25
1. Pengertian Mitos Mitos adalah satu cerita, pendapat atau anggapan dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu benar adanya (Harry Lubis, 2009). Mitos, mungkin sama tuanya dengan bahasa itu sendiri. Beberapa mitos dapat bertahan karena memberikan nasehat yang sesuai dengan pengalaman sehari- hari. Namun, banyak mitos, yang meluas salah satunya adalah mitos sekitar kehamilan dan melahirkan, yang terbukti salah atau tidak efektif sesuai dengan kemajuan kedokteran dan teknologi.

Sejarah minangkabau

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah minangkabau

1. Pengertian MitosMitos adalah satu cerita, pendapat atau anggapan dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu benar adanya (Harry Lubis, 2009). Mitos, mungkin sama tuanya dengan bahasa itu sendiri. Beberapa mitos dapat bertahan karena memberikan nasehat yang sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Namun, banyak mitos, yang meluas salah satunya adalah mitos sekitar kehamilan dan melahirkan, yang terbukti salah atau tidak efektif sesuai dengan kemajuan kedokteran dan teknologi.

Page 2: Sejarah minangkabau
Page 3: Sejarah minangkabau
Page 4: Sejarah minangkabau

2. Mitos Daerah Sumatera Barat – Minangkabau

Cindaku, Manusia Harimau KerinciCindaku adalah sebutan untuk manusia harimau yang berasal dari daerah Kerinci, Jambi. Menurut kepercayaan masyarakat Kerinci, manusia memiliki hubungan batin dengan harimau.

“bahwasanya di bumi sakti ini tumbuh suatu kepercayaan magis spritual tentang hubungan bathin manusia dengan harimau, sehingganya kemudian tidak mengherankan di tengah masyarakat Kerinci ada pula yang berkeyakinan kalau nenek moyang mereka adalah harimau.”

 

 

Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kerinci tentang harimau merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang konon telah berperan serta dalam melestarikan hutan di wilayah Kerinci yang merupakan habitat asli dari harimau Sumatra. Diceritakan dalam cerpen Cindaku tentang adanya perjanjian yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang disebut Tingkas, dengan harimau yang tinggal di suatu hutan di wilayah Kerinci. Perjanjian tersebut berisi tentang pembagian wilayah, antara wilayah hunian harimau dan wilayah manusia.

“Ini tidak terlepas dari legenda yang berkembang di mana di sebutkan dahulu Tingkas nenek moyang orang Kerinci telah menjalin hubungan dengan harimau, dan dalam hubungan itulah terbentuk perjanjian yang membatasi dan mengatur hubungan manusia dengan alam terutama hutan rimba. Perjanjian itulah yang mengontrol nafsu masing-masingnya sehingga tidak sampai memakan wilayah satu sama lainnya. Hutan rimba adalah wilayah hunian harimau. Tingkas dan anak cucunya tidak boleh merampas hak itu. Sementara kampung dan kota adalah wilayah manusia, harimau pun tidak akan pernah berani berkuasa atau menunjukkan kebuasannya di sini."

Perjanjian tersebut merupakan suatu penggambaran sifat manusia yang mau menghargai kehidupan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Hal tersebut dapat pula dihubungkan dengan kearifan lokal atau local wisdom, dimana suatu masyarakat mampu menyerap pesan-pesan yang disampaikan oleh para nenek moyang melalui cerita-cerita atau dongeng-dongeng yang bersifat peringatan maupun pendidikan. Dalam kasus ini, pesan yang disampaikan adalah sebuah peringatan tentang adanya pembagian antara wilayah harimau dan wilayah manusia yang harus dihormati keberadaannya. Kearifan lokal itu sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Kerinci. Selain sebagai suatu penghargaan terhadap nenek moyang, tetap dipegangteguhnya warisan nenek moyang tersebut berhubungan dengan konsekuensi yang berat terhadap

Page 5: Sejarah minangkabau

orang yang berani melanggarnya. Konsekuensi yang dimaksud dapat berhubungan dengan kematian yang disebabkan oleh serangan harimau, juga dihubungkan dengan kemunculan cindaku yang merupakan pelindung bagi harimau sekaligus penjaga wilayah hunianya.

"Perjanjian itulah yang disebut perjanjian garis tanah, yang berlaku selama ranting mati yang ditanam di tanah waktu itu tidak tumbuh berdaun apalagi berbunga. Ini berarti ini berarti perjanjian itu akan berlaku selama-lamanya, karena ranting mati yang di tanam itu mustahil akan hidup dan tumbuh seumur-umur dunia."

Kutipan diatas menunjukkan adanya unsur-unsur estetis yang diungkapkan melalui perumpamaan ranting kering yang tak mungkin bisa tumbuh lagi. Perumpamaan tersebut digunakan untuk menegaskan bahwa pejanjian antara manusia dan harimau berlaku untuk selama-lamanya.

"Untung dada nak Saketi ini tidak sampai menyentuh tanah......Karena kalau sampai menyentuh tanah maka wujud nak Saketi inipun akan berubah jadi harimau pula. Sebenarnya dia sudah tahu lawan yang dihadapinya itu adalah adalah salah satu sisi dari dirinya sendiri, eksistensi kehidupannya sebagai manusia yang terlahir dari tanah Kerinci. Dan rupanya makluk makluk berwujud setengah harimau setengah manusia yang disebut cindaku itu, juga cukup menyadari akan hal ini..."

