak, fraksi kurkuminoid

dalam rimpang temulawak terdiri atas dua

komponen, yaitu kurkumin dan

desmetoksikurkumin (Basalmah R.S.,

2006). Pada penelitian ini kurkuminoid

pada rimpang kunyit diduga selain

mengandung kurkumin dan

desmotoksikurkumin juga mengandung

komponen lain dari kurkuminoid yaitu bis-

desmetoksikurkumin.

Gambar 8. Pola KLT Preparatif

Pada fraksinasi pertama didapatkan

7 fraksi hasil pemisahan dengan

kromatografi kolom yang kemudian

diujikan daya hambatnya terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Salmonella typhosa.

Hasil uji daya hambat dan kromatografi

kolom memiliki kesamaan yaitu fraksi yang

memiliki daya hambat dan profil

penampakan noda yang mendekati

kurkumin standar adalah fraksi 2 dan fraksi

3.

sehingga diperoleh hasil preparatif seperti

terlihat pada Gambar 7. Hasil preparatif

kemudian dikerok dan dilarutkan kembali

dengan etanol untuk selanjutnya dianalisis

dengan KCKTserta uji daya hambatnya

terhadap bakteri Escherichia coli dan

Salmonella typhosa.

Pada Tabel 12 terlihat bahwa

sampel dan kurkumin standar memiliki

waktu retensi yang hampir sama. Waktu

retensi yang sama dapat menunjukkan

senyawa yang sama. Hasil KCKT (Gambar

9) diperoleh waktu retensi puncak

kromatogram yang sama dengan kurkumin

standar (Gambar 8).

Dari kedua fraksi tersebut dianalisis

kembali dengan kromatografi lapis tipis

Page 13: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

39

Waktu retensi menunjukkan waktu

yang diperlukan oleh suatu senyawa untuk

bergerak melalui kolom menuju detektor.

Waktu retensi diukur berdasarkan waktu

dimana sampel diinjeksikan sampai sampel

menunjukkan ketinggian puncak yang

maksimum dari senyawa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Biesher. 1983. Microbiology in Practice.

Individualized Introduction for The

Allied Heath Science. 3rd ed.

Harper and Row Publisher. New

York

Carter, G.R. and J.R. Cole, Jr. 1990.

Diagnostic Procedures in Veterinary

Bacteriology and Micology. 5th ed.

Academic Press. Inc. San Diego

California. 108-123

Guenther, E. 1987. The Essential Oils.

Terjemahan. Ketaren, S. 1987.

Minyak Atsiri. Jilid I. Pharmacology

Reviews. Vol 1 (1). 119-128.

Hernani. 1999. Teknik identifikasi bahan

aktif pada tumbuhan obat. Makalah

pada Seminar Pendalaman Materi di

Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat, Bogor

Hudayanti, M., 2004, “Aktivitas

Antibakteri Rimpang Temulawak

(Curcuma xanthorrihza Roxb.)”,

Skripsi Jurusan Kimia, Institut

Pertanian Bogor, Bogor. Hal: 6, 8-9,

21

Jain, S., Shapiro.,Swanick.Mills PJ., 2007.

PHCOG : Plant Review Tre in

Curcuma longa Linn. Jakarta:

Universitas Indonesia. Hlm. 287-

289.

Kartasubrata, Y. 1987. Dasar-dasar

kromatografi. Makalah pada Kursus

Metode Analisis Instrumental. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kimia

Terapan, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia, Bandung

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Penerjemah: Saptorahardjo

A. Jakarta: UI Press.

Kingscote, B. 1989. Veterinary

Microbiology Introduction to

Bacteria and Virology. 7th ed. The

Iowa State University Press. Ames.

Iowa. USA.

Rukmana, Ir. Rahmat. 1994. Kunyit.

Yogyakarta: Kanisius. Hal. 1-25.

Singh R dan Rai B.2000. Anti

Fungal Potential of some Higher

Plants Against Fusarimudum

causing Wilt Disease of Cajanus

Cajan Microbios.

02:165-173

Suwih A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan

dan jenis pelarut yang digunakan

pada pembuatan temulawak instant

terhadap rendemen dan mutunya

[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tjay, T.H dan Rahardja,K. 2002. Obat obat

Penting : Khasiat, Penggunaan dan

Efek Efek Sampingnya. Edisi VI.

Jakarta : Penerbit PT. Alex Media

Komputindo. Halaman 540-541

Page 14: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

40

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN TEH HIJAU

(Camelia sinensis (L). Kuntze Var. Assamica)

SEBAGAI ANTIOKSIDAN PADA SEDIAAN GEL

Haryato Susilo1, Dwi Indriati

2, Astri Rustianti

3

1Pusat Lembaga Penelitian Biologi LIPI Cibinong-Bogor

2Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK

3Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan gel yang mengandung ekstrak teh hijau

sebagai gel antioksidan yang baik, efektif dan aman. Pada penelitian ini dilakukan proses

ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol 70 %, dan didapat ekstrak kental teh hijau. Ekstrak

kental tersebut ditambakan kedalam basis gel, dengan penambahan jumlah ekstrak yang

berbeda. Hasil pengujian ekstrak kental katekin didapat sebesar 35, 85 %. Pada sediaan gel

ditambahkan sebanyak 5 gram ekstrak kental teh hijau, formula II 10 gram dan formula III 15

gram. Sediaan yang dihasilkan dilakukan uji aktivitas antioksidan dan uji stabilitas selam 8

minggu pada suhu kamar dan suhu 450

C, meliputi pemeriksaan organoleptik, viskositas dan uji

penerimaaan panelis. Bedasarkan hasil penelitian pengujian aktivitas antioksidan untuk ekstrak

teh hijau didapat nilai IC50 sebesar 4,75 µg/ml, gel formula I sebesar 101,56 µg/ml, gel formula II

didapat sebesar 40,00 µg/ml, gel formula III sebesar 21,24 µg/ml dan sebagai pembanding vitamin

C didapat sebesar 5,5 µg/ml. Ekstrak dan gel mempunyai nilai aktivitas antioksidan yang kuat.

Pengujian stabilitas untuk viskositas didapat formula III mempunyai stabilitas yang lebih baik

dibandingkan formula I dan II. Pada pengujian pH ketiga formula memiliki pH berkisar 5,5- 7,9.

Bedasarkan uji kesukaan pada 20 panelis, dapat dijelaskan bahwa aroma ke tiga jenis formula

disukai oleh panelis, aroma formula I memiliki persentase diatas 90% menunjukkan hampir

semua panelis menyukai aroma formula I. Kriteria kekentalan ketiga formula berada diantara

40-70% menujukan tidak cenderung pada salah satu penilaian suka atau tidak suka. Pada

kriteria efek samping, panelis tidak merasakan adanya efek samping atau dikatakan netral

terhadap efek samping.

Kata kunci : Teh hijau, gel, antioksidan.

PENDAHULUAN

Kecantikan dan keindahan kulit

adalah anugrah dari sang pencipta oleh itu

perlu dijaga dan dirawat agar kulit tetap

sehat dan terlihat indah, salah satunya

dengan cara menjaga kesehatan kulit. Ada

beberapa penyebab kerusakan kulit yaitu

iklim tropis, lingkungan, tempat tinggal,

kebiasaan hidup yang kurang sehat dan

kosmetik. Secara umum orang

menggunakan kosmetik bertujuan untuk

mencegah kelainan yang timbul dan

mempertahankan kondisi kulit, disamping

untuk penampilan.

Keberadaan kosmetik tradisional yang

dibuat dengan cara tradisional dari bahan

baku alami tidak dapat dipungkiri telah

diakui dan dirasakan manfaatnya bagi

masyarakat, salah satu contohnya adalah teh

hijau. Air seduhan daun teh selain sebagai

minuman yang menyehatkan juga

digunakanuntuk perawatan kecantikan

(Alamsyah,2006). Proses penuaan kulit

disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor

intrinsik dan ekstrinsik. Penuaan kulit

karena faktor intrinsik dilatarbelakangi oleh

faktor genetik dari individu dan diakibatkan

oleh usia yang tidak dapat dihindari.

Page 15: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

41

Penuaan kulit karena faktor ekstrinsik

terjadi akibat adanya faktor luar seperti,

sinar matahari, merokok, konsumsi alkohol

yang berlebihan, kekurangan nutrisi dan

proses penuaan kulit yang disebabkan

penuaan dini. Kelainan yang terjadi pada

penuaan dini berupa kulit kering dan kasar,

kulit berkerut, munculnya noda hitam pada

kulit, kulit kusam dan tidak bercahaya. Hal

ini terjadi karena adanya radikal bebas

(Hermani, 2005).

Banyak upaya yang dilakukan untuk

mencegah penuaan dini pada kulit yang

disebabkan oleh radikal bebas, diantaranya

dengan mengunakan teh hijau. Orang tua

zaman dahulu sering menganjurkan kita

mencuci muka dengan air teh yang telah

didiamkan selama 1 malam ( teh wayu),

karena peresapan air teh melalui pori-pori

wajah diyakini bisa membuat kulit muka

selalu terlihat kencang dan bersinar,

sehingga memberikan kesan awet muda, hal

ini terjadi karena teh hijau mengandung

senyawa polifenol berupa katekin. Aktivitas

antioksidan katekin dapat mengurangi

kerusakan sel sehingga proses penuaan

menjadi lambat (Syah, 2006). Gel adalah

sediaan suatu sistem setengah padat yang

terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik

dari partikel anorganik yang kecil atau

makromolekul organik yang besar dan

saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel

digunakan untuk sediaan kosmetik dan

perawatan kulit. Pada penelitian ini, akan

dibuat bentuk sediaan gel yang merupakan

suatu sediaan semi padat yang jernih dan

tembus cahaya yang mengandung ekstrak

teh hijau dalam keadaan terlarut. Adanya

penambahan ekstrak teh hijau pada

penelitian pembuatan gel ini, diharapkan

dapat menghasilkan sediaan gel sebagai

antioksidan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di

Laboratorium Farmasi Universitas Pakuan,

dan di Pusat Lembaga Penelitian Biologi

LIPI Cibinong-Bogor. Penelitian ini

dilangsungkan selama 3 bulan dari bulan

Juli sampai bulan September 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi :

simplisia kering teh hijau dari perkerbunan

Gunung Mas PT Nusantara VIII,

Karboksimetilselulosa (CMC), Propilen

glikol, Metil Paraben, Propil Paraben,

Natrium metabilsulfit, air suling, vitamin C,

DPPH(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil),

methanol pro analisis.

Alat yang digunakan antara lain:

viscometer Brookfileld, ayakan mesh 40, pH

meter digital, timbangan digital, moisture

balance AND Mx-50, tangas listrik, mortar,

mixer, maserator, rotary evaporator, oven, tanur

pengaduk, spektofotometri UV-VIS, pipet

Evendof, alat inkubasi suhu 370

C, serta alat-

alat gelas kimia.

Metode Penelitian

Pembuatan Serbuk Simplisia Daun teh hijau kering digiling dengan

glinder stainless steel sehingga menjadi

serbuk dan diayak menggunakan mesh

40.

Penetapan Kadar Air Simplisia

Penetapan kadar air dilakukan

menggunakan alat Moisture Balance

AND MX-50.

Penetapan Kadar Abu Total dilakukan

secara gravimetri

Pembuatan Ekstrak Teh Hijau

Maserasi dengan etanol 70%. 1,5

kg serbuk kering dimasukkan ke dalam

maserator dan ditambahkan 15 L etanol

70% dengan cara bertahap. Tahap pertama

Page 16: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

42

10 L pelarut, lalu setelah disaring

ditambahkan sisa pelarut 5 L. Perendaman

dilakukan selama 5 hari dan , setiap 6 jam

sesekali diaduk selama 15 menit. Maserat

dikumpulkan dan dilakukan pemekatan

dengan rotary evaporator .

Pemeriksaan Katekin Pada Ekstrak Teh

Hijau

Sampel ekstrak sebanyak 50 mg

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml,

larutkan dan encerkan dengan etil asetat

(larutan C). Larutan C dipanaskan dengan

penagas air selama air selama 5 menit

kemudiaan saring. Dibuang 15 ml filtrasi

hasil penyaringan pertama dan diteruskan

penyaringan. Pipet 2 ml larutan C ke dalam

erlenmeyer bertutup 100 ml dan tambahkan

50 ml pelarut etil asetat (larutan D). Larutan

D dipanaskan di atas penagas air selama 5

menit. Larutan D siap untuk pengukuran.

Pengukuran Larutan :

Menggunakan alat Spektrofotometer Ultra

Violet, dengan mengukur absorban larutan

standar dan sample ekstrak pada panjang

gelombang 279 nm.

Perhitungan :

a. Pembuatan larutan 1 mM DPPH

Timbang seksama kurang lebih 39, 5

mg DPPH (BM 394,32) dan larutkan

dalam 100 ml methanol pro

analisis, lalu ditempatkan dalam botol

gelap (untuk setiap pengujian

larutan harus dibuat baru).

b. Persiapan larutan DPPH tanpa

penghambatan(0% penghambatan

sebagai larutan blangko).

