49
Sejarah Hidup Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau. Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali). Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji. Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450

Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau.

Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau

Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).

Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.

Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194).

Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu

Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”

Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir

Page 2: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”

Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193-194).

Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.

Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).

Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).

Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191).

Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya

Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Page 3: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.

Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka, akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan akal. Beliau senang membedah dan meneliti kitab Ikhwanush Shafa. Kitab ini merupakan penyakit berbahaya dan racun yang mematikan. Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar A’lam Nubala 19/328).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada filsafat. Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami (ungkapan syar’i). Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya. Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa 4/164).

Polemik Kejiwaan Imam Ghazali

Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan. Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya.

Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al Arba’in, Al Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah. Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.

Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam sekitar 10 tahun. Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di menara barat masjid Jami’ Al Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al Hafshi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau

Page 4: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

tinggalkan jabatannya pada tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah. Kemudian kembali ke Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur. Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat. Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi. Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Al Qur’an, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah lainnya sampai meninggal dunia.

Masa Akhir Kehidupannya

Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”

Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/201).

BIOGRAFI HUJJATUL ISLAM AL-IMAM AL-GHAZALI RAHIMAHULLAHOleh: Pn. Zalina bt. Mat ZinSarjana Muda Sains (Bio Kesihatan) (U.M)Diploma Pend. (Sains dan Kemahiran Hidup) (I.P.G Raja Melewar)1.1 PENDAHULUANSegala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam, selawat dan salam ke atas junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW, rahmah bagi sekalian alam serta atas keluarga dan sahabat baginda sekaliannya. Bersyukur saya kehadrat Allah SWT kerana untuk julung kalinya saya diberi peluang untuk mengkaji dan membuat ulasan buku terhadap seorang tokoh yang amat disegani tidak hanya pada masa kegemilangan beliau bahkan sehingga masa kini.Peninggalan beliau bukanlah harta bertimbun yang menjadi rebutan,tetapi peninggalannya merupakan khazanah ilmu yang tidak dapat dinilai dengan sebarang material sekalipun. Ulasan saya yang tidak seberapa ini adalah hasil dari sebuah buku yang dapat saya namakan di sini sebagai ‘ Biografi Imam Al-Ghazali – Hujjatul Islam dan Pembaru Kurun ke-5 ( 450-505 Hijrah)’. Semoga apa yang dapat saya coretkan di sini mendapat teguran yang membina dari yang berhak.

Page 5: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

1.2 BIOGRAFI AL-GHAZALIHujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad At-Thusi, yang digelar dengan gelaran Zainuddin. Beliau dilahirkan di Thus dari iklim Khurasan pada tahun 450 Hijrah. Beliau berasal dari keluarga yang amat sederhana. Bapanya dari kalangan yang tidak berpelajaran, tidak pandai menulis. Beliau melakukan kerja menenun wool lalu dijual di kedainya di Thus. Walaupun tidak berpelajaran, tetapi beliau tidak mahu anak-anaknya mengikuti jejak langkah beliau. Sifat ini merupakan satu sifat yang mulia yang perlu ada dalam setiap diri individu muslim kerana umum mengetahui tentang kepentingan ilmu pengetahuan untuk kejayaan dunia dan akhirat. Menjelang saat-saat kematian, beliau telah mewasiatkan Al-Ghazali dan seorang saudaranya iaitu Ahmad kepada seorang ahli sufi yang merupakan sahabat beliau. Beliau berpesan agar sahabatnya memelihara kedua-duanya dan memberi mereka pendidikan sehingga habis harta peninggalannya nanti.Setelah bapanya meninggal dunia, maka tinggallah Al-Ghazali dan saudaranya bersama sahabat bapanya, seorang ahli sufi dan ahli kebaikan. Beliau mengajar kedua-duanya sehingga habis semua harta peninggalan orang tua beliau. Ahli sufi tersebut sudah tidak mampu lagi untuk membiayai mereka berdua, lalu meminta mereka untuk menuntut di sekolah supaya segala keperluan makan dan minum mereka terjaga.. Al-Ghazali akur dan itulah yang menjadi sebab kepada kebahagian dan ketinggian darjat mereka berdua.Ketika Al-Ghazali masih kanak-kanak lagi, beliau telah mempelajari pelbagai ilmu daripada ramai guru yang berada di serata tempat dan ceruk rantau. Pertamanya, beliau telah mempelajari beberapa tajuk dari fiqh di negeri Thus dengan Imam Ahmad Ar-Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan untuk belajar dari Imam Abi Nashr Al-Isma’ili. Selepas itu beliau kembali semula ke Thus.Kemudian Al-Ghazali datang ke ‘Nisabur’ dan telah mendekati Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini ( 419-478 Hijrah). Beliau telah belajar dengan bersungguh-sungguh dan berijtihad sehingga mahir dalam mazhab ( Syafi’i), perselisihan, debat, usuluddin, usul fiqh, mantiq, membaca hikmah dan falsafah. Beliau mampu menguasai seluruhnya sehingga beliau bangun berhujjah dan membatalkan sesetengah dakwaan mereka. Beliau telah menyusun kitab-kitab dari pelbagai aspek ilmu yang telah dipelajari dengan susunan yang baik dan kedudukan yang lebih unggul.Beliau merupakan seorang ilmuan yang sangat bijak, benar pandangannya, mempunyai fitrah yang menakjubkan, mempunyai ingatan yang kuat, daya tangkap yang tajam, pandangan yang mendalam dan berkebolehan menyelami makna-makna yang terperinci sehingga gurunya Al-Juwaini menyifatkannya dengan perkataannya: “ Al-Ghazali adalah lautan yang dalam”. Al-Hafiz ‘Abdul Ghafir bin Isma’il menyifatkan Al-Ghazali pada peringkat ini, bahawa beliau seorang yang bersungguh-sungguh dan berijtihad sehingga beliau dapat menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang singkat, mengalahkan generasi-generasinya. Inilah kelebihan yang terdapat dalam diri Imam Al-Ghazali. Beliau tidak pernah jemu menuntut ilmu dan beliau sentiasa ada kemahuan untuk mengetahui sesuatu ilmu secara lebih mendalam.Al-Gahazali menetap di Nisabur sehingga wafat Imam Al-Haramain pada tahun 478 Hijrah. Selepas itu, beliau telah merantau pula ke perkhemahan sultan untuk berjumpa dengan wazir “ Nazzam Al-Malik” yang majlis ilmunya dihadiri oleh ramai ulama dan ahli fashahah. Di sini merupakan tempat perdebatan ilmu dan beliau telah menonjolkan dirinya dengan mengalahkan lawannya sehingga beliau telah terkenal di seluruh daerah. Beliau tetap berada di perkhemahan sultan sehingga tahun 484 Hijrah. Beliau telah dilantik untuk mengajar di madrasah An-Nazzamiyyah di Baghdad. Lalu beliau pergi ke Iraq untuk menjalankan tugasnya di mana ketika itu umurnya mencecah tiga puluh empat tahun. Kedatangan beliau telah disambut dengan meriah.Orang ramai begitu kagum dengan keindahan perkataannya, kefasihan lidahnya, huraiannya

Page 6: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

yang terperinci dan isyarat-isyaratnya yang halus. Kehormatan dan kedudukannya semakin tinggi di Baghdad sehingga beliau telah mengalahkan kedudukan pembesar-pembesar ulama , pemimpin-pemimpin (umara’) dan darul khilafah. Beliau juga telah menjadi Imam Iraq selepas Imamah Khurazan yang tsiqah iaitu Abdul Ghafir. Sesungguhnya beliau telah mencapai kejayaan dan menikmati kamanisan dunia yang fana dengan keharuman nama dan kemasyhuran. Walaupun begitu, beliau tidak pernah berhenti dari menuntut ilmu. Justeru beliau telah mempelajari ilmu-ilmu halus ( Ad-Daqiqah) yang menyebabkan berlaku peralihan total dalam kehidupan beliau. Beliau telah menyedari bahawa tidak ada ketamakan dalam mencapai kebahagiaan akhirat melainkan dengan taqwa dan menjauhkan diri dari kehendak hawa nafsu. Untuk mencapai semua itu adalah dengan memutuskan hubungan hati dari dunia dan berpaling dari dunia yang memperdayakan,berpaling dari kedudukan dan harta benda serta melarikan diri dari segala kesibukan dan ikatan dunia lalu kembali kepada akhirat yang kekal dan menghadap hakikat kepentingan kepada Allah Ta’ala.Beliau telah membuat perhitungan ke atas segala amalan yang telah dilakukan selama ini dan beliau dapati yang paling baik ialah mengajar dan mendidik, tetapi beliau dapati dirinya menghadap kepada ilmu-ilmu yang tidak penting dan tidak mendatangkan manfaat di jalan akhirat. Selepas itu, beliau telah muhasabah tentang niat dalam pengajaran dan beliau dapati ia tidak ikhlas kerana Allah Ta’ala, bahkan faktor dan penggerak utamanya ialah mengejar kemewahan dan menyebarkan nama baik, maka beliau telah membuat kesimpulan bahawasanya beliau sedang berada di tepi jurang yang hampir runtuh dan beliau merasakan beliau akan jatuh ke dalam api neraka jika beliau tidak berusaha untuk merubah keadaan.Beliau telah berazam dan bertekad untuk keluar dari Baghdad tetapi beliau telah tewas dengan nafsunya sendiri sehingga 6 bulan beliau telah berperang dengan tarikan nafsu dan godaan syaitan. Pada bulan Rejab tahun 488 Hijrah, telah berlaku peristiwa yang menyebabkan beliau terpaksa meninggalkan tugas-tugasnya di mana beliau tidak mampu mengajar kerana kehilangan kata-kata. Setelah itu beliau bermujahadah kepada Allah agar dipulihkan dirinya agar beliau mampu mengajar pada suatu hari nanti untuk memperbaiki hati-hati manusia. Beliau sentiasa berdoa kepada Allah dan Allah telah memakbulkan doa orang yang menderita. Keadaan tersebut telah memudahkan dirinya berpaling dari kemewahan , harta benda, anak-anak dan sahabat-sahabat. Selepas itu beliau telah keluar menuju ke Makkah.Beliau telah meninggalkan Baghdad pada bulan Zulkaedah tahun 488 Hijrah dan telah menunaikan haji seterusnya menuju ke Syam. Di sana beliau telah menetap selama sepuluh tahun dan sebahagian waktunya dihabiskan di Baitul Maqdis. Kebanyakan waktu beliau digunakan untuk ber’uzlah dan khalwat, riyadhah ( latihan) dan mujahadah diri. Beliau sibuk mensucikan dan menjernihkan hatinya dengan berzikir kepada Allah Ta’ala dan beliau beri’tikaf di menara masjid Damsyiq sepanjang hari. Ketika ini beliau telah menyusun beberapa buah karangan yang terkenal seperti ‘Ihya’ Ulumuddin’ dan kitab-kitab yang diringkaskan daripadanya seperti Al-Arba’in dan risalah –risalah yang lain. Setelah ber’uzlah selama sepuluh tahun, beliau telah kembali ke negerinya iaitu Thus untuk meneruskan ‘uzlahnya. Namun di bawah desakan para wali dan permintaan yang berulang kali agar beliau keluar kepada manusia untuk mengajar, maka beliau pun keluar ke Nisabur untuk mengajar di Madrasah An-Nazzamiyyah pada bulan Zulkaedah tahun 499 Hijrah. Beliau telah memasang azam, tekad dan niat yang baru ketika keluar mengajar dan menyebarkan ilmu. Segala-gala yang dilakukan dengan tujuan yang berbeza sama sekali dengan yang sebelumnya. Ia adalah semata-mata kerana Allah dengan tekad untuk memperbaiki dirinya sendiri dan orang lain.Beliau menetap dan mengajar di Nisabur dalam jangka masa yang singkat. Setelah itu, beliau telah kembali ke rumahnya di Thus. Beliau telah menjadikan kawasan rumahnya sebagai madrasah penuntut ilmu dan mengkhaskannya untuk tasawwuf. Beliau telah membahagikan

Page 7: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

waktu kepada beberapa tugas iaitu menghafal Al-Quran, duduk dengan ahli-ahli hati, mengajar panuntut ilmu, mengerjakan solat dan puasa. Dengan demikian tidak pernah kosong waktunya dan orang-orang yang bersama dengannya dari perkara yang tidak berfaedah. Beliau telah meninggal dunia di Thus pada hari Isnin 14 Jamadil Akhir tahun 505Hijrah . Semoga Allah Ta’ala mencucuri rahmah ke atas rohnya,

BAB 2SUMBANGAN2.0 PENDAHULUANImam Al-Ghazali termasuk salah seorang dari tokoh-tokoh pemikir Islam yang mempunyai pelbagai pengetahuan dan kebudayaan yang luas. Beliau tidak menjurus kepada satu atau dua bidang ilmu dan pemikiran sahaja sebagaimana kebanyakan tokoh-tokoh Islam terkemuka yang lain.Jika disebut Ibnu Sina atau Al-farabi, maka akan terlintas di fikiran dua ahli falsafah agung dari ahli falsafah Islam dan jika disebut Imam Al-Bukhari , Muslim dan Ahmad, terlintas di fikiran tokoh-tokoh yang mempunyai kemampuan menghafal, amanah, teliti dan berpengetahuan. Tetapi berbeza sekali dengan Al-Ghazali, jika sebut namanya maka bercabanglah ilmunya dari seluruh aspek. Beliau adalah faqih yang bebas, Al-Ghazali mutakallim, Imam sunah dan pembelanya, Al-Ghazali yang berjiwa sosial, mengetahui hal ehwal alam, rahsia-rahsia diri dan selok belok hati. Beliau juga ahli falsafah yang bangkit menentang falsafah dan menyingkap apa yang ada padanya. Boleh dikatakan beliau adalah seorang lelaki yang mengetahui segala sesuatu dan dahaga kepada cabang-cabang pengetahuan.Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang mendalami sesuatu ilmu secara terperinci. Beliau terkenal sebagai hujjatul Islam dan Pembaharu iaitu beliau akan membuat pembaharuan atau pemahaman yang lebih jelas mengenai sesuatu ilmu yang diterokainya. Beliau berbeza dengan ulama-ulama lain yang mana usaha mereka menghafal apa yang diterimanya, mengulangi dan menukilnya. Bahkan beliau seorang alim yang aktif, maklumat yang diterimanya diteliti dan diuji sejauh mana kebenaran dan kebatilannya. Oleh itu, ada kalanya beliau menolak, merubah atau menjelaskan dan menghuraikan lalu membuat pembaharuan.

2.1 AL-GHAZALI DAN ILMU KALAMAl-Ghazali memberi sumbangan yang cukup besar dalam perkembangan Ilmu Kalam. Beliau telah mengarang begitu banyak penulisan berkaitan dengan Ilmu Kalam. Dalam penulisan beliau, Al-Ghazali banyak mematahkan hujah-hujah daripada pihak yang keterlaluan ketika membahaskan isu-isu yang timbul daripada perbincangan Ilmu Kalam. Al-Ghazali lebih tertarik membahaskan Ilmu Kalam menurut metodologi para sahabat dan juga Rasulullah. Beliau menguatkan hujah-hujahnya berteraskan Al-Quran, As-Sunah dan perbahasan para sahabat.Pernah disebut dalam sejarah, Imam Al-Ghazali tidak menyukai majlis-majlis perdebatan berkaitan Ilmu Kalam. Jika dijemput ke majlis seperti itu, beliau hanya berdebat dengan menggunakan metodologi yang tersebut di atas. Beliau berpendapat perdebatan yang diasaskan kepada hujah akal tanpa berpaksikan kepada sumber primer iaitu Al-Quran dan Assunnah hanya akan menambahkan lagi kerisauan dan kecelaruan dalam masyarakat Islam pada ketika itu.Justeru itu, Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ulumuddin ketika membincangkan berkaitan dengan teori dan konsep ilmu tidak meletakkan Ilmu Kalam sebagai satu ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat. Bahkan beliau menganggap sesiapa yang keterlaluan dalam membincangkan isu-isu berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah adalah termasuk di dalam

Page 8: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

golongan orang yang melakukan bid’ah di dalam Islam. Beliau menyatakan bahawa ilmu kalam tidak bermanfaat kepada manusia kerana dua sebab; pertama, ilmu ini tersimpang jauh dari matlamatnya yang utama iaitu mengenal Allah. Kedua, perbincangan ahli Ilmu Kalam terlalu jauh sehingga menyimpang daripada apa yang dibincangkan oleh para ulama’ salaf.

2.2 AL-GHAZALI DAN FALSAFAHPerbahasan berkaitan dengan isu-isu Ilmu Kalam telah membuka ruang kepada golongan munafiq dan musuh-musuh Islam menimbulkan keraguan kepada akidah dan pegangan umat Islam. Menyedari hakikat tersebut dan didorong atas rasa tanggungjawab setelah melihat tiada seorang pun ulama pada ketika itu bangun menentang musuh-musuh Islam yang menggunakan ilmu falsafah sebagai senjata utama melemahkan pegangan akidah umat Islam, Al-Ghazali bangun menentang hujah-hujah golongan tersebut.Pada mulanya, beliau langsung tidak mengetahui berkaitan dengan ilmu falsafah. Namun atas rasa tanggungjawab membela agama Allah, beliau mempelajari dengan semangat dan ketekunan yang tinggi. Beliau mengkaji penulisan-penulisan yang berkaitan dengan ilmu falsafah terutamanya ilmu falsafah Yunani. Dengan kesibukannya mengajar ilmu-ilmu agama, beliau menggunakan masa terluang untuk mempelajari ilmu falsafah secara individu tanpa berguru dengan mana-mana guru falsafah yang terkenal. Dengan niat yang ikhlas untuk membela agama Allah daripada serangan ilmu falsafah khususnya ilmu falsafah ketuhanan Yunani, Allah SWT memberikan kepadanya ilmu-ilmu berkaitan falsafah dalam tempoh masa yang singkat iaitu kurang dari dua tahun.Al-Ghazali memberikan sumbangan yang besar dalam bidang ini khususnya meneroka bidang baru berkaitan falsafah Islam. Setelah menganalisa ilmu falsafah yang dipelajarinya, Al-Ghazali membahagikan golongan yang membahaskan falsafah kepada tiga golongan; pertama, atheis, kedua, natural dan ketiga theologi. Golongan pertama ialah golongan yang mengingkari wujudnya pencipta yang mentadbir seluruh alam ini. Golongan kedua ialah golongan ilmuan yang banyak mengkaji berkaitan dengan tabiat, kejadian dan anatomi manusia, tumbuhan serta haiwan. Golongan ini mendakwa apabila mati mereka tidak akan hidup semula, justeru mereka menafikan adanya hari akhirat. Golongan ketiga adalah ahli theologi iaitu ahli yang membincangkan soal-soal ketuhanan seperti Plato, Aristotle dan Sokratus. Golongan ini membahaskan perkara-perkara berkaitan tuhan dengan bersumberkan akal.Selain itu, Al-Ghazali adalah orang pertama yang mengklasifikasikan semula ilmu falsafah kepada enam bahagian iaitu matematik, mantiq, fizik, ketuhanan, siasah dan akhlak. Matematik menurut Al-Ghazali ialah berkaitan dengan ilmu hisab dan kejuruteraan. Ia tidak berkaitan dengan perbahasan dari sudut agama. Mantiq pula ialah ilmu yang berkaitan dengan logik akal dan bagaimana akal sebagai agen penyusun hujah-hujah yang dikemukakan. Ilmu fizik pula berkaitan dengan kajian alam, langit, bintang-bintang, air, udara dan alam seluruhnya. Selain itu, ilmu ketuhanan dalam falsafah mengkaji aspek ketuhanan dari perspektif akal. Ilmu ketuhanan ini didasari oleh perbincangan mantiq dan logik. Ilmu ini menurut Al-Ghazali tersimpang daripada falsafah ketuhanan yang sebenar. Siasah menurut Al-Ghazali adalah perkara yang berkaitan dengan unsur-unsur keduniaan yang membantu manusia menjalani kehidupan seharian dengan lebih baik. Ilmu yang terakhir dalam ilmu falsafah menurut Al-Ghazali ialah akhlak iaitu ilmu yang berkaitan bagaimana seseorang menjalani kehidupan seharian dengan sikap dan peribadi yang mulia.Kepakaran Al-Ghazali dalam bidang falsafah tidak dapat disanggah lagi. Hakikat ini telah disuarakan oleh Dr Sulaiman Dunia, sarjana Islam terkenal dengan menyatakan bahawa perbahasan Al-Ghazali mengenai masalah-masalah falsafah adalah jauh lebih baik daripada perbahasan ahli-ahli falsafah sendiri. Justeru itu, dalam kitabnya Dr Sulaiman Dunia membuat kesimpulan bahawa metodologi yang diasaskan oleh Al-Ghazali adalah lebih jelas

Page 9: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

dan terperinci. Antara penulisan terkenal Al-Ghazali dalam bidang falsafah ialah Maqasid Al-falasifah, Al-Munqiz min aldhalal dan Tahafut Al-falasifah.Abu Hassan An-Nadawi juga menyifatkan Al-Ghazali sebagai seorang yang istimewa seperti yang diungkapkannya di dalam salah satu penulisannya ( “ ….dan kaum muslimin sangat memerlukan kepada pengarang dan pengkaji seperti ini, yang akan menghadapi falsafah dengan penuh keimanan dan kepercayaan, berfikiran bebas dan mempunyai keberanian ‘ilmiah untuk mengingkari kemaksuman falsafah, kequdusan dan kegeniusannya dan kedudukan mereka mengatasi kedudukan akal dan fikiran manusia biasa. Sifat ini dipunyai oleh Al-Ghazali seperti dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah, maka beliau datang pada waktunya dan memenuhi hajat zamannya”.).Kesimpulannya, Al-Ghazali memainkan peranan yang penting dalam perkembangan ilmu falsafah Islam. Beliau dapat menyelamatkan akidah umat Islam dari terus direntap oleh fahaman falsafah Ketuhanan Yunani yang tidak bertauhidkan kepada agama yang suci; Islam. Sekiranya Al-Ghazali tidak bangun untuk mempertahankan kemurnian Islam pada ketika itu, kemungkinan pada hari ini kita masih lagi mengagung-agungkan falsafah Yunani tanpa menyedari bahawa akidah kita telah terpesong secara halus. Nauzubillah min zalik.

2.3 AL-GHAZALI DAN TASAWWUFKita telah ketahui bahawa Al-Ghazali telah menjadi ahli falsafah kemudian beliau telah membongkar keburukan ilmu falsafah dan meneroka ilmu baru berkaitan falsafah. Beliau menyerang habis-habisan ilmu falsafah ketuhanan Yunani. Begitu juga dengan tasawwuf. Apabila beliau melibatkan diri menjadi sebahagian dari ahli sufi, beliau sekali lagi membersihkan tasawwuf daripada perkara-perkara kurafat dan daripada perkara yang terkeluar dari pengamalan agama Islam yang sebenar. Namun begitu dalam bidang tasawwuf, Al-Ghazali mempunyai guru. Antara gurunya yang termashur ialah Al-Junaid dan Al-Harith Al-Muhasibin. Al-Ghazali dilihat tidak pernah berdiam diri apabila menyedari pengamalan tasawwuf yang diamalkan oleh segelintir masyarakat pada zamannya terpesong daripada ajaran Islam. Beliau dengan tegas menjelaskan, menghuraikan dan memberikan konsep yang tepat kepada masyarakat pada zamannya. Selain itu, jika Al-Ghazali menyedari kesalahan yang dilakukan oleh masyarakat dalam bidang tasawwuf, beliau akan melemparkan kritikan yang membina yang bertujuan untuk membetulkan kesalahan dan menghalang daripada penyelewengan yang berlaku berterusan sehingga mencemarkan kemurnian Islam.Setelah penelitian kritis yang dilakukan oleh AL-Ghazali beliau mendapati ahli sufi pada zamannya terpesong daripada jalan sebenar akibat daripada kecetekan dan kejahilan terhadap ilmu yang berpunca daripada kesibukan mereka beribadat semata-mata. Justeru itu, Al-Ghazali telah mencadangken kepada khalayak pada ketika itu supaya mendalami dan menguasai ilmu yang berkaitan dengan tasawwuf sebelum tekun beribadah. Ini menjamin pengamalnya tidak tersimpang daripada jalan yang sebenar. Sebagai buktinya, jika ditinjau metodologi penulisan Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ulumuddin kita akan dapati bahawa Al-Ghazali memulakan kitabnya dengan perbahasan berkaitan teori dan konsep ilmu, kemudian beliau membahaskan berkaitan dengan fiqh ibadah atau konsep ibadah menurut perspektif hukum Islam. Selepas itu, Al-Ghazali menulis berkaitan dengan fiqh muamalah iaitu teori, hukum yang berlaku dalam kehidupan seharian. Selepas menerangkan teori-teori penting berkaitan dengan ilmu, ibadah dan muamalat, barulah Al-Ghazali membincangkan aspek-aspek tasawwuf seperti hati, sabar dan sifat-sifat lain yang berkaitan dengan zuhud dan peribadi mulia.Antara penulisan terkenal Al-Ghazali dalam bidang tasawwuf ialah kitab Ihya’ulumuddin. Kitab ini telah menjadi rujukan penting ilmu fiqh dan tasawwuf di serata dunia dari zaman penulisannya hingga ke hari ini. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain seperti Bahasa Melayu , Parsi, Urdu, Bahasa Inggeris dan Bahasa Perancis. Selain itu, kitab

Page 10: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

ini menjadi sumber rujukan ulama’ di rantau alam melayu. Hasilnya lahirlah kitab Siyar assalikin dan Hidayatul salikin serta lain-lain kitab tasawwuf yang ditulis oleh ulama’-ulama; kelahiran Nusantara seperti ulama’ kelahiran Patani, Palembang dan semenanjung tanah melayu. Antara pendorong Al-Ghazali menulis kitab ini ialah kerana kesedarannya yang tinggi terhadap penyelewengan teori dan konsep fiqh serta tasawwuf dalam masyarakat. Kitab ini secara terperinci menjelaskan hubung kait antara fiqh dan tasawwuf. Metodologi Al-Ghazali ketika menulis kitab ini ialah dengan merujuk pertamanya kepada sumber primer iaitu Al-Quran dan Sunah. Kemudian diikuti dengan athar-athar sahabat dan tabi’in. Setelah merujuk pada sumber primer dan sekunder barulah Al-Ghazali mengutarakan pemikirannya terhadap konsep yang ditulisnya.Kehadiran kitab Ihya’ulumuddin memberi implikasi besar dalam pengajian tasawwuf. Sumbangan ini adalah cukup besar dalam bidang tasawwuf kerana Al-Ghazali telah memurnikan semula ilmu tasawwuf daripada kesesatan dan bid’ah.

2.4 AL-GHAZALI DAN ILMU FIQHKitab Ihya’ulumuddin bukan sekadar membawa pembaharuan dalam bidang tasawwuf bahkan membawa pembaharuan dalam bidang penulisan ilmu fiqh. Jika diteliti, kita akan dapati Al-Ghazali menerokai metodologi penulisan baru fiqh yang berasaskan kepada gabungan antara ilmu fiqh dan tasawwuf. Selain itu gaya bahasanya cukup menarik dengan menggunakan susunan tatabahasa yang mudah. Di dalamnya kita dapat membaca fiqh dan tasawwuf dalam waktu yang sama. Sebagai contoh, ketika menghuraikan berkaitan solat, Al-Ghazali bukan sekadar menulis berkaitan teori dan amali perlakuan solat berserta rukun-rukunnya, bahkan beliau juga menekankan soal kehadiran hati, khusyuk dan khuduk dalam perlakuan solat.Perbahasan berkaitan kehadiran hati, khusyuk dan khuduk adalah intipati daripada ilmu tersebut. Selain itu, ketika Al-Ghazali menulis berkaitan muamalat. beliau bukan sahaja mengkhususkan berkaitan teori jual beli dan untung, bahkan beliau menulis berkaitan dengan keperluan-keperluan kaum muslimin yang perlu dipenuhi sebagai tuntutan fardu kifayah dan mutiara nasihat kepada pembekal dan pembeli ketika melaksanakan urusan muamalat. Kesimpulannya, kehadiran kitab Ihya’ulumuddin membuka dimensi baru metodologi penulisan fiqh dan tasawwuf, Penggabungan ini membawa faedah besar dalam kehidupan seharian manusia.sumber : http://lebaiyusri.blogspot.com/2008/11/biografi-imam-al-ghazali rahimahullah.htmlSumbangana.Imam Al-Ghazali berpendapat bahawa, untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan diamalkan dengan baik dan ikhlas hanya kerana Allah S.W.T.b.Imam Al-Ghazali adalah seorang merupakan ahli fikir Islam yang telah meninggalkan jasa yang dapat di nilai melalui hasil-hasil karyanya.c.Beberapa hasil karya Imam Al-Ghazali telah diterjemahkan ke dalam berbagai-bagai bahasa Eropahuntuk dijadikan rujukan kepada penuntut-penuntut di pusat-pusat pengajian tinggi.d.Hasil karya beliau yang terkenal ialah Ihya Ulumiddin yang merangkumi ilmu akidah, fikah,falsafah, akhlak dan tasawuf.e.Segala hasil-hasil tulisan beliau telah mempengaruhi ahli fikir Islam selepasnya, seperti Jalaluddin ar-Rumi, Syeikh Al-Ashraf, Ibnu Rusyd dan Syah Waliyullah.f.Kebanyakkan hasil-hasil karya Imam Al-Ghazali berbentuk falsafah. Oleh hal yang demikian pengkaji-pengkaji Barat menganggap, Imam Al-Ghazali adalah seorang ahli falsafah. Antara hasil hasilkarya beliau yang lain termasuklah:

Page 11: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

i. Ihya Ulumiddin. ii. Al-Munqiz Min ad-Dalaliii. Mizanul-amal. iii.Tahafut al-Falasifahiv.Hidayah Al-Salikin v.Jawahir Al-Quran.vi. Minhaj al-Abidin vii. Asma Allah al-Husnaviii. Ayyuha al-Walad ix. Kimia as-Sa’adah.Sumber : www.sabah.edu.myBerkata Shaikh Muhyiddin Abdul Qadir Jilani Radhiallahu ‘Anh:Orang yang tidak boleh menemui pengetahuan (ma’rifat ketuhanan) ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang bolehdiharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sanasemua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentukcahaya. Tidak kira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyatayang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak membantu seseorang untuk masukkepada suasana kesucian dan mulia, iaitu kehampiran dengan Allah, keranaseseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlukepada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana denganmenggunakan dua sayap, iaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidakpernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa sahaja yangditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Kujangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak jugayang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.Contoh terbaik kepada gambaran di atas adalah Imam Ghazali sebelum beliau mengambil Toriqat Sufiyyah dan ilmu ma’rifat ketuhanan. Beliau sudah bergelar Hujjatul Islam dan menjadi rujukan puluhan ribu penuntut seluruh dunia, namun beliau mendapati diri beliau belum mendapat keikhlasan dan tiada khusyu dalam Ibadah. Begini pengakuan beliau:“Aku lihat diriku tenggelam dalam samudera godaan dan rintangan. Segala pekerjaanku dan yang terbaik ialah mengajar dan mendidik kutinjau sedalam-dalamnya. Jelas, aku sedang memperhatikan beberapa ilmu yang tidak penting untuk perjalanan ke akhirat.Apa niat dan tujuanku dengan mengajar dan mendidik, nyatalah tidak sebenarnya ikhlas yang murni kerana Allah Taala, melainkan dicampuri oleh pengaruh ingin kepada kedudukan dan kemasyuran. Maka terasalah kepadakuu bahwa aku sedang berdiri dipinggir jurang yang curam , diatas tebing yang hampir gugur.Aku akan dijatuh ke neraka jika tidak segera merubah sikap. (Munqiz Ala-Dholal)Itulah pengakuan sebenar daripada seorang hamba yang bergelar Hujjatul Islam yang menjadi Guru besar Universiti Nizamiyyah, yang menghafal ratusan ribu hadis, mahir didalam Ilmu Fiqh, Ilmu Hadis, Nahu, Sarf, Mantiq, Bayan dan banyak lagi. Seluruh ilmu syari’at zahirnya tidak membantu beliau menjadi tawadhu’ dan khusyu kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya semua ilmu itu menjadikan beliau merasa ria’ dan bertujuan mencari pangkat.Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk berbai’ah dan menjalani Ilmu Toriqat Sufiyyah. Setelah bersuluk dan berkhalwah selama 11 tahun dengan meninggalkan seluruh urusan dunianya dan pangkat kebesaran dan kekayaannya, Allah Ta’ala mengurniakan beliau Ilmu Laduni dan Kasyaf sehingga terbuka kepada hakikat Ketuhanan.Beliau berucap :“Selama waktu berkhalwah itu, terbukalah bagiku rahsia yang terhitung banyknya, tak mungkin di istiqsa (membahas jauh dan dalam). Yang aku katakan untuk mengambil manfaatnya ialah, aku benar-benar yakin, kaum Sufiyyah itulah yang sebenarnya telah menempuh jalan yang dikehendaki Allah Taala. Merekalah yang paling utama cara-cara hidupnya, paling tepat tindak lakunya dan paling tinggi budi pekertinya.sumber : bicaramuslim.com

Page 12: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Karya-Karyanya Al-Imam Al-Ghazali

*Nama karya beliau ini diambil secara ringkas dari kitab Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah, karya Dr. Abdurrahman bin Shaleh Ali Mahmud 2/623-625, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/203-204

Beliau seorang yang produktif menulis. Karya ilmiah beliau sangat banyak sekali. Di antara karyanya yang terkenal ialah:

Pertama, dalam masalah ushuluddin dan aqidah:

1. Arba’in Fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an.2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama.

3. Al Iqtishad Fil I’tiqad.

4. Tahafut Al Falasifah. Berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah.

5. Faishal At Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah.

Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat banyak. Secara ringkas dapat kita kutip yang terkenal, di antaranya:

(1) Al Mustashfa Min Ilmil Ushul. Merupakan kitab yang sangat terkenal dalam ushul fiqih. Yang sangat populer dari buku ini ialah pengantar manthiq dan pembahasan ilmu kalamnya. Dalam kitab ini Imam Ghazali membenarkan perbuatan ahli kalam yang mencampur adukkan pembahasan ushul fikih dengan pembahasan ilmu kalam dalam pernyataannya, “Para ahli ushul dari kalangan ahli kalam banyak sekali memasukkan pembahasan kalam ke dalamnya (ushul fiqih) lantaran kalam telah menguasainya. Sehingga kecintaannya tersebut telah membuatnya mencampur adukkannya.” Tetapi kemudian beliau berkata, “Setelah kita mengetahui sikap keterlaluan mereka mencampuradukkan permasalahan ini, maka kita memandang perlu menghilangkan dari hal tersebut dalam kumpulan ini. Karena melepaskan dari sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sangatlah sukar……” (Dua perkataan beliau ini dinukil dari penulis Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al Mustashfa hal. 17 dan 18).

Lebih jauh pernyataan beliau dalam Mukaddimah manthiqnya, “Mukadimah ini bukan termasuk dari ilmu ushul. Dan juga bukan mukadimah khusus untuknya. Tetapi merupakan mukadimah semua ilmu. Maka siapa pun yang tidak memiliki hal ini, tidak dapat dipercaya pengetahuannya.” (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al Mustashfa hal. 19).

Kemudian hal ini dibantah oleh Ibnu Shalah. beliau berkata, “Ini tertolak, karena setiap orang yang akalnya sehat, maka berarti dia itu manthiqi. Lihatlah berapa banyak para imam yang sama sekali tidak mengenal ilmu manthiq!” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Demikianlah, karena para sahabat juga tidak mengenal ilmu manthiq. Padahal pengetahuan serta pemahamannya jauh lebih baik dari para ahli manthiq.

(2) Mahakun Nadzar.

(3) Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini berbicara tentang mantiq dan telah dicetak.

Page 13: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

(4) Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdulkarim Ali Utsman.

(5) Misykatul Anwar. Dicetak berulangkali dengan tahqiq Abul Ala Afifi.

(6) Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma Allah Al Husna. Telah dicetak.

(7) Mizanul Amal. Kitab ini telah diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman Dunya.

(8) Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Oleh para ulama, kitab ini diperselisihkan keabsahan dan keontetikannya sebagai karya Al Ghazali. Yang menolak penisbatan ini, diantaranya ialah Imam Ibnu Shalah dengan pernyataannya, “Adapun kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, bukanlah karya beliau. Aku telah melihat transkipnya dengan khat Al Qadhi Kamaluddin Muhammad bin Abdillah Asy Syahruzuri yang menunjukkan, bahwa hal itu dipalsukan atas nama Al Ghazali. Beliau sendiri telah menolaknya dengan kitab Tahafut.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329).

Banyak pula ulama yang menetapkan keabsahannya. Di antaranya yaitu Syaikhul Islam, menyatakan, “Adapun mengenai kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, sebagian ulama mendustakan penetapan ini. Akan tetapi para pakar yang mengenalnya dan keadaannya, akan mengetahui bahwa semua ini merupakan perkataannya.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Kitab ini diterbitkan terakhir dengan tahqiq Riyadh Ali Abdillah.

(9) Al Ajwibah Al Ghazaliyah Fil Masail Ukhrawiyah.

(10) Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati An Nafsi.

(11) Qanun At Ta’wil.

(12) Fadhaih Al Bathiniyah dan Al Qisthas Al Mustaqim. Kedua kitab ini merupakan bantahan beliau terhadap sekte batiniyah. Keduanya telah terbit.

(13) Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab ini telah diterbitkan berulang kali dengan tahqiq Muhammad Al Mu’tashim Billah Al Baghdadi.

(14) Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus Salikin, diterbitkan dengan tahqiq Muhammad Bahit.

(15) Ar Risalah Alladuniyah.

(16) Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan sebagian kaum muslimin di Indonesia. Para ulama terdahulu telah berkomentar banyak tentang kitab ini, di antaranya:

Abu Bakar Al Thurthusi berkata, “Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya’ dengan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasail Ikhwanush Shafa. Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.” (Dinukil Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/334).