"Nak Saketi, ternyata baru hari ini memasakkan ilmu batinnya, dan ini berjalan secara alami". Ujar dukun memberitahukan. Para lelaki itu masih belum mengerti dan tetap tak mengerti sampai ketika erangan kembali terdengar. Kali ini lebih mirip erangan seekor harimau. Tiba-tiba mata saketi terbuka menikam langit-langit dan alangkah kagetnya keempat lelaki itu menyaksikan mata Saketi, ternyata telah berubah jadi hijau dan tajam sekali. Dan semakin terkejut mereka ketika di tubuh Saketi bermunculan bulu-bulu kasar bercorak loreng. Terus tumbuh sampai akhir menutupi tubuh lelaki muda itu.”

Kepercayaan tentang cindaku hanya terdapat di wilayah Kerinci saja. Orang Kerinci yang berkemampuan cindaku hanya bisa berubah menjadi harimau bila dadanya menyentuh tanah Kerinci, tanah yang merupakan tempat berpijak harimau Sumatra, yang berkaitan dengan hak-hak hidup harimau dan manusia yang harus senatiasa dijaga keharmonisannya. Cindaku adalah jelmaan dari manusia yang terlahir dari tanah Kerinci. Tidak semua orang Kerinci adalah cindaku, hanya sebagian orang saja yang mempunyai darah Tingkas (nenek moyang orang Kerinci) dan orang tertentu saja yang mampu berubah menjadi harimau. Orang tertentu yang dimaksud adalah orang-orang yang mempunyai bakat supranatural dan mampu menyerap ilmu yang diberikan oleh cindaku. Lebih khusus lagi, tidak semua keturunan Tingkas mampu merubah diri menjadi cindaku, dalam legenda Kerinci, cindaku akan menampakkan diri jika ada yang mencoba untuk melanggar perjanjian garis tanah saja, sehingga keturunan Tingkas tidak bisa sesuka hatinya untuk mengubah diri menjadi harimau. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa suatu kekuatan besar tidak bisa seenaknya digunakan untuk hal-hal yang kurang bermakna, karena dengan kekuatan tersebut para cindaku mempunyai tanggung jawab besar untuk menjaga apa yang seharusnya tetap terjaga.

Perilaku manusia yang mengetengahkan ambisi dan dendam banyak tertuang dalam cerpen Cindaku. Diceritakan tentang Martias, seoarang pimpinan suatu perusahaan developer raksasa berusaha memenangkan tender dari pemerintah untuk mebuat jalan yang melintasi Muaro Bungo-Kerinci, melewati hutan rimba TNKS - yang merupakan habitat harimau Sumatra - tembus di Renah Pemetik. Tentu saja Cindaku tidak tinggal diam. Pada saat melakukan observasi, salah satu anak buah Martias tiba-tiba menghilang dan ditemukan kembali dalam keadaan mati dengan tubuh tercabik-cabik harimau. Kematian itu sebenarnya merupakan sebuah pesan, lebih tepat lagi ancaman terhadap pelanggar perjanjian garis tanah. Saketi sebagai orang kepercayaan Martias telah mengingatkan atasanya itu agar membatalkan rencananya, namun peringatan itu tidak menyurutkan ambisi Martias.

Martias pada akhirnya memenangkan tender. Hal itu disebabkan oleh kematian salah satu anak buah Martias yang mati akibat terkaman harimau yang menciutkan nyali saingan Martias. Sikap yang diambil Martias untuk meneruskan proyek pemerintah tersebut banyak memakan korban. Sikap tersebut sangat bertentangan dengan apa yang menjadi kepercayaan masyarakat Kerinci. Keadaan yang semula tenang secara tiba-tiba berubah menjadi suatu konflik yang berakibat fatal.

”Pada hari pertama jatuh satu korban. Ini sempat membuat nyali para buruh dan ciut..”

Peringatan sudah diberikan, namun orang-orang Martias belum mampu terbangun dari ketidaksadaran mereka akan bahaya yang mereka ciptakan sendiri. Ketidaksadaran tersebut terkait dengan sifat manusia yang berpandangan sempit dan sepele terhadap hal-hal yang seharusnya dihormati eksistensinya. Manusia terkadang kurang menghargai adanya pesan-pesan leluhur yang berelevansi dengan keseimbangan alam. Terkadang pula manusia mudah melupakan tanda-tanda dan peringatan yang telah dilontarkan oleh alam. Oleh karena itu sering terjadi bencana yang menyebabkan manusia bertanya-tanya apa gerangan yang menjadi sebabnya.

“Pada hari ketiga jatuh lagi satu korban, sementara pembangunan sudah semakin jauh masuk ke dalam hutan. Dan pada hari kelima jatuh lagi satu korban. Para buruh semakin gempar dan geger mentalnya. Seakan telah jadi satu hukum kepastian dalam selang waktu dua hari maka hutan ini menuntut tumbal, nyawa manusia. Pertanyaan-pertanyaan siapa yang akan jadi korban berikutnya senantiasa menghantui benak mereka.”

Page 6: Sejarah minangkabau

Keadaan semakin memburuk, orang-orang Martias mulai sadar akan kejadian apa yang sedang dan akan menimpa mereka. Mereka sadar bahwa apabila tidak segera diakhiri, proyek tersebut akan memakan lebih banyak korban lagi.

