128
Pendahuluan 1 SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA H. ANDI MUHAMMAD JUNUS ANDI FATIMAH JUNUS

SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 1

SEJARAH

PERKEMBANGAN

SASTRA INDONESIA

H. ANDI MUHAMMAD JUNUS

ANDI FATIMAH JUNUS

Page 2: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

2 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIA

Hak Cipta @ 2016 oleh Andi Muhammad Junus & Andi Fatimah Junus Hak cipta dilindungi undang-undang

Cetakan Pertama, 2016

Diterbitkan oleh Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar

Hotel La Macca Lt. 1 Kampus UNM Gunungsari Baru Jl. A. P. Petta Rani Makassar 90222

Tlp./Fax. (0411) 855 199

ANGGOTA IKAPI No. 011/SSL/2010 ANGGOTA APPTI No. 010/APPTI/TA/2011

Layout/format: Badan Penerbit UNM

Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk apa pun

tanpa izin tertulis dari penerbit

Perpustakaan Nasional RI: Data Dalam Terbitan (KDT)

Junus, Andi Muhammad & Junus, Andi Fatimah

Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia / Andi Muhammad Junus & Andi Fatimah Junus- cet.1

Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar Makassar 2016

121 hlm; 21 cm Bibliografi: 119 hlm

ISBN : 978-602-6883-06-3

Page 3: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 3

DARI PENERBIT

Tugas utama Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar untuk menerbitkan buku-buku ajar atau buku teks dari berbagai bidang studi yang ditulis oleh staf pengajar UNM Makassar.

Buku “ Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia ” ini adalah karya Drs. H. Andi Muhammad Junus, M.Hum. dan Andi Fatimah Junus, S.Ag.M.Pd. adalah staf pengajar pada Fakultas Bahasa dan Sastra, yang memang berkompeten dalam bidang kebahasaan.

Mudah-mudahan kehadiran buku ini dapat memberikan motivasi kepada staf pengajar yang lain untuk menulis buku-buku ajar yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar, maupun sebagai referensi dalam pelaksanaan kuliah yang relevan.

Semoga Tuhan memberkati tugas mulia kita semua. Makassar, Januari 2016 Badan Penerbit UNM Makassar

SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Universitas Negeri Makassar (UNM) adalah salah satu perguruan

tinggi yang bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta mendidik tenaga akademik yang profesional dalam berbagai bidang. Agar tujuan tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya diperlukan kreativitas dan upaya keras dari segala bidang dari sivitas akademikanya.

Page 4: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

4 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Salah satu kegiatan yang sangat didambakan ialah penulisan dan penerbitan buku ajar oleh para tenga ahli yang ada dalam lingkungan perguruan tinggi ini. Kurangnya buku ajar yang berbahasa Indonesia sangat dirasakan, baik oleh para mahasiswa maupun para dosen.

Terbitnya buku yang berjudul “ Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia ” kami sambut dengan baik, diiringi rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Buku yang ditulis oleh Drs. H. Andi Muhammad Junus, M.Hum. dan Andi Fatimah Junus, S.Ag.M.Pd. ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam perkuliahan yang relevan.

Oleh sebab itu, atas nama pimpinan Universitas Negeri Makassar mengharapkan kehadiran buku ini dapat bermanfaat. Semoga Tuhan tetap memberkati kita semua dalam melaksanakan tugas dan pengabdian masing-masing.

Makassar, Januari 2016

Rektor,

Prof. Dr. H. Arismunandar, M. Pd.

Page 5: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 5

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT. Dengan curahan rahmat dan hidayah-Nya, buku ini dapat terwujud.

Dalam buku ini, penulis mencantumkan secara singkat sejarah perkembangan sastra Indonesia. Buku ini disusun untuk menjadi bahan kuliah dan buku rujukan terutama bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar dan Universitas Muhammadiyah Makassar. Juga, diharapkan buku ini bermanfaat bagi mahasiswa lainnya dan bagi para peminat yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang sejarah perkembangan sastra Indonesia.

Dalam penulisan buku ini, penulis memanfaatkan sejumlah buku sebagai rujukan terutama buku terbitan PN Balai Pustaka Jakarta dan PT Gunung Agung Jakarta.

Buku yang sederhana ini tentu belum sempurna. Oleh karena itu, saran dari para pembaca untuk penyempurnaannya sangat diharapkan.

Terselenggaranya penerbitan buku ini karena berkat bantuan dari Rektor Universitas Negeri Makassar. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih.

Makassar, Januari 2016

H. Andi Muhammad Junus Andi Fatimah Junus

Page 6: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

6 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

DAFTAR ISI Dari Penerbit i Sambutan Rektor ii Kata Pengantar iii Daftar Isi v BAB I PENDAHULUAN 1

A. Penggunaan Istilah Sastra dan Kesusastraan 1

B. Sastra dan Kebudayaan 3

C. Bahasa dan Sastra 6

D. Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru 9

E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13

BAB II MASA MULA SASTRA INDONESIA 17 A. Berbagai Pendapat tentang Masa Mula Sastra Indonesia 17

B. Dokumen Kesusastraan Indonesia Modern 19

C. Bahan Dokumentasi yang Dipamerkan 23

BAB III ZAMAN BALAI PUSTAKA 25 A. Merari Siregar 27

B. Marah Rusli 30

C. Abdul Muis 36

D. Jamaluddin (Adinegoro) 42

E. Muhammad Yamin 45

F. Rustam Effendi 49

G. Sanusi Pane 52

BAB IV ZAMAN PUJANGGA BARU 57 A. Mr. Sutan Takdir Alisjahbana 58

B. Armin Pane 66

C. Amir Hamzah 70

Page 7: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 7

D. J. E. Tatengkeng 74

E. Hamka 77

F. Zuber Usman 87

BAB V ANGKATAN 45 95 A. Chairil Anwar 98

B. Asrul Sani 104

C. Rivai Apin 108

D. Idrus 110

BAB VI ANGKATAN 66 113 A. Masalah Penamaan Angkatan 66 113

B. Taufiq Ismail 114

C. Ibrahim Satta 117

DAFTAR PUSTAKA 119

Page 8: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

8 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A. Penggunaan Istilah Sastra dan Kesusastraan

Di bawah ini dikemukakan penggunaan istilah sastra demikian juga istilah kesusastraan untuk mempermudah uraian selanjutnya. A. M. Moeliono (1996: 270) mengatakan bahwa dengan bertambahnya wawasan kita dengan soal-soal kesusastraan tidakkah ada baiknya untuk selanjutnya kita mempertegas batas-batas istilah sebagai berikut: a. istilah sastra, dipakai sebagai istilah umum yang meliputi beberapa ilmu

yang bersangkut-paut dengan bahasa, filsafat, seni, sejarah, dan kebudayaan. Jadi, di fakultas sastra diadakan dan diselidiki ilmu-ilmu sastra;

b. istilah susastra, dipakai untuk mengacu kepada hasil kerja sastra yang konkret, jadi ada susastra Indonesia, susastra Inggris dan sebagainya, (literature, belies-lettres);

c. istilah kesusastraan, dipakai untuk mengacu kepada abstraksi soal-soal susastra. Jadi ada teori kesusastraan, kritik kesusastraan dan sebagainya, (cf. masyarakat dan kemasyarakatan).

Catatan: Pada dasarnya pembicara dalam simposium Bahasa dan

Kesusastraan Indonesia (25-28 Oktober 1996) bisa menyetujui (usul A.M. Moeliono, 1996: 275) mengingat kebutuhan ilmiah.

- Sastra dipakai dalam kombinasi ilmu-ilmu. - Susastra dipakai untuk pengertian literature.

Page 9: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 9

- Kesusastraan dipakai untuk pengertian yang abstrak. cf: confer = cocokkanlah cf/cp: confer/compare = cocokkanlah (dalam ilmu perdagangan) Istilah kesusastraan, kata dasarnya adalah sastra yang berimbuhan ke- (su-sastra) -an. Istilah sastra mengandung berbagai pengertian, seperti yang tercantum dalam kamus di bawah ini.

W. J. S. Poerwadarminta (Kamus Umum Bahasa Indonesia.1976. Jakarta: PN Balai Pustaka halaman 875)

sastra: 1. bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari); 2. kesusastraan, karya kesenian yang diwujudkan dengan bahasa (seperti gubahan-gubahan prosa dan puisi yang indah-indah); 3. kitab suci (Hindu), (kitab) ilmu pengetahuan; 4. sl. pustaka, kitab primbon (berisi ramalan, perhitungan, dan sebagainya); 5. sl. tulisan, huruf seni sastra = seni karang-mengarang prosa dan puisi yang indah-indah Catatan: sl = istilah sastra lama

Dendy Sugono (Pem. Red.) (Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa, 2008. Edisi IV.

Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, halaman 1230) sastra n 1. bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab, 2. kesusastraan, 3. kitab suci Hindu, pustaka, tulisan sastra bandingan = telaah dan analisis terhadap kemiripan dan pertalian di antara karya sastra berbagai bahasa dan bangsa sastra daerah = sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa daerah sastra dunia = sastra yang dapat dipahami dan dinikmati oleh berbagai bangsa di dunia, sastra yang dianggap paling tinggi mutunya sastra Indonesia = sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia sastra Indonesia klasik = sastra klasik yang ditulis dalam semua bahasa daerah yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk bahasa Melayu sastra klasik = sastra yang berkembang sebelum adanya pertemuan dan pengaruh kebudayaan Barat sastra kontemporer = sastra yang hidup di masa kini atau di waktu yang sama; sastra yang berusaha bergerak mendahului keadaan zamannya

Page 10: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

10 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

sastra lisan = 1. hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat tradisional 2. suatu yang diwariskan secara lisan, seperti pantun, nyanyian

rakyat, dan cerita rakyat sastra modern = sastra yang berkembang setelah adanya pertemuan dan pengaruh kebudayaan Barat sastra nusantara = sastra daerah sastra tulisan = sastra yang timbul setelah manusia mengenal tulisan, di Indonesia mulai berlangsung setelah bangsa Indonesia berkenalan dengan kebudayaan asing, yakni kebudayaan Hindu, Islam, dan Barat.

Pada kutipan-kutipan di atas dapat kita lihat bahwa A. M. Moeliono membedakan pengertian istilah sastra dan kesusastraan. W. J. S. Poerwadarminta menyatakan bahwa istilah sastra memayungi istilah kesusastraan; dengan perkataan lain bahwa salah satu pengertian istilah sastra adalah kesusastraan, juga Dendy Sugono mengatakan demikian.

Pada mulanya para sastrawan dan kritikus sastra menggunakan istilah kesusastraan seperti: Prof. Dr. A. Teeuw (1952), B. Simorangkir Simanjuntak (1954), Gazali B.A. (1958), Zuber Usman, B. A. (1959), H. B. Jassin (1962), Dra. Aning Retnaningsih (1965); juga nama lembaga seperti Direktorat Bahasa dan Kesusastraan.

Kemudian, para penulis (sastrawan) lebih cenderung menggunakan istilah sastra (yang mencakup pengertian kesusastraan) seperti: Fachruddin Ambo Enre (1963), Ajip Rosidi (1976), Mursal Esten (1982), Drs. Aminuddin, M. Pd. (2010) dan Dr. M. Rafiek, M. Pd. (2010).

B. Sastra dan Kebudayaan

Dr. S. O. Robson (1978: 6-7) mengatakan bahwa sastra sebenarnya apa? Ia tidak berani mengajukan definisi, tetapi ia mengajukan usul bahwa sastra adalah sebagian dari kebudayaan, yaitu kebudayaan dalam arti yang

Istilah sastra mencakup pengertian istilah kesusastraan atau dengan perkataan lain kesusastraan adalah salah satu komponen sastra.

Yang dimaksud dengan kesusastraan Indonesia atau sastra Indonesia

ialah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia.

Page 11: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 11

luas, bukan sekadar kehalusan atau kesenian. Jadi pada gilirannya mengharuskan kita membuat definisi kebudayaan. Yang dimaksud dengan kebudayaan adalah kelompok adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan dan nilai yang turun-temurun; dan dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya, Robson mengatakan bahwa barangkali penting untuk memberikan perhatian sedikit pada definisi itu, karena ada beberapa hal yang berguna untuk pembicaraan sastra, kalau seandainya sastra boleh dipandang sebagai bagian dari kebudayaan. 1. Kebudayaan merupakan milik masyarakat sebagai keseluruhan, dibagi

oleh semua individu yang menjadi anggotanya. 2. Kebudayaan turun-temurun yang diturunkan dari generasi ke generasi,

tetapi dalam pada itu juga akan berubah, karena ..... 3. Mempunyai fungsi bertalian dengan kebutuhan masyarakat pada zaman

itu. 4. Walaupun sendiri tidak kelihatan, ditampakkan oleh kelakuan, dalam

kegiatan kehidupan sehari-hari atau kegiatan istimewa pada kesempatan luar biasa.

Sudah dimaklumi bahwa bahasa adalah sebagian dari kebudayaan. Bahasa selalu digunakan dalam sastra, dengan perkataan lain sastra selalu menggunakan bahasa. Tanpa bahasa tidak ada sastra, tetapi dalam pada itu sudah terang bahwa sastra tidak serupa dengan bahasa. Sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi termasuk definisi kebudayaan pada tingkat yang lain lagi; karena sastra bukan hanya milik bersama dari masyarakat, bukan hanya diturunkan dari generari demi generasi, tetapi juga mempunyai fungsi dalam alam pikiran. Selain membayangkan pikiran, sastra juga membentuk norma, baik untuk orang sezaman maupun untuk mereka yang akan menyusul kelak.

Prof. Dr. P. J. Zoetmulder dalam bukunya: Cultuur Oost en West menyatakan sebagai berikut.

Bahasa adalah sebagian dari kebudayaan; sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan

Page 12: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

12 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Cultuur, is de door de redelijke mens geleide ontwikkling van mogelijkheden en krachten der natuur, vooral der menselijke natuur, zodat ze een harmonisch geheel vormen. 'Kebudayaan ialah perkembangan dari segala kemungkinan-kemungkinan dan tenaga alam, terutama alam manusia, yang diusahakan oleh manusia sendiri dengan sadar dan teratur, sehingga merupakan kesatuan yang harmonis, selaras atau seimbang.' Juga, Sutan Takdir Alisjahbana, seorang tokoh kebudayaan Indonesia, mengatakan bahwa kebudayaan ialah penjelmaan cara berpikir dari sekumpulan manusia pada suatu tempat dan suatu ruang.

(Gazali, 1958 : 11)

Prof. Dr. PH. O. L. Tobing c.s. (1961 : 69 - 70) berpendapat bahwa kebudayaan itu adalah hasil usaha manusia sedapat mungkin mengolah atau mengikuti kosmos dan tata-tertibnya, dalam mana termasuk juga manusia, sedemikian rupa sehingga manusia memperoleh penghidupan yang lebih harmonis dan yang lebih tinggi, baik di dalam lapangan kerohanian maupun di lapangan kebendaan.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa di dalam dunia modern sedapat mungkin orang menjauhkan diri dari kosmos dan tata-tertibnya. Orang menganggapnya untuk sebagian besar sebagai objek dan harus dipelajari agar dapat dipakai untuk kepentingan sendiri.

Lain sekali di dunia sederhana. Di sini adalah paling ideal sedapat-dapatnya mengikuti kosmos dan tata-tertibnya. Orang menganggap dirinya untuk sebagian besar hanya bagian dari kosmos dan tata tertibnya. Oleh karena itu, dia merasa dirinya aman dan sentosa, jikalau di dalam segala pikiran dan tindakannya dia sedapat-dapatnya mengusahakan jangan sampai menyimpan dari kosmos dan tata-tertibnya.

Jika sudah dimufakati bahwa kebudayaan adalah ciptaan manusia, maka yang di luar ciptaan manusia bukanlah termasuk kebudayaan. Agama, dalam hal ini agama samawi, seperti Islam bukanlah kebudayaan; ia adalah ciptaan yang menciptakan manusia yang membentuk kebudayaan, yaitu Allah SWT.

Manusia dengan kemampuan yang dimilikinya dapat membuat sesuatu yang bahan bakunya ciptaan Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kebudayaan adalah ciptaan manusia

Page 13: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 13

C. Bahasa dan Sastra

Betapa indahnya terasa penggunaan bahasa Dr. Muhammad Iqbal, sebagai seorang penyair dan ahli pikir, ketika ia menunjukkan karya seni manusia tatkala ia bicara kepada Tuhan.

Diksi (pemilihan penggunaan kata yang tepat) dalam penyusunan kalimat Iqbal tersebut di atas di samping terasa serasi dengan makna yang diungkapkannya, juga menambah indahnya syair itu. Ia menggunakan istilah create ('menciptakan') untuk Tuhan; untuk dirinya sendiri digunakan istilah made ('membuat') dan turneth ('mengubah'). Pencipta yang sesungguhnya adalah Tuhan semesta Alam.

Istilah cipta (ciptaan, pencipta) yang biasa digunakan pada seseorang, sebatas ciptaan manusia sebagai makhluk seperti: pencipta lagu, pencipta televisi, memalsukan ciptaan, dan sebagainya. Muhammad Iqbal merasa kesal bila mendengar orang berbicara tentang "l'art pour l'art" (seni untuk seni), yang dianggapnya sebagai hasil lamunan.

Secara dinamis, seni harus menjurus kepada kehidupan manusia, di samping memberi rasa nikmat; harus memberi bimbingan kepada pikiran dan kegiatan manusia. Seni ialah yang hidup, yang membawa kesadaran dan kehidupan bagi manusia.

Thou didst create night and I made the lamp Thou didst create clay and I made the cup Thou didst create the deserts, mountains and forests I produced the orchards, gardens and the groves; It is I who turneth stone into a mirror And it is I who turneth poison into an antidote. (Kau menciptakan malam dan aku yang membuat pelita Kau menciptakan tanah liat dan aku yang membuat piala Kau menciptakan sahara, gunung-gunung dan belantara Aku yang membuat kebun anggur, tanam-tanam dan padang tanaman; Akulah yang telah mengubah batu menjadi cermin Akulah yang telah mengubah racun menjadi obat penawar).

(Muhammad Iqbal, 1966 : xv - xvi)

Page 14: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

14 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Siapakah Dr. Sir Muhammad Iqbal?

Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Pundjab 22 Februari 1873, dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari Lembah Kasjmir. Setelah tamat dari sekolah dasar di Sialkot, ia melanjutkan pelajarannya ke Lahore dalam tahun 1895. Selama di Lahore, ia beruntung bertemu dengan seorang ulama yang memberinya bimbingan, yang bernama Maulana Mir Hasan. Ulama besar ini adalah teman bapaknya. Ulama yang menjadi gurunya inilah yang sangat berkesan dalam hati Iqbal dan yang telah turut membentuk jiwanya dalam ajaran-ajaran agama.

Kedinamisan cara berpikir, baik sebagai seorang pujangga maupun sebagai seorang ahli pikir, diungkapkannya dalam sajaknya yang berikut. Perbedaan Prinsip Nietzsche dan Iqbal Iqbal sebagai penyair, ahli pikir, dan filosof besar pernah berpesan:

Dalam tahun 1905 atas saran gurunya, Sir Thoman Arnold, Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa, yang kemudian berhasil mencapai

Kalau Tuhan menciptakan alam, manusia menciptakan seni (Muhammad Iqbal: 1966 : XV)

On this road halt is out of place A static condition means death Those on the move have gone ahead Those who tarried even a while got crushed.

‘Berhenti, tak ada tempat di jalan ini Sikap lamban berarti mati Mereka yang bergerak, merekalah yang maju ke muka

Mereka yang menunggu, sejenak sekali pun, pasti tergilas.’

Ubermensch-nya Nietzsche seorang manusia materialis Ideal Man-nya Iqbal ialah bernama Mu’min

(Muhammad Iqbal, 1966: XIX)

Kukatakan kepadamu tanda seorang Mu’min

Bila maut datang, akan merekah senyum di bibir

Page 15: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 15

kesarjanaan dalam hukum pada Universitas Cambridge di Inggris dan mencapai doktor dalam filsafat modern pada Universitas Munich di Jerman dengan mengemukakan disertasi Perkembangan Metafisika di Persia (The Development of Metaphysics in Persia)

Ketika menerima berita kematian Iqbal, Rabindranath Tagore mengatakan sebagai berikut:

The death of Sir Muammad Iqbal creats a void in literature that like a mortal wound will take a very long time to heal. India, whose place in the world is too narrow can ill afford to miss a poet whose poetry had such universal value.

'Kematian Muhammad Iqbal telah meninggalkan kekosongan dalam kesusastraan, yang seperti luka parah, lama sekali baru akan dapat disembuhkan. India, yang letaknya begitu sempit dalam dunia, dapat menderita karena kehilangan penyair yang sajak-sajaknya sudah demikian mencapai universal.'

Sjakib Arselan, pejuang Islam di Syiria dan pengarang terkenal, sangat mengagumi Iqbal. Ia mengatakan bahwa Iqbal adalah ahli pikir terbesar yang pernah dilahirkan dunia Islam selama seribu tahun belakangan ini. (Muhammad Iqbal, 1996: IX)

Dr. C. Hooykaas mengatakan bahwa bilamana suatu bahasa dipergunakan dengan kecakapan, pengertian, dan perasaan, akan timbullah suatu hal yang dengan jelas dapat kita namakan kesenian bahasa. Akan tetapi oleh karena bunyinya sebaik mungkin dituliskan dengan huruf, maka disebutlah sastra, bahkan kesusastraan.

Sast(e)ra berasal dari kata Sansekerta, Càstra, yakni kitab pelajaran budi; dengan su- (baik, indah) sastra biasanya dimaksudkan tulisan-tulisan indah bahasa Prancis:

bellettrie, jadi berlainan dengan karangan-karangan tentang hal-hal praktis dan hal-hal teknik. Akan tetapi jangan sekali-kali dilupakan bahwa suaralah yang diutamakan, sesudah itu barulah huruf.

(Hooykaas, 1951: 17)

Page 16: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

16 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

BAHASA BERSIFAT ELASTIS

D. Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru

Masyarakat lama melahirkan sastra lama; masyarakat baru melahirkan sastra baru. Baik sastra lama maupun sastra baru terdiri atas bentuk puisi dan bentuk frosa. Masyarakat lama dipayungi dan dipagari oleh folklor. Apakah yang dimaksud dengan istilah folklor?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa (Edisi IV, 2008 : 395 - 396) tercantum pengertian folklor sebagai berikut: folklor n (nomina) 1. adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-

temurun, tetapi tidak dibukukan; 2. ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang tidak dibukukan; - folklor bukan lisan:

folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan tidak dalam bentuk lisan (arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tradisional, bunyi isyarat dan musik tradisional); - folklor lisan:

folklor yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk lisan (bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat).

Ciri-ciri pengenal utama folklor 1. Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan. 2. Folklor bersifat tradisional.

Bahasa adalah bentuk ekspresi (atau seperti kata orang: fungsi) pemikiran. Namun pemikiran tidak dapat maju kalau bahasa tidak mengikutinya. Untuk memenuhi pengabdian-pengabdian yang dituntut oleh pikiran, bahasa adalah sarana penolong yang paling berguna bagi kita, tetapi sempurna, bahasa itu tidak demikian halnya. Pikiran selalu menginginkan lebih banyak daripada yang dapat dihasilkan bahasa. Namun bahasa memiliki elastisitas yang besar, dan kemungkinan-kemungkinan pengembangannya banyak sekali.

(Dr. A. G. Van Hamel, 1972 : 13)

Page 17: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 17

3. Folklor ada dalam versi-versi bahkan dalam varian-varian yang berbeda karena cara penyebarannya dari mulut ke mulut. Hal ini menyebabkan mudah mengalami perubahan bentuk luarnya sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

4. Folklor bersifat anonim. 5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berpola. Cerita rakyat misalnya

selalu menggunakan kata-kata klise seperti:

bulan empat belas hari

kata sahibul hikayat 6. Folklor mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan

bersama. Cerita rakyat misalnya:

alat pendidik

pelipur lara

protes sosial 7. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. (Brunvand, Carvalho Neto, Damandjaja dalam Rafiek, 2010 : 51 - 52). Brunvand (dalam Rafiek, 2010: 52 - 53) membedakan folklor atas tiga

macam. 1. Folklor lisan: termasuk di dalamnya:

- puisi rakyat (pantun, gurindan, dan syair) - prosa rakyat (mitos, legenda dongeng)

2. Folklor sebagian lisan: campuran unsur lisan dan bukan unsur lisan (permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat dsb.)

3. Folklor bukan lisan: yang termasuk di dalamnya: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah), pakaian dan perhiasan tubuh adat, bunyi gendang dsb.)

Catatan: Folklor berasal dari bahasa Inggris: folklore - folk: sekelompok orang, rakyat - lore: tradisi folk, yaitu sebagai kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun, adat, pengetahuan - folklore: cerita rakyat, dongeng-dongeng

- Puisi dan prosa rakyat dipayungi oleh folklor. - Folklor adalah unsur kebudayaan (bagian kebudayaan) yang

diwariskan secara turun-temurun.

Page 18: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

18 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Sifat masyarakat lama yang terpenting ialah sebagai berikut. 1. Perasaan persatuan yang kukuh antara anggota-anggotanya, yang

antara sesamanya tidak banyak berbeda dan sekaliannya dapat memenuhi keperluannya tentang rohani dan jasmani dalam lingkungan masyarakat itu.

2. Adat yang timbul di masa yang silam dan berakar kepada kepercayaan, kepada agama (kepada dunia yang gaib dan sakti) melingkupi dan menguasai segala cabang kehidupan, yang padu bersatu.

3. Oleh sifat-sifat yang di atas masyarakat tiada bergerak, pertentangan antara orang dan golongan sangat sedikit, karena sekaliannya sudah tetap watas-watasnya.

(Alisjahbana, 1961: 5) Lahirnya Masyarakat Baru

Masyarakat lama yang bersifat statis, lama kelamaan berubah menjadi masyarakat baru. Faktor utama terjadinya perubahan sifat adalah sebagai berikut.

1. Pengaruh Agama Islam Agama Islam membawa corak yang lain, ia sangat mengutamakan

manusia seorang-seorang, tanggung jawab dan kewajibannya masing-masing. Perhatikanlah Firman Allah SWT.

MUSHAF AN-NUR AL-KUR'AN TERJEMAHAN PER KATA

Perhatikan juga Firman Allah SWT. di bawah ini.

MUSHAF AN-NUR AL-KUR'AN TERJEMAHAN PER KATA

38. Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya (Al- Muddassir, 74: 38)

41. Sungguh, kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran untuk manusia, barang siapa mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya, dan siapa sesat maka sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri, dan engkau bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.

(Surat Az-Zumar, 39 : 41)

Page 19: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 19

Akan tetapi, dalam berbagai hal, pemeluk agama Islam di samping yang menyesuaikan diri juga yang masih patuh pada adat-istiadat masyarakat lama.

Orang yang beriman disuruh memelihara diri dan juga keluarganya dari api neraka.

MUSHAF AN-NUR AL-KUR'AN TERJEMAHAN PER KATA

2. Pengaruh Barat (Masyarakat Eropa) Sebenarnya, perubahan yang terbesar, yang terjadi di negeri ini dan

yang penting untuk memahamkan puisi baru sebagai pancaran masyarakat baru, yaitu perubahan yang disebabkan oleh pertemuan masyarakat kita dengan masyarakat Eropa.

Seperti bangsa Timur yang lain, bangsa Indonesia dengan sengaja pula menyongsong kebudayaan Eropa, dengan jalan memasuki sekolah yang didirikannya, membaca bukunya, menjadi pegawai dalam perusahaannya, turut menyertai perdagangan internasional, dll.

Sekolah, berbagai-bagai didikan dan pengajaran tentang ekonomi, kesehatan, dll., perlahan-lahan mengubah pikiran dan anggapan. Ikatan adat yang mengekang sudah longgar dan mata mereka tertuju ke depan. Perubahan-perubahan tersebut di atas melahirkan masyarakat baru. Masyarakat baru melahirkan puisi baru, puisi baru adalah pancaran masyarakat baru.

Pernyataan melepaskan diri dari kebiasaan lama, baik isi maupun bentuk tercantum seperti dalam puisi/sajak Rustam Effendi sebagai berikut. Bukan beta bijak berperi, pandai mengubah madahan syair bukan beta budak negeri, menurut undangan mair. Sarat saraf saya mungkiri, Untai rangkaian seloka lama,

Allah SWT. Berfirman: Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

(Surat At-Tahrim, 66 : 6)

Page 20: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

20 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

beta buang beta singkiri, sebab laguku menurut sukma, Bukan beta bijak berlagu, dapat melemah bingkaian pantun, Bukan beta berbuat baru, hanya mendengar bisikan alun. (Percikan Permenungan, 1924) (Dieja menurut EYD)

E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru

Batas waktu antara perpustakaan lama dan yang baru ialah permulaan abad yang ke XX ini.

