5
MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112 SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH PESISIR TELUK PISING UTARA PULAU KABAENA PROVINSI SULAWESI TENGGARA M. Salam Tarigan Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta 14430, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pengamatan sebaran dan luas hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena telah dilakukan pada bulan April 2006 dengan menggunakan perahu karet. Data digital Landsat 7 ETM+ (Enchancement Thematic Mapper Plus) parth/raw 113/064 digunakan untuk memetakan hutan mangrove. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi multispektral terkontrol dengan algoritma Jaringan Saraf Tiruan. Hasil analisis data citra Landsat 7 ETM+ dan validasi data pengamatan lapangan, diestimasi bahwa sebaran dan luas hutan mangrove di daerah wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena adalah 152,128 ha. Mangrove di daerah Teluk Pising didominasi oleh rhizophora apiculata, rhizophora mucronata dan relatif masih baik. Abstract Distribution and area of mangrove forest in Pising Bay coastal area North Kabaena Island Southeast Sulawesi. Researched of mangrove forest in Pising Bay, North Kabaena Island Southeast Sulawesi was carried out on April 2006. Data digital Landsat 7ETM+ parth/raw 113/064 was used for mangrove mapping. Classification method was done is multispectral supervised with artificial neural networks algortms. Analysis and data validation from field survey, it is estimated that distribution and areas of mangrove forest in Pising Bay, North Kabaena Island Southeast Sulawesi is 152.128 Ha. Mangrove in Pising Bay dominated by rhizophora apiculata, rhizophora mucronata; and the forest is relatively in good condition. Keywords: Mangrove, Distribution, Pising Bay, Kabaena Island 1. Pendahuluan Perairan Indonesia dengan garis pantai lebih dari 80.000 km diduga mempunyai hutan mangrove sangat luas yaitu 4,2 juta ha [1]. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Menurut [2] kawasan hutan mangrove sangat rentan terhadap pencemaran minyak bumi karena bahan tersebut cendrung mengumpul dan tinggal di substratnya. Hutan mangrove mempunyai peranan dalam ekosistem yang berfungsi sebagai pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, sebagai tempat asuhan, sebagai tempat mencari makan, berkembang biak berbagai jenis biota laut, juga pohon mangrove sebagai tempat burung bersarang, tempat anggrek, pakis, benalu dan berbagai kehidupan lainnya [3]. Selain itu pula manfaatnya sebagai penghasil kayu bakar, untuk bangunan, arang, bahan obat-obatan, dan bahan kimia zat pewarna [4,5]. Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir mengakibatkan berkurangnya luas hutan mangrove [4,6-8]. Di Indonesia luas hutan mangrove berkurang, seiring dengan pesatnya kebutuhan hidup masyarakat, serta meningkatnya pembangunan di kawasan pesisir. Kondisi tersebut terjadi sebagian besar di daerah pesisir Cilacap, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Teluk Lampung, Kalimantan Timur, Lombok Barat, dan Teluk Saleh (Pulau Sumbawa, NTB) [9]. Semakin banyaknya fungsi hutan mangrove maka perlu dilakukan pemetaan sebaran dan luas hutan mangrove serta jenis dan kerapatan tingkat hidupnya. Di beberapa negara termasuk Indonesia telah banyak dilakukan penelitian tentang pemetaan dan perubahan sebaran dan luas hutan mangrove, jenis serta kepadatannya dengan menggunakan satelit masih jarang dilakukan. Namun 108

SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112 108

SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH PESISIR TELUK PISING UTARA PULAU KABAENA

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

M. Salam Tarigan

Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta 14430, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pengamatan sebaran dan luas hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena telah dilakukan pada bulan April 2006 dengan menggunakan perahu karet. Data digital Landsat 7 ETM+ (Enchancement Thematic Mapper Plus) parth/raw 113/064 digunakan untuk memetakan hutan mangrove. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi multispektral terkontrol dengan algoritma Jaringan Saraf Tiruan. Hasil analisis data citra Landsat 7 ETM+ dan validasi data pengamatan lapangan, diestimasi bahwa sebaran dan luas hutan mangrove di daerah wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena adalah 152,128 ha. Mangrove di daerah Teluk Pising didominasi oleh rhizophora apiculata, rhizophora mucronata dan relatif masih baik.

Abstract Distribution and area of mangrove forest in Pising Bay coastal area North Kabaena Island Southeast Sulawesi. Researched of mangrove forest in Pising Bay, North Kabaena Island Southeast Sulawesi was carried out on April 2006. Data digital Landsat 7ETM+ parth/raw 113/064 was used for mangrove mapping. Classification method was done is multispectral supervised with artificial neural networks algortms. Analysis and data validation from field survey, it is estimated that distribution and areas of mangrove forest in Pising Bay, North Kabaena Island Southeast Sulawesi is 152.128 Ha. Mangrove in Pising Bay dominated by rhizophora apiculata, rhizophora mucronata; and the forest is relatively in good condition. Keywords: Mangrove, Distribution, Pising Bay, Kabaena Island 1. Pendahuluan Perairan Indonesia dengan garis pantai lebih dari 80.000 km diduga mempunyai hutan mangrove sangat luas yaitu 4,2 juta ha [1]. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Menurut [2] kawasan hutan mangrove sangat rentan terhadap pencemaran minyak bumi karena bahan tersebut cendrung mengumpul dan tinggal di substratnya. Hutan mangrove mempunyai peranan dalam ekosistem yang berfungsi sebagai pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, sebagai tempat asuhan, sebagai tempat mencari makan, berkembang biak berbagai jenis biota laut, juga pohon mangrove sebagai tempat burung bersarang, tempat anggrek, pakis, benalu dan berbagai kehidupan lainnya

[3]. Selain itu pula manfaatnya sebagai penghasil kayu bakar, untuk bangunan, arang, bahan obat-obatan, dan bahan kimia zat pewarna [4,5]. Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir mengakibatkan berkurangnya luas hutan mangrove [4,6-8]. Di Indonesia luas hutan mangrove berkurang, seiring dengan pesatnya kebutuhan hidup masyarakat, serta meningkatnya pembangunan di kawasan pesisir. Kondisi tersebut terjadi sebagian besar di daerah pesisir Cilacap, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Teluk Lampung, Kalimantan Timur, Lombok Barat, dan Teluk Saleh (Pulau Sumbawa, NTB) [9]. Semakin banyaknya fungsi hutan mangrove maka perlu dilakukan pemetaan sebaran dan luas hutan mangrove serta jenis dan kerapatan tingkat hidupnya. Di beberapa negara termasuk Indonesia telah banyak dilakukan penelitian tentang pemetaan dan perubahan sebaran dan luas hutan mangrove, jenis serta kepadatannya dengan menggunakan satelit masih jarang dilakukan. Namun

