6
Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Yogyakarta, 22 Juli 2009 C-025 Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4 PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR PERBAIKAN SISTEM MANUFAKTUR PIPA BAJA Erlinda Muslim 1 , Fauzia Dianawati 2 , Irwandi Panggalo 3 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Perbaikan dari sistem manufaktur merupakan salah satu usaha perbaikan yang dilakukan perusahaan, agar dapat merespon perubahan. Namun sering dijumpai tindakan perbaikan atau peneliharaan yang diambil tidak menyentuh permasalahan yang sesungguhnya. Penelitian ini menemukan bahwa equipment losses merupakan salah satu permasalahan yang sesungguhnya, sehingga tindakan perbaikan difokuskan pada permasalahan ini. Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran OEE, regresi majemuk dan korelasi, serta FMEA untuk mengetahui, dan memyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa equipment losses terbesar adalah adjust and setup khususnya pada saat penempatan posisi roll, sehingga tindakan yang disarankan untuk membuat tanda batas center (pokayoke). Kata kunci : Total Productive Maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 1. Pendahuluan Dalam era kompetisi global saat ini, banyak perusahaan yang mulai mencari alternatif keunggulan kompetisi agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Misalnya dengan mengembangkan usaha, meningkatkan kapasitas perusahaan, meningkatkan pelayanan kepada konsumen, melakukan efisiensi terhadap kegiatan logistik, dan sebagainya. Selain alternatif keunggulan di atas, salah satu cara yang digunakan oleh banyak perusahaan di dunia adalah dengan melakukan perbaikan terus menerus (continuous improvement) dalam setiap bagian atau departemen serta pada setiap proses di dalamnya. Dengan usaha-usaha perbaikan tersebut, perusahaan dapat bertahan dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan. Pada sektor industri manufaktur, perbaikan dari sistem manufaktur merupakan salah satu usaha perbaikan yang intensif dilakukan. Sistem manufaktur yang ada diperbaiki, sehingga nantinya dapat merespon perubahan pasar dengan cepat. Selain itu untuk mendukung sistem manufaktur tersebut, kinerja dari peralatan-peralatan yang digunakan harus diperbaiki, sehingga dapat digunakan seoptimal mungkin. Namun sering dijumpai tindakan perbaikan atau peneliharaan yang diambil tidak menyentuh permasalahan yang sesungguhnya, seperti melakukan kegiatan pemeliharaan yang tidak semestinya atau melakukan pemeliharaan setelah terjadi masalah. Akibatnya banyak ditemukan pada perusahan-perusahaan bahwa kontribusi terbesar dari total biaya produksi adalah bersumber dari biaya pelaksanaan pemeliharaan peralatan, baik secara langsung maupun tidak [1] . Untuk itu pemeliharaan diterapkan pada peralatan yang bermasalah. Bermasalah disini berarti, terjadi kemerosotan dalam hal kualitas maupun kuantitas dari produk. Beberapa aspek dari pemeliharaan pencegahan biasanya merujuk pada kegiatan perbaikan (repair), perkiraan (predictive), dan pemeriksaan menyeluruh (overhaul) [2] . Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya sistem atau metode yang mampu mengukur kinerja sesungguhnya dari peralatan dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui.

sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

  • Upload
    ngokhue

  • View
    238

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Yogyakarta, 22 Juli 2009

C-025

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE)

SEBAGAI DASAR PERBAIKAN SISTEM MANUFAKTUR PIPA BAJA

Erlinda Muslim1, Fauzia Dianawati2, Irwandi Panggalo3

Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Perbaikan dari sistem manufaktur merupakan salah satu usaha perbaikan yang dilakukan perusahaan, agar dapat merespon perubahan. Namun sering dijumpai tindakan perbaikan atau peneliharaan yang diambil tidak menyentuh permasalahan yang sesungguhnya. Penelitian ini menemukan bahwa equipment losses merupakan salah satu permasalahan yang sesungguhnya, sehingga tindakan perbaikan difokuskan pada permasalahan ini. Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran OEE, regresi majemuk dan korelasi, serta FMEA untuk mengetahui, dan memyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa equipment losses terbesar adalah adjust and setup khususnya pada saat penempatan posisi roll, sehingga tindakan yang disarankan untuk membuat tanda batas center (pokayoke).

