Upload
alinda-nurbaety-hasanah
View
90
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Oleh: Anwar Musaddad
Citation preview
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU DAN ALIRANNYA
Oleh: Anwar Musaddad1
A. Latar Belakang
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara
substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
aliran-aliran pemikiran filsafat barat. Tanpa bermaksud untuk mengkonsentrasikan
kajian pada pemikiran barat dan mengesampingkan pemikiran timur (Islam), kajian
ini akan lebih banyak mengulas tentang sejarah aliran-aliran pemikiran barat dimulai
dari zaman Yunani klasik yang pada akhirnya melahirkan spesialisasi dan sub-
spesialisasi ilmu pada abad ke-20.
Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan sehari-hari yang
dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan
berbagai metode. Dan karena pengetahuan ilmiah a higher level of knowledge, maka
lahirlah filsafat ilmu sebagai pengembangan dari filsafat pengetahuan. Bidang
garapan filsafat ilmu tidak jauh dari komponen-komponen yang menjadi tiang
penyangga eksistensi pengetahuan ilmiah, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Oleh karena itu, penting dan menarik kiranya kita dapat menggali kembali
sejarah perkembangan filsafat ilmu serta aliran-alirannya, sebagai suatu landasan
berfikir kita demi mengembangkan ilmu pengetahuan secara luas dan mendalam
yang akan berimplikasi kepada kehidupan manusia yang lebih baik.
1 Mahasiswa Program Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
1
B. Sejarah Filsafat Ilmu
Berbicara asal muasal filsafat ilmu tentu tidak akan lepas dari filsafat Yunani
Kuno dan aliran yang dianutnya, dimana perkembangan Filsafat dimulai dari Yunani
dan filsafat yang tertua juga dari Yunani. Tidak lain dan tidak bukan termasuk
filsafat Ilmu juga demikian. Pemikiran manusianya yang tertata, dibanding bangsa
lain pada masa itu, oleh karenanya kiblat ilmupun berasal dari kota itu.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak
yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta
sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa
diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi
filsuf-filsuf Yunani yang terbesar adalah Sokrates, Plato, dan Aristoteles.2
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah
berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Di
dalam banyak literatur menyebutkan bahwa periode Yunani merupakan tonggak awal
berkembangnnya ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban umat manusia.
Perkembangan ilmu ini dilatarbelakangi dengan perubahan paradigma dan pola pikir
yang berkembang saat itu. Dengan paradigma ini, ilmu pengetahuan berkembang
sangat pesat karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan
kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul yang irrasional.
2 Wikipedia.org/wiki/Filsafat diakses tanggal 21 Oktober 2014
2
Setalah kemajuan filsafat pada zaman Yunani yang begitu luar biasa, sejarah
filsafat mencatat bahwa pada abad pertengahan (400-1500 M) filsafat berfungsi
sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran agama (The philosophy as a
hand maiden of theology). Sejauh filsafat bisa melayani teologi, ia bisa diterima.
Namun, filsafat dianggap yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama atau
gereja, ditolak dan kebebasan berfikir pun dipangkas.
Oleh sebab itu, zaman tersebut sering dinamakan Abad Gelapan Filsafat.
Namun, masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat
Muslim. Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan
lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan
penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai
temuan di lapangan ilmiah lainnya.3 Maka sesungguhnya pada zaman Islam itulah
filsafat begitu berkembang pesat sehingga banyak melahirkan para ilmuan-ilmuan
muslim yang luar biasa pada abad itu.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa
kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.4
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat
kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan
3 Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet Ke-II, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 128
4 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 32.
3
itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad
ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad
ke-18 M.5 Mulai itulah ilmu pengetahuan semakin berkembangan dengan pesat
hingga sekarang (zaman kontemporer).
C. Perkembangan Filsafat Ilmu
Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah
perkembangan filsafat ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani
kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman
kontemporer.6
1. Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan,
maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah
filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum
para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan
mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan
pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam
disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang.