Pipet 1 ml larutan DPPH 1mM ke

dalam tabung reaksi yang telah

dikalibrasi 5,0 ml lalu tambahkan

metanol pro analisis hingga 5,0 ml

homogenkan.

c. Persiapan Larutan Uji Timbang seksama lebih kurang 100

mg sample ekstrak teh hijau dan

larutkan dalam metanol proanalisis

hingga 100 ml sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 1000

µg/ml (sebagai larutan induk). Pipet 25

µl, 50 µl, 125 µl, 250 µl dan 1 ml

larutan induk kedalam setiap tabung

yang telah dikalibrasi. 5 ml untuk

%katekin

Keterangan :

Et

Ws 100

Ec W

mendapatkan konsentrasi 5 µg/ml, 10

µg/ml, 25µg/ml, 50 µg/ml, dan

100µg/ml. d. Persiapan larutan pembanding

Et adalah absorban sampel Ec adalah absorban standar

Ws adalah berat katekin standar (mg)

W adalah berat sampel ekstrak (mg)

Uji Aktivitas Antioksidan

Ekstrak teh hijau dan sediaan gel

dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan

mengunakan DPPH. Sampel pada uji

aktivitas antioksidan (DPPH) adalah ekstrak

teh hijau dan vitamin C sebagai larutan

pembanding.

Timbang seksama lebih kurang 10

mg vitamin C dan larutkan dalam

metanol pro analisis hingga 10 ml dan

diperoleh larutan dengan konsentrasi

1000 µg/ml (sebagai larutan induk).

Pipet 25 µl, 50 µl, 125 µl dan 250 µl

larutan induk kedalam setiap tabung

yang telah dikalibrasi 5,0ml untuk

mendapatkan konsentrasi 5 µg/ml, 10

µg/ml, 25 µg/ml, dan 50 µg/ml.

Page 17: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

43

e. Uji aktivitas Kedalam setiap tabung larutan uji

dan larutan pembanding ditambahkan 1

ml larutan DPPH 1mM dan methanol

pro analisis hingga 5,0 ml. Tutup mulut

tabung dengan alumunium foil dan

homogenkan. Larutan DPPH tanpa

penghambatan (larutan blangko).

Larutan uji dan larutan kontrol positif.

Segera diinkubasi 30 menit pada

370

C. Kemudian ukur serapannya pada

panjang gelombang 515 nm. f. Analisis Data

Persen inhibisi/hambatan dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Hambatan (inhibisi) = serapan blangko- serapan sampel x 100%

Serapan Blanko

Dihitung nilai IC50 dengan

memasukkan nilai dari konsentrasi

larutan uji sebagai sumbu x dan

persen hambatan terhadap DPPH sebagi

sumbu y ke dalam persamaan

garis regresi.

Pembuatan Basis Gel adalah sebagai

berikut :

1) 13,2 gram CMC dikembangkan dalam

aquadest hangat suhu 700

C sebanyak

150 gram, diaduk selama 2 jam sampai

mengembang dalam gelas piala.

2) Metil paraben dan propil parapen

dilarutkan dalam air hangat sampai larut

3) 0,33 gram Natrium metabisulfit dan 3,3

gram TEA dilarutkan dalam 16,5 gram

propilen glikol

4) Tuang ke dalam piala yang berisi CMC

yang sudah mengembang (langkah no 2

dan 3) sehingga terbentuk basis gel.

Pembuatan sediaan Gel Ekstrak Teh

hijau

Proses pembuatan sediaan gel

ekstrak teh hijau untuk formula I, II, dan III

adalah sebagai berikut :

Ditimbang 95 gram basis gel dan

ditambahkan 5 gram ekstrak teh hijau

(formula I)

Ditimbang 90 gram basis gel dan

ditambahkan 10 gram ekstrak teh hijau

(formula II)

Ditimbang 85 gram basis gel dan

ditambahkan 15 gram ekstrak teh hijau

(formula III)

Diaduk dengan mixser selama 5 menit

dengan kecepatan 20 rpm.

Evaluasi Sediaan Gel

Evaluasi sediaan gel meliputi : uji

stabilitas sediaan gel, uji aktivitas

antioksidan sediaan gel dan uji daya terima

Uji Stabilitas Pengujian dilakukan selama 8

minggu dan dilakukan pada tempat dengan

suhu yang berbeda, yaitu pada suhu kamar

yang berkisar antara 25-30 0

C dan pada

suhu 45 0

C (stabilitas dipercepat),

kelembaban 65-85%. Parameter pengujian

yang dilakukan meliputi, uji organoleptik,

pH dan viskositas.

Uji Penerimaan Panelis Pengujian ini dilakukan terhadap 20

panelis yang diminta menilai aroma, warna,

kekentalan sediaan, dan efek samping yang

tidak diinginkan (rasa lengket, alergi/

kemerahan sepertigatal-gatal dan rasa

panas) pada saat pemakaian pada sediaan

uji. Pengujiaan mengunakan 7 skala

hedonik yaitu : (1) sangat tidak suka, (2)

tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral,

(5) agak suka, (6)suka, (7) sangat suka.

Prosedur pengujian hedonik adalah sebagai

berikut :

Page 18: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

44

1. Dipilih 20 orang panelis, dimana 10

orang panelis berusia 17-30 tahun dan

10 orang berusia > 30 tahun.

2. Masing-masing panelis diberi sampel

gel semua formula dengan 2 ulangan

secara rahasia.

3. Panelis diminta untuk menilai sifat

organoleptik masing-masing sampel,

sesuai dengan kesukaannya yang

meliputi aroma, warna, kekentalan dan

efek samping dari sediaan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Ekstrak Teh Hijau

Ekstrak teh hijau didapat dengan

cara maserasi, sebanyak 1,5 kg simplisia

kering teh hijau dimaserasi dengan 15 L

Etanol 70% direndam selama 5 hari

berturut-turut, tahap pertama 10 L pelarut,

lalu setelah disaring ditambahkan sisa

pelarut 5 L. Direndam selama 5 hari, setiap

6 jam sesekali diaduk selama 15 menit.

Maserat dikumpulkan dan dilakukan

pemekatan dengan Rotary evaporator

dengan suhu 400

C dengan tekanan 175

atm, sehingga didapat ekstrak setengah

kental sebanyak 3 L, lalu diuapkan

kandungan etanol yang tersisa dengan

penagas air, sehingga didapat hasil ekstrak

kental sebanyak 529,20 gram.

Karakteristik Ekstrak Teh Hijau

Setelah menjadi ekstrak kental,

maka ekstrak tersebut diuji kadar airnya

dengan alat Moisture Balance dan dihitung

Rendemennya hasil yang didapat sebagai

berikut :

Susut pengeringan 2,57%

Rendemen 35,28 %

Penetapan kadar katekin ekstrak teh

hijau

Penetapan kadar katekin ekstrak teh

hijau dilakukan dengan menggunakan

Spektrofotometri UV-VIS, yaitu dengan

membandingkan spektrum yang dihasilkan

oleh baku pembanding katekin dengan

katekin pada ekstrak teh hijau. Absorban

kadar katekin ekstrak kental teh hijau

Senyawa Absorban (300nm)

Absorban (279 nm)

Standar 0.003 0.219

Sampel 0.015 0.193

Analisis pengaruh penabahan ekstrak

teh hijau terhadap suatu sediaan

Analisis penambahan ekstrak teh

hijau pada formulasi sediaan gel bertujuan

untuk melihat pengaruh penambahan

ekstrak teh hijau yang terbaik pada 3

formula sebagai antioksidan. Ekstrak teh

hijau untuk pemakaian kosmetik antara lain

sebagai antioksidan bedasarkan kandungan

polifenol (katekin) yang diduga mampu

meningkatkan perlindungan kulit dari

serangan radikal bebas yang dapat

menyebabkan penuaan dini dan kulit

keriput. Analisis yang dilakukan meliputi

uji aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau,

sediaan gel, stabilitas sediaan (pH,

Viskositas, organoleptik) dan uji

Page 19: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

45

ha

mb

ata

n (

%)

ham

bata

n (

%)

penerimaan panelis. Sediaan gel yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar 2

kurva hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak

daun teh hijau

120

100

80

60

40

20

0

0 50 100 150

konsentrasi larutan uji

y = 0,5285x + 47,477

R2

= 0,9777

hambatan

Linear (hambatan)

Gambar 2. Formula I, II, dan III gel

ekstrak teh hijau

Pengukuran Daya Antioksidan Ekstrak

Daun Teh Hijau Dan Sediaan Gel

Ekstrak Daun Teh Hijau

DPPH merupakan radikal sintetik

yang larut dalam pelarut polar seperti

metanol dan etanol. DPPH merupakan

radikal stabil yang dapat diukur intesitasnya

pada panjang gelombang 515 nm. Dari nilai

absorbansi sampel dan kontrol bisa

diketahui daya antioksidannya. Hasil

pengukuran daya antioksidan ekstrak daun

teh hijau dan sediaan gel ekstrak daun teh

hijau dengan menggunakan metode DPPH.

Dari hasil penentuan hambatan (%)

Gambar 3 . Kurva hasil uji aktivitas

antioksidan dari ekstrak daun teh hijau

Nilai IC50 didapat dari memasukan

nilai dari konsentrasi larutan uji sebagai

sumbu x dan persen hambatan terhadap

DPPH sebagai sumbu y ke dalam

persamaan garis regresi. Dari gambar 3

kurva yang diperoleh persamaan garis

untuk ekstrak teh hijau yaitu y = 0,5285 x +

47,477. Jika dimasukan persamaan y = bx

+a dimana y = 50, a =47,88, b = 0,5285 dan

x = 4,75. maka nilai IC50 yang didapat pada

ekstrak teh hijau ini sebesar 4,773 µg/ml.

Bahwa ekstrak teh hijau ini mempunyai

aktifitas antioksidan yang kuat karena

mempunyai nilai IC50 kurang dari 200

µg/ml (Blois, 1958).

kurva hasil uji aktivitas antioksidan dari sediaan gel

formula 1

untuk ekstrak daun teh hijau maupun

sediaan gel dapat ditentukan nilai IC50

bedasarkan grafik konsentrasi ekstrak

(µg/ml) sebagai sumbu x terhadap

hambatan sebagai sumbu y. IC50

merupakan konsentrasi ekstrak yang

120

100

80

60

40

20

0

0 100 200 300 400

konsentrasi larutan uji

y = 0,2881x + 20,738

R2

= 0,6739

Series1

Linear (Series1)

radikal sebanyak 50% dibandingkan kontrol

melalui suatu persamaan garis regresi

linear.

Gambar 4. Kurva hasil uji aktivitas

antioksidan dari sediaan gel formula 1

Dari gambar kurva 3 diperoleh persamaan

garis untuk formula gel 1 yaitu y = 0,2881 x

+ 20,738. Jika dimasukan persamaan y = bx

+a dimana y = 50, a =20,738 dan b =

0,2881, maka x = 101,56. Jadi nilai IC50

Page 20: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

46

ha

mb

ata

n (

%)

ham

bata

n (%

)

ha

mb

ata

n (

%)

yang didapat dari gel formula 1 sebesar

101,56 µg/ml. Nilai ini jika dibandingkan

dengan ekstrak nilainya sangat jauh

perbandingannya, kemungkinan basis gel

ini berpengaruh terhadap aktivitas

antioksidan, sehingga pada saat diuji

menghasilkan nilai yang besar. Tetapi

sediaan gel ini formula 1 ini masih

mempunyai aktivitas yang kuat karena

mempunyai nilai IC50 kurang dari 200

120

100

80

60

40

20

0

kurva hasil uji aktivitas antioksidan dari sediaan gel formula 3

y = 0,1997x + 45,756

R2 = 0,5849

hambatan

Linear (hambatan)

0 50 100 150 200 250 300 350

konsentrasi larutan uji

µg/ml (Blois, 1958). Gambar 6. Kurva hasil uji aktivitas anti

kurva hasil uji aktivitas antioksidan dari sediaan gel

formula 2

120

100

80

60

40

20

0

0 100 200 300 400

konsentrasi larutan uji

y = 0,2066x + 41,734

R2

= 0,6093

hambatan

Linear (hambatan)

Dari gambar 6. diperoleh persamaan garis

sebesar untuk formula gel 3 yaitu y =

persamaan y = bx +a dimana y = 50, a =

45,756 dan b = 0,1997, maka x = 21,25.

3 sebesar 21,25 µg/ml. Hal ini terjadi

perbedaan nilai IC50 antara gel formula I, II,

Gambar 5. Kurva hasil uji aktivitas

antioksidan dari sediaan gel formula 2

Dari gambar 5 diperoleh persamaan

garis sebesar untuk formula gel 2 yaitu y =

0,2066 x + 41,734. Jika dimasukan

persamaan y = bx +a dimana y = 50, a =

41,734 dan b = 0,2066, maka x = 40,00.

Jadi nilai IC50 yang didapat dari gel formula

2 sebesar 40,00 µg/ml. Hal ini, jika

dibandingkan dengan formula I, nilai IC50

lebih baik, karena disini terjadi perbedaan

dan III hal ini dikarenakan penambahan

jumlah ekstrak teh hijau yang berbeda pada

tiap formula yaitu 5,10, dan 15 gram. Dan

jika dibandingkan pada saat pengujian

ekstrak dan formula gel terjadi nilai IC50

yang jauh antara ekstrak dan formula gel.

