28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah modernisasi pendidikan di Mesir sangat lekat dengan gerakan pembaharuan Islam. Hal ini karenakan, sebagaimana ungkap Esposito, hampir seluruh pelaku-pelakunya adalah tokoh-tokoh pembaharu agama. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Hasan al- Banna, Rasyid Ridha, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Ali Pasha, dan yang lainnya 1 . Secara historis, kesadaran pembaharuan dan modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napolen Bonaparte menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napolen ke Mesir tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh orang diantaranaya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani, peralatan eksperimen (seperti: teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya), serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan polititik, serta ilmu sastera dan kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuwan (ulama‟) Islam. Ini adalah moment kali pertama ilmuwan Islam kontak langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan karena Islam diungkapkan dalam berbagai bahasa dunia 2 . Menurut Joseph S. Szy Liowics, untuk memenuhi kebutuhan ekspedisinya, Napoleon berusaha keras mengenalkan teknologi dan pemikiran modern kepada Mesir serta menggali Sumber Daya Manusia (SDM) Mesir dengan cara mengalihkan budaya tinggi Perancis kepada masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang tidak lama, 1 John L. Esposito, Identitas Islam: Pada Perubahan Sosial Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 87. 2 Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 65.

Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

melihat dari segi sosial dan politik bagaimana perkembangan pendidikan Islam di Mesir abad 20

Citation preview

Page 1: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah modernisasi pendidikan di Mesir sangat lekat dengan gerakan pembaharuan

Islam. Hal ini karenakan, sebagaimana ungkap Esposito, hampir seluruh pelaku-pelakunya

adalah tokoh-tokoh pembaharu agama. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Hasan al-

Banna, Rasyid Ridha, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Ali Pasha,

dan yang lainnya1.

Secara historis, kesadaran pembaharuan dan modernisasi pendidikan di Mesir

berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798

M. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napolen Bonaparte

menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada

waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napolen ke Mesir

tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh

orang diantaranaya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab,

Yunani, peralatan eksperimen (seperti: teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya),

serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan lembaga riset bernama Institut

d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan

polititik, serta ilmu sastera dan kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi

Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuwan

(ulama‟) Islam. Ini adalah moment kali pertama ilmuwan Islam kontak langsung dengan

peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang

dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan karena Islam diungkapkan dalam berbagai

bahasa dunia2.

Menurut Joseph S. Szy Liowics, untuk memenuhi kebutuhan ekspedisinya,

Napoleon berusaha keras mengenalkan teknologi dan pemikiran modern kepada Mesir

serta menggali Sumber Daya Manusia (SDM) Mesir dengan cara mengalihkan budaya

tinggi Perancis kepada masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang tidak lama,

1John L. Esposito, Identitas Islam: Pada Perubahan Sosial Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 87.

2Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 65.

Page 2: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

2

banyak diantara cendekiawan Mesir belajar tentang perpajakan, pertanian, kesehatan,

administrasi, dan arkeologi3.

Tepatnya setelah muncul Pasha baru yang berhasil mengalahkan kekuasaan kaum

Mamluk dan mengusir kaum Napoleon dari Mesir, pembaharuan sudah mulai tampak.

Kiranya pengaruh dari Napoleon dalam kehidupan Mesir sangat meresap walau hanya

sekejap. Jadi pembaharuan yang berjalan di Mesir saat itu adalah pembaharuan ala Barat

yang ternyata dikembangkan oleh para pemimpin Mesir.

Dikatakan oleh Lothrop Stoddard bahwa Muhammad Ali dalam memerintah negeri

Mesir mengambil contoh dan menempuhnya dengan cara pemikiran Barat dan ia lalu

sangat berkembang pesat. Kemudian penggantinya Muhammad Ali mengikuti jejaknya

bahkana keadaan Mesir bertambah mengkhawatirkan karena dengan kedatangan Inggris,

justru menjadikan campur tangan asing pada pemerintahan bertambah kuat, sehingga

mereka berhasil mendekati khadiv-khadiv untuk mengeruk kekayaan Mesir. Para

pemimpin pemerintahan tidak sadar bahwa kemerdekaannya digadaikan pada

pemerintahan asing, sedang pemerintah Mesir dirusak guna mendapatkan keuntungan bagi

mereka4.

Dalam makalah ini kita akan melihat keadaan sosial Mesir diambang kedatangan

Napoleon dan perubahan sosial yang terjadi setelah kedatangannya yang dimulai dengan

pemerintahan Muhammad Ali. Perubahan sosial yang terjadi memberikan dampak pada

perubahan dalam bidang pendidikan, tak terkecuali pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan Mesir diambang kedatangan Perancis ?

2. Mengapa Perancis menginvasi Mesir ?

3. Bagaimana pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali di Mesir?

4. Bagaimana pembaharuan pendidikan Islam yang dilakukan Muhammad Abduh?

3Joseph S. Szy Liowics, Education and Modernization in Middle East, Terj. Murwinanti W., (Surabaya: al-

Ikhlas, 2001), hlm. 127. 4Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, Terj. (Jakarta: Panitia Penerbit Negara, 1966), hlm. 152.

Page 3: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Keadaan Mesir di Ambang Kedatangan Perancis

Mesir atau kini Republik Arab Mesir merupakan sebuah negara yang terkenal

dengan sejarah pemerintahan yang beragam dan panjang sejak zaman Firaun diikuti zaman

Byzantium dan setelah itu kedatangan Islam ke Mesir, yang kemudian muncul beberapa

pemerintahan yang dimulai oleh Khulafa‟ al-Rasyidin, Bani Umayyah, Bani „Abbas,

Tulun, Ikhshid, Fatimi, Ayyubi, Mamluki dan „Utsmaniyah. Sampai Mesir diinvasi oleh

bangsa Eropa, yaitu Perancis dan Inggris. Penguasaan Mesir oleh banyak kerajaan telah

menjadikannya sebagai sebuah negara yang sarat dengan sejarah yang menarik untuk

dikaji dan dianalisis. Selain itu, kekayaan sumber ekonomi dan lokasinya yang istimewa,

iaitu di tengah jalan perdagangan antara Barat dan Timur telah berhasil menarik para

penguasa besar untuk menguasainya sejak dahulu.5

Meskipun sebagai bagian dari wilayah imperium Utsmani, Mesir mempertahankan

identitas politik dan kulturalnya sendiri. Di bawah pemerintah Utsmani, Mesir benar-benar

diperintah oleh beberapa faksi militer Mamluk setempat. Sebagaimana kebanyakan

wilayah Utsmani lainnya, Mesir memiliki badan-badan ulama dan thariqat sufi yang

berpengaruh besar. Pada rentangan abad delapan belas, disebabkan lemahnya kontrol

Utsmani, persaingan antara beberapa faksi Mamluk mengakibatkan terbengkalainya

irigasi, kemerosotan pajak, dan meningkatnya otonomi pastoralisme dan kesukuan.

Melemahnya pengaruh Utsmani menyebabkan perubahan besar dalam seluruh sistem

kemasyarakatan Mesir. Pertama, kondisi tersebut membuka kesempatan bagi serangan

Napoleon tahun 1798, membuka kesempatan bagi intervensi pihak Inggris, dan berakhir

dengan penunjukkan Muhammad Ali sebagai gubernur Mesir pada tahun 1805.6

1. Keadaan sosial-Politik

Mulai merosotnya kekuatan kesultanan Utsmaniyyah di abad ke-18 akibat perang

yang banyak terjadi di wilayah Eropa yaitu dengan Rusia dan Austria. Membuat Mesir

mendapat perhatian yang kecil. Meskipun sudah lama menjadi wilayah dari imperium

Ustmani, tetapi pihak kesultanan Istanbul tidak banyak mempunyai kepentingan di

wilayah ini. Selain hanya upeti atau pajak yang ditarik sesuai aturan, sultan

5Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A Reassesment, Akademika,

23 Mei 2010, hlm. 89. 6Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Vol. III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 102.

Page 4: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

4

Utsmaniyyah lebih sibuk melakukan ekspansi dan memperthanan wilayah di wilayah-

wilayah eropa yang telah dikuasainya.

Ketimbang menunjukkan seorang Pasya Utsmani untuk bertindak sebagai wakil

penguasa atas wilayah Mesir, dan meninggalkan satu pasukan keamanan yang terdiri

atas 5.000 personil Janissari, Sultan Salim membuat perubahan radikal dalam sistem

administrasi Mesir. Ia memilih Khair Bey adalah seorang Gubernur Turki di Aleppo

yang menghianati atasannya, penguasa Mamluk. Setiap Bey Mamluk mengambil

beberapa orang budak untuk menjadi prajuritnya. Mereka selalu berada disekitarnya,

siap melakukan setiap perintahnya, dan mempertahankan kekuasaannya. Sebagaimana

pada rezim sebelumnya, rezim Mamluk juga mengumpulkan pajak dan merekrut bala

tentara. Hanya saja, mereka mengakui kekuasaan Kerajaan Ustmani dengan selalu

mengirimkan upeti setiap tahunnya.7

Hal ini terjadi tidak lama sebelum Pasya Utsmani yang dikirim dari Konstatinopel

gagal memimpin Mesir dan membereskan persoalan-persoalan lokal. Kebodohannya

dalam memimpin dan membaca situasi setempat menjadi pokok munculnya berbagai

permasalahan di sana. Masa jabatannya yang terbaik berlangsung hanya beberapa

kejap. Selama 28 tahun kekuasaan Turki di Mesir, tidak kurang dari seratus Pasya

berkuasa silih berganti. Perubahan personel yang terlampau sering membuat kekuasaan

atas tentara semakin lemah, sehingga mereka cenderung menjadi pasukan yang tidak

patuh dan tidak disiplin. Sejak paruh pertama abad ke 17, pemberontak menjadi

fenomena yang biasa terjadi. Konflik antara para Pasya dan Bey menjadi bagian tak

terpisahkan dari sejarah perkembangan politik negeri ini. Para Pasya mendapatkan

kesempatannya ketika persaingan dan kecemburuan yang menyebar di antara para Bey

untuk mendapatkan puncak kekuasaan mencapai taraf yang gawat. Ketika pusat

kekuasaan di Konstantinopel mengalami kemunduran, provinsi-provinsi di seluruh

Mesir juga mengalami perubahan8.