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan
berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan. Karena itu, periode
perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru
umat manusia.7 Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan
sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
5 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat6 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 21-67.7 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm 22
4
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan kelimuan bangsa
Yunani, karena pada zaman ini kajian-kajian kelimuan yang muncul adalah
perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat
menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid Socrates.8 Plato, yang
hidup di awal abad ke-4 S.M., adalah seorang filsuf earliest (paling tua) yang tulisan-
tulisannya masih menghiasi dunia akademisi hingga saat ini. Karyanya Timaeus
merupakan karya yang sangat berpengaruh di zaman sebelumnya; dalam karya ini ia
membuat garis besar suatu kosmogoni yang meliputi teori musik yang ditinjau dari
sudut perimbangan dan teori-teori fisika dan fisiologi yang diterima pada saat itu.9
Masa keemasan kelimuan bangsa Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-
322 SM). Ia adalah murid Plato, walaupun ia tidak sepakat dengan gurunya mengenai
soal-soal mendasar. Khususnya, ia menganggap matematika sebagai suatu abstraksi
dari kenyataan ilmiah. Dan ia berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan
besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika,
dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut
silogisme.10
2. Zaman Islam
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sejak kemunculan agama Islam itu
sendiri yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, saat beliu menerima wahyu
pertama dengan perintah “ iqra’ bacalah”;
8 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm 309 Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu : Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, cetakan Ke-IV
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm 1010 Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, hlm. 30
5
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”11
Dari kata iqra tersebut, secara kontekstual sesungguhnya memerintahkan kita
untuk mencari hakikat kebenaran dengan membaca, mengkaji, serta meneliti
Dominasi para teolog pada masa ini mewarnai aktivitas ilmiah pergerakan
ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari semboyan yang berlaku bagi ilmu pada
masa itu adalah ancillla theologiaatau abdi agama.12 Atau dengan kata lain, kegiatan
ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Agama Kristen menjadi
problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan
kebenaran sejati.13 Inilah yang dianggap sebagai salah satu penyebab masa ini disebut
dengan Abad gelap (dark age). Usaha-usaha menghidupkan kembali keilmuan hanya
sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne.14
Josep Schumpeter, misalnya dalam buku magnum opus-nya menyatakan
adanyagreat gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa
yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan
masa kegemilangan umat Muslim, suatu hal yang berusaha ditutup-tutupi oleh Barat
karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri
oleh para ekonom Barat.15
Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan
lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan
11 Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 112 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : PT Bumi Aksara,
2007), hlm. 8513 Surajiyo, Filsafat Ilmu14 Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, hlm. 1615 Baca lebih lanjut Joseph A. Schumpeter, A History of Economic Analysis, (New york :
Oxford University Press, 1954), dan Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 10-11
6
penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai
temuan di lapangan ilmiah lainnya.16
Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik
(650-1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya
kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini
bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani
yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik,
seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra
(Persia).17 W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria,
dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah
terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria,
dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad.18
Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di
pangkuan perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal
seperti: Al-Ḥāwī karya al-Rāzī (850-923) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai
seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya.19 Rhazas mengarang suatu
Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-1037)
menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu
16 Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu,Cet Ke-II (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 128
17 Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1998), hlm.718 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad
Pertengahan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 44-4519 Pembahasan lebih detil tentang sosok, karya, dan pengaruh Abū Bakar Muḥammad ibn
Zakariyyā al-Rāzī bisa dibaca dalam: Lenn E. Goodman, “Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 243-265.
7
kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun
buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa.
Ia juga menulis perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan
penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd
(1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karya-karya
Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal
pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.20
Dalam bidang kimia ada Jabir ibn Ḥayyan (Geber) dan al-Biruni (362-442
H/973-1050 M). Sebagian karya Jabir ibn Ḥayyan memaparkan metode-metode
pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata
untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa
orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur
sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.21
Selain disiplin-disiplin ilmu tersebut, sebagian umat Islam juga menekuni
logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindi, al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna
(w. 1037 M), al-Ghazali (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn
Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M).
Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani
dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang
jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan
oleh al-Farabi. Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani
20 Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogykarta : Liberty, 1996), hlm 42.
21 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, hlm. 60-61.
8
kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan
menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing.22
Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen
daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat
Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap
para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-
profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof
profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di
Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada
abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah
terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan
atau renaisans.23
Pada zaman itu bangsa Arab juga menjadi pemimpin di bidang Ilmu Alam.