Oleh Prof. Dr. C. Hooykaas mengatakan bahwa perpustakaan baru dimulainya dengan kitab-kitab yang dikarang oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsji ±100 tahun yang lalu.

Betul Abdullah sudah banyak dipengaruhi oleh murid-muridnya bangsa Inggris, seperti Raffles dan Perguhar dll. Dalam kitab-kitabnya, ia telah menuliskan perasaannya sendiri dan sudah berani pula menyiasati adat kebiasaan lama, tetapi bahasanya masih mempunyai corak bahasa perpustakaan lama; ia masih menggunakan kata-kata seperti: maka, syahdan, alkian, alkisah, arkian, kalakian, dsb.

Abdullah sebagai seorang peranakan Keling, menyiasati adat kebiasaan lama itu lebih mudah daripada orang Indonesia sejati yang lebih terikat oleh suasana dan keadaan sekelilingnya.

Yang betul-betul mempunyai cara baru dalam pemakaian bahasa ialah majalah Bintang Hindia yang mulai diterbitkan dalam tahun 1903, suatu majalah dalam bahasa Indonesia yang betul-betul telah bersifat modern, dihiasi dengan potret dan bahasanya telah mengutamakan bahasa yang hidup sehari-hari. Kalimatnya pendek-pendek, tetapi hidup dan tepat lukisannya.

Yang menjadi kepala pengarang majalah itu ialah Dr. A. Rivai (alm) yang waktu itu menjadi mahasiswa di Amsterdam. Perbedaan yang dilakukan oleh Dr. A. Rivai demikian besarnya, sehingga majalahnya itu yang dikirimkan oleh pemerintah Kolonial Belanda ke sekolah-sekolah lanjutan dengan cuma-cuma, pada beberapa sekolah, terutama sekolah guru dilarang oleh guru-guru membaca dan menerimanya, dikatakan merusak bahasa yang lazim.

(Usman, 1959 : 10 - 11)

Page 21: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 21

Siapakah Abdullah bin Abdul Kadir Munsji? Abdullah ialah pengarang Melayu yang mula-mula keluar dari

kebiasaan lama, yang melanggar dan mematahkan tradisi yang sudah turun-temurun, yang memalingkan penanya dari menceritakan kisah yang ghaib-ghaib atau dari alam khayal ke dunia kenyataan.

Prof. Dr. C. Hooykaas memasukkan Abdullah dalam golongan perintis (permulaan) pengarang baru, karena pandangannya dalam karang-mengarang sudah lain sekali dari pengarang-pengarang Melayu sebelumnya. Sezaman Abdullah ada dua orang pengarang Melayu bersaudara Radja Ali Hadji dan Siti Saleha tidak dimasukkan orang ke dalam golongan pengarang kesusastraan baru, karena kedua pengarang itu tidak membawa perubahan apa-apa dalam lapangan sastra. Yang pertama terkenal karena Gurindam Dua Belasnya dan yang kedua karena Sjair Abdul Muluknya. Keduanya itu masih tetap berpegang pada bentuk puisi lama.

Abdullah pun dalam puisi masih tetap menggunakan bentuk lama, yaitu sjair dan pantun. Oleh karena itu ada yang mengatakan kaki Abdullah sebelah telah menginjak zaman baru dan yang sebelah lagi masih tetap terikat pada zaman lama.

Abdullah banyak bergaul dengan orang-orang Barat, khususnya dengan Raffles; ia pun berkenalan dengan Milne dan Thomson dari kalangan penyiar agama Kristen. Kepada Milne, Abdullah belajar bahasa Inggris dan sebaliknya Milne belajar bahasa Melayu kepadanya. Abdullah banyak pula membantu penyiar-penyiar agama Kristen itu memperbaiki terjemahan kitab Injil; oleh anak negeri ia digelari Abdullah Padri.

Dalam diri Abdullah mengalir dua percikan darah kebudayaan di samping darah Melayu. Dari pihak bapak diterimanya percikan darah Arab, bapak dari kakeknya seorang Arab yang berasal dari Yaman yang bernama Sjech Abdulkadir, seorang guru agama dan ahli bahasa. Mula-mula ia menetap di Nagore, tanah Keling, dan kawin dengan seorang perempuan Keling.

Kakek Abdullah akhirnya menuju lebih ke Timur dan menetap di Malaka dan kawin dengan anak seorang ulama yang terkenal pada saat itu. Dari perkawinan itulah lahir bapak Abdullah yang juga bernama Abdulkadir, yang juga sebagai guru agama dan guru bahasa. Abdulkadir, pada perkawinannya yang kedua kali (thn. 1785) beroleh anak lima orang laki-laki; Abdullah yang bungsu. Keempat saudaranya meninggal semasa kecil.

Page 22: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

22 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Abdullah dilahirkan kira-kira dalam tahun 1796; dari kecil ia penyakitan. Mula-mula ia diobati oleh seorang tabib bangsa Keling, kemudian oleh dukun Melayu; ia tetap penyakitan. Ia pernah dijual kepada beberapa orang ibu dengan pengharapan, ia dipanjangkan Tuhan umurnya. Sejak umur tujuh tahun, Abdullah suka sekali bermain-main dengan kalam dan tinta di rumah.

Dalam otobiografinya, Hikayat Abdullah, Abdullah menceritakan dirinya bahwa setelah ia agak besar ia disekolahkan di bawah asuhan neneknya, yang mengepalai sekolah sendiri. Bapaknya sangat keras didikannya, sebab itu ia amat takut berhadapan dengan bapaknya. Sampai Abdullah menginjak dewasa tidak pernah bapaknya memberi hati atau memperlihatkan kasih sayang kepadanya.

Pada hari tuanya, Abdullah berhasrat mengunjungi Tanah Suci, Mekah, dan menyaksikan keadaan tanah Arab dengan matanya sendiri, tetapi malang ia meninggal di Djeddah dalam tahun 1854 kira-kira dalam umur enam puluh tahun. Dalam perjalannya ke Djeddah itu ditulisnya: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Djeddah.

Buah tangan Abdullah: 1. Hikayat Abdullah (otobiografinya) 2. Kisah Perjalanan ke Malaka Utara 3. Perjalanan Abdullah ke Kelantan dan Tranggano 4. Pancatanderan (salinan) 5. Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Djeddah 6. Naskah Kitab Kamus Bahasa Melayu 7. Syair Singapura Dimakan Api (puisi)

Sifat karangan Abdullah: 1. Isi baru (objektif) karena pengaruh Barat 2. Bentuk lama (masih ada pengaruh sjair dan pantun);

masih menggunakan kata-kata klise: (syahdan, bermula, sebermula, bahwa Abdullah: zaman peralihan pujangga peralihan

Page 23: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 23

BAB II MASA MULA SASTRA INDONESIA

A. Berbagai Pendapat tentang Masa Mula Sastra Indonesia

Segala sesuatu yang berupa ciptaan memiliki titik mula kehadirannya dan titik akhir ketiadaannya. Yang tidak berkeadaan demikian hanyalah pencipta sendiri yaitu Allah SWT.

Bahasa adalah unsur utama sastra. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia disebut sastra Indonesia. Di Indonesia, di samping sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia ada juga yang ditulis dalam bahasa daerah dan bahasa asing. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa daerah disebut sastra daerah; dan sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing disebut sastra asing. Jadi, untuk mengenal jenis sebuah sastra kita lihat jenis bahasa yang digunakannya.

Di samping ketiga jenis sastra tersebut di atas, ada juga disebut sastra terjemahan, yaitu sastra yang dialihbahasakan dari suatu bahasa ke bahasa lain tanpa mengubah bentuk dan isi sastra yang bersangkutan. Contohnya: sastra daerah atau sastra asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ada juga disebut sastra saduran, yaitu sastra (cerita) yang disusun kembali secara bebas tanpa merusak garis besar cerita, biasanya dari bahasa lain.

Kapan masa mula sastra Indonesia? Para pengamat sastra Indonesia tidak sependapat tentang masa

mula sastra Indonesia.

Page 24: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

24 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Dalam buku Perkembangan Puisi Indonesia dalam Masa Duapuluhan (Fachruddin Ambo Enre, 1963: 11) tercantum:

1) Sastra Indonesia baru ada sesudah Proklamasi Kemerdekaaan 1945. 2) Sastra Indonesia baru ada sesudah Sumpah Pemuda 1928. 3) Sastra Indonesia sudah mulai pada awal tahun duapuluhan.

Pendapat pertama di atas dikemukakan oleh Slametmuljana. Ia menyangkut-pautkan nama negara Indonesia dengan nama sastra Indonesia. Sastra sebelum proklamasi kemerdekaan 1945 semuanya masih digolongkan sastra daerah.

Pendapat kedua di atas dikemukakan oleh Umar Junus. Ia menyangkut-pautkan nama Sumpah Pemuda dengan nama sastra Indonesia. Ia beranggapan bahwa sastra Indonesia baru ada sesudah Sumpah Pemuda 1928. Tidak ada sastra tanpa bahasa, ini benar. Jadi, sastra Indonesia baru ada sesudah ada bahasa Indonesia. Apakah Sumpah Pemuda yang melahirkan bahasa Indonesia? Secara logika tidak mungkin peristiwa Sumpah Pemuda serta merta mengubah wujud bahasa, dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.

Menurut pendapat A. S. Broto (1980: 19) bahwa dalam kongres pemuda yang kedua, 28 Oktober 1928 dikumandangkan Sumpah Pemuda yang sangat terkenal itu, dan nama bahasa Melayu diganti dengan bahasa Indonesia.

Jadi, sebelum Sumpah Pemuda 1928 sudah ada bahasa yang dipergunakan sebagai unsur sastra, yang akan diresmikan namanya menjadi bahasa nasional Indonesia. Sastra yang dimaksud adalah sastra Indonesia. Pendapat ketiga di atas dikemukakan oleh Fachruddin Ambo Enre (1963: 19). Ia berpendapat bahwa ditinjau dari sudut bentuk, bahasa, dan isinya, kesusastraan yang muncul pada masa-masa duapuluhan ini jelas menunjukkan adanya pengaruh kesusastraan Barat; isinya mencerminkan keadaan masyarakat zamannya, masyarakat Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan; gaya bahasa dan perbendaharaan kata-katanya tidak lagi serupa dengan bahasa di zaman Abdullah bi Abdulkadir Munsji. Jadi, kenyataan cukup memberikan hak kepada kita untuk menetapkan munculnya suatu zaman baru, zaman kesusastraan Indonesia.

Sehubungan dengan pendapat ketiga pengamat sastra di atas tentang masa mula sastra Indonesia, H. B. Jassin mengatakan bahwa Angkatan 20-an lahir dalam zaman Balai Pustaka (1908) dengan terbitnya roman Siti Nurbaya (1922). Bahkan sebelum terbitnya roman Siti Nurbaya,

Page 25: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 25

telah terbit roman Azab dan Sengsara dalam tahun 1920 yang dianggap roman pertama Indonesia.

B. Dokumen Kesusastraan Indonesia Modern

Kita patut bersyukur dengan adanya H. B. Jassin sebagai pengumpul, pemelihara, dan penyimpan dokumen sejarah pertumbuhan kesusastraan Indonesia.

Dalam buku Pameran Dokumentasi Kesusastraan Indonesia tercantum perihal dokumentasi kesusastraan Indonesia modern milik H. B. Jassin. Dokumen ini dipamerkan oleh Direktorat Bahasa dan Kesusastraan bersama dengan Dewan Kesenian Jakarta; dengan bantuan Ikatan Penerbit Indonesia; dalam tahun 1968.

Pameran dokumentasi kesusastraan ini sebenarnya merupakan percobaan ketiga bagi Direktorat Bahasa dan Kesusastraan. Yang pertama diadakan pada bulan April 1967, dalam rangka memperingati meninggalnya penyair Chairil Anwar. Pameran yang ketiga kalinya ini diadakan dalam rangka memperingati 40 tahun Sumpah Pemuda serta peresmian gedung Pusat Kesenian Jakarta.

Dalam pameran tersebut, Taufiq Ismail, dari Dewan Kesenian Jakarta, pelopor Angkatan 66, dalam sambutannya mengatakan antara lain bahwa dokumen-dokumen ini adalah saksi-tak-berdusta dalam sejarah sastra modern Indonesia. Tumpukan dokumen-dokumen authentik ini, nilainya tak tepermanai.adanya; karena berpuluh buku, skripsi, dan disertasi di dalam dan luar negeri, telah dan akan tetap lahir dari dokumen ini.

Lukman Ali, Kepala Dinas Kesusastraan Indonesia mengatakan antara lain: siapa yang harus memikirkan dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pemeliharaan dokumen yang penting ini? Bukan hanya Jassin, bukan hanya Direktorat Bahasa dan Kesusastraan, Direktorat Jendral Kebudayaan, tetapi kita semua! Sebab pada hakikatnya dokumeen ini bukan hanya milik Jassin pribadi, tetapi milik kita semua. Oleh karena itu, wajiblah kita pikirkan bersama.

Di bawah ini dicantumkan brosur yang berisi maksud pameran tersebut di atas yang dikemukakan oleh H. B. Jassin sendiri, sebagai pemilik dokumen.

Masa Mula sastra Indonesia adalah tahun 20-an

Page 26: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

26 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

BROSUR H. B. JASSIN

Maksud pameran ini ialah untuk memperlihatkan perkembangan kesusastraan Indonesia dengan jalan memamerkan buku-buku, surat-surat, tulisan-tulisan dalam surat kabar dan majalah, prasaran-prasaran stensilan, pamflet-pamflet, foto-foto dan lain-lain dokumen penting yang bernilai sejarah, bukan saja sejarah kesusastraan tapi juga sejarah politik dan kemasyarakatan, sebagai latarbelakang pertumbuhan kesusastraan.

Tidak dapat disangkal bahwa Balai Pustaka yang didirikan pada tahun 1908 mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan kesusastraan Indonesia. Disinilah lahirnja Angkatan 20-an dengan terbitnya roman Siti Nurbaja yang dianggap sebagai roman pertama yang memenuhi syarat kesusastraan yang baik dan merupakan roman modern klasik kita yang pertama. Di sini pula terbitnja roman-roman besar seperti Hulubalang Radja, Salah Asuhan, Lajar Terkembang, Atheis, Tambera, Mereka Jang Dilumpuhkan dan lain-lain.

Pengarang-pengarang terkemuka Pudjangga Baru dan Angkatan 45 ada yang pernah bekerja di Balai Pustaka untuk beberapa waktu, seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, H. B. Jassin, Idrus, Achdiat K. Mihardja, Utuy Tatang Sontani, Pramoedya Ananta Toer dan lain-lain.

Jelas merupakan satu pembaharuan periode Pujangga Baru dengan majalahnya yang bernama serupa, terbit tahun 1933, bukan saja di lapangan kesusastraan tetapi juga di lapangan pemikiran kebudayaan pada umumnya. Munculnya Pudjangga Baru tidak berlangsung diam-diam, tapi disertai polemik mengenai pembaharuan yang dibawanya dalam

pameran dokumentasi

kesusastraan Indonesia sebuah perkenalan umum

Page 27: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 27

bahasa,kesusastraan dan konsepsi kebudayaan. Polemik itu berlangsung antara tokoh-tokoh Pudjangga Baru dan barisan guru-guru kolot serta budayawan-budayawan yang berpijak pada tradisi lama.

Pemerintah Jepang yang mencoba membunuh semangat Pudjangga Baru, sebaliknya justru melahirkan Chairil Anwar yang lebih revolusioner dalam sikap dan tanggapan hidupnya dan muncullah Angkatan 45 sesudah Indonesia merdeka.

Kebanyakan kita mengenal atau pernah melihat buku kecil Surat Kepertjajaan Gelanggang Seniman Merdeka yang bertanggal 1950 dan juga mengetahui pembukaan ruangan Gelanggang dalam warta sepekan Siasat tahun 1948, tapi sedikit yang mengetahui bahwa Perkumpulan Gelanggang telah didirikan tahun 1946. Usaha-usahanya ialah mengadakan pameran-pameran senilukis dan kemudian menerbitkan majalah Gema Suasana. Dari perkumpulan inilah sebenarnya bermula apa yang disebut Angkatan 45 dalam kesusastraan dengan Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin sebagai tokoh utamanya.

Timbulnya Angkatan 45 pun menimbulkan polemik. Adakah atau tidak ada Angkatan 45, apa cita-citanya, mana orang-orangnya dan mana karya-karyanya? Apa bedanya dengan Pudjangga Baru? Maka menulislah Rosihan Anwar, Mochtar Lubis, Achdiat K. Mihardja, Anas Ma'ruf dan bertambah seru lagi perdebatan tatkala orang-orang Lekra mulai tampil ke depan.

Dalam tahun 1950 Lekra didirikan sebagai organisasi kebudayaan yang juga bergerak di lapangan kesusastraan. Di lapangan kesenian ia membawa realisme sosialis yang kemudian dipertegas dengan semboyan "Politik adalah Panglima". Karena konsepsinya ini Lekra berhadapan dengan seniman merdeka yang berkumpul dalam Gelanggang yang mementingkan nilai dan membawa konsepsi humanisme universal. Tokoh-tokoh Lekra ialah A. S. Dharta alias Klara Akustia, Jubaar Ajub, Bakri Siregar dan kemudian juga Rivai Apin dan Pramoedya Ananta Toer. Pertarungan antara kedua golongan ini meningkat dari tahun ke tahun sampai tercetusnya Manifes Kebudayaan pada tahun 1963.

Apabila antara tahun 1950 dan 1960 perdebatan masih berlaku dalam batas-batas kesopanan, maka sesudah pidato Presiden Soekarno tahun 1959 pihak Lekra-PKI mendapat angin dan mulai melancarkan serangan-serangan yang kasar terhadap lawan-lawannya. Pendidikan mau

Page 28: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

28 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

diselewengkan dari Pancasila dan diciptakan Pancacinta yang menggegerkan golongan agama dan guru-guru yang sadar ketuhanan yang maha esa.

Hamka yang berpengaruh besar di kalangan Islam dan pernah mengecam cara-cara komunis yang tidak fair, diserang dan diciptakan issue plagiat Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Ia difitnah hendak meruntuhkan pemerintahan Soekarno hingga dijebloskan dalam tahanan. Lalu menyusul issue penolakan hadiah sastra tahun 1962 dan pengganyangan film Amerika. Sadar akan bahaya yang mengancam kebudayaan dan sendi-sendi negara yang berdasarkan Pancasila, maka para cendekiawan, pengarang , dan seniman mencetuskan Manifes Kebudayaan dan menghimpun para pengarang dan kebudayaan dari seluruh tanah air dalam suatu konperensi yang disebut Komperensi Karyawan Pengarang Indonesia, disingkat KKPI. Ini adalah satu perlawanan total dan frontal dari golongan kebudayaan dan dalam usahanya untuk mematahkan perlawanan ini pihak Lekra/PKI berhasil melalui menteri kiri P. P. & K. Profesor Prijono mendesak Presiden Soekarno untuk melarang Manifes Kebudayaan dengan dalih membahayakan jalannya revolusi.

Tapi terbukti, katahati nurani bangsa tidak dapat didiamkan, kezaliman tidak dapat berjalan lama. Dengan meletusnya Gestapu tanggal 30 September 1965, bangkitlah rakyat yang telah bertahun-tahun diteror sebelumnya lahir dan batin dan timbul angkatan baru, Angkatan 66.

Angkatan 66 tampil dalam demonstrasi-demonstrasi beberapa bulan sesudah meletusnya Gerakan 30 September atau Gestapu yang didalangi oleh PKI. Di tengah-tengah keriuhan tuntutan mahasiswa dan pelajar, terdengarlah suara penyair yang mengumandangkan hati nurani rakyat.

Seperti juga Angkatan Pudjangga Baru dan Angkatan 45, pun Angkatan 66 tidak sekaligus diterima kehadirannya oleh semua golongan. Meskipun diakui adanya Angkatan 66 dalam masyarakat, sebagian orang meragukan adanya dalam kesusastraan, sebab apakah kriterium kesusastraan yang dapat dipakaikan padanya? Maka ramailah polemik dan kontra setelah tulisan H. B. Jassin dalam majalah Horison bulan Agustus 1966, .memproklamirkan bangkitnya suatu generasi baru dalam kesusastraan.

Tapi setudju atau tidak setudju orang telah mempermasalahkannya dan pengarang-pengarang angkatan baru ini terus membuktikan adanya dengan karya-karyanya. Tulisan-tulisan mereka memenuhi majalah-majalah baru Horison, Sastra (landjutan), Tjerpen, Gelanggang, Budaja Djaja,

Page 29: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 29

suratkabar-suratkabar. Pun telah ada hasil karya mereka yang terbit sebagai buku, distensil atau dicetak. Sebuah antologi khusus Angkatan 66 Prosa dan Puisi memperkenalkan hasil-hasil mereka, disertai sekadar riwayat hidup dan keterangan mengenai kegiatannya di lapangan penciptaan. Jakarta, Oktober 1968 H. B. Jassin

C. Bahan Dokumentasi yang Dipamerkan

Karena kekurangan ruangan, dokumen-dokumen mengenai kesusastraan sebelum perang tidak dapat dipamerkan. Demikian pula bahan-bahan mengenai kesusastraan sesudah perang hanya sebagian kecil yang dapat dipamerkan.

Dokumen yang dipamerkan adalah pada zaman yang berikut. 1. Balai Pustaka

- bahan-bahan sejarah perkembangannya - majalah yang diterbitkannya

2. Angkatan 20-an Tulisan-tulisan dari:

- Merari Siregar: • Azab dan Sengsara • Si Jamin dan Si Johan - Mh. Rusli: • Siti Nurbaya - Abdul Muis: • Salah Asuhan • Pertemuan Jodoh 3. Pujangga Baru Tulisan-tulisan dari:

- Sutan Takdir Alisjahbana - Armijn Pane - M. Yamin - Rustam Efendi - Sanusi Pane

4. Angkatan 45 Munculnya perkumpulan Gelanggang

- Chairil Anwar:

Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus

Page 30: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

30 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Deru Campur Debu

Tega Menguak Takdir

5. Angkatan 66 Pamflet-pamflet mahasiswa dan pelajar, Show of Force Karya-karya Angkatan 66

- Taufik Ismail - Bur Rasuanto - Mansur Samin

Juga dipamerkan masalah: - Lekra - Heboh Tenggelamnya Kapal van der Wijck - Heboh Hadiah Sastra 1962 - Manifes Kebudayaan - Komperensi Karyawan Pengarang Indonesia

Page 31: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 31

BAB III ZAMAN BALAI PUSTAKA

Dalam pameran dokumentasi kesusastraan Indonesia modern, H. B. Jassin (1968 : 5) mengatakan bahwa tidak dapat disangkal bahwa Balai Pustaka yang didirikan dalam tahun 1908 mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan kesusastraan Indonesia. Di sinilah lahirnya Angkatan 20-an dengan terbitnya roman Siti Nurbaya yang dianggap sebagai roman pertama yang memenuhi syarat kesusastraan yang baik dan merupakan roman modern klasik kita yang pertama. Di sini pula terbitnya roman-roman besar yang lain seperti Hulubalang Raja, Salah Asuhan, Lajar Terkembang, Atheis, Tambera, Mereka Jang Dilumpuhkan, dan lain-lain.

Sehubungan dengan peranan Balai Pustaka dalam pertumbuhan kesusastraan Indonesia, Fachruddin Ambo Enre (1963 : 20) mengatakan bahwa Balai Pustaka memang memegang peranan tetapi menilik hasil-hasilnya badan itu tidaklah dapat dikatakan mewakili seluruh kegiatan sastra pada masa 20-an. Artinya, yang terutama terletak dalam bidang prosa atau roman.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa Balai Pustaka memang berjasa dalam hal ini. Usahanya yang pertama di samping mengumpulkan hasil-hasil sastra daerah, ialah menerjemahkan roman Barat melalui bahasa Belanda.

Page 32: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

32 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Ada di antaranya yang langsung diterbitkan berupa buku, seperti Gembala Domba (De Schaapheder, karangan Oltmans), Tiga Panglima Perang (De Drie Musketiers, karangan Alexandre Dumes), ada pula yang melalui bentuk fenilleton dalam Pandji Pustaka, seperti misalnya Belut Kena Randjau oleh Baronesse Orezy, Musuh dalam Selimut oleh Agatha Christie.

Zuber Usman (1959 : 28 - 29) mengatakan bahwa Dr. D. A. Ringkes, Kepala Balai Pustaka yang mula-mula dalam suatu peringatan, yaitu ketika Ratu Welhelmina cukup 25 tahun di atas tahta, pernah menerangkan sebagai berikut: 'Dalam masa 25 tahun yang baru lalu ini, politik pengajaran pemerintah amat berubah. Dahulu, yang dipentingkan hanya akan mengadakan pegawai yang agak pandai untuk jabatan negeri. Sekarang pengajaran rendah itu terutama untuk memajukan kecerdasan rakyat. Tetapi pengajaran itu belum cukup, tambahan lagi haruslah dicegah janganlah hendaknya kepandaian membaca dan kepandaian berpikir yang dibangkitkan itu mendatangkan hal yang kurang baik dan janganlah daya upaya itu dipergunakan untuk hal-hal yang kurang patut, sehingga merusak ketertiban dan keamanan negeri.

Hasil pengajaran itu dapat juga mendatangkan bahaya, kalau orang yang telah tahu membaca itu mendapat kitab-kitab bacaan yang berbahaya dari saudagar kitab yang kurang suci hatinya dan dari orang-orang yang bermakud hendak mengacau.

Oleh sebab itu, bersama-sama dengan pengajaran membaca itu serta untuk melanjutkan atau menyambung pengajaran itu, maka haruslah diadakan kitab-kitab bacaan yang memenuhi kegemaran orang kepada membaca dan memajukan pengetahuannya, seboleh-bolehnya menurut tertib dunia sekarang. Dalam usaha itu harus dijauhkan segala yang dapat merusakkan kekuasaan pemerintah dan ketentraman negeri.'

Hal tersebut di atas itulah menjadi alasan sehingga dalam tahun 1908 didirikan oleh Pemerintah kolonial: Commissie voor de Inland sche School en Volkslectuur, anggotanya terdiri atas 6 orang dan diketuai oleh Dr. G. A. J. Hazeu. Tugas mereka ialah akan memberi pertimbangan kepada Kepala Pengajaran (Directuur Onderwijs) dalam hal memilih karangan-karangan yang baik untuk dipakai di sekolah-sekolah dan untuk dijadikan bacaan rakyat.

Komisi tersebut di atas itulah yang kemudian menjadi Balai Pustaka dalam tahun 1917, yang bertujuan: 1) mengadakan saingan atau hendak mencegah buku-buku yang telah mulai banyak di keluarkan orang, terutama

Page 33: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 33

dari pihak Tionghoa yang berisi roman-roman Barat yang bersifat rendah; dan 2) boleh jadi buku-buku itu bermaksud hendak memasukkan paham penjajahan ke dalam jiwa bangsa Indonesia.

Pada zaman RIS (Republik Indonesia Serikat), Balai Pustaka Pernah dipimpin oleh K. St. Pamuntjak, ia berpendapat bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Umum, bukan salah satu bahasa daerah di Indonesia ini, melainkan bahasa penghubung antara berbagai daerah sehingga coraknya tentu saja tidak mungkin sama dengan bahasa Melayu Daerah. Bahasa Melayu Umum ini tentu sudah mendapat banyak pengaruh dari bahasa-bahasa daerah, terutama kosakatanya.

Selanjutnya, penulis akan mengemukakan berturut-turut beberapa tokoh utama dalam zaman Balai Pustaka serta karangannya masing-masing, baik yang berbentuk prosa maupun yang berbentuk puisi.

A. Merari Siregar

Merari Siregar pernah menjadi murid sekolah guru (Kweekschool) Gunung Sari Jakarta. Sekitar tahun 1920. Karangannya: 1. Azab dan Sengsara (1920) 2. Si Djamin dan si Djohan (saduran dari bahasa Belanda)

Buku kesusastraan Indonesia baru yang mula-mula diterbitkan oleh Balai Pustaka ialah Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar dalam tahun 1920.

Kemudian, ia juga pernah bekerja jadi pegawai tata usaha Rumah Sakit Umum Negeri Jakarta.

AZAB DAN SENGSARA (Roman, 1920)

Balai Pustaka bertugas untuk menerbitkan buku-buku dan menyebarkannya untuk bacaan rakyat. Hal ini dimaksudkan untuk menyaingi atau mengatasi usaha-usaha penerbit partikulir yang beredar dan biasanya merupakan bacaan ringan, yang berpengaruh kurang baik terhadap masyarakat; bersifat perdagangan, dan juga tidak bernilai kesusastraan.

Buku-buku tersebut berupa terjemahan, saduran, dan hikayat lama, yang berisi teladan yang diinginkan oleh pemerintah ketika itu. Hal ini berlangsung sekitar tahun 1918 - 1919. Kemudian dalam tahun 1920 terbitlah

Page 34: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

34 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

sebuah cerita asli dan dianggap roman modern yang pertama yaitu Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar.