Para pasha yang dikirim kebanyakan tidak bisa mengendalikan keadaan di Mesir,

para Bey terus-terus melancarkan pemberontakan. Bey-bey Mamluk adalah kumpulan

yang paling berpengaruh di Mesir menjelang abad ke-18 M dan mempunyai wilayah

kekuasaan masing-masing. Para bey tersebut saling bermusuhan satu sama lain dan

mementingkan diri sendiri yang akhirnya menyebabkan rakyat menderita karena

7Phillip K. Hitti, History of The Arabs,Terj. Cecep Lukman dan Dedi Slamet, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,

2006), hlm. 920. 8Phillip K. Hitti, hlm. 921.

Page 5: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

5

penindasan dan kesewenangan yang mereka lakukan. Pada rentang tahun 1760 sampai

1798 sejarah mencatat ada empat orang Bey yang berkuasa di Mesir, yaitu „Ali Bey al-

Kabir, Muhammad Abu Dhahab, dan Murad Bey serta Ibrahim Bey. Pada masa

pemerintahan para bey tersebut Mesir mempunyai hubungan yang renggang dengan

pihak kesultanan Ustmaniyyah, mereka enggan membayar upeti dan mengusir

perwakilan yang dikirim oleh pihak Utsmaniyah.

Menurut Shaw sebagaimana yang dikutip oleh Wan Kamal, hingga ketika sultan

Abdul al-Hamid mengirim pasukan yang dipimpin oleh Hasan Pasha untuk menangani

masalah tersebut pada tahun 1785. Kedatangan tersebut disambut dengan baik oleh

rakyat Mesir dan akibatnya Murad bey dan Ibrahim Bey harus melarikan diri ke Mesir

selatan, namun Hasan Pasha tidak lama berada di Mesir, ia dan pasukannya ditarik

kembali untuk berperang dengan Rusia. Dengan kepergian pasukan ini Murad bey dan

Ibrahim Bey kembali mengontrol Mesir dengan penuh sampai dengan kedatangan

Napoleon Bonaparte pada tahun 17989.

2. Keadaan Sosial-Ekonomi

Pada abad ke-17, Mesir mengalami ketidakstabilan politik yang seterusnya

mengundang kemerosotan ekonomi. Di bawah kontrol kekuasaan yang tidak stabil,

bangsa pribumi semakin tenggelam ke dasar jurang kemiskinan dan kesengsaraan. Para

Pasya dan Mamluk secara sewenang-wenang mengeksploitasi para pengolah tanah

tanpa rasa belas kasihan, sehingga merekatak lagi memiliki harapan, suatu

kesengsaraan yang tak ada bandingannya, kecuali mungkin pada masa-masa

sebelumnya. Korupsi dan suap telah menjadi budaya yang berakar kuat dalam

kehidupan penguasa. Keadaan itu semakin parah dengan merebaknya kegelisahan,

kelaparan dan wabah penyakit yang membayangi kemiskinan10

.

Mesir sejak dahulu dikenal dengan wilayah suburnya terutama daerah didekat

sungai nil. Pertanian kapas, kopi, tebu, dsb. menjadi komoditi andalan. Namun dengan

ketidakstabilan politik yang terjadi, sektor-sektor ekonomi banyak terimbas negatif dan

yang paling merasakan adalah para petani maupun pedagang kecil.

Keadaan menjadi lebih rumit ketika musim paceklik besar melanda karena

bencana banjir besar yang melanda lembah Nil pada 1784 dan wabah penyakit taun

yang melanda pada 1785 dan 1791 yang telah banyak menewaskan korban jiwa. Hal ini

ditambah lagi dengan perilaku para penguasa Mamluk yang menentukan cukai terlalu

9Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A Reassesment, hlm. 94.

10Phillip K. Hitti, hlm. 921.

Page 6: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

6

tinggi. Akibatnya barang yang diekspor keluar menjadi tidak kompetitif untuk bersaing

dipasar antarbangsa, apalagi posisi perdagangan Mesir yang tergantung banyak pada

perdagangan Eropa. Perdagangan Mesir dengan Sudan adalah satu-satunya

perdagangan antarbangsa yang masih dapat bertahan11

.

3. Keadaan Sosial Budaya

Abad ke-18, Mesir kalah bersaingan dalam kemajuan peradaban dengan Istanbul

sebagai pusat peradaban Islam. Misalnya dalam aspek-aspek sains, teknologi, peng-

obatan, dan pemikiran yang mengalami kemerosotan. Pada abad tersebut, Mesir meng-

alami kekurangan para pakar pengobatan, di Kairo ketika itu hanya terdapat tiga orang

ahli farmasi yang dua diantaranya merupakan berkebangsaan Italia dan Yunani. Walau

bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat juga para ulama yang ahli dalam

berbagai bidang. Seperti Syekh Hasan al-Jabarti (ahli matematik dan astronomi),

Sayyid Muhammad Murtada al-Zabidi (ahli bahasa dan teknologi) dan masih banyak

ulama yang lainnya12

.

Dalam sistem pemerintahan, ulama merupakan golongan yang memainkan peran

besar karena ilmu dan pengaruh mereka digunakan oleh pemerintah untuk menguatkan

posisi mereka. Kepemimpinan mereka seringkali mempengaruhi pemerintah walaupun

tugas hakiki mereka adalah sebagai pembina umat, mempertahankan kesucian sya‟riah

dan ajaran Islam serta menafsrikan al-Qur‟an. Walaupun mempunyai posisi yang

strategis tetapi ulama tidak berlomba-lomba untuk menjilat penguasa, mereka hanya

bertindak sebagai perantara di antara rakyat Mesir dan penguasa. Dalam kehidupan

sosialnya masyarakat Mesir lebih dilihat lebih dekat dengan ulama daripada pemerin-

tahan ketika itu.

Dengan bersandar pada ulama, penguasa Utsmaniyah memperkuat syariat dan

meningkatkan studi bahasa Arab. Di Kairo abad 18 M, ulama tumbuh subur, yang

berjumlah sekitar 4000 dari sekitar 50.000 populasi laki-laki dewasa. Dari basis mereka

di Al-Azhar, pusat pengorganisasian jaringan nasional pendidikan keagamaan, ulama

Mesir memelihara budaya Islam yang menciptakan mata rantai sosial dan moral yang

kuat antara Kairo dan provinsi-provinsi. Ulama juga terhitung menonjol dalam semua

krisis politik yang dialami oleh Mesir. Melalui kontrol mereka atas sumbangan keaga-

maan, perkara hukum, dan warisan, mereka menguasai sumber daya ekonomi yang

11

L. A. Aronian & R.P Mitchell, Timur Tengah dan Asia Utara Modern, Terj. M. Redzuan Othman, (Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991), hlm. 69. 12

Ahmad Amin, Islam Sepanjang Zaman, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1980), hlm. 131-132.

Page 7: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

7

setidaknya sama dengan pekerja tangan ahli atau pedagang. Pemimpin keagamaan

bertindak sebagai pelindung, yang mengintervensi antara penduduk awam Mesir dan

penguasa Utsmaniyah13

. Pola seperti ini juga berlanjut ketika kekuasaan Mesir

berpindah ke tangan para bey Mamluk.

B. Penaklukan Mesir oleh Perancis

Perancis adalah negara Eropa terawal yang menduduki Mesir selepas terjadi

kemerosotan politik dalam pemerintahan „Utsmaniyah di Mesir pada penghujung abad ke-

18. Penaklukan Perancis hanya berlangsung dalam tempo lebih kurang tiga tahun saja,

yaitu dari 1798 hingga 1801 dan Napoleon Bonaparte, salah seorang Jendral Perancis

merupakan individu yang bertanggungjawab mengetuai ekspedisi penaklukan tersebut.

Meskipun penaklukan berlangsung dalam masa yang singkat, tetapi mayoritas sarjana

Barat meyakini bahwa peristiwa itu telah memberi begitu banyak kesan positif kepada

Mesir sehingga dikatakan invasi Perancis ke Mesir merupakan permulaan „zaman modern‟

di negara itu.