Kata kunci : Total Productive Maintenance (TPM), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

1. Pendahuluan

Dalam era kompetisi global saat ini, banyak perusahaan yang mulai mencari alternatif keunggulan kompetisi agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Misalnya dengan mengembangkan usaha, meningkatkan kapasitas perusahaan, meningkatkan pelayanan kepada konsumen, melakukan efisiensi terhadap kegiatan logistik, dan sebagainya. Selain alternatif keunggulan di atas, salah satu cara yang digunakan oleh banyak perusahaan di dunia adalah dengan melakukan perbaikan terus menerus (continuous improvement) dalam setiap bagian atau departemen serta pada setiap proses di dalamnya. Dengan usaha-usaha perbaikan tersebut, perusahaan dapat bertahan dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan. Pada sektor industri manufaktur, perbaikan dari sistem manufaktur merupakan salah satu usaha perbaikan yang intensif dilakukan. Sistem manufaktur yang ada diperbaiki, sehingga nantinya dapat merespon perubahan pasar dengan cepat. Selain itu untuk mendukung sistem manufaktur tersebut, kinerja dari peralatan-peralatan yang digunakan harus diperbaiki, sehingga dapat digunakan seoptimal mungkin. Namun sering dijumpai tindakan perbaikan atau peneliharaan yang diambil tidak menyentuh permasalahan yang sesungguhnya, seperti melakukan kegiatan pemeliharaan yang tidak semestinya atau melakukan pemeliharaan setelah terjadi masalah. Akibatnya banyak ditemukan pada perusahan-perusahaan bahwa kontribusi terbesar dari total biaya produksi adalah bersumber dari biaya pelaksanaan pemeliharaan peralatan, baik secara langsung maupun tidak[1]. Untuk itu pemeliharaan diterapkan pada peralatan yang bermasalah. Bermasalah disini berarti, terjadi kemerosotan dalam hal kualitas maupun kuantitas dari produk. Beberapa aspek dari pemeliharaan pencegahan biasanya merujuk pada kegiatan perbaikan (repair), perkiraan (predictive), dan pemeriksaan menyeluruh (overhaul)[2]. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya sistem atau metode yang mampu mengukur kinerja sesungguhnya dari peralatan dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui.

Page 2: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Erlinda Muslim, Fauzia Dianawati, dan Irwandi Panggalo

C-026

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

Pemilihan sistem pengukuran kinerja sangat penting untuk mencapai sasaran perusahaan[3]. Pengukuran kinerja juga menjadi sangat penting bagi manajemen perusahaan untuk mengatahui tercapai atau tidaknya sasaran perusahaan. Dengan melakukan pengukuran berarti terdapat proses monitor, mengendalikan dan memperbaiki kinerja dari orang-orang atau team work yang terdapat dalam sebuah organisasi.

Salah satu metode pengukuran kinerja yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan, yang mampu mengatasi masalah serupa di atas (permasalahan equipment) adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE)[4]. Metode ini merupakan bagian utama dari sistem pemeliharaan yang banyak diterapkan oleh perusahaan Jepang, yaitu Total Productive Maintenance (TPM). Kehandalan metode ini telah dibuktikan melalui beberapa penelitian yang telah didokumentasikan melalui jurnal internasional. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Orjan Ljunberg dalam penelitiannya yang berjudul “Measurement of overall equipment effectiveness as a basis for TPM activities” yang mengambil perusahaan manufaktur di Swedia sebagai objek penelitiannya.

Hal ini pula yang berlaku pada perusahaan manufaktur steel tube yang sudah well established di Indonesia dimana telah berdiri sejak tahun 1990 (±18 tahun), perusahaan menerapkan pengukuran kinerja menggunakan metode OEE untuk mengetahui kinerja dari peralatan (Mesin) utama yang ada di perusahaan.