“Martias terobsesi untuk menciptakan prestasi terbesar dalam sejarah perjalanan karir hidupnya sebagai developer.”

Namun Martias yang telah dibutakan oleh obsesinya tidak memperlihatkan tanda-tanda untuk menghentikan proyeknya. Obsesi manusia merupakan penyulut bagi hadirnya ambisi. Tidak sedikit manusia yang menghalalkan segala cara untuk mewujudkan suatu obsesi, walaupun harus mengorbankan sesamanya.

Diantara gencarnya peringatan dengan cara kekerasan yang dilakukan cindaku, masih ada sebuah kebijakan yang dilakukannya, yaitu dengan memberi peringatan secara halus. Sebagai seorang kakek, ia menyatakan bahwa proyek tersebut merupakan bumerang bagi masyarakat Kerinci, dan menggambarkannya seperti pintu bendungan. Perumpamaan tersebut mengandung nilai-nilai estetis yang membangun pernyataan yang dinyatakan oleh cindaku untuk meyakinkan Martias.

"Tidak anakku, orang-orang Kerinci belumlah siap dengan semua itu. Pembukaan jalan ini malah bisa menjadi bumerang, dan membawa bencana seperti pintu bendungan yang akan menghantarkan air bah kepada mereka, dan ini bisa menghanyutkan atau menenggelamkan mereka dalam arus dunia yang ganas seperti sekarang ini.”

Pada akhirnya, harimau-harimau yang menghuni TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) melakukan penyerangan terhadap orang-orang Martias. Harimau-harimau tersebut menyerang bukan tanpa alasan, mereka menyerang karena habitat mereka terusik. Ada tradisi yang mnyatakan bahwa harimau Sumatara hanya akan menyerang orang yang berada di pihak yang salah. Harimau pada dasarnya bersifat “pemalu” dan “sopan”, sifat yang seringkali tertutup akibat reputasinya yang mnyeramkan. Karena sifat alaminya tersebut, harimau lebih sering menarik diri sebelum terjadi kontak dengan manusia. Legenda setempat mengatakan bahwa jika seekor harimau bertemu dengan seseorang, maka ia harus membayar dendanya dengan tidak makan sepanjang 40 hari dan malam.

Permasalahan harimau memang sering menjadi kontroversi di derah Kerinci, Jambi. Para anti konservasi yang menganggap harimau sebagai pengganggu manusia sering melakukan perburuan terhadap harimau yang justru perlu diselamatkan dari kepunahan. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa perburuan itulah yang menjadi penyebab harimau mengganggu manusia.

Ungku Saliah--Orang Keramat dari Pariaman

Ungku Saliah--Orang Keramat dari PariamanJika Anda berkunjung ke rumah makan Padang atau tempat-tempat tertentu yang milik hubunganya dengan Padang. Mungkin saja Anda sering melihat foto seorang kakek-kakek yang memakai kopiah haji atau peci warna hitam yang terpajang didinding. Kakek tersebut adalah Ungku Saliah. Beliau adalah seorang yang taat beragama semasa hidupnya, beliau tinggal di daerah Piaman Laweh, atau tepatnya di daerah Sungai Sariak, Pariaman.

Page 7: Sejarah minangkabau

Setelah wafat, makam dan foto beliau dikeramatkan oleh murid-murid, para pengaggum dan orang-orang yang mengetahui cerita serta seluk beluk beliau. Fotonya pun sering dijadikan jimat pelaris dagangan. Termasuk di kedai-kedai nasi, rumah makan ataupun restoran Padang yang mungkin pernah Anda jumpai.

Jika ada foto kakek berkopiah itu terpajang di dinding rumah makan Padang, Anda bisa langsung menyimpulkan bahwa kedai, toko atau rumah makan Padang tersebut adalah milik orang Pariaman atau masakannya merupakan khas Pariaman.Tambahan

Angku Saliah adalah penganut tarekat Syattariyyah

keramatnya beliau :- bila ada yang minta obat terkadang beliau hanya mengambil sembarangan apa yang dia tampak kalo ada daun, rumput, batu atau yang lainnya

- beliau pernah terlihat mecah raga untuk menghadiri 3 tempat atau 4 tempat

- pernah ada air bah datang, beliau hanya melempar batu kerikil saja lalu air bah itu berbelok arah sehingga tidak jadi mengenai kampung. dan banyak saksi dan masih hidup sampai sekarang menyaksikan langsung kejadiannya sekitar tahun 70 s/d 80 kalo tidak salah ane denger

Tambahan

bagi yg ga mengenal dengan beliau semasa hidup, kebanyakan di anggap seperti orang gila soalnya terlihat dari penampilannya yg cuman pakai kopiah, kain sarung dan kadang2 ga pakai sendal

pernah suatu ketika beliau mampir di suatu warung, trus minum kopi, trus beliau permisi mau ke hilia (bahasa pariaman)/ hilir, tiba2 ada seorang murid beliau yg mengatakan, beliau sedang berjalan di payakumbuh. kadang beliau bisa dengan waktu bersamaan ada di 2 tempat yg berbeda.

kadang2 apa yg beliau pegang(benda apapun) , orang2 sekitar pasti berusaha meminta nya karena, apapun benda yg di pegangnya ada tuah tersendiri bagi yg memilikinya, bahkan ada orang yg tanpa permisi merebut benda yg beliau pegang ckckkck

ada ke anehan, beliau sering meminta2 ke warung/toko sekitar, jika di penuhi si pemilik toko, insyallah kebanyakan toko yg di singgahi jadi maju, dan jika bagi yg tidak memenuhi permintaannya, wallahu alam , toko/warung tsb bakalan sepi dan tiba2 bangkrut