Sebagai negara yang mempunyai letak geografis yang strategis karena posisinya

sebagai pintu gerbang menuju daratan Afrika dan mempunyai terusan suez yang

menghubungkan laut mediterania dengan laut merah. Terusan ini mengizinkan transportasi

air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika, jalur ini tentu saja menjadi rebutan para

negara kolonialis yang menggandalkan jalur laur sebagai jalur perdagangannya. Selain itu

Mesir juga diberkahi tanah yang subur terutama di sepanjang sungai Nil. Dengan kondisi

negara demikian banyak negara yang ingin menginvasi Mesir guna mengukuhkan

pengaruhnya baik dalam aspek ekonomi, politik dan lainnya.

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan bagi Perancis yang saat itu dipimpin oleh

seorang Jenderal perang legendaris yaitu Napoleon Bonaparte untuk menaklukan Mesir.

Di antaranya sebagai berikut:

1. Faktor Politik

Persaingan dan permusuhan antara Perancis dan Inggris merupakan faktor utama

yang membawa Perancis menginvasi Mesir. Persaingan dan permusuhan itu semakin

menjadi serius tatkala Perancis mengalami kekalahan dalam perang tujuh tahun atau

perang Perancis-India pada 1756-1763 yang menyebabkan Perancis kehilangan Kanada

dan India dan menyerahkannya kepada Inggris. Oleh itu penaklukan Mesir yang

13

John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, jilid. IV (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 103.

Page 8: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

8

lokasinya berhampiran dengan India diharapkan akan memberi ancaman kepada

kedudukan politik dan ekonomi Inggris di India. Bersamaan dengan hal itu, Perancis

juga menaruh harapan agar dapat merampas kembali India dari tangan Inggris. Selain

itu, mereka turut berhasrat untuk terus menakluki dunia timur bagi memantapkan lagi

kedudukan Perancis di Levant dan sekaligus menandingi Rusia dan Austria14

.

Di samping itu, penaklukan Mesir juga didorong oleh cita-cita tinggi

Napoleon Bonaparte untuk meluaskan Imperial Perancis ke Timur seperti yang pernah

dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain. Napoleon yang sebelumnya telah memenangi

beberapa perang yang melibatkan Perancis telah menentang musuh-musuh di sekitar

negaranya dan memimpikan mendirikan Imperial Timur sekaligus berharap dapat

menyekat hubungan antara India dan Inggris. Selain itu, penguasaan Mesir juga dapat

meneruskan keinginann Napoleon untuk meluaskan kekuasaan di Palestina, Iran,

Afghanistan dan Pakistan15

.

Perancis juga sebenarnya telah lama memerhatikan kejayaan dan kemerosotan

Imperial Utsmaniyah sejak tiga kurun yang lalu, yaitu sekitar abad 16 hingga abad ke-

18. Kemerosotan Imperial Utsmaniyah bisa dijadikan momentum yang tepat dan

peluang yang cerah kepada Perancis untuk menguasai wilayah-wilayah Utsmaniyah

yang lain. Dengan fakta lain, usaha Rusia untuk terus menguasai wilayah-wilayah

Utsmaniyah di eropa telah mendorong Perancis untuk menguatkan armada lautnya di

sekitar Mediterania dan meluaskan kekuasaannya di Levant. Mesir dinilai sebagai

wilayah yang lebih berharga dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain dan ditambah

dengan kemampuannya memberi keuntungan dan manfaat yang tinggi dari segi politik

dan ekonomi16

.

2. Faktor Ekonomi

Permusuhan antara Perancis dan Inggris bertambah sengit setelah berlakunya

Revolusi Perancis pada 1789 dan munculnya Napoleon Bonaparte yang bercita-cita

besar. Penguasaan Tanjung Harapan oleh Inggris telah menyebabkan Perancis semakin

tertekan karena perdagangan Inggris di Timur dan India bertambah lancar dan ini akan

menghancurkan perdagangan Perancis di Timur. Inggris juga telah menjalin hubungan

14

Goldschmidt dalam Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A

Reassesment, hlm. 94 15

Lihat Goldschimdt, Modern Egypt The Formation of Nation State, (Cairo: The American University Press,

1990), hlm. 123. 16

Dkystra dalam Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A

Reassesment, hlm. 97

Page 9: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

9

dengan penguasa Mamluk yang memerintah Mesir pada 1798 untuk mengamankan

perdagangannya di Laut Merah.17

Kedudukan Mesir yang strategis, yaitu di antara Laut Mediterania di sebelah

Utara dan Laut Merah di barat telah menjadikannya negara yang paling dekat untuk

menghubungkan Eropa dengan negara-negara Timur. Penguasaan kedua dua luat

tersebut sangat penting untuk menguasai perdagangan antara Timur dan Barat. Oleh itu,

apabila Perancis dapat menguasai Mesir, maka mereka akan dapat menguasai seluruh

perdagangan yang menggunakan kedua jalur laut tersebut. Dengan penguasaan Lautan

Mediterania, Perancis dapat mengatasi kekuatan armada Inggris dan mengganggu

perdagangannya di Levant, Persia dan India. Kedudukan India yang tidak jauh dari

Mesir juga menyebabkan Perancis dapat menghancurkan perdagangan Inggris di India

karena Mesir akan dijadikan pangkalan untuk memutuska hubungan komunikasi antara

Inggris dengan pusat-pusat perdagangannya di India dan Timur.

3. Faktor Sosial

Rancangan penaklukan Mesir telah muncul dalam sejarah Perancis sejak

pertengahan abad ke-13, yaitu dalam Sejarah Perang Salib ke-7 ketika Perancis

diperintah oleh Raja Louis IX. Percobaan untuk menguasai Mesir gagal karena mereka

dikalahkan oleh pemerintahan Mamluk. Kekalahan pada perang salib tersebut masih

dirasakan oleh Perancis dan ini juga merupakan salah satu faktor mengapa mereka

ingin menguasai Mesir. Selain itu persaingan Perancis dan Inggris, untuk merebut

wilayah-wilayah Utsmaniyah yang berada di Afrika utara dan Levant telah

memperbesar hasrat Perancis untuk menguasai Mesir dan menyelesaikan dendam

Perancis terhadap kekalahan yang di alami dalam perang salib yang lalu18

.

Selain dikaitkan dengan persaingan terhadap Inggris, motif penaklukan Mesir

lainnya ialah untuk merebut kembali tanah suci yaitu Baitul Maqdis dari kekuasaan

Islam. Dengan menguasai Mesir dinilai dapat memudahkan jalan untuk menaklukan

Palestina demi merebut kembali Baitul Maqdis.

4. Penentangan dan Pemberontakan Rakyat Terhadap Perancis

Kesan negatif yang paling jelas terhadap masuknya Perancis di Mesir ialah

kebangkitan rakyat dalam satu pemberontakan yang dikenal sebagai “Pemberontakan

Kairo” yang meletus pada 21 Oktober 1798 M. Peristiwa tersebut berlaku disebabkan

17

Silvera dalam Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A

Reassesment, hlm. 89. 18

Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A Reassesment, hlm. 90.

Page 10: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

10

beberapa faktor, antaranya ialah ketidakpuasan rakyat terhadap kadar cukai yang

dikenakan dan beberapa peraturan yang membebankan. Ditambah lagi dengan seruan

“Perang Jihad” melawan Perancis oleh Sultan Salim III yang disampaikan melalui

Ahmad Pasha al-Jazzar, Gubernur Syria pada waktu itu. Para pemberontak telah

menjadikan al-Azhar sebagai markas gerakan dan diketahui oleh Syeikh Muhammad

al-Sadat, yaitu salah seorang ulama yang berpengaruh ketika itu. Napoleon telah

mengarahkan pengeboman ke wilayah Al-Azhar setelah perintahnya agar menyerah

tidak dihiraukan oleh pemberontak. Akibatnya banyak bangunan yang musnah dan

keadaan menjadi huru-hara sehingga menyebabkan sebagian penduduk Kairo

terbunuh19

.

Tiga faktor diataslah yang menjadikan Perancis menaklukan Mesir, meskipun tidak

lama berkuasa di Mesir yaitu hanya tiga tahun. Namun, menurut para sejarawan hal itu

telah membuka mata para penduduk Mesir, terutama para pemimpin dan para ulama

bahwa peradaban mereka telah jauh tertinggal dengan peradaban Barat yang dulu di

belakang mereka. Pada aspek ilmu pengetahuan, teknologi mereka sangat jauh tertinggal,

hal ini yang menjadikan pemimpin Mesir selanjutnya yaitu Muhammad Ali untuk

memodernisasi segala aspek kehidupan di Mesir. Hal ini lah yang banyak dinilai oleh para

ahli sejarah sebagai Revolusi Mesir, revolusi dalam arti yang sesungguhnya. Usaha

Muhammad Ali tersebut akan banyak dijelaskan oleh penulis di sub bab berikutnya yang

menjelaskan perubahan yang dilakukan Muhammad Ali di Mesir setelah perginya

Perancis.

C. Perebutan Kekuasaan di Mesir Setelah Kekalahan Perancis

Mundurnya Perancis pada 1801 menjadikan Mesir dalam keadaan vakum tanpa

ada seorang pemimpin yang benar-benar berkuasa. Institusi yang dinamakan “Dewan”

dengan sendirinya bubar sejurus mundurnya Perancis dari Mesir dan ini menyebabkan

negara ini tidak memiliki pemerintah yang sah. Pemimpin tradisi di Mesir yang terdiri

dari kalangan Ulama dan ketua gerakan sufi, namun mereka tidak bisa melibatkan diri

dalam pemerintahan negara dan politik. Kekuatan pasukan Turki Utsmaniyah telah

berbagi karena konflik antara tentara Turki dan Albania. Pihak Utsmaniyah tidak mau

melihat kaum Mamluk menguasai Mesir lagi dan mereka akan mengirim Gubernur

19

„Abd al-Rahman Al-Jabarti, Tarikh al-Muddat al-Faransis bi Misr, (Netherlands: EJ. Brill, 1975), hlm. 75.