Istilah zenith, nadir, dan azimut membuktikan hal itu. Angka yang masih dipakai
sampai sekarang, yang berasal dari India telah dimasukkan ke Eropa oleh bangsa
Arab. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang24, yaitu:
1) Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan
sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini;
2) Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan,
astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan;
3) Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
22 Felix Klein-Franke, “Al-Kindī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 209-210
23 Russell, Betrand, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm 567.
24 Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, hlm. 42-43
9
3. Zaman Renaisans dan Modern
Michelet, sejarawan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan
istilah renaisans. Para sejarawan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi
di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang
jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang
menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.25
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung
atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era
sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan
hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa
kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.26
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat
kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan
itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad
25 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 5026 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, hlm. 32.
10
ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad
ke-18 M.27 Mulai itulah ilmu pengetahuan semakin berkembangan dengan pesat
hingga sekarang.
4. Zaman Kontemporer
Filsafat kontemporer, yang diawali pada awal abad ke-20, ditandai oleh
variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa,
kebudayaan (antara lain, postmodernisme), kritik sosial, metodologi (fenomenologi,
heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (eksistensialisme), filsafat ilmu, sampai
filsafat tentang perempuan (feminisme). Tema-tema yang banyak dibahas dalam oleh
para filusuf dari periode ini antara lain tentang manusia dan bahasa manusia, ilmu
pengetahuan, kesetaraan gender, kuasa dan struktur yang mengungkung hidup
manusia, dan isu-isu aktual yang berkaitan dengan budaya, sosial, poloitik, ekonomi,
teknologi, moral, ilmu pengetahuan dan hak asasi manusia.28
Ciri lainnya adalah filsafat dewasa ini ditandai oleh profesionalisasi disiplin
filsafat. Maksudnya, para filusuf bukan hanya profesional di bidangnya masing-
masing, tetapi juga mereka telah membentuk komunitas-komunitas dan asosiasi-
asosiasi profesional di bidang-bidang tertentu berdasarkan pada minat dan keahlian
mereka masing-masing. Oleh sebab itu, profesionalisasi disiplin filsafat pun tampak
dengan jelas dari munculnya jurnal-jurnal terkemuka dalam bidang filsafat. Ada
cukup banyak jurnal filsafat, baik yang diterbitkan dalam bentuk cetak maupun
elektronik (online atau e-journal).
27 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat28 Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 123-124
11
Dengan demikian, tentunya dewasa ini sesungguhnya menuntut kita untuk
mampu berpartisipasi aktif dalam menyumbangkan ide-ide dan gagasan filosofis
sesuai bidang kita masing-masing. Hal tersebut dapat dilakukan melalui budaya
menulis karya ilmiah untuk kemudian diterbitkan dalam berbagai jurnal ilmiah.
D. Aliran-Aliran dalam Filsafat Ilmu
Persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber
pengetahuan, dijawab oleh aliran berikut:
1. Rasionalisme
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima
tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh
khayalan-khayalan.
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism.
Kata ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R.
lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan
ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang
berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. ia
menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal
12
yang memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh
pengatahun dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.29
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut
sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu
kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandinganya,
harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum.
Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat, bahwa
sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang
diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu
pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode
deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlikan titik
tolak pemikiran yang pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo
sum (saya berfikir maka saya ada). Jelasya, bertolak dari keraguan untuk
mendapatkan kepastian.30
Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:
1) Blaise Pascal
2) Cristian Wolf
3) Rene Descartes
4) Baruch Spinoza
29 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 127-128 30 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, hlm. 137-141
13
5) G.W Leibnitz31
2. Empirisme
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan
experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) yang
berarti pengalaman.32 Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya
Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan
secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan
indera.33
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai
Empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari
dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya
sumber pengetahuan, dan bukan akal.34 Dengan demikian, empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah,
telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai
dengan pengalaman manusia.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas
Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya,
John Locke (1632-1704) Berkeley (1685-1753) dan David Hume (1711-1776).35
31 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara,2005), hlm. 6632Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm. 5233 http://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme diakses pada tanggal 20 oktober 201434 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu.35 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, hlm 53.