Page 8: Sejarah minangkabau

Batu Angkek-angkek, Sang Peramal--Batu Sangkar

Negeri Sumatera Barat ini memang banyak uniknya.Di Kawasan Luhak Tanah Datar,disebuah nagari yang bernama Tanjung di Kecamatan Sungayang terdapat suatu keanehan yang dipercaya oleh penduduk setempat dan pendatang lainnya yaitu sebuah batu.Disebuah rumah Di Nagari Tanjung ini ada sebuah batu yang unik bentuknya.Batu ini dipercaya dapat meramal nasib seseorang.Konon kabarnya jika kita punya suatu hajat,kita dapat meramal dengan batu tersebut.Jika kita dapat mengangkat batu tersebut maka dipercaya hajat kita itu akan terkabul.Dan jika tidak terangkat, dipercaya hajat kita itu tidak akan kesampaian.Orang disana percaya tenaga yang kuat dan badan yang besar tidak bisa dijadikan ukuran untuk dapat mengangkat batu tersebut.Kadangkala orang yang bertubuh kuruspun dapat mengangkatnya,dan terkadang orang yang bertubuh kekar tidak dapat mengangkatnya.Jika anda ingin mencoba mengangkat batu tersebut,silahkan datang ke NagariTanjung ,Kecamatan Sungayang yang berjarak kira-kira 11 km dari Batusangkar.Sejarahnya Batu itu didapat oleh Datuk Bandaro kayo,salah seorang penghulu suku Piliang.Batu itu diambil karena bentuknya yang aneh.Batu itu berbentuk seperti kura-kura,ditengahnya berwarna hitam dan sisinya berwarna tembaga ada tulisan Allah dan Muhammad pada batu tersebut.

Caleg dan Batu Angkek-Angkek

Jika ada yang percaya ,pada moment sekarang Batu angkek-angkek dapat dijadikan sebuah sarana untuk meramal nasib terutama pada Caleg yang akan bertarung di pemilu nanti.Siapa tahu si caleg dapat mengangkatnya?tambah pede lho.Tapi bagi caleg yang tidak dapat mengangkatnya jangan putus asa,karena nasib itu bukan diatur oleh Batu angkek-angkek akan tetapi oleh Allah SWT.Amin.

Page 9: Sejarah minangkabau

Tapi untuk sekedar mencoba tak apa-apakan? Hitung-hitung pergi tamasya ke Luhak Tanah Datar.

Gasiang Tangkurak dan SijundaiRABU, 23 JUNI 2010 04:00 ADMINISTRATOR

Gasiang tangkurak . Jenis gasiang yang biasa difungsikan sebagai media untuk menyakiti dan menganiaya orang lain secara magis. Gasiang tingkurak bentuknya mirip dengan gasiang seng yang pipih, tetapi bahannya dari tengkorak manusia. Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan oleh dukun, orang yang memiliki kemampuan magis. Sambil memutar gasiang, dukun membacakan mantra-mantra. Pada saat yang sama, orang yang menjadi sasaran akan merasakan sakit,

gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa.Misalnya, berteriak-teriak, menarik-narik rambut, dan yang paling popular- memanjat dinding. Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Bila dukun bisa mempengaruhi korbannya, maka korban akan berjalan menemui dukun atau orang lain yang meminta dukun melakukan hal demikan. Di antara isi mantra dukun itu berbunyi, jika korban sedang tidur suruh ia bangun, kalau sudah bangun suruh duduk, jika duduk suruh berjalan, berjalan untuk menemui si anu.... Penyakit magis yang disebabkan oleh �gasing tangkurak ini lazim disebut Sijundai .Ilmu magis yang memanfaatkan gasiang tingkurak untuk menimbulkan penyakit sijundai merupakan ilmu jahat yang dijalankan melalui persekutuan dengan syetan. Ilmu ini beredar luas dan dikenal oleh masyarakat di pedesaan Minangkabau pada umumnya. Hal ini misalnya terlihat pada popularitas lagu Gasiang Tangkurak ciptaan Syahrul Tarun Yusuf dinyanyikan oleh Elly Kasim, seorang penyanyi Minang legendaris.Gasiang tangkurak biasanya digunakan membalas dendam. Seseorang datang kepada sang dukun untuk menyakiti seseorang dengan sejumlah bayaran. Ukuran harga yang lazim digunakan adalah emas. Sebagai syarat pengobatan, biasanya dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda, bukan upah. Tanda ini akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi kalau ia berhasil, maka uang tanda ini diambil, dan pemesan harus menambahnya dengan uang jasa.Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu yang menggunakan gasiang tingkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh hal-hal magis. Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media untuk mensugesti orang lain menjadi tertarik pada diri kita. Ilmu terakhir ini biasa disebut Pitunang .Sesuai dengan namanya, bahan utama gasiang tingkurak adalah tengkorak manusia yang sudah meninggal. Gasiang ini hanya bisa dibuat oleh orang yang memiliki ilmu batin tertentu. Pada berbagai daerah terdapat beberapa perbedaan menyangkut bahan tengkorak yang lazim dan paling baik digunakan sebagai bahan pembuat gasing tangkurak. Pada beberapa daerah, tengkorak yang biasa digunakan adalah tengkorak dari seseorang yang mati berdarah.Daerah yang lain lebih menyukai tengkorak dari orang yang memiliki ilmu batin yang tinggi khususnya untuk pengobatan, sedangkan daerah yang lain lagi percaya bahwa tengkorak dari wanita yang meninggal pada saat melahirkan merupakan bahan paling baik. Bahkan pada daerah tertentu, seorang informan menyebutkan bahwa tengkorak