Penulis inilah yang pertama-tama menyusun bentuk roman modern yang bertema kawin paksa. Dalam roman ini, ia menceritakan bagaimana berlakunya adat-istiadat lama, yang tak lekang di panas dan tak lapuk di hujan, yang tidak boleh diubah-ubah; serta dikemukakan pula akibat-akibatnya yang menimbulkan kesengsaraan.

Ringkasan Ceritanya Pelakunya:

Mariamin dan Amiruddin (anak muda yang saling mencintai)

Sutan Baringin (Ayah Mariamin)

Nuria (Ibu Mariamin)

Ibu Amiruddin Hubungan kekeluargaan pelaku:

Mariamin sepupu-sekali dengan Aminuddin

Sutan Baringin bersaudara dengan Ibu Aminuddin

Sutan Beringin sepusaka dengan Baginda Mulia

Cerita tentang azab dan sengsara ini terjadi di Sipirok di daerah Tapanuli. Pelaku utamanya ialah Mariamin dan Aminuddin. Karena pergaulan mereka sejak masih kecil, akhirnya kedua anak muda ini saling mencintai.

Aminuddin ingin memperisterikan Mariamin. Oleh karena itu, ia pergi ke Medan untuk mencari pekerjaan sesudah ia mengikat janji dengan Mariamin. Selain itu, ibu Mariamin berpengharapan dengan perkawinan itu nanti dapat memperbaiki nasib Mariamin, yang sejak lahir selalu dirundung malang; selalu hidup dalam kemiskinan.

Bapak Aminuddin seorang kepala kampung yang kaya dan disegani. Kekayaan dan kedudukannya itu diperoleh dari hasil usahanya dan hubungan baiknya dengan penduduk yang dikepalainya.

Sebaliknya, keluarga Mariamin termasuk keluarga yang sangat miskin dan penuh penderitaan. Hal ini terjadi akibat dari kesombongan dan keserakahan Sutan Baringin (ayah Mariamin) ipar Baginda Mulia (ayah Aminuddin).

Pada mulanya, juga Sutan Baringin termasuk orang kaya dan juga bangsawan di Sipirok. Akan tetapi, semua kekayaannya itu habis. Ia jatuh miskin karena selalu berperkara. Hal ini terjadi ketika ia berperkara dengan sepusakanya yaitu Baginda Mulia (iparnya sendiri) tentang harta pusaka

Page 35: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 35

nenek moyang mereka. Sutan Baringin kalah berakibat ia jatuh miskin. Hartanya habis sama sekali karena digunakan untuk membayar ongkos-ongkos perkara.

Setelah Aminuddin mendapat pekerjaan di Medan, kemudian ia mengirim surat kepada Mariamin, yang berisi supaya sebentar lagi Mariamin harus turut ke Medan. Kabar ini sangat menggembirakan Mariamin dan ibunya yang sedang menderita. Mereka menyambutnya dengan kesenangan; karena mereka selalu berharapan supaya nasib yang dialaminya segera berubah menjadi rasa bahagia.

Kepada orang tuanya pun Aminuddin mengirim surat supaya ibunya mencarikan gadis bakal istrinya; gadis yang dimaksud tidak lain adalah Mariamin.

Maksud Aminuddin tersebut disetujui oleh ibunya. Akan tetapi, ayahnya menginginkan supaya Aminuddin kawin dengan keluarga yang sama-sama kaya dengan dirinya. Ia akan merasa malu jika anaknya kawin dengan Mariamin dari keluarga yang sangat miskin di Sipirok. Agar tidak menyakiti istrinya, ia pergi ke dukun untuk menanyakan peruntungan Aminuddin jika kawin dengan Mariamin. Sudah tentu dukun akan mengatakan bahwa nasib buruk akan menimpa Aminuddin jika kawin dengan Mariamin. Apa yang dikatakan dukun itu adalah akal bapaknya juga.

Selanjutnya, mereka meminang seorang gadis anak kepala kampung yang kaya. Oleh ayah Amiruddin dibawalah gadis itu ke Medan tempat Aminuddin bekerja. Tentu saja Aminuddin sangat merasa kecewa karena yang dibawakan bapaknya itu bukan Mariamin kekasihnya. Aminuddin tidak mampu menolaknya. Hanya yang dapat dilakukan adalah mengirim surat kepada Mariamin tentang apa yang telah terjadi, dengan pesan supaya Mariamin sabar dan bertawakkal kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Ketika Mariamin menerima surat itu, dia menyadari untungnya. Tidak lama kemudian ia jatuh sakit.

Cerita selanjutnya, setahun kemudian, atas kehendak ibunya, Mariamin kawin dengan Kasibun, laki-laki yang tidak dikenal sebelumnya, yang ternyata kemudian berpenyakit kotor (penyakit kelamin). Kasibun juga bekerja sebagai krani di Medan sehingga membawa istrinya (Mariamin) ke Medan. Ketika didengar oleh Amiruddin, Mariamin ada di Medan, ia datang mengunjunginya. Hal ini menimbulkan cemburu Kasibun dan Mariamin

Page 36: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

36 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

dipukulnya, sehingga perempuan yang malang itu terpaksa mengadu dan minta tolong kepada polisi. Pada akhirnya, Mariamin minta bercerai dan kembali ke Sipirok dengan membawa aib dan malu, karena menurut adat negerinya hina sekali seorang perempuan yang diceraikan suami seperti keadaannya itu. Catatan: - tema cerita adalah kawin paksa - Aminuddin kawin dengan seorang gadis pemberian orang tuanya, bukan dengan Mariamin kekasihnya - Mariamin kawin dengan seorang laki-laki, yang tidak dikenalnya, atas kemauann orang tuanya, bukan dengan Aminuddin kekasihnya - kekayaan menjadi pilihan - ayah Aminuddin memiliki kekayaan sehingga berkeberatan bermenantukan Mariamin dari keluarga yang sangat miskin, meskipun Mariamin masih bersepupu sekali dengan Aminuddin - sudah bersifat objektif, tidak lagi bersifat khayal seperti hikayat - yang dimenangkan masih yang tua (adat)

B. Marah Rusli

Marah Rusli dilahirkan dalam tahun 1889 di Padang. Ayahnya demang Sutan Abu Bakar gelar Sutan Pangerang seorang bangsawan usul kota Padang.

Mula-mula belajar pada sekolah Melayu di Padang dan tamat dalam tahun 1904, kemudian ia melanjutkan pelajaran di Sekolah Raja (Hoofden School) di Bukit Tinggi, tamat dalam tahun 1910. Hoorsma guru di Sekolah Raja pernah menganjurkan kepada Marah Rusli untuk pergi ke negeri Belanda guna mengambil hulpacte, tetapi tidak mendapat persetujuan dari ibunya karena ia anak tunggal bagi ibunya.

Kemudian sebagai gantinya Tan Malakalah yang dibawa Hoorsma. Ketika itu Tan Malaka tiga kelas lebih rendah dari Marah Rusli. Kemudian Marah Rusli mengunjungi Sekolah Dokter Hewan di Bogor dan tamat dalam tahun 1915.

Dalam waktu menjadi mahasiswa Sekolah Dokter Hewan, Marah Rusli kawin di Bogor tanpa mendapat persetujuan keluarganya. Pada waktu

Page 37: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 37

itu Marah Rusli, mulai menghadapi suatu kenyataan dalam hidupnya, baginya kawin itu suatu kemestian, karena dengan jalan demikianlah ia mungkin meneruskan studinya; karena perkawinan itu pulalah ia tersisi atau keluar dari ikatan hubungan kekeluargaan di kampungnya.

Sikap Marah Rusli terhadap perkawinannya itu menggemparkan keluarganya. Sikapnya itu berwujud dalam perbuatan nyata yang menerobos adat yang tidak boleh dilanggar.

Pada waktu Marah Rusli pulang ke Padang dalam tahun 1915, keluarganya telah bersedia akan mengawinkannya dengan seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. Walaupun Marah Rusli telah menjadi seorang terpelajar (doker hewan), ia tetap diperlakukan menurut kebiasaan adat negerinya. Ia harus tunduk atas kemauan orang tuanya; ia dipaksa kawin.

Marah Rusli yang mendapat didikan modern (Barat) mulai melihat kepincangan-kepincangan dan hal-hal yang bertentangan dengan pikirannya seperti masalah perkawinan, adat-istiadat waktu kematian, tentang pembagian harta pusaka. Semuanya itu mendesak pikiran Marah Rusli untuk mencari penyelesaiannya. Sebagai seorang yang banyak membaca literatur, ia berkeyakinan dengan alat tulisanlah pikirannya akan lebih luas diketahui orang. Betullah, ketika buku (roman) Sitti Nurbaya keluar mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat. Bahkan ada orang yang menamakan anak perempuannya Sitti Nurbaya.

Marah Rusli ialah tokoh yang terpenting pada generasi Balai Pustaka. Ia dikategorikan sebagai pelopor kesusastraan baru sesudah Abdullah bin Abdulkadir Munsji.

Dalam Sitti Nurbaya, pengarang menceritakan keadaan yang sungguh-sungguh ada dalam masyarakat. Bukan lagi cerita dewa-dewa dan cerita yang bersifat fantasi belaka, yang hanya ada dalam dongeng saja. Roman Marah Rusli itu ternyata mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat. Hal ini dapat diketahui melalui pembaca buku itu. Sejak penerbitannya yang pertama dalam tahun 1922 sampai pada tahun 1960, sudah mencapai cetakan ke sepuluh.

Lahirnya roman Sitti Nurbaya dalam tahun 1922, berakhirlah zaman lama kesusastraan Indonesia; dan mulailah menyingsing

fajar zaman baru.

Page 38: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

38 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Kita bandingkan dengan roman yang pertama Azab dan Sengsara, penerbitan pertama tahun 1920, sampai pada tahun 1958 hanya mencapai cetakan ketiga.

Roman Sitti Nurbaya membawa kita ke dalam gambaran suasana pertemuan kebudayaan barat dan timur di Indonesia dalam taraf yang lebih jauh daripada roman Azab dan Sengsara (Retnaningsih, 1965: 41)

SITTI NURBAYA Ringkasan Ceritanya

Pelakunya:

Sitti Nurbaya dan Samsulbahri (anak muda yang saling mencintai)

Sutan Mahmud Sjah: ayah Samsulbahri

Baginda Sulaiman: ayah Sitti Nurbaya

Datuk Maringgi: saudagar kaya di Padang

Sutan Hamzah: adik Sutan Mahmud Sjah

Bachtiar dan Arifin: teman sekolah Samsulbahri dan Sitti Nurbaya

Cerita ini terjadi di sekitar daerah Padang. Cerita berawal dengan suasana persahabatan antara Sitti Nurbaya yang berumur 15 tahun dengan Samsulbahri yang berumur 18 tahun. Persahabatan ini merupakan pelebaran persahabatan masing-masing orang tuanya, Sutan Mahmud Sjah ayah Samsulbahri dengan Baginda Sulaiman ayah Sitti Nurbaya.

Baginda Sulaiman meskipun bukan dari keluarga bangsawan, akan tetapi dia termasuk seorang saudagar kaya di Padang. Sitti Nurbaya adalah anak tunggalnya, yang selain cantik juga berkesopanan.

Samsulbahri anak tunggal Sutan Mahmud Sjah, seorang bangsawan, yang menjadi penghulu di daerah Padang. Untuk mengongkosi anaknya, yang akan disekolahkan di Jakarta, Sutan Mahmud Sjah meminjam uang kepada Datuk Maringgi sebanyak tiga ribu rupiah.

Datuk Maringgi termasuk saudagar kaya di Padang. Akan tetapi, semua kekayaannya itu sebagian besar diperoleh dari jalan yang haram atau tidak halal, hasil pemerasan dan penipuan.

Sutan Mahmud Sjah bersaudara dua orang, ialah Puteri Rabiah Kakaknya, sedangkan adiknya bernama Sutan Hamzah. Puteri Rabiah mencemohkan adiknya (Sutan Mahmud Sjah) karena tidak lagi memperhatikan adat istiadat, telah melupakan kemanakannya, yaitu Rukiah, yang seharusnya diperhatikan dan dibiayai hidupnya. Puteri Rabiah juga mencemoh Sutan Mahmud Sjah karena hanya beristeri satu orang. Tidak

Page 39: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 39

seperti saudaranya Sutan Hamzah, hampir tiap-tap kampung ada bekas isterinya, sehingga sebagian besar anaknya tidak dapat dikenalnya lagi, karena banyaknya.

Waktu bertamasya ke Gunung Padang, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya dengan kedua teman sekolahnya, Bachtiar dan Arifin, mereka berbincang-bincang tentang keadaan dalam masyarakat. Mereka mengeritik pegawai-pegawai pemerintah yang tak jujur, gila hormat, dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat.

Mereka anak-anak muda itu telah berpikiran modern dan bercita-cita tinggi. Samsulbahri, Bachtiar dan Arifin pun bersama-sama akan bersekolah di Jakarta. Samsulbahri dan Arifin akan meneruskan pelajaran pada sekolah Dokter, sedangkan Bachtiar pada sekolah Opseter (opzichter = penjenang, pengawas usaha, mandor).

Di samping mereka bergembira, Samsulbahri menyatakan perasaan hatinya yang mencemaskan kepada Sitti Nurbaya. Samsulbahri pernah bermimpi menaiki sebuah menara dan Sitti Nurbaya mengikutinya dari belakang. Dalam mimpinya itu tiba-tiba ia melihat Datuk Maringgih, akhirnya Samsulbahri kalah, jatuh terguling-guling bersama-sama dengan Sitti Nurbaya dan masuk ke dalam sebuah lubang yang besar sehingga tidak dapat keluar lagi.

Karena mimpinya itulah, maka Samsulbahri selalu mengingat Sitti Nurbaya dan sangat berat akan meninggalkannya.

Sutan Mahmud Sjah yang telah berpikiran modern lebih mementingkan jabatannya sebagai penghulu daripada kebangsawanannya dan adat-istiadat nenek moyangnya. Ia lebih mementingkan kemajuan anaknya sendiri daripada memperhatikan kewajiban memelihara dan membiayai anak-kemanakannyta menurut adat istiadat.

Sebelum Samsulbahri berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan pelajarannya, terlebih dahulu diadakan perpisahan di rumahnya. Banyak teman-temannya yang hadir, di antaranya Bachtiar dan Arifin yang akan bersama-sama berangkat ke Jakarta.

Perpisahan itu diselenggarakan secara modern, diadakan dansa dari tari-tarian disertai dengan musik.

Sampai larut malam barulah selesai. Sitti Nurbaya diantar pulang ke rumahnya oleh Samsulbahri. Rasa persaudaraan kedua anak muda ini makin intim sehingga terjalinlah suatu benang halus yang berakibat cinta-mencintai.

Page 40: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

40 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Datuk Maringgih, yang bergelar datuk bukan karena penghulu adat, akan tetapi hanya sekadar getar saja. Ia bermuka jelek dan berperilaku buruk. Kekayaannya diperoleh dari penipuan, penggelapan, dan pencurian. Dengan bantuan Pendekar Lima dan teman-temannya, Datuk Maringgih dapat menghancurkan saingannya yaitu Baginda Sulaiman ayah Sitti Nurbaya. Dengan cara diam-diam, mereka menghancurkan gedung-gedung, kapal-kapal, toko-toko Baginda Sulaiman.

Karena kemiskinan, Baginda Sulaiman meminjam uang kepada Datuk Meringgi dengan perjanjian bahwa uang itu akan dikembalikan tiga bulan kemudian.

Pada waktu Datuk Meringgi datang menagih utangnya, Baginda Sulaiman tidak dapat menepati janjinya. Ia memberi ancaman, jika ia datang kembali menagih utangnya belum terbayar juga, maka Baginda Sulaiman akan dipenjarakan; kalau tidak ia meminta supaya Sitti Nurbaya menjadi istrinya.

Kemudian ternyata Baginda Sulaiman masih tetap belum dapat membayar utangnya. Ketika akan dibawa ke penjara, diiringkan oleh beberapa orang polisi, tiba-tiba Sitti Nurbaya berlari keluar dari kamarnya dan dengan tidak disadarinya ia berteriak, bahwa lebih baik ia menjadi isteri Datuk Meringgi daripada ayahnya dipenjarakan.

Selama menjadi isteri Datuk Meringgi, pikiran Sitti Nurbaya tidak menentu menyebabkan badannya menjadi kurus seperti orang yang berpenyakit.

Pada waktu libur, Samsulbahri pulang ke Padang. Ia sempat menjenguk ayah Sitti Nurbaya ketika ia sedang sakit keras. Kebetulan Sitti Nurbaya waktu itu sedang menjenguk ayahnya. Pada waktu itulah keduanya dapat bertemu dan saling menceritakan apa yang terjadi pada dirinya masing-masing.

Sedang keduanya bercakap-cakap di bawah sebatang pohon, datanglah Datuk Meringgih, yang berprasangka bahwa mereka berdua telah melakukan hal-hal yang tercelah, sehingga menimbulkan percekcokan antara Samsulbahri dan Datuk Meringgih.

Oleh karena peristiwa yang menggemparkan itu berdatanganlah tetangga ke tempat kejadian itu. Ayah Sitti Nurbaya yang sedang sakit keras, lari ke tempat kejadian itu, karena khawatir kalau anaknya mendapat kecelakaan. Ketika itulah Baginda Sulaiman menemui ajalnya karena terjatuh dari tangga.

Page 41: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 41

Sejak ayahnya meninggal, Sitti Nurbaya menyatakan bebas dari Datu Meringgih, dan sejak itu pula tidak lagi menjadi isteri Datuk Meringgih. Ia hanya menumpang pada familinya yang bernama Alimah. Tidak puas dengan kejahatan yang telah dilakukannya, dengan kebusukan hatinya, Datuk Meringgih menyuruh meracuni Sitti Nurbaya sampai meninggal, sesudah difitnah melarikan barang-barangnya (fitnah yang tidak beralasan).

Akibat perbuatan Samsulbahri itu yang sangat memalukan ayahnya, menyebabkan ayahnya mengusirnya dari rumahnya. Akhirnya, Samsulbahri melarikan diri ke Jakarta. Sepuluh tahun kemudian, Samsulbahri yang telah diberitakan telah meninggal, ternyata telah menjadi letnan kompani dengan nama Letnan Mas (kebalikan dari nama yang sebenarnya yaitu Sam). Ia tinggal di Cimahi di daerah Bandung.

Pada suatu waktu, ia mendapat tugas untuk memimpin satuan pasukan untuk memadamkan pemberontakan di Padang.

Pada waktu itulah Letnan Mas (Samsulbahri) dapat membalas sakit hatinya, sehingga Datuk Meringgih, musuhnya yang melukai hatinya, menemui ajalnya, tetapi sempat mengatai Letnan Mas sebagai anjing Belanda. Ketika itu pula Letnan Mas mendapat luka-luka berat, kemudian dirawat di rumah sakit Padang, tidak lama kemudian Samsulbahri juga meninggal.

Tiba-tiba Sutan Mahmud Sjah meninggal juga, setelah diketahui bahwa Letnan Mas itu sesungguhnya anaknya, yaitu Samsulbahri.

Pada akhirnya, dua bulan kemudian, dua orang anak muda, yang menadi teman sekolah Samsulbahri dan Sitti Nurbaya dahulu, yaitu Arifin yang telah menjadi dokter dan Bachtiar menjadi opseter, mereka berziarah ke tempat pemakaman keluarga Sitti Nurbaya dan keluarga Samsulbahri.

Buah tangan Marah Rusli

- Sitti Nurbaya (roman, 1922) - Anak dan Kemanakan (tentang adat Minangkabau) - Lahami (1952, sebuah roman sejarah di pulau Sumbawa)

Page 42: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

42 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

C. Abdul Muis

Abdul Muis dalam romannya Salah Asuhan (1928) menggambarkan pertemuan Barat dan Timur di Indonesia yang lebih jelas, mendalam, dan lebih baik susunan ceritanya daripada roma sebelumnya.

Ia mengemukakan bermacam-macam masalah: seperti suasana kebarat-baratan, menentang adat, kawin paksa, kawin campuran. Jika dibandingkan dengan menulis-penulis sebelumnya, maka pengarang roman ini akan segera menonjol ke tengah, sebagai pengarang roman yang terbaik yang telah menghilangkan semua cara yang menjemukan, yang biasa terjadi dalam hasil kesusastraan sebelumnya, yang selalu diawali dengan suatu gambaran dari nenek moyang pelaku yang turun temurun sampai anak cucunya.

Abdul Muis terkenal dalam bidang persurat-kabaran. Oleh karena itu, penggunaan bahasanya terasa lebih hidup dan segar.

Pengarang berhasil menggambarkan tipe pelaku-pelakunya yang hidup sekitar tahun 20-an di Indonesia. Semua pelakunya diberi motif, baik pembicaraannya maupun wataknya secara jelas.

Tentang tema karangannya sudah lebih luas daripada roman yang pertama yaitu Azab dan Sengsara, yang mengambil pokok cerita kawin paksa, juga lebih luas daripada roman yang kedua yaitu Sitti Nurbaya yang mempunyai tema pertentangan antara kaum tua dan kaum muda.

Dalam Salah Asuhan kombinasi kedua tema tersebut dikemukakan juga, ditambah dengan tema yang terpenting yaitu kawin campuran antara orang timur dengan orang barat, antara orang Indonesia dengan orang Belanda yang berketurunan Prancis (Retnaningsih, 1963 : 52 - 53).

SALAH ASUHAN

Ringkasan Ceritanya Pelakunya: - Hanafi dan Corrie Du Bussiée (orang timur dan orang barat) - Du Bussiée: ayah Corrie

Page 43: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 43

- Ibu Hanafi - Rapiah: isteri Hanafi, pemberian ibunya - Sjafei: anak Hanafi dengan Rapiah - Sutan Batuah: ayah Rapiah - Piet: teman sekerja Hanafi

Cerita ini berawal terjadi di daerah Solok Pada awal cerita ini, pengarang menggambarkan tentang pergaulan dua orang anak muda, yaitu Hanafi dan Corrie Du Bussiée. Merekalah pelaku utama dalam cerita ini.

Hanafi seorang pemuda Minangkabau yang telah merasa bebas lepas dari kekangan adat-istiadat negerinya; oleh karena sejak kecil sampai menjadi dewasa, ia dididik secara hidup orang Barat. Pada mulanya, orang tua Hanafi bermaksud supaya anaknya itu menjadi orang yang terkemuka dalam masyarakatnya, tetapi meleset, karena ternyata akhirnya menjadi sangat kebarat-baratan.

Corrie seorang gadis Barat yang cantik, yang sadar bahwa antara dirinya dan Hanafi ada terbentang perbedaan-perbedaan, dia orang Barat, sedangkan Hanafi orang Timur. Dia merasa lebih tinggi derajatnya, sedangkan Hanafi lebih rendah di depan mata bangsanya. Akan tetapi, ia sadar juga bahwa antara dirinya dan diri Hanafi itu ada tali batin yang menghubungkan jantung antara keduanya. Dengan demikian, terjadilah pergolakan dalam pikirannya antara perbedaan-perbedaan yang dibuat oleh manusia, yang berwujud kesombongan bangsa dengan perasaan yang diciptakan oleh Tuhan ialah percintaan. Pada akhirnya, otaknya dapat ditaklukkan oleh jantungnya, pikirannya dihancurkan oleh perasaannya.

Du Bussée, ayah Corrie berkebangsaan Prancis yang sudah pensiun dari jabatan arsitek. Istrinya adalah seorang perempuan Bumiputra di Solok, yang dikawininya di gereja.

Corrie baru berumur enam tahun waktu ditinggalkan oleh ibunya. Ketika itu Du Bussée masih menjadi arsitek. Selanjutnya, setelah tamat di sekolah rendah di Solok, bimbang pulalah hati ayahnya antara mengirimkan dia ke Padang ke Sekolah Mulo atau ke Betawi ke HBS (Hoogere Burger School, suatu sekolah menengah atas di zaman penjajahan) karena tidak sampai hati berpisah dengan anaknya.

Setelah Corrie berumur enam belas tahun barulah ia berpisah dengan ayahnya di pelabuhan Teluk Bayur, untuk melanjutkan pelajaran ke Betawi.

Page 44: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

44 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Corrie ketika berumur sembilan belas tahun, sudah berasa menjadi nona besar. Kecantikan parasnya sudah menyebabkan ia dikelilingi oleh sejumlah laki-laki, tua dan muda, yang berkenalan dengan dia. Suatu ketika, Corrie bertanya, "Pa apakah halangan perkawinan orang Barat dan orang Timur?"

" Lihat sajalah saya dengan keadaan ibumu. Bangsa dan kaum kerabatnya sekali-kali tidak suka ia hidup bersama dengan aku; pun bangsaku menyalahi benar akan perbuatanku itu. Tapi aku, demikian pula ibumu, tiadalah kawin dengan orang banyak itu, tidak pula kami bergantung kehidupan pada mereka itu. Jadi segala bantahan mereka tidaklah mengurangi kesenangan kami. Hanya jarang-jarang yang bertemu demikian, Corrie!" Kata Kipling seorang pujangga Inggirs:

Cerita selanjutnya, setelah tamat dari HBS Hanafi bekerja menjadi Komisaris pada kantor Asisten Residen Solok.

Lukisan kebarat-baratan seorang anak dan lukisan adat kebiasaan lama seorang ibu, bersama-sama tinggal dalam sebuah rumah; Hanafi menginginkan supaya rumahnya itu diatur seperti aturan barat, sedangkam ibunya tidak dapat menyesuaikan dirinya.

Yang sangat menyedihkan ibunya, selain dari sangat kebarat-baratan kelakuan anaknya itu, juga Hanafi kerap kali mencemoohkan dan mengejek adat lembaga yang sangat dimuliakan oleh orang tuanya. Puncak-puncaknya ejekan dan cemoohan yang dilemparkan Hanafi terhadap ibunya ialah ketika dikatakan bahwa Hanafi akan dikemput oleh mamaknya, Sutan Batuah yang beranak tunggal pula, yaitu Rapiah.

“ Kawin campuran itu sesungguhnya banyak benar rintangannya, yang ditimbulkan oleh manusia juga, Corrie! Karena masing-masing manusia ada dihinggapi oleh suatu penyakit, yang boleh dinamakan penyakit kesombongan bangsa”.

“ Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat,

Dan tidaklah keduanya akan menjadi satu.”

Page 45: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 45

Dalam pembicaraan perkawinannya dengan Rapiah, ibu Hanafi meminta pertolongan kepada seorang dukun, supaya Hanafi menurut kehendak orang tua.

Setelah seribu kali membantah dan menolak segala permintaan ibunya itu, akhirnya Hanafi menerima tawaran perkawinan itu, dengan alasan keharusan membayar utang uang dan utang budi kepada mamaknya; menebus badannya yang telah tergadai. Sama sekali bukanlah perkawinan berdasarkan cinta.

Rapiah tidak diperlakukan bagaimana seorang istri, tetapi seolah-olah seorang babu yang diberikan ibunya dengan paksa. Dari perkawinan yang demikian itu lahirlah Sjafei.

Baru saja Hanafi berhenti mendurhakai ibunya itu, tiba-tiba tangannya digigit anjing gila yang datang mendekati kursi kebun yang sedang diduduki Hanafi; ketika anjing itu sedang dikejar orang. Gigitan anjing gila ini harus diobati di Jakarta. Oleh karena itu, berangkatlah Hanafi ke Jakarta untuk berobat.

Cerita selanjutnya, Corrie setelah memutuskan perhubungannya dengan Hanafi (karena Corrie memandang hina orang Melayu dalam suratnya), ayahnya meninggal. Akibatnya ia merasa terasing di dunia ini, dan timbullah pikirannya bahwa dia memerlukan pelindung. Ia tinggal di asrama di Jakarta. Selama ia belum berumur 21 tahun, ia masih dalam asuhan Weeskamer: wees=piatu, yatim+kamer=kamar.

Tepat sekali ketika ia sudah bebas dari ikatan Weeskamer; Carrie bertemu kembali dengan Hanafi. Segala kejadian yang telah lampau dilupakannya dan kembali pada suasana persahabatan dan persaudaraan. Pertemuan kembali itu, bukan saja mengembalikan persaudaraan dan persahabatan, tetapi lebih dari itu; mereka merencanakan untuk kawin.

Setelah Hanafi pindah pekerjaannya dari Solok ke Jakarta dan haknya telah dipersamakan dengan bangsa Belanda (staatblad Europeaan), kemudian mereka kawin. Kepada Rapiah, ia mengirimkan surat talak. Baik ibu Hanafi maupun Rapiah merasa luka hatinya setelah menerima surat Hanafi itu; karena itu berarti Rapiah kehilangan suami, sedang ibunya kehilangan anak yang hanya satu itu.

Setelah ibu Hanafi dan Rapiah menetapkan tak akan berpisah-pisah lagi, mertua dan menantu itu berjanji akan sehidup semati dan penanggungan, maka pindahlam mereka dari Solok ke Kota Anau.