14
3. Realisme
Dengan memasuki abad ke-20, realisme muncul,khususnya di Inggris dan
Amerika Utara. Real berarti yang aktual atau yang ada, kata tersebut menunjuk
kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh, artinya yang
bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa
yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni
bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan
kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau yang
diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih
teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek
indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa
benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran
kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan satu-satunya hal yang dapat kita lakukan
adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk
melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan
yang belum dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray
mengatakan:
Kita tidak bisa melpaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara
benda dan ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu
fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda dalah
realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'. Oleh karena itu,
maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda, jika mau menjadi
15
benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan
bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan
ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu
menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir common sense
semacam itu adalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan
'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan
benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang benar atau yang keliru.36
Maka dengan demikian realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa
objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya dan tidak bergantung pada
yang mengetahui, atau pun pikiran. Dunia ada sebelum dan sesudah pikiran.
4. Kritisisme
Secara harfiah, kata kritik berarti pemisahan. Jadi filsafatnya dimaksud
sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan
menentukan batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat iman dan
kepercayaan.37
Tokoh aliran kritisisme adalah Imanuel Kant. Filsafat Kant merupakan titik
tolak periode baru bagi filsafat barat. Ia menyimpulkan dan mengatasi aliran
rasionalisme dan empirisme.38 Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi
kemudian tepengaruh oleh empirisnya (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak
begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkadang
36 Harold H.Titus, dkk, Living in Philosophy. (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 315-32937 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung:
Rosda, 1990), hlm. 15738 Anton Baker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta Ghalia Indonesia,1986), hlm. 88
16
skeptisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia
akan dapat mencapai kebenaran.39
Akhirnya Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian
dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun pengetahuan bersumber dari akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dati benda (empirisme). Ibarat burung
terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri). Jadi, metode berpikirnya
disebut kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia
tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal
mengenal batas-batasnya.40
Adapun ciri-ciri Kritisisme adalah adalah sebagai berikut:
a. Menganggap obyek pengenalan berpusat pada subyek dan bukan pada
obyek
b. Manegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui
realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya
atau fenomenanya saja.
c. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas
perpaduan antara peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dan peranan unsure aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.41
Maka dapat disimpulkan bahwa kritisisme adalah aliran yang berusaha
menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya Imanuel Kant yang pemikirannya
39 Asoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 14040 Asoro Achmadi, Filsafat Umum41 Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), hlm. 283
17
bertolak pada ruang dan waktu sebagai dua bentuk pengamatan. Akal menerima
bahan-bahan pengetahuan dari empiri (indera dan pengalaman) dan mengaturnya
dalam bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan
permulaan pegetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan pembentuknya.
5. Idalisme
Idealime adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia
filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. ia menerapkan istilah ini pada pemikiran
Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme. Istilah Idealisme adalah aliran
filsafat yang memandang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas.42
selain itu, idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme
diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini telah
dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern dipelopori oleh J.G. Fichte, Sckelling,
dan Hegel.43
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai
kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak
mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan
hakikat. Sebab, seseorang akan memikirkan materi dalam hakikatnya yang terdalam,
dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah
sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan
apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
42 Lorens Bagus., Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005)43 Delfgaauw, Bernard, Sejarah Singkat Fisafat Barat, (Yoyakarta: Tiara Wacana, 1992),
hlm. 59
18
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.
Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan
tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian.
Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya bukan semata-mata
peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca indera, tetapi juga
peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal dan budilah yang
menentukan kualitas manusia.44
6. Positivisme
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivisme adalah
Aguste Comte. Aliran positivisme berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan
yang dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yang di luar
dunia pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada
dunia ini. Beberapa tokoh diantaranya mengatakan bahwa pernyataan yang
mengandung arti adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris.
Pengalaman yang tidak berdasar dan tidak dapat diverifikasi dianggap tidak
bermakna atau bukan merupakan pengetahuan.45
Ide-ide pokok positivisme, antara lain :
1) Bahwa ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi
tingkatannya, dan karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah (that
science is the highest form of knowledge and that philosophy thus must be
scientific).
44 Rasjidi, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 40.45 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 154
19
2) Bahwa hanya ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum,
untuk segala bidang atau disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah
yang lazim digunakan dalam ilmu alam.