Kemungkinan, basis gel ini ikut

mempengaruhi aktivitas antioksidan, tetapi

ketiga sediaan gel ini masih mempunyai

aktivitas yang kuat karena mempunyai nilai

IC50 kurang dari 200 µg/ml (Blois, 1958).

penambahan jumlah ekstrak yang

digunakan yaitu sebesar 10 gram ekstrak

kental teh hijau. Tetapi sediaan gel ini

formula 1 dan 2 ini masih mempunyai

aktivitas yang kuat karena mempunyai nilai

120

100

80

60

40

20

0

0 20 40 60

kinsentrasi larutan uji

y = 1,3188x + 42,718

hambatan

Linear (hambatan)

IC50 kurang dari 200 µg/ml (Blois, 1958). Gambar 7. Kurva hasil uji aktivitas

antioksidan vitamin C dengan metode

DPPH

Page 21: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

47

Dari gambar 7. diperoleh persamaan

garis sebesar untuk vitamin C yaitu y =

1,3188 x + 42,719. Jika dimasukan

persamaan y = bx +a dimana y = 50, a =

42,718 dan b =1,3188, maka x = 5,5. Jadi

nilai IC50 yang didapat dari vitamin C

sebesar 5,5 µg/ml.

Hasil pengujian daya antioksidan

pada tabel 6 dan 7 memperlihatkan nilai

IC50 ekstrak teh hijau dengan IC50 vitamin C

selisih perbedaanya sangat sedikit yaitu

ekstrak teh hijau 4,773 µg/ml dan vitamin C

5,5 µg/ml dengan metode DPPH. Uji

daya antioksidan dengan metode DPPH

merupakan salah satu cara untuk mengukur

aktivitas suatu senyawa uji (ekstrak teh

hijau dan sediaan gel) sebagai antioksidan

dapat dilakukan dengan berbagai macam

metode.

Meskipun suatu senyawa uji

menujukan daya antioksidan yang tinggi

dengan salah satu metode, tidak selalu akan

memberikan hasil yang sama baiknya

dengan menggunkan metode lainnya

sehingga disarankan untuk mengukur daya

antioksidan dengan berbagai macam

metode (Takaya, et al, 2003).

Hasil pengamatan Viskositas Formula I,

II dan II pada suhu kamar (250

C-30 0

C)

dan suhu 45 0

C Suhu

Penyimpanan Minggu Formula

I II III Kamar

(25-30oC)

2 3030 6470 6590 8 1060 2270 4140

40oC 2 2270 6050 6650

8 940 1170 3960

Viskositas sebagai suatu pernyataan

tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,

semakin tinggi viskositas maka semakin

besar tahanannya. Bedasarkan data hasil

pengukuran viskositas didapat formula III

mempunyai stabilitas yang lebih baik

dibandingkan formula I dan II. Hal ini

disebabkan karena formula III mempunyai

viskositas yang palingtinggi sehingga

kemungkinan terjadinya creaming kecil.

Hasil pengamatan pH formula I, II, dan

III pada suhu kamar (25-30 0

C) dan

suhu 45 0

C dari minggu ke 2 sampai

minggu ke 8.

Pengamatan pH sediaan gel formula I,

II, dan III dari minggu ke- 0 sampai

minggu ke-8 menghasilkan pH yang

bertambah basa pada formula I dan II. Pada

formula III menghasilkan pH bertambah

asam, penurunan pH relatif kecil dan hal ini

disebabkan karena ekstrak teh hijau

mempunyai pH asam yaitu 5,4 dan

penurunan pH seiring dengan peningkatan

suhu yang menyebabkan adanya penguapan air

dalam sediaan gel sehingga konsentrasi air

pada sediaan meningkat. Pada penelitian ini pH

gel yang didapat berkisar antara 5,5-

7,9 selama 8 minggu. Dan ini masih masuk

rentang normal dari pH untuk sediaan.

pH merupakan salah salah satu

parameter penting dalam analisis pada

produk kosmetik, karena pH dari kosmetik

yang dipakai dapat mempengaruhi daya

absorbsi kulit. Produk kosmetik pH yang

Suhu Penyimpanan

Minggu Formula

I II III

Kamar

(25-30oC)

2 7,23 7,96 6,63

4 7,94 7,08 5,68

6 7,45 7,04 5,54

8 7,03 7,02 5,52

40oC

2 7,85 7,27 6,43

4 7,82 7,05 6,12

6 7,50 7,03 6,06

8 7,48 7,02 5,90

Page 22: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

48

sangat tinggi atau sangat rendah dapat

meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga

menyebabakan kulit teriritasi.

Sesuai anjuran pakar kosmetik Dr.

Retno iswari tranggono, SpKK bahwa pH

untuk sediaan kosmetik sebaiknya di buat

antara 4,5 sampai dengan 7,5 dan umumnya

kulit lebih toleran terhadap kondisi basa

dari pada kondisi asam.

Uji Penerimaan Panelis (organoleptik

oleh panelis)

Persentase Penilaian Positif Terhadap Tiga Jenis Formula

100%

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Formula ke III menujukan nilai aktifitas antioksidan yang baik

dibandingkan formula I dan II, tetapi

ketiganya memasuki nilai batas

antioksidan yaitu dibawah 200 µg/ml

yang bersifat aktif menangkap radikal

bebas.

Aroma ke tiga jenis formula disukai

oleh panelis, aroma formula I memiliki

persentase di atas 90% menunjukkan

hampir semua panelis menyukai aroma

formula I. Kriteria kekentalan ke tiga

jenis formula berada diantara 40%-70%

menunjukkan tidak cenderung pada P

90% e

80% r

70% s

e 60%

n 50%

t 40%

a 30%

s 20%

e 10%

0%

K

Formula I Formula II Formula III

Jenis Formula

Warna Arom

a

Kekentalan

Efek Sam

ping

salah satu penilaian suka atau tidak suka. Pada kriteria efek samping,

panelis tidak merasakan adanya efek

samping atau bisa dikatakan netral

terhadap efek samping.

Gambar 8. Persentase Penilaian positif

terhadap tiga jenis formula.

Berdasarkan Gambar 14

ditunjukkan bahwa kriteria aroma,

kekentalan dan efek samping memiliki

persentase positif yang tinggi. Dapat

dijelaskan bahwa aroma ke tiga jenis

formula disukai oleh panelis, aroma

formula I memiliki persentase di atas 90%

menunjukkan hampir semua panelis

menyukai aroma formula I. Kriteria

kekentalan ke tiga jenis formula berada

diantara 40%-70% menunjukkan tidak

cenderung pada salah satu penilaian suka

atau tidak suka. Pada kriteria efek samping,

panelis tidak merasakan adanya efek

samping atau bisa dikatakan netral terhadap

efek samping.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

untuk mendapatkan sediaan

dengan warna yang lebih menarik

pada sediaan gel ekstrak teh hijau.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengukur antioksidan sediaan gel

pada konsentrasi dibawah 100

µg/ml, sehingga kemungkinan

menghasilkan kurva yang linear.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan

untuk mengetahui aktifitas

antioksidan pada akhir sediaan

stabilitas ke 3 fomula tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah AW. Taklukan Penyakit dengan

teh hijau. Jakarta : Agromedia

Pustaka; 2006. hal 1, 12-3,

32-47

Page 23: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 126-136

49

Ansel H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan

Faramsi. Edisi ke 4. Universitas

Indonesia. Press.

Ansel, H., Loyd V. Allen, Jr dan Nicholas

G. Poporich. 1999. Seventh Edition

Pharmaceutical Dosage Forms and

Drugs Delivery systems. United

States of America. Hal 25-

,378,283, 384.

Anonimous. 2008. // www. Gogle.com.

Diakses 30 Januari 2009

Blois, M. S. 1958. Antioxidant

determinations by the use of a stable

free radical, Nature 181.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia

Edisi III. Depkes RI. Jakarta.

Depkes RI. 1985. Formularium Kosmetik

Indonesia. Depkes RI. Jakarta. Hal

34- 36.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia

Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Monografi Ekstrak

Tumbuhan Obat Indonesia. Vol I.

Direktorat Jendral Pengawasan

Obat dan Makanan. Jakarata.

Hermani, RM. Tanaman Berkhasiat

antioksidan. Jakarta : Penebar

Swadaya; 2005. Hal. 8-9.

Syah, A. N. 2006. Taklukan Penyakit

Dengan Teh Hijau. Agromedia

Pustaka. Jakarta.

Takaya, Y., Y. Kondo, Y furukawa and M.

Niwa, 2003, Antioxydant

constituents of Radist Sprout

(kaiware-daikan), Pephanus Satius

L, J. Agric. Food Chem, 51, 8061-

8066.

Page 24: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

50

CAMPURAN PROPOLIS DAN GARAM KELAPA SEBAGAI

BAHAN ANTIBAKTERI PLAK GIGI

MIXED PROPOLIS AND COCONUT SALT AS A DENTAL PLAQUE

ANTIBACTERIAL AGENT

Akhmad Endang Zainal Hasan, I Made Artika, Henry Adiprabowo

Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di kalangan

masyarakat Indonesia. Faktor yang paling banyak menyebabkan karies gigi adalah plak gigi.

Bakteri yang dominan dalam plak gigi adalah Streptococcus mutans. Salah satu bahan

antibakteri kariogenik yang biasa dipakai dalam pasta gigi saat ini adalah fluor. Penggunaan

pasta gigi berfluor dapat menimbulkan fluorosis yaitu pelemahan email gigi bila dipakai

dalam konsentrasi yang berlebihan. Propolis dan garam kelapa merupakan bahan alami

yang berpotensi sebagai antibakteri pengganti fluor. Penelitian bertujuan untuk menguji

aktivitas antibakteri dari campuran propolis dan garam kelapa dan membandingkan

keefektifannya dengan antibakteri NaF yang terdapat dalam pasta gigi komersial. Uji

aktivitas antibakteri S. mutans dilakukan dengan metode hitungan cawan yaitu

penghitungan jumlah bakteri yang tumbuh di media contoh dalam cawan petri. Propolis

kasar diekstrak dengan alkohol dan didapatkan rendemen sebesar 8.52%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa campuran propolis 6.25% dan garam kelapa 1 M mempunyai

kemampuan paling besar sebagai antibakteri dan dapat menghambat S. mutans lebih baik

daripada NaF 0.3%. Keefektifan propolis-garam terhadap NaF 0.3% sebesar 203.88%. Kata kunci : propolis, garam kelapa, antibakteri, antikaries gigi, Streptococcus mutans,

ABSTRACT

Dental caries is a common health problem for Indonesian people. In many cases,

plaque is a major cause of dental caries. Predominant bacteria that cause plaque is

Streptococcus mutans. Nowadays, fluor is a common antibacterial substance in toothpaste.

However, excessive amount of fluor may cause fluorosis characterized by demineralization of

enamel. Therefore, it is important to find another substance to substitute fluor as an

antibacterial agent. The propolis and coconut salt are natural substances having good

potential as antibacteria for fuor replecer. propolis and coconut salt. The aim of the present

study was to determine the antibacterial activity of propolis and coconut salt mixture and

compare its effectiveness with the commercial toothpaste antibacterial substance, NaF.

Antibacterial activity test against S. mutans was conducted by using the plate count method

that is by measuring the amount of bacteria growing in the medium on petri dish. Crude

propolis was extracted using ethanol and resulted in yield of 8.52%. The result of the present

study indicated that a mixture of 6.25% propolis and 1 M coconut salt show best antibacterial

activity and can inhibit S. mutans better than 0.3% NaF. The effectiveness of the coconut salt-

propolis mixture as antibacterial agent was 203.88% of that NaF 0.3%.

Kata kunci: Cryptocarpa Massoy, toksisitas, antibakteri, antioksidan dan analisis

kromatografi.

Page 25: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 137-145

51

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan gigi di

Indonesia merupakan masalah kesehatan

yang penting. Gangguan kesehatan gigi

yang sering kali terjadi adalah karies gigi

dan penyakit yang terdapat pada jaringan

pendukung gigi. Penelitian epidemiologis

yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan

Gigi RI pada tahun 1982 menemukan 70%

penduduk Indonesia menderita penyakit

gigi berlubang (Rusiawati 1991). Gigi

berlubang berawal dari plak gigi.

Bakteri yang dominan dalam

pembentukkan plak gigi adalah

Streptococcus mutans (Libeirio et al.

2011). Bakteri tersebut memiliki

kemampuan untuk menyintesis sukrosa,

glukosa, atau karbohidrat lain menjadi

polisakarida ekstraselular dan asam

(Panjaitan 2000). Sukrosa akan didegradasi

oleh S. mutans menjadi glukosa dan

fruktosa yang selanjutnya akan diubah

secara fermentasi menjadi polisakarida

(dekstran dan fruktan) dan asam dengan

bantuan dekstransukrase dan fruktanase

yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.

Asam yang terbentuk dari hasil fermentasi

ini akan membantu proses pemasakan plak

(Day 2003). Hal ini terjadi karena S.

mutans dapat melakukan fermentasi

heterolaktik yang memproduksi asam

organik seperti format, asetat dan etanol

(Roeslan 1996). Asam yang dihasilkan

tersebut mengakibatkan turunnya pH

permukaan gigi dan mengakibatkan proses

pemasakan plak. Plak gigi yang tidak

segera dibersihkan akan menyebabkan

karies gigi.

Salah satu cara yang paling umum

dilakukan dalam menghambat

pembentukan plak adalah menggosok gigi

dengan menggunakan pasta gigi. Pasta gigi

mengandung antibakteri yaitu fluor dalam

bentuk natrium fluorida (NaF), stanium

fluorida dan natrium monofluorofosfat.