Page 46: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

46 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Perhatian mereka dicurahkan kepada pendidikan Sjafei, anak Hanafi, yang tak berdosa dalam perbuatan ayahnya yang serupa itu.

Cerita selanjutnya, sesudah dua tahun berlangsung perkawinannya, hidupnya terpencil dari pergaulan, karena teman-temannya menyisihkan diri dari mereka.

Dalam keadaan hidup demikian, sering sekali urat saraf Hanafi dan Corrie terganggu dan kesalahan sedikit saja, menjadi pertengkaran besar-besaran. Hanafi menuduh Corrie berhubungan dengan laki-laki lain, sedangkan Corrie tidak merasa senang akan tuduhan yang tak beralasan itu, kemudian ia meninggalkan Hanafi. Akibatnya terjadilah perceraian, masing-masing hidup sendiri-sendiri.

Untuk menghindari pertemuan kembali dengan HAnafi Corrie diberi pekerjaan sebagai pengurus rumah tumpangan bagi anak-anak di Semarang oleh seorang nyonya pension. Berangkatlah Corrie ke Semarang. Cerita selanjutnya, meskipun perlakuan Hanafi demikian buruknya terhadap Rapiah, tetapi rapiah tetap setia dan selalu mengharapkan Hanafi kembali kepadanya. Hal ini membesarkan hati ibu Hanafi. Cerita Selanjutnya.

Sepeninggal Corrie, Hanafi dengan susah payah baru mendapat tumpangan di rumah famili seorang Belanda, yaitu Piet teman sekerja Hanafi. Piet telah menerima Hanafi di rumahnya dengan setulus-tulusnya, akan tetapi nyonyanya tidak demikian halnya. Ia memandang Hanafi sebagai seorang yang sesat: ia hanya terpandang kepada uang tumpangan sebanyak seratus rupiah saja.

Menurut pendapat Piet, Hanafi sungguh orang yang terpelajar, tetapi di dalam rasa dengan rasa, ia buta tuli. Oleh orang bumiputra tidak diterimanya, karena ia membuang bangsanya, sedangkan oleh orang Belanda pun perbuatannya itu masih dianggap sangat rendah. Barulah ia sadar bahwa kekurangan ibunya itu, hanyalah ia tidak bersekolah; sedangkan nasihat-nasihatnya banyak sekali kebenarannya. Ialah yang tidak mendengar dan tidak pernah menerima segala nasihatnya itu.

Sadarlah sekarang Hanafi bahwa Rafiah itu adalah intan yang belum digosok, tetapi sayang ia tidak pandai menggosoknya; hingga barang yang berharga itu dibuang-buangnya disangka tak berharga.Di samping itu, ia sadar pula bahwa Corrie sesungguhnya berlian yang sudah digosok, tak ternilai harganya, tetapi si suami celaka juga yang tak pandai memakainya dan lenyaplah harta itu dari kandungannya.

Page 47: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 47

Dalam menyesali dirinya demikian itu, teringatlah kepada Corrie. Cerita selanjutnya. Hanafi mengambil keputusan untuk berangkat ke Semarang mendapatkan Corrie. Setibanya di Semarang ternyata Corrie sedang terserang penyakit kolera. Tak lama setelah pertemanannya dengan Hanafi, meninggallah Corrie.

Empat belas hari lamanya Hanafi tinggal dipelihara di rumah sakit Paderi di Semarang. Dalam waktu yang sekian lama, tiga hari lamanya ia tidak sadarkan diri , yaitu dari waktu jatuh pingsan melepas istrinya itu. Sejak itu, parangainya talk ubahnya seperti perangai orang gila.

Setelah keluar dari rumah sakit itu teruslah ia ke kuburan Belanda untuk melihat kuburan istrinya. Hanafi menunggui kuburan istrinya semalam, sebelum pulang ke Jakarta. Waktu paginya, ia pulang ke Jakarta.

Selanjutnya, setelah minta izin kepada induk semangnya di Jakarta, dan setelah Hanafi menjual barang-barangnya, pulanglah ia ke Padang. Di tempat inilah terjadi pertemuan yang tidak disangka-sangka antara Hanafi, ibunya Rapiah dan Sjafei, ketika mereka sedang melihat-lihat pasar malam. Ketika itu Rapiah tak menghiraukan lagi Hanafi, bahkan direntakkannya Sjafei yang sedang didukung oleh Hanafi. Dengan cepat, larilah Rapiah menjauhi Hanafi.

Hal ini menunjukkan kepada Hanafi bahwa Rapiah sekarang bukan lagi minta dikasihani, melainkan minta diindahkan.

Rapiah dengan Corrie, sama-sama mulia hati, sama-sama tinggi derajat. Hanya seorang bunga dari Barat, yang seorang lagi bunga dari Timur. Masing-masing mengandung sifat sendiri.

Sejak Hanafi mengetahui bahwa pintu rumah keluarganya sudah tertutup bagi dirinya, demikian juga nyinyik mamaknya sudah tidak mau lagi menerima Hanafi yang sudah menjadi orang Belanda, pikiran Hanafi makin tidak menentu, dan makin bingung. Hanya ibunya yang selalu mendampinginya.

Pada akhirnya ia sadar bahwa keadaannya yang demikian itu memberatkan ibunya. Ia putus asa. Oleh sebab itu, Hanafi mengakhiri hidupnya dengan minum banyak pil sublimat.

Page 48: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

48 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Penutup Cerita Sjafei telah bersekolah di Jakarta. Jika sudah tamat, ia akan

melanjutkan sekolahnya ke negeri Belanda. Ibu Hanafi memerlukan benar menyembelih ayam, tiap-tiap

kedatangan anak-anak sekolah dari Betawi. Pemuda-pemuda itu senang sekali datang berkunjung ke rumah orang yang peramah dan arif-bijaksana itu; dan banyaklah di antara mereka yang mendapat pelbagai nasihat dari ibu Hanafi, yang berhubungan dengan pakaian hidup. Banyaklah keluar pemandangan tentang kehidupan orang Timur yang sekali-kali janganlah menjadi sepuhan dari Barat.

Sjafei memperhatikan nasihat-nasihat itu dan senantiasa ia berjanji, sepulangnya dari negeri Belanda kelak akan kembali ke kampung meluku (membajak) sawah ibunya.

Setiap hari Jumát ibu Hanafi dengan Rapiah berziarah ke kubur Hanafi, membawa air dan bunga. Hanafi dikuburkan di Solok.

D. Jamaluddin (Adinegoro) Dara Muda dan Asmara Jaya

Adinegoro mempunyai kedudukan yang istimewa di antara pengarang-pengarang yang seangkatan dengan dia. Dialah yang mula-mula mengakui atau menerima dengan terus terang perkawinan inter-insuler (dari pulau ke pulau, antar-pulau).

Masalah yang diuraikannya sudah lebih luas, soal kesatuan bangsa jauh melampaui soal adat kedaerahan. Hal ini dapat dipahami karena Adinegoro adalah seorang wartawan, yamg dapat

- Persoalan terpenting yang diketengahkan Abdul Muis dalam roman ini ialah perkawinan campuran antara orang Barat dengan orang Timur.

- Pengarang berkesimpulan bahwa perkawinan campuran lebih

banyak melaratnya daripada manfaatnya pada waktu itu.

Page 49: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 49

melihat hal-hal yang sangat penting bagi bangsanya untuk dikemukakan kepada masyarakat. Masalah bahasa, bangsa, dan tanah air satu sedang hangat dibicarakan pada waktu Adinegoro menyusun buku romannya itu; ia telah memilih masalah yang tepat pada waktu itu.

Adinegoro pada mulanya dididik untuk menjadi dokter (di Stovia), tetapi kemudian ia lebih cenderung kepada masalah journalistiek (karang-mengarang). Kecenderungan ini semasih di bangku sekolah; ia telah mulai hidup dengan ujung penanya. Dengan penanya pulalah, ia berhasil mengelilingi dunia Barat (baca tulisannya: Melawat ke Barat). (Usman, 1959 : 45 – 51)

DARA MUDA (1927) Ringkasan Ceritanya

Pelakunya:

Nurdin dan Rukmini

Nurdin (pemuda MInangkabau)

Rukmini (gadis Sunda)

Ibu dokter Nurdin

Guru Harun (seorang penipu)

Cerita berawal di kapal ketika Nurdin bertemu dengan Rukmini, seorang gadis Sunda yang telah menjadi guru HIS (Hollands Inlands School = sekolah rakyat pada zaman penjajahan dengan lama belajar 7 tahun), sedang berada dalam perjalanan menuju Bengkahulu, bersama dengan ibunya. Waktu inilah Nurdin jatuh cinta kepada Rukmini, yang menurut pandangannya sangat cantik.

Nurdin, seorang pemuda Minangkabau, baru saja tamat dari sekolah Stovia. Setelah bergelar dokter, ia bercita-cita memajukan bangsanya. Orang tuanya sangat mengharapkan supaya Nurdin lekas mempunyai istri. Akan tetapi, janganlah anaknya itu kawin dengan bangsa Eropa ataupun bangsa lainnya.

Akan tetapi, Nurdin tak menaruh cinta kepada orang lain, selain kepada Rukmini sendiri. Perhubungan mereka makin erat, ketika ibu Rukmini sakit keras. Selama itu terus-menerus Nurdin datang ke rumah Rukmini, sehingga ibunya sembuh.

Page 50: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

50 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Sudah bulat hati Nurdin untuk melamar Rukmini, sesudah diketahuinya betul-betul bahwa cintanya itu berbalas.

Cerita selanjutnya. Ibu Nurdin tidak senang melihat Nurdin sering mengunjungi Rukmini. Bukanlah ia tak suka bermenantukan Rukmini, tetapi ia menganggap anaknya itu seorang yang berpangkat tinggi, bangsa yang bail-baik dan orang jemputan pula. Jadi keinginannya, ibu Rukminilah yang harus datang meminta, apabila betul-betul Rukmini mau kepada anaknya.

Di samping akal ibu Nurdin itu, ada lagi orang yang akan menceraikan perhubungan mereka itu, ialah guru Harun, yang menginginkan Rukmini menjadi istrinya. Harun dengan lancar dan panjang lebar berbohong dan memburuk-burukkan nama Rukmini kepada Nurdin. Hal ini berakibat, Nurdin memutuskan hubungannya dengan Rukmini tanpa diselidikinya lebih dahulu.

Akibat perbuatan ibu Nurdin itu. Nurdin jatuh sakit dan mencemaskan. Ibunya juga jatuh sakit sesudah menyesali perbuatannya itu; dan setelah mengakui kesalahannya kepada Nurdin, matilah ia.

Tidak lama kemudian, Nurdin mendapat kabar bahwa guru Harun menggantung diri di penjara karena melakukan bermacam-macam kejahatan. Timbullah pikiran Nurdin bahwa bukan perbuatan ibunya sajalah yang terutama putusnya hubungannya dengan Rukmini itu, tetapi perbuatan guru Harun juga. Ketika itu Nurdin jatuh sakit dan merana merindukan lagi Rukmini, yang sesungguhnya tak berdosa.

Dipanggilnyalah Rukmini dengan mengirim surat, maksudnya hendak mengakui kesalahannya.

Ketika Nurdin dan Rukmini bertemu kembali, mereka masih juga saling mencintai.

Akhirnya mereka kawin.

ASMARA JAYA (1928) Ringkasan Ceritanya

Pelakunya:

Rustam dan Dirsina

Rustam (pemuda Minangkabau)

Dirsina (gadis Periangan Sunda)

Nuraini (istri Rustam yang dikawini dengan jalan berwakil)

Asmara Jaya juga menceritakan perkawinan pemuda Minangkabau dengan gadis Periangan, terjadinya di Bandung bukan di Bukit Tinggi.

Page 51: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 51

Rustam adalah seorang komis di Bandung dan kawin dengan Dersina; telah beroleh anak seorang, Dirhansjah.

Ketika orang tua Rustam mengetahui bahwa anaknya telah kawin dengan gadis Sunda, mereka pergi ke pulau Jawa untuk memaksa anaknya meneken surat wakil, karena ia akan dikawinkan dengan seorang gadis di kampungnya.

Rustam sendiri tidak mau hadir dalam upacara perkawinannya itu, hanyalah ia dipaksa untuk menanda-tangani surat wakil perkawinannya oleh orang tuanya.

Setelah perkawinannya itu berlangsung, Nuraini disertai ibunya dan orang tua Rustam (bibi dan mamaknya), berangkat ke Bandung hendak mengunjungi Rustam.

Cerita selanjutnya. Selesai meniga hari kematian Dirhansjah, Rustam dan istrinya saling menghibur hatinya sedapat-dapatnya, agar supaya dapat segera lupa akan kedukaannya itu.

Ketika suasana bahagia hampir kembali dalam rumah tangga suami istri itu, tiba-tiba orang tua Rustam, Nuraini, dan ibunya tiba di halaman rumahnya.

Kecewalah tamu-tamu yang baru datang itu karena bukannya mereka itu dijemput dengan suasana ramah-tamah, akan tetapi terusirlah oleh Rustam, karena takut kalau-kalau istrinya yang sedang sakit terganggu oleh suasana itu.

Cerita berakhir. Bapak Rustam dan pengantar lainnya pulang ke Padang dan kembali membawa Nuraini istri Rustam yang baru dikawini dengan jalan berwakil. Karangan Adinegoro

Dara Muda (1927)

Asmara Jaya (1928)

Melawat ke Barat

E. Mr. Muhammad Yamin Muhammad Yamin dilahirkan di Sawah

Luntoh, Sumatra Barat, padas 23 Agustus 1903. Mula-mula ia belajar pada Sekolah Melayu, HIS (Hollands Inlands School, Sekolah Rakyat pada zaman penjajahan dengan lama belajar 7 tahun), kemudian memasuki Normaal School (Sekolah Pendidikan

Page 52: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

52 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Guru), Sekolah Pertanian dan Peternakan di Bogor. Kemudian menamatkan AMS (Algemeene Middelbare School= Sekolah Menengah Atas) di Jogjakarta pada tahun 1927, dan beroleh gelar Master in de Rechten dalam tahun 1932 di Jakarta.

Dalam bidang sastra, dari tangan Yaminlah mula-mula lahir bentuk soneta, yang kemudian diikuti oleh penyair-penyair Pujangga Baru. Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa sebenarnya Yaminlah yang sebenarnya lebih dahulu memelopori Pujangga Baru.

Sajak-sajak Muhammad Yamin yang mula-mula dalam tahun 1920 masih menyanyikan Andalas: Tanah Airku. Baru dalam tahun 1928, di antaranya atas usaha dan kegiatan Muhammad Yamin, pergerakan pemuda daerah-daerah meleburkan diri dalam Indonesia Muda, yang berkongres dalam tahun itu juga di bawah pemimpin Muhammad Yamin sendiri. Dalam kongres itulah (28 Oktober 1928) diresmikan:

Dalam perkembangan selanjutnya, dalam tahun 1929 nyanyian Muhammad Yamin bukan lagi melagukan Andalas: Tanah Airku, tetapi menjadi Indonesia: Tanah Airku.

Perlu dicatat bahwa pada mulanya, terdapat pemuda-pemudi yang sudah pandai berbahasa Belanda berkeinginan hendak menjadikan bahasa Belanda menjadi bahasa penghubung di kalangan mereka. Syukurlah keinginan ini tidak berkembang. Hal ini disebabkan pemuda-pemuda lain hendak meletakkan dasar bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Di antaranya Muhammad Yamin! Tidak saja dipertahankan dengan suaranya, tetapi juga dengan perbuatan dan kegiatannya memakai bahasa Indonesia. Usahanya tiada sia-sia karena segera diikuti oleh yang lain, Sanusi Pane di lapangan sastra mengikuti langkah Muhammad Yamin, dan demikian juga dalam tahun 1921, Muhammad Hatta sesungguhnya telah lebih dahulu bersajak dalam bentuk (soneta) dalam Jong Sumatra bernama Beranta Indera.

Di bawah ini dicantumkan soneta Muhammad Yamin.

PERMINTAAN Mendengarkan ombak pada hampirku Debar-mendebar kiri dan kanan Melagukan nyanyi penuh santunan Terbitlah rindu ke tempat lahirku.

Bahasa Indonesia sebagai bahas persatuan

Page 53: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 53

Sebelah Timur pada pinggirku Didapati langit berawan-awan Kelihatan pulau penuh keheranan Itulah gerangan tanah airku.

Di mana laut debur-mendebur Serta mendesir tiba di pasir Di sanalah jiwaku mulai tertabur.

Di mana ombak sembur-menyembur Membasahi barisan sebelah pesisir Di sanalah hendak aku berkubur

Di lautan Hindia, Juni 1921 (Dieja menurut EYD)

Di bawah ini dicantumkan soneta tunggal Muhammad Hatta

BERANTA INDERA

Lihatlah timur indah berwarna, Fajar menyingsing haripun siang; Syamsu memancarkan sinar yang terang, Khayal tersenyum berpanca indera.

Angin spoi bertiup dari angkasa Merembus ke tanah, ranting digoncang; Margasatwa melompat keluar sarang, Melihat beranta indera indah semata.

Langit lazuardi teranglah sudah, Bintang pun hilang berganti-ganti; Cahaya Zuhari mulai muram.

Haiwan menerima selawat 'alam, Hari pun girang tiada terperi; Melihat kekayaan Subhan Allah.

Dari: Jong Sumatra, November 1921 (Dieja menurut EYD)

Sajak soneta terdiri atas empat bait. Bait pertama dan kedua masing-masing terdiri atas empat baris, sedangkan bait ketiga dan keempat masing-masing terdiri atas tiga baris.

Page 54: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

54 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Muhammad Hatta mewarnai sajaknya dengan sejumlah kata-kata yang bukan termasuk kata-kata sehari-hari, yang dapat dikategorikan sebagai bahasa sastra. Kata-kata yang dimaksud adalah yang berikut.

beranta (dari kata pranta (Skt)= maksudnya alam luas Antah Beranta = negeri besar

indera = nama dewa yang menguasai angkasa

Beranta indera = dimaksudkan alam semesta (pada waktu subuh)

marga (Skt) = jalan

satwa = binatang, hewan yang merayap

Lazuardi (Parzi) = permata atau langit yang berwarna biru

Zuhari (Zuhar (Arab) = bintang Venus atau bintang Barat dan pada waktu subuh dinamakan bintang Timur

cahaya Zuhari = cahaya yang terpancar dari bintang Timur (Usman, 1959 : 155)

Karangan Muhammad Yamin

Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan sajak,1951)

Karangan-karangan Muhammad Yamin yang diambil dari sejarah ialah:

Ken Arok dan Ken Dedes (dalam bentuk cerita sandiwara)

6000 Tahun Sang Merah Putih

Yang berupa terjemahan:

Di dalam dan di luar Lingkungan Rumahtangga

Menantikan Surat dari Raja (keduanya dari karangan Rabindranath Tagorea)

Di bawah ini dicantumkan isi Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta.

Muhammad Yamin memelopori: - Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

- bentuk sajak soneta

Page 55: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 55

Menurut Prof. Dr. A. Teeuw, kebulatan tekad para pemuda di atas

berisi saat permandian, bukan jam lahirnya bahasa Indonesia. Lebih tepat jika dikatakan atau dinamakan pengakuan keyakinan daripada pernyataan kejadian. (Teeuw, 1959 : 35)

E. Rustam Effendi

Rustam Effendi dilahirkan dalam tahun 1903 di Padang. Sesudah menamatkan pelajarannya pada kweekschool (sekolah Raja) di Bukit Tinggi, ia melanjutkan pelajarannya pada HKS (Hoorgere Kweetschool)= Sekolah Guru Atas di Bandung. Di negeri Belanda ia berhasil menempuh ujian Hoofdakte di samping menggabungkan diri dengan Communistiche party Nederland, sampai ia terpilih menjadi wakil partai itu di Tweede Kamer, dari tahun 1933 sampai 1946.

Sejak permulaan revolusi ia kembali ke Indonesia dan bekerja bersama-sama dengan Tan Malaka di Indonesia, sebagai seorang pemimpin komunis, ia banyak menulis risalah kecil-kecil untuk propaganda ideologinya (Usman, 1959 : 163).

Dalam perkembangan kesusastraan Indonesia, dua saja buah tangannya. Dalam tahun 1925 lahirlah buah tangannya yang pertama ialah Percikan Permenungan (kumpulan sajak), buah tangannya yang kedua ialah

Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu: Tanah Indonesia

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu: Bangsa Indonesia

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa peratuan, Bahasa Indonesia.

Page 56: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

56 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Bebasari, yang merupakan cerita sandiwara, yang bersifat simbolis, yang mengandung cita-cita kemerdekaan Indonesia.

1. BEBASARI (Tonil dalam 3 Pertunjukan)

Di bawah ini dicantumkan singkatan ceritanya. Maharaja Takular telah ditaklukkan oleh Rawana. Kerajaannya

dirampas, karena Rawana mendengar kabar dari ahli nujum, bahwa Budjangga anak dari Maharaja Takular, nanti akan jadi jodohnya putri Bebasari, anak dari Bangsawan Sabari

Rawana, tiada hendak percaya pada peruntungan yang telah ditentukan lebih dahulu, terus memisahkan kedua kecintaan itu, serta mengurung Bebasari dalam terungku, dijaga dengan kokoh oleh jihin dan peri.

Ketika Budjangga telah berumur, ia bermimpi melihat wajah Bebasari, terus jadi asyik berahi. Budjangga menanyakan arti mimpinya pada ayahnya. Si ayah menerangkan bahwa Bebasari tunangan Budjangga. Budjangga akan pergi mencari tunangannya tetapi ditahan oleh ayahnya dan mamanda Sabari.

Dakati dan Sabarinaratju menyuruh tuntut Bebasari. Budjangga karena keras cintanya tiada memindahkan perkataan

Sabari, melainkan pergi meninggalkan negerinya, menempuh tempat Rawana menerungku Bebasari, yang ditunjukkan oleh Sabainaratju.

Budjangga mengalahkan lasykar dan rakyat Rawana, mengusir Rawana dari kerajaan yang dirampasnya serta melepaskan Bebasari dari kurungan.

Budjangga kawin dengan Bebasari, seperti ysng telah dijanjikan oleh peruntungan alam dari mulanya. (Effendi, 1953 : 6)

Setelah Budjangga mengalahkan Rawana dan membebaskan Bebasari dari terungku Rawana, maka Bebasari bersajak seperti yang berikut. Kakanda, dari zaman berganti zaman.

Tetap hatiku menanti tuan. Kakanda bakal membawa merdeka. Sebab cintamu kepada loka. Susah payah tuan kemari.

Page 57: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 57

Menyeberangi darah menempur duri. O, kakanda, junjungan beta. Tida’ kemenangan dipinta. Tiap pekerjaan meminta korban. Tiap asmara melupakan badan. Adapun kita hidup di sini. Selintas lalu sebagai mimpi. Selama hidup ta’ putus perang. Itulah kehendak zaman sekarang. Asmara sayap usaha yang tinggi. Asmara kepada bangsa sendiri.

Sajak di atas adalah penutup sandiwara yang berjudul BEBASARI. (Effendi, 1953 : 59) (Dieja menurut EYD)

PERCIKAN PERMENUNGAN (Kumpulan Sanjak)

Percikan Permenungan terbit di Padang pada bulan Maret 1925 tidak beberapa lama sesudah Bebasari (tonil) terbit. Kedua buku itu dikarang dan disusun dalam waktu dan suasana yang bersamaan.

Di bawah ini dicantumkan dua bait dari sanjaknya yang bernama Bukan Beta Bijak Berperi

Bukan beta bijak berperi, pandai mengubah madahan syair;

Bukan beta budak negeri, musti menurut undangan mair.

Sarat saraf saya mungkiri; Untai rangkaian seloka lama,

Beta buang beta singkiri, Sebab laguku menurut sukma.

(Percikan Permenungan, 1925 : 28) (Dieja menurut EYD)

Menurut Prof. Dr. Teeuw, sanjak di atas bentuknya bertentangan dengan isinya. Bentuk seperti pantun, bersajak akhir a b a b. Untaian itu pada bagiannya yang pertama tidak mengandung persediaan menuju bentuk

Page 58: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

58 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

dan/atau isi dalam bagiannya yang kedua, tetapi untaian-untaian itu merupakan kesatuan lanjut, menurut isinya. (Teeuw, 1959 : 81)

Pada bentuk sanjak di atas dapat kita lihat keadaannya yang berikut.

tiap bait terdiri atas empat baris

tiap baris berganti-ganti 9 dan 10 suku kata.

Bersajak a b a b.

tidak mengandung sampiran seperti pada pantun (2 baris pada setiap bait)

tiap bait merupakan satu kesatuan isi (tidak ada sampiran)

Dengan demikian, sanjak yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi, bukanlah pantun.

G. Sanusi Pane

Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, pada tanggal 14 November 1905. Ia tamatan Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari Jakarta, dalam tahun 1925; ia diangkat menjadi guru pada sekolah tersebut (1926-1931). Kemudian dia pindah ke Lembang ketika sekolah itu dipindahkan ke sana (1931-1933).

Selanjutnya, ia pindah ke Perguruan Rakyat di Bandung (1933 -1936), kemudian pindah ke Perguruan Rakyat di Jakarta (1936 -

1941). Pernah memimpin surat kabar Kebangunan di Jakarta (1936 -1941); kemudian menjadi kepala sidang pengarang Balai Pustaka sejak tahun 1941. Pada zaman pendudukan Jepang, dia menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan (Kaimin Bunka Shidosho) dan menjadi anggota Majelis Pertimbangan Putera.

Untuk memahami jalan pikiran dan perasan Sanusi Pane dapat dilakukan dengan cara mempertentangkan dengan pandangan atau pendirian Sutan Takdir Alisjahbana pada zaman Pujangga Baru.

Page 59: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 59

Alisjahbana berpendapat bahwa paham filsafat India (yang dianut Sanusi Pane) melemahkan semangat. Bangsa kita janganlah berhenti berpikir , tetapi sebaliknya, Sanusi Pane mengatakan bahwa tulisan Takdir mudah menjadi tendensi literatur. Dan hal ini tidak berbeda dengan nasihat guru, membawa kita kepada pikiran bahwa kesusastraan ialah didaktik. Sanusi menaruh keberatan terhadap roman Layar Terkembang karena terlalu keras tendensnya.

(Nasution, 1963 : 108 – 109)

Sanusi Pane mulai bersajak pada usia 16 tahun. Sajaknya yang pertama ialah Tanah Air dalam tahun 1921.

Di bawah ini dicantumkan sajak Sanusi Pane yang berjudul KEPANTAI, yang mengandung romantik usia muda remaja Sanusi Pane.

KEPANTAI Ombak berdesir, Di pantai pasir,

Suka lagu, Dicium samsu.

Mari gerangan adindaku sayang, Mendengar lagu memuji cinta, Waktu datang buat terbayang,

Kalau laksmi mengikat kita.

Permainan mata, Ratna permata, Bunga melati, Sijantung hati.

Dengar laguku di tepi pantai, Diayun gelombang cinta kalbu,

- Sanusi Pane memandang ke India, yang mementingkan kerohanian, filsafat Hindu dan Budha.

- Sutan Takdir Alisjahbana memandang ke Barat, yang telah melahirkan ajaran materialisme. Dalam segala tindakan

dan anjurannya berpedoman ke Barat.

Page 60: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

60 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Dari hati kuatur rantai, Mengebat engkau pada jiwaku.

Dari: Puspa Mega (Dieja menurut EYD)

Amir Hamzah pernah melukiskan tentang Sanusi Pane bahwa Sanusi Pane jiwanya terbang ke zaman Hindu dan Budha, matanya melihat ke permainan dalam candi dan stupa, takjub melihat rangkaian cempaka di kaki Pagoda. Dengan hatinya yang reda atau tenang itu dibacanya segala cerita dan kias pada dinding candi Borobudur dan candi Mendut sehingga timbullah sentosa raya dalam sanubarinya. Karangannya seperti bulan berlayar di langit hijau tenang dan sejuk.

Selanjutnya Amir Hamzah mengatakan bahwa Sanusi Pane menguasai bahasa Indonesia sampai ke urat-uratnya, payah Pujangga lain mengimpit ia, dari sebuah kata ke sebuah kata telah ditimbangnya dengan teliti.

(Usman, 1959: 170 – 171)

Tentang pengaruh filsafat Hindu yang dikagumi oleh Sanusi Pane, tercantum antara lain dalam sajaknya di bawah ini.