Page 14: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Dalam risalahnya kepada Ibnu Mudzaffar, beliau pun menyatakan, “Adapun penjelasan Anda tentang Abu Hamid, maka saya telah melihatnya dan mengajaknya berbicara. Saya mendapatkan beliau seorang yang agung dari kalangan ulama. Memiliki kecerdasan akal dan pemahaman. Beliau telah menekuni ilmu sepanjang umurnya, bahkan hampir seluruh usianya. Dia dapat memahami jalannya para ulama dan masuk ke dalam kancah para pejabat tinggi. Kemudian beliau bertasawuf, menghijrahi ilmu dan ahlinya dan menekuni ilmu yang berkenaan dengan hati dan ahli ibadah serta was-was syaitan. Sehingga beliau rusak dengan pemikiran filsafat dan Al Hallaj (pemikiran wihdatul wujud). Mulai mencela ahli fikih dan ahli kalam. Sungguh dia hampir tergelincir keluar dari agama ini. Ketika menulis Al Ihya’ beliau mulai berbicara tentang ilmu ahwal dan rumus-rumus sufiyah, padahal belum mengenal betul dan tidak memiliki keahlian tentangnya. Sehingga dia berbuat kesalahan fatal dan memenuhi kitabnya dengan hadits-hadits palsu.” Imam Adz Dzahabi mengomentari perkataan ini dengan pernyataannya, “Adapun di dalam kitab Ihya’ terdapat sejumlah hadits-hadits yang batil dan terdapat kebaikan padanya, seandainya tidak ada adab dan tulisan serta zuhud secara jalannya ahli hikmah dan sufi yang menyimpang.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/339-340).

Imam Subuki dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah (Lihat 6/287-288) telah mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al Ihya’ dan menemukan 943 hadits yang tidak diketahui sanadnya. Abul Fadhl Abdurrahim Al Iraqi mentakhrij hadits-hadits Al Ihya’ dalam kitabnya, Al Mughni An Asfari Fi Takhrij Ma Fi Al Ihya Minal Akhbar . Kitab ini dicetak bersama kitab Ihya Ulumuddin. Beliau sandarkan setiap hadits kepada sumber rujukannya dan menjelaskan derajat keabsahannya. Didapatkan banyak dari hadits-hadits tersebut yang beliau hukumi dengan lemah dan palsu atau tidak ada asalnya dari perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka berhati-hatilah para penulis, khathib, pengajar dan para penceramah dalam mengambil hal-hal yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin.

(17) Al Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi biografinya.

(18) Al Wasith.

(19) Al Basith.

(20) Al Wajiz.

(21) Al Khulashah. Keempat kitab ini adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah yang beliau tulis. Imam As Subki menyebutkan 57 karya beliau dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/224-227.

Aqidah dan Madzhab Beliau

Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari karyanya Al Wasith, Al Basith dan Al Wajiz. Bahkan kitab beliau Al Wajiz termasuk buku induk dalam mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi Asy Syafi’i.”

Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam

Page 15: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah.

Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau? Memang agak sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah sesuatu, kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya.

Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.”Bughyatul Murtad hal. 110). (Lihat Mukadimah kitab

Adapun orang yang menelaah kitab dan karya beliau seperti Misykatul Anwar, Al Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal, Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al Maqshad Al Asna, Jawahirul Qur’an dan Al Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud menjelaskan tasawuf Al Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal kepribadian Al Ghazali ada dua perkara:

Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga aqidah. Yang pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya. Kedua, beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara pengetahuannya. Bila demikian, Al Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan rahasia dalam aqidahnya.

Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang selalu mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asyariyah 2/628).

Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan hasil penelitian dan pendapat para peneliti pemikiran Al Ghazali, bahwa tasawuf Al Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang menyatukan pemikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan Parsi. Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat Al Mausu’ah Al Muyassarah Fi Al Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzab Al Mu’ashirah, karya Dr. Mani’ bin Hamad Al Juhani 2/928-929). Sebenarnya inilah yang dikembangkan beliau akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian juga dijelaskan pentahqiq kitab Bughyatul Murtad dalam mukadimahnya. Setelah menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan mengatakan, “Bantahan Ibnu Taimiyah terhadap Al Ghazali didasarkan kejelasannya mengikuti filsafat dan terpengaruh dengan sekte Bathiniyah dalam menta’wil nash-nash, walaupun beliau membantah habis-habisan mereka, seperti dalam kitab Al Mustadzhiri. Ketika tujuan kitab

Page 16: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

ini (Bughyatul Murtad, pen) adalah untuk membantah orang yang berusaha menyatukan agama dan filsafat, maka Syaikhul Islam menjelaskan bentuk usaha tersebut pada Al Ghazali. Yang berusaha menafsirkan nash-nash dengan tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan pokok-pokok ajaran ahli Isyraq (pengikut filsafat neo-platonisme).” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad hal. 111).

Tetapi perlu diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan menekuni Shahih Bukhari dan Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Penulis Jawahirul Qur’an (Al Ghazali, pen) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau menyibukkan diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam keadaan demikian. Wallahu a’lam.”

Tags: al-ghazaliPrev: Abul Wafa Muhammad Al Buzjani Next: Muhamad Ibn Maslamah

Al-Ghazali sepintas lalu:

1058 - Lahir di Gazalah dekat Tus, Khurasan, bahagian utara Iran

1077-1085 - Berguru kepada al-Juwani (m. 1085 M), ahli fiqh dan Guru Besar Madrasah Nizamiyah

1090-1094 - Belajar dan mendalami bidang falsafah

1091 - Mengajar di Madrasah Nizamiyah, Baghdad

1095 - Menghadapi ‘konflik batin’, krisis kepercayaan dan sakit

1095-1105 - Meninggalkan Baghdad, melakukan pengembaraan sipiritual dan menjalani hidup zuhud

1106 - Kembali ke Nisabur dan mengajar di Madrasah Maimunah Nizamiyah

1108 - Meninggalkan Nisabur dan mendirikan sekolah sufi di Tus

1111 - Meninggal dunia di Tus[/box]

Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali lebih dikenali sebagai ulama tasawuf dan akidah. Oleh sebab itu sumbangannya terhadap bidang falsafah dan ilmu pengetahuan lain tidak boleh dinafikan. Al-Ghazali merupakan seorang ahli sufi yang bergelar "hujjatui Islam".

Page 17: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Abu Hamid Ibnu Muhammad al-Tusi al-Ghazali itulah tokoh yang dilahirkan di Tus, Pars! pada tahun 450 Hijrah. Sejak kecil lagi, beliau telah menunjukkan keupayaan yang luar biasa dengan menguasai berbagai-bagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau bukan sahaja produktif dari segi menghasilkan buku dan karya tetapi merupakan seorang ahli fikir Islam yang terulung. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan begitu mendalam sehingga mendorongnya menggembara dan merantau dari sebuah tempat ke tempat yang lain untuk berguru dengan ulama-ulama yang hidup pada zamannya. Sewaktu berada di Baghdad, Al-Ghazali telah dilantik sebagai Mahaguru Universiti Baghdad. Walaupun telah bergelar mahaguru tetapi beliau masih merasakan kekurangan pada ilmu pengetahuan yang dimiliki. Lantaran itu, beliau meninggalkan jawatannya dan beralih ke bidang tasawuf dengan merantau ke Makkah sambil berguru dengan ahli-ahli sufi yang terkenal disana Selain belajar dan mengkaji,. Al-Ghazali juga banyak menulis. Dianggarkan beliau telah menulis 300 buah buku mencakupi pelbagai bidang ilmu pengetahuan seperti mantik, akhlak, tafsir, ulumul Quran, falsafah, dan sebagainya. Walau bagaimanapun, sebahagian besar hasil tulisannya telah hangus dibbakar oleh tentera Moghul yan menyerang kota Baghdad. Antara kitab yang musnah termasuk: 40 Jilid Tafsir, Sirrul Alamain (Rahsia Dua Dunia), dan al Madhnuuna bihi ala Qhairiha (Ilmu Yang Harus Disembunyikan Dari Orang'orang Yang Bukan Ahlinya,). Cuma 84 buah buku tulisan beliau yang berjaya diselamatkan seperti Al Munqiz Mm al Dhalal (Penyelamat Kesesatan), Tahafut al Falsafah (Penghancuran Falsafah), Mizanul Amal (Timbangan Amal), Ihya Ulumuddin (Penghidupan Pengetahuan), Mahkun Nazar fMengenai Ilmu Logik), Miyarul Ilmu, dan Maqsadil Falsafah (Tujuan Falsafah). Meskipun Al-Ghazali banyak menulis mengenai falsafah tetapi beliau tidak dianggap sebagai seorang ahli falsafah. Malah kebanyakan penulis menggolongkan Al-Ghazali sebagai seorang yang memerangi dan bersikap antifalsafah. Pandangan ini berdasarkan tulisan Al-Ghazali dalam buku Tahafut Falsafah yang banyak mengkritik dan mengecam falsafah. Bahkan dalam buku tersebut, Al-Ghazali menyatakan tujuan menyusun buku itu adalah untuk menghancurkan falsafah dan menggugat keyakinan orang terhadap falsafah. Namun begitu, pandangan bahawa Al-Ghazali seorang yang antifalsafah tidak dipersetujui oleh beberapa orang sarjana. Biarpun tidak ada seorang pun yang boleh menafikan kecaman Al-Ghazali terhadap falsafah seperti yang ditulis dalam buku Tahafut Falsafah itu tetapi perlu diingat- kan bahawa sikap skeptis (ragu) dan kritikannya terhadap falsafah merupakan sebahagian proses ilmu falsafah itu sendiri. Hal ini kerana tugas ahli falsafah bukan semata-mata untuk mencari kebenaran dan penyelesaian terhadap sesuatu masalah tetapi juga mencabar serta membantah penyelesaian yang dikemukakan terhadap permasalahan tersebut. Kalau menyelusuri perjalanan hidup Al-Ghazali maka akan didapati bahawa beliau merupakan ilmuwan Islam pertama yang mendalami falsafah dan kemudian mengambil sikap mengkritiknya. Walaupun Al-Ghazali kurang senang dengan falsafah dan ahli filsafat tetapi dalam buku Maqasid al Falasifah., beliau telah mengemukakan kaedah falsafah untuk menghuraikan persoalan yang berkaitan dengan logik, ketuhanan, dan fizikal. 

Page 18: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Menurut Al-Ghazali, falsafah boleh dibahagikan kepada enam ilmu pengetahuan ialah matematik, logik, fizik, metafizik, politik, dan etika. Bidang-bidang ini kadangkala selari dengan , agama dan kadangkala pula sangat berlawanan dengan agama. Namun begitu, agama Islam tidak menghalang umatnya daripada mempelajari ilmu pengetahuan tersebut sekiranya mendatangkan kebaikan serta tidak menimbulkan kemudaratannya. Umpamanya agama tidak melarang ilmu matematik kerana ilmu itu merupakan hasil pembuktian fikiran yang tidak boleh dinafikan selepas ia difahami. Cuma bagi Al-Ghazali, ilmu tersebut boleh menimbulkan beberapa persoalan yang berat. Antaranya ialah ilmu matematik terlalu mementingkan logik sehingga boleh menyebabkan timbul persoalan yang berkaitan dengan ketuhanan khususnya mengenai perkara yang tidak dapat dihuraikan oleh akal fikiran. Menurut Al-Ghazali tidak salah berpegang kepada logik tetapi yang menjadi masalahnya ialah golongan falsafah yang terlalu berpegang kepada logik, hendaklah membuktikan fakta termasuk perkara yang berhubung dengan ketuhanan atau metafizik. Sebab itulah beliau menentang golongan ahli falsafah Islam yang cuba mengungkap kejadian alam dan persoalan ketuhanan menggunakan pemikiran daripada ahli falsafah Yunani. Beberapa orang ahli falsafah Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi jelas terpengaruh akan idea pemikiran falsafah Aristotle. Maka tidak hairanlah ada antara pandangan ahli falsafah itu bertentangan dengan ajaran Islam yang boleh menyebabkan kesesatan dan syirik. Terdapat tiga pemikiran falsafah metafizik yang menurut Al-Ghazali amat bertentangan dengan Islam iaitu qadimnya alam ini, tidak mengetahui Tuhan terhadap perkara dan peristiwa yang kecil, dan pengingkaran terhadap kebangkitan jasad atau jasmani. Al-Ghazali tidak menolak penggunaan akal dalam pembicaraan falsafah dan penghasilan ilmu pengetahuan yang lain. Sebaliknya beliau berpendapatan bahawa ilmu kalam dan penyelidikan menggunakan fikiran boleh menambahkan keyakinan dan menyalakan apt keimanan pada hati orang bukan Islam terhadap kebenaran ajaran Islam. Jadi, perkembangan sesuatu ilmu pengetahuan bukan sahaja bersandarkan kepuasan akal fikiran tetapi juga perlu mengambil kira aspek perasaan dan hati nurani. Al-Ghazali menganjurkan supaya umat Islam mencari kebenaran dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber yang utama bukannya melalui proses pemikiran dan akal semata-mata. Jadi, apa yang cuba dilakukan oleh Al-Ghazali ialah memaparkan kesalahan dan kepalsuan bidang pengetahuan yang bercanggah dengan agama serta bertentangan dengan pendirian umat Islam. Sekali gus menunjukkan bahawa Al-Ghazali sebenarnya merupakan seorang ahli falssafah Islam yang mencari kebenaran dengan berpandukan al-Quran dan hadis tidak sebagaimana pemikiran serta permainan logik yang lazim digunakan ahli falsafah Yunani. Perkara yang ditentang oleh Al-Ghazali bukan ahli falsafah dan pemikiran yang dibawakan oleh mereka tetapi kesalahan, kesilapan, dan kesesatan yang dilakukan oleh golongan tersebut. Pada Al-Ghazali, tunjang kepada pemikiran falsafah ialah al-Quran itu sendiri.

Wassalam.

Page 19: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

SEHARI BERSAMA AL-GHAZALI

Hari itu, aku berjumpa al-Ghazali. Janggutnya panjang, renungan matanya tajam, badannya kurus, pipinya cengkung, kelibatnya agung sekali. Orang yang khalis, matanya tajam penuh bercahaya dek menjaga daripada melihat perkara yang mungkar, alangkah, jauhnya jika dibandingkan dengan aku. Badannya yang kurus dan pipinya yang cengkung tanda seorang yang suka berpuasa dan mendambakan diri sepenuhnya kepada dunia keilmuan. Siapa tidak kenal beliau, tulisannya merata di dunia ini.

“Semua orang mengenali tuan. Tulisan tuan yang sudah lama,namun masih relevan danmasih ditatap sehingga sekarang. Kata-kata tuan sungguh berisi dan bermakna, apa rahsianya?” aku bertanya sekadar inginkan kepastian.

Beliau kulihat menundukkan kepala, beristighfar seketika, tanda merendah diri dan tawadahu’ seorang alim yang wara’. Alim itu tanda orang yang menguasai ilmu dalam kepala dan ingatannya. Faqih itu tanda orang hikmah yan memahami secara isi dalam, bukan sahaja kulit luar. Wara’ itu tanda orang yang menjauhi perkara syubhat apa lagi perkara haram. Zuhud itu tanda orang yang memalingkan keinginannya daripada keduniaan yang mencengkam. Tawadhu’ itu tanda orang yang sentiasa sedar dirinya hanya dari air mani yang hina, tidak lebih dari itu. Abid itu tanda orang yang selera dan ghairah beribadat serta sentiasa tenggelam dalam kerinduan bercinta dengan Tuhan Yang Maha Pengasih. Mukhlis itu tandaornag yang mengejar akhirat sehingga terlupa dunia. Semua itu ada pada a-Ghazali, yang membuatkan seluruh dunia jatuh segan dengan peribadi beliau.

“Aku mengenali Allah sebagai Tuhanku, lalu aku mengembara dalam mencari rahsia hidup yang sebenar, sehingga aku mengerti, bahawa dunia ini hanyalah fatamorgana,” balasnya sedikit sedangkan air matanya kelihatan mengalis membasahi pipinya.

Alangkah, apakah aku mengenali Allah? Persoalan itu kian membuatkan nafas aku termengah-mengah, aku terduduk. Apakah aku mengenali Allah sebagaimana al-Ghazali mengenali zat-Nya yang Maha Quddus? Apakah aku hanya mengenali Allah sebagai pemberi pahala dan dosa, bukannya Tuhan yang harus kucinta? Apakah aku hanya mengenali Allah sebagai Tuhan yang memiliki syurga dan neraka sedangkan aku terlupa Allah sebagai Tuhan yang harus kurindu sepanjang masa?

“Dan barangsiapa mengharapkan pertemuan yang baik dengan Tuhannya kelak, maka hendaklah ia beramal soleh dan jangan ia mensyirikkan-Nya dengan segala sesuatu” (Al-Kahfi)

“Apakah tanda orang yang tawadhu’ itu tuan?” aku bertanya lagi ingin mendapatkan kepastian.

“Wahai anak muda, tidakkah engkau memerhatikan kalam Ibn ‘Ataillah? Tanamlah kewujudan dirimu dalam bumi yang terpencil, maka sesungguhnya sesuatu yang tidak ditanam, maka tidak sempurna natijahnya”, al-Ghazali sekali membuatkan aku terkedu. Menanam kewujudan diri, agar tidak gila mencari kemasyhuran, tidak gila ingin mendapat harta dan pangkat, tidak gila namanya disebut-sebut. Ya,barangsiapa mengejar dunia, dunia akan mendatanginya sedangkan akhirat menjauhkan diri. Barangsiapa mengejar akhirat, maka akhirat dan dunia, kedua-duanya akan berlari mendapatkannya.

Page 20: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

“Bagaimana pula dengan orang yang khauf?”. Al-Ghazali sekali lagi menundukkan kepala, lalu ia menangis teresak-esak. Tangisannya semakin lama semakin membingit, semakin banyak air mata yang tumpak dan bahunya terangkat-angkat menahan sebak. Aku panik dibuatnya, tetapi inilah realiti orang yang soleh, sentiasa takut dengan janji-janji azab dari Allah. Mereka mengerti Allah Maha Pengampun,tetapi mereka juga sangat memahami bahawa seksaan Tuhan amatlah perit tidak tertanggung.“Anakku, Ibn Mas’ud menyebut, orang mukmin melihat dirinya yang berdosa seperti ia berada di bawah bukit, takut bukit itu akanmenimpa dirinya. Sedangkan orang munafiq melihat dosanya seperti lalat yang singgah di hidung”. Aku tergamam mendengarnya. Aku semakin takut, kerana aku sedar dosaku bertimbun banyaknya. Dosaku jika dibandingkan dengan al-Ghazali, ibarat lautan dengan setetes air. Neraka itu semakin menghampiriku, sedangkan bau syurga semakin menipis.

Al-Ghazali itu benar-benar orang yang berilmu dan bijaksana, alim serta soleh. Ia tidak perlu berbicara untuk mendidik orang,kerana cukuplah peribadinya mendidik dan mengasuh orang agar tunduk kepada ajaran agama. Nurul Ilmi,cahaya ilmu itu perlu kepada ‘Ainul Yaqin, iaitu keyakinan yang turut berpaksikan ‘Ainul Basirah. Apabila ‘Ainul Basirah diasah dari semasa ke semasa, takhalli daripada perbuatan yang menjauhkan diri daripada Allah, tahalli dengan amal mahmudah disusuli dengan tajalli, maka akan lahirlah Haqqul Yaqin ataupun ‘Ainul Haqqi.

Allah berkata kepada Daud, “Hai Daud, kenalilah Aku dan kenal pulalah dirimu”. Maka Daud bermunajat, kata baginda, “Wahai Tuhanku, aku kenal Engkau dengan sifat keesaan-Mu, kekuatan yang Maha Agung dan hidup yang kekal terus-menerus yang tidak ada batasnya, dan aku kenal diriku dengan kedhaifannya, kelemahannya dan tidak kekal”.

Seseorang bertanyakan Abu Bakar, “Dengan apa engkau mengenali Tuhanmu?”. Abu Bakar menjawab, “Aku mengenali Tuhanku dengan Tuhanku, dan jika bukan kerana Tuha, nescaya aku tidak mengenali Tuhanku”.

Yang hanya meletakkan Allah di hati namanya fana’. Allah berfirman di dalam Surah Al-Rahman, “Segala sesuatu akan binasa. Dan kekallah Tuhan yang memiliki ketinggian dan kemuliaan”. Rintih munajat turut mendendangkan, Hasbi Rabbi jallaLlah, ma fi qalbi ghairuLlah.

Yang membulatkan ingatan dan perasaan kepada Allah namanya Baqa’. Yang mabuk dalam cinta kepada Allah namanya Sakr. Apakah engkau tidak memerhatikan seseorang ang mabuk bercinta dengan kekasihnya, tidurnya tidak tenang, perilakunya gelisah, apabila mendengar sesuatu yang buruk menimpa kekasihnya, ia akan menjadi sangat resah?

Itu baru percintaan dengan makhluk,sedangkan al-Ghazali tenggelam dalam percintaan dengan Khaliq yang kaya dengan erti cinta. Ia sering dikejar rasa resah kerana teringatkan dosanya yang senipisdebu sedangkan kita tidak tergugah langsung dengan dosa kita yang membukit. Al-Ghazali sering diburu rasa rindu dengan syurga Allah sehingga membuatkkannya tidak tenang jika masanya tidak terisi dengan amal ibadat dan zikir yang berpanjangan.

Syair ada menyebut, dan aku dapat merasakan syair itu ada kaitan yang sangat erat dengan peribadi dan akhlak al-Ghazali,

Page 21: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

“Aku tidak ingin pakai baju selain Engkau memakaikan kepadaku,Aku tidak menerima dunia jika selain Engkau yang memberikannya”

''Sesungguh Solatku,Ibadahku,Hidupku,Matiku hanya kerana Allah"

"Dan Allah tuhan KamiRasul ikutan kamiAl-Quran Panduan kamiJihad jalan KamiMati Syahid cita-cita tertinggi kami"

Riwayat hidup :

Riwayat Hidup Imam al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 Hijrah bersamaan dengan tahun 1058 Masehi di bandat Thus, Khurasan (Iran). Beliau berkun`yah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir 1058 di Thus, Propinsi Khurasan, Persia (Iran), wafat 1111, Thus) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.gelar ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan. Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 4 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya

Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali Dan Sumbangan Beliau Dalam Tamadun Islam

Disediakan Untuk:Abd Aziz Bin Harjin

Disediakan Oleh:Latifah Binti Omar2009217302

Tarikh:11 Mac 2010Cs 110Fakulti Sains Komputer Dan MatematikUniversiti Teknologi Mara

Page 22: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

AbstrakDi sini saya akan menceritakan mengenai seorang tokoh ilmuan Islam yang amat dikagumi dan dihormati bukan hanya pada zaman kegemilangan beliau bahkan sehingga ke hari ini.Tokoh yang dimaksudkan ialah Hujjatul Islam-Imam Al-Ghazali.Nama sebenar beliau ialah Muhammad bin Muhammad At-Thusi.Beliau berasal daripada keluarga yang sederhana.Bapanya tidak berpelajaran dan bekerja sebagai seorang penenun wool serta mempunyai sebuah kedai di Thus.Walaupun tidak berpelajaran tetapi bapanya amat mementingkan pelajaran terhadap anaknya.Ini dibuktikanapabila sebelum bapanya meninggal dunia,bapanya telah mewasiatkan al-Ghazali dan saudaranya Ahmad kepada seorang ahli sufi untuk dijaga dan diberikan ilmu sehingga habis harta peniggalan bapanya.Tidak lama kemudian bapanya meniggal dunia dan tinggallah mereka berdua bersama ahli sufi.Setelah abis harta peniggalan bapanya ahli sufi meminta al-Ghazali untuk ke sekolah supaya keperluan mereka terjaga kerana ahli sufi sudah tidak mampu lagi untuk menyara mereka.Mereka akur dengan permintaan ahli sufi dan ddenagan sebab inilah mereka mendapat kebahagian dan diangkat darjat mereka.Sejak kecil lagi al-Ghazali telah merantau ke serata tempat untuk mempelajari pelbagai ilmu daripada ramai guru.Pelbagai cabang ilmu telah diterokai dan dikuasai sehingga menjadikan beliau seorang yang amat dihormati dan disegani.Ditengah-tengah zaman kegemilangannya berlaku satu peristiwa yang menyebabkan al-Ghazali terpaksa meninggalkan kariernya kerana kehilangan kata-kata. Setelah berlaku peristiwa tersebut,al-Ghazali telah berhijrah ke Mekah.Di sana beliau telah ber’uzlah dan berkhalwah selama sepuluh tahun..Setelah sepuluh tahun ber’uzlah beliau diminta dan menerima desakan daripada para wali untuk keluar mengajar.Dengan niat yang berbeza daripada sebelumnya dan hanya kerana Allah Ta’ala beliau keluar mengajar dan bertekad memperbaiki diri sendiri dan orang lain.Beliau hanya sempat mengajar dalam masa yang singkat.Tidak lama kemudian beliau telah meniggal dunia di Thus tempat kelahiran beliau pada tahun 505 Hijrah.Al-Ghazali banyak memberi sumbangan kepada Islam.Beliau telah mempelajari pelbagai cabang ilmu seperti ilmu kalam,ilmu falsafah,ilmu tasawwuf dan ilmu fiqh.Al-Ghazali juga telah mengarang banyak kitab hasil daripada pelbagai cabang ilmu yang beliau pelajari.Kitab yang paling popular ialah kitab Ihya’ Ulumuddin yang mengisahkan tentang kebangkitan ilmu-ilmu agama.Kesimpulan yang dapat saya buat hasil kajian terhadap riwayat hidup Imam Al-Ghazali dan sumbangannya dalam Islam ialah beliau seorang tokoh yang tidak ada pengganti pada masa kini.Saya amat kagum dan hormat kepada Imam Al-Ghazali atas kejayaan beliau dalam hidup.

PENDAHULUANSegala puji bagi Allah,tuhan yang mencipta sekalian alam,selawat dan salam ke atas junjungan besar kita Nabi Muhammad S.A.W,rahmat sekalian alam serta atas keluarga dan para sahabat baginda sekaliannya.Bersyukur saya kehadrat Allah kerana member peluang kepada saya untuk mengkaji serba- sedikit tentang riwayat hidup seorang tokoh ilmuan Islam yang amat disegani bukan hanya pada zaman kegemilangan beliau bahkan hingga ke hari ini serta sumbangan beliau dalam tamadun Islam.Tokoh yang dimaksudkan ialah Imam Al-Ghazali-Hujjatul Islam dan Pembaru Kurun ke-5(450-505 Hijrah).Imam Al-Ghazali merupakan seorang tokoh ilmuan yang sangat dikagumi dan disegani kerana beliau dapat menguasai pelbagai cabang ilmu seperti ilmu kalam ,ilmu fiqh,ilmu tasawwuf serta diakhir kehidupan beliau sempat menekankan pengajian hadith Nabi S.A.W.Peninggalan beliau bukanlah harat bertimbun yang menjadi rebutan,tetapi peninggalan beliau merupakan khazanah ilmu yang tidak dapat dinilai dengan sebarang material sekalipun.Imam Al-Ghazali juga telah mengarang banyak kitab dalam pelbagai ilmu yang dikuasainya seperti kitab dalam ilmu teologi,ilmu tasawwuf ,ilmu falsafah,Ilmu fiqh dan ilmu logika.Kitab yang paling

Page 23: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

terkenal hingga ke hari ini hasil karangan beliau ialah Kitab Ihya Ulumuddin yang mengisahkan tentang kebangkitan ilmu-ilmu agama.Imam Al-Ghazali bukan hanya menceburi diri dalam dalam bidang penulisan bahkan beliau merupakan seorang tokoh ilmuan yang sangat bijak,benar pandangannya,mempunyai fitrah yang amat menakjubkan,mempunyai ingatan yang kuat,pandangan yang mendalam dan kebolehan menyelami makna-makna yang terperinci.Beliau hanya mengambil masa yang singkat untuk menyelesaikan pendidikannya.Beliau merupakan tokoh ilmuan yang perlu di contohi oleh masyarakat zaman sekarang.

RIWAYAT HIDUP IMAM AL-GHAZALINama sebenar beliau ialah Muhammad bin Muhammad At-Thusi Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali.Beliau dilahirkan di Thus pada tahun 450 Hijrah(1058M).Beliau berasal daripada keluarga yang sederhana.Bapanya seorang yang tidak berpelajaran dan bekerja sebagai penenun wool dan dijual dikedainya di Thus.Sebagai bapa beliau mahu anak-anaknya Berjaya dalam pelajaran.Beliau tidak mahu anak-anaknya mengikut jejak langkahnya.Menjelang saat kematian,bapanya telah mewasiatkan Al-Ghazali dan seorang saudaranya iaitu ahmad kepada seorang ahli sufi yang merupakan sahabat beliau.Bapanya juga berpesan kepada ahli sufi supaya menjaga dan memberi pendidikan sehingga habis harta peninggalannya nanti.( Ibrahim,1985:1)Setelah bapanya meninggal dunia Al-Ghazali dan Ahmad pun tinggallah bersama ahli sufi.Ketika bapanya meninggal dunia A-Ghazali masih kecil lagi.Ahli sufi tersebut telah menjaga dan mengajar kedua-duanya sehingga habis harta peninggalan bapa Al-Ghazali.Setelah habis harta peninggalan ahli sufi sudah tidak mampu lagi untuk membiayai mereka berdua,lalu beliau meminta mereka untuk menuntut di sekolah supaya keperluan peribadi mereka terjaga.Al-Ghazali akur dengan permintaan ahli sufi dan dengan sebab itulah yang membawa kepada kebahagiaan dan ketinggian darjat mereka berdua.(Ibrahim,1985:1)Sejak kecil lagi Al-Ghazalli telah merantau ke serata tempat untuk mempelajari pelbagai ilmu daripada ramai guru.Pertamanya,di negeri Thus beliau telah mempelajari beberapa tajuk daripada ilmu-fiqh dengan Imam Al-Radzakani,kemudian beliau ke Jurjan untuk belajar dengan Imam Al-Abi Nash Al-Isma’ili.Selepas itu beliau kembali semula ke Thus.kemudian Al-Ghazali dating ke ‘Nisabur’ dantelah mendekati Imam Al-Haramain Abu Ma’ali Al-Juwaini(419-478 Hijrah).Beliau telah belajar bersungguh-sungguh dan berijtihad sehingga mahir alam mazhab(Syafi’i),persselisishan,debat,usuluddin,usul fiqh,mantiq,membaca hikmah dan falsafah.Beliau juga menyusun kitab-kitab dari pelbagai aspek ilmu yang telah dipelajari dengan susunan yang baik. (Ghazali,2002:2)

Setelah Imam Al-Haramain wafat pada tahun 478 Hijrah,Al-Ghazali dipanggil oleh Nizam Al-Mulk seorang wazir Sultan Saljuk Turki yang menguasai Khalifah Abbasiah di Baghdad.Di sini merupakan tempat pendebatan ilmu dan beliau telah menonjolkan dirinya dengan mengalahkan lawannya sehingga beliau telah terkenal di seluruh daerah.Nizam al-Mulk sanagt tertarik denga kebolehan Imam Al-Ghazali lalu beliau telah melantik Imam Al-ghazali sebagai professor kanan di Universiti Nizamiyyah di Baghdad.Orang ramai sanagat kagum denagan keindahan perkataannya,kefasihan lidahnya,huraian yang terperinci dan isyarat-isyarat yang halus.Kehormayan dan kedudukannya semakin tinggi di Baghdad sehingga beliau telah mengalahkan pemimpin-pemimpin(umara’),kedudukan pembesar-pembesar ulama’ dan darul khilafah.Walaupun begitu,beliau tidak pernah berhenti menuntut ilmu.(Ghazali,2002:4)Pada bulan Rejab tahun 488 Hijrah,telah berlaku peristiwa yang menyebabkan beliau terpaksa meninggalkan tugasnya dimana beliau tidak mampu lagi mengajar kerana kehilangan kata-kata.Setelah beliau bermuhasabah beliua mendapati bahawa niat dalam

Page 24: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

pengajaran dan beliau dapati beliau tidak ikhlas kerana Allah Ta’ala,bahkan faktor dan penggerak utamannya ialah mengejar kemewahan serta menyebarkan nama baik beliau.setelah itu beliau bermujahadah kepada Allah agar dipulihkan dirinya supaya beliau mampu kembali mengajar pada suatu hari nanti untuk membaiki hati-hati manusia.(Ibrahim,1985:5)Disebabkan peristiwa itu,beliau telah meninggalkan Baghdad pada bulan Zulkaedah pada tahun 488 Hijrah dan telah menunaikan haji di Mekah.Disana beliau telah menetap selama sepuluh tahun dan sebahagian waktunya di Baitul Maqdis.Kebanyakan waktu beliau digunakan untuk ber’uzlah ,khalwah dan bermujahadah diri.Beliau juga mensucikan dan menjernihkan hatinya dengan berzikir kepada Allah Ta’ala dan beliau beriktikaf di menara masjid Damsyik setiap hari.Selepas sepuluh tahun ber’uzlah Imam Al-Ghazali telah kembali ke negerinya iaitu Thus untuk meneruskan ‘uzlahnya.Pada bulan Zulkaedah tahun 499 Hijrah(1106M) beliau telah kembali mengajar di Madrasah An-Nazzamiyyah atas desakan para wali dan permintaan yang telah memasang azam,tekad dan niat untuk mengajari semata-mata kerana Allah dengan tekad memperbaiki dirinya sendiri dan orang lain.Beliau menatap dan mengajar di Nisabur dalam jangka masa yang singkat.Setelah itu beliau kembali ke rumahnya di Thus dan meninggal dunia di Thus pada hari Isnin 14 Jamadil Akhir tahun 505 Hijrah (18 Disember 1111M).(Ibrahim,1985:6)

SUMBANGAN IMAM AL-GHAZALIAL-GHAZALI DAN ILMU KALAMAl-Ghazali memberi sumbangan yang cukup besar dalam ilmu Kalam.Beliau telah mengarang begitu banyak penulisan dalam ilmu Kalam.Dalam penulisan beliau,Al-Ghazali banyak mematahkan hujah-hujah daripada pihak yang keterlaluan ketika membahaskan isu-isu yang timbul daripada perbincangan ilmu Kalam.Ilmu kalam sudah pun berkembang dengan baik bagi mempertahankan dan membela akidah ahli as-Sunnah sebagaimana yang terdapat dalam al-Irsyad iaitu salah satu kitab karangan Imam al-Haramain guru Imam Al-Ghazali.Pernah disebut dalam sejarah,Imam Al-Ghazali tidak menyukai majlis-majlis perdebatan berkaitan ilmu Kalam.Jika dijemput ke majlis seperti itu,beliau hanya berdebat berdebat dengan menggunakan metadologi Rasullah dan para sahabat.beliau berpendapat perdebatan yang berasaskan kepada hujah akal tanpa berpaksikan kepada sumber primer iaitu Al-Quran dan As-Sunnah hanya akan menambahkan lagi kerisauan dan kecelaruan dalam masyarakat ketika itu.(Ibrahim,1985:17)Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin ketika membincangkan berkaitan dengan teori dan konsep ilmu tidak meletakkan ilmu Kalam sebagai satu ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat.Bahkan beliau menganggap sesiapa yang keterlaluan membicangkan isu-isu yang berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah adalah termasuk dalam golongan orang yang melakukan bid’ah di dalam Islam.Beliau megatakan ilmu kalam tidak bermanfaat kepada manusia kerana dua sebab iaitu pertamanya ilmu ini tersimpang jauh dari matlamatnya yang utama iaitu mengenal Allah.Keduanya,perbincangan ahli ilmu Kalam terlalu jauh sehingga menyimpang daripada apa yang dibincangkan oleh para ulama’ salaf.Di antara kitab-kitab yang dikarang tidak ada satu pun yang beliau benar-benar menolak terhadap ilmu ini,malah dalam al-Munqidh beliau ada mengatakan”aku sendiri juga ada mengarang kitab-kitab mengenai ilmu Kalam ini dengan kehendakku.Aku dapati ilmu Klam ini dapat memenuhi tujuannya tetapi tidak dapat memenuhi tujuanku”. (Ghazali,2002:10)

AL-GHAZALI DAN ILMU FALSAFAHPada mulanya,beliau langsung tidak mengetahui berkaitan dengan ilmu falsafah.Namun atas rasa tanggungjawab untuk membela agama Allah beliau telah mempelajari ilmu falsafah

Page 25: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

dengan semangat dan ketekunan yang tinggi.Imam Al-Ghazali menyedari bahawa musuh-musuh islam menggunakan ilmu falsafah sebagai senjata utama melemahkan pegangan umat Islam,beliau pun bangun menentang hujah-hujah golongan tersebut.Beliau telah mengkaji penulasan-penulisan yang berkaitan dengan ilmu falsafah secara individu tanpa berguru dengan mana-mana guru falsafah yang terkenal kerana beliau sibok mengajar ilmu-ilmu agama.(Ibrahim,1985:22)Al-Ghazali memberikan sumbangan yang amat besar dalam bidang ini khususnya meneroka bidang baru berkaitan falsafah Islam.Al-Ghazali telah membahagikan golongan yang membahaskan falsafah kepada tiga golongan.Pertama,golongan atheis iaitu golongan yang mengingkari kewujudan pencipta yang mentadbir seluruh alam ini.Golongan kedua ialah natural iaitu golongan ilmuan yang banyak mengkaji berkaitan tabiat,kejadian dan anatomi manusia,tumbuhan serta haiwan.Golongan ini mendakwa tidak akan dihidupkan selepas mati dan mereka menafikan adanya hari akhirat.Golongan ketiga pula golongan theologi yang terdiri daripada ahli theologi iaitu ahli yang membincangkan soal-soal ketuhanan sepeerti Plato,Aristotle dan Sukratus.Mereka membahaskan perkara-perkara yang berkaitan tuhan dengan bersumberkan akal.Ilmu falsafah terbahagi kepada enam iaitu Matematik,Logik,Fizik,Metafizik,Politik dan etikaAntara penulisan terkenal Al-Ghazali dalam bidang falsafah ialah Maqasid Al-Falasifah,Al-Munqiz Min Aldhalal dan Tahafuut Al-Falasifah. (Ibrahim,1985:26)

AL-GHAZALI DAN ILMU TASAWWUFApabila melibatkan diri menjadi sebahagian daeipada ahli sufi,beliau sekali lagi membersihkan tasawwuf daripada perkara-perkara khurafat dan daripada perkara yang terkeluar daripada pengamalan agama Islam yang sebenar.Dalam bidang tasawwuf Al-Ghazali mempunyai guru antara yang termashur ialah Al-Junaid dan Al-Muhasibin.Apabila Al-Ghazali mengetahui masyarakat melakukan kesalahan dalam bidang tasawwuf beliau akan melemparkan kritikan yang membina yang bertujuan untuk membetulkan kesalahan dan menghalang daripada penyelewengan yang berlaku sehingga mencemarkan kemurnian Islam.(Ghazali,2002:30)Antara penulisan terkenal Al-Ghazali dalam bidang tasawwuf ialah kitab Ihya’ Ulumuddin.Kitab ini telah membincangkan tentang kebangkitan ilmu-ilmu agama dan merupakan kitab yang terkenal hasil karangan beliau hingga ke hari ini.Kitab ini telah diterjemahkan le dalam beberapa bahasa lain seperti Bahasa Melayu,Parsi,Urdu,Bahasa Inggeris dan Bahasa Perancis.Selain itu,kitab ini menjadi sumber rujukan para ulama’ di rantau alam Melayu.Antara pendorong Al-Ghazali menulis kitab ini ialah kerana kesedarannya yang amat tinggi terhadap penyelewgan teori dan konsep fiqh serta tasawwuf ialah dengan merujuk kepada sumber primer iaitu al-Quran dan Sunnah.Kemudian para sahabat dan tabi’in.Setelah merujuk kepada sumber primer ddan sekunder barulah Al-Ghazali mengutarakan pemikirannya terhadap konsep yang ditulisnya.(Ibrahim,1985:55)Kehadiran kitab Ihya’ Ulumuddin member implikasi besar dalam pengajian tasawwuf.Sumbangan ini adalah cukup besar dalam bidang tasawwuf kerana Al-Ghazali telah memurnikan semula ilmu tasawwuf daripada kesesatan dan bid’ah.

KESIMPULANSetelah mengkaji dan mengetahui tenyang Imam Al-Ghazali,saya berasa amat kagum dengan ketokohan Imam Al-Ghazali sebagai Hujjatul Islam dan Pembaru dalam kurun ke-5.Ternyata tiada siapa yang mampu untuk mengatasi beliau dari sudut ilmu dan pengalaman pada zaman itu.Telah dinyatakan sebelum ini beliau bukanlah seorang penuntut ilmu yang hanya mampu mempelajari sesuatu ilmu daripada guru kemudian menulis dan menghafalnya sahaja,bahkan beliau telah pergi jauh sehingga mampu untuk mencungkil dan mengorek segala

Page 26: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

permasalahan dan segala kepincangandalam sesuatu bidang ilmu itu.Selain itu,apabila Al-Ghazali mendalami sesuatu bidang pengetahuan sudah pasti belilau menjadi seorang yang menguasai bidang tersebut dengan izin Allah mengatasi cerdik pandai yang telah lama berada dalam bidang tersebut.Ini dapat dibuktikan dalam dibuktikan dalam setiap ilmu yang diceburinya sentiasa ada pemikiran-pemikiran baru yang bersifat pembaharuan atau pengembangan konsep yang dikemukan oleh ilmuan yang terdahulu sebelumnya.Sekiranya baliau masih ada pada zaman ini,beliau pasti menjadiseorang tokoh ilmuan yang sangat hebat dari sudut ilmu dan pengalaman.Dengan kecanggihan ilmu teknologi dan komunikasi serta pemerolehan maklumat tanpa sempadan kini pasti akan digunakan sepenuhnya oleh beliau umtuk menggali segala ilmu dan pengetahuan tanpa terhenti dalam satu bidang sahaja sebagaimana yang ada pada tokoh ilmuan masa kini.Tidak mustahil dengan kecanggihan ilmu yang ada,beliau mampu menulis lebih banyak buku hasil gabungan pengajian Islam dengan bidang-bidang lain seperti ekonomi,social,politik,hubungan antarabangsa,geografi,sains dan bidang-bidang lain.Pada zaman teknologi sekarang susah untuk kita menemui tokoh ilmuan yang sama seperti Imam Al-Ghazali.Beliau telah memberi sumbangan yang amat besar dalam agama Islam.Begitu banyak pengorbanan yang telah beliau lakukan kepada umat Islam pada zaman beliau tetapi masih boleh digunakan sehingga sekarang.Kata Al-Alif As-Syadzali:”Aku pernah melihat Rasullah SAW dalam mimpi,beliau membaggakan Al-Ghazali kepada Nabi Isa dan Nabi Musa.Beliau bersabda:”Apakah di kalangan kamu berdua ada orang seperti Ghazali?”.Nabi Isa dan Musa menjawab:”Tidak ada”.Sebagai umat nabi Muhammad kita juga patut berbangga dengan Imam Al-Ghazali kerana mempunyai tokoh ilmuan seperti beliau.

RUJUKANHaron,Abdulfatah Ibrahim(1985).Al-Ghazali Penyelamat Dari Kesesatan,Cetakan Kedua.Kuala Lumpur:Dewan Bahasa Dan Pustaka.Ibnu Ghazali,Luqman(2002)Himpunan Kisah-Kisah Insan Berjiwa Cemerlang,Cetakan Pertama. Kuala Lumpur:Jasmin Enterprise.M.A,A.Hanafi(1981)Antara Imam Al-Ghazali Dengan Imam Ibnu Rusyd,Edisi Pertama.Indonesia:Pustaka Alhusna.Hamdan,Dr.Abdul Hamid Salih(1990)Imam Al-Ghazali Nasihat Dan Tuntutan,Cetakan Pertama.Kuala Lumpur:Pustaka Al-Mizan.

BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI RAHIMAHULLAH

BIOGRAFI HUJJATUL ISLAM AL-IMAM AL-GHAZALI RAHIMAHULLAH

Oleh: Pn. Zalina bt. Mat ZinSarjana Muda Sains (Bio Kesihatan) (U.M)Diploma Pend. (Sains dan Kemahiran Hidup) (I.P.G Raja Melewar)

1.1 PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam, selawat dan salam ke atas junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW, rahmah bagi sekalian alam serta atas keluarga dan sahabat baginda

Page 27: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

sekaliannya. Bersyukur saya kehadrat Allah SWT kerana untuk julung kalinya saya diberi peluang untuk mengkaji dan membuat ulasan buku terhadap seorang tokoh yang amat disegani tidak hanya pada masa kegemilangan beliau bahkan sehingga masa kini. Peninggalan beliau bukanlah harta bertimbun yang menjadi rebutan,tetapi peninggalannya merupakan khazanah ilmu yang tidak dapat dinilai dengan sebarang material sekalipun. Ulasan saya yang tidak seberapa ini adalah hasil dari sebuah buku yang dapat saya namakan di sini sebagai ‘ Biografi Imam Al-Ghazali – Hujjatul Islam dan Pembaru Kurun ke-5 ( 450-505 Hijrah)’. Semoga apa yang dapat saya coretkan di sini mendapat teguran yang membina dari yang berhak.

1.2 BIOGRAFI AL-GHAZALI

Hujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad At-Thusi, yang digelar dengan gelaran Zainuddin. Beliau dilahirkan di Thus dari iklim Khurasan pada tahun 450 Hijrah. Beliau berasal dari keluarga yang amat sederhana. Bapanya dari kalangan yang tidak berpelajaran, tidak pandai menulis. Beliau melakukan kerja menenun wool lalu dijual di kedainya di Thus. Walaupun tidak berpelajaran, tetapi beliau tidak mahu anak-anaknya mengikuti jejak langkah beliau. Sifat ini merupakan satu sifat yang mulia yang perlu ada dalam setiap diri individu muslim kerana umum mengetahui tentang kepentingan ilmu pengetahuan untuk kejayaan dunia dan akhirat. Menjelang saat-saat kematian, beliau telah mewasiatkan Al-Ghazali dan seorang saudaranya iaitu Ahmad kepada seorang ahli sufi yang merupakan sahabat beliau. Beliau berpesan agar sahabatnya memelihara kedua-duanya dan memberi mereka pendidikan sehingga habis harta peninggalannya nanti.

Setelah bapanya meninggal dunia, maka tinggallah Al-Ghazali dan saudaranya bersama sahabat bapanya, seorang ahli sufi dan ahli kebaikan. Beliau mengajar kedua-duanya sehingga habis semua harta peninggalan orang tua beliau. Ahli sufi tersebut sudah tidak mampu lagi untuk membiayai mereka berdua, lalu meminta mereka untuk menuntut di sekolah supaya segala keperluan makan dan minum mereka terjaga.. Al-Ghazali akur dan itulah yang menjadi sebab kepada kebahagian dan ketinggian darjat mereka berdua.

Ketika Al-Ghazali masih kanak-kanak lagi, beliau telah mempelajari pelbagai ilmu daripada ramai guru yang berada di serata tempat dan ceruk rantau. Pertamanya, beliau telah mempelajari beberapa tajuk dari fiqh di negeri Thus dengan Imam Ahmad Ar-Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan untuk belajar dari Imam Abi Nashr Al-Isma’ili. Selepas itu beliau kembali semula ke Thus.Kemudian Al-Ghazali datang ke ‘Nisabur’ dan telah mendekati Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini ( 419-478 Hijrah). Beliau telah belajar dengan bersungguh-sungguh dan berijtihad sehingga mahir dalam mazhab ( Syafi’i), perselisihan, debat, usuluddin, usul fiqh, mantiq, membaca hikmah dan falsafah. Beliau mampu menguasai seluruhnya sehingga beliau bangun berhujjah dan membatalkan sesetengah dakwaan mereka. Beliau telah menyusun kitab-kitab dari pelbagai aspek ilmu yang telah dipelajari dengan susunan yang baik dan kedudukan yang lebih unggul.

Beliau merupakan seorang ilmuan yang sangat bijak, benar pandangannya, mempunyai fitrah yang menakjubkan, mempunyai ingatan yang kuat, daya tangkap yang tajam, pandangan yang mendalam dan berkebolehan menyelami makna-makna yang terperinci sehingga gurunya Al-Juwaini menyifatkannya dengan perkataannya: “ Al-Ghazali adalah lautan yang

Page 28: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

dalam”. Al-Hafiz ‘Abdul Ghafir bin Isma’il menyifatkan Al-Ghazali pada peringkat ini, bahawa beliau seorang yang bersungguh-sungguh dan berijtihad sehingga beliau dapat menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang singkat, mengalahkan generasi-generasinya. Inilah kelebihan yang terdapat dalam diri Imam Al-Ghazali. Beliau tidak pernah jemu menuntut ilmu dan beliau sentiasa ada kemahuan untuk mengetahui sesuatu ilmu secara lebih mendalam.

Al-Gahazali menetap di Nisabur sehingga wafat Imam Al-Haramain pada tahun 478 Hijrah. Selepas itu, beliau telah merantau pula ke perkhemahan sultan untuk berjumpa dengan wazir “ Nazzam Al-Malik” yang majlis ilmunya dihadiri oleh ramai ulama dan ahli fashahah. Di sini merupakan tempat perdebatan ilmu dan beliau telah menonjolkan dirinya dengan mengalahkan lawannya sehingga beliau telah terkenal di seluruh daerah. Beliau tetap berada di perkhemahan sultan sehingga tahun 484 Hijrah. Beliau telah dilantik untuk mengajar di madrasah An-Nazzamiyyah di Baghdad. Lalu beliau pergi ke Iraq untuk menjalankan tugasnya di mana ketika itu umurnya mencecah tiga puluh empat tahun. Kedatangan beliau telah disambut dengan meriah. Orang ramai begitu kagum dengan keindahan perkataannya, kefasihan lidahnya, huraiannya yang terperinci dan isyarat-isyaratnya yang halus. Kehormatan dan kedudukannya semakin tinggi di Baghdad sehingga beliau telah mengalahkan kedudukan pembesar-pembesar ulama , pemimpin-pemimpin (umara’) dan darul khilafah. Beliau juga telah menjadi Imam Iraq selepas Imamah Khurazan yang tsiqah iaitu Abdul Ghafir. Sesungguhnya beliau telah mencapai kejayaan dan menikmati kamanisan dunia yang fana dengan keharuman nama dan kemasyhuran. Walaupun begitu, beliau tidak pernah berhenti dari menuntut ilmu. Justeru beliau telah mempelajari ilmu-ilmu halus ( Ad-Daqiqah) yang menyebabkan berlaku peralihan total dalam kehidupan beliau. Beliau telah menyedari bahawa tidak ada ketamakan dalam mencapai kebahagiaan akhirat melainkan dengan taqwa dan menjauhkan diri dari kehendak hawa nafsu. Untuk mencapai semua itu adalah dengan memutuskan hubungan hati dari dunia dan berpaling dari dunia yang memperdayakan,berpaling dari kedudukan dan harta benda serta melarikan diri dari segala kesibukan dan ikatan dunia lalu kembali kepada akhirat yang kekal dan menghadap hakikat kepentingan kepada Allah Ta’ala.

Beliau telah membuat perhitungan ke atas segala amalan yang telah dilakukan selama ini dan beliau dapati yang paling baik ialah mengajar dan mendidik, tetapi beliau dapati dirinya menghadap kepada ilmu-ilmu yang tidak penting dan tidak mendatangkan manfaat di jalan akhirat. Selepas itu, beliau telah muhasabah tentang niat dalam pengajaran dan beliau dapati ia tidak ikhlas kerana Allah Ta’ala, bahkan faktor dan penggerak utamanya ialah mengejar kemewahan dan menyebarkan nama baik, maka beliau telah membuat kesimpulan bahawasanya beliau sedang berada di tepi jurang yang hampir runtuh dan beliau merasakan beliau akan jatuh ke dalam api neraka jika beliau tidak berusaha untuk merubah keadaan.

Beliau telah berazam dan bertekad untuk keluar dari Baghdad tetapi beliau telah tewas dengan nafsunya sendiri sehingga 6 bulan beliau telah berperang dengan tarikan nafsu dan godaan syaitan. Pada bulan Rejab tahun 488 Hijrah, telah berlaku peristiwa yang menyebabkan beliau terpaksa meninggalkan tugas-tugasnya di mana beliau tidak mampu mengajar kerana kehilangan kata-kata. Setelah itu beliau bermujahadah kepada Allah agar dipulihkan dirinya agar beliau mampu mengajar pada suatu hari nanti untuk memperbaiki hati-hati manusia. Beliau sentiasa berdoa kepada Allah dan Allah telah memakbulkan doa orang yang menderita. Keadaan tersebut telah memudahkan dirinya berpaling dari kemewahan , harta benda, anak-anak dan sahabat-sahabat. Selepas itu beliau telah keluar menuju ke Makkah.

Page 29: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Beliau telah meninggalkan Baghdad pada bulan Zulkaedah tahun 488 Hijrah dan telah menunaikan haji seterusnya menuju ke Syam. Di sana beliau telah menetap selama sepuluh tahun dan sebahagian waktunya dihabiskan di Baitul Maqdis. Kebanyakan waktu beliau digunakan untuk ber’uzlah dan khalwat, riyadhah ( latihan) dan mujahadah diri. Beliau sibuk mensucikan dan menjernihkan hatinya dengan berzikir kepada Allah Ta’ala dan beliau beri’tikaf di menara masjid Damsyiq sepanjang hari. Ketika ini beliau telah menyusun beberapa buah karangan yang terkenal seperti ‘Ihya’ Ulumuddin’ dan kitab-kitab yang diringkaskan daripadanya seperti Al-Arba’in dan risalah –risalah yang lain. Setelah ber’uzlah selama sepuluh tahun, beliau telah kembali ke negerinya iaitu Thus untuk meneruskan ‘uzlahnya. Namun di bawah desakan para wali dan permintaan yang berulang kali agar beliau keluar kepada manusia untuk mengajar, maka beliau pun keluar ke Nisabur untuk mengajar di Madrasah An-Nazzamiyyah pada bulan Zulkaedah tahun 499 Hijrah. Beliau telah memasang azam, tekad dan niat yang baru ketika keluar mengajar dan menyebarkan ilmu. Segala-gala yang dilakukan dengan tujuan yang berbeza sama sekali dengan yang sebelumnya. Ia adalah semata-mata kerana Allah dengan tekad untuk memperbaiki dirinya sendiri dan orang lain.

Beliau menetap dan mengajar di Nisabur dalam jangka masa yang singkat. Setelah itu, beliau telah kembali ke rumahnya di Thus. Beliau telah menjadikan kawasan rumahnya sebagai madrasah penuntut ilmu dan mengkhaskannya untuk tasawwuf. Beliau telah membahagikan waktu kepada beberapa tugas iaitu menghafal Al-Quran, duduk dengan ahli-ahli hati, mengajar panuntut ilmu, mengerjakan solat dan puasa. Dengan demikian tidak pernah kosong waktunya dan orang-orang yang bersama dengannya dari perkara yang tidak berfaedah. Beliau telah meninggal dunia di Thus pada hari Isnin 14 Jamadil Akhir tahun 505Hijrah . Semoga Allah Ta’ala mencucuri rahmah ke atas rohnya,

BAB 2

SUMBANGAN

2.0 PENDAHULUAN

Imam Al-Ghazali termasuk salah seorang dari tokoh-tokoh pemikir Islam yang mempunyai pelbagai pengetahuan dan kebudayaan yang luas. Beliau tidak menjurus kepada satu atau dua bidang ilmu dan pemikiran sahaja sebagaimana kebanyakan tokoh-tokoh Islam terkemuka yang lain.Jika disebut Ibnu Sina atau Al-farabi, maka akan terlintas di fikiran dua ahli falsafah agung dari ahli falsafah Islam dan jika disebut Imam Al-Bukhari , Muslim dan Ahmad, terlintas di fikiran tokoh-tokoh yang mempunyai kemampuan menghafal, amanah, teliti dan berpengetahuan. Tetapi berbeza sekali dengan Al-Ghazali, jika sebut namanya maka bercabanglah ilmunya dari seluruh aspek. Beliau adalah faqih yang bebas, Al-Ghazali mutakallim, Imam sunah dan pembelanya, Al-Ghazali yang berjiwa sosial, mengetahui hal ehwal alam, rahsia-rahsia diri dan selok belok hati. Beliau juga ahli falsafah yang bangkit menentang falsafah dan menyingkap apa yang ada padanya. Boleh dikatakan beliau adalah seorang lelaki yang mengetahui segala sesuatu dan dahaga kepada cabang-cabang pengetahuan.

Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang mendalami sesuatu ilmu secara terperinci. Beliau terkenal sebagai hujjatul Islam dan Pembaharu iaitu beliau akan membuat

Page 30: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

pembaharuan atau pemahaman yang lebih jelas mengenai sesuatu ilmu yang diterokainya. Beliau berbeza dengan ulama-ulama lain yang mana usaha mereka menghafal apa yang diterimanya, mengulangi dan menukilnya. Bahkan beliau seorang alim yang aktif, maklumat yang diterimanya diteliti dan diuji sejauh mana kebenaran dan kebatilannya. Oleh itu, ada kalanya beliau menolak, merubah atau menjelaskan dan menghuraikan lalu membuat pembaharuan.

2.1 AL-GHAZALI DAN ILMU KALAM

Al-Ghazali memberi sumbangan yang cukup besar dalam perkembangan Ilmu Kalam. Beliau telah mengarang begitu banyak penulisan berkaitan dengan Ilmu Kalam. Dalam penulisan beliau, Al-Ghazali banyak mematahkan hujah-hujah daripada pihak yang keterlaluan ketika membahaskan isu-isu yang timbul daripada perbincangan Ilmu Kalam. Al-Ghazali lebih tertarik membahaskan Ilmu Kalam menurut metodologi para sahabat dan juga Rasulullah. Beliau menguatkan hujah-hujahnya berteraskan Al-Quran, As-Sunah dan perbahasan para sahabat.

Pernah disebut dalam sejarah, Imam Al-Ghazali tidak menyukai majlis-majlis perdebatan berkaitan Ilmu Kalam. Jika dijemput ke majlis seperti itu, beliau hanya berdebat dengan menggunakan metodologi yang tersebut di atas. Beliau berpendapat perdebatan yang diasaskan kepada hujah akal tanpa berpaksikan kepada sumber primer iaitu Al-Quran dan Assunnah hanya akan menambahkan lagi kerisauan dan kecelaruan dalam masyarakat Islam pada ketika itu.

Justeru itu, Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ulumuddin ketika membincangkan berkaitan dengan teori dan konsep ilmu tidak meletakkan Ilmu Kalam sebagai satu ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat. Bahkan beliau menganggap sesiapa yang keterlaluan dalam membincangkan isu-isu berkaitan dengan sifat dan perbuatan Allah adalah termasuk di dalam golongan orang yang melakukan bid’ah di dalam Islam. Beliau menyatakan bahawa ilmu kalam tidak bermanfaat kepada manusia kerana dua sebab; pertama, ilmu ini tersimpang jauh dari matlamatnya yang utama iaitu mengenal Allah. Kedua, perbincangan ahli Ilmu Kalam terlalu jauh sehingga menyimpang daripada apa yang dibincangkan oleh para ulama’ salaf.

2.2 AL-GHAZALI DAN FALSAFAH

Perbahasan berkaitan dengan isu-isu Ilmu Kalam telah membuka ruang kepada golongan munafiq dan musuh-musuh Islam menimbulkan keraguan kepada akidah dan pegangan umat Islam. Menyedari hakikat tersebut dan didorong atas rasa tanggungjawab setelah melihat tiada seorang pun ulama pada ketika itu bangun menentang musuh-musuh Islam yang menggunakan ilmu falsafah sebagai senjata utama melemahkan pegangan akidah umat Islam, Al-Ghazali bangun menentang hujah-hujah golongan tersebut.

Pada mulanya, beliau langsung tidak mengetahui berkaitan dengan ilmu falsafah. Namun atas rasa tanggungjawab membela agama Allah, beliau mempelajari dengan semangat dan ketekunan yang tinggi. Beliau mengkaji penulisan-penulisan yang berkaitan dengan ilmu falsafah terutamanya ilmu falsafah Yunani. Dengan kesibukannya mengajar ilmu-ilmu agama, beliau menggunakan masa terluang untuk mempelajari ilmu falsafah secara individu

Page 31: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

tanpa berguru dengan mana-mana guru falsafah yang terkenal. Dengan niat yang ikhlas untuk membela agama Allah daripada serangan ilmu falsafah khususnya ilmu falsafah ketuhanan Yunani, Allah SWT memberikan kepadanya ilmu-ilmu berkaitan falsafah dalam tempoh masa yang singkat iaitu kurang dari dua tahun.

Al-Ghazali memberikan sumbangan yang besar dalam bidang ini khususnya meneroka bidang baru berkaitan falsafah Islam. Setelah menganalisa ilmu falsafah yang dipelajarinya, Al-Ghazali membahagikan golongan yang membahaskan falsafah kepada tiga golongan; pertama, atheis, kedua, natural dan ketiga theologi. Golongan pertama ialah golongan yang mengingkari wujudnya pencipta yang mentadbir seluruh alam ini. Golongan kedua ialah golongan ilmuan yang banyak mengkaji berkaitan dengan tabiat, kejadian dan anatomi manusia, tumbuhan serta haiwan. Golongan ini mendakwa apabila mati mereka tidak akan hidup semula, justeru mereka menafikan adanya hari akhirat. Golongan ketiga adalah ahli theologi iaitu ahli yang membincangkan soal-soal ketuhanan seperti Plato, Aristotle dan Sokratus. Golongan ini membahaskan perkara-perkara berkaitan tuhan dengan bersumberkan akal.

Selain itu, Al-Ghazali adalah orang pertama yang mengklasifikasikan semula ilmu falsafah kepada enam bahagian iaitu matematik, mantiq, fizik, ketuhanan, siasah dan akhlak. Matematik menurut Al-Ghazali ialah berkaitan dengan ilmu hisab dan kejuruteraan. Ia tidak berkaitan dengan perbahasan dari sudut agama. Mantiq pula ialah ilmu yang berkaitan dengan logik akal dan bagaimana akal sebagai agen penyusun hujah-hujah yang dikemukakan. Ilmu fizik pula berkaitan dengan kajian alam, langit, bintang-bintang, air, udara dan alam seluruhnya. Selain itu, ilmu ketuhanan dalam falsafah mengkaji aspek ketuhanan dari perspektif akal. Ilmu ketuhanan ini didasari oleh perbincangan mantiq dan logik. Ilmu ini menurut Al-Ghazali tersimpang daripada falsafah ketuhanan yang sebenar. Siasah menurut Al-Ghazali adalah perkara yang berkaitan dengan unsur-unsur keduniaan yang membantu manusia menjalani kehidupan seharian dengan lebih baik. Ilmu yang terakhir dalam ilmu falsafah menurut Al-Ghazali ialah akhlak iaitu ilmu yang berkaitan bagaimana seseorang menjalani kehidupan seharian dengan sikap dan peribadi yang mulia.

Kepakaran Al-Ghazali dalam bidang falsafah tidak dapat disanggah lagi. Hakikat ini telah disuarakan oleh Dr Sulaiman Dunia, sarjana Islam terkenal dengan menyatakan bahawa perbahasan Al-Ghazali mengenai masalah-masalah falsafah adalah jauh lebih baik daripada perbahasan ahli-ahli falsafah sendiri. Justeru itu, dalam kitabnya Dr Sulaiman Dunia membuat kesimpulan bahawa metodologi yang diasaskan oleh Al-Ghazali adalah lebih jelas dan terperinci. Antara penulisan terkenal Al-Ghazali dalam bidang falsafah ialah Maqasid Al-falasifah, Al-Munqiz min aldhalal dan Tahafut Al-falasifah.Abu Hassan An-Nadawi juga menyifatkan Al-Ghazali sebagai seorang yang istimewa seperti yang diungkapkannya di dalam salah satu penulisannya ( “ ….dan kaum muslimin sangat memerlukan kepada pengarang dan pengkaji seperti ini, yang akan menghadapi falsafah dengan penuh keimanan dan kepercayaan, berfikiran bebas dan mempunyai keberanian ‘ilmiah untuk mengingkari kemaksuman falsafah, kequdusan dan kegeniusannya dan kedudukan mereka mengatasi kedudukan akal dan fikiran manusia biasa. Sifat ini dipunyai oleh Al-Ghazali seperti dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah, maka beliau datang pada waktunya dan memenuhi hajat zamannya”.).

Kesimpulannya, Al-Ghazali memainkan peranan yang penting dalam perkembangan ilmu falsafah Islam. Beliau dapat menyelamatkan akidah umat Islam dari terus direntap oleh fahaman falsafah Ketuhanan Yunani yang tidak bertauhidkan kepada agama yang suci; Islam.

Page 32: Sejarah Hidup Imam Al Ghazali

Sekiranya Al-Ghazali tidak bangun untuk mempertahankan kemurnian Islam pada ketika itu, kemungkinan pada hari ini kita masih lagi mengagung-agungkan falsafah Yunani tanpa menyedari bahawa akidah kita telah terpesong secara halus. Nauzubillah min zalik.