33
Sejarah Panarukan Situbondo SITUBONDO VERSI 1 Di masa silam, daerah Situbondo merupakan daerah penting di pantai utara bagian timur pulau Jawa. Sebab di kawasan itu terdapat pelabuhan-pelabuhan penting seperti Panarukan, Kalbut dan Jangkar. Malah kota Panarukan pada abad ke-14 merupakan salah satu pangkalan penting bagi kerajaan Majapahit. Di Panarukan sudah berdiri kerajaan Keta (nama itu abadi sebagai desa Ketah di kecamatan Suboh, Situbondo - pen). Untuk merebut Keta - sebagaimana dituturkan dalam Negarakretagama pupuh XLIX/3 – Majapahit melakukannya dengan kekuatan senjata.Kawasan Situbondo di masa silam termasuk ke dalam wilayah Wirabhumi. Dilihat dari segi nama, dapat diasumsikan bahwa penduduk di kawasan Wirabhumi adalah orang-orang yang memiliki sifat ksatria yang gagah perkasa dan tidak gampang tunduk kepada siapa saja yang ingin menguasai mereka. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang ingin merdeka dari tekanan siapa pun yang datang dari luar. Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa di daerah Wirabhumi ini telah sering pecah peperangan. Perang terbesar yang pada gilirannya meruntuhkan Majapahit, yakni Perang Paregreg terjadi di kawasan ini. Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti "terlepas" dari kontrol Majapahit. Rakyat di daerah itu menyusun sejarahnya sendiri.

Sejarah Panarukan Situbondo

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Panarukan Situbondo

Sejarah Panarukan Situbondo

SITUBONDO VERSI 1Di masa silam, daerah Situbondo merupakan daerah penting di pantai utara bagian timur pulau Jawa. Sebab di kawasan itu terdapat pelabuhan-pelabuhan penting seperti Panarukan, Kalbut dan Jangkar. Malah kota Panarukan pada abad ke-14 merupakan salah satu pangkalan penting bagi kerajaan Majapahit. Di Panarukan sudah berdiri kerajaan Keta (nama itu abadi sebagai desa Ketah di kecamatan Suboh, Situbondo - pen). Untuk merebut Keta - sebagaimana dituturkan dalam Negarakretagama pupuh XLIX/3 – Majapahit melakukannya dengan kekuatan senjata.Kawasan Situbondo di masa silam termasuk ke dalam wilayah Wirabhumi. Dilihat dari segi nama, dapat diasumsikan bahwa penduduk di kawasan Wirabhumi adalah orang-orang yang memiliki sifat ksatria yang gagah perkasa dan tidak gampang tunduk kepada siapa saja yang ingin menguasai mereka. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang ingin merdeka dari tekanan siapa pun yang datang dari luar. Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa di daerah Wirabhumi ini telah sering pecah peperangan. Perang terbesar yang pada gilirannya meruntuhkan Majapahit, yakni Perang Paregreg terjadi di kawasan ini. Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti "terlepas" dari kontrol Majapahit. Rakyat di daerah itu menyusun sejarahnya sendiri. Bahkan saat agama Islam sudah menyebar di pulau Jawa abad ke-16, kawasan Wirabhumi sepertinya tetap berada di dalam cengkeraman raja-reja lokal yang masih beragama Hindu.

Pada 1535 Masehi seorang musafir Portugis bernama Galvao mengunjungi Panarukan. Galvao mencatat bahwa masyarakat di kawasan itu masih beragama Hindu. Seminggu sebelum kedatangannya, demikian Galvao, ia mendengar cerita bahwa ada seorang janda yang baru saja membakar diri untuk ikut mati bersama suaminya. Pada 1546 Sultan Trenggana dari Demak menyerang Panarukan dan beliau gugur dalam serangan

Page 2: Sejarah Panarukan Situbondo

tersebut. Sekalipun harus ditebus dengan gugurnya Sultan Trenggana, namun Demak berhasil menguasai wilayah Panarukan. Agama Islam pun mulai berkembang di Panarukan. Tahun 1575 -- secara tiba-tiba -- Panarukan direbut oleh raja Blambangan, Santaguna, yang masih beragama Hindu.

Pada 1579 seorang romo Jezuit, Bernardino Ferrari mengunjungi Panarukan untuk melayani orang-orang Portugis yang tinggal di situ. Ia berlayar dengan kapal Portugis yang berpangkalan di Malaka. Di kota pelabuhan itu ia mendapat sambutan ramah. Raja Santaguna bahkan meminta, dengan perantaraan perutusan, supaya lebih banyak misionaris dikirim.

Kira-kira tahun 1585 romo-romo kelompok biarawan Capucijn dari Malaka yang beroperasi juga di Blambangan berhasil mentahbiskan seorang "imam berhala", saudara sepupu raja "kafir" (Santaguna) di situ menjadi orang Kristen. Beberapa waktu berselang, bangsawan yang telah dikristenkan itu dibunuh oleh rakyat (De Graef, l986).

Tahun 1596 raja Pasuruan melakukan serangan ke Panarukan yang saat itu dirajai oleh keturunan Raja Santaguna yang dipertahankan pasukan-pasukan dari Bali pimpinan Jelantik. Dalam suatu pertempuran yang sengit, pasukan Islam berhasil meraih kemenangan bahkan berhasil menewaskan Jelantik. Dan sejak tahun 1600 -- begitu menurut catatan sejarah -- Panarukan telah menjadi Islam.

Kisah-kisah sejarah di kawasan Wirabhumi -- jika dikaji secara cermat -- cukup banyak yang mengandung muatan "rekayasa" politik di dalamnya yang seringkali meletus dalam bentuk pertempuran besar yang mengakibatkan jatuhnya korban rakyat kecil. Kisah pemberontakan Patih Mangkubhumi Nambi di awal abad ke-14, misalnya, adalah hasil rekayasa dari tokoh Mahapatih yang berambisi menjadi Patih Mangkabhumi. Dengan suatu manuver politik yang rapi, Mahapatih berhasil menyudutkan Nambi sebagai pejabat yang akan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat. Hasilnya, benteng Pajarakan yang menjadi basis kekuatan Nambi dihancurkan pasukan Majapahit. Nambi sekeluarga beserta pengikut-pengikutnya terbunuh. Dan Mahapatih, setelah peristiwa itu diangkat menjadi Patih Mangkubhumi Majapahit (Mulyana, l979).

Pada perempat akhir abad 16, menurut catatan sejarah daerah Situbondo tepatnya di sekitar Demung dan Ketah telah dijadikan ajang pertempuran akibat pertarungan antar kepentingan kelompok yang bersengketa dalam upaya merebut kekuasaan Mataram dari Amangkurat I. Dalam pertempuran itu, kekuatan Mataram yang berada di bawah perintah Amangkurat I berhadapan dengan pejuang Makassar yang secara rahasia berada di bawah perintah Adipati Anom, putera mahkota.

Menurut catatan Belanda dalam Daghregister 25 Januari 1674, Demung dekat Panarukan telah dijadikan benteng pertahanan oleh pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bonto Marannu. Sejak Oktober 1674, orang-orang Makasar itu ditengarai telah menjadikan Demung sabagai tempat tinggalnya.

Pangeran Adipati Anom - putera mahkota Amangkurat I - yang mengincar kedudukan

Page 3: Sejarah Panarukan Situbondo

ayahandanya, rupanya telah menjalin hubungan rahasia dengan pimpinan warga Makassar di Demung yakni Karaeng Bonto Marannu. Dalam hubungan itu, terjalin pula sedikit hubungan antara orang-orang Makassar dengan Madura. Ini dikarenakan, Pangeran Adipati Anom juga menjalin hubungan rahasia dengan menantu Panembahan Rama yakni Trunojoyo dari Madura. Tetapi hubungan kedua kelompok itu tidak menjadi akrab dan tidak berlangsung lama pula. Itu disebabkan oleh kepentingan masing-masing terlalu banyak berbeda (De Graaf,l987).