Penggunaan pasta gigi berfluor tersebut

menimbulkan suatu dilema. Hal ini

disebabkan dapat timbul efek samping

berupa fluorosis atau pelemahan email gigi

terutama bila dipakai dalam konsentrasi

yang berlebih. Fluorosis email gigi dapat

menimbulkan lubang-lubang dangkal pada

permukaan gigi. Pada lubang tersebut

kemudian timbul plak gigi dan terjadi

karies gigi. Oleh karena itu diperlukan

upaya mencari bahan alternatif pengganti

fluor sebagai antibakteri dalam pasta gigi.

Menurut Fatoni (2009), Tukan

(2009) dan Hasan et al. (2006) propolis

dari lebah madu Trigona spp telah terbukti

berpotensi sebagai antimikroba baik

terhadap bakteri Gram positif maupun

Gram negatif. Libeirio et al. (2011)

menemukan bahwa propolis asal Melipona

sp dapat menghambat pertumbuhan bakteri

penyebab plak gigi. Demikian pula hasil

penelitian Hasan et al. (2011) menemukan

bahwa propolis Trigona spp mampu

menghambat pertumbuhan bakteri S

mutans sebagai bakteri penyebab caries

gigi.

Penggunaan garam sebagai

antibakteri secara tradisional telah sering

dilakukan oleh masyarakat di Indonesia.

Proses pengawetan ikan dengan

menambahkan garam secara berlebih

berfungsi sebagai pengawet ikan.

Penggunaan garam sebagai antibakteri

pada mulut merupakan kebiasaan

masyarakat dengan cara berkumur air

garam untuk mengatasi radang gusi atau

sakit gigi. Menurut Wolinsky dan Lott

(1986) sodium klorida (NaCl) atau garam

dapat menghambat pertumbuhan bakteri

penyebab plak gigi. Garam yang berasal

dari Pantai Kusamba, Bali dan disebut

Page 26: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

52

garam kelapa merupakan garam yang

bersih dan terbebas dari bahan pengotor

walaupun tanpa proses pemurnian. Garam

ini disenangi orang Jepang (Arics 2006).

Campuran propolis dan garam

(kelapa) sebagai bahan untuk mengatasi

plak gigi belum dilakukan. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan menguji aktivitas

antibakteri dari campuran propolis dan

garam kelapa terhadap bakteri S mutans

penyebab plak gigi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah

150 gram propolis kasar Trigona spp yang

berasal dari Pandeglang Banten, garam

kelapa dari pantai Kusamba Bali,

Streptococcus mutans, NaCl, media padat

pepton yeast glucose (PYG), etanol, dan

NaF. Alat yang digunakan adalah laminar

air flow cabinet, inkubator, autoklaf,

quebec colony counter dan rotavapor.

Metode

Ekstrak Propolis

Propolis yang digunakan

merupakan hasil ekstraksi sarang lebah

Trigona spp menggunakan metode

Matienzo dan Lamorena (2004) dan Hasan

et al. (2007) dengan modifikasi.

Uji Aktivitas Antibakteri Metode

Hitungan Cawan

Uji aktivitas antibakteri dilakukan

dengan menggunakan metode hitungan

cawan (cawan tuang/pour plate) (Fardiaz

1989). Kontrol positif yang digunakan NaF

0.3% dan kontrol negatifnya akuades.

Contoh bahan yang digunakan adalah

propolis dengan konsentrasi 6.25% v/v,

sesuai dengan nilai KHTM-nya (Hasan et

al. 2011) dan 3.13% v/v, garam kelapa

(dengan kosentrasi 2 mM, 10 mM, 100

mM dan 1 M), dan campuran garam kelapa

dan propolis dengan konsentrasi propolis

6.25% dan garam kelapa 1 M.

Sebanyak satu ose biakan bakteri

S.mutans masukkan dalam 10 mL PYG

cair lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama

24 jam. Sebanyak 1% inokulum (30 µL)

bakteri dari biakan bakteri S. mutans yang

sudah diinkubasi selama 24 jam

dimasukkan ke dalam 3 mL PYG cair

steril yang mengandung contoh dengan

konsentrasi tertentu lalu diinkubasi selama

24 jam pada suhu 37 oC. Setelah 24 jam

masing-masing biakan bakteri dari

berbagai contoh tersebut dilakukan

pengenceran seri sampai 1 x 10-4

dengan

menggunakan larutan NaCl 0.9%.

Sebanyak 100 μL biakan bakteri hasil

pengenceran tersebut dipipet ke dalam

cawan petri lalu dituangkan media PYG

padat pada suhu sekitar 47-50 oC, dan

dibiarkan sampai memadat, kemudian

diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

Bakteri yang tumbuh berupa koloni-koloni

dihitung dengan menggunakan quebec

colony counter.

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan

adalah rancangan percobaan dua faktor

dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Model rancangannya : Yijk = μ + αi + βj +

(αβ)ij + εijk , dengan Yijk = nilai pengamatan

pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j,

dan ulangan ke k, μ = komponen aditif dari

rataan, αi = pengaruh utama peubah A, βj

= pengaruh utama peubah B, (αβ)ij =

komponen interaksi peubah A dan peubah

B, dan εijk = galat atau pengaruh acak yang

menyebar normal (0,σ2)

Page 27: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 137-145

53

Ju

mla

h

sel/

mL

(x10

0000

)

Rancangan ini digunakan pada uji

antibakteri metode hitungan cawan. Data

yang diperoleh dianalisis dengan Anova

(Analysis of variance) pada tingkat

kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Uji

lanjut yang digunakan adalah uji Duncan,

semua data dianalisis dengan program

SPSS 15.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Propolis dalam Menghambat

Pertumbuhan Bakteri

Tiap bakteri memiliki sensitivitas

terhadap antibakteri yang berbeda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ekstrak

propolis, garam kelapa dan campuran

keduanya memiliki potensi antibakteri S.

mutans terlihat dari sedikitnya jumlah

koloni bakteri yang terbentuk. Gambar 2

menunjukkan jumlah sel bakteri per mL

yang dapat hidup setelah ditambahkan

contoh. Aktivitas antibakteri berbanding

terbalik dengan jumlah sel bakteri/mL,

makin kecil jumlah sel bakteri/mL yang

tumbuh maka menunjukkan aktivitas

antibakteri contoh yang makin besar.

Biakan bakteri yang ditambahkan akuades

sebagai kontrol negatif dapat ditumbuhi

bakteri paling banyak, karena tidak ada

senyawa yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri di dalam akuades.

400

300

200

100

0

Akuades NaF 0,3% Propolis

3,13%

Perlakuan

Propolis

6,25%

Gambar 2. Hubungan propolis, akuades dan NaF 0.3% terhadap jumlah sel

pada penentuan aktivitas antibakteri.

Biakan bakteri yang mengandung

NaF 0.3% sebagai kontrol positif,

ditumbuhi bakteri paling sedikit

dibandingkan akuades dan propolis. Hal ini

disebabkan NaF 0.3% sebagai kontrol

positif mampu menghambat pertumbuhan

bakteri. Hal ini didukung oleh Hoffmans

(1977), dalam Panjaitan (2000)

menyatakan bahwa pemakaian fluor untuk

mencegah karies gigi telah dilakukan sejak

lama, fluor sebagai bahan aplikasi topikal

telah terbukti menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan pembentukan asam

oleh mikroorganisme plak gigi. Keuntunga

lain dalam pemakaian NaF adalah stabil

dalam wadah plastik, baunya tidak terlalu

enak tetapi diterima, tidak menimbulkan

iritasi dan tidak meninggalkan warna pada

gigi (Tinanoff et al. 1984).

Aktivitas antibakteri NaF 0.3%

sangat besar dibandingkan akuades,

propolis 3.13% dan propolis 6.25%.

Page 28: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

54

Propolis 6.25% mempunyai aktivitas

antibakteri lebih besar dibanding propolis

3.13% karena konsentrasi propolis yang

dikandung di dalam media biakan bakteri

lebih besar. Makin besar konsentrasi

propolis maka aktivitas antibakterinya

makin besar karena senyawa aktif untuk

menghambat bakteri yang dikandungnya

makin banyak. Hal ini menunjukkan

propolis memiliki aktivitas antibakteri

sesuai dengan Draper's Super Bee Apiaries

(2007) yang menyebutkan propolis

melawan bakteri berbahaya dan bersifat

antibakteri karena memiliki senyawa-

senyawa aktif yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri seperti flavonoid.

Namun berdasarkan analisis statistika

antara propolis 3.13% dan propolis 6.25%

tidak berbeda secara nyata dalam

menghambat pertumbuhan bakteri.

Berdasarkan analisis statistik

terdapat penurunan jumlah sel/mL secara

nyata oleh NaF 0.3% pada tingkat

kepercayaan 95%. Hal ini menandakan

bahwa NaF 0.3% masih sebagai antibakteri

yang paling baik dibandingkan akuades,

propolis 3.13%, dan propolis 6.25%.

Walaupun NaF 0.3% paling baik dalam

menghambat pertumbuhan bakteri, namun

konsentrasi ini terlalu tinggi di dalam pasta

gigi. Menurut Badan Standardisasi

Nasional (2003), pada pasta gigi kadar

fluor yang disyaratkan adalah sebesar 800-

1500 ppm yang setara dengan 0.08-0.15%.

Namun banyak dijumpai bahwa pasta gigi

mengandung komponen fluor (NaF)

sebesar 0.2-0.3% (Hartono 1988).

Efektifitas antibakteri propolis 6.25%

terhadap NaF 0.3% sebesar 35.89% tetapi

masih lebih tinggi bila dibandingkan

dengan akuades. Berdasarkan analisis

statistika pengaruh propolis 6.25% di

dalam biakan bakteri dibandingkan dengan

akuades dalam menghambat pertumbuhan

bakteri berbeda secara nyata (p<0.05).

Potensi Garam dalam Menghambat

Pertumbuhan Bakteri

Gambar 3 menunjukkan

perbandingan aktivitas antibakteri oleh

garam kelapa berbagai konsentrasi,

akuades, dan NaF 0.3%. Diantara

konsentrasi garam kelapa, diperoleh bahwa

konsentrasi garam 1 M di dalam biakan

bakteri memiliki aktivitas antibakteri

paling bagus karena lebih baik dalam

menghambat pertumbuhan bakteri. Cara

kerja dari garam ini adalah terjadinya

tekanan osmosa antara cairan sel dan

larutan garam. Larutan garam merupakan

larutan hipertonis akan menarik cairan sel

sehingga mengganggu kelangsungan

kehidupan bakteri (Prijantojo 1996). Makin

besar konsentrasi garam maka makin besar

dalam menghambat bakteri karena tekanan

osmosisnya makin besar yang menyebab

kan cairan sel bakteri akan tertarik keluar

sel sehingga bakteri mengkerut dan mati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

makin besar konsentrasi garam kelapa

maka jumlah sel bakteri makin turun.

Larutan garam kelapa dalam

konsentrasi rendah sudah mampu

menghambat pertumbuhan bakteri. Garam

kelapa 2 mM di dalam biakan bakteri

sudah memperlihatkan aktivitas antibakteri

bila dibandingkan dengan akuades.

Menurut Day (2003), konsentrasi NaCl 2

mM mampu menghambat aktivitas

dekstransukrase S. mutans. Jika

dekstransukrase atau fruktansukrase

dihambat maka produksi dekstran atau

fruktan oleh bakteri juga terhambat

sehingga mempengaruhi pertumbuhan

bakteri. Penelitian Wolinsky dan Lott

(1986) menunjukkan bahwa konsentrasi

Page 29: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 137-145

55

Jum

lah s

el/m

L (

x100

000)

0.5 M larutan sodium klorida, sodium

bikarbonat (NaHCO3), dan magnesium

sulfat (MgSO4) dapat menghambat

pertumbuhan bakteri treponema sampai

periode 96 jam. Larutan garam anorganik

juga dapat mempengaruhi pergerakan

bakteri. Pada konsentrasi 0.5 M sodium

klorida tidak ada pergerakan bakteri sama

sekali. Larutan sodium klorida dan sodium

bikarbonat dengan konsentrasi 0.5 M

efektif untuk menghambat pertumbuhan

serta pergerakan dari bakteri secara in

vitro. Hambatan pertumbuhan dan

pergerakan bakteri ditentukan oleh

konsentrasi larutan bukan oleh jenis

garamnya. Oleh karena itu pada pemakaian

larutan garam anorganik untuk tujuan

terapi perlu ditentukan besarnya

konsentrasi dan lama pemakaian sehingga

pertumbuhan bakteri dapat dihambat

(Wolinsky & Lott 1986). Keyes dan Rams

(1983) sangat mendukung pemakaian

larutan garam untuk membatasi

pembentukan koloni dari bakteri.

Penelitian Rams et al (1984) membuktikan

bahwa sodium bikarbonat (0.74 M),

sodium klorida (5.3 M), dan magnesium

sulfat (2.6 M) dapat mempengaruhi

toksisitas bakteri.

Aktivitas antibakteri oleh garam

kelapa seperti terlihat pada Gambar 3,

belum mampu menandingi kemampuan

NaF 0.3% dalam menghambat

pertumbuhan bakteri. Berdasarkan analisis

statistik, media biakan bakteri yang

mengandung NaF 0.3% menunjukkan

penurunan jumlah S. mutans secara nyata

(p<0.05). Diantara konsentrasi garam

kelapa, berdasarkan analisis statistika tidak

menunjukkan penurunan jumlah sel bakteri

secara nyata kecuali pada konsentrasi 2

mM dan 1 M yang berbeda secara nyata

(p<0.05). Efektifitas antibakteri garam

kelapa 1 M terhadap NaF 0.3% sebesar

26.99% tetapi lebih besar aktivitas

antibakterinya dibandingkan akuades.