Page 10: Sejarah minangkabau

yang paling baik adalah tengkorak anak-anak yang telah disiapkan sejak kecil. Anak itu dibawa ke tempat yang sunyi, kemudian dipancung. Tengkorak yang masih berdarah itulah yang dijadikan bahan untuk gasiang tengkorak.Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada bagian jidat. Pada hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan, menggali kubur dan mayatnya dilarikan. Tengkorak yang diambil adalah pada bagian jidat, karena dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis manusia yang meninggal. Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar, kira-kira 2 X 4 cm. Saat mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus sambil menyebut nama si mayat.

Setelah diambil, jidat itu dilubangi dua buah di bagian tengahnya. Saat terbaik untuk membuat lobang adalah pada saat ada orang yang meninggal di kampung tempat pembuat gasiang berdomisili. Saat demikian dipercaya akan memperkuat daya magis gasiang. Kemudian pada kedua lubang itu dimasukkan benang pincono, atau benang tujuh ragam. Gasiang dan benang itu kemudian diperlakukan secara khusus sambil memantra-mantrainya. Gasiang itulah kemudian yang digunakan untuk menyakiti orang.Ada lagi jenis gasiang lain, yang fungsinya hampir sama dengan gasiang tingkurak. Gasiang ini terbuat dari limau puruik ( Citrus hystrix ) dari jenis yang jantan dan agak besar. Pada limau itu dibacai mantra-mantra. Limau purut ditaruh di atas batu besar, kemudian dihimpit dengan batu besar yang lain. Batu itu sebaiknya berada di tempat terbuka yang disinari cahaya matahari sejak pagi hingga petang. Sebelum dihimpit dengan batu, dibacakan mantra. Limau dibiarkan hingga kering benar, setelah itu baru dibuat lobang ditengahnya. Ke dalam lobang itu digunakan banang pincono, atau benang tujuh warna.Gasiang jenis ini biasanya dipakai untuk masalah muda-muda dan pengobatan. Pemakaian gasiang ini menggunakan perhitungan waktu tertentu yang didasarkan pada pembagian waktu takwim. Untuk kepentingan muda-mudi, waktu yang lazim dipakai adalah waktu Zahrah, sedangkan untuk pengobatan dilakukan pada waktu Syamsu. Untuk tujuan baik, tidak ada pantangan saat menggunakan gasiang. Tetapi untuk hal yang jahat, maka pengguna harus menghindari seluruh hal yang berkaitan dengan jalan Tuhan harus dihindari. 

Urang Solok mamakan siriahDuduak bajuntai di pamatangKok indak talok dek pakasiah Iko sijundai nan kadatang ,lah lapuak lapiak nan diateh lantaidibawah lapiak banyak kapindiangkok dicaliak urang kanai sijundaikarajonyo mamanjek dindiangkarupuak sanjai dibao dalam katidiangdijujuang urang sampai ka sungai tanangkanai sijundai dapek mamanjek dindiangtantu labiah santiang mamajek batang pinanguok jariang jo uok patainan katigo pucuak japan

Page 11: Sejarah minangkabau

jikok takuik kanai sijundaijan baranti mambaco alquran

Palasik, Bagian dari Kekayaan Mitos dan Mistis di Minangkabau

Apakah anda pernah mendengar istilah ” Palasik ” ? Bagi anda yang berasal dari daerah Sumatera Barat tentu sudah akrab dengan istilah ini.Tapi bagi anda yang bukan berasal dari Minangkabau, palasik merupakan istilah yang mungkin asing bagi anda.

Diantara kisah-kisah mistis di Minangkabau seperti gasiang tangkurak, cindaku, sijundai, urang bunian dan lain lain, palasik adalah mitos dan mistis yang masih top sampai sekarang. Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun di Minangkabau, palasik adalah orang yang memiliki ilmu hitam tingkat tinggi dan dengan ilmunya ini palasik dipercaya dapatmenghisap darah anak-anak, balita bahkan janin yang berada di dalam kandungan. Makanya banyak ibu-ibu di Minangkabau yang merasa takut untukmembawa keluar rumah bayi atau balitanya dan jika memang mendesak biasanya ibu-ibu memasang jimat penangkal pada salah satu bagian tubuh anaknya.

Saya terinspirasi menulis tentang palasik ini adalah karena selama saya berada di kampung ( Padang dan Bukittinggi ), orang-orang tua selalu mengingatkan saya agar hati-hati jika ingin membawa anak saya yang berumur 14 bulan untuk keluar rumah. Jika ingin membawa ke tempat keramaian seperti pasar atau pusat perbelanjaan, acara resepsi pernikahan,hendak lah membawa sambua. Sambua adalah istilah untuk jimat penangkal dan biasanya sambua di dapat dari orang pintar. Menurut para orang tua, bisa jadi palasik ada di antara orang-orang banyak ini. Saya sebagai anak hanya menuruti nasehat mereka saja. Jujur saja, sebetulnya saya percaya tidak percaya dengan keberadaan palasik ini.