Dalam catatan sejarah diketahui bahwa orang-orang Makassar di akhir 1674 dari pangkalannya di Demung telah melakukan penyerangan ke kota-kota di sepanjang pantai utara Jawa Timur. Kota pelabuhan Gerongan yang merupakan pelabuhan beras, misalnya, dalam waktu singkat dikuasainya. Mereka bahkan membunuh awak perahu milik warga Batavia Struys. Anehnya, para pejabat Mataram di kawasan pantai utara tak menunjukkan reaksi melihat daerahnya dilanda kerusuhan.

Menurut De Graaf (l987) Pangeran Adipati Anom rupanya telah memberikan perintah agar para pejabat Jawa tidak mengambil tindakan terhadap orang-orang Makassar yang melakukan penyerangan dan perampasan itu. Kepatuhan para penguasa setempat -- yakni bupati-bupati di daerah Surabaya dan Gresik -- atas perintah Pangeran Adipati Anom itu ternyata berakibat fatal. Sebab Sunan Amangkurat I kemudian memerintahkan agar para pejabat itu dibunuh.

Sejarah memang mencatat bahwa dalam proses suksesi atas kekuasaan Amangkurat I itu, telah terjadi berbagai macam rekayasa politik yang mengorbankan nyawa rakyat kecil yang terombang-ambing oleh ketidak-pastian angin kekuasaan. Para pejabat daerah setingkat bupati dihadapkan pada pilihan untuk patuh pada dua jalur perintah yang bertolak-belakang yakni perintah dari putera mahkota dan perintah sunan.Akibat dari manuver politik yang makin lama makin transparan itu, Pangeran Adipati Anom pada gilirannya dituduh mau merebut kekuasaan selagi ayahandanya masih berkuasa. Karena itu, ia dibenci oleh Sunan yang sudah tua itu, dan adiknya Pangeran Singasari ditetapkan sebagai pengganti ayahnya. Pangeran Puger dan Pangeran Sampang, memang telah menyatakan dukungan terhadap Pangeran Adipati Anom sebagai pengganti ayahnya, tetapi banyak pangeran lain yang bersumpah akan mendukung keputusan Sunan.

Kekisruhan situasi akibat proses suksesi dewasa itu berlangsung di mana-mana. Kekacauan yang pecah di pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, dikendalikan oleh Trunojoyo yang berpangkalan di Kediri. Sedang kekacauan di pantai utara Jawa Timur dan sebagaian Jawa Tengah dikendalikan oleh orang-orang Makassar di bawah Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Galesong, Karaeng Tallo, dan sebagainya.

Menurut Jonge (dalam De Graaf, 1987) Sunan Amangkurat I yang marah karena merasa dikhianati putera mahkota itu mengirimkan 100 perahu perang ke Demung dengan membawa pasukan ribuan orang. Pasukan dipimpin Raden Prawirataruna dan Rangga Sidayu. Kekuatan laut Mataram itu kemudian bergabung dengan armada

Page 4: Sejarah Panarukan Situbondo

Belanda pimpinan Jan Franszen. Dan antara 17 - 24 Mei 1676 terjadi pertempuran antara pasukan Jan Franszen dengan pasukan Makassar di Demung. Sedang pasukan Rangga Sidayu bertempur di Keta. Namun dalam serbuan itu, pihak Mataran mengalami kehancuran dan panglima-panglima perangnya tewas dengan cara mengenaskan.

Rekayasa yang dilakukan oleh Pangeran Adipati Anom untuk merebut kekuasaan ayahandanya itu pada akhirnya memang berhasil sukses. Sebab setelah terjadi kerusuhan-kerusuhan di berbagai daerah yang akhirnya marak ke ibukota Mataram hingga Amangkurat I yang rambutnya sudah penuh uban itu mengungsi dan kemudian mati di Wanayasa tepatnya di Tegalwangi sebagaimana ditulis dalam Babad Tanah Jawi, maka Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi raja Mataram. Namun dalam catatan Valentijn (dalam De Graaf, 1987) disebutkan bahwa untuk mempercepat matinya Sunan Amangkurat I dalam pengungsian itu, putera mahkota yakni Pangeran Adipati Anom telah memberikan sebutir pil.

Terlepas dari keberhasilan Pangeran Adipati Anom dalam melakukan rekayasa untuk merebut kekuasaan dari ayahnya, yang jelas akibat dari rekayasa itu adalah kehancuran daerah di sekitar Demung dan Ketah akibat perang dan kerusuhan. Bahkan tidak terhitung berapa jumlah korban yang harus mati dalam rekayasa itu. Yang jelas, korban itu umumnya adalah rakyat pedesaan dan prajurit-prajurit rendahan.

Berdasar uraian di muka, terdapat suatu petunjuk bahwa masyarakat di kawasan ini adalah komunitas yarg sangat fanatik terhadap agama yang dianutnya, sekaligus memiliki kecenderungan nativis yakni enggan menerima pengarah dari luar yang tidak sesuai dengan budaya mereka yang heroik yang terbentuk oleh latar sejarah mereka yang penuh diwarnai peperangan dan rekayasa politik.(sumber:http://www.fica.org/persecution/bp/B/Bab2-3.html)

Sejarah Kota Situbondo

SITUBONDO VERSI 2

Page 5: Sejarah Panarukan Situbondo

Penelusuran Hari Jadi Kabupaten Situbondo berlangsung melalui proses kajian yang cukup panjang melibatkan seluruh stakeholder, baik sejarawan, pelaku sejarah, akademisi, pejabat pemerintah maupun kalangan wakil rakyat. Dengan asistensi pakar dari lembaga Perguruan Tinggi serta peran aktif Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur, Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten, menerbitkan Buku Quo Vadis Hari Jadi Kabupaten Situbondo, yang memuat tonggak-tonggak terpenting dan monumental, sekaligus argumentasi akademik yang memadai terhadap peristiwa-peristiwa bersejarah mulai masa pra kolonial, masa penjajahan, masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan sebagai bahan pendalaman sejarah lokal.

Berdasarkan fakta sejarah Kabupaten Situbondo berawal dari Panarukan. Nama Panarukan yang pada masa sebelumnya disebut POERBOSARI merupakan Kota pelabuhan untuk perahu kepulauan sekitarnya. Setelah Orang Portugis berlabuh dan berakulturasi dengan penduduk lokal,pada Tahun 1580 mereka mendirikan benteng pertahanan untuk menimbun barang dagangannya, seperti lada dan cengkeh yang dibawa dari kepulauan Maluku. Daerah tersebut menjadi tempat menaruh ( Panarukan ) barang orang-orang Portugis, sehingga penduduk setempat lambat laun memberi nama PANARUKAN.Pada Masa Hindia Belanda, dalam rangka meningkatkan stabilitas pemerintahannya telah diangkat beberapa Bupati, diantaranya di wilayah ujung timur adalah Bupati Bondowoso dan Bupati Panarukan. Bupati Pertama adalah Raden Tumenggung Ario Surjo Amidjojo yang memiliki nama kecil Kanjeng Pandu. Beliau adalah putra Bupati Pribumi I Besuki yang memerintah Panarukan dari Tahun 1850-1859.

Bupati saat itu merupakan pejabat tertinggi dalam pemerintahan birokrasi pribumi, yang membawahai para Wedhana. Dalam menjalankan roda pemerintahan ia dibantu oleh seorang Patih Kabupaten yang berkedudukan di Situbondo. Hingga Tahun 1910 wilayah Kabupaten Panarukan terbagi menjadi 4 Kawedhanan, Yaitu Situbondo, Panaroekan, Prajekan dan Soemberwaroe. Pada akhir pemerintahan Kolonial Belanda terjadi perubahan cakupan kekuasaan dari Kabupaten Panarukan. Distrik Besuki yang dalam Keputusan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1901 masuk dalam wilayah Kabupaten Bondowoso, pada Tahun 1931 masuk dalam daftar wilayah Kabupaten Panarukan. Sejak itu, Panarukan terdiri dari Distrik Besuki, Distrik Panarukan, Distrik Situbondo dan Distrik Sumberwaru.

Nama Panarukan sangat dikenal berdasarkan penemuan sumber sejarah sejak lama. Sebagai tempat persinggahan para pedagang sejak Zaman Portugis, Panarukan menjadi ramai, bukan saja para pedagang tetapi juga para pelancong dan bahkan hingga Tahun 80-an nama Panarukan masih banyak dikenal oleh masyarakat luar daerah. Ketika Kabupaten Panarukan berdiri, terutama setelah Masa kemerdekaan, berbagai aktifitas pemerintahan dan hubungannya dengan pihak luar diselenggarakan di Distrik Situbondo.