Berdasarkan analisis statistika garam

kelapa 1 M secara nyata menurunkan

jumlah bakteri dibandingkan dengan

akuades (p<0.05).

350

300

250

200

150

100

50

0

Akuades NaF 0,3% G 2 m M G 10 m M G 100 m M G 1 M

Pe rlakuan

Gambar 3. Hubungan berbagai konsentrasi garam kelapa (G), akuades dan NaF 0.3%

terhadap jumlah sel pada penentuan aktivitas antibakteri.

Page 30: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

56

Jum

lah

sel/m

L (x

1000

00)

180

160

140

120

100

80

2 mM10 mM 0 mM

100 mM

1 M

0 mM

10 mM

2 mM 60

40

20

0

100 mM

1 M

Propolis 3,13% Propolis 6,25%

Pe rlakuan

Gambar 4. Hubungan berbagai perbandingan konsentrasi campuran propolis (P) dan

garam kelapa (G) terhadap jumlah sel pada penentuan aktivitas antibakteri.

Potensi Campuran Propolis dan Garam

Kelapa dalam Menghambat

Pertumbuhan Bakteri

Gambar 4 menunjukkan

perbandingan konsentrasi campuran

propolis dan garam kelapa dalam

menghambat pertumbuhan bakteri. Secara

umum, peningkatan konsentrasi propolis

dan garam kelapa akan meningkatkan

potensi antibakteri. Hal ini ditunjukkan

oleh propolis sebelum dicampurkan garam

kelapa masih memiliki aktivitas antibakteri

yang relatif kecil, namun setelah

ditambahkan garam kelapa yang semakin

besar konsentrasinya maka aktivitas

antibakterinya meningkat ditandai turunnya

jumlah sel bakteri per mL.

Campuran propolis 6.25% dan garam

kelapa 1 M memiliki aktivitas antibakteri

terbesar dibanding campuran lainnya. Hal

ini disebabkan oleh konsentrasi kedua

bahan tersebut paling tinggi sehingga

aktivitas antibakterinya maksimum.

Campuran propolis 6.25% dan garam

kelapa 1 M memiliki aktivitas antibakteri

yang lebih tinggi dibandingkan NaF 0.3%.

Hal ini menunjukkan bahwa campuran

propolis 6.25% dan garam kelapa 1 M

lebih efektif daripada NaF 0.3% sehingga

berpotensi digunakan sebagai pengganti

fluor di dalam pasta gigi. Keefektifan

campuran garam kelapa 1 M dan propolis

6.25% terhadap NaF 0.3% sebesar

203.88%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan campuran garam kelapa 1 M

dan propolis 6.25% dua kali lipat lebih

besar dibandingkan kemampuan NaF 0.3%

dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Hal ini menunjukkan bahwa propolis

bersinergi dengan garam dalam

menghambat pertumbuhan bakteri

penyebab plak gigi. Kesinergisan propolis

ini sesuai dengan pernyataan Fearnly

(2005). Tapi berdasarkan analisis

statistika, jumlah bakteri pada perlakuan

NaF 0.3% dan campuran propolis 6.25%

dan garam kelapa 1 M tidak berbeda nyata.

Walaupun demikian, mengingat pengaruh

jelek dari NaF atau fluor lain yang

berlebih, maka disarankan untuk

mengganti dengan campuran garam dan

propolis.

Page 31: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 137-145

57

KESIMPULAN

Campuran propolis 6.25% dan garam

kelapa 1 M berpotensi sebagai antibakteri

S.mutans dan dapat menggantikan NaF.

Efektifitas campuran propolis 6,25% dan

garam kelapa 1 M dibandingkan NaF 0,3%

sebesar 203,88%.

DAFTAR PUSTAKA

Arics. 2006. Garam kelapa disenangi

Jepang. http://www.wisatanet.com/

templete/index.php?wil=4&id=00000

0000000581. [23 Januari 2006]. Badan

Standardisasi Nasional. 2003.

Penerapan SNI pasta gigi. J Warta

Standardisasi 29: 1.

Day F. 2003. Pengaruh glukosa, fruktosa,

sukrosa, sorbitol, dan aspartam

terhadap pertumbuhan Streptococcus

mutans dan produksi dekstran

[skripsi]. Bogor: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor.

Draper’s Super Bee Apiaries. 2007. Bee

propolis.

http://www.draperbee.com/info/

propolis.htm. [27 April 2007].

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan.

Bogor: PAU Pangan dan Gizi,

Institut Pertanian Bogor.

Fearnly J. 2005. Bee Propolis:

Natural Healing from The

Hive. London: Souvenir ltd.

Hasan AEZ, IM Artika, Popi AK, M

Lasmayanti. 2011. Propolis sebagai

alternatif bahan antikaries gigi.

Chemistry Progress. 4(1), 45-53.

Hasan AEZ, IM Artika, Kasno, AD

Anggraini. 2006. Uji Aktivitas

Antibakteri Propolis Lebah Madu

Trigona spp. Di dalam : Arifin B, T

Wukirsari, S Gunawan, WT

Wahyuni. Seminar Nasional HKI;

Bogor, 12 September 2006.

Departemen Kimia, FMIPA IPB dan

Himpunan Kimia Indonesia. 204-

215.

Hartono SWA. 1988. Macam-macam

bahan untuk perawatan gigi yang

sensitif. J Medika 7: 618-621.

Keyes PH, Rams TE. 1983. A rationale for

the management of periodontal

diseases, rapid identification of

microbial “therapeutic targets” with

phase-contrast microscopy. J Am

Dent Assos. 106: 803-812.

Liberio SA, ALA Pereira, RP Dutra, S

Reis, MJAM Araujo, et al. 2011.

Antimic-robial activity against oral

pathogens and immunomodulatory

effects and toxicity of geopropolis

produced by the stingless bee

Melipona fasciculate Smith. BMC

Complementary and Alternative

Medicine. 11(108): 1-10.

Matienzo AC, Lamorena M. 2004.

Extraction and initial characterization

of propolis from stingless bees

(Trigona biroi Friese). Di dalam:

Proceeding of the 7th

Asian

Apicultural Association Conference

and 10th

BEENET Symposium and

Technofora; Los Banos, 23-27

Februari 2004. Los Banos: Univ

Philippines: 321-329.

Panjaitan M. 2000. Hambatan natrium

fluorida dan varnish fluorida

terhadap pembentukan asam susu

oleh mikroorganisme plak gigi. J

Cermin Dunia Kedokteran 126: 40-

44.

Page 32: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

58

Prijantojo. 1996. Pengaruh klinis pasta

sodium khlorida dan sodium

bikarbonat terhadap radang gingiva. J

Cermin Dunia Kedokteran 108: 58-

61.

Rams TE, Keyes PH, Jenson AB. 1984.

Morphological effects of inorganic

salts chloramine T and citric-acid

subgingival plaque bacteria.

Quintessence Int 8: 835.

Roeslan BO. 1996. Karakteristik

Streptococcus mutans penyebab

karies gigi. Majalah Ilmiah

Kedokteran Gigi Usakti 10: 112-123.

Rusiawati Y. 1991. Diet yang dapat

merusak gigi pada anak-anak. J

Cermin Dunia Kedokteran 73: 45-47.

Tinanoff N, B Klock, DA Camosci, MA Manwll. 1984. Microbiologic effect of SnF2 and NaF mouthrinses in

subject with high caries activity: result after one year. J Dent Res 68:

907-911.

Wolinsky LE, Lott F. 1986. Effect of the

inorganic salts sodium chloride,

sodium bicarbonate and magnesium

sulfate upon the growth and motility

of Tripo-nema vincentii. J

Periodontol. 57(3):172-17

Page 33: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 146-152

59

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH MERTUA

(Sansevieria trifasciata Prain) TERHADAP KHAMIR Candida albicans

Oom Komala1)

, Ike Yulia2)

dan Rita Pebrianti 3)

1)

Program Studi Biologi, 2,3)

Program Studi Farmasi,

FMIPA Universitas Pakuan, Bogor

ABSTRAK

Lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) merupakan tanaman yang berasal dari

Afrika dan dikenal sebagai antimikroba, serta berkhasiat obat. Tujuan dari penelitian ini

ialah mengetahui kandungan antimikroba ekstrak daun lidah mertua dengan menentukan

lebar daerah hambat (LDH) terhadap khamir Candida albicans menggunakan metode difusi

kertas cakram. Pengujian LDH dilakukan terhadap konsentrasi ekstrak daun lidah mertua

60%, 70% , 80%, 90%, serta ketokonazol 14 ppm sebagai kontrol positif dan karboksi metil

selulosa (CMC) 0,5% sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak

daun lidah mertua pada konsentrasi 90% membentuk zona hambat terhadap C. albicans

yang paling luas tetapi tidak jernih. Hasil analisis mutu ekstrak diketahui bahwa kadar abu

ekstrak daun lidah mertua yang tidak larut dalam asam ialah 0,23% dan yang larut dalam

air ialah 5,04%. Sedangkan hasil penetapan kadar sari ekstrak daun lidah mertua yang larut

dalam air ialah 38,76% dan yang larut dalam etanol ialah 12,53%. Hasil fitokimia diketahui

ekstrak daun lidah mertua mengandung saponin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid, yang

berfungsi dapat menghambat C. albicans.

Kata kunci : daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain), Candida albicans, efektivitas,

antikhamir

ABSTRACT

Sansevieria trifasciata Prain is original plant from tropical Africans continent and

known as an anti-microbial agent, and medicinal plants. The purpose of this study was to

know the anti-microbial compound that contained in the leaves extract of S. trifasciata and to

determine the inhibitor width area against the Candida albicans yeast by using diffusion

method. Inhibitor width area tests carried out on leaves extract concentration of S. trifasciata

Prain i.e 60%, 70 %, 80%, 90%, ketokonazol 14 ppm as a positive control, and Carboxy

Methyl Cellulose (CMC) 0,5% as a negative control. The result showed that leaves extract of

the S. trifasciata could inhibit the growth of C. albicans partially. The concentration 90%

formed the partial highess inhibition zone. The result analysis of quality showed that ash

measurement leaf extract non soluble acid is 0.23% and waterbase soluble is 5.04%. Pollen

extract concentration measurement waterbase is 38.76%, ethanol base is 12.53%.

Phytochemical analysis shown saponins, flavonoids, steroids, triterpenoids compound as anti-

Candida albicans. Keyword : Sansevieria trifasciata Prain, Candida albicans, the effectivenes test, anti-yeast

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan

zaman, pemakaian obat tradisional di

Indonesia mengalami kemajuan yang

sangat pesat. Saat ini obat-obatan

tradisional menjadi salah satu alternatif

pengobatan, di samping obat-obat sintetik

yang sudah banyak beredar di pasaran.

Hal ini disebabkan obat tradisional relatif

lebih murah, selain itu lebih aman

digunakan. Demikian pula beberapa

jenis obat tradisional tidak kalah jika

Page 34: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

60

dibandingkan dengan obat-obat sintetik.

Menyadari pentingnya obat tradisional

untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat, maka tanaman sebagai bahan

baku obat tradisional perlu dimanfaatkan

sebaik-baiknya. Kecenderungan kembali

ke alam (Back to nature) sangat

menguntungkan bagi negara kita karena

begitu banyaknya tumbuhan obat yang

kita miliki, salah satunya adalah dari

tanaman lidah mertua keluarga Liliaceae

yang menambah khazanah kekayaan

tanaman obat.

Sansevieria trifasciata yang dikenal

masyarakat sebagai tanaman lidah mertua

merupakan salah satu tanaman berkhasiat

obat di Indonesia. Secara tradisional

tanaman yang berasal dari Benua Afrika

tropis ini sering dipakai sebagai

antimikroba dan antibiotik (Yoshihiro,

1997). Khasiat tanaman lidah mertua

dalam menyembuhkan berbagai macam

penyakit juga diduga berhubungan

dengan kandungan senyawa kimia yang

dikandungnya antara lain daun dan

rimpang lidah mertua mengandung

saponin dan kardenolin, di samping itu

daunnya juga mengandung flavonoid,

tanin dan polifenol (Depkes RI, 1997).

Senyawa yang diduga memiliki aktivitas

antimikroba pada daun lidah mertua

adalah tanin, flavonoid dan saponin.

Tanin dan flavonoid merupakan turunan

polifenol. Mekanisme kerja turunan fenol

adalah dengan mendenaturasi dan

mengkoagulasi protein sel mikroba

(Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Aktifitas antimikroba dari saponin

disebabkan sifatnya yang memiliki gugus

polar (gula) dan non polar (terpenoid)

sehingga dapat menurunkan tegangan

permukaan dinding sel mikroba dan

mengganggu permeabilitas sel bakteri

(Jawetz dkk., 1996).

Candida albicans selalu ditemukan

di dalam saluran pencernaan manusia dan

hewan, sehingga kandidiasis selalu

dianggap sebagai penyakit endogen.