Tahap selanjutnya, dilakukan analisis terhadap kinerja perusahaan dari nilai OEE yang didapat. Analisis ini dilakukan dengan mengamati tiga faktor utama dalam OEE, yaitu Availability Ratio, Performance Ratio, dan Quality Ratio. Kemudian dilakukan analisis menggunakan metode regresi majemuk dan korelasi terhadap variabel dari tiga faktor utama tadi. Setelah menemukan permasalahan utama yang terjadi, maka perusahaan dapat mencari penyebab dan menentukan tindakan perbaikannya, dengan menggunakan metode FMEA. 2. Metodologi Penelitian Pengumpulan data berupa data sekunder dari departemen produksi, PPIC, Quality, dan Engineering. Dari pengumpulan data, didapatkan beberapa variabel yang berguna dalam pengukuran nilai OEE, yaitu :

1) Data mengenai lamanya mesin beroperasi per periode (machine working time). 2) Data mengenai lamanya waktu berhenti produksi yang ditetapkan oleh perusahaan meliputi

meeting, istirahat, makan, dan scheduled maintenance. 3) Data kerugian yang terjadi seperti set up and adjustment yang meliputi dandori time,

waiting dandori, quality check, data trouble, data gangguan kecil (idling and minor stoppages) yang meliputi scrap handling dan waktu menunggu lainnya.

4) Data ideal cycle time dan actual cycle time dari peralatan. 5) Data mengenai jumlah produksi (output) per periode. 6) Data mengenai jumlah cacat dalam produksi per periode. 7) Data kegagalan yang terjadi pada mesin/peralatan per periode.

Adapun tahapan pengukuran nilai OEE dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gbr. 1 Pengelompokkan Major Losses[5]

Page 3: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Erlinda Muslim, Fauzia Dianawati, dan Irwandi Panggalo

C-027

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

Pertama, dilakukan pengukuran faktor Availability dengan persamaan berikut,

……………………………………………………………..(1) Loading time atau available time per day diperoleh dengan mengurangkan planned downtime dari total waktu tersedia per hari (atau bulan). Planned downtime adalah downtime yang dijadwalkan dalam rencana produksi (production plan), meliputi downtime untuk jadwal pemeliharaan dan akivitas manajemen. Operation time diperoleh dengan mengurangkan equipment downtime dari loading time, dengan kata lain, merupakan waktu dimana peralatan beroperasi aktualnya. Equipment downtime meliputi kerugian kemacetan peralatan diakibatkan oleh kegagalan, prosedur set-up/adjustment, penukaran OD. Dalam perhitungan availability, pemahaman terhadap equipment downtime sangatlah penting. Melalui equipment downtime, tindakan perbaikan dapat diambil dengan segera. Kedua, dilakukan pengukuran terhadap faktor Performance dengan persamaan berikut :

………………………………………………….(2) Ketiga, dilakukan pengukuran terhadap faktor Quality dengan persamaan berikut :

……………………………………………………………...(3) Tahap terakhir dalam pengukuran nilai OEE adalah menhitung nilai OEE itu sendiri dengan persamaan berikut : OEE (%) = Availability (%) x Preformance rate (%) x Quality rate (%) ……………………...(4) Selanjutnya dilakukan analisis dengan metode regresi majemuk dan korelasi. Multiple regression dan corelation analysis merupakan suatu metode dalam ilmu statistik yang mana digunakan untuk mengetahui dan melihat hubungan linearitas antara variabel independent dengan variabel dependent[6]. Tujuan dari metode ini adalah memudahkan dalam analisis, juga digunakan sebagai dasar peramalan nilai OEE untuk beberapa periode berikutnya. Pada bagian ini diuraikan pengolahan terhadap losses peralatan dan variable lain yang menentukan nilai OEE. Berdasarkan pengukuran terhadap nilai OEE yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa nilai dari OEE tergantung dari beberapa unsur utama yang terangkum dalam masing-masing faktor OEE, yaitu availability ratio, performance ratio, dan quality ratio. Adapun unsur-unsur utama tersebut adalah : Machine working time ; Planned downtime ; Loss ; Total produksi ; Aktual cycle time ; Jumlah cacat. Unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi nilai dari OEE, oleh karena itu perlu diketahui bagaimanakah hubungan antara unsur tersebut tehadap nilai OEE. Hubungan tersebut meliputi :