Berdasarkan kenyataan tersebut dan dengan pertimbangan untuk kepentingan kelancaran jalannya roda pemerintahan seiring dengan perkembangan kemajuan

Page 6: Sejarah Panarukan Situbondo

daerah, maka nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah Kabupaten panarukan diubah dan dipindahkan dari Panarukan ke Situbondo pada Era Bupati K. Achmad Tahir Hadisoeparto Tahun 1972. Kegiatan pemerintahan dengan nama resmi Situbondo berawal pada tahun tersebut, yang secara yuridis formal dibuktikan dengan dokumen sejarah sebagaimana tertera dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1972 Tanggal 19 September 1972 tentang Perubahan nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan pemerintahan Kabupaten Panarukan menjadi Kabupaten Situbondo dengan tempat Pemerintahan di Situbondo. Sebagai konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan pemerintah tersebut maka sejak tanggal 19 September 1972 terjadi perpindahan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan secara resmi dari Panarukan ke Situbondo.

Hari Jadi merupakan tonggak sejarah dimulainya pemerintahan suatu daerah, yang akan dikenang sepanjang hayat sebagai sumber motivasi bagi masyarakat dalam menapak kehidupan yang adil, sejahtera dan berdaya saing, lebih-lebih dalam paradigma kehidupan pemerintahan yang desentralistik di Era Otonomi Daerah saat ini.Sebagai sebuah identitas yang menjadi kebanggaan masyarakat, Hari Jadi suatu daerah adalah muara dalam menggalang solidaritas, rasa memiliki dan rasa cinta terhadap daerah sehingga mendorong kreatifitas masyarakat untuk berkarya dan membangun demi kemajuan daerah.DPRD dan pemerintah Daerah menyepakati Hari Jadi Kabupaten Situbondo jatuh pada Tanggal 19 september 1972.(Sumber:http://birohumas.jatimprov.go.id)

SITOEBONDO TEMPO DOELOE

Wednesday, August 5, 2009

SEJARAH BESOEKI

Page 9: Sejarah Panarukan Situbondo

straat te Besoeki bij Sitoebondo 1880

Kecamatan Besuki adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Indonesia. Luasnya adalah 26,08 km². Pada tahun 2004, penduduknya berjumlah 57.109 jiwa. Pada zaman dahulu kota ini penting karena merupakan ibukota Karesidenan Besuki.Pada zaman Majapahit, Besuki sudah merupakan suatu daerah yang berkembang dan dikenal dengan nama Keta yang pernah bersama dengan Sadeng melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan Majapahit tapi berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1331.

Sejarah Kecamatan Besuki di Kabupaten Situbondo, Jatim, yang bersumber dari peran tokoh Ke Pate Alos dari Pamekasan, Madura, tidak bisa dilepaskan dari Kraton Solo.Ke Pate Alos yang juga dikenal sebagai Raden Bagus (RB) Kasim Wirodipuro adalah demang pertama Besuki. Tokoh yang legendaris di kalangan masyarakat Besuki ini menurut sejumlah tokoh di wilayah itu memiliki darah keturunan raja-raja di Solo.Menurut tokoh masyarakat Besuki, Moh. Hasan Nailul Ilmi, ikatan nasab ke Solo itu terjalin karena Raden Abdullah Surowikromo, kakek dari RB Kasim Wirodipuro disebut-sebut sebagai saudara dari Raden Zaenal Abidin alias Susuhunan Pakubuwono II."Saya lakukan pengecekan ke Madura, tepatnya di Desan Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, disebutkan bahwa Rabden Abdullah itu saudara Pakubowono II, tapi ketika saya cek ke Kraton Solo disebutkan bahwa beliau justru putera dari Pakubuwono II," katanya.Mengenai hal itu, katanya, dia memang belum mendapatkan kepastian. Namun, yang dia yakini dari sejumlah literatur yang ditemukan arsip nasional di Jakarta, Ke Pate Alos memang memiliki darah keturunan dari Solo."Makanya tidak heran kalau keluarga keturunan Ke Pate Alos itu dulunya sangat fasih berbahasa Jawa tinggi," katanya.Ia menjelaskan, Raden Abdullah adalah keluarga kerajaan di Solo yang tidak mau kompromi dengan Belanda kemudian berkelana hingga ke Madura. Anak dari keluarga bangsawan inilah yang kemudian membabat alas di wilayah yang kemudian disebut Besuki.Dalam buku Babad Besoeki yang ditulis sekitar 1882 M, dengan penulis tidak tercantum disebutkan bahwa Besuki dulunya merupakan hutan belantara. Meskipun berada di pinggir laut, wilayah itu merupakan daerah subur.Sementara pada waktu bersamaan, di wilayah utara Besuki, yakni di Madura sedang dalam masa paceklik karena daerah itu tandus. Salah satu yang merasakan kondisi paceklik itu adalah Raden Abdurahman Wirobroto, putera dari Raden Abdullah Surowikromo yang tinggal di kawasan yang kini menjadi Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan.Dalam buku Babad Besoeki bertulis huruf Arab Pegon dan berbahasa Jawa yang kemudian diterjemahkan oleh Moh. Hasan Nailul Ilmi itu, disebutkan, untuk mengatasi kondisi paceklik berkepanjangan, Raden Abduramhan mencoba mencari alternatif penghidupan ke selatan Madura yang kemudian sampai di Besuki.

Page 10: Sejarah Panarukan Situbondo

"Beliau waktu itu menggunakan perahu kecil yang oleh orang Madura disebut perahu kerocok yang digerakkan dengan dayung. Saat itu tahun 1743 M, Raden Abdurahman sendiri pergi ke Besuki dan tiba pertama kali di daerah Nambakor. Beliau sampai tiga kali berkunjung ke Besuki ini," katanya.Sementara pada naskah Babad Besuki yang ditulis Edy Sudiono dan kawan-kawan disebutkan bahwa kapal yang digunakan Raden Abdurahman adalah kapal tongkang yang dilengkapi dengan layar.Baik naskah yang ditulis oleh Edy Sudiono maupun yang diterjemahkan oleh Hasan sama-sama menyebutkan bahwa Raden Abdurahman begitu takjub dengan kesuburan wilayah Besuki yang saat itu belum diberi nama."Setelah membabat alas, beliau kemudian bercocok tanam di situ. Setelah itu beliau pulang ke Madura. Beliau kemudian kembali lagi ke Besuki dengan membawa anaknya bernama Kasim yang saat itu berusia sembilan tahun, termasuk 20 orang kepala keluarga dari Madura," katanya.Raden Abdurahman berada di Besuki hingga 1760 dan setelah itu kembali ke Madura hingga meninggal di Tanjung, Pademawu. Kiprahnya diteruskan oleh Ke Pate Alos.Menurut Yoyok, tokoh pemuda yang juga gemar menggali sejarah Besuki, karena masih keturunan bangsawan itulah, maka budaya maupun tatakrama masyarakat di Besuki dan kemudian juga di Bondowoso, tergolong halus.Moh. Hasan Nailul Ilmi yang kini memimpin jemaah istighasah setiap malam Jumat di makam Ke Pate Alos tidak hanya gemar mencari koleksi data mengenai sejarah Besuki.Ia bahkan memiliki obsesi menggelar kegiatan setiap 12 Robiul Awal. Tradisi itu merupakan kegiatan rakyat yang digelar oleh Ke Pate Alos dengan nama "Bupak Bumi".Tidak begitu jelas apa arti dari kedua kata itu. Hasan hanya menjelaskan bahwa acara itu digelar di arena terbuka yang diikuti oleh masyarakat Besuki dengan berbagai macam hiburan.Mengenai kemungkinan ada penolakan dari tokoh agama, ia mengemukakan, acara itu harus dikemas secara Islami."Tujuannya bukan apa-apa, tapi untuk menyadarkan masyarakat Besuki bahwa mereka itu memiliki sejarah besar di masa lalu," katanya.Meminjam istilah budayawan Emha Ainun Nadjib saat mementaskan lakon teater berjudul Tikungan Iblis beberapa waktu lalu, masyarakat Nusantara sebetulnya adalah turunan rajawali, tapi kini menjadi emprit karena keadaan.Hasan agaknya ingin menyadarkan masyarakat Besuki bahwa mereka adalah "keturunan" tokoh berkualitas rajawali, tapi dalam perkembangan sejarah terus meneruskan ’diempritkan".Bersamaan dengan itu, ia juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan warisan budaya masa lalu leluhurnya yang kini masih tersisa, termasuk gedung kantor bekas keresidenan dan kewedanan.Hasan menyayangkan tidak terurusnya warisan budaya itu, termasuk tidak ada perhatian dari pemkab setempat."Dulu gedung bekas keresidenan dengan kewedanan itu menggunakan marmer Italia, tapi sekarang sudah lenyap semua diganti dengan tegel biasa. Ke mana marmer-marmer itu?," katanya.Sementara Fadli Haroen (39), juru pelihara makam Ke Pate Alos mengemukakan, saat ini tidak ada perhatian serius dari pemkab untuk memelihara warisan yang oleh masyarakat dikeramatkan itu."Malah justru orang-orang China yang banyak membantu, termasuk membuatkan cungkup makam zaman dulu. Sekarang juga banyak orang China di Besuki ini yang peduli pada makam ini," katanya.