Kandidiasis pada manusia lebih banyak

diderita oleh anak-anak dalam bentuk

sariawan rongga mulut, wanita pada alat

kelaminnya dalam bentuk keputihan dan

menyerang kuku. Obat sintetik untuk

penyakit yang disebabkan oleh C.

albicans relatif cukup mahal, banyak

yang resistensi dan tidak dapat

menghambat khamir yang bersifat

sistemik, sehingga perlu diteliti senyawa

antikhamir yang berasal dari bahan alam,

seperti tanaman lidah mertua (Nasution,

2005).

Tanaman Sansevieria tergolong

dalam tanaman obat karena kandungan

kimia dari daun, buah dan akar telah

teruji positif efek farmakologisnya

(Depkes RI, 1997). Dalam penelitian ini

akan dilakukan pengujian aktivitas

ekstrak etanol daun lidah mertua terhadap

khamir C. albicans sehingga diharapkan

nantinya ekstrak daun lidah mertua

menjadi pengobatan alternatif serangan

khamir Candida albicans.

BAHAN DAN METODE

Simplisia daun lidah mertua segar

varietas Laurentii (N.E.Br) De Wild,

yang tepi daunnya berwarna kuning emas

dengan ujung daun runcing dibersihkan

dari kotoran dengan menggunakan air

bersih yang mengalir. Simplisia dirajang

kemudian dikeringkan di dalam oven

pada suhu 45ºC selama dua hari atau

sampai kering. Setelah kering ditumbuk

menjadi serbuk halus dengan

menggunakan grinder dan diayak dengan

pengayak no. 20, kemudian ditimbang,

dan disimpan dalam wadah bersih dan

tertutup rapat. Kadar air ditetapkan

dengan alat Moisture Balance AND MX-

50. Persyaratan kadar air daun yaitu ≤ 5% (DepKes RI, 1985).

Serbuk daun lidah mertua diekstrak

dengan cara maserasi menggunakan

pelarut etanol 70%. dengan perbandingan

1:10. Sebanyak 1 Kg serbuk dimasukkan

kedalam maserator, lalu direndam dengan

10 L etanol 70% (v/v). Kemudian diaduk

dan direndam selama 24 jam lalu disaring

Page 35: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 146-152

61

dengan kain batis. Maserat di enap

tuangkan, residu dimaserasi kembali

dengan jenis dan jumlah pelarut yang

sama sebanyak 2 kali pengulangan. Hasil

saringan atau filtrat etanol dicampur dan

diuapkan menggunakan rotavapor sampai

tidak keluar lagi pelarutnya. Ekstrak

kental dipekatkan di atas waterbath dan

dikemas dalam botol berwarna coklat.

Setelah diperoleh ekstrak kental

daun lidah mertua dilakukan hasil analisis

mutu ekstrak yang meliputi penentuan

kadar abu yang tidak larut dalam asam,

kadar abu yang larut dalam air, kadar sari

yang larut dalam air dan kadar sari yang

larut dalam etanol (Depkes RI, 1985).

Identifikasi kandungan zat pada

ekstrak daun lidah mertua dilakukan

dengan uji fitokimia yang meliputi uji

flavonoid (DepKes RI, 1995), uji tanin

(pereaksi besi aluminium klorida dan

gelatin), uji saponin (DepKes RI, 1977),

uji alkaloid (menggunakan pereaksi

Mayer dan Bouchaedat), uji steroid, uji

triterpenoid (Uji Lieberman-Buchard),

dan uji glikosida (Uji Lieberman-

Buchard).

Untuk menguji efektivitas ekstrak

kental daun lidah mertua terhadap isolat

khamir C. albicans menggunakan metode

difusi kertas cakram (Sa’diah, 2004).

Media potato dextrose ditanami khamir

C. albicans 1 ml konsentrasi

pengenceran 10-6

. Untuk ekstrak daun S.

trifasciata yang duji pada konsentrasi

30%, 40% , 50%, 60% dan 70 % (pada

uji pendahuluan) dan 60%, 70%, 80%

dan 90% (pada uji lanjut). Cakram kertas

dibuat dari kertas saring Whatman

diameter 6 mm, dicelupkan ke dalam

sediaan uji (± 1 jam), dikeringkan 37ºC

(± 1 jam). Selanjutnya kertas cakram

direndam dalam larutan selama 24 jam

pada suhu 37ºC kemudian keringkan

(Komala dkk., 2012). Larutan kontrol

positif digunakan ketokonazol 14 ppm,

untuk kontrol negatif digunakan karboksi

metil selulosa (CMC) 0,5%. Setelah

khamir tersebar secara merata

menggunakan lidi kapas steril,

selanjutnya diletakkan kertas cakram

yang mengandung ekstrak uji,

ketakonazol, dan air. Biakan uji

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC

dan diukur lebar daerah hambat (LDH)

masing-masing cakram uji terhadap

pertumbuhan khamir C. Albicans

(Sa’diah, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karakteristik Simplisia

Serbuk daun lidah mertua yang

diperoleh adalah sebesar 1,5 Kg dari 15

Kg daun lidah mertua basah. Berdasarkan

hasil analisis kadar air simplisia daun

lidah mertua adalah 8,045%. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar air serbuk

daun lidah mertua tidak memenuhi

persyaratan kadar air daun yaitu ≤ 5%

(Depkes RI, 1985). Kadar air yang tinggi

mengakibatkan bakteri dan kapang

mudah untuk berkembang biak

(Wijayakusuma dkk., 1992), Sehingga

simplisia harus segera diekstraksi.

Ekstrak Kental Daun Lidah Mertua

Hasil maserasi dari 900 g serbuk diperoleh ekstrak kental sebanyak 73,6

gram. Nilai rendemen sebesar 8,18%.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa

ekstrak yang dihasilkan tidak terlalu

banyak karena daun lidah mertua

mengandung kadar air dan serat yang

sangat tinggi.

Hasil Penetapan Kadar Abu dan

Kadar Sari Ekstrak Hasil penetapan kadar abu daun

lidah mertua ialah 13,53%. Nilai kadar

abu pada serbuk daun lidah mertua

termasuk tinggi karena kemungkinan

mengandung senyawa anorganik dan

mineral yang sangat tinggi yang

Page 36: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

62

disebabkan oleh pemanasan yang tidak

sempurna (Depkes RI, 1995).

Berdasarkan penelitian diketahui

bahwa kadar abu ekstrak daun lidah

mertua yang tidak larut dalam asam ialah

0,23% dan kadar abu ekstrak daun lidah

mertua yang larut dalam air ialah 5,04%.

Kadar abu yang tidak larut dalam asam

adalah bagian abu yang tidak bisa

dilarutkan dalam asam keras, bagian yang

tidak larut itu disebut silikat atau pasir.

Hasil yang ditunjukkan sebanyak 0,23%

yang tidak larut atau diduga mengandung

silikat. Kadar abu yang larut dalam air

adalah bagian abu yang dapat larut dalam

air, Hasil yang ditunjukkan sebesar

5,04% adalah oksida-oksida yang dapat

larut dalam air (Depkes RI, 1995).

Hasil penetapan kadar sari ekstrak

daun lidah mertua yang larut dalam air

ialah 38,76% dan kadar sari daun lidah

mertua yang larut dalam etanol ialah

12,53%. Hal ini menunjukkan bahwa

senyawa yang terdapat dalam ekstrak

daun lidah mertua bersifat polar dan

dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

mikrob.

Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun

Lidah Mertua Ekstrak daun lidah mertua

mengandung senyawa saponin, flavonoid,

steroid dan triterpenoid yang ditunjukkan

dengan hasil positif. Hasil ini sesuai

dengan peneliti Yoshihiro et al. (1997),

bahwa Sansevieria mengandung saponin

dan steroid. Demikian pula menurut

Sastradipraja (1997), kandungan lidah

mertua antara lain polifenol dan saponin.

Flavonoid adalah suatu kelompok

senyawa fenol yang terbanyak terdapat di

alam. Aktifitas biologis senyawa

flavonoid terhadap khamir C. albicans

dilakukan dengan merusak dinding sel

dan senyawa tersebut dapat masuk ke

dalam inti sel khamir. Menurut Sa’diah

(2004) bahwa senyawa flavonoid

memiliki aktivitas yang tinggi terhadap

khamir C. albicans. Golongan flavonoid

ini diduga senyawa turunan 5,4’-

dihidroksi flavon.

Senyawa steroid merupakan suatu

golongan senyawa triterpenoid yang

mengandung inti siklopentana

perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin

sikloheksana dan satu cincin

siklopentana. Triterpenoid adalah

senyawa yang kerangka karbonnya

berasal dari enam satuan isoprena dan

secara biosintesis diturunkan dari

hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena,

senyawa ini tidak berwarna, berbentuk

kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat

optis aktif. Kemampuan senyawa steroid

dan triterpenoid sebagai antikhamir

Candida albicans sangat dipengaruhi

oleh keaktifan biologis senyawa tersebut.

Keaktifan biologis dari senyawa ini

disebabkan oleh adanya gugus karbon.

Adanya gugus karbon ini apabila

mengalami kontak dengan khamir C.

albicans akan bereaksi dengan senyawa-

senyawa asam yang menyusun dinding

sel bakteri/jamur (Robinson, 1991).

Senyawa saponin mempunyai

sifat seperti sabun yang merupakan

senyawa ”surfactan agent” yang kuat,

sehingga dapat menurunkan tegangan

permukaan sel (Robinson, 1991).

Diabsorpsinya saponin pada permukaan

sel akan mengakibatkan kerusakan

dengan naiknya permeabilitas atau

kebocoran membran sel, sehingga bahan-

bahan essensial yang dibutuhkan oleh

bakteri/jamur untuk kehidupannya hilang

dan dapat menyebabkan kematian sel

bakteri/jamur (Robinson, 1991).

Hasil Uji Pendahuluan Terhadap C.

albicans Berdasarkan hasil uji pendahuluan

(Tabel 1), ekstrak daun lidah mertua

mampu membentuk lebar daerah hambat

yang besar pada konsentrasi 70%.

Page 37: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 146-152

63

Tabel 1. Rata-rata LDH (mm) Ekstrak

Daun Lidah Mertua Terhadap

Candida albicans

ulangan

LDH (mm)

Ekstrak Daun Lidah Mertua Ketonazol 14 ppm

30% 40% 50% 60% 70% Rata

rata 11± 1 12,6

± 0,58 14,3

± 0,58 17,6

± 0,58 22,3

± 8 26±1

Pada setiap konsentrasi ekstrak

daun lidah mertua membentuk zona

parsial (tidak absolut) atau tidak

mematikan khamir 100% karena masih

ada pertumbuhan pada daerah hambat

yang terbentuk. Kontrol positif

ketokonazol 14 ppm membentuk lebar

daerah hambat yang paling besar dalam

menghambat pertumbuhan Candida

albicans.

Gambar 1. Lebar Daerah Hambat

Ekstrak Daun Lidah Mertua

pada Uji Pendahuluan Terhadap

Khamir Candida albicans

dengan konsentrasi 30% sampai

70%

Hasil Uji Antikhamir Ekstrak Etanol

Daun Lidah Mertua Berdasarkan hasil dari uji

pendahuluan (Gambar 1) maka dilakukan

uji lanjut dengan variasi konsentrasi 60%,

70%, 80%, dan 90% untuk mengetahui

konsentrasi yang paling baik dalam

menghambat pertumbuhan khamir C.

albicans.

Pada uji lanjut hasilnya (Tabel 2,

Gambar 2) menunjukkan adanya aktivitas

antikhamir dari ekstrak daun lidah mertua

pada konsentrasi 90% dengan lebar

daerah hambat yang paling besar.

Menurut Gholib (2009) senyawa alkaloid,

saponin, flavonoid dan steroid dari

ekstrak tumbuhan daun senggani

(Melastomma malabathricum L.)

berkhasiat antijamur C.albicans.

Diketahui juga bahwa C. albicans lebih

tahan dibanding kapang T.

mentagrophytes.

Pada ekstrak daun lidah mertua

juga mengandung senyawa saponin,

flavonoid, steroid dan triterpenoid, yang

menunjukkan khasiat sebagai antikhamir

tersebut.

Gambar 2. Lebar Daerah Hambat

Ekstrak Daun Lidah

Mertua pada Uji Lanjut

Terhadap Khamir Candida

albicans

Page 38: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

64

Leb

ar

Daera

h H

am

bat

(mm

)

Tabel 2. Rata-rata LDH (mm) Ekstrak

Daun Lidah Mertua Pada Uji

Lanjut Ulangan LDH (mm)

Ekstrak Daun Lidah Mertua

Kontrol

Positif

Kontrol

Negatif

60% 70% 80% 90%

1 9 13 15 23 30 0

2 8 12 14 20 28 0

3 8 11 13 20 28 0

Rata-

rata

8,3 12 14 21 28,6 0

Rata-rata LDH pada Tabel 2 lebih

kecil dari pada Tabel 1, kemungkinan

bakteri pada Tabel 2 lebih subur sehingga

daya hambat baik ekstrak maupun

ketokenazol lebih kecil. Berdasarkan

sidik ragam Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dan Tabel ANOVA menunjukkan

bahwa konsentrasi 90% daun lidah

mertua memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap khamir C. aldicans.