CANDI MENDUT

Di dalam ruang yang kelam terang Berhala Buddha di atas takhta,

Wajahnya damai dan tenung tenang, Di kiri dan kanan Bodhisatwa. Waktu berhenti di tempat ini,

Tidak berombak diam semata, Asas berlawan bersatu diri, Alam sunyi kehidupan rata,

Diam, hatiku, jangan bercita, Jangan kau lagi mengandung rasa, Mengharap bahagia dunia maya. Terbang termenung, ayuhai jiwa,

Menuju kebiruan angkasa Kedamaian petala nirwana

Dari: Madah Kelana (Dieja menurut EYD)

Page 61: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 61

TEMPAT BAHAGIA

Lamalah sudah aku mencari Berkelana kembara kian kemari,

Masuk candi menjunjung jari, Bersuka raya di taman sari, Baru sekarang ‘ku mengerti,

Bahwa bahagia di dalam hati. Dari: Madah Kelana

(Dieja menurut EYD) MENCARI

Aku mencari Di kebun India,

Aku pesiar Di kebun Junani,

Aku berjalan Di tanah Roma,

Aku mengembara Di benua Barat,

Segala buku Perpustakaan dunia

Sudah kubaca, Segala filsafat

Sudah terperiksa, Akhirnya ‘ku sampai

Ke dalam taman Hati sendiri.

Di sana bahagia Sudah lama

Menanti daku Dari: Madah Kelana (Dieja menurut EYD)

Selain buah tangan Sanusi Pane yang berisi kumpulan sajak (Puspa Mega dan Madah Kelana), juga beberapa yang berupa drama (cerita tonil) yaitu: Kertajaya, Sandhyakala ning Majapahit dan Manusia Baru; dan dua buah yang ditulisnya dalam bahasa Belanda, yaitu Airlangga dan Eezame Garoeda-vlucht.

Page 62: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

62 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Setiap orang dapat saja mengalami perubahan cara pola pikir. Hal ini terjadi pada Sanusi Pane, yang tergambar dalam dramanya Manusia Baru. Perubahan pola pikir ini semenjak Kertajaya dan Sandhyakala ning Majapahit sudah jelas sejelas-jelasnya.

Anehnya ialah bahwa kita justru dalam dramanya yang terakhir, Manusia Baru, Sukar bertemu kembali dengan Sanusi Pane yang menghasilkan karangan-karangannya yang dahulu. Memang, ia akan mempertahankan dasar peradaban India, tetapi India abad kedua puluh; ia berusaha mengadakan perpaduan antara rohani dan jasmani.Tekanan perhatiannya diletakkannya seluruhnya pada pembaharuan, pada perubahan yang perlu diadakan, apabila hendak mendatangkan manusia baru yang sejati.

Pelakunya yang utama Surendranath Das adalah seorang yang amat dinamis dalam perbuatan dan percakapannya.

Secara teori barangkali masih belum diterima: tetapi secara kenyataan, yang jelas tampaklah dalam karangan itu (Manusia Baru), bahwa Takdir telah berhasil meyakinkan lawan-lawannya buat sebagian besar, baik tentang putusnya hubungan yang lama dengan yang sekarang, baik tentang arti sosoal seniman, maupun tentang tendens dalam kesenian. (Teeuw, 1959, 1959 : 134 – 135) Buah tangan Sanusi Pane

Pancaran Cinta (prosalyris, 1926)

Puspa Mega (kumpulan sajak 1927)

Madah Kelana (kumpulan sajak)

Kerta Jaya (Drama)

Sandhyakala ning Majapahit (drama)

Manusia Baru (drama, 1940)

Air Langga (drama dalam bahasa Belanda)

Eenzame Garoedavcht (drama dalam bahasa Belanda)

Page 63: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 63

BAB IV ZAMAN PUJANGGA BARU

Pujangga Baru adalah nama sebuah majalah. Majalah ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana sejak tahun 1933. Angkatan Pujangga Baru disebut juga Angkatan 33.

Prof. Dr. Teeuw mengatakan bahwa majalah itu yang pada mulanya bernama: ‘Majalah bulanan kesusastraan dan bahasa serta seni dan kebudayaan’, kemudian (pada permulaan tahun ke-3) menjadi: ‘pembawa semangat baru dalam kesusastraan, seni kebudayaan dan sosial masyarakat umum’, dan kemudian lagi tersebut pada kulitnya: ‘pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan Indonesia’. Perinciannya yang terakhir ini sungguh-sungguh berupa agak tegas dan segera pula menimbulkan sebab untuk pertentangan.

Dalam tahun keenam misalnya Alisjahbana harus mempertahankan pendapatnya seperti dinyatakan oleh kata dinamis itu, terhadap seorang yang tak kurang dan tak lain daripada Haji Agus Salim sendiri dan antara pujangga-pujangga baru sendiri timbul pertentangan hebat tentang tujuan yang akan ditempuh oleh kebudayaan kesatuan kebangsaan itu.

Selanjutnya Prof. Dr. A. Teeuw mengatakan: tetapi mujurlah, bahwa cita-cita niskala untuk bekerja dalam kalangan Kesusastraan dan Kebudayaan ternyata lebih kuat membentuk pertalian daripada menimbulkan perceraian dalam perbedaan-perbedaan paham tentang cara melaksanakan cita-cita itu.

Page 64: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

64 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Majalah itu dapat terus hidup sampai tiba masa pendudukan Jepang. Dengan demikian, jadilah majalah itu satu-satunya dokumen tentang adanya atau tentang percobaan mengadakan Kesusastraan Indonesia pada masa sebelum perang; dokumen yang sangat berharga bagi setiap orang Indonesia yang menghargai asal-mula dan sejarah kemajuan kebudayaan Indonesia yang baru (1959 : 57 – 58).

Selanjutnya, penulis akan mengemukakan secara berturut-turut beberapa tokoh utama dalam zaman Pujangga Baru serta karangannya masing-masing, baik yang berbentuk prosa maupun yang berbentuk puisi.

A. Mr. Sutan Takdir Alisjahbana

S.T. Alisjahbana lahir di Natal (Tapanuli), 11 Februari 1908. Ia tamatan HKS (Hoorgere Kweekschool= Sekolah Guru Atas) di Bandung. Kemudian, ia melanjutkan pelajaran pada Sekolah Tinggi Hakim. Pernah ia menjadi guru di Palembang.

Sejak tahun 1930, ia bekerja pada Balai Pustaka; salah seorang pendiri dan pemimpin Pujangga Baru.

Di lapangan kebudayaan, pengetahuan, dan kesusastraan, ia terkenal sebagai tokoh yang terrpenting. Khusus di lapangan karang-mengarang, ia sebagai seorang penulis yang produktif. Di samping itu, ia seorang pengusaha: mempunyai percetakan (Pustaka Rakyat), lengkap dengan toko buku.

Dalam dunia keilmuan, kebudayaan bahasa dan filsafat, ia banyak mendapat perhatian dari luar negeri. Berkali-kali ia menerima undangan, baik dari Eropa maupun dari Amerika. Akan tetapi sebaliknya, dari pihak cendekiawan bangsanya sendiri, ia banyak mendapat tantangan, bahkan seakan-akan ia disisihkan oleh sebagian bangsanya karena pendiriannya yang sangat mengagumi Dunia Barat.

Page 65: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 65

S. Takdir tidak setuju dengan pandangan Ki Hajar Dewantara, yang mewakili aliran yang menghendaki supaya pendidikan (dan kebudayaan) sedapat-dapatnya didasarkan pada kebangsaan zaman dahulu.

S. Takdir tidak menyetujui pendapat Dr. Sutomo yang membela pasantren yang mengatakan bahwa pasantren lebih murah ongkosnya (jadi alasan ekonomi) dan juga di sinilah baru mungkin diberikan didikan serbaguna dalam masyarakat yang tidak hanya mementingkan kepandaian otak, tetapi juga memberi didikan untuk seluruh kehidupan.

S. Takdir sama sekali tidak menyetujui pendapat Dr. Sutomo tersebut. Bagi pandangannya sekolah-sekolah demikian hanya merupakan cita-cita alam ketenangan yang dipelihara oleh masyarakat yang tenteram tetap sifatnya; tetapi juga yang mematikan individu; dan mematikan masyarakat yang sudah seharusnya berurusan dengan masyarakat-masyarakat lain yang bersifat dinamis, hidup bergerak.

S. Takdir sangat mengecam pemujaan suatu bangunan seperti Borobudur yang dalam pandangannya hanya dapat dilihat dalam bayangan penderitaan yang tak berkeputusan dan dalam bayangan aniaya sosial. (Teeuw, 1959 : 103)

Prof. Dr. A. Teeuw berpendirian bahwa ia dalam hal ini tak perlu memilih kawan dalam pertengkaran itu. Pastilah bahwa S. Takdir sekali-sekali ada juga berbuat melebih-lebihi dan menuju Dunia Barat dengan pandangan dari satu sudut saja. Akan tetapi, pasti pula ada faedah dan manfaatnya suara demikian diperdengarkan sebab di dalam suara itu termasuk juga kebenaran yang penting artinya.

Selanjutnya S. Takdir mengatakan bahwa para seniman muda yang sudah pada tempatnya merasakan dirinya mempunyai tugas, tetapi yang seharusnya pula melaksanakan tugas itu dalam kehidupannya. Noblesse oblige (nama besar punya tanggung jawab

Oleh sebab itu, alam yang tenang tenteram itu harus dipecahkan

dan dikoyak-koyak

Page 66: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

66 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

pula). Mereka harus memelopori bangsanya; mereka harus memimpin bangsanya dalam perjuangannya untuk memperoleh kemerdekaan dan kehidupan. Namailah kesenian demikian itu kesenian bertujuan.

Prof. Dr. A. Teeuw mengatakan bahwa S. Takdir yang lahir dalam tahun 1908, amat mengherankan banyak kecakapannya. Pada selayang pandang bahkan menakjubkan banyak kecakapannya itu.

Apa hendak dikatakan tentang seorang pengarang cerita roman juga jadi ahli hukum; seorang guru yang juga ahli-logat; seorang penyair yang juga jadi ahli ibarat (didacticus); seorang ahli masyarakat yang juga mengarang tata bahasa sambil menjadi pengarang esai-kesusastraan yang cakap dan dalam pada itu hidup sebagai pencinta bangsa yang sadar dan giat pula dalam poloitik?

Tentang banyaknya kecakapan S. Takdir tersebut, ia tidak terhindar dari bahaya. Kadang-kadang pekerjaannya menjadi kurang dalam sifatnya dan kurang tetap mutunya, sebab menumpuknya usaha secara demikian; tak dapat tidak pekerjaan semua dilakukan dengan cepat-cepat, bahkan dengan tergesa-gesa.

Dalam tahun 1942, ia mendapat gelar Meester in de rechten. Akan tetapi dalam kehidupannya, ia lebih tertarik kepada masalah kebudayaan, filsafat, kesusastraan, dan bahasa.

Takdir berpendapat bahwa ada empat unsur yang memotivasi kemajuan Dunia Barat yang tampak kepadanya yakni: materialisme, intelektualisme, egoisme, dan individualisme. Keempat unsur ini bukan sebagai barang haram yang harus dijauhi Indonesia untuk memperoleh kemajuan seperti Dunia Barat.

Pendirian Takdir tersebut di atas menimbulkan beberapa kali polemik dengan cendekiawan lainnya seperti Sanusi Pane, Dr. Purbacaraka, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, Adi Nugroho, dan Dr. M. Amir.

Seni yang tidak berisi, tidak berharga oleh karena orang yang

menghasilkannya, tidak berisi pula.

St. Takdir Alisjahbana dalam segala tindakan, sikap, dan anjurannya berpedoman ke Barat.

Page 67: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 67

Karangannya: 1. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)

2. Dian yang Tak Kunjung Padam (roman, 1932)

3. Anak Perawan di Sarang Penyamun (roman, 1932)

4. Layar Terkembang (roman, 1936)

5. Tebaran Mega (kumpulan Puisi)

6. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1949)

1. TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG

(roman pertama, 1929) Roman ini berisi kisah kesedihan yang dialami oleh dua anak

bersaudara, di samping yatim piatu juga sangat miskin. Karena perlakuan yang tidak semena-mena dari paman

mereka, menyebabkan tidak tahan lagi tinggal di tempat lahir mereka. Akhirnya, mereka terpaksa pindah ke Bengkulu. Di tempat ini pun mereka hanya sebentar menikmati kenikmatan hidup. Setelah mengalami berbagai penderitaan, maka si adik (Lamina, perempuan) membunuh diri ketika abangnya, Mansur, karena tuduhan palsu, ditahan dalam penjara.

Setelah Mansur keluar dari penjara, ia hidup sebatang kara; tidak memiliki apa-apa. Akhirnya, ia menjadi pelaut, mengembara ke seluruh Nusantara, ia hidup hanya menantikan waktu ajalnya datang. Akhirnya, sampailah ajalnya sebagai takdir Allah SWT., ketika ia jatuh dan tenggelam di laut Bengkulu tempat adiknya menemukan mautnya.

Roman pertama S. Takdir ini tidak menggambarkan masalah adat, tetapi soal nasib. Demikian juga roman ini tidak menggambarkan soal pertentangan Timur dan Barat.

Apakah yang menjadi tema roman S. Takdir ini? Rupanya ia tidak menginginkan bangsanya hanya pasrah saja pada nasib yang digambarkan pada pelakunya, Mansur. Ia menginginkan bangsanya hidup dinamis, bergerak, penuh semangat, menyongsong masa depan yang gemilang.

Page 68: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

68 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

2. DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM

(roman kedua, 1932) Dalam roman ini S. Takdir menceritakan percintaan yang gagal

antara seorang anak desa yang miskin bernama Jasin dengan gadis bangsawan Palembang yang kaya, bernama Molek.

Pengarang mempertemukan Jasin dengan Molek di Palembang sebagai berikut.

Jasin orang huluan atau orang udik. Pada suatu hari ia pergi ke Palembang dengan perahunya dengan maksud hendak menjual getahnya. Sampai di Palembang telah larut malam. Untuk menunggu hari siang, ia berlabuh dekat sebuah rumah besar, yang ternyata kepunyaan Raden Machmud, seorang bangsawan yang kaya raya. Bangsawan ini mempunyai anak perawan yang bernama Molek.

Seperti biasanya setiap hari, pada hari Jasin berlabuh dekat rumahnya itu, Molek pagi-pagi pergi mandi ketepian. Jasin melihat kaki molek di bawah dinding tempat mandi itu. Pada waktu Molek hendak naik ke rumah kembali, dapatlah pemuda dan perawan itu berpandangan sejurus lamanya; dan dikatakan pengarang bahwa pandangan yang sebentar itu telah mengikat kedua orang muda itu dalam satu perjanjian suci dan telah dapat membuat mereka mabuk-selasih.

Akibatnya Jasin tak tentu lagi pekerjaannya dan Molek menjadi satu pertanyaan besar bagi orang tuanya. Molek pada hari itu sangat girang kelihatannya, ia berdandan seperti orang akan pergi ke peralatan dan berkali-kali ia memperhatikan wajah mukanya di muka kaca besar. Mabuk—selasih pada Jasin menyebabkan dia dalam peralatan saudara sepupu ibunya tak dapat bergembira seperti pemuda-pemuda lain.

Cerita selanjutnya Jasin adalah orang alam yang lemah lesu, tidak mampu

mencegah perkawinan Molek dengan seorang Arab yang kaya tetapi tidak berbudi, carian orang tuanya, tidak pula berhasil melarikan Molek,

Page 69: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 69

sungguhpun Molek hanya tinggal digendong saja oleh tangan yang kuat itu (Usman, 1959 : 206 - 207).

Pada akhirnya, orang alam Indonesia ini tidak pula berhasil mencegah Molek membunuh diri, sungguhpun hal itu telah diberitahukan oleh Molek kepadanya dengan surat.

Yang hendak dikemukakan pengarang dengan cerita ini, ialah bahwa cinta yang sejati tidak mungkin padam. Itulah sebabnya pengarang memberi nama roman ini Dian yang Tak Kunjung Padam.

3. ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN

(roman ketiga, 1932) Ringkasan Ceritanya

Seorang saudagar di Pagar Alam, Haji Sahak namanya. Pada suatu ketika, ia bersama dengan istrinya, Nyi Haja Andum, dan anaknya, Sayu, ke Palembang untuk menjual sejumlah ekor kerbaunya.

Perjalanan Haji Salak telah dimata-matai oleh sekawanan penyamun. Ketika ia kembali dari Palembang, di tengah jalan di tempat mereka bermalam di pesawangan (tempat yang sunyi), mereka didatangi kawanan penyamun, yang menyebabkan Haji Sahak tewas dalam berhadapan dengan penyamun itu. Bukan hanya harta bendanya yang dibawa kawanan penyamun itu, tetapi juga anak gadisnya, Sayu, dilarikan penyamun itu ke dalam sarang mereka.

Medasing adalah kepala kawanan penyamun itu. Ia sebenarnya bukanlah keturunan penyamun; ia berasal dari orang biasa. Pada waktu kecilnya kampungnya didatangi perampok; kampung halamannya dibakar; ia dilarikan perampok itu, seperti ia melarikan anak gadis Haji Sahak.

Dalam berbagai peristiwa, berturut-turut teman Medasing tewas, bahkan dia sendiri luka, tangannya patah.

Akhirnya, tinggal dia berdua dengan Sayu dalam rimba belantara. Ketika itulah Sayu seorang perempuan yang lemah memberanikan diri berhasil mengembalikkan Medasing ke jalan yang benar, kembali ke dalam masyarakat orang baik-baik. Bagaimana

Page 70: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

70 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

pendapat para ahli sastra terhadap cerita S. Takdir yang sangat aneh ini?

a. Idrus

Sesungguhnya Takdir agak ngeri menerbitkan cerita ini sebagai buku. Akan tetapi pengarang itu lebih maju daripada waktu menulis cerita itu. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa senang membaca buku ini. Pada umumnya hal yang dibeberkan pengarang, dapat diterima oleh rasa keinginan tahu kita, intelegensi kita, dan oleh rasa keindahan kita. Oleh karena itu, buku ini bukanlah cerita biasa saja, melainkan roman sebenar-benarnya.

Soal yang diperbincangkan adalah soal yang segar dan aneh, tetapi sungguhpun begitu dapat diterima dan hal ini hanya mungkin dengan perbendaharaan ilmu jiwa.

b. Prof. Dr. A. Teeuw

Teeuw tidak sependapat dengan Idrus. Ia mengatakan bahwa buku ini merupakan karya sastra S. Takdir yang paling lemah, yang paling buruk, yang tak diterima akal. Masakan gadis seperti Sayu mau kawin dengan seorang kepala penyamun yang telah membunuh bapaknya sendiri? Jika hal tersebut menjadi keberatan Guru Besar ahli sastra bangsa Belanda itu, bukankah sering terjadi raja penakluk mengawini putri raja yang ditaklukkan.

Sebagai contoh, Iskandar Zulkarnain (penakluk yang terbesar dalam sejarah dunia) mengawini putri raja yang ditaklukkan seperti yang tejadi pada diri putri Rosane, Stateira putri Darius raja Parsi atau putri Sarul Barijah anak raja Kida Hindi, kira-kira 327 tahun sebelum Nabi Isa. (Usman, 1959 : 210 - 211)

4. LAYAR TERKEMBANG

(roman keempat, 1936)

Page 71: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 71

Ringkasan Ceritanya Pelakunya:

Tuti

Maria (adik Tuti)

Jusuf (mahasiswa kedokteran)

Ada dua orang bersaudara, yang sulung bernama Tuti dan adiknya bernama Maria. Keduanya berkenalan dengan seorang mahasiswa kedokteran yang bernama Jusuf.

Kedua perempuan bersaudara itu berbeda perangai atau sifat. Tuti yang sulung bersifat cerdas, sungguh-sungguh, dan keras hati. Ia menjadi pelopor pergerakan kemajuan kaumnya sehingga akhirnya menjadi salah seorang pemimpinnya. Sebaliknya adiknya Maria bersifat riang, sebagai seorang gadis yang tak mengenal susah, ia suka bunga-bungaan, ingin menikmati kehidupan ini. Jusuf dan Maria saling mencintai, yang berakhir dengan pertunangan.

Tuti menyadari dirinya bahwa ia seorang perempuan yang sudah berumur hampir 30 tahun, yang akan menghadapi kesepian kelak dengan umurnya bertambah tua. Ia pernah dilamar untuk kawin dengan sejawatnya, seorang guru juga, tetapi masih kuat menolak lamaran itu. Dengan kesadarannya bahwa dirinya seorang perempuan akan menderita kesepian; dalam hatinya tumbuh cintanya kepada Jusuf, yang tak dapat dilawannya lagi.

Maria jatuh sakit, harus masuk sanatorium dan akhirnya meninggal di sana, yang sebelumnya ia berpesan supaya kakaknya harus kawin dengan Jusuf. Kehendak itu terwujud dan kisah ini berakhir dengan perkunjungan ziarah kedua pengantin itu ke kuburan Maria.

Menurut Prof. Dr. A. Teeuw (1959 : 106) baru pertama sekali terjadi perkawinan seorang perempuan menurut pilihannya sendiri. Hanya secara demikian baru mungkin terdapat penghidupan yang sungguh-sungguh harmonis dan memuaskan.

Teeuw mengatakan bahwa lukisan-lukisannya tentang alam tak sedikitpun mengandung cacat; dan jarang sekali terdapat lukisan yang melebihi itu dalam kesusastraan Indonesia. Demikian juga

Page 72: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

72 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

percakapan antara pelaku-pelakunya, tidak mengandung sifat dibikin-bikin atau sifat pura-pura sulit.

Nama roman “Layar Terkembang” mengandung makna terjadinya perubahan pola-pikir dari sifat tertutup dan statis adat-istiadat masyarakat lama menjadi pola-pikir yang dinamis, bergerak, menuju terwujudnya kemerdekaan yang akan membawa kebahagiaan hidup.

S. Takdir, di samping sebagai pengarang cerita roman, ia juga sebagai penyair. Satu-satunya kumpulan sanjaknya ialah Tebaran Mega (1935).

Sebagai seorang ahli bahasa Indonesia, S. Takdir telah mengarang buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (dua jilid, 1954). Kedua jilid buku ini banyak kali digunakan sebagai bahan pelajaran, bahkan sebagai buku rujukan bagi para penulis karangan ilmiah.

B. Armin Pane

Armin Pane lahir di Muarasipongi (Tapanuli) 18 Agustus 1908. Ia tamatan AMS (Algemeene Middelbare School=Sekolah Menengah Atas) di Solo. Dalam tahun 1936, ia bekerja pada Balai Pustaka. Salah seorang pendiri dan pemimpin Pujangga Baru. Semasa Jepang, menjadi kepala bagian Kesusastraan di Pusat Kebudayaan Jakarta.

Karangannya: 1. Belenggu (1939)

2. Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)

3. Jiwa Berjiwa (sajak, 1939)

4. Ratna (sandiwara, 1943)

5. Kisah Antara Manusia(1953)

6. Jinak-Jinak Merpati (1953)

7. Mencari Sendi Baru Tata Bahasa Indonesia (1950)

Page 73: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 73

BELENGGU (roman, 1939)

Pelakunya:

Sukartono (dokter)

Sumartini (istri Sukartono)

Eni alias Rohayah, Yah (teman sekolah Sukartono)

Ringkasan Ceritanya Ada sepasang suami istri, yang laki-laki dokter bernama

Sukartono, yang perempuan (istrinya) bernama Sumartini (Tini). Keadaan mereka: Sukartono adalah orang yang pintar karena bertitel dokter, sedangkan Tini orang yang cantik.

Sebelum mereka kawin, jejaka-jejaka berebut-rebutan memperebutkan Tini yang cantik itu. Dalam keadaan perebutan, Sukartonolah yang mendapatkannya.

Kata Pengarangnya (Armin), meskipun Sukartono dapat merebut Tini dari tangan pemuda-pemuda lainnya, Tini lebih dahulu telah melepaskan ultimatum:

Tono jangan mengharapkan cinta daripadanya, ini tidak dapat diberikannya, Cuma dia akan menolong Sukartono bekerja sebagai sahabatnya.....

Kalau Sukartono waras pada waktu itu tentu dia tidak mau kawin dengan Tini. Akan tetapi, rupanya dia sudah mabuk benar kepada muka Tini yang cantik itu sehingga dia rupanya kalau tidak dengan Tini, mau mati saja gantung diri, sebab bagi laki-laki yang waras, ini suatu penghinaan. Sukartono sudah tidak waras lagi.

Demikianlah permulaan rumah tangga dokter Sukartono; terhadap istrinya dia seperti kucing dibawakan lidi, dan Tini yang berkuasa dalam rumah. (1964 : 124).

Oleh karena keadaan di rumah sudah seperti neraka, maka dokter Sukartono mencari kesenangan hatinya di luar rumah. Ia mencari kesenangan pada pasiaen-pasiennya. Hal ini akibat tingkah-laku Tini yang menerakakan rumahnya.

Page 74: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

74 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Pada suatu hari dokter Sukartono dipanggil oleh seorang pasien yang tinggal pada sebuah hotel. Di sanalah bertemu dengan nyonya Eni alias Rohayah (Yah). Yah adalah temannya dahulu di Bandung semasa ia masih duduk di bangku Mulo.

Rupanya Yah cinta kepada Sukartono dari dahulu, tetapi tidak dinyatakannya, hanya disimpan dalam hatinya. Yah pandai menyenangkan hati laki-laki, perempuan yang sudah lama dicita-citakan oleh dokter Sukartono. Pada akhirnya, Suakrtono membuat rumah tangga kedua dengan Yah. Akibatnya, Sukartono tambah tidak peduli lagi kepada Tini yang menerakai rumahnya yang satu itu.

Pada akhirnya, orang tahu bahwa dokter Sukartono ada mempunyai peliharaan di Taman Sari, juga Tini sudah dapat mengetahui hal ini. Tini panas benar, ia akan memperlihatkan siapa Sumartini kepada madunya di Taman Sari itu. Dengan mobil yang bagus ia datang ke sana pada suatu hari. Mobilnya bergambar ular melingkar. Dokter perempuan, dalam hati Yah. Apa pula maksudnya kemari? Tetapi kemudian yang diperkirakan dokter perempuan, ternyata Tini, istri dokter Sukartono. Terjadilah pertengkaran di situ.

Dalam pertengkaran itu, mula-mula tampaknya Yah akan kalah, tetapi Yah mempunyai senjata yang ampuh untuk mengalahkan musuhnya.Berkali-kali Tini menghina Yah seperti yang “begituan”, tetapi tatkala Yah bertanya apakah sebetulnya bedanya perbuatannya itu dengan perbuatan Tini dengan studen muda di Sekolah Teknik Tinggi dulu. Tinipun terkejut, rahasianya diketahui orang lain, dan bukan rahasia lagi. Kepada Yah, Tini berkata bahwa dialah yang mesti memelihara Suakartono. Tini sendiri hendak pergi. Tini meninggalkan Jakarta pergi ke Surabaya.

Beberapa hari kemudian, Tono pergi ke rumah Yah, tetapi Yah sudah tidak ada. Yang ditinggalkan untuk kenang-kenangan ialah sebuah gramopon dan sebuah plat yang dinyanyikan oleh Yah sendiri.

Dari dahulu sudah kutahu

Page 75: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 75

Kita akan berpisah jua Tidak ada tahan waktu

Semuanya akan berpisahan jua

Inilah lagu perpisahan yang ditinggalkan bagi Tono di atas sebuah piringan hitam.

Dokter Sukartono membenamkan dirinya kepada ilmu ketabiban, Sumartini pergi ke Surabaya dan memegang pimpinan rumah piatu; dan Rohayah alias nyonya Eni alias Yah pergi ke Caledonia Baru. Tinjauan pengamat sastra:

1. Amal Hamzah

Ia berpendapat bahwa cara Armin menulis Belenggu ini adalah cara yang sampai waktu itu belum lagi ditempuh oleh penulis roman lain. Orang-orang yang digambarkan oleh penulis dalam roman ini semuanya orang lemah, semuanya orang terbelenggu sehingga belenggu itu merusakkan hidup mereka masing-masing.

Banyak orang mengatakan bahwa buku ini memberatkan perjuangan hidup, tidak mempunyai cita-cita. Akan tetapi bagi kami hal ini tidak menjadi apa-apa, bukankah dapat kita mengobati penyakit itu kalau penyakit itu telah kita ketahui? (1964 : 128).

2. Prof. Dr. A. Teeuw

Menurut pendapat Teeuw, buku ini menarik perhatian. Apabila kita hendak menentukan nilainya menurut maksud dan ukuran yang dipakai oleh Armin, boleh dikatakan berhasil.

Ceritanya lepas dari masa Indonesia purba; lepas dari masalah Timur dan Barat; lepas dari perkawinan-perkawinan adat dan dari pertentangan-pertentangan tua dan muda (yaitu hal-hal itu tidak mempunyai peranan penting dari cerita ini).