108

Page 2: SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112

109

dengan adanya teknologi inderaja untuk mendapatkan data dan informasi tentang suatu wilayah yang lebih cepat dan akurat dengan menggunakan data satelit [10,11] telah melakukan pemetaan hutan mangrove dan luasannya menggunakan citra landsat TM dan SPOT XS di bagian barat pulau Caribbean berdasarkan metode klasifikasi dan [12] juga melakukan pemetaan perubahan luasan hutan mangrove menggunakan data citra SPOT HRV dan Landsat TM di bagian barat pelabuhan Waitemata, Auckland serta [13] di daerah Cilacap tentang pemetaan mangrove, luasan dan jenis dengan menggunakan data SPOT [14] telah memetakan hutan mangrove dengan menggunakan Landsat dan foto udara di Terengganu, Malaysia [15] juga memetakan hutan dengan menggunakan beberapa teknik penginderaan jauh dan [16] telah melakukan pemetaan hutan mangrove dengan menggunakan multi sensor dari penginderaan jauh berdasarkan metode klasifikasi. Untuk memetakan sumberdaya laut di pesisir perairan Propinsi Sulawesi Tenggara, maka Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, pada bulan April 2006 telah melakukan penelitian potensi sumberdaya laut di beberapa pulau di Sulawesi Tenggara. Salah satu bagian dari penelitian ini adalah pemetaan sebaran dan luas hutan mangrove menggunakan data satelit inderaja dan jenis serta kepadatan tingkat hidup hutan mangrove di pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Sulawesi Tenggara. Pulau Kabaena yang mana potensi sumberdaya alamnya didominasi oleh lautan dan kekayaan laut serta lahan pertanian komoditas (Jambu Mete dan Coklat). Wilayah pantai Teluk Pising merupakan perairan yang landai dan dangkal, substratnya pasir dan kearah teluk substratnya pasir lumpuran dan airnya keruh, karena ada beberapa sungai yang bermuara ke teluk tersebut. Di teluk bagian timur juga ditemukan budidaya rumput laut. Di wilayah pesisir pantai Teluk Pising ditemukan dua desa yaitu Desa Pising di sebelah barat teluk dan Desa Trans di sebelah timur teluk. Desa Pising penduduknya kira-kira 100 kepala keluarga dan desa Trans kira-kira 15 kepala keluarga, dan mata pencaharian penduduknya adalah petani komoditas (Jambu Mete dan Coklat) serta sebagian kecil ada yang nelayan dan budidaya rumput laut. Di pesisir pantai teluk tersebut ditemukan juga hutan mangrove. Untuk memetakan sebaran dan luas hutan mangrove di perairan pantai Teluk Pising pada penelitian ini digunakan data satelit Landsat-7 ETM+, dalam media digital dapat diolah hingga menghasilkan berbagai informasi untuk mengetahui sebaran dan luas hutan Mangrove. Disamping itu pula dilakukan juga pengamatan jenis dan kerapatan tingkat hidup hutan mangrove.

Komposit Warna

Koreksi Radiometrik

Cropping/Lokasi Penelitian

Data Lapangan Citra Landsat-7 ETM

Klasifikasi

Peta Sebaran dan Luas Mangrove

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengingformasikan sebaran dan luasannya serta jenis dan kerapatan tingkat hidup hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

untuk pengembangan wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara di masa mendatang. 2. Metode Penelitian Lokasi penelitian di wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena. Penelitian dilakukan pada bulan April 2006 di wilayah pesisir perairan Teluk Pising utara Pulau Kabaena dengan menggunakan perahu karet. Dalam melakukan penelitian ini bahan yang digunakan sebagai data dasar adalah data digital citra Landsat 7 ETM+ path 113 raw 064 tahun 2004 yang meliputi daerah tersebut. Untuk mencatat posisi di lapangan digunakan resiver GPS merk Garmin tipe 45 XL. Sebelum citra tersebut digunakan terlebih dahulu dikoreksi radiometrik dengan menggunakan metode penyesuaian histogram [17,18]. Kemudian citra tersebut dicropping sesuai daerah yang diinginkan, dan dibuat citra komposit (Red, Green dan Blue). Selanjutnya dilakukan klasifikasi multispektral (supervised classification) [19], dengan algoritma Jaringan Saraf Tiruan [20] berdasarkan data lapangan. Kemudian dilakukan juga transek dengan metode kwadrat [21] untuk menentukan tingkat hidup dan kerapatan hutan mangrove yakni klasifikasi pohon, klasifikasi sapling dan klasifikasi seedling. Selanjutnya data tersebut dianalisis melalui penelitian [22] dan [23]. Adapun alur penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alur Penelitian

Page 3: SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112 110

3. Hasil dan Pembahasan Citra yang digunakan ada ditemukan tutupan awan di lokasi penelitian (kurang dari 10 %) sehinggga hasil koreksi radiometrik belum bebas sepenuhnya kesalahan radiometri. Hal ini dimungkinkan karena ada daerah yang merupakan daerah bayangan/tutupan awan. Daerah ini akan mempunyai nilai pantulan rendah/tinggi sehingga akan sulit dibedakan dengan daerah perairan atau daratan. Dengan demikian tentunya akan berpengaruh pada hasil pemrosesan akhir yaitu tahap klasifikasi yang pada gilirannya akan menghasilkan salah klasifikasi. Analisis Citra Data dasar yang digunakan adalah data digital citra Landsat 7 ETM+ path/raw 113/064 yang meliputi wilayah pesisir Teluk Pising utara Pulau Kabaena Sulawesi Tenggara. Saluran yang digunakan dalam proses analisis tersebut adalah band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Kemudian dilakukan koreksi radiometrik, dicrop daerah penelitian dan dibuat komposit warna. Selanjutnya dilakukan klasifikasi multisepektral terkontrol dengan menempatkan sampling piksel pada letak spesifik di data citra penginderaan jauh, yang menampilkan contoh