Page 11: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

11

sebagai pemimpin Mesir seperti sebelumnya, maka dilantiklah Khusraw Pasha menjadi

gubernur.

Tempo 1802 hingga 1803 merupakan jangka waktu yang buruk dalam perkembangan

politik Mesir. Pemerintahan Khusraw Pasha, amat lemah dan tidak disenangi rakyat dan

akhirnya beliau digulingkan lalu diganti dengan Tahir Pasha. Pemerintahan Tahir juga

tidak lama karena selepas tiga minggu pelantikannya beliau terbunuh. Jabatan gubernur

kemudian diisi oleh Khursid Pasha dan beliau juga lemah secara politik dan tidak

disenangi oleh rakyat. Rasa tidak puas para ulama, pedagang, tentara dan rakyat yang

dipimpin ulama sehingga membawa kepada penggulingan Khursid Pasha. Selanjutnya

pada bulan Mei 1805, pihak Utsmaniyah di Istanbul mengeluarkan keputusan untuk

pelantikan Muhammad Ali sebagai Gubernur Mesir yang baru. Beliau sebelumnya

merupakan tentara Albania yang terlibat dalam gerakan tentara Utsmaniyah yang

mengusir Perancis.

Kepimpinan Muhammad Ali mendapat dukungan dari para golongan ulama,

pedagang dan rakyat. Malahan kedudukannya sebagai orang yang paling berkuasa di

Mesir bertambah kuat karena kematian pemimpin Mamluk yaitu Usman Bey al-Bardisi.

Muhammad Ali telah muncul sebagai pemimpin tunggal yang paling berkuasa dan

pelantikannya menandakan permulaan reformasi Mesir sebagai negara Modern.20

D. Muhammad Ali Pasha dan Pembaharuan Di Mesir

Biografi Muhammad Ali Pasa sangat luas diketahui oleh masyarakat karena

banyak ditulis diberbagai buku biografi baik secara lokal maupun internasional. Beliau

lahir di Kawallah, Yunani, pada tahun 1765, seorang keturunan Turki dan meninggal di

Mesir pada tahun 184921

. Tidak seperti anak-anak lain, masa kecilnya dihabiskan untuk

membantu orang tuannya, dan tidak sempat mengenyam pendidikan. Pada usia dewasa ia

berkerja sebagai pemungut pajak, dan karena keberhasilannya, ia kemudian diangkat

sebagai menantu oleh salah seorang gubernur Utsmani. Selanjutnya ia masuk dinas

militer dan kariernya terus naik. Ketika pengiriman pasukan ke Mesir, ia diangkat sebagai

wakil perwira yang mengepalai pasukan. Dalam pertempuran yang terjadi dengan tentara

Perancis, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa dan segera diangkat menjadi

kolonel. Ketika tentara perancis ke luar dari Mesir pada tahun 1801, Muhammad Ali turut

20

Wan Kamal Mujani, “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A Reassesment, hlm. 93. 21

M. Sholehan Manan dan Hasanudin Ami, Pengantar perkembangan Pemikiran Muslim, Sinar Wijaya,

Surabaya, 1988, hal. 97.

Page 12: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

12

memerankan peranan penting dalam kekosongan politik akibat hengkangnya tentara

Perancis tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, dari Istambul datang pula Pasa dengan

bala tentara Utsmani untuk menguasai Mesir. Muhammad Ali dapat memenagkannya dan

mengankat dirinya sebagai Pasa baru pada tahun 1805 dengan persetujuan penguasa

Utsmai di Istambul Turki22

.

Muhammad Ali Pasha merupakan seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara

Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi sebuah negara industri dan

modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun

tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk

membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat

besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-

pahlawan lain yang sezaman dengannya.

Selanjutnya akan diuraikan beberapa perubahan yang dilakukan oleh Muhammad

Ali Pasha diberbagai aspek kehidupan di Mesir, dari mulai politik, ekonomi, pendidikan

dan budaya.

1. Sosio Politik

Perubahan dalam aspek politik ialah Muhammad Ali membangun kekuatan

militer yang kuat dan membawa Mesir dalam berbagai peperangan. Hal ini dilakukan

agar Mesir mempunyai bargain politik di mata negara lainnya. Muhammad Ali

memperkuat kekuatannya dengan memajukan negara dari segala kehidupan.

Kepercayaan yang dimilikinya sebagai seorang Sultan Utsman mampu menggerakkan

pemerintahan Mesir untuk memodernisasikan kekuatan dan administrasi militer.

Muhammad Ali Pasha mengundang para ahli militer barat untuk melatih angkatan

bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu

kemiliteran. Pada tahun 1815 M untuk pertama kalinya Mesir mendirikan Sekolah

Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari Eropa. Tidak hanya itu, ia

juga banyak mengimpor persenjataan buatan Eropa seperti buatan Jerman atau Inggris.

Terinspirasi oleh pelatihan militer bangsa Eropa, Muhammad Ali kemudian

melatih bala tentaranya berdasarkan “ Nidzam al-Jadid “ atau bisa disebut dengan

peraturan baru. Ia mengatur tentara-tentara Mesir dan mulai memperkuatkannya dengan

22

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1996), hlm. 34-35.

Page 13: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

13

menjadikan para petani luar daerah untuk mengikuti wajib militer. Upaya itu ternyata

cukup berhasil untuk menjadikan kekuatan militer Mesir semakin berkembang23

.

Rezim militer yang agresif ini didukung oleh reorganisasi pemerintah dan

masyarakat Mesir yang berskala luas. Dalam hal ini Muhammad Ali berusaha

menciptakan sebuah kekuasaan diktator yang memusat yang di bangun di atas pasukan

militer Turki, Kurdi, Circassia, dan beberapa pasukan militer lainnya yang telah

menjadi anggota keluarga pribadinya. Dengan bantuan para penasihat militer dari Itali

dan Perancis, ia membentuk sebuah pasukan baru, yang semula direkrut dari tentara

petani. Ia menyusun sistem perpajakan baru, dengan mempekerjakan petugas penarikan

pajak yang diberi gaji tetap, menggantikan pajak pertanian yang lama. Penulis-penulis

koptik diangkat menduduki jabatan-jabatan administratif menengah. Seluruh kekuatan

politik lainnya dihancurkan, keluarga Mamluk dimusnahkan. Kekuasaan ulama, yang

pada akhir abad 18 turut terlibat dalam urusan keuangan dan politik, juga mengalami

kemerosotan disebabkan kebijakan Muhammad Ali merampas hak pajak pertanian dan

wakaf mereka24

.

Dalam memperkuat Negara, dan khusunya militernya, Muhammad Ali

meluncurkan upaya industrialisasi Mesir yang pertama, yang meminjam model dan

teknisi Barat. Dengan mengeksploitasi kekuatan baru ini, Muhammad Ali

memproyeksikan kekuatan Mesir di luar negeri, yang melibatkan Mesir dalam lima

peperangan 1811 sampai 1828. Di dalam negeri, dia berupaya mendisiplinkan

penduduk melalui bentuk baru pendidikan dan organisasi social yang akan

menyalurkan segenap energy untuk tujuan dinastinya. Dia memperlemah atau

mengeliminasi lembaga penengah basis petani dan birokrasi Negara

tersentralisasikan25

.

2. Sosio Ekonomi

Dalam bidang pertanian, perdagangan dan perindustrian, Muhammad Ali telah

mengambil beberapa langkah efektif yang akhirnya dapat memajukan sektor

perekonomian. Beliau telah menyusun ulang sistem pengurusan pertanian dengan cara

yang lebih sistematik dan efisien serta mewujudkan satu badan khusus untuk mengurus

pajak. Termasuk juga menggantikan sistem “Iltizam” dengan sistem cukai yang baru

23

Yuli Emma Handayani, Muhammad Ali Pasha dan Al-Azhar; Kajian Tentang: Pengaruh Pembaharuan di

Mesir terhadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011, hlm. 75 24

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Vol. III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 101 25

John L, Esposito. Dunia Islam Modern, terj, Eva Y.N., (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 229.

Page 14: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

14

yang dinamakan dengan “Uhda”. Untuk mendongkrak produktivitas, beliau

membangun sistem pengairan yang modern dan membolehkan petani menanam tiga

jenis tanaman dalam setahun di tempat yang sama. Dalam bidang penindustrian, beliau

memperkenalkan tanaman kapas yang lebih berkualitas yang menjadikan industri tekstil

semakin maju. Beliau juga membangun pabrik-pabrik pemproduksi makanan, barang

kulit, peralatan senjata dan sebagainya. Sistem transportasi juga dibangun lebih modern

untuk melancarkan jalur perdagangan dan perhubungan dalam negeri maupun luar

negeri. Selain itu, Muhammad Ali juga menggunakan para kumpulan pakar “Sains

Simonians”, yaitu ahli-ahli dari Perancis yang ditugaskan untuk merancang

pembangunan Terusan Suez bagi jalur perhubungan antara Timur dan Barat. Dengan

pembangunan yang teliti dan sistematik, Muhammad Ali dikatakan sebagai

pemerintahan Mesir pertama yang membawa kemajuan dan kemodernan di Mesir26

.