Menurut bentuk dan isinya, cerita ini bersifat baru, suatu cerita yang berdasarkan kupasan jiwa, yang tidak memperkatakan hal-hal dan peristiwa-peristiwa di luar badan pelaku-pelakunya, akan tetapi

Page 76: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

76 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

yang mengupas perjuangan batin serta pikiran pelakunya (19959 : 143 – 144)

3. Zuber Usman B.A.

Apa yang dikemukakan oleh Armin Pane dalam novelnya ini banyak mencerminkan keadaan masyarakat kaum terpelajar pada waktu itu. Orang-orang jujur tentu akan mengakui bahwa lukisan yang dikemukakan Armijn sebagai seniman (pengarang) memperlihatkan kebenaran atau kenyataan yang sesungguhnya; dan sebaliknya karena itu, karena ia terlalu berterus-terang, terutama orang-orang yang merasa seakan-akan dirinya sendiri yang digambarkan dalam buku itu, banyak yang merasa tiada senang kepadanya. Menurut kemauan mereka, soal semacam itu tak ada gunanya dikemukakan kepada umum.

Armin Pane lebih mendekati seorang pengarang realis, ia mengemukakan apa yang dilihatnya dalam masyarakatnya . Apa kata orang tentang pendapatnya terserah, masa bodoh! (1959 : 225).

C. Amir Hamzah

Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura (Langkat) pada 20 Februari 1911. Ia keturunan bangsawan. Pamannya, yang kemudian menjadi mertuanya ialah Sultan Langkat. Mula-mula ia bersekolah HIS (Hollands Inlandse School, Sekolah Rendah) di Tanjung Pura. Kemudian di Mulo Jakarta. Selanjutnya, ia masuk AMS (Algemeene Middelbare School, Sekolah Menengah Atas bagian kesusastraan Timur) di Solo; akhirnya ia kembali ke Jakarta dan masuk Sekolah Hakim Tinggi dalam ilmu hukum sampai pada tingkat C.2.

Dihentikannya pelajarannya karena harus kawin dengan anak Sultan Langkat dan menggantikan ayahnya sebagai Datuk. Keberhentiannya yang mendadak ini, sebenarnya disebabkan oleh

Page 77: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 77

karena ada kabar yang mengatakan bahwa ia telah mencintai seorang gadis di Jawa; padahal ia telah ditetapkan untuk menjadi Datuk dan menantu Sultan Langkat.

Kekecewaan dunia yang pertama itu sangat berbekas di sanubarinya, tetapi dalam kegelapan jiwanya itu, dalam keputusasaannya, Amir Hamzah mendapat pegangan yang sangat teguh, yang tidak akan putus, ialah tali hubungannya dengan Tuhan yang Mahakuasa.

Akibat kekecewaannya yang sangat berat itu membawa ia bertambah dekat dengan Tuhan. Sajak di bawah ini merupakan pengaduannya kepada Tuhan.

PADAMU JUA

I. Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu

Seperti dahulu

II. Kaulah kandil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu

III. Satu kekasihku

Aku manusia Rindu rasa Rindu rupa

IV. Di mana engkau

Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati

V. Engkau cemburu

Engkau ganas

Page 78: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

78 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas

VI. Nanar aku, gila sasar

Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menarik ingin Serupa dara dibalik tirai

VII. Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Mati hari – bukan kawanku.......

Dari: Nyanyi Sunyi (Ejaannya disesuaikan dengan EYD)

Sajak di atas adalah sajak pertama dalam kumpulan sajak Amir Hamzah, Nyanyi Sunyi. Pertemuan Amir Hamzah dengan Tuhannya dalam sajak ini sebagai pertemuan kekasih dengan kekasih atau hamba dengan yang diper-Tuhankan (Usman, 1959 : 323).

Bait I: Bait pertama sajak di atas menggambarkan kekecewaan Amir

Hamzah. Ia tak berdaya membantah kehendak keluarganya, untuk dikawinkan dengan anak pamannya, anak Sultan Langkat. Kepada Tuhan ia mengadukan nasibnya. Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu

Bait II Bait kedua sajak di atas menggambarkan bahwa dalam

kegelapan jiwanya, ia pada akhirnya melihat cahaya candil atau pelita, yang dimaksudnya ialah nur ke-Tuhanan. Dalam keadaan demikian, dalam jiwanya terasa Tuhan melambai dia.

Bait III Amir Hamzah adalah seorang mistis, yang telah penuh

ketawakkalan, penyerahan diri kepada Tuhan. Kekasihnya tinggal yang

Page 79: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 79

Esa-Tuhannya. Kasihnya kepada gadis yang telah ditumbangkan oleh keputusan keluarganya telah dilupakannya. Bait IV

Ia ingin bertemu dengan Tuhan, disertai dengan kesadaran bahwa dirinya adalah manusia.

Aku manusia biasa Rindu rasa Rindu rupa Di mana engkau Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati

Bait V Bait ini menggambarkan bahwa tiba-tiba Amir Hamzah merasa

seakan-akan dirinya dipermainkan oleh Tuhan. Engkau cemburu Engkau ganas Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas

Bait VI Dengarkanlah jiwa penyair yang saleh itu berhadapan dengan

Tuhan Nanar aku, gila sasar Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menarik ingin Serupa dara dibalik tirai

Catatan: nanar = pusing Sasar = kesasar Bait VII

Bait terakhir sajak ini menggambarkan bahwa pada akhir kekecewaannya, Amir Hamzah ingin kembali kepada Tuhan.

Isi sajak ini penuh dengan rasa tawakkal, penyerahan diri kepada Tuhan. Yang diharapkan untuk melupakan kekecewaannya,

Page 80: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

80 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

rasa dukanya ialah maut. Hal ini tergambar dalam bait pertama sajaknya yang berjudul Buah Rindu sebagai berikut.

Datanglah engkau wahai maut Lepaskan aku dari nestapa Engkau lagi tempatku berpaut Di waktu ini gelap gulita

(1959 : 238) D. J.E. Tatengkeng

Tatengkeng dilahirkan di Kalongan, Pulau Sangihe (Sulawesi Utara) pada 19 Oktober 1907. Sesuadah tamat HIS (Hollands Inlands School = Sekolah rakyat), kemudian ia melanjutkan pelajaran ke Kweekschool = Sekolah Guru Kristen di Bandung; sesudah itu pindah ke HKS (Horgeere Kweekschool = Sekolah Guru Atas) Kristen di Solo.

Dalam tahun 1933, ia menjadi guru HIS di Tahuna; kemudian dalam tahun 1940 diangkat menjadi kepala Schakelschool di Ulu Siau, kemudian pindah kembali ke HIS Tahuna sebagai kepala. Selanjutnya dalam tahun 1947, ia menjadi kepala Normaal School dan S.M (Sekolah Menengah) Tahuna.

Selanjutnya dalam tahun itu juga (1947), ketika terbentuk NIT (Negara Indonesia Timur) terpilih menjadi Menteri Muda Pengajaran; kemudian Perdana Menteri NIT; turut menghadiri Konferensi Meja Bundar di Negeri Belanda sebagai anggota seksi Kebudayaan.

Setelah terbentuk Negara Kesatuan, J.E Tatengkeng dalam tahun 1951 ditunjuk untuk mengepalai Perwakilan Jawatan Kebudayaan Kementerian P.P. dan K. di Makassar.

(Usman, 1959 : 257-258)

Page 81: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 81

Prof. Dr. A. Teeuw mengatakan bahwa golongan Pujangga Baru dipengaruhi oleh penyair-penyair Belanda, yang biasanya dikatakan angkatan 1880, yaitu mereka yang telah mengadakan revolusi besar dalam kalangan kesusastraan Belanda. Akan tetapi hendaklah berhati-hati menyangkakan bahwa pengaruh Belanda itu terlalu amat besarnya dan lagi pula terlalu sekali nyatanya berlaku.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa puisi Pujangga Baru banyak persamaannya dengan puisi Angkatan 1880, bukannya karena kutipan langsung atau karena tiruan , tetapi karena seolah-olah serupa sama-sama tumbuh dalam iklim yang sama pada tanah yang serupa.

Barangkali Tatengkenglah penyair di masa sebelum perang yang teramat dekat kepada angkatan 1880 Belanda itu; dan yang sungguh-sungguh merasakan pengaruh mereka pada dirinya.

Selanjutnya Teeuw mengatakan bahwa beberapa hal Tatengkeng memperoleh tempat yang istimewa dalam masanya, yaitu ia berasal dari Indonesia Timur dan beragama Kristen. Yang pertama menilai kecakapan menggunakan bahasa Indonesia; dan yang kedua ia beragama Kristen, sudah jelas menempatkan dalam suasana yang lain daripada tempat kebanyakan pembantu Pujangga Baru.

Karangannya ialah: Rindu Dendam (kumpulan sajak, yang dikarangnya dalam tahun 1934). Semboyannya moto Tatengkeng ialah: gerakan sukma (1959 : 153)

Di bawah ini dicantumkan sajaknya yang berjudul Anakku

ANAKKU 1. Ya, kekasihku......

2. Engkau datang menghintai hidup,

Engkau datang menunjukkan muka, Tapi sekejap matamu kau tutup, Melihat terang anakda tak suka.

3. Mulut kecil tiada kau buka,

Tangis teriakmu tak diperdengarkan, Alamat hidup wartakan suka, Kau diam anakku, kami kau tinggalkan.

Page 82: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

82 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

4. Sedikitpun matamu tak mengerling,

Memandang ibumu sakit terguling, Air-matamu tak bercucuran, Tinggalkan ibumu tak penghiburan.

5. Kau diam, diam, kekasihku,

Tak kau katakan barang pesanan, Akan penghibur duka di dadaku, Kekasihku, anakku, mengapa kian?

6. Sebagai enak melalui sedikit,

Akan rumah kamu berdua, Tak anak tak insaf sakit, Yang diderita orang tua.

7. Tangan kecil lemah tergantung,

Tak diangkat memeluk ibumu, Menyapu dadanya, menyapu jantung, Hiburkan hatinya, sayangkan ibumu. Selekas anakda datang,

8. Selekas anakda pulang,

Tinggalkan ibu sakit terlentang, Tinggalkan bapa sakit mengenang.

9. Selamat datang anakda kami,

Selamat jalan kekasih hati. 10. Anak kami Tuhan berikan,

Anak kami Tuhan panggilkan, Hati kami Tuhan hiburkan, Nama Tuhan kami pujikan.

Dari: Rindu Dendam (Dieja menurut EYD)

Sajak di atas mengandung kesedihan atau harapan Tatengkeng ketika anaknya meninggal.

Menurut Usman Effendi, dalam sajak di atas dilukiskan bermacam-macam perasaan. Dalam bait ke-1, ke-2, dan sebagian dari bait ke-3 digambarkan perasaan orang tua pada waktu anaknya lahir.

Page 83: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 83

Dalam bait ke-4 sampai bait ke-8 digambarkan perasaan sedih orang tua ditinggalkan dan tak dihiraukan oleh anaknya. Dalam bait ke-9 digambarkan bahwa anak bagi orang tua pada masa Tatengkeng hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu masa datang atau lahir yang menggembirakan dan masa pergi atau perceraian yang menyedihkan. Dalam bait ke-10 disimpulkan bahwa Tuhan selalu berbuat baik dengan memberi, menolong, dan menghibur sehingga sudah pada tempatnyalah bila Tuhan kita puji (1958 : 65).

E. H. A. M. K. Amrullah

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Bapaknya bernama Doktor Haji Abdul Karim Amrullah, seorang ulama Islam yang terkenal di Sumatra; pembawa paham-paham pembaruan di Minangkabau. Hamka dilahirkan di Sungai Batang, Meninjau, Sumatera Barat pada tanggal 16 Februari 1908. Pendidikannya hanya sampai kelas II sekolah desa. Karena nakalnya dia dikeluarkan dari sekolah.

Dari pihak ibu, Hamka mewarisi darah seni; orang tua ibunya ahli pencak sejenis tari-tarian yang digemari di Minangkabau. Dari kakeknya itulah dia sering mendengar pantun-pantun lama.

Waktu kecilnya, Hamka sering di bawa kakeknya ke danau Maninjau, sebuah danau yang indah di Minangkabau. Pemandangan alam sekeliling danau itu sangat berkesan pada sanubarinya. Ketika usia enam tahun, dia di bawa ayahnya ke Padang Panjang. Setelah tujuh tahun dia dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji Qurán pada ayahnya sendiri sampai tamat.

Dari tahun 1916 sampai tahun 1923, dia belajar agama pada sekolah Diniyah School dan Sumatra Thawabib di Padang Panjang. Gurunya pada waktu itu ialah Sjch Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdulhamid dan Zainuddin Lebay.

Page 84: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

84 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Hamka mengalami penderitaan masa kecil yang sangat berpengaruh pada dirinya akibat perceraian antara ayah dan ibunya. Perceraian itu disebabkan oleh desakan kaum famili yang sangat besar campur tangannya terhadap rumah tangganya.

Setelah menguasai bahasa Arab, segera dia mengenal nama-nama Manfaluthi, Abduh, Mustafa Sidik Rafií, Zaki Mubarak, Husain Pasja, dan lain-lain.

Melalui terjemahan bahasa Arab, dia mengenal Plato, Sokrates, Pierre Loti, Bernardin de St. Pierre, dan lain-lain pujangga dunia. Kesemua itu memberi kesan, corak, dan arah pada jiwa Hamka. Campuran pengaruh-pengaruh itulah yang membentuk Hamka sebagai seorang sastrawan yang lincah dan sangat produktif dengan hasil-hasil karya sastranya.

Hamka tidak selalu berada pada suatu tempat, tetapi ia selalu melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman hidup.

Dalam tahun 1924, ia berangkat ke Jogja untuk mempelajari pergerakan-pergerakan Islam. Di tempat itu, ia dapat kursus pergerakan dari H.O.S. Tjokroaminoto, H. Fachruddin, dan Kijai Sutan Mansjur, suami saudaranya.

Dalam tahun 1925, ia kembali ke Padang Panjang. Ketika itu ia sudah mulai mengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya berjudul Chatibul Ummah.

Selanjutnya dalam tahun 1927, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Pengalaman naik haji memberi ilham bagi Hamka untuk lahirnya romannya yang pertama, yang bernama Di Bawah Lindungan Ka’bah. Sekembalinya, ia membantu Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah di Jakarta.

Pengalaman Hamka terhadap masyarakat Bugis Makassar ketika pindah ke Makassar menimbulkan ilham untuk lahirnya romannya yang kedua yang bernama Tenggelamnya Kapal van der Wijck.

Karena keahliannya dalam berbagai bidang, baik sebagai pengarang, pujangga, dan filosof Islam, menyebabkan ia diangkat oleh

Page 85: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 85

pemerintah menjadi anggota Badan Pertimbangan Kebudayaan dari kementerian P.P. dan K, di samping sebagai dosen luar biasa pada Perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di Makassar. Selain itu, ia juga menjadi penasihat pada Kementerian Agama.

Dalam tahun 1958, Hamka diundang oleh Pemerintah Mesir; dan dengan pidatonya yang berjudul: Pengaruh Muhammad Abdu di Indonesia, beliau dihadiahkan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar Mesir.

Selanjutnya, dalam tahun 1959, beliau memimpin majalah Panji Masyarakat, majalah pengetahuan dan kebudayaan Islam. Majalah ini pernah dihentikan penerbitannya oleh penguasa perang Jakarta Raya, tahun 1960, karena memuat tulisan Dr. Moh. Hatta “Demokrasi Kita”.

Hamka memiliki kemampuan baik menulis maupun berbicara atau baik lisan maupun tulisan. Selain menulis sajak-sajak, novel dan roman juga Tafsir Qur’an. Selama 25 tahun, ia telah menulis tidak kurang dari 60 buah buku.

Karena keahlian berpidato, dan juga penggunaan bahasa yang baik dan ucapan yang fasih pada peringatan hari-hari besar Islam sering diundang berceramah ke seluruh pelosok tanah air.

(Hamzah, 1964 : 11-14)

1. DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH

Pelakunya: - Hamid (yatim, kematian ayah) - Zainab ( anak Haji Djafar, seorang saudagar)

- Saleh (sahabat)

- Rosma (istri Saleh)

Hamid adalah seorang anak yang telah kematian ayah sejak kecil tinggal bersama dengan ibunya di Padang. Haji Djafar, tetangganya, adalah seorang saudagar yang baik hati, menyekolahkan Hamid bersama-sama dengan anaknya yang perempuan bernama Zainab. Keduanya secara bersama-sama disekolahkan sampai sekolah

Page 86: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

86 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

menengah. Kemudian Zainab dipingit oleh orang tuanya; dan Hamid melanjutkan sekolah pada sekolah agama di Padang Panjang.

Perubahan suasana terjadi setelah ayah Zainab meninggal dunia. Hamid yang sebelumnya leluasa datang ke rumah Zainab, kini tidak bisa lagi berbuat demikian. Namun, benih-benih cinta sudah mulai tumbuh antara Hamid dan Zainab.

Perkembangan selanjutnya, ibu Hamid pun meninggal dunia, maka tinggallah Hamid sebatang kara di dunia ini, ibu meninggal ayah pun lebih dahulu meninggal. Keadaan ini mengakibatkan perhubungan Hamid dengan Zainab bertambah sukar, namun api cinta antara keduanya makin membara. Ibu Hamid sebelum meninggal, ia menasihati anaknya supaya api cintanya dipadamkan saja sebelum menimbulkan masalah. Ia mengingatkan anaknya supaya tahu akan hina dirinya sebagai anak pungut.

Hamid jika berhadapan dengan Zainab selalu memperlihatkan tingkah-lakunya sebagai seorang kakak kepada adik. Ketika Zainab menolak untuk dikawinkan dengan saudara sepupunya, ibunya meminta kepada Hamid untuk membujuk Zainab. Hal itu dilakukan Hamid dengan jujur, biarpun hatinya sendiri amat berat melakukannya. Hamid tidak berhasil atas bujukannya.

Dalam melukiskan perasaan, Hamka adalah seorang yang pandai. Cobalah siasat bagaimana halusnya ia dapat menggambarkan percakapan antara Hamid dan Zainab, tatkala Hamid disuruh ibu Zainab melunakkan hati anaknya itu:

“Bagaimana Zainab perkataanku!”

“Belum abang, saya belum hendak kawin,”

“Atas nama ibu, atas nama almarhum ayahmu”...

“Belum abang!”

“Aku sendiri yang meminta, adik!”

“Sampai hati abang memaksa aku?”

“Abang bukan memaksa engkau, adik ingatlah ibumu.”

(hal. 35/36)

Page 87: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 87

(Hamzah, 1964 : 119)

Selanjutnya, Hamid meninggalkan Padang pergi ke Medan dan dari sana terus melalui Singapura, Bangkok, Basrah dan Nedjed sampai ke Mekkah.

Semasih berada di Medan, Hamid mengirim sepucuk surat kepada Zainab tanpa alamat pengirim. Di dalam surat itu ia secara samar-samar mengungkapkan isi hatinya, namun ia mendesak juga supaya Zainab rela kawin dengan saudara sepupunya.

Maksud Hamid ke Mekkah, berada di bawah lindungan Ka’bah kiranya luka hatinya yang dibawanya dari Padang dapat sembuh kembali. Luka yang hampir sembuh itu kambuh kembali setelah temannya yang bernama Saleh datang ke Mekkah dan menceritakan bahwa Zainab juga mencintainya. Tiada berapa lama berselang, datang berita dari istri Saleh bahwa Zainab telah meniggal karena menanggung rindu.

Setelah mendengar berita itu, Hamid sakit keras, juga karena menanggung rindu; dan ketika berada di bawah lindungan Ka’bah, ia menghembuskan nafas yang penghabisan.

Prof. Dr. Teeuw berpendapat bahwa roman Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah pelik karena beberapa hal, terutama karena keringkasannya sehingga seolah-olah hanya menyebutkan yang perlu-perlu saja. Dalam 45 halaman dibentangkan suatu cerita yang agak sukar susunannya. Kita berkenalan di situ dengan banyak sekali orang; dan bermacam-macam hal yang terjadi di situ. Sifat yang ringkas itu tidak pernah menjadikan ceritanya kurang jelas.

Hamka sungguh-sungguh pandai memilih yang penting-penting, tepat pada tempatnya diselipkannya surat-surat sehingga tidak perlu lagi dia membuatkan berbagai-bagai penjelasan, sedangkan isi surat-surat itu kadang-kadang mengharukan. Cerita itu memang tidak bebas dari perbuatan merayu-rayu, tetapi justru karena

Page 88: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

88 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

keringkasannya, tidak pula cerita itu menimbulkan rasa bosan atau boyak (1959 : 190).

H. B. Jassin (dalam Hamzah 1984 : 33) berpendapat bahwa di dalam karangan Hamka, Di Bawah Lindungan Ka’bah, banyak diselipkan pikiran-pikiran yang tinggi, ajaran-ajaran ke-Islaman dan sindiran-sindiran atas adat masyarakat, yang menurut Hamka tidak baik sama sekali atau berlawanan sekali dengan ajaran Islam.

Menurut Hamzah (1984 : 33), tema roman Hamka Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah hubungan cinta antara dua orang manusia yang berlainan jenis menghadapi kegagalan karena adanya perbedaan dalam masyarakat yang disebabkan oleh harta, pangkat, dan turunan.

Hamka banyak sekali mempergunakan gaya yang merayu-rayu dan sentimental; gaya ratapan yang sedih-sedih; dan permohonan yang ditunjukkan kepada Tuhan. Gaya yang demikian itu adalah hasil timbaan dari pengalaman hidupnya sendiri, juga merupakan pengaruh dari Musthafa Luthfi al-Munfaluthi. Perhatikanlah gaya bahasa Hamka dalam wujud doa di bawah ini.

“Ya Rabbi, Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang:

Bahwasanya, di bawah lindungan Ka’bah, rumah Engkau yang

suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan memohon karunia.

Kepada siapakah saya akan pergi memohon, kalau bukan kepada

Engkau, Ya Tuhanku!

Tidak ada seutas talipun tempat saya bergantung, lain daripada

tali Engkau; tidak ada satu pintu yang akan saya ketuk, selain

daripada pintu Engkau.

Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang ke hadirat

Engkau; saya hendak menuruti orang-orang dahulu dari saya ,

orang-orang yang bertali hidupnya dengan saya.

Ya Rabbi, engkaulah Yang Mahakuasa, kepada Engkaulah kami

sekalian akan kembali....”

Page 89: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 89

( Hamzah, 1964 : 56)

2. TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Pelakunya: - Zainuddin - Hayati

- Aziz

- Chadija (adik Aziz)

Ringkasan Ceritanya Zainuddin dilahirkan di Makassar. Ayahnya bernama Sutan

Sati berasal dari Minangkabau dibuang oleh pemerintah Belanda ke Makassar karena membunuh kemanakannya sendiri. Sutan Sati menikah dengan seorang putri Makassar yang bernama Daeng Habibah. Dari pernikahan itu lahirlah Zainuddin. Orang tuanya meninggal sewaktu Zainuddin masih kecil; kemudian dia diasuh oleh Mak Base. Setelah besar, dia ingin mengunjungi pihak keluarga ayahnya di Padang.

Selanjutnya, Zainuddin berangkat ke Padang dengan menumpang kapal laut. Dari Padang dia terus ke desa Batipuh; di sanalah dia tinggal pada mak bakonya yang bernama Mande Djamilah.

Setelah beberapa bulan Zainuddin tinggal di Batipuh, ia berkenalan dengan seorang gadis, yang sangat cantik di desanya. Dari akibat perkenalan antara Hayati dan Zainuddin tumbuh perasaan cinta-mencintai, yang melahirkan kesepakatan untuk sehidup-semati. Akan tetapi kesepakatan itu tidak disetujui oleh keluarga Hajati. Zainuddin diusir oleh keluarga Hajati, sehingga ia berangkat ke Padang Panjang. Namun antara Padang Panjang dan Datipuh selalu ada hubungan surat.

Pada suatu ketika, di Padang Panjang, ada pacuan kuda. Hayati berangkat ke sana untuk menyaksikannya. Dia menginap di rumah kenalannya yang bernama Chadiyah. Temannya ini mempunyai abang yang bernama Aziz. Aziz juga jatuh cinta kepada Hayati dan

Page 90: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

90 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Zainuddin mulai renggang. Dalam keadaan demikian, Aziz melamar Hayati pada mamaknya. Bersamaan dengan itu lamaran Zainuddin datang juga. Berdasarkan adat Minangkabau, Lamaran Zainuddin (sebagai anak pisang) ditolak berdasarkan pertimbangan adat juga, lamaran Aziz diterima karena ia lebih kaya, orang berbangsa dan berketurunan. Tidak berapa lama berselang, Aziz kawin dengan Hayati.

Zainuddin jatuh sakit setelah dia mendengar berita bahwa Aziz sudah kawin dengan Hayati. Ia diasuh oleh Muluk (pengasuhnya). Setelah sembuh, ia berangkat ke Jawa dan menetap di Surabaya. Di sanalah Zainuddin hidup sebagai pengarang; ia melukiskan berbagai macam pengalamannya dan menulis cerita-cerita sandiwara. Namanya diganti menjadi Z atau Shabir. Dengan aktivitasnya itu, cepat namanya terkenal.

Cerita selanjutnya, Aziz sebagai pegawai pemerintah Belanda, minta pindah ke Surabaya. Permintaannya dikabulkan dan dengan bersama istrinya Hayati mereka pindah ke Surabaya. Di sanalah mereka bertemu dengan Zainuddin yang terkenal dengan karangan-karangannya dan sandiwara-sandiwaranya.

Adapun suasana rumah tangga Aziz makin hari makin tegang. Utangnya makin bertambah. Untuk pembayar utang, rumahnya disita. Hayati dan Aziz yang tanpa rumah, dengan kebaikan hati Zainuddin diterima tinggal di rumahnya. Aziz makin lama makin susah, lalu dia pergi ke Banyuwangi, di sanalah dia bunuh diri.

Adapun Hayati masih tinggal di rumah Zainuddin. Ia menyatakan penyesalannya atas perbuatannya yang teleh lalu dan sekarang ia ingin kembali kepada Zainuddin. Akan tetapi Zainuddin menolaknya, bahkan dia menyuruh Hayati pulang saja ke Padang. Zainuddin berangkat ke Malang. Hayati dengan diantar oleh Muluk (pengasuh Zainuddin), masuk ke kamar kerja Zainuddin, tempat ia melihat lukisannya sendiri. Oleh Muluk diceritakan bagaimana sesungguhnya cinta Zainuddin kepada Hayati tidak pernah padam. Akan tetapi karena keputusan sudah dijatuhkan oleh Zainuddin bahwa Hayati harus pulang, maka dengan menumpang kapal van der Wijck diapun meninggalkan Surabaya.

Page 91: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 91

Zainuddin, setelah menyesali tindakannya menyuruh Hayati pulang ke Padang, ingin segera menyusulnya ke Jakarta. Akan tetapi dia membaca di surat kabar bahwa kapal van der Wijck tenggelam. Cepat-cepat dia dengan Muluk menyusul ke Lamongan tempat Hayati mendapat pertolongan pada rumah sakit Lamongan. Di sana didapati Hayati sedang sakit parah. Pertemuannya tidak lama karena Hayati segera menutup mata untuk selama-lamanya.

Mayat Hayati di bawa ke Surabaya untuk dikuburkan. Tidak lama kemudian Zainuddin menyusul Hayati ke alam baka. Dia dikuburkan berdekatan dengan Hayati.

Prof. Dr. Teeuw mengatakan bahwa karangan yang dipandang Hamka sendiri/buah tangannya yang terbaik ialah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, yang asalnya diterbitkan sebagai fevilleton, lantas dibukukan (1939), dan sehabis perang diulang cetak lagi (yang terakhir dalam tahun 1951). Pendapat pengarang itu memang dapat dibenarkan dari satu sudut mata: bahasanya dan lukisannya terhadap masyarakat Minangkabau, tentang adat dan keistimewaan suku bangsa itu memang menarik dan dapat disebut indah. Akan tetapi, isi pokok buku ini kurang segar dan kurang hidup daripada yang didapati dalam karangannya yang lain.

Sebuah buku yang menurut isinya tidak dapat berbeda dengan beberapa karangan lain tetapi yang bentuk dan lukisan dan bahasanya memang patut dihargakan.

(Teeuw, 1959 : 191-192)

Dalam roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Hamka mengecam adat, juga membeberkan bagaimana sesungguhnya adat itu. Bagaimana susunan masyarakat Minangkabau, yang berkuasa pihak mamak (saudara ibu yang laki-laki).

Percakapan antara Hayati dengan mamaknya yang dikutip di bawah ini menjelaskan yang dikatakan di atas.

“Bagaimana tidak akan bisa jadi, bukankah Zainuddin manusia?

Bukankah dia keturunan Minangkabau juga?”

Page 92: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

92 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

“Hai upik, baru kemarin kau memakan garam dunia, kau belum tahu belit-belitnya’ Bukanlah kau sembarang orang, bukan tampan Zainuddin itu jodohmu”.

(Hamzah, 1964 : 40 - 41)

Melalui kedua romannya, Hamka telah mengemukakan kepada kita kepincangan-kepincangan adat Minangkabau. Cara mengemukakannya berbeda dengan pengarang lain. Kalau kawan-kawan pengarang seangkatan dan sedaerahnya melukiskan kepincangan adat Minangkabau itu bertolak dari pengaruh pola pikir Barat (seperti S. Takdir), maka Hamka berdasar dari pengaruh modernisme Islam.