homogen dari jenis objek yang diketahui. Area sampel tersebut disebut dengan training sites karena karakteristik spektral dari area yang diketahui tersebut digunakan sebagai penentu dalam algoritma klasifikasi untuk membuat citra baru yang merupakan hasil klasifikasi [19]. Algoritma klasifikasi multispektral yang digunakan pada penelitian ini adalah Jaringan Saraf Tiruan (JST). JST merupakan algoritma klasifikasi multispektral yang akurat pada data digital penginderaan jauh, karena JST didesain untuk mensimulasikan proses pembelajaran (learning proccess) seperti kerja jaringan syaraf pada otak manusia untuk membedakan dan mengklasifikasikan suatu objek tertentu melalui hubungan-hubungan antara data masukan (input) dan data hasil (output). Sampling nilai digital (DN) untuk membuat training sites, dilakukan berdasarkan pada informasi yang didapatkan pada survei lapangan atau berdasarkan pengetahuan daerah setempat (local knowledge). Berdasarkan analisis citra dengan metode klasifikasi terkontrol dan algoritma Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta sebaran dan luas mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Sulawesi Tenggara, disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Peta sebaran mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising utara pulau Kabaena Sulawesi Tenggara

Page 4: SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112

111

Pada Gambar 2, peta sebaran mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising tampak bahwa sebaran hutan mangrove dari pesisir pantai Desa Pising menyusuri kearah Tanjung Pising ditemukan hutan mangrove tipis berbentuk spot-spot. Sedangkan menyusuri pantai pesisir pantai kearah Tempat Pembuatan Perahu 1 sampai dengan pantai di depan Pulau Hantu ke arah Tempat Pembuatan Perahu 2 sebaran hutan mangrove ditemukan agak padat. Begitu pula dari pantai lokasi pembuatan kapal 2, sebaran hutan mangrove kearah dekat pantai Desa Trans (ke utara) ditemukan juga hutan mangrove. Sebaran hutan mangrove yang berwarna hijau ditemukan di pantai Teluk Pising menyebar tidak merata mengikuti garis pantai, kecuali mulai dari pesisir depan Pulau Hantu ke arah pantai Lokasi Pembuatan Perahu 2 maupun dari pantai Desa Trans menyusuri garis pantai ke arah utara juga tidak ditemukan mangrove seperti tampak dalam Gambar 2. Dalam gambar yang sama, hutan mangrove berwarna hijau, ditemukan sebarannya mulai dari pantai Desa Pising menyusuri pantai lokasi Tempat Pembuatan Perahu 1, terus kearah pantai lokasi Tempat Pembuatan Perahu 2, dan terus mengikuti pantai sampai kearah pantai dekat Desa Trans. Di sekitar Desa Pising kearah Tanjung Pising maupun kearah timur menuju Tempat Pembuatan Perahu 1 dan dari lokasi Tempat Pembuatan Perahu 2 kearah pantai dekat Desa Trans, ditemukan ada beberapa lokasi hutan mangrove yang sudah ditebang oleh penduduk setempat, seperti terlihat dalam Gambar 2 banyak hutan mangrove (warna hijau) yang sudah bolong (berwarna coklat kehitaman) ini juga terlihat banyaknya bekas-bekas potongan mangrove di lokasi tersebut seperti tampak juga dalam Gambar 3. Pembuatan Perahu 1. Selanjutnya menelusuri pantai kearah timur sampai di lokasi Tempat Pembuatan Perahu 2, juga sangat luas hutan mangrove sudah ditebang untuk dijadikan sebagai bahan kayu bakar, untuk tiang-tiang penyangga rumah maupun untuk pagar di pinggir pantai sebagai penahan ombak yang datang ke lokasi tersebut. Hal ini terlihat pada saat penelitian banyak batang pohon mangrove yang sudah ditebang ditancapkan secara teratur di pinggir pantai Hutan mangrove yang paling luas bekas penebangan oleh masyarakat ditemukan di dekat Desa Pising dan sekarang sudah dijadikan masyarakat tempat pemukiman yang tidak kelihatan di citra karena ditutupi oleh awan berwarna keputihan. Ke arah timur menelusuri pantai juga hutan mangrove banyak ditebang oleh masyarakat setempat di dekat lokasi Tempat untuk digunakan sebagai pelindung hempasan gelombang/ ombak yang sampai kepemukiman. Menurut informasi masyarakat setempat batang pohon mangrove digunakan untuk penahan hempasan gelombang/ombak karena mudah didapat dan tahan lama. Distribusi jenis mangrove dari hasil pengamatan lapangan ternyata bahwa hutan mangrove tersebar di daerah pesisir pantai Teluk Pising utara Pulau Kabaena. Hutan mangrove

Gambar 3. Foto hutan mangrove yang ditebang di pesisir

pantai Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Propinsi Sulawesi Tenggara, hasil survei April 2006

Gambar 4. Foto hutan mangrove di pesisir pantai Teluk

Pising utara Pulau Kabaena Propinsi Sulawesi Tenggara, hasil survei April-Mei 2006

didapatkan hasil bahwa kondisi hutan mangrove di pesisir pantai Teluk Pising dari pantai Desa Pising sampai pantai pembuatan perahu 2 lebih baik dibandingkan dengan hutan mangrove di pantai sebelah timur di dekat pantai Desa Trans yakni sudah banyak ditemukan hutan mangrove mengecil/mengering dan mati. Ketebalan hutan mangrove berkisar antara 10 – 500 m dari garis pantai dan tumbuh dengan baik, hal ini karena terletak pada teluk yang sangat terlindung dan banyak sungai yang bermuara ke teluk tersebut. Tegakan mangrovenya cukup rapat seperti ditunjukkan dalam Gambar 4. Dari analisis yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa jenis mangrove yang dominan adalah Rhizophora apiculata, yakni masing-masing adalah 400 bt/ha (klasifikasi pohon), 222 bt/ha (klasifikasi sapling) dan 37.778 bt/ha (klasifikasi seedling). Jenis Rhizophora mucronata juga memiliki kerapatan pada tingkat pohon sebesar 144 bt/ha, untuk klasifikasi sapling 133 bt/ha dan seedling sekitar 10.000 bt/ha. Rhizophora mucronata pada tingkat pohon (254 bt/ha), namun pada tingkat sapling (1.382 bt/ha) dan seedling (80.000 bt/ha) didominasi oleh jenis Ceriops tagal. Jenis lain yang memiliki kepadatan sedang adalah Bruguiera

Page 5: SEBARAN DAN LUAS HUTAN MANGROVE DI WILAYAH …repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/d3deea8f9d4e12dee0fb4c11c69... · Jaringan Saraf Tiruan serta data lapangan dapat dipetakan peta

MAKARA, SAINS, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 108-112 112

gymnorrhiza, yakni pada klasifikasi pohon adalah sebesar 173 bt/ha, sapling 836 bt/ha dan seedling sebesar 8.182 bt/ha [9]. Berdasarkan hasil penelitian [24], nilai ekonomi hutan mangrove yang dilakukan di Teluk Kotania, Seram Barat adalah Rp. 60,9 jt/ha. Luas hutan mangrove di Pesisir pantai Teluk Pising utara Pulau Kabaena yang ditemukan adalah 152,128 ha. Bila diasumsikan bahwa kondisi hutan mangrove di Teluk Pising sama dengan kondisi hutan mangrove di Teluk Kotania Seram Barat, maka harga nilai ekonomi hutan mangrove di Teluk Pising utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Rp. 9.264.595.200,00 4. Kesimpulan Data citra Landsat 7 ETM+ dengan resolusi 30 m kecuali band 6 yang digunakan dalam penelitian ini, dengan metode klasifikasi multispektral, dengan algoritma jaringan saraf tiruan dan data pengamatan lapangan, maka sebaran dan luasan mangrove dengan mudah dapat dikenali serta dapat dipetakan secara detail. Luasan hutan mangrove yang ditemukan di wilayah pesisir pantai Teluk Pising utara Pulau Kabaena adalah 152,128 ha. Hutan mangrove yang ditemukan dilokasi tersebut relatif masih baik dan didominasi oleh Rhizophora apiculata. Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Drs Pramuji, M.Sc., PU, atas saran dan konsultasi secara langsung dalam penulisan makalah. Daftar Acuan [1] E. Kanal, J.S. Bujang, M. Rahman, Prosiding