Ilmu palasik diyakini sebagai ilmu yang menurun dalam sebuah keluarga. Jika orang tuanya palasik, maka otomatis anaknya juga palasik dengan syarat harus menjalankan sebuah ritual terlebih dahulu. Konon menurut cerita, di masa lampau orang yang memiliki ilmu palasik harus menikah dengan palasik juga, dan mereka terasing hidup dalam komunitas tersendiri. Tapi pada masa sekarang palasik sukar untuk dikenali sehingga mereka bebas hidup dalam masyarakat.

Terdapat 3 spesialisasi jenis palasik. Pertama, palasik spesialis ibu-ibu hamil, palasik ini memakan bayi yang masih berada di dalam kandungan sehingga bayi yang lahir tanpa ubun-ubun bahkan meninggal dunia. Kedua, palasik spesialis bayi dan anak anak balita, palasik ini menghisap darah bayi dan anak-anak. Jika tidak segera tahu dan segera diobati maka si bayi akan sakit-sakitan bahkan sampai meninggal dunia. Ketiga, palasik spesialis makan bayi yang sudah di kubur. Ada juga 

Page 12: Sejarah minangkabau

istilah palasik kuduang, palasik yang memutus kepala dari badannya dalammempraktekkan ilmu hitamnya. Kuduang dalam bahasa minang berarti potongatau putus.

Cara palasik mengaplikasikan ilmunya adalah dengan menghisap darah melalui ujung jempol kaki mangsanya, menyapa mangsa atau dapat juga dengan menatap dalam-dalam mangsanya. Jika seorang palasik berhasil melakukan aksinya, maka si anak yang jadi mangsanya akan mengalami panastinggi, kejang-kejang, muntah, diare yang berkepanjangan dan mata yang selalu mengeluarkan kotoran. Apabila tidak segera di obati ke orang pintar maka bisa berakibat fatal, si anak bisa meninggal dunia.

Tak dapat dipungkiri masyarakat Minangkabau meyakini adanya keberadaan palasik. Sehingga kebanyakan ibu-ibu hamil, bayi yang baru lahir dan balita selalu menyertakan jimat penangkal di tubuh mereka agarterhindar dari bahaya palasik.

Nyata atau tidak palasik merupakan bagian dari kekayaan mitos dan mistisyang dimiliki negeri kita ini. Berserah diri dan berlindung kepada-Nya merupakan jalan terbaik agar terhindar dari segala marabahaya.

3.Orang bunian

4. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

5. Orang bunian atau sekedar bunian adalah mitos sejenis makhluk halus dari

wilayah Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia. Berdasar mitos tersebut, orang bunian berbentuk

menyerupai manusia dan tinggal di tempat-tempat sepi, di rumah-rumah kosong yang telah

ditinggalkan penghuninya dalam waktu lama.

6. Latar belakang

Page 13: Sejarah minangkabau

7. Istilah ini dikenal di wilayah Istilah orang bunian juga kadang-kadang dikaitkan dengan istilah dewa di

Minangkabau, pengertian "dewa" dalam hal ini sedikit berbeda dengan pengertian dewa dalam

ajaran Hindu maupun Buddha. "Dewa" dalam istilah Minangkabau berarti sebangsa makhluk halus

yang tinggal di wilayah hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan. Biasanya bila hari

menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah aroma yang biasa dikenal dengan

nama "masakan dewa" atau "samba dewa". Aroma tersebut mirip bau kentang goreng. Hal ini dapat

berbeda-beda namun mirip, berdasarkan kepercayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah

berbeda. "Dewa" dalam kepercayaan Minangkabau lebih diasosiasikan sebagai

bergender perempuan, yang cantik rupawan, bukan laki-laki seperti persepsi yang umum di

kepercayaan lain.

8. Selain itu, masyarakat Minangkabau juga meyakini bahwa ada peristiwa orang hilang disembunyikan

dewa / orang bunian. Ada juga istilah "orang dipelihara dewa", yang saat bayitelah dilarikan oleh

dewa. Mitos ini masih dipercaya banyak masyarakat Minangkabau sampai sekarang.

Legenda

Legenda (bahasa Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita

sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai

"sejarah" kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah

mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda

hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan

terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor

Menurut Buku Sari Kata Bahasa Indonesia, Legenda adalah cerita rakyat jaman dahulu berkaitan dengan

peristiwa dan asal-usul terjadinya suatu tempat.

 

Sungai Janiah di Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Agam sudah lama terkenal memiliki legenda ‘ikan sati' atau ikan sakti. Di lokasi yang terletak 3,5 km dari sebuah simpang sebelum Pasar Baso di tepi jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh ini kini dijadikan

Page 14: Sejarah minangkabau

objek wisata. Para pengunjung yang datang hanya untuk melihat ikan-ikan yang meliuk berenang kian-kemari.

Memasuki lokasi anda akan ditawari oleh anak-anak kecil disana untuk membeli kerang-kerang kecil untuk makanan ikan tersebut. Ada kenikmatan tersendiri ketika ikan-kan seukuran paha orang dewasa ini menghampiri dan menyambut pemberian yang kita berikan, bahkan tanpa merasa takut ikan-ikan itu langsung menyentuh tangan yang dalam genggaman terdapat makanan. Bagi yang membawa anak kecil, tentu senang dengan atraksi tersebut.