Dua hal menonjol yang mewarnai roman Hamka ialah 1) pengaruh modernisme Islam dan 2) kesensaraan manusia akibat kepincangan adat. Hamka mendapat mengaruh modernisme Islam terutama dari Muhammad Abduh, sedangkan dari Manfaluthi mengilhami Hamka dengan cerita-cerita tentang kesengsaraan manusia yang dapat mencucurkan air mata, yang menimbulkan kesedihan bagi yang menghayatinya.

Perhatikanlah gaya bahasa Hamka dalam wujud doa ratapan seorang perempuan sebagai berikut

Hamka pandai memilih kata-kata dan terampil menyusunnya dalam kalimat, selanjutnya dalam rangkaian kalimat, yang dapat

dihayati pembaca menurut keinginannya.

“Ya Illahi, berilah perlindungan kepada hamba-Mu! Perasaan apakah namanya ini, Ya Tuhanku, tunjukkan Ya Tuhan, nyatalah sudah kelemahan diriku! Apakah pertolongan yang akan kuberikan. Dia meminta budi kepadaku, aku hanya Tuhan takdirkan menjadi perempuan jenis yang lemah. Tidak ada kepandaianku, hanyalah menangis! Tuhanku, benar... sebenar-benarnya hamba-Mu ini kasihan kepada makhluk yang malang itu, dan oh Tuhanku! Hamba sayang akan dia, hamba...hamba cinta dia! Jika cinta itu dosa, ampunilah dan maafkanlah! Hamba akan turut perintah-Mu, Hamba tak akan melanggar larangan, tak akan menghentikan suruhan. Akan hamba simpan, biarlah orang lain tahu, tetapi izinkan hamba Ya Tuhan.”

Page 93: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 93

( Hamzah, 1964 : 57)

Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an Al Karim

AL-QUR’AN AL KARIM dan TERJEMAHANNYA

(Terjemahan Departemen Agama RI)

F. Zuber Usman

TAMASYA DENGAN PERAHU BUGIS

(Prosa: oleh Zuber Usman)

Setalah beberapa hari menunggu di Surabaya, maka dapatlah sebuah perahu yang akan berangkat ke Makassasr,

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) –Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

(Surat Al-Baqarah, 2 : 186)

Page 94: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

94 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Intan Selebes namanya. Perahu itu tiada besar benar, kira-kira muatan 20 ton. Yang lebih besar dari itu dapat memuat 40 ton atau lebih.

Mulai keluar dari Selat Madura, perahu berlayar dengan tenang. Jika kita memandang ke sebelah kiri, pemandangan kita lepas ke daratan Pulau Jawa dan ke sebelah kanan, pemandangan kita tertumbuk ke pantai Pulau Madura. Di sana sini kelihatan kaki bukit yang keputih-putihan, tanah kapur yang tiada ditumbuhi tanam-tanaman. Kami berlayar antara dua pantai yang agak berlainan keadaannya. Gunung-gunung di pantai timur Pulau Jawa yang hijau dan lebih subur itu berdiri dengan tenang, seakan-akan memandang dengan sayu ke laut.

Sehari semalam lepas dari Gersik barulah kami masuk ke Laut Jawa. Belum jauh dari Selat Madura, ombak sudah mulai besar. Beberapa lamanya kami mendapat angin barat, perahu kami seakan-akan didorong dari belakang. Sepanjang jalan banyak kami berjumpa dengan sampan-sampan penangkap ikan atau perahu-perahu Madura yang berlayar dari tempat yang dekat-dekat. Saya berangkat dalam musim pancaroba atau musim pergantian angin barat dengan musim timur. Dalam musim yang semacam itu datang angin yang tiada tetap, antara sebentar berkisar. Maka kedengaranlah suara nakhkoda memberi perintah kepada anak buahnya untuk menukar letak layar, karena arah angin selalu berubah-ubah. Saya rasakan perahu amat oleng, selain ombak besar jalan perahu sudah mengambil haluan ke kanan kemudian ke kiri. Tak ubahnya sebagai jalan seekor ular yang berbelit-belit, berputar-putar di air. Jalan perahu semacam itu menggergaji namanya.

Sebenarnya berlayar dalam musim pancaroba itu kurang baik. Selain arah datang angin tiada tetap acapkali pula mati, tak berangin samasekali. Berjam-jam muka laut sebagai suatu kaca bundar yang maha luas rupanya. Kadang-kadang berhari-hari perahu tiada berjalan. Dalam keadaan yang semacam itulah acapkali orang mabuk laut. Perut kita seakan-akan diguncang dan dihentakkan oleh gerak perahu yang turun naik menurutkan ayunan alun. Udara rasanya amat panas.

Page 95: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 95

Mulai bertolak dari Surabaya kami mendapati bulan terang. Pemandangan waktu bulan terang di laut berlainan dari bulan terang di darat. Kami berada di tengah-tengah warna yang biru semata. Sinar bintang yang bertaburan di langit atau cahaya bulan jatuh tertumpah ke muka air laut, lemah gemerlapan rupanya, bermain berayun-ayun di atas ombak.Pada hari yang ketujuh, pagi-pagi sekali, salah seorang anak perahu menunjuk kepada suatu bayangan dalam kabut pagi yang naik dari muka laut.

“Sudah sampaikah kita ke pantai Kalimantan?” tanyaku. Berhubung dengan keadaan angin, perahu kami mengambil haluan ke Kalimantan lebih dahulu. “Belum, Saudara,” jawab anak perahu itu dengan tersenyum. “Kita baru berada dekat pulau Bawean.” Pulau itu belum berapa jauh dari pantai Pulau Jawa. Sudah hampir seminggu Intan Selebes belum mendapat angin dan apabila ada angin segera diiringi hujan” Dalam hujan, layar tentu tak dapat dikembangkan karena besar bahayanya. Sebab itu, kami acapkali terpaksa berhenti di tengah laut. Lepas dari Pulau Bawean angin telah teduh pula. Berjam-jam perahu tinggal tenang tak beringsut-ingsut.

Sejak matahari terbit sampai ia terbenam kembali, kami harus menderita panas yang amat terik. Adakalanya juga angin berhembus sedikit-sedikit, tetapi tak kuasa menggerakkan tiang layar yang besar dan tinggi itu, melainkan menambah mabuk dan kesal, karena perahu kami hanya mengangguk ke muka, terhuyung ke kanan atau berputar ke kiri seperti tingkah seekor kerbau manja yang dambin.

Bila kita berada di tengah laut, perasaan persaudaraan lekas terjalin antara kita dan anak-anak perahu atau dengan penumpang yang lain. Selain dari saya hanya ada seorang penumpang. Kasihan teman itu, badannya lemah dan baru kali itu berlayar. Ia selalu berbaring dalam perahu karena penyakit kota yang diperolehnya dari Surabaya. Ketika saya tertegun memandang awan petang, nakhoda yang ramah itu berkata kepada saya: “Rupanya Saudara tiada sabar lagi, kami orang laut sudah biasa begini.” “Tidak juragan,” Jawabku melindungkan diri. “Saya takjub memandang keindahan senja itu.

Page 96: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

96 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Agaknya seperti awan yang berarak itu pulalah perjalanan nasib manusia di dunia ini, dibawa untung dan takdir ke mana-mana.” Sesungguhnya keadaan lautan dan matahari waktu itu memberikan suatu pemandangan yang sangat indah. Dari sebelah barat kelihatan awan berarak bergulung dalam warna merah yang menyala disepuh oleh sinar mambang petang. Akan tetapi, sayang pemandangan itu sebentar saja. Setelah bola langit yang berat itu tenggelam ke dalam laut di balik awan yang tergulung yang besusun-susun itu, hilang pulalah taman cahaya itu sedikit demi sedikit. Tak lama kemudian di sebelah barat daya tampak kabut putih naik menjulang dari tepi langit. Dari balik kabut itu bersinar kilat beberapa kali. “Coba perhatikan Saudara! Mudah-mudahan tak lama lagi kita mendapat angin yang baik,“ kata seorang anak perahu kepada saya. Nakhoda pun memandang dengan minatnya ke jurusan itu, seraya menyuruh perbaiki pasang layar. Benarlah kira-kira seperempat jam kemudian, air laut mulai terasa beriak dan layar mulailah bergerak. Rupanya kabut putih yang naik mengepul di tepi langit yang ditunjukkan anak perahu itu, ialah bunga angin. Semalam-malam itu perahu kami tiada berhenti-hentinya. Sore lusanya kami telah dapat melihat Pulau Maslembu dan Pulau Maskambing jauh di muka haluan kami, tak ubah rupanya sebagai dua ekor sapi hitam berbaring di atas padang rumput yang biru. Pulau Maslembu dan Maskambing berdekat-dekatan letaknya di tengah-tengah Lautan Jawa. Yang mendiami pulau-pulau itu ialah bangsa Bugis, Mandar, dan Madura; orang dari Jawa pun ada. Tentu mereka itu kaum pelaut belaka. Pulau-pulau itu menghasilkan kelapa. Di sana kami berhenti untuk mengambil air, ada kira-kira setengah hari lamanya. Sesudah mandi dengan air tawar di pulau itu, badan kami bertambah segar kembali: Dari tengah laut yang saya idamkan sekali, ialah seteguk air kelapa muda. Waktu kami kembali ke perahu, lepa-lepa (sekoci) kami sudah penuh dengan kelapa muda, pisang mentah, dan buah kedondong.

Lepas dari sana tak ada lagi tempat berhenti. Haluan kami mencari Pulau Laut. Kebetulan sesampai kami di Pulau Maslembu, dua buah perahu lain yang sama-sama berangkat dengan kami dari

Page 97: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 97

Gersik, sampai pula, yaitu Kamran dan Terang di Laut; Petah Karangrang, teman perahu kami juga, tak kelihatan . Kamran sesampai di Pulau Maslembu, dengan berani mengambil haluan memutus, hendak terus menuju Ujung Pandang (Makassar). Terang di Laut juga mengambil haluan Pulau Laut, sama dengan kami karena perahu itu kendak ke Balikpapan. Mulai berangkat dari Maslembu, sekalipun kami tiada keputusan angin, tetapi angin bertiup perlahan-lahan. Perahu kami hanya maju sedikit demi sedikit sebagai beringsut.

Kalau dibandingkan jauh lebih cepat Terang di Laut, sebab lunasnya dangkal dan bangun badannya lebih kecil daripada badan perahu kami; layarnya hanya sebuah, empat segi bentuknya. Bangun Terang di Laut itu serupa dengan perahu Madura, haluan dan buritannya sama besar dan melengkung seperti tanduk kerbau. Bangun perahu yang semacam itu dinamakan orang Bugis: finisik. Akan tetapi, bila mendapat angin yng lebih keras, perahu kami tentu lebih cepat, sebab Intan Selebes mempunyai dua layar yang besar, layar sompek namanya (Bugis). Di atas layar sompek itu ada pula dua pasang layar yang lebih kecil, disebut layar tapsirek dan di haluan sekali ada lagi tiga buah layar kecil yang tiga segi bentuknya. Bila sekalian layar itu mendapat angin yang baik, rasanya kecepatannya tak berapa kalah oleh kapal biasa.

Sebelum ada kapal api, perahu layar orang Bugis telah menghubungkan seluruh kepulauan Indonesia. Juga telah menghubungkan Indonesia dengan tempat-tempat sekitarnya, dengan pantai-pantai Asia atau dengan pulau-pulau lain yang terletak antara Lautan Teduh dan Samudera Hindia, bahkan dengan tanah Arab dan Gujarat. Pada zaman itu perahu mereka itu tentu jauh lebih besar daripada sekarang. Akan tetapi, karena persaingan dengan kapal api, lama-kelamaan perahu-perahu itu hanya dipakai untuk menghubungkan pantai-pantai yang dekat di seluruh kepulauan Indonesia atau dengan tanah Malaya saja. Mereka tak perlu lagi membuat perahu atau kapal layar yang besar-besar. Tiang layarnya pun tak perlu setinggi dahulu lagi. Di pelabuhan atau di tengah laut dengan mudah orang dapat mengenali perahu Bugis di antara perahu-

Page 98: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

98 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

perahu yang lain. Bentuk haluan dan buritannya tiada sama, rendah ke muka dan tinggi ke belakang. Lunasnya dalam dan biasanya merupakan dua bahagian. Bila hari hujan, pintu yang menghubungkan bagian luar dan bahagian dalam dapat ditutupkan dengan mudah, sehingga air tak dapat masuk, maka perahu itu hanya merupakan sebuah kotak selodang yang besar terapung-apung di air. Tiada mudah tenggelam!

Tiga hari pelayaran dari Maslembu kami telah melihat Tanjung Selatan, amat jauh dan hilang-hilang timbul kelihatannya di sebelah kiri kami.

Dari jauh tampak puncak-puncak gunung di pantai Kalimantan itu sebagai pulau yang berdekat-dekatan karena lembahnya masih tersembunyi di balik permukaan laut. Dekat pantai Kalimantan itu banyak hujan turun. Ketika kami akan memasuki muara Selat Laut, turun pula hujan lebat. Sekiranya angin baik dan tak ada hujan, empat atau lima jam lagi atau malam itu juga , sampailah kami ke Kota Baru. Jurumudi dan nakhoda lalu bermufakat dalam bahasa Bugis, tetapi saya mengerti maksud mereka. Juru mudi mengatakan bila terpaksa pula membongkar sauh di tempat itu, niscaya kami tak dapat menahan dorongan arus yang amat deras mengalir dari dalam selat kecil itu. Ombak pun besar. Waktu senja merundung itu benar kami sampai dekat Pegatan. Hujan semakin hebat. Ketika angin membelok ke dalam sebuah teluk kecil di belakang muara itu, kedengaran bunyi berdesur sekuat-kuatnya di bawah lunas perahu. Untung dengan sigap anak-anak perahu dapat membuka tali layar dan meninggikan kedua belah kemudi. Rupanya kami terkandas ke atas gosong . Jurumudi tak dapat mengawasi gosong itu karena hujan dan kabut. Dalam hujan itu juga berjam-jam mereka bekerja keras mencoba mendorong perahu itu dengan galah atau menariknya dengan cara mengikat tali jangkar beberapa meter di muka perahu. Tali jangkar itulah mereka tarik bersama-sama, tetapi sia-sia saja.

Keesokan harinya tengah hari, setelah pasang naik, barulah kami terlepas dari gosong itu. Untunglah lunas tiada bocor. Lepas dari

Page 99: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 99

tempat itu, angin tiada berketentuan arah datangnya, serta acapkali pula mati. Kami berada dalam selat yang sempit.

Sepanjang Selat Laut itu banyak kami jumpai sampan-sampan pedongkang orang Bugis atau orang Mandar yang berkebun di kedua belah pantai itu, akan pulang atau pergi ke Kota Baru. Sepanjang Selat Laut atau di tempat-tempat lain di Kalimantan, perhubungan lalu lintas sebahagian besar di air. Orang-orang tani yang pergi atau pulang dari ladangnya atau akan membawa hasil ladangnya ke pasar, juga memakai lepa-lepa (sampan). Masih terbayang-bayang dalam ingatan saya, betapa kesederhanaan atau kenikmatan hidup orang tani yang pulang dari ladangnya. Lepa-lepanya penuh dengan hasil bumi yang akan dibawanya ke pasar. Pada satu dua sampan pedongkang saya lihat sang istri serta memegang dayung di haluan dan berkayuh sedikit-sedikit menolong layar yang tak seberapa mendapat tekanan angin. Sang suami memegang kemudi, sambil bernyanyi hilang-hilang timbul dalam percikan riak dan dalam getaran dayung mencecah ke air. Serta anak-anak mereka yang selalu ikut kian-kemari , duduk atau bermain-main di tumpukan pisang muda atau hasil ladang yang baru mereka petik.

Di Pulau Laut kami hanya sebentar berhenti. Rumah-rumah di sana kebanyakan didirikan di tepi air, bahkan ada kampung di tengah laut yang dangkal. Dari pulau itu juga dikeluarkan merica.

Di Pulau Sebuku, sebuah pulau kecil dekat Pulau Laut, kami agak lama berhenti di pulau itu untuk mengambil kayu bekal kemudi. Sebuah kemudi kami rusak waktu terkandas di muara Pagatan. Dari pulau itu banyak dikeluarkan pekayuan yang baik untuk perkakas perahu atau kapal. Lepas dari Pulau Sebuku, Intan Selebes mulai mengarungi Selat Makassar. Kami sudah mulai mendapat angin yang baik. Hanya dekat Lerek-Lerekan, sebuah pulau karang di tengah-tengah selat itu, kami kurang mendapat angin. Karang itu sangat ditakuti orang laut karena acapkali perahu sekonyong-konyong terbentur ke situ. Bila pasang naik, pulau itu tersembunyi di bawah permukaan air. Lepas dari sana, kami terus menerus mendapat angin barat. Terutama setelah kami menampak gunung-gunung di pantai

Page 100: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

100 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Mamuju dan dekat Pembaungan, bukan main besar ombak. Perahu kami tak ubahnya sebagai sekeping sabut yang ringan, terombang-ambing di atas ombak yang serumah-rumah tingginya. Pembaungan itu masyhur ombaknya. Sehari semalam anak perahu tak dapat memasak karena ombak memecah sampai ke atas geladak, dan perahu oleng. Layar terpaksa dikurangi, dipasang setengah tiang, karena angin terlalu kencang. Di puncak ombak yang serumah-rumah itu tingginya, memecah bunga riak, memutih rupanya, tak ubahnya sebagai bunga karang yang timbul mengambang dari dasar laut.

Entah sebagai penghibur untuk menghilangkan cemas hati saja, nakhoda itu berkata pula: “Jangan takut, Saudara! Kita masih untung belum bersua dengan gelombang atau angin yang sampai mematahkan tiang layar. Ini baru angin baik namanya. Dengan pertolongan angin begini mudah-mudahan lekas kita sampai.”

Dia dan anak-anak perahu yang lain sedikitpun tak membayangkan air muka kecemasan. Melainkan di antara beberapa orang asyik memancing dengan riangnya. Kalau perahu lari semacam itu, banyaklah mereka mendapat ikan cikalang (tongkol). Cara mereka memancing sederhana sekali, tiada memakai umpan. Mata pancing itu mereka lilit dengan bulu ayam serta diberi bertali sepanjang-panjangnya. Bulu ayam yang putih itu merapung atau bermain di permukaan air. Sebentar-sebentar menggeleparlah ikan cikalang ke dalam perahu kami kena pancing itu. Akan tetapi sayang kami tak dapat menyalakan api waktu itu. Setelah kami menampak bukit-bukit di Ujung Majene, gelombang mulai berkurang.

“Allah telah menolong kita,” ujar nakhoda itu pula, setelah kami memasuki teluk Mandar. “Mudah-mudahan besok kita masuk teluk Pare-Pare!”

Pagi-pagi benar saya sudah bagun, demikian juga teman sepelayaran itu. Rupanya dari tengah laut itu dia sudah dapat membauni air nasi dari dapur orang tuanya. Ia berasal dari Pinrang, sebuah kerajaan kecil antara Pare-Pare dan Majene.

Di haluan, pelabuhan Pare-Pare sudah terbayang hilang-hilang timbul dalam selimut pagi. Dan sepanjang kaki bukit di pantai Sulawesi

Page 101: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 101

Selatan itu, terbayang garis putih yang lurus-lurus sebagai benang yang panjang terentang di tepi kain yang hijau kebiru-biruan. Itulah jalan raya yang menuju ke Makassar dan yang sebelah barat menuju ke Majene atau Mamuju, lebih kurang 460 km panjangnya. Kalau kita masuk dari Pare-Pare menuju ke Watampone, kita membagi dua semenanjung itu, yaitu melalui Tana Wajo atau Kerajaan Watansoppeng. Dari Bone kita boleh pula mengitari pantainya yang sebelah timur, sepanjang Teluk Bone, melalui Bulukumba, Sungguminasa sampai ke Makassar kembali. Dari Tana Wajo orang dapat berkendaraan ke Palopo masuk ke Tana Toraja, melalui jalan pegunungan; yang sampai 650 m tingginya. Setelah melalui Rantepao, Kalosi, Enrekang, kita sampai kembali ke Pare-Pare.

Anak-anak perahu itu sebagiannya telah mengemasi bungkusannya atau bawaan masing-masing. Mereka tak perlu lagi mengawasi tali-temali karena kami sudah berlayar dalam teluk yang aman, Angin barat tak putus-putus bertiup dari buritan. Sampai ke tempat perahu membuang sauh, kami diantarkan angin yang baik.

Mimbar Indonesia Th. II No. 20, 15 Mei 1948 Disalin dengan sedikit perubahan dari Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi oleh H. B. Jassin, 1959 : 125 - 130)

Page 102: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

102 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

BAB V ANGKATAN 45

Para sastrawan tidak sependapat tentang penamaan Angkatan 45. Ada yang suka, ada juga yang tidak suka dengan penamaan itu.

H. B. Jassin mengatakan bahwa satu hal yang tidak aneh mengapa sebagian Angkatan 45 tidak suka Cap 45. Tahun itu ialah tahun proklamasi kemerdekaan yang harusnya membanggakan, tetapi tahun itu bertalian pula dengan kejadian-kejadian yang tidak semuanya menyenangkan hati, pembunuhan-pembunuhan (dari kedua belah pihak), culik-menculik, agitasi, korupsi, saling cakaran, pasis-pasisan. Revolusi dari sudut ini kita bisa lihat dalam novel Idrus Surabaya dan analisis Sjahrir dalam Perjuangan kita, suatu kritikan hebat terhadap pemuda dan pemimpin yang dilihat Sjahrir terpengaruh oleh Jepang dan melakukan cara-cara fasis dalam perjuangan kemerdekaan. Dengan mengakui kelemahan-kelemahan ini, sebaliknya orang yang suka nama Angkatan 45, tetap melihat tahun itu sebagai tahun yang mulia dalam perjuangan kebangsaan Indonesia. Mereka bertanya: Dengan tiada penumpahan darah sediakah Belanda menyerahkan kemerdekaan?

Ada juga orang mengemukakan keberatan: Apakah kita berhak membonceng pada nama mentereng Angkatan 45, sedang kita belum tentu ikut berjuang dengan perbuatan?

Page 103: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 103

Tenaga kata-kata yang mengandung pikiran paling dalam dianggap kurang dari perjuangan dengan senjata, padahal bahasa hati tidak kurang meresapkan arti kemerdekaan.

Tentang Chairil Anwar kita pasti bisa mengetahui bahwa dia Angkatan 45, dalam bentuk dan visi. Begitu juga Asrul Sani. Dan ……. Idrus! Meskipun dia tidak mau. Dan Anas Ma’ ruf, meskipun ragu-ragu karena bajunya dan jiwanya masih Pujangga Baru. Rosihan Anwar, Usman Ismail, mereka semua adalah Angkatan 45. Sebagian melihat hasil seninya, yang lain menurut pengalamannya. Yang seorang lebih berhasil dari yang lain dalam keaslian sebagai Angkatan 45, yang seorang lebih tegas dari yang lain.

( Yassin, 1967 : 9 - 15) Para penyair Angkatan 45 membedakan dirinya dalam bentuk dan

visi dari angkatan sebelumnya. Namun secara individual masing-masing berbeda karakter. Chairil Anwar anarkis, tetapi Asrul Sani moralis.

Bandingkanlah karakter kedua penyair yang terkandung dalam sajaknya masing-masing di bawah ini! Anarkis Chairil Anwar yang membentak sebagai binatang jalang.

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan. Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat, Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Moralis Asrul Sani yang tidak kurang individualisnya. Aku laksamana dari lautan menghentam malam hari Aku panglima dari segala burung rajawali Aku tutup segala kota, aku sebar segala api,

Idrus mencemooh dan Asrul muak mendengar nama itu (Angkatan 45)

Page 104: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

104 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Aku jadikan belantara, jadi hutan mati Tapi aku jaga supaya janda-janda tidak diperkosa, Budak- budak tidur di pangkuan bunda Siapa kenal daku, akan kenal bahagia Tiada takut pada pitam. Tiada takut pada kelam Titam dan kelam punya aku

(Jassin, 1967 : 21) (Dieja menurut EYD)

Catatan: - kelam = suram, agak gelap - pitam = pusing kepala; orang pitam, orang mabuk Kedua penyair tersebut di atas menggunakan kata-kata sehari-hari

sehingga dapat kita bayangkan maksud mereka.Tiga sekawan pengarang Tiga Menguak Takdir: Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Chairil Anwar anarkis, Asrul Sani moralis, Rivai Apin nihilis.

Prof. Dr. A. Teeuw (1958: 88) mengatakan bahwa Rivai Apin adapula disebut nihilis – dan bukan tak beralasan, asal saja ditambah menyebutnya: nihilis emosional, nihilis perasaan. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dengan dan di dalam dunia ini. Apa yang harus diperbuat dunia ini dengan dia. Catatan: Karakter seseorang dapat berubah-ubah:

- dari yang jahat ke yang baik - dari yang baik ke yang jahat Chairil Anwar yang anarkis ada juga sajaknya yang berjudul Doa (atau

pernah ia berdoa).

Chairil Anwar = anarkis Asrul Sani = moralis

Rivai Apin = nihilis

Page 105: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 105

A. Chairil Anwar

(Pelopor Angkatan 45) Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada

tanggal 26 juli 1922. Ia berpendidikan Mulo (SMP) kelas I di Medan dan kemudian pindah ke Mulo Jakarta sampai kelas II.

Dia mulai menulis dalam tahun 1943 (permulaan zaman pendudukan Jepang); dan meninggal di RSUP Salemba Jakarta pada tanggal 24 April 1949.

Prof. Dr. Teeuw mangatakan bahwa tentang Chairil Anwar telah lebih banyak dituliskan dan dikatakan daripada siapa pun dalam kesusastraan Indonesia – akan tetapi meskipun demikian, masih jauh juga daripada cukup apa yang telah dikatakan dan dipikirkan tentang dia itu. Makin lama kita memikirkannya, makin mengasyikkan. Chairil Anwar ini, baik

sebagai penyair maupun sebagai manusia (hal yang dua ini lagi pula tak dapat diceraikan), dan makin takjublah kita mengenangkan artinya bagi kebudayaan Indonesia. Bahwa ia itu mempunyai tingkat internasional sudah lama tidak dimungkiri lagi – akan tetapi, dengan cara demikian saja belum lagi dapat kita menjelaskan artinya ataupun keajaiban timbulnya, justru dalam masa ini (1958 : 64).

Pembaharuan yang dilakukan oleh Chairil Anwar dalam bidang kesajakan kesusastraan Indonesia, baik dalam bentuk maupun dalam isi dapat kita saksikan secara nyata dalam sajaknya yang berjudul “ 1943” di bawah ini.

Page 106: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

106 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

“ 1943”

Racun berada direguk pertama Membusuk rabu terasa di dada Tenggelam darah dalam nanah

Malam kelam-membelam Jalan kaku-lurus. Putus

Candu Tambang

Tanganku menadah patah Luluh

Terbenam Hilang

Lumpuh Lahir

Tegak Berderah

Rubuh Runtuh

Mengaum. Mengguruh Menentang. Menyerang

Kuning Merah Hitam Kering Tandas

Rata Rata Rata Dunia Kau Aku

Terpaku.

H. B. Jassin (1967 : 46) mengatakan bahwa sajak Chairil Anwar “ 1943”, jelas nyata lain dari segala bentuk sajak yang pernah ada dalam persajakan Indonesia. Berbeda bukan saja dalam bentuk, tetapi terutama dalam isi, loncatan pikiran, suasana perasaan.

Page 107: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 107

Chairil Anwar adalah pembawa apa yang disebut aliran ekspresionisme, yaitu satu macam aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsafan. Pikiran dan keinsafan dalam pertumbuhannya yang pertama, belum lagi diatur dan disusun, dipengaruhi oleh pikiran dan keinsafan luar, penyalahan dan pembetulan dari luar.

Dalam ekspresionisme pikiran dan keinsafan dalam tingkat pertama itu, masih sangat dekat pada perasaan dan jiwa asal dan itulah yang sejelasnya dilontarkan atau lebih tepat melontar dalam hasil ciptaan. Demikianlah buah ciptaan bukan lukisan kesan pada jiwa, tetapi jiwa, teriakan jiwa itu sendiri. Inilah ekspresionisme dalam keadaan yang paling murni.

PERBEDAAN ALIRAN

Sajak Chairil Anwar yang berjudul “Aku”, yang ditulis dalam zaman Jepang, menggambarkan pemberontakan jiwanya; dan juga semangat hidup yang menghendaki kebebasan.

AKU Kalau sampai waktuku Kumau tak seorang ‘kan merayu, Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret, 1943 (Gema Tanah Air, H. B. Jassin, 1959 : 289)

(Dieja menurut EYD)

- Ekspresionisme

penyair alam

- Impresionisme

alam penyair

Page 108: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

108 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Prof. Dr. Teeuw (1958 : 66 - 67) mengatakan bahwa Chairil Anwar adalah seorang penuh vitaliteit gunung api yang mengepul-ngepul bernyala-nyala. Satu kumpulan tenaga-tenaga nafsu hidup yang kuat.