Page 11: Sejarah Panarukan Situbondo

Pemkab Situbondo sendiri beralasan kesulitan menangani benda peninggalan sejarah di Kota Kecamatan Besuki, karena ada yang dikuasai perorangan."Ada beberapa peninggalan sejarah Besuki yang dikuasai perorangan atau yayasan. Seperti Makam Ke Pate Alos kini dikelola oleh yayasan sehingga Pemkab kesulitan menangani," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata Kabupaten Situbondo, Agus Cahyono.Ia mengemukakan, Pemkab akan lebih leluasa mengelola aset itu jika memang keberadaannya menjadi "milik" pemerintah daerah. Kalau dikelola oleh yayasan, ia mengaku pemkab susah untuk "masuk"."Sementara aset berupa bangunan kuno bekas karesidenan yang ada di sebelah timur kantor Polsek, kami masih melacak kepemilikan tanah di tempat itu, sementara bekas kantor kewedanan yang di selatan alun-alun kini memang dikelola pemkab," katanya.Ia mengemukakan, bekas kantor kewedanan itu kini sebagian ditempati untuk kantor SMA Negeri 1 Besuki yang memang baru berdiri. Penggunaan itu dianggap tidak masalah karena tidak mengubah bangunan aslinya."Kami berupaya nantinya gedung itu akan kami jadikan perpustakaan," katanya singkat.Ia mengakui bahwa Kota Besuki dulu pernah menjadi kabupaten dan keresidenan, dan menyimpan banyak aset bernilai sejarah tinggi. Namun, untuk membuktikannya dia merasa kesulitan mendapat sumber informasinya, kecuali hanya melalui cerita di masyarakat

DO YOU KNOW WHAT WAS GOING ON 1923 IN ALOEN ALOEN SITOEBONDO?

Page 14: Sejarah Panarukan Situbondo

Ratu Wilhelmina (Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau; (31 Agustus 1880 – 28 November 1962).

Putri Orange-Nassau, adalah Ratu Belanda sejak 1890 - 1948 dan Ibu Suri (dengan sebutan Putri) sejak 1948 - 1962. Ia memimpin Belanda selama lebih dari 50 tahun, lebih lama daripada penguasa monarki kerajaan Belanda lainnya.

Masa kekuasannya menjadi saksi beberapa titik perubahan di Belanda dan sejarah dunia: Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Krisis Ekonomi tahun 1933, dan juga kejatuhan Belanda sebagai penguasa kolonial.

Ia paling dikenang untuk perannya dalam Perang Dunia II dimana ia membuktikan dirinya sebagai inspirasi besar bagi gerakan perlawanan rakyat Belanda dan sebagai pemimpin utama pemerintahan Belanda di pengasingan (Indonesia).

Perayaan 25 Th di Sitoebondo sangat meriah dan di pusatkan di alun-alun Sitoebondo serta dirayakan seperti pasar rakyat dan juga banyak perlombaan-perlombaan, seperti panjat pinang dan lain sebagainya.

SEJARAH PANJANG KOTA INI

Di masa silam, daerah Situbondo merupakan daerah penting di pantai utara bagian timur pulau Jawa. Sebab di kawasan itu terdapat pelabuhan-pelabuhan penting seperti Panarukan, Kalbut dan Jangkar. Malah kota Panarukan pada abad ke-14 merupakan salah satu pangkalan penting bagi kerajaan Majapahit. Di Panarukan sudah berdiri kerajaan Keta (nama itu abadi sebagai desa Ketah di kecamatan Suboh, Situbondo - pen). Untuk merebut Keta - sebagaimana dituturkan dalam Negarakretagama pupuh XLIX/3 – Majapahit melakukannya dengan kekuatan senjata. Kawasan Situbondo di masa silam termasuk ke dalam wilayah Wirabhumi. Dilihat dari segi

Page 15: Sejarah Panarukan Situbondo

nama, dapat diasumsikan bahwa penduduk di kawasan Wirabhumi adalah orang-orang yang memiliki sifat ksatria yang gagah perkasa dan tidak gampang tunduk kepada siapa saja yang ingin menguasai mereka. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang ingin merdeka dari tekanan siapa pun yang datang dari luar. Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa di daerah Wirabhumi ini telah sering pecah peperangan. Perang terbesar yang pada gilirannya meruntuhkan Majapahit, yakni Perang Paregreg terjadi di kawasan ini. Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti "terlepas" dari kontrol Majapahit. Rakyat di daerah itu menyusun sejarahnya sendiri. Bahkan saat agama Islam sudah menyebar di pulau Jawa abad ke-16, kawasan Wirabhumi sepertinya tetap berada di dalam cengkeraman raja-reja lokal yang masih beragama Hindu. Pada 1535 Masehi seorang musafir Portugis bernama Galvao mengunjungi Panarukan. Galvao mencatat bahwa masyarakat di kawasan itu masih beragama Hindu. Seminggu sebelum kedatangannya, demikian Galvao, ia mendengar cerita bahwa ada seorang janda yang baru saja membakar diri untuk ikut mati bersama suaminya. Pada 1546 Sultan Trenggana dari Demak menyerang Panarukan dan beliau gugur dalam serangan tersebut. Sekalipun harus ditebus dengan gugurnya Sultan Trenggana, namun Demak berhasil menguasai wilayah Panarukan. Agama Islam pun mulai berkembang di Panarukan. Tahun 1575 -- secara tiba-tiba -- Panarukan direbut oleh raja Blambangan, Santaguna, yang masih beragama Hindu. Pada 1579 seorang romo Jezuit, Bernardino Ferrari mengunjungi Panarukan untuk melayani orang-orang Portugis yang tinggal di situ. Ia berlayar dengan kapal Portugis yang berpangkalan di Malaka. Di kota pelabuhan itu ia mendapat sambutan ramah. Raja Santaguna bahkan meminta, dengan perantaraan perutusan, supaya lebih banyak misionaris dikirim. Kira-kira tahun 1585 romo-romo kelompok biarawan Capucijn dari Malaka yang beroperasi juga di Blambangan berhasil mentahbiskan seorang "imam berhala", saudara sepupu raja "kafir" (Santaguna) di situ menjadi orang Kristen. Beberapa waktu berselang, bangsawan yang telah dikristenkan itu dibunuh oleh rakyat (De Graef, l986). Tahun 1596 raja Pasuruan melakukan serangan ke Panarukan yang saat itu dirajai oleh keturunan Raja Santaguna yang dipertahankan pasukan-pasukan dari Bali pimpinan Jelantik. Dalam suatu pertempuran yang sengit, pasukan Islam berhasil meraih kemenangan bahkan berhasil menewaskan Jelantik. Dan sejak tahun 1600 -- begitu menurut catatan sejarah -- Panarukan telah menjadi Islam. Kisah-kisah sejarah di kawasan Wirabhumi -- jika dikaji secara cermat -- cukup banyak yang mengandung muatan "rekayasa" politik di dalamnya yang seringkali meletus dalam bentuk pertempuran besar yang mengakibatkan jatuhnya korban rakyat kecil. Kisah pemberontakan Patih Mangkubhumi Nambi di awal abad ke-14, misalnya, adalah hasil rekayasa dari tokoh Mahapatih yang berambisi menjadi Patih Mangkabhumi. Dengan suatu manuver politik yang rapi, Mahapatih berhasil menyudutkan Nambi sebagai pejabat yang akan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat. Hasilnya, benteng Pajarakan yang menjadi basis kekuatan Nambi dihancurkan pasukan Majapahit. Nambi sekeluarga beserta pengikut-pengikutnya terbunuh. Dan Mahapatih, setelah peristiwa itu diangkat menjadi Patih Mangkubhumi Majapahit (Mulyana, l979). Pada perempat akhir abad 16, menurut catatan sejarah daerah Situbondo tepatnya di sekitar Demung dan Ketah telah dijadikan ajang pertempuran akibat pertarungan antar kepentingan kelompok yang bersengketa dalam upaya merebut kekuasaan Mataram dari Amangkurat I.