3. Sosio Pendidikan

Seluruh kekuatan sosial yang ada di tengah masyarakat Mesir dilemahkan dan

beberapa keluarga Mesir-Turki menguasai bidang militer dan pemerintahan. Kaum

ulama dan sufi kehilanngan keistimewaan keuangan. Posisi elit agama juga mengalami

perubahan drastis. Pada abad 18, ulama Mesir sebagaimana ulama Istanbul, merupakan

unsur utama dalam elit pemerintah dan melambangkan interes terhadap rezim, berperan

sebagai penengah antara pihak pemerintah dengan masyarakat umum. Segera sesudah

invasi Perancis terhadap Mesir, dan perebutan kekuasaan antara Muhammad Ali dan

pihak Mamluk lokal, ulama mencapai posisinya yang tertinggi. Sebagai balasan atas

dukungan para Ulama, Muhammad Ali berkenan meminta pandangan mereka dalam

berbagai urusan politik, dan membiarkan mereka mengembangkan kekayaan dengan

menjalankan pajak pertanian dan mengalihkan dana sumbangan untuk keperluan

pribadi mereka. Namun setelah Muhammad Ali memperkokoh kekuasaannya, ia

mengharuskan kepatuhan ulama terhadap rezim, mengasingkan tokoh-tokoh vokal

mereka, menghapus pajak pertanian dan hak wakaf mereka, dan menjadikan

penghasilan mereka bergantung kepada penguasa. Pada rentangan abad 19, ulama

kehilangan pengaruhnya dalam beberapa kebijakan yang bersifat publik. Posisi mereka

digantikan oleh elit baru, dan mereka mengundurkan diri dari berbagai urusan publik

26

L. A. Aronian & R.P Mitchell, Timur Tengah dan Asia Utara Modern, hlm. 84-85.

Page 15: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

15

untuk bertahan dalam wilayah yang lebih sempit, yakni dalam urusan pendidikan dan

peradilan27

.

Kemudian, dalam tatanan sosial Muhammad Ali Pasha mengubah pengaturan

administrasi bagi penduduk desa dan kota dengan sistem yang lebih modern.

Pembangunan prasarana masyarakat umum mulai digalakkan, seperti pembangunan

Rumah Sakit, sekaligus mendatangkan beberapa dokter spesialis untuk menangani

problematika penduduk setempat.

Dan berlanjut dalam bidang pendidikan, untuk memperkuat kedudukannya dan

sekaligus melaksanakan pembaruan pendidikan di Mesir, Muhammad Ali Pasya,

mengadakan pembaruan dengan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru

sistem pendidikan dan pengajaran di Barat28

.

Selama memerintah (1805-1848), ia merasakan ketidakmampuan pendidikan

tradisional dalam menghasilkan tenaga terampil yang dibutuhkan oleh negara. Di sisi

yang lain, situasi don kondisinya tidak memungkinkan untuk mengadakan terhadap

perombakan sistem pendidikan yang berlaku. Akhirnya ia mengambil jalan tengah

dengan membangun sekolah baru yang diilhami oleh ide-ide yang berkembang di

Eropa. Tujuan utama pendirian sekolah ini adalah untuk mengisi kekosongan tenaga

administrasi pemerintah dan tenaga ahli dalam bidang tertentu. Sekolah pertama yang

dibangun adalah sekolah tinggi dan sekolah spesialisasi. Untuk mengisi sekolah ini,

maka dibukalah sekolah menengah dan persiapan (madaris tajhiziyah) dan selanjutnya

sekolah dasar. Pada tahun 1833, untuk pertama kali sekolah dasar di bangun di Kairo,

Alexandria, dan diberbagai tempat lain, sebagai persipan untuk sekolah menengah29

.

Di dalam pemerintahannya, beliau mendirikan kementerian pendidikan dan

lembaga-lembaga pendidikan. Membuka Sekolah Teknik (tahun 1839), Sekolah

Kedokteran (tahun 1827), Sekolah Apoteker (tahun 1829), Sekolah Pertambangan

(tahun 1834), Sekolah Pertanian (tahun 1836), dan Sekolah Penerjemahan (tahun

1836)30

.

Masih dalam konteks melakukan upaya pembaruan dalam bidang pendidikan,

Muhammad Ali Pasya juga mengirim siswa-siswa untuk belajar ke Italia, Perancis,

Inggris, dan Austria antara tahun 1823-1844, ada sebanyak 311 pelajar yang dikirim

27

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, hlm. 110. 28

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2004, hlm. 120 29

Kedutaan Besar RI Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Islam di Mesir Pada sekolah Dasar dan

Perguruan Tinggi , Buku III, KBRI, Kairo, 1984, hlm.6. 30

Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Prenada Media, 2005. hal. 165.

Page 16: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

16

oleh Muhammad ali pasya ke Eropa. Hal ini dilakukan agar mereka yang diutus mampu

menguasai ilmu pengetahun Barat, untuk selanjutnya nanti mampu dikembangkan dan

direalisasikan di Mesir. Oleh karena itu, mahasiswa yang dikirim ke Eropa dalam

pengawasan yang ketat. Mereka tidak boleh belajar tentang ilmu politik yang dapat

membahayakan kekuasaannya. Dalam pandangannya, Mesir dapat menjadi negara maju

manakala mengadopsi dan memasukkan sistem dan kurikulum pendidikan Barat ke

dalam kurikulum pendidikan Mesir. Dengan demkian dia bersama-sama dengan

penguasa Utsmaniyah menjadi tokoh perintis modernisasi pendidikan di Timur-Tengah.

Buah dari kerja keras ini akhirnya banyak sekali buku-buku militer dan lainnya, selain

buku-buku politik, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Melalui buku-buku

terjemahan inilah masyarakat Mesir mulai mengenal bangsa dan keilmuan bangsa

Perancis dan bangsa Barat lainnya, sebagaimana ungkap Bosworth31

.

Senada dengan Bosworth, Bernard Lewis menegaskan bahwa mega proyek

penterjemahan ini terjadi ketika suasana kedua belah pihak, Barat dan Islam, sangat

bertolak belakang. Dunia Islam mengalami masa kemunduran dalam berbagai bidang,

sedangkan dunia Barat mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan

tehnologi. Konon percetakan yang ada dalam dunia Arab Islam yang kali pertama

didirikan oleh Muhammad Ali Pasa pada tahun 1822 adalah warisan Napoleon

Bonaparte. Dari percetakan ini telah dihasilkan 243 buku untuk sekolah-sekolah yang

didirikannya dan untuk fakultas pendidikan32

.

Serta dalam rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah

berkembang di Barat tersebut, Muhammad Ali Pasya menggalakkan penerjemahan

buku-buku yang berbahasa asing ke dalam Bahasa Arab. Sehingga beliau mendirikan

Sekolah Penerjemahan pada tahun 1836. 33

Gerakan pembaharuan yang dibawanya telah memperkenalkan ilmu pengetahuan

dan teknologi Barat kepada umat Islam, dan sampai pada suatu waktu dapat

menyingkap awan hitam yang menyelimuti pola pikir dan sikap keagamaan, yang

sekaligus menjadi awal kelahiran para tokoh Muslim seperti Muhammad Abduh,

Muhammad Rasyid Ridho, Rifa‟ah Badawi, Rafi‟ al-Tahtawi, dan Hasan al Banna.

31

C.E. Bosworth, The Islamic Dynasties, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung :Mizan, 1993), hlm. 93-94. 32

Bernard Lewis, The Arabs in History, Terj. Said Jamhuri, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988) , hlm. 185. 33

Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, hlm. 165.

Page 17: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

17

Mereka merupakan ulamaulama yang berpengetahuan luas, berwawasan modern dan

tidak berpandangan sempit34

.

E. Pembaharuan Pendidikan Islam Di Mesir

Para penguasa Muslim sangat sejak Sultan Mahmud II dari Turki Utsmani sampai

Muhammad Ali Pasya dari Mesir cukup arif untuk menangkap pertanda zaman. Mereka

memandang, tak mungkin menangkis Eropa dengan struktur-struktur sosial, politik,

pendidikan dan keilmuan yang mapan dan ketinggalan zaman di tengah kaum Muslim.

Upaya untuk menatan kemlbali semua struktur ini kemudian dikenal sebagai pembaruan

pemikiran dan kelembagaan Islam.

Sejauh menyangkut pendidikan, pembaruan yang dilancarkan, baik di Turki

maupun di Mesir, semula sebagian besar tidak langsung diarahkan kepada lembaga-

lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Yang disebut dalam literatur sebagai pembaruan

pendidikan pada esensinya adalah pembaruan pemikiran dan perspektif intelektual,

khususnya melalui penerjemahan sejumlah literatur Eropa yang dipandang esensial ke

dalam bahasa Arab, atau melalui pengiriman sejumlah duta dan mahasiswa yang

ditugaskan mengamati pendidikan eropa yang merupakan salah satu “rahasia” keunggulan

mereka.