Dengan membayar karcis masuk Rp2.000 untuk dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak, pengunjung bisa menikmati Sungai Janiah. Tapi jangan kaget, Sungai Janiah bukanlah sebuah sungai berair jernih, tapi hanya sebuah kolam ikan di belakang sebuah mesjid yang airnya tidak jernih.

 

Tak ada penduduk di sana yang tahu jenis apa ikan yang rata-rata panjangnya setengah meter hingga yang kecil 10 cm. Ikan-ikan tersebut berwarna gelap, berbadan ramping dan panjang. Ikannya begitu jinak-jinak tetapi tidak membuat masyarakat sekitar dan para pelancong untuk menangkap apalagi memakannya.

Tentu kejadian aneh yang beraroma mistik tersebut erat kaitannya cerita lama. Setidaknya ada dua versi cerita legenda tentang ikan Sungai Janiah. Versi pertama di kutip dari buku sederhana karangan Ketua Seksi Pariwisata C. Panggulu Basa yang banyak dijual di kedai-kedai kecil di objek wisata Sungai Janiah. Versi kedua menurut tokoh Sungai Janiah, Muchtar Tuanku Sampono.

Page 15: Sejarah minangkabau

 

 

Versi Buku C. Panggulu BasaAsal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia dan anak jin

Page 16: Sejarah minangkabau

yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati.

Alkisah, penduduk Nagari Tabek Panjang di Kecamatan Baso ini berasal dari puncak gunung Merapi. Karena persediaan air di Gunung Merapi semakin terbatas, maka timbullah ide mencari hunian baru di bawah Gunung Merapi. Maka diutuslah Sutan Basa untuk mencari lokasi baru itu, Sutan Basa menemukan kawasan yang memiliki Sungai dan air mancur yang sangat jernih. Tapi daerah itu telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan keinginannya kepada jin tinggal dikawasan itu bersama kelompoknya.

Maka diadakanlah kesepakatan antar kepala suku masing-masing, bahwa boleh tinggal di daerah itu, asalkan kalau anak kemenakan dari Datuak Rajo Nando mamak dari Sutan Basa menebang pohon agar membuang serpihan dan sisa kayu ke arah rebahnya pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di daratan.

Setelah sepakat tinggallah kaum tersebut di Sungai Janiah. Suatu waktu ada keinginan untuk membangun gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka ditugasilah oleh Sutan Basa sekelompok irang untuk mencari kayu sebagai tonggak tuo. Maka pergilah mereka ke hutan. Karena begitu senang bercampur lelah, mereka langsung menebang pohon yang mereka nilai cocok, tapi mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan pohon tersebut mengenai anak- anak jin. Kejadian ini membuat marah keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa.

Keadaan ini menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya. Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan istrinya pergi membersihkan ladang tebu mereka dengan meninggalkan anak perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, tidak ditemui anak tersebut. Maka seluruh orang kampung diperintah mencari anak hilang tersebut, sampai larut malam seluruh usaha seakan sia-sia.

Malam hari istri Datuak Rajo Nando bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa beras dan padi dan memanggil anaknya seperti memanggil ayam. Esok siang dilakukanlah seperti di mimpinya. Setelah dipanggil datanglah dua ekor ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Maka ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya melanggar janji, sehingga termakan sumpah.

Versi Muchtar Tuanku SamponoMuchtar Tuanku Sampono yang berusia 96 tahun, tokoh masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di Sungai Janiah ini tidak “sakti”. Ikan tersebut berasal dari anak yang hilang. Malam harinya ibu anak tersebut bermimpi agar dibuat nasi kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai Janiah.

"Sejak dulu tidak ada yang berani memakan ikan di Sungai Janiah ini, karena mereka

Page 17: Sejarah minangkabau

enggan saja karena sepertinya memakan manusianya saja, bahkan Belanda dan Jepang tidak berani menjamah ikan ini,"

Menurut Tuanku Sampono tidak ada yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan ‘gariang', namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang dikatakan oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak terlihat anak-anak ikannya.

Apakah cerita-cerita rakyat itu benar atau tidak? Yang jelas legenda Sungai Janiah mendatangkan berkah bagi penduduk sekitar dengan banyaknya orang berkunjung setiap hari.

Bila anda telah mengunjungi Kota Bukittinggi, rugi rasanya bila anda tak berkunjung ke tempat ini...

LEGENDA LEMBAH HARAU (Sumatera Barat)

legenda ini menceritakan, dahulunya Lembah Harau adalah lautan. Apalagi berdasarkan hasil survey team geologi dari Jerman (Barat) pada tahun 1980, dikatakan bahwa batuan perbukitan yang terdapat di Lembah Harau adalah batuan Breksi dan Konglomerat. Batuan jenis ini umumnya terdapat di dasar laut.

Salah satu air terjun di Lembah Harau, menurut legenda, Raja Hindustan berlayar bersama istri dan anaknya, Putri Sari Banilai. Perjalanan ini dalam rangka selamatan atas pertunangan putrinya dengan seorang pemuda Hindustan bernama Bujang Juaro. Sebelum berangkat, Sari Banilai bersumpah dengan tunangannya, apabila ia ingkar janji maka ia

Page 18: Sejarah minangkabau

akan berubah menjadi batu dan apabila Bujang Juaro yang ingkar janji, maka ia akan berubah menjadi Ular.