Orang yang memakaikan ukuran biasa kepadanya menganggapnya seorang yang sombong, kasar, tidak beradat, jahat, dan sebagainya, tetapi kejujurannya dalam pengertian bahwa ia bukan berniat hendak merugikan dengan sengaja orang lain, membikin orang merasa sayang kepadanya, seperti menyayangi anak nakal tetapi belum tahu apa……

Chairil Anwar bersahabat dengan pujangga-pujangga seluruh dunia. Ia mempelajari pujangga-pujangga luar negeri. Penyair-penyair Rilke, Marsman, dan Slauerhoft sangat besar pengaruhnya kepadanya di samping pujangga pemberontak Nietzche yang sangat dikaguminya.

Pergaulannya sangat luas; ia tidak memilih bulu. Di samping bergaul dengan abang-abang becak, para pengemis dan tukang-tukang lowak, juga bersahabat dengan Bung Sjahrir, bahkan dengan Bung Karno dan Bung Hatta.

Chairil Anwar mencurahkan tenaga hidupnya, sepenuh perhatiannya kepada puisi, sajak-sajaknya. Keadaan ini mengakibatkan kadang-kadang ia melupakan dirinya, bahkan setelah kawin, ia tidak sempat memikirkan keadaan rumah tangganya.

Keadaan rumah Chairil Anwar dapat dibayangkan dalam sajaknya yang berjudul Rumahku di bawah ini.

RUMAHKU Rumahku dari unggun-timbun sajak Kaca jernih dari luar segala nampak Kulari dari gedong lebar halaman Aku terseret tak dapat jalan Kemah kudirikan ketika senjakala Dipagi terbang entah kemana Rumahku dari unggun-timbun sajak Di sini aku berbini dan beranak Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang Aku tidak lagi meraih petang Biar berleleran kata manis madu Jika menagih yang satu.

Dari: Kerikil Tajam (H. B. Jassin, 1959 : 60)

Page 109: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 109

Sajak di atas menurut penyelidikan H. B. Jassin adalah saduran dari sajak Slauerhoft (lihat Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45).

Selain Amir Hamzah yang memilih sajak yang berjudul Doa, juga Chairil Anwar. Kedua penyair ini memiliki latar belakang kehidupan yang sangat berbeda.

Amir Hamzah, yang sejak kecil menerima ajaran ketuhanan (agama Islam) karena ia dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama. Dengan demikian, tentu tidaklah mengherankan jika dalam sajak-sajaknya bernapaskan ajaran agama.

Lain halnya dengan Chairil Anwar, yang juga berperasaan ketuhanan adalah seorang anarkis, binatang jalang, pelanggar adat kebiasaan masyarakat, terasa mengejutkan dengan kandungan doanya. Sajaknya yang berjudul doa adalah sebagai berikut.

DOA Kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerdip lilin dikelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk remuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintu-Mu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling

Dari: Deru Campur Debu (Dieja menurut EYD)

Page 110: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

110 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Bandingkanlah doa Chairil Anwar tersebut di atas dengan doa Amir Hamzah, yang tercantum di bawah ini.

DOA

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik. Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, Melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu. Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.

Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyerak kelopak. Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar bersinar sendu, biar bersinar gelakku raya!

Dari: Nyanyi Sunyi (Dieja menurut EYD)

Doa Amir Hamzah yang terkandung dalam sajaknya di atas berisi permohonan kepada kekasihnya (Tuhan) supaya Tuhan mengisi hatinya dengan firman-Nya; dan supaya dadanya dipenuhi dengan cahaya Ilahi. Lain halnya dengan Chairil Anwar, tidak bermohon sesuatu kepada Tuhan, tetapi mengakui kebesaran Tuhan ; dan mengakui kehinaan dirinya: Aku hilang bentuk, remuk.

Page 111: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 111

B. Asrul Sani

Asrul Sani dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1926 di Rao, Sumatra Barat. Ia keluaran Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan Bogor.

Pada waktu revolusi, ia memimpin Laskar Rakyat, kemudian menjadi tentara. Ia menerbitkan harian-perlawanan “ Suara Bogor”; korektor di percetakan, redaktur “ Gema Suasana”.

Dalam bulan Maret 1952, dia berangkat ke negeri Belanda untuk menambah pengetahuan.

Buah tangannya berupa sajak-sajak, cerita-cerita, dan esai. Bersama–sama dengan Chairil Anwar dan Rivai Apin menyusun Tiga Menguak Takdir (BP 1950). Di bawah ini dicantumkan sajaknya yang berjudul Anak Laut, Surat dari Ibu, dan Pengakuan.

1. ANAK LAUT Sekali ia pergi tiada bertopi Ke pantai landasan matahari Dan bermimpi tengah hari Akan negeri di jauhan.

Pasir dan air keakan Bercampur. Awan tiada menutup mata dan hatinya rindu melihat laut terbentang biru.

“ Sekali aku pergi Dengan perahu Ke negeri jauhan Dan menyanyi Kekasih hati Lagu merindukan Daku”

“Tenggelam matahari Ufuk sama tiada nyata

Page 112: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

112 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

bayang-bayang bergerak perlahan aku kembali kepadanya.“

Sekali ia pergi tiada bertopi Ke pantai landasan matahari Dan bermimpi tengah hari Akan negeri di jauhan.

Siasat Th. II No. 53, 7 Maret 1948 (H. B. Jassin 1959 : 410)

(Dieja menurut EYD)

Prof. Dr. Teeuw (1958 : 77-78) berpendapat bahwa sifat karangan-karangan Asrul Sani agaknya sejelas-jelasnya dilukiskan oleh ucapannya sendiri dalam salah satu esainya, tatkala ia mengatakan: ‘Ini (jalan keakuan dalam kesusastraan) adalah suatu penyelamatan dalam masyarakat semacam-demokrasi yang hendak mencekik tiap-tiap kebangsawanan jiwa’. Hampir kita hendak mengatakan, sesungguhnyalah itu yang amat ditakutkan oleh Asrul Sani, akan dicekik oleh dunia lain, disamaratakan dengan masyarakat sehingga hilang kepribadiannya ‘individualitet’-nya. Kadang-kadang, agaknya dalam sanjak-sanjaknya yang terdahulu, ketakutannya itu dilahirkannya dengan menghindari yang biasa-biasa; lambang kehidupan sejati yang layak bagi manusia ialah Anak Laut.

Kehidupan mulia sejati ialah kehidupan dalam kesunyian di laut, pendeknya jauh dari kesibukan sehari-hari.

2. SURAT DARI IBU Pergi ke dunia luas, anakku sayang pergi ke hidup bebas! Selama angin masih angin buritan dan matahari pagi menyinar daun-daun dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang pergi ke alam bebas! Selama hari belum petang dan warna senja belum kemerah-merahan menutup pintu waktu lampau.

Page 113: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 113

Jika bayang telah pudar dan elang laut pulang ke sarang angin bertiup ke benua Tiang-tiang akan kering sendiri dan nakhoda sudah tahu pedoman, Boleh engkau datang padaku!

Kembali pulang anakku sayang Kembali ke balik malam! Jika kapalmu telah rapat ke tepi Kita akan bercerita “Tentang cinta dan hidupmu pagi hari”.

Belum diumumkan (Jassin, 1959 : 411) (Dieja menurut EYD)

Asrul Sani dalam sajaknya di atas menggunakan kata-kata yang biasa-biasa saja, sehingga mempermudah untuk memahami maksud sajak tersebut.

Isi atau kandungan Surat dari Ibu itu ialah seorang ibu merelakan anaknya merantau ke alam bebas untuk mencari nafkah. Selanjutnya, ia menghimbau anaknya supaya kembali ke pangkuannya.

3. PENGAKUAN Akulah musafir yang mencari Tuhan Atas runtuhan gedung dan dada yang remuk Dalam waktu tiada kenal berdiam dan samadi Serta kepercayaan pada cinta yang hilang bersama kabur pagi.

Akulah yang telah berperi, Tentang kerinduan akan penyelesaian yang tamat, Dari manusia, dari dunia dan dari Tuhan.

Ah, bumi yang mati Lazuardi yang kering. Bagaimanakah aku masih dapat, Menyayangkan air mata berlinang dari kembang kerenyam yang kering, Sedang kota-kota dan rumah-rumah bambu lebih rendah dari wajah lautan.

Page 114: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

114 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Satu-satu masih terbayang antara pelupuk mata telah hampir terkatup, Karena murtad, karena tiada percaya Karena lelah, karena tiada punya ingatan, Suatu lukisan dari deru air berlayar atas lunas berganti-ganti bentuk Dari suatu lembah gelap dan suram Menguapkan kabut mati dari suatu kerahasiaan. Tuhan yang berkata.

Akulah musafir yang mencari Tuhan Dalam negeri batu retak, Lalang dan api yang siap bertemu. Suatu kisah sedih dari sandiwara yang lucu Dari seorang pencari rupa, Dari rupa yang tiada lagi dikenalnya.

Perawan ringan, perawan riang Berlagulah dalam kebayangan Berupa warna, Berupa wareni Dan berlupalah sebentar akan kebiasaan umum.

Marilah bermain Marilah berjalin tangan. Jangan ingat segala yang sedih, Biarkanlah lampu-lampu kelip Lebih samar dari Sinar Surya senja Kita akan bermain, Dan tidur pulas, sampai Datang lagi godaan: “Akulah musafir yang mencari Tuhan.”

Indonesia tahun I No.7, Agustus 1949 (Jassin, 1959 : 415) (Dieja menurut EYD)

Dalam sajak Asrul Sani ysng berjudul Pengakuan yang tercantum di atas, Asrul Sani menyebut: Akulah musafir yang mencari Tuhan sebanyak tiga kali. Penyebutan kalimat itu mengawali dan mengakhiri sajak; dan yang ketiga tercantum di tengah sajak. Berbagai hal yang dia lakukan untuk menemukan Tuhan.

Page 115: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 115

Di tengah-tengah usahanya mencari Tuhan, dia merasakan kegembiraan di samping suka dukanya. Hal ini dikatakannya:

Marilah bermain, Marilah berjalin tangan, Jangan ingat segala yang sedih.

Angkatan 45 punya konsepsi humanisme universal. Asrul Sani (yang muak mendengar nama itu) berkata pada akhir 49: Derita dunia ialah derita kita, karena kita adalah ahli waris dunia yang sah dari kebudayaan dunia. Dan selanjutnya pula: ‘Temuilah manusia dulu, tidak saja dengan pikiran, tetapi dengan kaki dan tangan, biarkan segala kelenjar dalam tubuh bekerja dan hormon-hormon tertumpah dalam darah sebanyak-banyaknya. Kita mesti berani dulu memandang manusia sonder baju, sonder kegagahan, pretensi dan segala yang tidak kita temui dalam darah dan daging, dalam esensinya.’

(Jassin, 1967 : 17)

C. Rivai Apin

Rivai Apin d ilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padang Panjang. Ia berpendidikan SMA.

Pekerjaannya: tukang catut, pembantu pada Badan Kepolisian, redaktur majalah: “Noesantara”, redaktur “Gema Suasana”. Selanjutnya, ia jadi redaktur “Gelanggang” dari warta sepekan “Siasat” dan pembantu “Zenith” sejak Juni 1951.

Rivai Apin bersama-sama dengan Chairil Anwar dan Asrul Sani menyusun Tiga Menguak Takdir (PB 1950).

Di bawah ini dicantumkan sajaknya yang berjudul Putri Bening, Tali Jangkar Putus, dan Putusan Cita.

1. PUTRI BENING

Kenangan bagi gadis desa-gunung pagi dingin pancuran dengan air putih bening air sembahyang, telekung putih jernih

Page 116: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

116 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

suci bening membungkus segala, selain muka hidup bercahaya mata, merah membasah bibirmu merkah jelita menghimbau senyuman, suci bening sederhana sorga! pemuda kota ini terpekur terpena memandang

Padangpanjang, 7 April 1946 (Jassin, 1959 : 390) (Dieja menurut EYD)

Sajak di atas menggambarkan kecantikan seorang gadis desa gunung dengan pakaiannya yang suci bening. Hal ini mengakibatkan pemuda kota terpekur dan terpesona memandangnya.

2. TALI JANGKAR PUTUS memang terasa satu-satu tali dalam bulatan itu putus dan setiap satu putus bertambah ngeri hati penumpang kapal. akhirnya putus jua semua satu-satu tali dalam bulatan putus ini napas satu-satu pula pergi tiap menit, tiap detik entah pabila habis semua.

laut jawa Panca Raya Th. II No. 2, 1 Des. 1946

(Jassin, 1959 : 191) (Dieja menurut EYD)

Sajak Rivai Apin di atas menggunakan kata-kata yang biasa, sehingga kandungannya mudah dipahami. Sajak tersebut menggambarkan betapa ngerinya perasaan orang yang mengalami peristiwa itu.

Page 117: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 117

3. PUTUSAN CINTA Untuk teman dari Bandung

Gedung-gedung tiada lagi hutan rimba sudah tumpas terbakar Ya, ini semua sudah tiada ........... Biarlah, biarlah Di mana-mana tempat meruang Di sana gedung kita dirikan.

Nusantara Th. I No. 4, 20 Januari 1946 (Jassin, 1959 : 393) (Dieja menurut EYD)

Kandungan sajak di atas mudah dipahami karena Rivai Apin menggunakan kata-kata yang sudah biasa digunakan sehari-hari. Bagian awal sajak tersebut melukiskan malapetaka. Namun, pada bagian akhirnya menggambarkan adanya pengharapan untuk bangkit kembali.

D. Idrus

Idrus dilahirkan di Padang pada tanggal 21 September 1921. Ia tamatan SMT. Semasa Jepang, ia bekerja pada Balai Pustaka dan PUSD (Perserikatan Usaha Sandiw ara Jawa).

Prof. Dr. Teeuw berpendapat bahwa menimbang karangan-karangan Idrus adalah agak sukar. Bukankah ia itu pengarang prosa yang pertama dari Angkatan ’45 yang dikenal namanya dan dengan karangan-karangannya yang bernama Surabaya dan Corat-Coret di Bawah Tanah sama tegasnya ia membuktikan putusnya perhubungan antara prosa sebelum dan prosa sesudah perang; sebagaimana Chairil Anwar melakukan yang demikian itu bagi puisi dengan sanjak-sanjaknya – dan dalam pekerjaan itu, menurut perasaan saya, ia mencapai tingkat mutu yang lebih tinggi daripada kebanyakan yang terbit sebelum dan sesudah itu di dalam bahasa Indonesia (1958 : 103 - 104).

Page 118: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

118 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

H. B. Jassin berpendapat bahwa dalam cerita Surabaya tidak ada pelakon utamanya, yang dituruti perjalanan hidupnya atau pengalamannya dari permulaan sampai akhir. Kalau mau dicari juga, pelakon utama ialah revolusi dan diceritakan pengalaman orang dalamnya. Pada revolusi itu hanya diceritakan pula revolusi di salah satu bagian Indonesia, ialah di Surabaya dan sekitarnya, diwaktu permulaannya pecah.

Insiden terjadi ketika bendera merah putih biru yang dinaikkan oleh orang Belanda Indo sesudah Jepang menyerah, tetapi yang diturunkan kembali dan dirobek-robek oleh pemuda-pemuda Indonesia, yang semangatnya berkobar-kobar dan mau mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang telah dinyatakan oleh Sukarno Hatta.

Selanjutnya, sekutu ,mendarat. Ia memberi ultimatum supaya pemuda Indonesia menyerahkan senjata. Ultimatum itu ditolak, maka terjadilah pemboman atas kota Surabaya pada tanggal 10 November 1945, hari yang kemudian dijadikan hari besar sebagai Hari Proklamasi dalam sejarah baru Republik Indonsia karena hebatnya perlawanan pemuda (1967 : 68 - 69).

- Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan 45 dengan sajak-

sajaknya.

- Idrus adalah pengarang prosa yang pertama dari

Angkatan 45.

Page 119: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 119

BAB VI ANGKATAN 66

A. Masalah Penamaan Angkatan 66 Adakah yang disebut Angkatan 66? Adakah angkatan yang lahir sesudah

angkatan 45? Kalau ada siapakah yang berpendapat seperti itu? Adakah pendukungnya?

H. B. Jassin berpendapat bahwa seperti juga Angkatan Pujangga Baru dan Angkatan 45, pun Angkatan 66 tidak sekaligus diterima kehadirannya oleh semua golongan. Meskipun diakui adanya Angkatan 66 dalam masyarakat, sebagian orang meragukan adanya dalam kesusastraan, sebab apakah kriterium kesusastraan yang dapat dipakaikan kepadanya? Maka ramailah polemik dan kontra apakah tulisan H. B. Jassin dalam majalah Horison bulan Agustus 1966, memproklamasikan bangkitnya suatu generasi baru dalam kesusastraan.

Akan tetapi, setuju atau tidak setuju orang telah mempermasalahkannya dan pengarang-pengarang angkatan baru ini terus membuktikan adanya dengan karya-karyanya. Tulisan mereka memenuhi majalah-majalah baru Horison, Sastra (lanjutan), Cerpen, Gelanggang Budaya Jaya, dan surat-surat kabar. Pun telah ada karya mereka yang terbit

Page 120: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

120 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

sebagai buku, distensil atau dicetak. Sebuah antologi khusus Angkatan 66 Prosa dan Puisi memperkenalkan hasil-hasil mereka, seperti sekadar riwayat hidup dan keterangan mengenai kegiatannya di lapangan penciptaan.

Pujangga Angkatan 66 antara lain: Taufiq Ismail, Bur Rosmanto, dan Mansur Samin.

(Jassin, 1968 : 7- 9)

antologi: kumpulan karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang

B. Taufiq Ismail

Di bawah ini dicantumkan puisi Taufiq Ismail, yang berjudul Buku Tamu

Musium Perjuangan

BUKU TAMU MUSIUM PERJUANGAN Pada tahun keenam Setelah di kota kami didirikan Sebuah musium perjuangan Datanglah seorang lelaki setengah baya Berkunjung dari luar kota Pada sore bulan November berhujan Dan menulis kesannya di buku tamu Buku tahun keenam, halaman seratus delapan “ Bertahun-tahun aku rindu Untuk berkunjung ke mari Dari tempatku yang jauh sekali Bukan sekadar mengenang kembali Hari tembak-menembak dan malam penyergapan Di daerah itu Bukan sekadar menatap lukisan-lukisan Dan potret para pahlawan Mengusap-usap karaban tua Baby mortir buatan sendiri Atau menghitung-hitung satyalencana Dan selalu mempercakapkannya Alangkah sukarnya begitu

Page 121: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 121

Dari tempatku kini, yang begitu jauh Untuk datang seperti ini Dengan jasad berbasah-basah Dalam gerimis bulan November Datang sore ini, menghayati musim yang lengang Sendiri Menghidupkan diri kembali Dalam pikiran-pikiran waktu gerilya Di waktu kebebasan adalah impian keabadian Dan belum terpikir oleh kita masalah kebendaan Penggelapan dan salah guna pengatas namaan Begitulah aku berjalan pelan-pelan Dalam musim ini yang lengang Dan lemari kaca tempat naskah-naskah berharga Ke sangkutan ikat kepala, sangkar-sangkar berbendera Maket pertempuran dan penyergapan Kuraba mitraliur Jepang dari baja hitam Jajaran bisu pestol Bulldog, pestol Colt PENGOEMOEMAN REPUBLIK yang mulai berdebu Gambar laskar yang kurus-kurus dan kuberi tabik khidmat dan diam Pada gambar Pak Dirman Mendekati tangga turun, aku menoleh kembali Jendela musim dipukul angin dan hujan Kain pintu dan tingkap bergetaran Di pucuk-pucuk cemara halaman Tahun demi tahun mengalir pelan-pelan Di depan tugu dalam musim ini Menjelang pintu keluar di tingkat bawah Aku berdiri dan menatap nama-nama Dipahat di sana dalam keping-keping aluminia Mereka yang telah tewas Dalam perang kemerdekaan Dan setinggi pundak jendela Kubaca namaku di sana….

Page 122: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

122 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

GUGUR DALAM PENCEGATAN TAHUN EMPAT PULUH DELAPAN

*** Demikianlah cerita kakek penjaga Tentang pengunjung lelaki separuh baya Berkemeja drill lusuh, dari luar kota Matanya memandang jauh, tubuh amat kurusnya Datang ke musium perjuangan Pada suatu sore yang sepi Ketika hujan rindi tetes di jendela Dan angin mengibarkan tirai serta pucuk-pucuk cemara Lelaki itu menulis kesannya di buku tamu Buku tahunan keenam, halaman seratus delapan Dan sebelum dia pergi Dengan tangannya yang dingin dan aneh Setelah ke tugu nama-nama dia menoleh Lalu keluarlah dia, agak terseret berjalan Ke tengah gerimis di pekarangan Tetapi sebelum pagar halaman lelaki itu tiba-tiba menghilang

1964 (Sajak Ladang Jagung: 1975)

Taufiq Ismail hanya menggunakan kata sehari-hari dalam sajaknya tersebut di atas. Ia lebih mengutamakan ungkapan makna daripada komponen sajak lainnya seperti dalam sajak-sajak sebelumnya. Hal ini memungkinkan sajak itu dapat dipahami isinya tanpa mengerutkan kening.

Page 123: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 123

C. Ibrahim Sattah

Bandingkan sajak Taufiq Ismail yang telah dikemukakan dengan sajak Ismail Satta yang berjudul Duka di bawah ini.

DUKA Duka ‘tu

anu duka ‘tu

aku aku ‘tu

kau kau ‘tu duka

duka ‘bunga duka daun duka du

ri duka hari dukaku duka siapa dukamu duka siapa

duka bika duka apa

duka di mana duka dunia duka duuuuuuu

kidukhku duka kau

duka diri

dua duri dari sepi

(Ibrahim: 1980)

Tentang keadaan puisi Ibrahim Satta (1982 : 30) di atas, Mursal Esten berpendapat bahwa ada kata yang hadir tanpa maknanya. Namun, mereka masih tetap ingin mendapatkan suasana dari “kata” yang ditampilkan

Page 124: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

124 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

, yaitu suasana mistis. Pada pusis-puisi dari penyair sebelumnya, kata dan maknanya, ada sesuatu yang amat penting . Catatan: mistik =

1. Subsistem yang ada dalam hampir semua agama dan sistem relegi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersama dengan Tuhan: tasawuf, suluh

2. hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia yang biasa. mistis = bersifat mistik: ia tertarik untuk mempelajari hal-hal yang – (bersifat mistik)

(KBBI: PB, 2008 : 921)

Page 125: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 125

DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana. 1961. Puisi Baru. Jakarta: PT Pustaka Rakyat.

Ali, L. (Red). 1966. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia: Sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.

Aminuddin, 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Argensindo.

Anwar, C. 1963. Deru Campur Debu. Copyright by Yayasan Pembangunan.

Departemen Agama RI. Al- Qur’an Al Karim. Semarang: CV Toha Putra.

Effendi, U. 1953. Bebasari. Jakarta: Fasco (Cet. pertama 1928) ……….. 1953. Percikan Permenungan. Jakarta: Percetakan Fasco.

(Cet. Pertama 1925)

Effendi, R. 1958. Sastrawan Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

Enre, F. A. 1963. Perkembangan Puisi Indonesia dalam Masa Duapuluhan. Jakarta: Gunung Agung.

Esten, M. 1982. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung: Penerbit Angkasa.

Gazali. 1958. Langgam Sastra Lama. Jakarta: Tintamas.

Hadimadja, A. K. 1952. Beberapa Paham Angkatan ’45. Jakarta: Tintamas.

Hamel, A. G. Van. 1971. Sejarah Ilmu Bahasa. Ende.Flores: Penerbit Nusa Indah.

Hamzah, A. 1964. Buku dan Penulis. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Hamzah, A. 1959. Buah Rindu. Jakarta: PT Pustaka Rakyat.

…………1959. Stanggi Timur. Jakarta: PT Pustaka Rakyat.

Page 126: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

126 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Hamzah, J. A. 1967. Hamka Sebagai Pengarang Roman. Jakarta: Megabookstore.

Hooykaas. 1951. Perintis Sastra. Jakarta: J. B. Wolters-Groningen (Terjemahan R. Amar).

Iqbal, M. 1966. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Jakarta: Tintamas.

Jassin, H. B. 1959. Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45. Jakarta: Gunung Agung.

………...1959. Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka.

…………(Pengumpul) 1962. Amir Hamzah Raja Penyair Pujuangga Baru. Jakarta: Gunung Agung.

…………1967. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai. Jilid II. Jakarta: Gunung Agung.

Junus, A.M. & Junus, A.F. 2009. Pembentukan Kalimat Bahasa Indonesia. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Koenodiprodjo. 1954. Kamus Singkat dari Singkatan Kata. Jakarta: Penerbit S. K. Seno.

Moeis, A. 1952. Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka.

Muljana, S. 1949. Bimbingan Seni Sastra. Jakarta: J. B. Wolters Groningen.

………..1952. Sari Pustaka Indonesia. Jakarta: J. B. Wolters Groningen.

…….….1956. Peristiwa Bahasa dan Sastra. Bandung: Ganaco.

Mushaf An-Nur Al-Qur’an. Terjemahan Per Kata. 2010. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Nasution. 1963. Sanusi Pane. Jakarta: Gunung Agung.

Page 127: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

Pendahuluan 127

Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Rafiek, M. 2010. Teori Sastra: Kajian Teori dan Praktik. Bandung: PT Rafika Aditama.

Ratnaningsih, A. 1963. Roman dalam Masa Pertumbuhan Kesusastraan Indonesia Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Robson. S. O. 1978. Pengkajian Sastra. Sastra Tradisional Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Rustapa, Nj. A. K. dkk. 1968. Pameran Dokumentasi Kesusastraan Indonesia Jakarta: Ikatan Penerbit Indonesia.

Simandjuntak, B. S. 1954. Kesusastraan Indonesia. Jilid I. Jakarta: PT Pembangunan.

Sugono, D. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Teeuw. 1959. Pokok dan Tokoh. Jilid I. Jakarta: PT Pembangunan.

…………1958. Pokok dan Tokoh. Jilid II. Jakarta: PT Pembangunan.

Tirtawirya, P. A. 1983. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende-Flores: Nusa Indah.

Tobing, O. L. 1961. Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa. Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Page 128: SEJARAH PERKEMBANGAN SASTRA INDONESIAdigilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-andifatima-356-1... · E. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru 13 BAB II MASA MULA SASTRA

128 Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Haji Andi Muhammad Junus lahir 1 Oktober 1939 di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Ia menyelesaikan pendidikan SD di Sengkang (1953) SMP juga di Sengkang (1956) SGA di Makassar (1959) FKSS IKIP Makassar (1967), dan Pascasarjana Universitas Hasanuddin (1997) dengan judul tesis Interferensi Morfologi Bahasa Bugis dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Tulis Murid Sekolah Dasar yang Berbahasa Pertama Bahasa Bugis di Kabupaten Wajo dengan predikat kelulusan “Cum Laude.”

Di bidang karier, penulis pernah menjabat Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKSS IKIP Makassar (1971), Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa FKSS IKIP Makassar (1971-1974) dan Pembantu Dekan III FKSS (1983-1986). Dalam kegiatan ilmiah, penulis pernah mengikuti Penataran Instruktur Guru Bahasa Indonesia SLU di Ciloto dan Cibulan (1975, 1977), Penataran Lokakarya P3G di Jakarta dan Semarang (1980, 1982) dan The 2nd Symposium on Malay and Indonesia Linguistics di Ujung Pandang (1998).

Karya ilmiah berupa hasil penelitian yang dilaksanakan dan buku yang ditulis bersama teman sejawad antara lain: Sastra Lisan Bugis (1981) Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar yang Berbahasa Bugis: Mendengarkan dan Berbicara (1981) Bahasa Indonesia: Buku Pegangan Mata Kuliah Dasar Umum (1981), Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Mandar (1985) dan Sintaksis Bahasa Bugis (2002).

Sampai sekarang, penulis menjadi pengajar pada Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar dengan pangkat/jabatan terakhir Pembina Utama Madya/Lektor Kepala, Golongan IV/d.

Andi Fatimah Junus lahir 11 Mei 1974 di Ujung Pandang. Anak pertama dari lima bersaudara, anak pasangan H.A.M. Junus dan Hj. A. Aswad. Penulis menyelesaikan SD di Makassar (1986), SMP di Makassar (1989) SMU di Makassar (1992), S1 di Makassar (1997), Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (2002) dengan judul tesis: Analisis Kontrastif Bahasa Indonesia dan Bahasa Bugis dalam Bidang Sintaksis dan Implikasinya terhadap Pengajaran Bahasa Indonesia.

Alhamdulillah penulis terpilih sebagai peneliti muda terbaik III tingkat universitas pada tahun 2007. Penulis adalah staf pengajar pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar.