Upload
ery-marquez
View
51
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Filsafat Sains
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti dewasa ini tidak berlangsung secara
mendadak, akan tetapi terjadi secara bertahap atau evolutif. Oleh sebab itu dalam memahami
sejarah perkembangan ilmu pengetahuan maka kita harus mempelajari pembagian/
klasifikasi perkembangan sejarah ilmu pengetahuan tersebut. Ini dikarenakan setiap periode
menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan penting diketahui untuk memberikan pengertian
mendalam mengenai kemajuan ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini. Secara Historis kita
mendapat kesadaran yang lebih baik atas kebenaran pengetahuan modern sebagai
perkembangan dari ilmu pengetahuan secara keseluruhan. Dari penemuan-penemuan yang
telah ditemukan, dan ciri khas-ciri khas setiap zaman yang berbeda, maka akan memberi
pemahaman yang lebih dalam memandang ilmu pengetahuan tersebut.
Ilmu pengetahuan memberi kita suatu kenyamanan atau kemudahan dalam segala
bidang pada era globalisasi seperti sekarang ini. Sehingga sangat wajib rasanya bila kita
tidak hanya menggunakan dan mempelajari ilmu pengetahuan tersebut, tetapi juga
mengetahui perkembangan atau perjalanan ilmu pengetahuan tersebut melalui sejarah-
sejarah ilmu pengetahuan pada zaman terdahulu.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada zaman
Pra-Yunani Kuno?
1.2.2. Bagaimanakah perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada zaman
Yunani Kuno?
1.2.3. Bagaimanakah perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada zaman
Patristik ?
1.2.4. Bagaimanakah perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada Abad
Pertengahan?
2
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.
1.3.1. Untuk Mempelajari perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada
zaman Pra Yunani Kuno
1.3.2. Untuk Mempelajari perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada
zaman Yunani Kuno
1.3.3. Untuk Mempelajari perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada
zaman Patristik
1.3.4. Untuk Mempelajari perkembangan dan karakteristik ilmu pengetahuan pada
Abad Pertengahan
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai referensi bagi pembaca
dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dari
zaman Pra Yunani Kuno sampai zaman Abad Pertengahan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Zaman Pra-Yunani Kuno
Zaman pra-Yunani Kuno berlangsung pada abad 15 SM sampai abad 7 SM.
Perkembangan pengetahuan manusia pada Zaman pra-Yunani Kuno masih sangat kurang
dan tradisional. Zaman pra-Yunani Kuno manusia masih memulai untuk mempelajari alam
untuk bertahan hidup. Setianingtyas, (2013: 8) menyatakan bahwa “pada zaman pra-Yunani
Kuno manusia menggunakan batu sebagai peralatan, karena ditemukan alat-alat yang
bentuknya mirip satu sama lain (misalnya kapak sebagai alat pemotong dan pembelah).
Benda-benda tersebut merupakan bukti bahwa manusia sebagai makhluk berbudaya yang
mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan”. Hal ini membuktikan bahwa pada zaman
tersebut sudah terjadi perkembangan pengetahuan.
Zaman pra-Yunani Kuno sesungguhnya terbagi menjadi tiga fase yakni zaman batu
tua, zaman batu muda, dan zaman logam. Pengetahuan manusia pada zaman pra-Yunani
Kuno terus mengalami perubahan dan perkembangan. Alat-alat yang digunakan manusia
pada zaman ini terus mengalami perbaikan, contohnya kapak batu yang dulunya masih
kasar kemudian diasah sehingga lebih mudah digunakan. Manusia memperoleh ilmu
pengetahuannya pada zaman ini melalui proses trial and error yakni uji coba-coba yang
membutuhkan sangat lama. Melalui proses uji coba manusia menyeleksi terhadap alat-alat
yang digunakan sehingga manusia menemukan alat-alat yang baik untuk melangsungkan
hidupnya.
Proses seleksi seleksi terhadap alat-alat yang digunakan dari abad 15 SM sampai
abad 6 SM , manusia telah menemukan logam-logam seperti halnya besi, perak, tembaga
untuk dijadikan peralatan-peralatan. Abad 15 SM besi dipergunakan pertama kali di Negara
Irak, tidak Eropa atau pun Tiongkok.
Zaman pra-Yunani Kuno ditandai dengan munculnya lima kemampuan manusia
sebagai berikut (Setianingtyas, 2013: 9).
1. Know Howe (mengetahui bagaimana) dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan
pada pengalaman
2. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang diterima dengan sikap
receptivemind
4
3. Kemampuan menemukan abjad dan system bilangan alam
4. Kemampuan menulis, menghitung dan menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan
5. Kemampuan meramal suatu peristiwa yang sebelumnya yang pernah terjadi
2.2. Zaman Yunani Kuno
Zaman Yunani Kuno berlangsung dari abad 7 SM sampai dengan sekitar abad 2 SM.
Pada Zaman ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya,
karena pada zaman ini dipandang sebagai zaman keemasan filsafat. Ciri yang menonjol dari
filsafat Yunani Kuno diawali kelahirannya adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada
pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan sesuatu asal mula
(arche) yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.
Zaman Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat karena
bangsa Yunani pada zaman ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Sikap kritis inilah
yang menyebabkan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Masa
keemasan perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa ini. Ada Beberapa tokoh yang
terkenal pada masa ini, antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates, Leucippus, Plato, dan
Aristoteles.
1. Thales (624-548 SM)
Thales (624-548 SM) dari Melitas, adalah
filsuf pertama sebelum masa Socrates. Thales
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang ada
berasal dari air. Pendapat yang dikemukakan
Thales tidak sejalan dengan kepercayaan mitis
yang mengasalkan segala sesuatu yang ada
berasal dari dewa-dewa.
Namun pada sisi lain, Thales juga
menyatakan bahwa segala sesuatu sesungguhnya
penuh dengan dewa-dewa. Pernyataan kedua
Thales ini merupakan rumusan yang sebelumnya didahului oleh pengamatan realitas
bukan rumusan yang diterima begitu saja.
Thales
5
Ada tiga alasan munculnya persoalan tentang asal alam semesta ini, yaitu:
Sejak Thales mempersoalkan asal alam semesta, persoalan tersebut
merupakan suatu pertanyaan yang terus berlangsung dipersoalkan, dan
dianggap sebagai persoalan abadi (perennial Problems). Hal ini disebut pula
sebagai pertanyaan yang signifikan (a significant question).
Pertanyaan yang diajukan Thales tersebut menimbulkan sebuah konsep baru,
yaitu suatu hal tidak begitu saja ada, tetapi terjadi dari sesuatu. Bertitik tolak
dari hal tersebut, muncul sebuah konsep mengenai perkembangan, suatu
evolusi, atau genesis.
Pertanyaan seperti demikian hanya dapat muncul dalam pemikiran kalangan-
kalangan tertentu saja. Pertanyaan ini muncul bukan dari masyarakat awam,
tetapi masyarakat intelektual yang mempunyai pemikiran lebih maju.
2. Phytagoras (580 –500 SM)
Pythagoras (580 SM –500 SM) yaitu
seorang filusuf yang juga seorang ahli ukur,
namun kebanyakan dikenal dengan sebuah
penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik.
Dia juga di kenal sebagai “Bapak
Bilangan” dan salah satu peninggalan
Pythagoras yang terkenal adalah “Teorema
Pythagoras‘’. Selain itu, dalam ilmu yang
mencangkup ukur dan Aritmatika Pythagoras
berhasil menyumbang sebuah teori mengenai
bilangan, pembentukan benda, dan menemukan antara nada dengan panjang sebuah
dawai.
Phytagoras lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik
seperti berikut ini.
Hukum dalam dalil Phytagoras, yaitu a + b = c, yang berlaku pada setiap
segitiga seku-siku dengan sisi a, sisi b, dan hypotenusa c, sedangkan jumlah
sudut dari suatu segi tiga siku-siku sama dengan 1800.
Mengenai teori tentang bilangan, pembagian antara bilangan genap dan
bilangan ganjil, prime numbers (bilangan yang hanya dapat dibagi dengan
Phytagoras
6
angka satu dan dengan bilangan itu sendiri) dan composite number, serta
hubungan antara kuadrat natural numbers dengan jumlah ganjil.
Pebuatan benda berdasarkan segi tiga–segi tiga, segi empat – segi empat, segi
lima–segi lima, dan lain sebagainya.
Hubungan antara nada dengan panjang dalam sebuah dawai.
3. Socrates (470 – 399 SM)
Socrates (470 SM-399 SM) adalah
filsuf dari Athena. Mengenai sejarah
umat manusia, Socrates menjelaskan
contoh istimewa tingkah laku filsuf
yang jujur dan berani. Ada banyak hal
yang dapat dipelajari dari dalam diri
Socrates. Salah satunya adalah
berfilsafat pada awalnya harus dimulai
dari diri sendiri, hidup yang tidak
dipertanyakan adalah hidup yang tak
layak dijalani. Socrates menciptakan
sebuah metode ilmu kebidanan yang
dikenal dengan ‘’Maicutika Telenhe ‘’, yaitu suatu metode dialektiva untuk dibuat
kebenaran. Serates tidak pernah meninggalkan tulisan,melainkan pemikirannya
dikenal melalui sebuah dialog – dialog yang ditulis oleh muridnya Plato.
Metode Socrates dikenal sebagai Maieutike Tekhne (ilmu kebidanan), yaitu
sebuah metode dialektika untuk melahirkan sebuah kebenaran. Socrates selalu
mendatangi seorang yang ia anggap memiliki otoritas keilmuan dalam suatu hal
untuk dijadikan berdiskusi mengenai pengertian – pengertian tertentu. Misalnya,
Socrates mendatangi seorang hakim untuk diajak berdiskusi tentang konsep keadilan.
Socrates memancing orang tersebut untuk melahirkan pendapat mengenai suatu
konsep tertentu yang dipersoalkan, sekaligus mengajukan bantahan sehingga dapat
diperoleh pengertian yang sejati mengenai konsep tersebut.
Kadang kala Socrates menyudutkan seseorang dalam sebuah diskusi
sehingga orang tersebut meragukan pendapatnya sendiri mengenai pengertian yang
Socrates
7
selama ini dianggap sebagai suatu hal yang bisa dikatakan benar. Socrates lebih
mengutamakan metode dialektika itu sendiri dari pada hasil yang diperoleh.
meskipun Socrates tidak meninggalkan teori – teori ilmu tertentu, tetapi Socrates
meninggalkan suatu sikap kritis melalui metode dialektika yang akan berkembang
dalam dunia ilmu pengetahuan modern.
4. Democritus (460 – 370 SM)
Democritus, dikenal sebagai
bapak atom pertama yang
memperkenalkan konsep atom, bahwa
alam semesta ini sesungguhnya terdiri
atas atom-atom. Atom berasal dari kata
a-tomos: “tak dapat dibagi”. Atom
adalah materi terkecil yang tidak dapat
di bagi-bagi lagi. Democritos meyakini
bahwa atom itu selain jumlahnya tak
terbatas, juga memiliki bentuk yang
beraneka ragam. Sebagian bulat mulus, sebagial lagi tak beraturan dan bergerigi.
Keberadaan ini membuat mereka satu sama lain saling terkait dan menghasilkan
bentuk tertentu. Pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat
seperti berikut ini.
Konsep materialistik-monistik. Artinya, atom merupakan sekadar materi
(matter) yang tidak didampingi apa pun karena sekelilingnya hampa. Materi
merupakan satu-satunya yang ada dan membentuk segala-galanya.
Konsep dinamika perkembangan (developement dynamics). Artinya, segala
sesuatu selalu berada dalam keadaan bergerak sehingga berlaku prinsip
dinamika. Berdasarkan prinsip dinamika itu, tersusunlah segala sesuatu di
dunia.
Konsep yang bersifat murni alamiah (pure natural). Artinya, pergerakan
atom itu bersifat intrinsik, primer, tanpa sebab, dan tidak dipengaruhi oleh
sesuatu di luar dirinya.
Democritus
8
Bersifat kebetulan (by chance). Artinya, pergerakan itu terjadi tanpa tujuan
sehingga benturan-benturan yang terjadi tidak beraturan, dan tidak
mengandung tujuan-tujuan tertentu.
5. Plato (427 – 347 SM)
Plato (427 SM- 347 SM), dia adalah
murid Socrates dan guru dari Aristoteles,
filsuf yang pertama kali membangkitkan
persoalan being (hal ada) dan
mempertentangkan dengan becoming (hal
menjadi). Plato bertumpu dari polemik antar
Parmenides dengan Heraclitos. Parmenides
berangapan bahwa realitas itu berasal dari
satu hal (the One) yang tetap dan tidak
berubah, sedangkan Heraklitos bertitik tolak
dari hal Banyak (the Many) yang selalu berubah. Plato menggabungkan kedua
pandangan tersebut dan menyatakannya dengan lebih sistematis yaitu:
Realitas itu memiliki dua kenyataan: ada yang berubah (seperti pemikiran
Heraclitos) dan ada yang tetap (seperti pemikiran Parmeneides)
Yang berubah tertangkap oleh inderawi, sedangkan yang tetap tertangkap
oleh pikiran.
Logos, sebagaimana dikemukakan Heraclitos, menjadi sebab perubahan
terus-menerus, serta yang mengatur dan menyatukan segala keperubahan.
Karena itu logos menjadi asal yang harus dicari dari perubahan yang tampak.
Dasar Pemikiran metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai Being
(hal ada) dan becoming (menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali
membangkitkan persoalan Being dan mempertentangkannya dengan becoming.
Plato menemukan bahwa becoming (hal menjadi), yakni dunia yang berubah, tidak
memuaskan atau tidak memadai sebagai objek pengetahuan karena bagi Plato setiap
bentuk pengetahuan bersesuaian dengan suatu jenis objek. Plato memikirkan
pengetahuan asli (genuine knowledge), yaitu suatu jenis pengetahuan yang tidak
dapat berubah sehingga objeknya harus sesuatu yang tidak dapat berubah
Plato
9
(changeless). Plato yakin bahwa pengetahuan (yang asli) itu harus diarahkan pada
Being. Being bagi Plato dibentuk oleh dunia yang merupakan pola-pola dari segala
sesuatu yang dapat di inderawi., sedangkan ide-ide itu secara kodrati bersifat kekal
dan abadi.
Plato dikenal sebagai filsuf Dualisme, artinya ia mengakui adanya dua
kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri yaitu dunia ide dan dunia bayangan
(inderawi). Dunia ide adalah dunia yang tetap dan abadi, di dalamnya tidak ada
perubahan. Sedangkan dunia bayangan (inderawi) adalah dunia yang berubah, yang
mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada indera.
6. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles (384 SM- 322 SM) adalah seorang
filsuf Yunani, murid dari Plato dan sekaligus guru
dari Alexander. Ajaran Aristoteles bisa diklasifikasi
ke dalam tiga bidang, yaitu metafisika, logika, dan
biologi. Aristoteles memberikan kontribusi di dalam
bidang metafisika, Fisika, Etika,
Politik, Ilmu kedokteran dan ilmu alam. Dalam ilmu
alam, Aristotelas merupakan orang pertama yang
mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies biologi secara sisitematis.
Aristoteles mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari
penyebab-penyebab obyek yang diselidiki. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap
kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya harus disebut apabila manusia
hendak memahami proses kejadian segala sesuatu yaitu penyebab material (material
cause), penyebab formal (formal cause), penyebab efisien (efisien cause), dan
penyebab final (final cause).
Metafisika
Pandangan Aristoteles mengenai metafisika berbeda dengan
pandangan Plato. Ia menolak perinsip Plato tetang ide-ide. Aristoteles lebih
mendasarkan filsafatnya pada realitas itu sendiri. Kenyataan bagi aristoteles
adalah suatu hal yang konkret ini dan itu. Ide umum seperti manusia, pohon,
dan lain-lain, seperti yang dikatakan Plato, tidak terdapat pada kenyataan
konkret (Bertens, 1975: 14).
Aristoteles
10
White menunjukan ada beberapa istilah yang sering digunakan
Aristoteles dalam membahas mengeanai realitas yang azali dengan sepuluh
nama yang berbeda, seperti pengetahuan yang kita cari,
kebijaksanaan,pengetahuan tetang kebenaran,filsafat, filsafat pertama,
pengetahuan tetang sebab, studi tetang hal ada sebagai ada, studi tetang
Ousia, studi tetang hal abadi dan hal yang tidak dapat digerakan, theologi
(White dalam Siswomihardjo, 1997). Aritoteles membahas metafisika, istilah
metafisika itu sendiri baru diperkenalkan oleh Adronikus ketika
mengelompokkan ajaran-ajaran Aristoteles, sebagai filsafat pertama dan
menganggapnya sebagai prisip pertama yang mendasari tugas ilmiah.
Aristoteles ingin mengetahui bahwa jika semua hal ada (Being) dapat
dipertimbangkan, maka bukannya dalam beberapa segi khusus atau ilmiah,
melainkan ada dalam pengertian umum(being qua being). Ia menegaskan
bahwa stuktur umum segala sesuatu itu dapat ditentukan.
Konsep self-evidence di dalam filsafat Aristoteles merupakan butir
penting dalam pemahaman filsafat dan fungsi metafisik.Aristoteles
menyatakan bahwa di dalam penjelasan situasi, entitas, peristiwa, atau aturan
kita seolah dipaksa untuk menerangkan (account for). Semea itu dalam
istilah-istilah yang lain lagi sehingga penyelidikan filsafati itu tidak pernah
berakhir.Apabila dalam ajaran Plato pengetahuan dipusatkan pada
pemahaman atas Froms (eidos),maka dalam filsafat aristoteles diarahkan
pada kemampuan untuk menyusun batas-batas penelitian dan menyelidiki
suatu titik penyelesaian. Self-evidence merupakan penjelasan atau materi
tertentu yang tidak dicari pada sesuatu yang lain,tetapi dapat ditemukan
hanya di dalam pemikiran itu sendiri. Pembuktian (the evidence) dicari pada
sesuatu yang terkandung didalam sesuatu hal itu sendiri, bukan di luarnya.
Hukum non-contradiktion dapat diambil sebagai contoh kasus ini.
Sesuatu tidak mungkin sekaligus menjadi A bukan A pada waktu yang sama,
dan dalam cara yang sama. Metafisika hanya menyelidiki prinsif pertama.
Prinsif pertama itu diacu bukan di lur halnya itu sendiri untuk
pembuktiannya. Prinsif pertama digunakan sebagai titik awal bagi
penyelidikan lebih lanjut atau deduksi (Sontag dalam Siswomihardjo, 1997).
11
Lingkup metafisika dibedakan dari bidang ilmu pengetahuan lain.
Metafisika adalah studi tentang ada sebagai ada (Being as Being). Kita
mempelajari karakteristik, yakni ada yang mencangkup segala sesuatu,
sedangkan di dalam ilmu pengetahuan kita mempelajari sesuatu hal yang
memiliki karakteristik tertentu. Jadi,metafisika lebih komprehensif dan lebih
fundamental daripada ilmu pengetahuan. Metafisika juga mempelajari
prinsip-prisip umum yang mendahului ilmu pengetahuan (White dalam
Siswomihardjo, 1997)
Logika
Aristoteles menyusun sebuah buku tentang logika untuk menjelaskan
cara menarik kesimpulan (inference) secara valid. Logika Aristoteles
didasarkan atas susunan pikir (syllogisme). Pada dasarnya silogisme itu
terdiri dari tiga pernyataan, yaitu premis mayor sebagai pernyataan pertama
yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya, premis
minor sebagai pernyataan kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil
lingkupnya daripada premis mayor, dan kesimpulan atau konklusi
(conclusion) yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut. Dengan
demikian, silogisme merupakan suatu bentuk jalan pemikiran yang bersifat
deduktif yang kebenarannya bersifat pasti.
Contoh:
Semua makhluk hidup pasti mati.
Manusia termasuk makhluk hidup.
Manusia pasti juga akan mati.
Dengan menyusun l11ogika, aristoteles telah memulai usaha yang sangat
penting dalam ilmu pengetahuan, yaitu sebagai sarana berpikir yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.
Biologi
Aristoteles tidak hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi ia juga adalah
seorang ilmuwan terkenal pada masa itu. Salah satu bidang ilmu yang banyak
mendapat perhatiannya adalah biologi. Dalam embriologi, Aristoteles
melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur ayam sampai
terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemeriksaan anatomi badan
hewan, dan lain sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan
12
sebagai suatu sarana dalam membuktikan kebenaran mengenai sesuatu hal,
terutama dalam ilmu-ilmu empirik.
2.3. Zaman Patristik
Setelah zaman Yunani Kuno perkembangan ilmu pengetahuan kemudian berlanjut
ke zaman Patristik.
2.3.1. Permulaan Patristik
Patristik berasal dari bahasa Latin “patres” yang berarti pujangga-pujangga Kreisten.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Patristik lebih didominasi oleh pemikiran
keagamaan yakni agama Kristen. Zaman Patristik dikenal dengan sebutan para Bapa Gereja
karena pada zaman ini banyak terdapat Bapa Gereja yang menghasilkan banyak karya ilmu
pengetahuan. Karya-karya Bapa Gereja berupa tulisan-tulisan yang sangat berguna bagi
umat Kristiani. Pemikiran umat kristen harus bertemu dengan pemikiran-pemikiran filosofi
yang beredar dalam masyarakat pada masa itu. Perkembangan pemikiran-pemikiran para
Bapa Gereja juga sangat berguna menangkal pemikiran-pemikiran sesat di masyarakat.
Orang kristiani yang digelari sebagai filsuf
kristen yang pertama adalah Yustinus Martyr (abad
2). Ia mempelajari berbagai sistem filsafat dan sudah
masuk agama Kristen, Ia masih tetap memakai nama
“filsuf”. Ia menuliskan dua karangan untuk membela
hak agama kristen. Yustinus Martyr meninggal
syahid di Roma sekitar tahun 165. Yustinus Martyr
dikenal lewat karyanya Liber Apologeticus atau
Apologi Pertama. Adapun tokoh-tokoh atau Bapa
Gereja pada massa Patristik adalah Athanasius,
Clement dari Aleksandria, Gregorius dari Nyssa,
Tertulianus, Origenes, Iranaeus dari Lyons,
Cyprianus, Basilius, Agustinus dari Hippo, Cyrillus dari Aleksandria, Pelagius, dan
Nestorius. Semua tokoh-tokoh ini memberikan peranan yang sangat penting bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di zaman tersebut.
Yustinus Martyr
13
2.3.2. Zaman Keemasan Patristik Yunani
Selama abad pertengahan Gereja Kristen terus mengalami penganiayaan oleh pihak
penguasa Romawi. Keadaan ini berubah secara radikal ketika pada tahun 313 Kaisar
Constantinus Agung mengeluarkan pernyataan yang biasanya disebut “edik Milano” di
mana kebebasan beragama untuk semua umat kristen (Bertens, K., 1975: 21). Sejak saat itu
zaman keemasan Patristik dimulai dan agama kristen berkembang pesat. Hal ini pula
menyebabkan jumlah pengarang Yunani bertambah.
Terdapat tiga Bapa Gereja yang berbahasa Yunani yakni Gregorius Dari Nazianza
(330-390), Basilius Agung (335-379), dan Gregorius Dari Nyssa (335-379). Ketiga Bapa
Gereja ini menciptakan satu sintesis antara agama kristen dengan kebudayaan hellenistis.
Dari ketiganya Gregorius Dari Nyssa adalah yang paling pandai dalam bidang filsafat. Ia
mengenal dan menggunakan juga neoplatonisme.
Masa Patristik Yunani berakhir dengan Johannes Damascenus pada awal abad 8. Ia
mengarang satu karya yang berjudul Sumber Pengetahuan di mana dengan cara sistematis
diuraikan seluruh Pratistik Yunani.
2.3.3. Zaman Keemasan Patristik Latin
Abad ke 4 merupakan zaman keemasan bagi pemikiran kristiani di wilayah barat
kekaisaran Romawi. Perkembangan ilmu pengetahuan melalui pemikiran kristiani
mempengaruhi dan memberikan perubahan kehidupan di masyarakat pada masa itu. Zaman
keemasan Patristik Latin pun terjadi ada saat itu di Romawi wilayah Barat.
Perkembangan pemikiran kristiani pada masa itu muncul beberapa nama filsuf
seperti Ambrosius dan Hieronymus. Dari sekian banyak Bapa Gereja yang merupakan Bapa
Gereja paling besar adalah Augustinus yang hidup pada tahun 354 sampai tahun 430.
Augustinus merupakan pemikir yang paling penting di zaman Patristik. Tahun 387
Augustinus dibaptis oleh Ambrosius menjadi anggota gereja Kristen. Selanjutnya pada tahun
396 Augustinus dipilih sebagai uskup baru di kota Hippo Afrika Utara.
2.4. Abad Pertengahan
Awal mula abad pertengahan (middle age) adalah pada abad 6 M sampai sekitar
abad 14 M yang masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Abad pertengahan ditandai
dengan tampilnya para theology di lapangan ilmu pengetahuan. Abad pertengahan lama abad
pertengahan aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan atau dengan kata lain,
14
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Filsafat abad pertengahan
biasanya dipandang terlampau seragam, dan lebih dari itu dipandang seakan-akan tidak
penting bagi sejarah pemikiran sebenarnya. Filsuf Barat yang cukup terkenal pada zaman
ini adalah Agustinus (354-430). Filsuf yang terkenal pada zaman ini adalah satu orang
dengan filsuf yang terkenal pada zaman Patristik karena kedua zaman ini terjadi pada waktu
yang bersamaan.
Abad pertengahan merupakan zaman kegelapan perkembangan ilmu pengetahuan.
disebut sebagai zaman kegelapan karena pada zaman ini perkembangan ilmu pengetahuan
Eropa yang mengalami kemunduran. Hal ini berbanding terbalik dengan islam yang
mengalami kebangkitan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Terdapat lima ciri yang menandai
kemajuan peradaban Islam pada masa itu yaitu: (1) universalisme, (2) toleransi, (3) pasar
yang bertaraf internasional, (4) penghargaan terhadap ilmu dan ilmuwan, (5) tujuan dan
sarana ilmu yang bersifat islami.
Zaman ini pula banyak terdapat sarjana-sarjana islam yang mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam Siswomihardjo (1997) disebutkan bahwa
sumbangan sarjana islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga bidang sebagai berikut.
1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sedemikian rupa
sehingga dapat dikenal dunia Barat sampai seperti saat ini.
2. Memperluas pengamatan dalam bidang ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
3. Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Dikarenakan pada abad pertengahan islam mengalami perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan maka tokoh-tokoh ilmuwan yang berperan adalah dari agama islam.
Berikut adalah beberapa tokoh-tokoh tersebut.
15
1. Al – Kindi (801 M–873 M)
Al–Kindi dapat dikatakan seorang filsuf
pertama yang lahir dari keluarga yang menganut
islam. Al-kindi menuliskan cukup banyak karya
dalam bidang goemetri, astronomi, aritmatika, musik
yang dibangun olehnya dari berbagai prinsip
aritmatis, fisika, medis, psikologi, meteorology, dan
politik.
2. Al Farabi (870 M -950 M)
Salah satu filsuf yang sangat ulung di dunia islam
adalah Al Farabi seorang komentator filsafat Yunani. Al
Farabi sangat banyak berkontribusi dalam bidang filosofi,
matematika, pengobatan, bahkan musik. Al Farabi
menggagas berbagai buku tentang sosiologi dan juga
sebuah buku penting dalam bidang musik yakni kitab Al-
musiqa. Karya Al Farabi yang paling terkenal adalah Al-
Madinah Al- fadhilah yang dalam bahasa Indonesia
berarti kota atau negara utama karya tersebut membahas
tentang pencapaian suatu kebahagiaan melalui kehidupan politik dan hubungan antara
razim yang paling baik menurut pemahaman dengan hukum ilahian Islam.
3. Al-Khawarizmi (780 M – 850 M)
Al-Khawarizmi adalah filsuf sekaligus ilmuwan
matematika. Ia memiliki pemikiran yang berdampak besar
pada bidang matematika yang ditulis pada bukunya yang
berjudul Al-jabar, selain karyanya yang berjudul Al-jabar
karya lain yang ditulis Al-Khawarizni adalah Al-kitab, Al-
mukhtasar fi hisab Al-jabar wa’al–muqalaba (buku
rangkuman untuk kulturasi dengan melengkapkan dan
menyeimbangkan), kitab surat Al-ard (Pemandanganan
Bumi). Karya Al-Khawarizmi tersebut sampai sekarang
masih tersimpan di Strassberg, Jerman. Al-Khawarizmi
Al Farabi
Al-Kindi
16
4. Al-Ghazali
Al-Ghazali dikenal sebagai Algazel di dunia Barat
adalah seorang filsuf dan theology muslim Persia. Al-
Ghazali memiliki karya yang berupa kitab-kitab, antara
lain kitab Al – munqidih min adh–dalal, Al–risalah Al–
Quadsiyyah, dan mizan Al–Amal.
5. Ibnu Sina (980 M–1037 M)
Ibnu Sina dikenal sebagai A Vicenna di dunia
barat. Beliau adalah seorang filsuf, ilmuwan,
dan juga merupakan seorang dokter. Beliau
juga terkenal sebagai bapak pengobatan
modern dan masih banyak lagi sebutan bagi
beliau yang berkaitan dengan karya yang
beliau ciptakan di bidang kedokteran.
Karya yang beliau ciptakan merupakan rujukan di bidang kedokteran selama
berabad – abad. Sepanjang hidupnya, Ibnu Sina telah menulis lebih dari 450 buku
dan jurnal. Termometer, aromaterapi, rumah sakit jiwa, dan destilasi uap, adalah
beberapa temuan Ibnu Sina yang terpakai hingga sekarang.
6. Ibnu Khaldun (1332 M–1406 M)
Ibnu Khaldun adalah seorang islam yang terkenal
sebagai sejarawan yang berasal Tunisia dan kadang
dijuluki sebagai bapak pendiri ilmu
historiografi, sosiologi dan ekonomi. Salah satu karya
beliau yang terkenal adalah Muqaddimah.
Ibnu Sina
Al-Ghazali
Ibnu Khaldun
17
7. Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf yang
berasal dari spanyol (Andalusia). Karya yang
telah diciptakan oleh Ibnu Rusyd meliputi
bidang filsafat, kedokteran dan fiqih dalam
bentuk karangan, ulasan, essai, dan resume.
Ibnu Rusyd mempunyai banyak karya tulis
dalam bidang kedokteran, di antara kitabnya
yang paling penting adalah kitab ‘ilal (nama-nama penyakit) yang mana kitab ini
memaparkan tentang pengobatan penyakit tersebut.
Ibnu Rusyd
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Pra Yunani Kuno adalah
manusia sudah memperhatikan dan mempelajari keadaan alam semesta sebagai
suatu proses trial and error.
3.1.2. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Yunani Kuno sangat pesat
karena zaman ini dan zaman ini merupakan keemasan perkembangan ilmu
pengetahuan.
3.1.3. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman patristirk terjadi melalui
keagamaan khususnya agama kristen dan terdapat dua pemikiran yang berbeda
mengenai filsafat yakni ada pikiran yang menolak filsafat Yunani dan juga
yang mempelajari filsafat Yunani.
3.1.4. Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan mengalami
kemunduran atau masa kelam dan berbanding terbalik dengan ilmu
pengetahuan islam yang mengalami perkembangan dan kemajuan.
3.2. Saran
Sejarah ilmu pengetahuan sangat untuk dipelajari dan dipahami untuk itu kami
mengharapkan para pembaca tidak ada hentinya untuk membaca, mempelajari, dan
memahami sejarah ilmu pengetahuan.