Page 16: Sejarah Panarukan Situbondo

Dalam pertempuran itu, kekuatan Mataram yang berada di bawah perintah Amangkurat I berhadapan dengan pejuang Makassar yang secara rahasia berada di bawah perintah Adipati Anom, putera mahkota. Menurut catatan Belanda dalam Daghregister 25 Januari 1674, Demung dekat Panarukan telah dijadikan benteng pertahanan oleh pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bonto Marannu. Sejak Oktober 1674, orang-orang Makasar itu ditengarai telah menjadikan Demung sabagai tempat tinggalnya. Pangeran Adipati Anom - putera mahkota Amangkurat I - yang mengincar kedudukan ayahandanya, rupanya telah menjalin hubungan rahasia dengan pimpinan warga Makassar di Demung yakni Karaeng Bonto Marannu. Dalam hubungan itu, terjalin pula sedikit hubungan antara orang-orang Makassar dengan Madura. Ini dikarenakan, Pangeran Adipati Anom juga menjalin hubungan rahasia dengan menantu Panembahan Rama yakni Trunojoyo dari Madura. Tetapi hubungan kedua kelompok itu tidak menjadi akrab dan tidak berlangsung lama pula. Itu disebabkan oleh kepentingan masing-masing terlalu banyak berbeda (De Graaf,l987). Dalam catatan sejarah diketahui bahwa orang-orang Makassar di akhir 1674 dari pangkalannya di Demung telah melakukan penyerangan ke kota-kota di sepanjang pantai utara Jawa Timur. Kota pelabuhan Gerongan yang merupakan pelabuhan beras, misalnya, dalam waktu singkat dikuasainya. Mereka bahkan membunuh awak perahu milik warga Batavia Struys. Anehnya, para pejabat Mataram di kawasan pantai utara tak menunjukkan reaksi melihat daerahnya dilanda kerusuhan. Menurut De Graaf (l987) Pangeran Adipati Anom rupanya telah memberikan perintah agar para pejabat Jawa tidak mengambil tindakan terhadap orang-orang Makassar yang melakukan penyerangan dan perampasan itu. Kepatuhan para penguasa setempat -- yakni bupati-bupati di daerah Surabaya dan Gresik -- atas perintah Pangeran Adipati Anom itu ternyata berakibat fatal. Sebab Sunan Amangkurat I kemudian memerintahkan agar para pejabat itu dibunuh. Sejarah memang mencatat bahwa dalam proses suksesi atas kekuasaan Amangkurat I itu, telah terjadi berbagai macam rekayasa politik yang mengorbankan nyawa rakyat kecil yang terombang-ambing oleh ketidak-pastian angin kekuasaan. Para pejabat daerah setingkat bupati dihadapkan pada pilihan untuk patuh pada dua jalur perintah yang bertolak-belakang yakni perintah dari putera mahkota dan perintah sunan. Akibat dari manuver politik yang makin lama makin transparan itu, Pangeran Adipati Anom pada gilirannya dituduh mau merebut kekuasaan selagi ayahandanya masih berkuasa. Karena itu, ia dibenci oleh Sunan yang sudah tua itu, dan adiknya Pangeran Singasari ditetapkan sebagai pengganti ayahnya. Pangeran Puger dan Pangeran Sampang, memang telah menyatakan dukungan terhadap Pangeran Adipati Anom sebagai pengganti ayahnya, tetapi banyak pangeran lain yang bersumpah akan mendukung keputusan Sunan. Kekisruhan situasi akibat proses suksesi dewasa itu berlangsung di mana-mana. Kekacauan yang pecah di pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, dikendalikan oleh Trunojoyo yang berpangkalan di Kediri. Sedang kekacauan di pantai utara Jawa Timur dan sebagaian Jawa Tengah dikendalikan oleh orang-orang Makassar di bawah Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Galesong, Karaeng Tallo, dan sebagainya. Menurut Jonge (dalam De Graaf, 1987) Sunan Amangkurat I yang marah karena merasa dikhianati putera mahkota itu mengirimkan 100 perahu perang ke Demung dengan membawa pasukan ribuan orang. Pasukan dipimpin Raden Prawirataruna dan Rangga Sidayu. Kekuatan laut Mataram itu kemudian bergabung dengan armada Belanda pimpinan Jan Franszen. Dan antara 17 - 24 Mei 1676 terjadi pertempuran antara pasukan Jan Franszen dengan pasukan

Page 17: Sejarah Panarukan Situbondo

Makassar di Demung. Sedang pasukan Rangga Sidayu bertempur di Keta. Namun dalam serbuan itu, pihak Mataran mengalami kehancuran dan panglima-panglima perangnya tewas dengan cara mengenaskan. Rekayasa yang dilakukan oleh Pangeran Adipati Anom untuk merebut kekuasaan ayahandanya itu pada akhirnya memang berhasil sukses. Sebab setelah terjadi kerusuhan-kerusuhan di berbagai daerah yang akhirnya marak ke ibukota Mataram hingga Amangkurat I yang rambutnya sudah penuh uban itu mengungsi dan kemudian mati di Wanayasa tepatnya di Tegalwangi sebagaimana ditulis dalam Babad Tanah Jawi, maka Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi raja Mataram. Namun dalam catatan Valentijn (dalam De Graaf, 1987) disebutkan bahwa untuk mempercepat matinya Sunan Amangkurat I dalam pengungsian itu, putera mahkota yakni Pangeran Adipati Anom telah memberikan sebutir pil. Terlepas dari keberhasilan Pangeran Adipati Anom dalam melakukan rekayasa untuk merebut kekuasaan dari ayahnya, yang jelas akibat dari rekayasa itu adalah kehancuran daerah di sekitar Demung dan Ketah akibat perang dan kerusuhan. Bahkan tidak terhitung berapa jumlah korban yang harus mati dalam rekayasa itu. Yang jelas, korban itu umumnya adalah rakyat pedesaan dan prajurit-prajurit rendahan. Berdasar uraian di muka, terdapat suatu petunjuk bahwa masyarakat di kawasan ini adalah komunitas yarg sangat fanatik terhadap agama yang dianutnya, sekaligus memiliki kecenderungan nativis yakni enggan menerima pengarah dari luar yang tidak sesuai dengan budaya mereka yang heroik yang terbentuk oleh latar sejarah mereka yang penuh diwarnai peperangan dan rekayasa politik.

PANAROEKAN

Panarukan merupakan pelabuhan yang strategis karena terletak di sebelah Pantai Utara Jawa Timur dan sebagai salah satu bandar kuna telah mempermainkan peranannya sejak berabad-abad yang lampau. Pada masa Kerajaan Majapahit Panarukan sangat terkenal sebagai kota pelabuhan di ujung timur Pulau Jawa. Selain diketahui bahwa Hayam Wuruk pernah mengunjungi

Page 18: Sejarah Panarukan Situbondo

Panarukan pada tahun 1359 Masehi. Panarukan mempunyai kedudukan lebih penting karena terletak pada tepi jalan perdagangan yang lebih ramai. Ini mungkin menjadi alasan mengapa raja dan petinggi-petinggi Kerajaan Majapahit sering singgah di Panarukan.

Panarukan saat ini merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur. Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak di Pantai utara Jawa Timur bagian timur dengan posisi diantara 7? 35' - 7? 44'LS dan 113? 30' - 114? 42'BT.

Letak Kabupaten Situbondo, di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas wilayah Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km?. Hampir keseluruhan terletak di pesisir pantai dari Barat ke Timur, bentuknya memanjang kurang lebih 140 km.

Panarukan dahulu merupakan bagian dari Keresidenan Besuki. Pada mulanya nama Kabupaten Situbondo adalah "Kabupaten Panarukan" dengan ibukota Situbondo. Pada masa pemerintahan Belanda oleh Gubernur Jendral Daendels (? tahun 1808-1811 M) membangun jalan dengan kerja paksa sepanjang pantai utara Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan "Jalan Anyer - Panarukan" atau lebih dikenal lagi dengan "Jalan Daendels" atau juga "Jalan Pos".

Panarukan berkembang dengan pesat karena surplus wilayah belakang yang merupakan penghasil ekspor, seperti tembakau, kopi dan tebu. Dengan berkembangnya Panarukan yang begitu pesat, sehingga pada akhirnya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Panarukan dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Amijoyo (1858 - 1872) sebagai Bupati Pertama.

Pada masa pemerintahan Bupati Achmad Tahir (? tahun 1972 M) Kabupaten Panarukan kemudian berganti nama menjadi Kabupaten Situbondo, dengan ibukota tetap di Situbondo, berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28/1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan pemerintah daerah.

Kawasan pelabuhan Panarukan berada di Pedukuhan Pesisir Kilensari Kecamatan Panarukan. Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi pelabuhan Panarukan kurang lebih 8 km ke arah barat. Lokasi pelabuhan terletak di pinggir laut dan dekat dengan jalan raya sehinggga dapat dijangkau dengan mudah.

Sejak abad XVI Panarukan sudah berfungsi sebagai salah satu kota pelabuhan terkemuka di Jawa Timur. Fungsi pelabuhan Panarukan semakin tampak yakni pada sekitar abad XIX tatkala daerah Jember dan Bondowoso dijadikan sebagai sentra area penanaman cash crop production, khususnya tanaman tembakau, kopi, tebu dan produk-produk perkebunan yang lain. Di pelabuhan Panarukan inilah tempat untuk menimbun, menyimpan dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri.

Pelabuhan Panarukan didirikan oleh salah seorang Ondemer terkemuka di kawasan Besuki yakni George Birnie pada tahun 1890-an dengan nama Maactschappij Panaroekan. Pelabuhan Panarukan ini pada saat sekarang kondisinya memprihatinkan, karena fungsi pelabuhan dialihkan ke Probolinggo dan Banyuwangi, sehingga banyak tinggalan arkeologis di pelabuhan Panarukan

Page 19: Sejarah Panarukan Situbondo

yang dibongkar seperti gudang induk, kantor Djakarta Llyod dan gudang-gudang yang lainnya. Bangunan yang tersisa berupa dermaga kuno, gudang-gudang dan mercusuar. Pada masa dahulu terdapat "tanggang lanjang". Yakni tempat rel trem atau kereta kecil yang menjorok ke laut. Fungsi rel trem ini untuk mengangkut barang dari gudang penyimpanan ke perahu-perahu sebelum diangkut ke luar negeri oleh kapal besar. Bangunan ini panjangnya mencapai 550 M dan lebar 11 M. Bangunan ini terbuat dari bahan beton untuk bagian bawah, sedangkan bagian atas terbuat dari kayu. Pada bagian tengah terdapat rel besi tempat jalan trem pangangkut barang. Selain itu di pinggir pantai terdapat bangunan menara atau mercu suar yang berfungsi sebagai sinyal atau tanda pelayaran. Letaknya di tepi pantai kawasan pelabuhan. Mercu suar tua ini hingga sekarang masih ada, dibuat dari kontruksi besi. Adapun mercu suar itu adalah sebagai tanda kedudukan pelabuhan Panarukan. Tinggi menara ini sekitar 50 M dengan lebar 8 M. Untuk menyinari menara tersebut pada jaman dahulu dipergunakan karbit namun sekarang menggunakan lampu listirk. Di sebelah kanan menara terdapat bekas bangunan kolonial yang berupa perkantoran dan menjadi gedung induk Maasctschappij Panaroekan yang terbuat dari batu bata. Menurut seorang informan dahulu bangunan ini sangat megah berlantai tiga, namun pada saat sekarang bangunan itu sudah tidak ada lagi. Di sebelah kanan dan kiri bangunan induk ini terdapat puluhan gudang tempat penimbunan barang hasil perkebunan sebelum dikirim ke luar negeri. Gudang-gudang ini terbuat dari bahan tembok. Pada bagian bawahnya tidak diberi lantai, namun hanya berlantai bambu. Ukuran gudang-gudang tersebut sangat luas mencapai ratusan meter persegi. Pada masa Belanda dibangun rel kereta api dari stasiun sampai pelabuhan, bahkan di sebelah kanan dermaga dulunya ada rel sampai ujung dermaga. Setelah pelabuhan Panarukan mengalami kemunduran, rel tersebut dicabut, bahkan sampai ke stasiun.

Di pelabuhan Panarukan juga dibangun beberapa galangan atau dok-dok terapung, yaitu tempat untuk memperbaiki kapal. Untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal merapat ke kade, yaitu suatu pelataran luas, lengkap dengan gudang, alat-alat derek, bahkan rel-rel untuk lori.

Pelabuhan Panarukan mempunyai beberapa gudang, dibagi menjadi dua jenis. Pertama, gudang lini 1 terdiri dari (1) Gudang A ; 1.105 m?, (2) Gudang B ; 867 m?, (3) Gudang C : 2.494 m?, (4) Gudang D : 2.098 m?, (5) Gudang E ; 2.400 m?, (6) Gudang F ; 400 m?, (7) Gudang G ; 600 m?, (8) Gudang I ; 2.700 m?, (9) Gudang K ; 2.000 m?, (10) Gudang L ; 450 m?, (11) Gudang M ; 410 m?, (12) Gudang N ; 2.200 m?, (13) Gudang O ; 6.000 m? (Anonim, 1981: 50).

Di Panarukan telah dibangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) pada tahun 1808 oleh Gebernur Jenderal Herman Willem Daendels Jalan Raya Pos yang berawal dari Anyer dan berakhir di Panarukan. Pada awalnya dibuat dengan tujuan untuk memperlancar usaha militer Belanda dalam peperangan menaklukkan daerah Blambangan (Banyuwangi). Pada perkembangan selanjutnya jalan yang memanjang dari arah barat ke timur di pesisir utara sangat bermanfaat bagi kelancaran lalu lintas pos, ekonomi dan transportasi.

Selain keberadaan jaringan jalan, keberadaan jalur kereta api di Panarukan turut memperlancar distribusi barang. Stasiun Kereta Api di Panarukan dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1890-an. Bangunan ini pada saat sekarang masih utuh, tetapi pada tahun 2003 sudah tidak difungsikan lagi. Struktur bangunan Stasiun Kereta Api Panarukan terdiri atas tiga bagian pertama adalah tempat administrasi, bagian kedua merupakan ruang tunggu penumpang, sedangkan bagian

Page 20: Sejarah Panarukan Situbondo

ketiga merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Jalur kereta api ini merupakan alat transportasi penting bagi pelabuhan Panarukan untuk mengangkut tembakau dari Jember dan Bondowoso ke pelabuhan di Panarukan.

Pada masa pendudukan Kolonial Belanda, di wilayah Kabupaten Panarukan terdapat 12 buah pabrik gula, yaitu Pabrik Gula (PG) De Maas, Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean, Soekowidi, Prajekan, Tangarang, Bedadoeng, Semboro dan Goenoeng Sarie. Pada saat ini di wilayah Kabupaten Situbondo hanya terdapat enam pabrik gula, yaitu PG De Maas, Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean dan Wringin Anom, yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Situbondo. Dari keenam pabrik gula tersebut empat pabrik gula masih terlihat wujudnya dan masih berproduksi hingga saat ini pabrik gula Assembagus, Olean, Pandjie, Wringin Anom, satu pabrik gula masih berdiri tetapi tidak berproduksi lagi adalah PG Demaas dan satu pabrik gula yang lain adalah PG Boedoean sudah tidak tampak lagi keberadaannya. Keseluruhan pabrik-pabrik tersebut merupakan produsen gula terbesar di Jawa Timur.