Seminar VI Ekosistem Mangrove(1998) 88-93. [2] P. Scherrer, G. Mille, Mar. Poll. Bull. 20(9) (1989)

430-43. [3] A.A. Cruz de la, BIOTROP Spec. Publ. 10 (1979)

125-138. [4] P. Saenger, E.J. Hegerl, J.D.S. Davie, Global status

of Mangrove Ecosystem. Commision on Ecology papers Numbers 3. IUCN, 1983, p.89.

[5] J.R. Clark, Coastal Ecosystem Mangrove, A.Weley Interscience Publication, 1977.

[6] S.B. Japar, Proceeding of Thirt ASEAN-AUSTRLIA Symposium on Living Coastal Resource, Review (1994) 123-138.

[7] M. Suryowinoto, The Cilacap Mangrove Ecosystem, Fakulty of Geography, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1980.

[8] A.E. Lugo, S.C. Snedaker, Ann.Rev.Ecol.Syst.5 (1974) 39-64.

[9] Pramudji. Dalam Laporan Penelitian Kawasan Indonesia Timur, Sulawesi Tenggara, 2006.

[10] Dephut, Laporan Analisa data hasil penafsiran citra Landsat MSS, Proyek Inventarisasi, Pengukuran dan Pemetaan Hutan Pusat Departemen Kehutanan, Jakarta, 1993.

[11] E.P. Green, C.D. Clark, P.J. Mumby, A.J. Edwards, A.C. Ellis, International Journal of Remote Sensing. Vol. 19(1998) 935-956.

[12] J. Goa, International Journal of Remote Sensing. Vol. 20 (1999) 2823-2833.

[13] Hartono, The Indonesia Journal of Geography. Vol. 26, No. 68(1994) 11-26.

[14] I. Sulong, H. Mohd-Lokman, K. Mohd-Tarmizi, A. Ismail, Mangrove mapping using Landsat imagery and aerial photographs: Kemaman district, Terengganu, Malaysia Environment, Development Sustainability, 4(4) (2002) 135-152.

[15] A.J. Edwards, A.C. International Journal of Remote Sensing, 19 (5) (1998) 934-956.

[16] J. Aschbacher, P. Tiangco, C.P. Giri, R.S. Ofren, D.R. Paudyal, Y.K. Ang, Comparison of different sensors and analysis techniques for tropical mangrove forest, mapping, Geoscience and Remote Sensing Symposium, IGARSS '95 IEEE International (1995) 2109-2121.

[17] Mather, Computer Processing of Remotely-sensed Data, New York John Wiley and Sons, 1987, p.111.

[18] J.R. Jensen, Introductory Digital Image Processing. A Remote Sensing Perspective, Prentice Hall Inc, NewYork, 1986.

[19] Janssen, L. F. Lucas, H. Middlekoop, International Journal of Remote Sensing Vol. 13, No. 15, (1992) 2827-2837.

[20] J.B. Compbell, Introduction to Remote Sensing, Taylor & Francis, London, 1996, p.622.

[21] H.J. Oosting, The study of Plant communities. W.H Freeman and Co San Fransisco, 1956, p.315.

[22] G.W. Cox, Laboratory Manual of General Ecology. MCW Brwon Comp Publisher, Dubuque, IOWA, 1967, p.165.

[23] S. English, C. Wilkinson, V. Baker, Survey manual for tropical marine resources, Australian Institute of Marine Science, Townsiville, 1994, p.368.

[24] I.H. Supriyadi, S. Wouthuyzen, Penilaian ekonomi sumberdaya Mangrove di Teluk Kotania Seram Barat, Provinsi Maluku, OLDI (38) (2005) 1-21.