Pada konsentrasi 90% menunjukkan nilai

LDH 21 mm, sedangkan untuk nilai LDH

terendah ditunjukkan oleh ekstrak daun

lidah mertua pada konsentrasi 60%

dengan nilai LDH yaitu 8,33 mm. Dari

hasil yang didapatkan maka nilai LDH

dari ekstrak daun lidah mertua pada

konsentrasi 90% lebih rendah dari nilai

LDH kontrol positif yang memiliki nilai

LDH 28,67 mm. Hal ini dapat terjadi

karena dosis (konsentrasi) ekstrak daun

lidah mertua yang dipakai pada penelitian

ini masih relatif rendah ialah 90 g

dilarutkan dalam 100 ml untuk

konsentrasi 90%, sehingga harus di

tingkatkan dosis nya agar dapat

memberikan efek yang lebih baik bila

dibandingkan dengan kontrol positif,

selain itu untuk meningkatkan

kemampuannya dalam menghambat

pertumbuhan khamir C. albicans. Akan

tetapi dalam menaikkan dosis

(konsentrasi) ekstrak daun lidah mertua

perlu kita perhatikan pula efek toksisitas

dari daun lidah mertua, yang perlu

dilakukan penelitian. Ketokonazol dipilih

sebagai kontrol positif pada penelitian ini

karena memiliki aktivitas antimikotik

terhadap ragi dermatofit. Bekerja dengan

menghambat sitokrom P450 jamur,

dengan mengganggu sintesis ergosterol

yang merupakan komponen penting dari

membran sel jamur. Sebagai turunan

Imidazol (Alcamo,1991), Ketokonazol

mempu-nyai aktivitas anti jamur baik

sistemik maupun nonsistemik. Efektif

terhadap Candida, Cocciodes immitis,

Cryptococcus neoformans, H.

Capsulatum, B. Dermatitidis, Aspergillus

dan sporothrix spp.

35

30

25

20 L…

15

10

5

0

60% 70% 80% 90%Kontrol +

Perlakuan

Gambar 3. Grafik hubungan antara

konsentrasi ekstrak dengan

LDH pada Candida albicans

Dari grafik pengukuran LDH

terlihat bahwa makin besar konsentrasi

ekstrak daun lidah mertua semakin luas

lebar daerah hambat (LDH) yang

dihasilkan dan bersifat parsial (Gambar

3).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 1. Ekstrak daun lidah mertua

(Sansevieria trifasciata Prain) dapat

menghambat pertumbuhan Candida

albicans tetapi tidak jernih.

Konsentrasi ekstrak daun lidah

mertua 90% membentuk zona hambat

yang paling luas. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak maka semakin

besar aktivitas hambatannya.

Page 39: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 146-152

65

2. Ekstrak daun lidah mertua

berdasarkan uji fitokimia

menunjukkan adanya senyawa

saponin, flavonoid, steroid, dan

triterpenoid yang bersifat sebagai anti

Candida albicans.

Saran Perlu dilakukan uji toksisitas dari

ekstrak daun lidah mertua serta dibuat

formulanya untuk mencegah atau

mengurangi penyakit yang disebabkan

oleh khamir Candida albicans.

DAFTAR PUSTAKA

Alcamo, I.E. 1991. Fundamental of Mic

robiology. Third edition. The

Benjamin/Cumminompany,

Publishing Company, Inc.777-

782.

Departemen Kesehatan RI. 1997.

Inventaris Tanaman Obat

Indonesia (IV). Badan Penelitian

Dan Pengembangan Kesehatan.

Jakarta.

. 1995. Materia

Medika Indonesia (V).

Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat Dan Makanan. Jakarta.

Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan

Simplisia. Departemen

Kesehatan RI. Jakarta.

Gholib, Djaenudin. 2009. Uji Daya

Hambat Daun Senggani

(Melastoma malabathricum L.)

Yoshihiro. 1997. Pregnan glycosides

from Sansevieria Trifasciata.

Phytochemistry 44:107-111.

Terhadap Trichophyton

mentagrophytees Dan Candida

albicans. Berita Biologi. 9(5) :

523-527.

Jawetz., E., Joseph. M., dan Edward. A.

1996. Mikrobiologi Kedokteran,

Edisi 20. Alih bahasa : dr. Edi

Nugroho dan dr. R. F. Maulany.

EGC, Jakarta.

Komala, O., Bina L.S., Nina S. 2012. Uji

Efektivitas Ekstrak Etanol Buah

Pare (Momordica charantia L)

sebagai antibakteri Salmonella

typhi. Fitofarmaka, Vol 2 No. 1

:101-106.

Nasution. 2005. Medical Mycology

Message From Dermatologie.

Los Altos. California.

Sa’diah, Siti. 2004. Pemeriksaan

Flavonoid Dan Asam Fenolat

Ekstrak Etanol Dan Fraksi Herba

Samboloto (Andrographis

paniculata Ness, Acanthaceae)

Serta Uji Aktivitas Antibakteri Dan

Antifungi. Ekologia. Vol 4 No 2

:47-51.

Sastradipraja, S. 1997. Tanaman Hias,

Bogor : Lembaga Biologi

Nasional LIPI.

Siswandono dan Soekardjo. B. 1995.

Kimia Medisinal. Airlangga

Press.

Wijayakusuma H., S. Dalimartha., dan A.

S. Wirian., 1992. Tanaman

Berkhasiat Obat di Indonesia.

Pustaka Kartini, Jakarta. Hlm

112-113.

Page 40: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

66

OPTIMASI KONDISI UNTUK RENDEMEN HASIL EKSTRAKSI KULIT

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

Optimization of Conditions for Yield Extraction of

Mangosteen Pericarp (Garcinia mangostana L.)

Akhmad Endang Zainal Hasan1,2*

, Husain Nashrianto1, Rani Novia Juhaeni

1

1Departemen Farmasi, Universitas Pakuan, Jalan Raya Pakuan, Bogor, Jawa Barat

2Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa

Barat

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the levels of yield extract of mangosteen

pericarp extracted using Response Surface Methodology (RSM) Central Composite Design

(CCD) with various concentrations of ethanol (in the range of 45 to 96 %) and duration of

microwave heating (in the range 5.8 to 34.1oC) or Microwave Assisted Extraction (MAE). The

yield extract was calculated as percentage to the weight of origin. The results showed that

optimum extraction conditions for yield extract were at ethanol concentration of 70% and

heating time of 31.5 minutes which resulted in yield extract of 19.45%. More over, under

these conditions resulted yield of 19.83%. The yield extract equation of mangosteen 2

pericarp is Y = -73,7883 + 0,5293 X1 + 2,4230 X2 – 0,0084X12 – 0,00173 X2

heating time and X2 is ethanol concentration in water as solvent.

Key words : Optimization, Mangosteen, RSM CCD, MAE, yield

, where X1 is

PENDAHULUAN Upaya untuk mencari kondisi

optimum dari suatu penelitian

menggunakan RSM pertama kali

dikemukakan oleh Box dan Wilson pada

tahun 1951 (Harvey 2000). Dalam

rancangan ini digunakan sistem peubah

secara beragam. Peubah dan taraf yang

digunakan dalam RSM merupakan

komponen yang efektif dalam menentukan

kondisi optimum tersebut. Dalam

prosesnya RSM ini akan menghasilkan

model matematika akurat menggambarkan

proses secara keseluruhan (Harvey 2000).

Menurut Lee (2002) metode ini telah

berhasil digunakan dalam rangka

mengoptimalkan standar formulasi yang

akan digunakan dan sistem operasi yang

akan dilakukan. RSM menawarkan

keuntungan yang lebih baik dan

memberikan pengurangan yang nyata

dalam jumlah perlakuan, sehingga

menghemat waktu dan bahan yang

digunakan. Oleh karena itu langkah awal

dalam penerapan RSM adalah menemukan

pendekatan yang cocok untuk hubungan

fungsional yang benar antara respon dan

peubah secara tunggal. Pada sebuah model

regresi biasanya digunakan untuk melihat

respon sebagai persamaan matematika dari

peubah terus menerus dan estimasi

parameter model terbaik yang disampaikan

(Montgomery, 1997). RSM CCD adalah

salah satu pendekatan yang digunakan

untuk membangun model orde kedua

respon, karena kemampuan RSM CCD

yang dapat dijalankan secara berurutan.

Pada bagian pertama memperkirakan

pengaruh linear dan interaksi dua peubah,

sedangkan bagian kedua memperkirakan

pengaruh kelengkungan. Jika data dari

bagian pertama menunjukkan tidak adanya

pengaruh kelengkungan yang nyata maka

bagian kedua tidak diperlukan lagi

(Montgomery, 1997).

MAE adalah metode ekstraksi yang

relatif baru. Metode ekstraksi ini

menggunakan energi gelombang mikro

Page 41: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 : 153-159

67

untuk memanaskan suatu pelarut yang

kontak dengan ekstrak. Pemanasan cepat

dan seragam terhadap ekstrak dan pelarut

menjadikan teknik ekstraksi ini secara

nyata lebih efisien dibandingkan metode

tradisional dan akan mengurangi biaya

operasional (Hemwimon et al. 2007,

Thostenson dan Chou 1999, Trusheva et al.

2009). Pada metode ini terdapat

pengaturan temperatur yang akurat,

sehingga dapat mempertahankan suhu yang

ditentukan (Thostenson dan Chou, 1999).

Menurut Amstrong (1999), ekstraksi

dengan bantuan gelombang mikro

merupakan proses ekstraksi yang

memanfaatkan energi yang ditimbulkan

oleh gelombang mikro dengan frekuensi

2450 MHz.

Manggis (Garcinia mangostana L.)

merupakan tanaman tropis yang dapat

dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan,

sehingga dapat dikembangkan sebagai

kandidat obat. Menurut Hyene (1987), kulit

manggis dapat dimanfaatkan sebagai

peluruh haid, obat sariawan, penurun

panas, pengelat (astringen) dan obat

disentri. Menurut Geissman (1962),

senyawa flavonoid memperlihatkan

aktivitas sebagai antifungi, diuretik,

antihistamin, antihipertensi, insektisida,

bakterisida dan antivirus. Menurut

Suksamrarn et al. (2003), manfaat kulit

manggis tersebut disebabkan oleh

kandungan flavonoid epikatekin, antosianin

serta senyawa turunan xanton, diantaranya

yaitu α-mangostin, β-mangostin, γ-

mangostin, mangostanol dan gartanin.

Umumnya flavonoid tidak dapat larut

dalam air, sehingga diperlukan pelarut

organik lain yang dapat melarutkan

flavonoid dalam proses ekstraksi. Menurut

Xu et al. (2005), untuk mencari kondisi

optimum dalam ekstraksi flavonoid suatu

bahan dapat menggunakan empat peubah,

yaitu konsentrasi pelarut, tempertur, nisbah

bahan baku-pelarut dan waktu ekstraksi.

Penggunaan pelarut organik menjadi salah

satu pilihan yang dapat dipertimbangkan

dalam upaya mengurangi besarnya biaya

ekstraksi.

Tujuan penelitian ini adalah

menentukan kondisi optimum dari

konsentrasi etanol dan waktu pemanasan

gelombang mikro untuk rendemen hasil

ekstraksi kulit manggis.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain

microwave (frekuensi 2450 KHz dengan

daya 800 Watt), rotary evaporator, dan

shaker orbital. Bahan yang digunakan

antara lain: kulit manggis asal Leuwiliang,

Bogor, Jawa Barat, etanol dalam air

sebagai pelarut.

Metode

Pembuatan Serbuk Simplisia Kulit

Manggis Kulit manggis dibersihkan, kemudian

dicuci dan ditiriskan, lalu dirajang dengan

ukuran 0,5 cm lalu dikeringkan. Setelah itu

dibersihkan kembali dari kotoran,

diserbukkan dan diayak dengan 40 mesh.

Serbuk simplisia kulit buah manggis

disimpan dalam wadah tertutup.

Penetapan Kadar Air

Pemeriksaan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan Moisture Balance dengan dua kali ulangan. Setiap 1 g sampel dimasukkan ke dalam alat yang

telah disiapkan, pada suhu 1050C selama

10 menit. Kemudian dicatat kadar yang

tertera pada Moisture Balance. Kadar air

simplisia tidak boleh lebih dari 5%

(DepKes RI, 1994).

Penetapan Kadar Abu Serbuk simplisia ditimbang

sebanyak 2 g lalu dimasukkan ke dalam

“krus platini” yang telah dipijarkan dan

ditera, ratakan, lalu dipijarkan kembali

Page 42: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

68

Peubah (X) -α -1 0 +1 +α

Waktu pemanasan gelombang mikro, menit

5,8 10 20 30 34,1

Konsentrasi pelarut etanol, %

45

52

70

88

96

hingga menjadi arang dan habis, kemudian

didinginkan dan dilakukan penimbangan

krus (BSN, 2005).

Ekstraksi Kulit Manggis

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode Jang et al. (2009) yang

dimodifikasi. Serbuk simplisia sebanyak 30

g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan

ditambahkan 600 mLl etanol dengan

konsentrasi sesuai perlakuan. Kemudian

diekstraksi dengan cara maserasi dan

pengadukan. Setelah 18 jam, serbuk

simplisia dipanaskan dengan menggunakan

bantuan gelombang mikro (KRIS

MICROWAVE OVEN) sesuai waktu

perlakuan. Setelah itu ekstrak disaring dan

filtratnya dikeringkan hingga membentuk

serbuk. Rendemen diperoleh dengan

menghitung persen bobot ekstrak terhadap

bobot simplisia.

Rancangan percobaan Penentuan optimasi dilakukan dengan metode Response Surface pada dua peubah

(Tabel 1). Peubah perlakuan adalah waktu

pemanasan dengan gelombang mikro dan

konsentrasi pelarut etanol. Parameter uji

untuk optimasi ekstraksi kulit manggis

adalah rendemen hasil ekstraksi.