Di Panarukan terdapat Benteng VOC (baca archief" Benteng VOC di panarukan) yang berada di wilayah Dusun Kilensari Timur, Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan. Tinggalan arkeologis yang berupa bekas benteng ini berada di tepi barat Sungai Sampeyan, sekitar 500 m dari muara Sungai Sampeyan sehingga letaknya sangat strategis karena langsung berhadapan dengan laut Jawa. Selain itu benteng VOC ini juga melindungi pelabuhan Panarukan dari wilayah timur, yaitu dari wilayah sungai Sampeyan. Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi benteng ini kurang lebih 8,5 Km ke arah barat. Untuk menuju lokasi benteng hanya bisa dijangkau dengan kendaraan sepeda motor. Saat ini lingkungan benteng berada di areal pemakaman penduduk dan lahan pertanian masyarakat. Di Panarukan terdapat Tugu Portugis yang terletak di Kota Beddha, Desa Pelean, Kecamatan Panarukan diperkirakan peninggalan abad XVI yakni tatkala Potugis melakukan aktivitas perdagangan di wilayah Nusantara. Tugu Portugis terletak di sebelah timur Sungai Sampeyan. Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi tugu ? 8 km ke arah barat. Lingkungan sekitar tugu ini sekarang berupa areal persawahan yang terletak di tepi desa.

Menurut masyarakat di sekitar Tugu Portugis ini banyak ditemukan bekas kerang-kerang besar yang menunjukan di sekitar tugu ini dulunya merupakan laut yang mengalami proses sedimentasi demikian cepat karena terjadi pendangkalan di Sungai Sampeyan. Oleh karenanya bisa jadi tinggalan Tugu Portugis ini hanya merupakan sebagaian kecil (paling atas dari bangunan). Melihat bangunannya, tugu ini berfungsi sebagai menara petunjuk bagi pelaut-pelaut, bahwa di tempat ini sebagai tempat pelabuhan.

Beberapa peninggalan arkeologis yang ada sekarang ini, menunjukkan bahwa Panarukan merupakan pelabuhan yang strategis dan kuat. Adanya berbagai fasilitas pendukung menunjukkan bahwa pelabuhan Panarukan sangat berkembang sebagai pelabuhan dagang, dengan adanya surplus dari wilayah belakang yang mendukung pelabuhan Panarukan berkembang. Dengan adanya fasilitas pendukung mengakibatkan pelabuhan Panarukan pada abad XIX dapat berfungsi maksimal, yaitu sebagai pelabuhan perdagangan dan ekspor. Selain itu keletakan pelabuhan yang tepat di tepi jalur pelayaran perdagangan melalui Laut Jawa dan Selat Madura yang dilalui pedagang-pedagang yang menuju ke Maluku sangat mendukung perkembangan pelabuhan untuk menjadi pelabuhan internasional.

Page 21: Sejarah Panarukan Situbondo

Pelabuhan Panarukan letaknya sangat strategis, yaitu pertama terletak di teluk yang merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung suatu pelayaran. Kedua pelabuhan Panarukan terletak di jalur pelayaran dari barat menuju ke Maluku di bagian timur dan sebaliknya dari timur ke barat. Ketiga, adanya persediaan air bersih yang dibutuhkan kapal-kapal untuk perbekalan air minum dalam pelayaran jarak jauh. Keempat, wilayah belakang. Panarukan penghasil gula, kopi, tembakau, beras dan terbentang hutan jati yang kayunya berkualitas baik sebagai komoditi perdagangan dan bahan pembutan kapal.

Pelabuhan Panarukan erat hubungannya dengan aktivitas serta perkembangan PT. Djakarta Lloyd sub. Cab Panarukan (dahulu Panaroekan Maatscappij) yang didirikan pada tahun 1886. Maka sejak tahun pendirian tersebut pelabuhan Panarukan sudah dikenal pasaran dunia atau Eropa melalui ekspor komoditi gula, kopi, tembakau, karet dan jagung.

Untuk menunjang berlangsungnya kegiatan perdagangan maka di pelabuhan dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung. Pemerintah kolonial mempersiapkan sarana dan prasarana pelabuhan antara lain dibangunnya dermaga, alat Derek (alat pengangkut), lori, gudang-gudang pemerintah dan milik swasta, serta gudang-gudang garam. Pemerintah juga menyediakan berbagai kebutuhan kapal, akomodasi, air bersih, tempat penumpukan untuk barang-barang impor-ekspor, parkiran, menyambung rel kereta api, dan menyediakan gerbong-gerbong, menyambung pipa air, bahan bakar, kabel-kebel listrik, menyediakan tongkang-tongkang, galangan kapal, tempat timbangan umum, penginapan, rumah sakit, dan lain-lain. Untuk mendukung kelancaran administrasi pelabuhan, pemerintah membangun kantor bernama Djakarta Lyiod. Dari persiapan tersebut tampak bahwa Panarukan berfungsi sebagai pelabuhan tempat menyalurkan barang-barang ke berbagai.

Di pelabuhan Panarukan terdapat lori yang menghubungkan stasiun kereta api sampai dermaga, kira-kira sepanjang ? 1 Km. Untuk angkutan tembakau dan kopi dari Jember dan Bondowoso lebih murah dan cepat dengan jasa kereta api sampai Panarukan.

Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the system of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri) sebagai pengganti the cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dampak kebijakan politik ekonomi itu menyebabkan banyak berdirinya perusahaan perkebunan. Salah satu daerah yang berkembang sebagai akibat kebijakan itu ialah daerah Bondowoso dan Jember. Kedua daerah ini terletak di bagian pedalaman yang cocok untuk penanaman komoditi ekspor. Namun pada waktu itu permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan perkebunan ialah sulitnya mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri, karena kedua daerah tersebut jauh dari pelabuhan. Untuk mengatasi masalah tersebut George Bernie, pemilik NV LMOD (Landbouw Maatschappij Oude Djember) yakni salah seorang penguasa perkebunan terbesar di daerah ini berinisiatif untuk membangun pelabuhan di Panarukan dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan. Gagasan untuk membangun pelabuhan Panarukan terealisasi pada tahun 1897 dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan yang berjarak 98 km dibuka pada tanggal 1 Oktober 1987. Untuk itu Bernie bekerjasama dengan Stoomvaart Matscapien Nederlandsch dengan mendirikan Matscapay Panaroekan. Sejak berdirinya perusahaan pelabuhan ini semua hasil perkebunan yang berasal dari Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Panarukan sendiri ditimbun di gudang-gudang di sekitar pelabuhan kemudian diangkut dari pelabuhan Panarukan ke luar negeri terutama ke

Page 22: Sejarah Panarukan Situbondo

Bremen (Jerman) dan Rooterdam (Belanda).

Penduduk kota Panarukan dan sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa Nusantara maupun bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu. Pada saat sekarang yang ada hanya perkampungan Cina, yang berada di tanjung Pecinan. Namun demikian dalam komposisi nampak sekali bahwa penduduk pribumi yang terdiri dari orang Jawa dan Madura tetap merupakan mayoritas.

LEGENDA PANGERAN SITUBONDO

I'm not sure if this article based on true event or just bed time story,anyway I need some advice from dearest readers to fix if there's some mistaken on dated o,places or events,thanksfajar dwi herdiyan

Berdasarkan Legenda Pangeran Situbondo, nama Kabupaten Situbondo berasal dan narna Pangeran Situbondo atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo, dimana sepengetahuan masyarakat Situbondo bahwa Pangeran Situbondo tidak pernah menampakkan din, ha! tersebut dikarenakan keberadaannya di Kabupaten Situbondo kemungkinan sudah dalam keadaan meninggal-dunia akibat kekalahan pertarungannya dengan Joko Jumput, sehingga hanya ditandai dengan ditemukannya sebuah 'odheng' (ikat kepala).Pangeran Situbondo yang ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan dan sekarang dijadikan Ibukota Kabupaten Situbondo.Sedangkan menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, arti kata SITUBONDO berasal dan kata : SITI = tanah dan BANDO = ikat , ha! tersebut dikaitkan dengan suatu keyakinan bahwa orang pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo, kenjitaan mi mendekati kebenaran k banyak orang pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo.