Ketika terjadi kontak hubunngan anatara Islam dengan Barat, terdapat setidaknya

dua bentuk respon umat Islam.

1) Gerakan yang mencoba melakukan pembaharuan melalui pengadopsian ilmu

pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai Barat ke dalam dunia Islam, sebagai jalan

untuk membangkitkan kembali Islam ke pentas dunia. Gerakan ini lebih tepat disebut

sebagai gerakan modernisasi Islam.

2) Gerakan yang melihat kemunduran Islam lebih disebabkan karena ketidaksetiaan umat

Islam terhadap dasar ajaran Islam yang sesungguhnya. Oleh karena itu mereka

berpendapat bahwa untuk memajukan Islam adalah dengan cara kembali kepada ajaran

murni Islam. Kelompok ini disebiut kelompok tradisional.

Respon pertamalah, yang banyak terjadi di Mesir, mereka yang merespon dengan

hal tersebut berpendapat bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami

Barat itu adalah hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang

pernah mereka capai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat pernah berkembang di

dunia Islam. Atas dasar itu, untuk mengembalikan kekuatan dan kemajuan umat Islam

34

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1996), hlm. 30.

Page 18: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

18

harus menguasai sumbernya yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi dan jalan untuk

memperoleh itu semua adalah melalui proses pendidikan dengan meniru pola pendidikan

yang dikembangkan di dunia Barat, yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah cara Barat

baik sistem maupun isi pendidikannya. Di samping melakukan pengiriman pelajar ke

dunia Barat terutama ke prancis untuk menguasai sains dan teknologi modern. Uasaha

yang dilakukan Muhammad Ali Pasya (1805) di Mesir dan Sultan Mahmud II di Turki,

bahkan beliau juga mendatangkan guru-guru dari Barat (terutama Mesir) untuk mengajar

di sekolah-sekolah militer dan teknik di Mesir. Pada masa yang sama diusahakan pula

penerjemahan buku-buku Barat ke Bahasa Arab35

.

Pembaharuan secara radikal dalam bidang pendidikan yang banyak dikatakan

sebagai modernisasi pada awalnya dilakukan oleh Muhammad Ali. Dalam pandangan

Muhammad Ali Pasa, ketinggian dan kemajuan Eropa terletak pada kekuatan militer dan

ekonominya. Inilah yang mengilhaminya mendirikan sekolah militer, pabrik, rumah sakit,

dan mengambil kebijakan ekonominya didasarkan atas`kemajuan revolusi industri. Tidak

tanggung-tanggung, dialah yang kali pertama memperkenalkan pengolahan kapas di

Mesir. Disamping seni kemiliteran, ia juga mengirimkan sebuah misi khusus ke Inggris

untuk mempelajari mekanika. Gagasan Renaisance militer Muhammad Ali inilah yang

menurut Hasan Ibrahim Hasan dianggap sebagai pembuka jalan bagi pergerakan

revivalisme ilmu pengetahuan dan sastra36

.

Setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu dicatat berkenaan dengan upaya

modernisasi pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasa. Pertama,

diberlakukannya sistem sentralistik sebagai akibat dari pengaruh pendudukan Perancis.

Disamping ia sendiri adalah seorang otokrat yang memusatkan kekuasaannya ditangannya

sendiri. Ia harus mengetahui detail permasalahan pemerintahan, termasuk pendidikan.

Semua berada dalam pengawasannya. Hal ini demi tercapainya kualitas lulusan yang

mampu memenuhi kebutuhan pemerintahannya. Jadi langsung maupun tidak langsung

penguasa mempunyai kepentingan dalam setiap aspek sistem pendidikan. Kedua, karena

tujuan utamanya bersifat pragmatis (memperkuat kebijakan), maka modernisasi

pendidikan yang dilakukan lebih terfokus pada lembaga tingkat tinggi yang khusus

melatih profesionalitas pegawai. Oleh karenanya bersifat elitis, kurang memperhatikan

pendidikan ditingkat bawah. Ketiga, Muhammad Ali Pasa secara sadar membuat

35

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 117. 36

Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History an Culture, From 632-1968, Terj. Jahdan Humam, (Yogyakarta: Kota

Kembang, 1989), hlm. 359.

Page 19: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

19

keputusan untuk mengabaikan sekolah yang sudah ada dan bukan untuk mencoba

menciptakan sistem modern bagi semuanya37

.

Usaha pembaharuan pendidikan Islam selanjutnya dilakukan oleh Muhammad

Abduh tokoh pembaharu abad ke 19. isu paling penting yang menjadi perhatian sepanjang

hayat dan kariernya adalah pembaruan pendidikan. Muhammad Abduh melihat adanya

dua tipe pendidikan yang timpang, yakni tipe pertama adalah sekolah-sekolah agama

dengan al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi. Sedangkan tipe kedua adalah

sekolah-sekolah modern, baik yang dibangun oleh pemerintah Mesir maupun yang

didirikan oleh bangsa Asing. Kedua tipe tersebut tidak ada hubungan antara satu dengan

yang lain, masing-masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan

pendidikannya. Sekolah-sekolah agama berjalan di atas garis tradisional, baik dalam

kurikulum maupun metode pengajaran yang diterapkan. Ilmu-ilmu Barat tidak diberikan di

sekolah-sekolah agama, dengan demikian pendidikan agama waktu itu tidak memen-

tingkan perkembangan intelektual, padahal Islam mengajarkan untuk mengembangkan as-

pek jiwa tersebut sejajar dengan perkembangan aspek jiwa yang lain38

.

Sistem pendidikan yang terjadi pada sekolah-sekolah pemerintah di pihak lain

tampil dengan kurikulum yang memberikan ilmu pengetahuan Barat sepenuhnya, tanpa

memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum tersebut. Selain terjadinya kasus-

kasus yang demikian, dualisme pendidikan yang demikian melahirkan dua kelas sosial

dengan spirit yang berbeda. Tipe sekolah yang pertama memproduksi para ulama serta

tokoh masyarakat yang enggan menerima perubahan dan cenderung untuk

mempertahankan tradisi. Tipe sekolah yang kedua melahirkan kelas elite generasi muda,

hasil pendidikan yang dimulai pada abad ke-19. Dengan ilmu-ilmu Barat yang mereka

peroleh dapat menerima ide-ide yang datang dari Barat. Abduh melihat segi-segi negatif

dari kedua bentuk pemikiran tersebut. Ia memandang bahwa pemikiran yang pertama tidak

dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan juga akan menyebabkan umat Islam

tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan

pemikiran yang kedua justru adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan

moral yang akan tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap39

.

37

Joseph S. Szyliowics, Education end Modernization in Middle East, Terj. Murwinanti W., Al-Ikhlas,

Surabaya, 2001, hal. 136-137. 38

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai

Indonesia ( Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 248. 39

Samsul Nizar, hlm. 249.

Page 20: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

20

Atas dasar pandangan yang semacam itu, ia berpendapat bahwa sekolah-sekolah

pemerintah yang telah didirikan untuk mendidik tenaga-tenaga yang perlu bagi Mesir

dalam lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya

perlu dimasukkan pendidikan agama yang lebih kuat, termasuk di dalamnya sejarah Islam

dan sejarah kebudayaan Islam. Sistem pendidikan madrasah harus disesuaikan dengan

kebutuhan masyarakat saat itu. Dalam hal ini ia memasukkan ilmu filsafat, logika dan ilmu

pengetahuan modern, agar output-nya dapat menjadi ulama modern. Dengan demikian,

jurang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern akan dapat

diperkecil40

.

Lebih pada itu, sesuatu yang selalu Abduh pikirkan adalah bagaimana mencari

alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapi sekolah agama di Mesir, yakni

pendidikan al-Azhar. Abduh berpendapat bahwa pendidikan yang diamatinya cenderung

menghasilkan lulusan dan masyarakat yang jumud, tidak transparansi, statis, tidak ada

perubahan. Oleh karena paham jumud ini, maka umat Islam tidak menghendaki perubahan

dan tidak mau menerima perubahan.41

Hanya dengan meningkatkan mutu pendidikan

Islam dan mengemukakan kembali ajaran-ajaran dasar Islam dengan bahasa yang jelas dan

tegas, pengaruh-pengaruh yang merusak, baik yang bersifat animistik maupun

materialistik, dapat keluar dan lenyap.

Dalam konteks ini, Abduh berusaha mendirikan Komite Perbaikan Administrasi

al-Azhar pada tahun 1895, dan berhasil melakukan pembaharuan-pembaharuan

administrasi yang bermanfaat, namun usahanya untuk mengembangkan kurikulum di al-

Azhar menghadapi perlawanan dari para ulama bahkan ia dituduh akan menghidupkan

kembali pemikiran-pemikiran Mu'tazilah oleh para ulama al-Azhar, seperti Syekh Alaisy.

Dalam rangka mengubah sistem pendidikan tersebut, Abduh hanya mempunyai ide yang

tidak bisa terealisasi hanya karena benturan dengan kelompok ulama konservatif yang

belum memahami betul manfaat dari adanya pembaharuan. Oleh sebab itu, ia merintis

pendirian lembaga pendidikan Majlis Pengajaran Tinggi yang bisa mengajarkan kedua

ilmu tersebut. Kondisi demikian pun dihadapinya dengan sabar, Abduh tidak merasa putus

asa bahkan usaha menyebarluaskan ide-ide pembaharuan pendidikan terus disebarkan

kepada para guru dan civitas akademika al-Azhar. Usaha tersebut telah membuahkan hasil,

sedikit demi sedikit para pemimpin al-Azhar tergerak dan terdorong untuk menata kembali

metode-metode belajarnya serta mengajarkan sejarah, geografi dan beberapa cabang ilmu-

40

Samsul Nizar, hlm. 250. 41

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm. 62.