Namun sayangnya, dalam perjalanan kapal tersebut terbawa oleh gelombang dan terdampar pada sebuah selat (tempat tersebut sekarang dinamakan Lembah Harau). Kapal tersebut tersekat oleh akar yang membelintang pada dua buah bukit hingga akhirnya rusak.

Agar tidak karam, kapal itu ditambatkan pada sebuah batu besar yang terdapat di pinggiran bukit (bukit tersebut sekarang dinamakan Bukit Jambu). Batu tempat tambatan kapal itu sekarang dinamakan Batu Tambatan Perahu.

Setelah terdampar, Raja Hindustan bersama dengan keluarganya disambut oleh Raja yang memerintah Harau pada waktu itu. Lama kelamaan, karena hubungan baik yang terjalin, Raja Hindustan ingin menikahkan putrinya dengan pemuda setempat bernama Rambun Paneh. Satu hal lagi, untuk kembali ke negeri Hindustan juga tidak memungkinkan. Ia tidak tahu sumpah yang telah diucapkan Sari Banilai dengan tunangannya, Bujang Juaro.Tidak berapa lama kemudian, Rambun Paneh menikah dengan Sari Banilai.

Waktu terus berjalan, dan dari perkimpoian itu lahirlah seorang putra. Suatu hari, sang kakek, si Raja Hindustan, membuatkan mainan untuk cucunya. Sewaktu asyik bermain, mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Anak tersebut menangis sejadi-jadinya. Ibunya, Putri Sari Banilai tanpa pikir panjang langsung terjun ke laut untuk mengambilkan mainan tersebut. Sungguh malang, ombak datang menghempaskan dan menjempit tubuhnya pada dua batu besar. Sari Banilai sadar, bahwa ia telah ingkar janji pada tunangannya dahulu, Bujang Juaro. Dalam keadaan pasrah, ia berdoa pada Yang Maha Kuasa, supaya air laut jadi surut. Doanya dikabulkan, tidak berapa lama kemudian air laut menjadi surut. Ia juga berdoa agar peralatan rumah tangganya didekatkan padanya. Dan ia berdoa, seandainya ia membuat kesalahan ia rela dimakan sumpah menjadi batu. Tidak lama berselang, perlahan-lahan tubuh Putri Sari Banilai berubah menjadi batu.

Upacara adatYaitu upacara-upacara yang berkembang di masyarakat biasanya berdasarkan keyakinan agama, ataupun kepercayaan mereka. Upacara

Page 19: Sejarah minangkabau

merupakan usaha untuk mencari hubungan dengan Tuhan, para dewa, atau makhluk-makhluk halus. Balimau adalah satu kata yang mengandung satu kegiatan tradisi yang bernuansa religious di Minangkabu pada masa dahulu hingga sekarang. Biasanya tradisi ini dilakukan selang satu hari menjelang datangnya bulan Ramadhan. BALIMAU dalam terminologi orang Minang adalah mandi menyucikan diri (mandi wajib, mandi junub) dengan limau (jeruk nipis), ditambah ramuan alami beraroma wangi dari daun pandan wangi, bunga kenanga, dan akar tanaman gambelu, yang semuanya direndam dalam air suam-suam kuku. Lalu, dibarutkan (dioleskan) ke kepala. “Ramuan tradisional untuk balimau tersebut adalah warisan turun-temurun sejak dulunya, sejak puluhan tahun lalu bahkan konon sejak ratusan tahun lalu. Sungguhpun tradisi ini telah mulai hilang atau sengaja dihilangkan, karena ada kalangan alim ulama diranah minang sendiri , menganggap tradisi “ balimau “ sebagai perbuatan bid’ah, namun bagi kami apapun celaan terhadap tradisi ini, selayaknya “ Tradisi balimau” tetap dipelihara dan dilestarikan. 

UPACARA KEMATIAN

Pergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal merupakan adat bagi orang Minangkabau. Tidak hanya karena dianjurkan ajaran Islam, tapi juga karena hubungan kemasyarakatan yang sangat akrab membuat mereka malu bila tidak datang melayat.

Upacara kematian dimaksudkan sebagai upacara penghormatan terakhir pada almarhum/ah. Umumnya upacara kematian lebih mengutamakan hal-hal yang wajib dilaksanakan menurut syariat Islam, yakni penyelenggaraan jenazah. Pada acara ini juga diiringi pidato/pasambahan adat.Selanjutnya ada pula acara peringatan, seperti peringatan tujuh hati (manujuah hari), peringatan duo puluah satu hari, peringatan hari ke-40, lalu peringatan pada hari yang ke-100 (manyaratuih hari). 

UPACARA TAMAIK KAJITamaik kaji (khatam Qur’an) diadakan bila seorang anak yang telah mengaji di surau sebelumnya tamat membaca Al-Qur’an. Acara diadakan di rumah ibu si anak atau di surau/masjid tempat anak itu mengaji. Si anak disuruh membaca Al-Qur’an dihadapan seluruh orang yang hadir, dilanjutkan dengan makan bersama. Acara ini biasa pula dilakukan beramai-ramai.

Tabuik Pariaman

Page 20: Sejarah minangkabau

Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah

tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun.

Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.

Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap

di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling

kolosal di Sumatera Barat ini.

Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik,

rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang,

turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas

Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya

dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat

membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit,

dengan membawa segala jenis arakannya.