3) Bahwa pandangan-pandangan metafisik tidak dapat diterima sebagai ilmu,
tetapi "sekadar" merupakan pseudoscientific.46
Jadi, kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah
teori korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan
adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut.
Atau dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang
terkandung dalam pernyataan tersebut bersesuaian (korespodensi) dengan obyek
faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.47
7. Pragmatisme
Pragmatisme diambil dari kata Pragma (bahasa Yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan. pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders
Peirce (1839-1914). Sebenarnya istilah pragmatisme lebih banyak berarti sebagai
metode untuk memperjelas suatu konsep ketimbang sebagai suatu doktrin
kefilsafatan.48 Sedangkan, Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen
(tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang
memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan
segala sesuatu secara berguna.49
46 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm. 155-15647 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu48 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra, hlm.19049 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra
20
Aliran pragmatisme pertama kali tumbuh di Amerika sekitar abad 19 hingga
awal 20. Aliran ini melahirkan beberapa nama yang cukup berpengaruh mulai
Charles Sanders Pierce (1839-1914), William James (1842-1910), John Dewey, dan
seorang pemikir yang juga cukup menonjol bernama George Herbert Mead (1863-
1931). Charles S. Pierce-lah yang membiasakan istilah ini dengan ungkapannya,
“Tentukan apa akibatnya, apakah dapat dipahami secara praktis atau tidak. Kita akan
mendapat pengertian tentang objek itu, kemudian konsep kita tentang akibat itu,
itulah keseluruhan konsep objek tersebut.” Ia juga menambahkan, untuk mengukur
kebenaran suatu konsep, kita harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis
penerapan konsep tersebut. Bila suatu konsep yang dipraktekkan tidak mempunyai
akibat apa-apa, maka konsep itu tidak mempunyai pengertian apa-apa bagi kita.
Selain itu, menurut John Dewey, kegunaan atau kemanfaatan untuk umum
hendaknya menjadi ukuran, sedangkan daya untuk mengetahui dan daya untuk
berpikir merupakan sarana.50Dengan demikian aliran ini tidak mempersoalkan apa
hakekat pengetahuan melainkan menanyakan apa guna pengetahuan tersebut.
E. Kesimpulan
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah
berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Di
dalam banyak literatur menyebutkan bahwa periode Yunani merupakan tonggak awal
berkembangnnya ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban umat manusia.
Perkembangan ilmu ini dilatarbelakangi dengan perubahan paradigma dan pola pikir
yang berkembang saat itu. Dengan paradigma tersebut, ilmu pengetahuan
berkembang sangat pesat hingga saat ini.
50 wikipedia.org/wiki/Pragmatisme, diakses tanggal 20 Oktober 2014
21
Secara garis besar, periodeisasi sejarah perkembangan filsafat ilmu
pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam,
pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.
Adapun aliran-aliran dalam filsafat ilmu terbagi ke dalam:
1. Rasionalisme
2. Empirisme
3. Realisme
4. Kritisisme
5. Idealisme
6. Positivisme
7. Pragmatisme
F. Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir. 1990. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
___________. 2000. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amsal Bakhtiar. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Anton Baker. 1986. Metode-metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Asoro Achmadi. 2008. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Atang Abdul Hakim. 2008. Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi.
Bandung: Pustaka Setia
Delfgaauw, Bernard. 1992. Sejarah Singkat Fisafat Barat.Yoyakarta: Tiara Wacana.
Felix Klein-Franke. 2003. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed
Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan.
22
Harold H.Titus, dkk. Tth. Living in Philosophy. Jakarta: Bulan Bintang
Harun Nasution. 1998. Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Jerome R. Ravertz. 2004. Filsafat Ilmu : Sejarah dan Ruang Lingkup
Bahasan. Cetakan Ke-IV. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
K. Bertens. 1986. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Lorens Bagus. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mohammad Muslih. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar.
Rasjidi. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir. 2002. Filsafat Ilmu. Cet Ke-II.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Russell, Betrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-
Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
_______. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996. Filsafat Ilmu. Yogykarta:
Liberty.
W. Montgomery Watt. 1997. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas
Eropa Abad Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zainal Abidin. 2012. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers.
23
24