Tabel 1. Pola rancangan dalam batasan dan taraf dari dua peubah

Batasan dan Taraf

Penentuan –α dan +α dihitung

berdasarkan rumus -α = dan +α = ,

dengan a = variabel waktu sebagai level

pusat, b = variabel waktu sebagai level rata-

rata dan c = varia-bel range waktu,

sehingga diperoleh nilai tersebut dalam

Tabel 1. Model matematika yang digunakan

adalah :

Y=0+

k

i 1

iXi+

k

i 1

iiX2

i + ji

ijXiXj+

ij . Dengan Y = respon rendemen hasil, 0

: tetapan, i, ii, ij : koefisien dari peubah

bebas (X), X adalah peubah bebas dengan

tanpa sandi (waktu = X1 taraf 10, 20 dan 30

menit; pelarut etanol = X2 taraf 52, 70 dan

88 %), dan adalah galat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Simplisia kulit manggis yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan

hasil pengecilan ukuran kulit manggis yang

berasal dari Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat.

Sesuai dengan ketentuan DepKes RI (1994),

kadar air suatu bahan harus ditentukan untuk

memberikan batasan maksimal tentang

besarnya kandungan air didalam bahan.

Hasil penetapan kadar air serbuk simplisia

diperoleh rata-rata sebesar 1,53 %,

sedangkan kadar air ekstrak kulit manggis

rata-rata sebesar 10,18 %. Hasil pengukuran

tersebut telah memenuhi standar DepKes RI

(1994) yaitu bahwa kadar air serbuk

simplisia tidak lebih dari 5% dan standar

kadar air ekstrak kental berkisar antara 10%

- 15%. Kadar abu simplisia rata-rata sebesar

2,3%. Hasil pengukuran kadar abu tersebut

kurang dari 4%, maka simplisia tersebut

telah memenuhi standar kadar abu sesuai

dalam SNI 01-7084-2005 (BSN, 2005).

Hasil penetapan kadar air dan kadar abu

menunjukkan nilai yang diperbolehkan

dalam ketentuan yang ditetapkan dalam

aturan yang ada, sehingga daya tahan

penyimpanan simplisia relatif aman.

Hasil ekstraksi kulit manggis dengan

peubah waktu pemanasan gelombang mikro

dan konsentrasi pelarut etanol disajikan pada

Tabel 2. Hasil pengolahan sidik ragam dan

Page 43: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 153-159

69

analisis RSM dapat dilihat pada Tabel 3 dan

Gambar 1.

Hasil analisis data rendemen hasil

ekstraksi pengaruh waktu pemanasan

gelombang mikro dan konsentrasi pelarut

etanol menggunakan RSMCCD, diperoleh

persamaan sebagai berikut : Y = -73,7883 +

0,5293 X1 + 2,4230 X2 – 0,0084 X11

0,00173 X22. Persamaan tersebut

menunjukkan bahwa waktu pemanasan (X1)

dan konsentrasi pelarut etanol (X2)

berpengaruh secara nyata terhadap

rendemen. Hal ini terlihat dari nilai

koefisien nilai X1 dan X2 lebih besar dari

nilai koefisien lainnya.

Hasil sidik ragam yang diperoleh

dari P value pada X1 (waktu pemanasan)

menghasilkan (0,0024) < P value (0,05),

dengan demikian waktu pemanasan sangat

berpengaruh pada hasil rendemen. Pada P

value pada X2 (konsentrasi pelarut)

menghasilkan (0,000) < P value (0,05),

dengan demikian bahwa konsentrasi pelarut

sangat berpengaruh pada hasil rendemen.

Hasil pengujian untuk ketidak cocokan

model dapat dilihat pada nilai P value lack-

of-fit > 0,05, yang berarti kecocokkan

model respon diterima. Hasil penelitian ini

diperoleh yaitu P value (0,286) > P value

(0,05). Artinya bahwa analisis RSMCCD

tersebut adalah valid, artinya mampu

memprediksikan respon dari data.

Page 44: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

70

Tabel 3. Hasil sidik ragam rendemen hasil ekstraksi kulit manggis

Sumber Derajat bebas

Estimasi Standar Error

Kuadrat Tengah

Nilai F Nilai P

Regresi 4 249,279 249,279 62,320 41,66 0,000 *Linier 2 29,811 217,328 108,664 72,65 0,000

*Kuadratik 2 219,468 219,468 109,734 73,36 0,000

Sisa Kesalahan 8 11,966 11,966 1,496 *Lack-of-fit 4 7,740 7,740 1,935 1,83 0,286

*Kesalahan murni 4 4,226 4,226 1,057

Total 12 261,246

R2=95,4 %

Gambar 1. Respon permukaan rendemen hasil ekstraksi kulit manggis akibat

pengaruh waktu pemanasan gelombang mikro dan konsentrasi pelarut

etanol

Page 45: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

71

Hasil perhitungan statistik

menunjukkan bahwa R2

= 93,1%, nilai ini

menunjukkan bahwa besarnya pengaruh

faktor lamanya waktu pemanasan dan

konsentrasi etanol sedangkan 6,9%

merupakan pengaruh dari faktor-faktor di

luar perlakuan yang diamati dalam

penelitian ini. Analisis RSM ini sesuai

dengan yang dijelaskan oleh Box dan

Wilson (1951), RSM merupakan cara

yang efektif untuk mencari kondisi

optimum dengan melihat sistem respon

ketika taraf dari faktor-faktor yang

terlibat berubah (Harvey, 2000). Selain

itu, RSM akan menghasilkan model

matematika yang akurat dalam

menggambarkan proses secara

keseluruhan.

Berdasarkan Gambar tersebut,

bahwa makin tinggi konsentrasi dan

makin lama waktu ekstraksi akan makin

tinggi hasil rendemen. Namun pada

konsentrasi 88%-96% mengalami

penurunan disebabkan perbedaan

kepolaran dalam menarik suatu senyawa

glikosida flavonoid yang bersifat polar

dan berakibat penurunan pada hasil

rendemen. Hal ini seperti prinsip like

dissolves like bahwa senyawa yang

bersifat polar akan mudah larut dalam

pelarut polar, sedangkan senyawa

nonpolar akan mudah larut dalam pelarut

nonpolar. Perbedaan rendemen ini

disebabkan antara lain karena perbedaan

kemampuan masing-masing cairan

penyari dalam proses ektraksi yaitu

konsentrasi etanol disertai dengan

lamanya waktu ekstraksi untuk

memperoleh zat aktif yang terkandung

dalam simplisia tersebut dan kelarutan zat

aktif dalam cairan penyari yang berbeda.

Dalam Gambar tersebut ditunjukkan

bahwa persamaan RSM ini mempunyai

nilai maksimum pada waktu pemanasan ±

30 menit dengan konsentrasi etanol 70%.

Terlihat bahwa nilai rendemen ekstraksi

menunjukkan terjadi penurunan pada

konsentrasi etanol lebih besar dari 70%.

Dengan menggunakan D-optimally

(Saputera 2008) diperoleh hasil optimasi

rendemen sebesar 19,45% pada waktu

31,5 menit dengan konsentrasi etanol

70%. Dengan etanol 70% ternyata sangat

efektif dalam menghasilkan jumlah bahan

aktif dengan skala kecil pengotor yang

turut ke dalam cairan ekstrak (Harborne

1987).

Pada proses pembuatan ekstrak

optimum dilakukan seperti pembuatan

ekstrak sebelumnya. Hasil yang

diperoleh adalah rendemen ekstrak

sebesar 19,83%. Nilai bias antara hasil

verifikasi sebesar 1,9 % atau rendemen

yang diperoleh lebih banyak

dibandingkan dengan hasil proyeksi dari

model persamaan. Pada kondisi optimum

ini kadar total flavonoid sebesar 11,42%

(Hasan et al. 2013)

KESIMPULAN

Rendemen optimum hasil ekstraksi

kulit manggis diproyeksikan sebesar

19,45% dicapai pada konsentrasi pelarut

etanol 70% dengan waktu pemanasan

gelombang mikro 31,5 menit pada model

persamaan Y = -73,7883 + 0,5293 X1 +

2,4230 X2 – 0,0084X12

– 0,00173 X22

.

Hasil verifikasi kondisi optimum diperoleh

rendemen sebesar 19,83%.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, AD. 1999. Microwave-Assisted

Extraction for The Isolation of

Trace Systemic Fungicides From

Woody Plant Material. [Doctor

dissertation]. Virginia Polytechnic

Institute and state University.

Box GEP, Wilson KB. 1951. “On the

Experimental Attainment of

Optimum Conditions.” J Royal Stat

Soc B, 13:1–45.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI

01-7084-2005. Jakarta

DepKes RI. 1994. Lampiran Keputusan

Menteri Kesehatan RI No.

661/IMENKES/SK/VII/ 1994

tentang Persyaratan Obat

Tradisional. Jakarta

Geissman, T. A.1962. The Chemistry of

Flavonoid Compounds. Pergamon

Press, Inc : New York. 541 hlm.

Page 46: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

72

Hasan AEZ, H Nashrianto, RN Juhaeni.

2013. Optimization of Extraction of

Flavonoids from the Mangosteen

(Garcinia mangostana L.). EJFA.

Akan Terbit.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia:

Penentuan Cara Modern

Menganalisis Tumbuhan

(Padmawinata K, penerjemah).

ITB: Bandung:84-94.

Harvey D. 2000. Modern Analytical

Chemistry. New York: McGraw

Hill.

Hemwimon S. P Pavasant, Shotipruk A.

2007. Microwave yang dibantu

ekstraksi anthraquinones

antisoksidan dari akar Miranda

citrifolia. Pemisahan Technol

Pemurnian, 54:44-50.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia. Jilid 3. Departemen

Kehutanan: Jakarta.

Jang MJ, SR Sheu, CC Wang, YL Yeh,

KH Sung. 2009. Optimization

analysis of the experimental

parameters on the extraction

process of propolis. Proceedings of

the International Multi Conference

of Engineers and Computer

Scientists. II, IMECS. Hongkong.

1295-1299.

Lee, H. J. 2002. Designing of an

electrolysis desalination plant.

Desalination.142:267-286.

Montgomery, D. C. 1997. Response

Surface Methods and Other

Approaches to Process

Optimization. In: Design and

analysis of experiments. 4th

ed.

John Wiley & Sons, New York,

USA:427–510.

Saputera. 2008. Karakterisasi Biji

Kamandrah (Croton tiglium L.) dan

Pengembangan Teknologi Proses

Ekstrak Terstandar sebagai Bahan

Laksatif. [disertasi]. Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Suksamrarn, S., N.Suwannapoch, P.

Ratananukul, N. Aroonlerk, and A.

Suksamrarn. 2003.

Antimycrobacterial activity of

prenylated xanthones from the

fruits of Garcinia mangostana.

Chem Pharm Bull. 51(7):857-859.

Thostenson E.T dan T.W. Chou. 1999.

Microwave pengolahaan:

fundamental dan aplikasi . J

Komposit: Bagian A. 30:1055-1071.

Trusheva B, D Trunkova, V Bankova.

2006. Preliminary communication,

Different extraction methods of

biologically active components from

propolis: a preliminary study. Chem

Center, 1(13): 1-4.

Xu Y, Zhang R, Fu H. 2005. Studies on

the optimal process to extract

flavonoids from red-raspberry fruits.

J Nat Sci 3:43-46.

Page 47: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

73

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada mitra bestari:

Dr. A.A. Harmita, Apt. (Universitas Indonesia)

Dr. Berna Ellya, MSc.. Apt. (Universitas Indonesia)

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. (Institut Pertanian Bogor)

Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu

kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 2 nomor 2 Desember 2012.

Bogor, Desember 2012

Dewan Redaksi

Page 48: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

74

PANDUAN PENULISAN JURNAL

Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,

laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah

diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika

sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang

jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah

berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4

cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto

atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font

12.

1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis

(tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan

alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author).

2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata

maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup

pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan

2-5 kata kunci.

3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan

tujuan penelitian.

4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.

5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam

bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format

tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor

sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus

diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel

penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain

yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan

dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai

keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.

Page 49: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

75

6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan

untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.

7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.

8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak

80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir.

Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:

a. Buku

[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.

Contoh:

O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.

Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.

b. Artikel Jurnal

[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang

Halaman.

Contoh:

Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.

The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.

c. Prosiding Seminar/Konferensi

[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota,

Negara. Halaman.

Contoh:

Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture

management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-

schaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.

d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo-

Normal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia

[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,

Tesis, atau Disertasi. Universitas.

Contoh:

Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa

Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.

Page 50: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

76

e. Sumber Rujukan dari Website

[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal

Diakses.

Contoh:

Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave

new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.

Diakses tanggal 18 Juni 2011.

Page 51: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

77

FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN

JURNAL FITOFARMAKA

Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .................................................................................................................

Institusi : .................................................................................................................

Alamat : .................................................................................................................

.................................................................................................................

Telepon/Fax : .................................................................................................................

Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,

dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..

Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected].

………………., ………………………….

Pelanggan

…………………………………………....

(Tanda tangan dan nama terang)

CATATAN:

1. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%.

2. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.

Page 52: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka 2.2.pdf(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia

Fitofarmaka, Vol. 2, No.2, Desember 2012 ISSN : 2087-9164

78

Bogor, Juni 2015