Page 21: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

21

ilmu kealaman. Dengan demikian, upaya pembaharuan yang ditujukan untuk al-Azhar

meliputi: (1) membentuk dewan pimpinan al-Azhar yang terdiri dari ulama besar dari

empat madzhab, (2) menertibkan administrasi al-Azhar dengan menentukan honor yang

layak bagi pengajar, membangun ruang khsusus untuk rektor dan mengangkat para

pembantu rektor, dan (3) masa belajar diperpanjang dan masa libur diperpendek42

.

Dalam bidang metode pembelajaran ia pun membawa cara baru dalam dunia

pendidikan saat itu. Ia mengkritik dengan tajam penerapan metode hafalan tanpa

pengertian yang umumnya dipraktikkan di sekolah-sekolah saat itu, terutama sekolah

agama. Ia tidak menjelaskan dalam tulisannya metode apa yang sebaiknya diterapkan,

tetapi dari apa yang dipraktikkannya ketika ia mengajar di al-Azhar tampaknya bahwa ia

menerapkan metode diskusi untuk memberikan pengertian yang mendalam pada

muridnya. Ia menekankan pentingnya pemberian pengertian dalam setiap pelajaran yang

diberikan. Ia memperingatkan para pendidik untuk tidak mengajar murid dengan metode

menghafal, karena metode demikian hanya akan merusak daya nalar, seperti yang dialami

di sekolah farmasi di Masjid Ahmadi di Thanta43

.

Pemikiran Abduh yang lain dalam suatu sistem pendidikan adalah pendidikan

yang fungsional, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, baik laki-laki

maupun perempuan. Semuanya harus punya dasar membaca, menulis, berhitung dan harus

mendapatkan pendidikan agama.44

Demikianlah pembaharuan pendidikan Islam di Mesir, tetapi setiap perubahan

selalu mengalami kendala. Pembaharuan pendidikan Islam mengalami resistensi oleh para

golongan konservatif. Resistansi lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, semacam Al-

Azhar, terhadap gagasan pembaruan pendidikan sangat tinggi. Para ulama konservatif

yang mendominasi al-Azhar menolak sejumlah gagasan pembaruan pendidikan yang

diajarkan dan ingin diterapkan tokoh semacam Rifa‟ah al Tahtawi. Bahkan Muhammad

Abduh dalam posisi sebagai anggota majelis tinggi al-Azhar hanya mampu secara parsial

melakukan pembaruan terhadap Al-Azhar dengan memasukkan mata kuliah matematika,

al-jabar, ilmu ukur dan ilmu bumi ke dalam kurikulum. Tetapi pembaruan ini dibatalkan

Salim Al-Basyairi, rektor ke-25 Al-Azhar. Dengan demikian, Al-Azhar secara sempurna

menampilkan diri sebagai benteng konservatisme. Dari masa ke masa Al-Azhar mampu

menangkis berbagai upaya pembaruan yang ingin dilakuakan terhadapnya berkat otonomi

42

Fauzan, “Menimbang Sisi Positif Perlunya Pembaruan Pendidikan Islam” dalam Sejarah Sosial Pendidikan

Islam, ed. Suwito dan Fauzan (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 175 43

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 251 44

Ali Rahmena (ed.), Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan,1996), hlm. 59.

Page 22: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

22

dan besarnya kekuasaan keagamaan Syaikh Al-Azhar itu sendiri. Barulah rezim militer

Gamal Abd Al-Nasser pada 1961 menghapuskan otonomi Al-Azhar dan menempatkan

universitas ini langsung ke bawah kekuasaannya. Setelah itu pembaruan besar-besaran

dapat dilancarkan dengan menambah sejumlah fakultas baru: kedokteran, teknik,

pertanian, ekonomi dan sastra.

F. Perubahan Mesir Ditinjau dari Teori Perubahan Sosial

Kelahiran Mesir modern tidak bisa dilepaskan dari Muhammad Ali Pasha (1805 M).

ia dikenal sebagai pembawa obor pencerahan. Salah satunya, karena Muhammad Ali

melakukan modernisasi hampir di berbagai sektor kehidupan dengan cara melakukan

hubungan diplomatic dengan Perancis, terutama dalam bidang kebudayaan. Modernisasi

dilakukan dengan membangun sekolah dan perguruan tinggi yang salah satu misinya

adalah pengembangan sumber daya manusia. Sebab itu, Muhammad Ali Pasha

mencanangkan, pendirian sekolah kedokteran, teknik, kemiliteran, agrobisnis, penerbitan,

desain grafis dan menggagas tentang pengiriman sejumalah pelajar ke Eropa.

Selanjutnya penulis akan mencoba melihat perubahan di Mesir dengan beberapa

teori perubahan sosial. Di antaranya mekanisme modrnisasi, orang besar sebagai agen

perubahan, dan revolusi sebagai puncak perubahan sosial.

Perubahan sosial merupakan gejala sosial yang dialami oleh setiap masyarakat.

Masyarakat memiliki kecenderungan untuk semakin maju dan berkembang, seiring

dengan kemajuan pola pikir dan tingkat kemampuannya45

. Dari definisi tersebut jelas

kiranya bangsa Mesir mengalami kemajuan seiring dengan persinggungan mereka dengan

kebudayaan lain, memang mereka sudah lama melakukan kontak budaya dengan bangsa

lain. Tetapi mereka khususnya para pemimpin bangsa begitu sadar akan kemunduran yang

dialami dan berusaha untuk maju ketika kedatangan Napoleon Bonaparte.

Namun, perubahan tersebut tidak serta merta sesederhana yang dimaksudkan diatas,

karena bisa jadi kedatangan Napoleon hanya menjadi pemantik api perubahan. Ada faktor-

faktor dalam teori perubahan sosial yang menyebabkan terjadinya perubahan yang mana

ini cocok dengan kondisi Mesir pada saat itu.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial, antara lain:

1. Adanya rasa tidak puas terhadap keadaaan dan situasi yang ada.

2. Timbulnya keinginan untuk mengadakan perubahan.

45

Rahmat Jalaluddin, Rekayasa Sosial “ Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar”, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2000), hlm. 47

Page 23: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

23

3. Sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri sehingga berusaha untuk

menutupinya dengan mengadakan perbaikan.

4. Adanya usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan

kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.

5. Banyaknya kesulitan yang dihadapi memungkinkan manusia berusaha untuk dapat

mengatasinya.

6. Tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan adanya keinginan untuk

meningkatkan taraf hidup.

7. Sikap terbukanya masyarakat terhadap hal-hal baru, baik yang datang dari dalam

maupun dari luar masyarakat tersebut

8. Sistem pendidikan yang dapat memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia untuk

meraih masa depan yang lebih baik 46

Bila dianalisis lebih lanjut, bangsa Mesir telah mengalami beberapa faktor-faktor di

atas, di mulai dengan ketidakpuasaan atas pemerintahan kaum Mamluk yang sewenang-

wenang dan juga berlanjut pada masa invasi Perancis. Lalu sampai pada akhirnya ada

kekuatan perubahan dimana ada gerakan pemberontakan yang di komandoi oleh Syeikh

Muhammad al-Sadat, dan para unsur yang terdiri dari ulama, pengusaha dan rakyat yang

menggulingkan gubernur yang ditunjuk oleh kesultanan Utsmaniyah.

Lalu munculah seorang pemimpin yang berbeda jauh dengan sebelumnya, dimana

ada kesadaran bahwa kondisi bangsa Mesir sangat tertinggal. Ketika Muhammad Ali

memimpin beliau tidak menutup bangsanya terhadap budaya lain. Beliau meminta

bantuan para ahli dan teknisi Barat untuk membangun negerinya dan mengirim ratusan

mahasiswa untuk menyerap ilmu pengetahuan Barat. Reformasi total yang dilakukan

dalam bidang pendidikan dengan mendirikan atau memasukkan kurikulum ilmu

pengetahuan umum ke dalam institusi pendidikan pada waktu itu. Sehingga lahirlah tipe

pendidikan barat dan Islam di Mesir.

Sedangkan dalam hal modernisasi Mesir ini terjadi karena Muhammad Ali begitu

bersemangat dalam menyerap teknologi barat. Beliau membangun jaringan

telekomunikasi, membangun jalur kereta api, dan membangun industri senjata, tekstil

yang maju secara teknologi dari pada sebelumnya.

Ini sejalan dengan mekanisme pendorong ke arah modernisasi yang mana dalam

teori konvergensi dalam hal modernisasi. Mengemukakan bahwa modernisasi terkait erat

46

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 347 dan 355-365

Page 24: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

24

dengan dengan determinisme teknologi. Dinyatakan bahwa teknologi dominan

memaksakan (menimbulkan) bentuk baru organisasi sosial, kehidupan politik, pola kultur,

perilaku sehari-hari dan keyakinan serta sikap. Dengan menganggap teknologi

mempunyai logika perkembangannya sendiri yang digerakkan olen rentetan penemuan

dan inovasi, maka cepat atau lambat dampak teknologi modern akan menimbulkan

sindrom modernitas menyeluruh, akan menghasilkan keseragaman yang melanda

berbagai masyarakat dan melenyapkan perbedaan lokal47

.