LEGENDA PANGERAN SITUBONDOPengeran Situbondo atau Pengeran Aryo Gajah Situbondo besaral dan Madura, pada suatu ketika dia ingin meminang Putni Adipati Suroboyo yang terkenal cantik, maka datanglah Pangeran Situbondo ke Surabaya untuk melamar Putri Adipati Suroboyo, naniun sayang keinginan Pangeran Situbondo sebenarnya ditolak oleh Adipati Suroboyo, akan tetapi penolakannya tidak secara terus-terang hanya diberi persyaratan untuk membábat hutan di sebelah Timur Surabaya, padahal persyaratan tersebut hanyalah suatu alasan yang maksudnya untuk mengulur-ulur waktu saja, sambil merencanakan siasat bagaimana caranya dapat menyingkirkan Pangeran Situbondo;Kesempatan Adipati Suroboyo menjalankan rencananya terbuka ketika keponakannya yang bernama Joko Taruno dan Kediri, karena rupanya Joko Taruno juga bermaksud menyunting putrinya, dan Adipati Suroboyo tidak keberatan namun dengan syarat Joko Taruno harus mengalahkan Pangeran Situbondo tenlebih dahulu. Terdorong. kejnginannya untuk menyunting sang putri, maka berangkatlah Joko Taruno ke hutan untuk menantang Pangeran Situbondo, namun sayang Joko Taruno kalah dalam pertarungan tetapi kekalahannya tidak sampai terbunuh,

Page 23: Sejarah Panarukan Situbondo

sehingga Joko Taruno masih sempat mengadakan sayembara bahwa "barang siapa bisa mengalahkan Pangeran Situbondo akan mendapatkan hadiah separuh kekayaannya".Mendengar sayembara tersebut datanglah Joko Jumput putra Mbok Rondo Prabankenco untuk mencobar maka ditantanglah Pangeran Situbondo oleh Joko Jumput, dan ternyata dalam pertarungan tersebut dimenangkan Joko Jumput, sedangkan Pangeran Situbondo tertendang jauh ke arah Timur hingga sampai di daerah Kabupaten Situbondo ditandai dengan ditemukannya sebuah 'odheng' (ikat kepala) Pangeran Situbondo, yang tepatnya ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan yang sekanang menjadi Ibukota Kabupaten Situbondo.Selanjutnya kembali ke Surabaya dimana di hadapan Adipati Suroboyo kemenangan Joko Jumput atas Pangeran Situbondo diakui oleh Joko Taruno sebagai kemenangannya, narnun Adipati Suroboyo tidak begitu saja mempercayainya, maka untuk membuktikannya' disuruhlah keduanya bertarung untuk menentukan siapayang menjadi pemenang sesungguhnya. Akhirnya pada saat pertarungan terjadi Joko Taruno tertimpa kutukan menjadi patung "Joko Dolog" akibat kebohongannya.

SEJARAH KOTA SITUBONDOSejarah Kabupaten Situbondo tidak tenlepas dan sejarah Karesidenan Besuki, sehingga kita perlu mengkaji terlebih dahulu sejarah Karesidenan Besuki.Yang membabat Karesidenan Besuki pertama kali adalah Ki Pateh Abs (± th 1700) selanjutnya dipasrahkan kepada Tumenggung Joyo Lelono. Karena pada saat itu juga Belanda sudah menguasai Pulau Jawa (± th 1743) terutama di dáerah pesisir tennasuk pula Karesidenan Besuki dan dengan segala tipu-dayanya, maka pada akhirnya Tumenggung Joyo' Lebono tidak berdaya hingga Karesidenan Besuki dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.Pada rnasanya (± th 1798) Pemerintahan Belanda pernah kekurangan keuangan untuk rnembiayai Pemerintahannya, sehingga Pulau Jawa pernah dikontrakkan kepada orang China, kemudian datanglah Raffles (± th 1811 - 1816) dan Inggris yang mengganti kekuasaan Belanda dan menebus Pulau Jawa, namun kekuasaan Inggris hanya bertahan beberapa tahun saja, selanjutnya Pulau Jawa di kuasai kembali o!eh Belanda, dan diangkatlah Raden Noto Kusumo putra dan Pangeran Sumenep Madura yang bergelar Raden Tumenggung Prawirodiningrat I (± th 1820) sebagai Residen Pertama Karesidenan Besuki.Da!am masa Pemerlntahan Kacten I I banyak membantu I-'emenntaii Belanda dalam membangun Kabupaten Situbondo, antara-lain Pembangunan Dam Air Pmtu Lima di Desa Kotakan Situbondot$etelah Raden Prawirodiningrat I meninggal-dunia sebagai penggantinya adalah kaden Prawirodiningrat II' (± th 1830). Dálam masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat II banyak menghasilkan karya yang cukup menonjol antara-lain berdirinya Pabrik Gula di Kabupaten Situbondo, dimulai dan PG. Demaas, PG. Wringinanorn, PG. Panji, dan PG. Olean, maka atas jasanya tersebut Pemerintah Belanda memberikan hadiah berupa "Kalung Emas Bandul Singa".Perlu diketahui pula pada masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat II wilayahnya hingga Kabupaten Probolinggo, terbukti salah seorang putranya yang bernama Raden Suringrono menj adi Bupati Probolinggo.Setelah Raden Prawirodiningrat II meninggal-dunia sebagai penggantinya adalah Raden Prawirodiningrat III (± th 1840). Tetapi dalam masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat III perkembangan Karesidenan Besuki kalah maju dibanding Kabupaten Situbondo, mungkin karena di Kabupaten Situbondo mempunyai beberapa pelabuhan yang cukup menunjang perkembangannya, yaitu antara-lain : Pelabuhan Panarukan, Kalbut dan Jangkar, sehingga pada akhimya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Situbondo dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Dipoetro diangkat sebagai Bupati Pertama Kabupaten Situbondo, dan wilayah Karesidenan Besuki dibagi menjadi 2 yaitu: Besuki termasuk Suboh ke arah Barat hingga Banyuglugur ikut wilayah Kábupaten Bondowoso dan Miandingan ke arah

Page 24: Sejarah Panarukan Situbondo

Timur hingga Tapen ikut wilayah Kabupaten Situbondo, ha! mi terbukti dan logat bicara orang Besuki yang mirip dengan logat Bondowoso dan logat bicara orang Prajekan mirip dengan logat Situbondo.

PERUBAHAN NAMA KABUPATENPada mulanya nama Kabupaten Situbondo adalah "Kabupaten Panarukan" dengan Ibukota Situbondo, sehingga dahulu pada masa Pemerintahan Belanda oleh Gubernur Jenchal Daendels (± th 1808 - 1811) yang membangun jalan dengan kerja paksa sepanjang pantai utara Pulau Jawa dikenal dengan sehutan "Jalan Anyer - Panarukan" atau lebih dikenal lagi "Jalan Daendels", kemudian seiring waktu berjalan barulah pada masa Pemerintahan Bupati Achmad Tahir (± th 1972) diubah menjadi Kabupaten Situbondo dengan Ibukota Situbondo, berdasankan Peratunan Pemerintah RI Nomor. 28 / 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan Pemerintah DaeráhPerlu diketahui pula bahwa Kediaman Bupati Situbondo pada masa lalu belumlah berada di lingkungan Pendopo Kabupaten namun masih menempati rumah pribadinya, baru pada masa Pemerintahan Bupati Raden Aryo Poestoko Pranowo (± th 1900 - 1924), dia memperbaiki Pendopo Kabupaten sekaligus membangun Kediaman Bupati dan Paviliun Ajudan Bupati hingga sekarang mi, kemudian pada masa Pemerintahan Bupati Drs. H. Moh. Diaaman, Pemerintah Kabupaten Situbondo memperbaiki kembali Pendopo Kabupaten (± th 2002).