Revolusi dan modernisasi Mesir tak lepas dari jasa besar dari seorang Muhammad

Ali, setiap perubahan sosial memerlukan aktor perubahan di dalamnya. Sebagaimana

yang dikemukan oleh Thomas Carlyle yang dikutip dari Piotr, Ia mengatakan:

Dalam sebuah epos sejarah dunia, ditemukan orang besar yang selalu menjadi

juru selamat yang sangat diperlukan eposnya; pelita tanpa bahan bakar tak pernah dapat

menyala. Sejarah dunia ini adalah biografi orang besar48

.

Selain Muhammad Ali yang berjasa besar bagi Mesir, juga lahir seorang pahlawan

lewat jasanya mereformasi pendidikan Islam di Mesir. Beliau adalah Muhammad Abduh,

walaupun sempat diasingkan oleh pemerintahannya sendiri, namun ketika kembali

ketanah air, beliau bangkit untuk melakukan perubahan di bidang pendidikan.

Revolusi dalam definisi yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami sebagai

perubahan politik. Revolusi dalam arti ini memang pernah terjadi di Mesir yaitu ketika

tahun 1952 Jenderal muda Angkata Darat bernama Gamal Abdul Naser yang tergabung

dalam organisasi tak resmi bernama “Perwira Bebas” melakukan revolusi dengan

melakukan kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk, kudeta ini memulai pemerintahan

demokrasi dan mengakhiri pemerintahan monarki yang diwarisi dari Muhammad Ali.

Tetapi yang akan dibahas disini ialah Revolusi dalam arti yang luas, revolusi

adalah wujud perubahan sosial paling spektakuler, sebagai tanda perpecahan mendasar

dalam proses historis, pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang

manusia49

. Sedang dalam wikipedia, revolusi ialah perubahan sosial dan kebudayaan yang

berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan

masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa

direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan dengan kekerasan atau tanpa

47

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Terj. Alimandan, (Jakarta: Prenada, 2014), hlm. 155. 48

Piotr Sztompka, hlm. 310. 49

Piotr Sztompka, hlm. 357.

Page 25: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

25

kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena evolusi pun

dapat memakan waktu lama50

.

Sepanjang sejarah yang diketahui, revolusi menempuh jalan yang sangat berbeda-

beda. Tetapi para analis sosiologi membuat suatu pola keseragaman tentang jalannya

revolusi. Semua revolusi didahului oleh kondisi khas yang disebut “Revolutionary

Prodrome”. Meliputi peningkatan ketidakpuasaan, keluhan, kekacauan, dan konflik yang

disebabkan krisis ekonomi. Hal ini juga telah lama dialami oleh rakyat Mesir, di mulai

dengan para penguasa Mamluk yang semena-mena dalam menentukan pajak, dan

membuat peraturan yang lebih menguntungkan pedagang asing daripada pribumi. Lalu,

konflik yang terus berlanjut antara para Pasha atau gubernur yang diutus oleh kesultanan

Utsmaniyah dengan para Bey-bey Mamluk, atau antara para Bey-bey Mamluk sendiri.

Penindasan inilah yang menurut Sorokin yang dikutip dari Piotr Stzompka yang

menjadi penyebab utama ledakan revolusi. Sorokin mengatakan, penyebab terdekat

revolusi selalu “penindasan” terhadap naluri utama mayoritas anggota masyarakat dan

tak mungkin terpenuhinya kebutuhan dasar secara minimun sekalipun. Penindasan yang

terlalu kuat atau sebagian besar naluri yang sangat penting itulah yang menyebabkan

ledakan revolusi51

.

Demikianlah gambaran perubahan sosial yang terjadi Mesir dan ditinjau dalam teori-

teori sosial. Dengan mengemukakan beberapa fakta yang dianalisis dengan teori yang

ada sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, pantas kiranya memang apa yang terjadi

Mesir pada abad 19 adalah revolusi dan modernisasi suatu bangsa.

50

Lihat “Revolusi” dalam Wikipedia, di akses 30 Oktober 2015 pukul 14.30 WIB. 51

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, hlm. 367.

Page 26: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Revolusi dan modernisasi di Mesir dimulai dari kedatangan Napoleon Bonaparte,

dengan tujuan awal untuk menguasai Mesir dan menguasai jalur perdagangan dari Timur

ke Barat. Walaupun gagal dan hanya bertahan dalam kurun tiga tahun di Mesir, tetapi

Perancis seakan membuka jalan bagi terjadinya perubahan di Mesir. Di bawah

kepemimpinan Pasha yang baru yaitu Muhammad Ali, Mesir begitu cepat melakukan

perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, industri, jalur tranportasi, dan militer

dibangun. Dalam bidang pendidikan banyak putra Mesir dikirim ke Eropa untuk

mempelajari ilmu pengetahuan di sana. Muhammad Ali juga tak segan mengundang pakar

dari Eropa untuk menjadi penasihatnya.

Tak hanya itu pendidikan juga direformasi dengan membangun sekolah-sekolah yang

menggunakan kurikulum Barat. Serta mencoba mengintegrasikan ilmu keIslaman dengan

ilmu pengetahuan Sains, dari hasil perubahannnya di pendidikan ini lahirlah beberapa

cendikiawan yang kelak memajukan bangsa Mesir. Salah satunya Muhammad Abduh

yang melakukan perubahan dalam kurikulum pendidikan Islam di berbagai tingkatan

pendidikan. Mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi Islam yaitu Al-

Azhar. Sebagai rektor beliau melakukan perubahan agar mahasiswa Al-Azhar bisa

bersaing dengan para sarjana Barat. Sehingga lahirlah beberapa fakultas ilmu pengetahuan

umum seperti, teknik, kedokteran dan sebagainya.

Perubahan yang terjadi di Mesir bila ditinjau dari beberapa teori perubahan sosial,

bisa dikatak sebagai revolusi dan modernisasi. Perubahan ini juga berdampak pada

pembaharuan pendidikan khususnya pendidikan Islam di Mesir.

Page 27: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

27

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabarti, Abd al-Rahman. Tarikh al-Muddat al-Faransis bi Misr. Netherlands: EJ. Brill,

1975.

Amin, Ahmad. Islam Sepanjang Zaman. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1980..

Aronian, L. A. & Mitchell, R.P .Timur Tengah dan Asia Utara Modern, Terj. M. Redzuan

Othman. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1991.

Bosworth, C.E.. The Islamic Dynasties. Terj. Ilyas Hasan. Bandung :Mizan. 1993.

Esposito, John L. Identitas Islam: Pada Perubahan Sosial Politik. Jakarta: Bulan Bintang.

1986.

______________. Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern. jilid. IV. Bandung: Mizan.

2001.

______________. Dunia Islam Modern. Terj, Eva Y.N. Bandung: Mizan. 2001.

Fauzan, Suwitom (ed). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media. 2005.

Goldschimdt. Modern Egypt The Formation of Nation State. Cairo: The American University

Press, 1990.

Handayani, Yuli Emma. Muhammad Ali Pasha dan Al-Azhar; Kajian Tentang: Pengaruh

Pembaharuan di Mesir terhadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, Skripsi, Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Hasan, Ibrahim. Islamic History an Culture, From 632-1968, Terj. Jahdan Humam.

Yogyakarta: Kota Kembang. 1989.

Hitti, Phillip K. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman dan Dedi Slamet. Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta. 2006.

Jalaluddin, Rahmat. Rekayasa Sosial “ Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar”. Bandung:

PT Remaja Rosda Karya. 2000.

Joseph S. Szyliowics, Education end Modernization in Middle East, Terj. Murwinanti W.

Surabaya: Al-Ikhlas 2001.

Kedutaan Besar RI Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Islam di Mesir Pada

sekolah Dasar dan Perguruan Tinggi. Buku III. Kairo:KBRI. 1984.

Lapidus , Ira M.. Sejarah Sosial Ummat Islam, Vol. III. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999.

Lewis, Bernard. The Arabs in History. Terj. Said Jamhuri. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1988.

Manan, M. Sholehan dan Ami, Hasanudin. Pengantar perkembangan Pemikiran Muslim.

Surabaya: Sinar Wijaya. 1988

Mujani,Wan Kamal. “The Impact Of French Occupation on Egypt (1798-1801): A

Reassesment, Akademika, 23 Mei 2010, hlm. 89.

Nasution, Harun. Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Bulan Bintang. 1974.

Page 28: Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Mesir

28

_____________. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:

Bulan Bintang. 1996.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era

Rasulullah sampai Indonesia . Jakarta: Kencana. 2008.

Rahmena, Ali (ed.). Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan. 1996.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999.

Stoddard, Lothrop. Dunia Baru Islam. Jakarta: Panitia Penerbit Negara. 1966.

Sztompka,Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Terj. Alimandan. Jakarta: Prenada. 2014.

SzyLiowics,Joseph S. Education and Modernization in Middle East. Terj. Murwinanti W.

Surabaya: al-Ikhlas. 2001.

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2004.