1) Kenaikan/penurunan Machine working time dengan nilai OEE. 2) Kenaikan/penurunan Planned downtime dengan nilai OEE. 3) Kenaikan/penurunan Loss dengan nilai OEE. 4) Kenaikan/penurunan Total produksi dengan nilai OEE. 5) Kenaikan/penurunan Actual cycle time dengan nilai OEE. 6) Kenaikan/penurunan Jumlah cacat dengan nilai OEE.

Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah mencari penyebab dari permasalahan yang ada dan juga menentukan tindakan perbaikan yang akan diambil guna meningkatkan nilai OEE. Pada tahap ini digunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). FMEA adalah analisa potensi kegagalan dari produk / proses & efek-efeknya[7]. Pengolahan data FMEA pada penelitian ini mempunyai dua tahap, yaitu :

Page 4: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Erlinda Muslim, Fauzia Dianawati, dan Irwandi Panggalo

C-028

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

Pengolahan data berdasarkan metode FMEA, dari data historis (data teknis), dan dari data hasil brainstorming (untuk menentukan tingkat keseriusan, tingkat keseringan, tingkat deteksi).

Menghitung nilai RPN (Risk Priority Number) sehingga dapat memprioritaskan risiko (titik kritis) yang harus ditangani terlebih dahulu.

Adapun persamaan untuk menentukan RPN seperti berikut : RPN = severity X occurrence X detection………….………………….……………………….(5) 3. Hasil dan Pembahasan Setelah semua informasi yang diperlukan terkumpul melalui, data historis perusahaan, brainstorming, dan wawancara, maka dilakukan pengolahan data. Untuk tahap pertama (pengukuran nilai OEE), dilakukan pengolahan menggunakan bantuan software excel 2007. Tabel 1 dan 2 adalah hasil pengolahan data pengukuran OEE mesin utama.

Tabel 1 Hasil Pengukuran OEE Mill 1 Bulan Availability ratio Performance Ratio Quality ratio OEE

Sep-07 73,28% 101,01% 96,86% 71,69%Okt-07 71,70% 94,27% 96,06% 64,92%Nop-07 64,39% 69,31% 94,79% 42,30%Des-07 46,25% 44,41% 90,89% 18,67%Jan-08 69,88% 79,37% 95,71% 53,08%Feb-08 62,53% 74,33% 96,38% 44,80%Mar-08 73,18% 82,50% 94,91% 57,30%Apr-08 76,71% 91,43% 96,44% 67,64%Mei-08 73,06% 80,64% 95,87% 56,48%Jun-08 66,75% 79,26% 94,85% 50,18%Jul-08 67,85% 77,76% 93,89% 49,53%

Agust-08 68,36% 85,37% 95,35% 55,65%Sep-08 47,49% 71,40% 95,13% 32,26%

Tabel 2 Hasil Pengukuran OEE Mill 2 Bulan Availability ratio Performance Ratio Quality ratio OEE

Sep-07 50,60% 45,60% 93,15% 21,49%Okt-07 62,54% 51,81% 92,02% 29,82%Nop-07 63,69% 67,26% 93,39% 40,01%Des-07 59,09% 69,23% 91,92% 37,60%Jan-08 64,47% 61,23% 93,94% 37,08%Feb-08 71,24% 75,45% 95,26% 51,20%Mar-08 65,21% 67,72% 92,65% 40,91%Apr-08 65,67% 68,77% 94,45% 42,65%Mei-08 78,28% 77,07% 96,01% 57,92%Jun-08 60,68% 70,82% 92,94% 39,94%Jul-08 62,70% 54,09% 92,53% 31,38%

Agust-08 72,05% 52,45% 93,72% 35,41%Sep-08 74,29% 77,92% 94,22% 54,54%

Sebelumnya, dalam penelitian ini ditetapkan beberapa standard dalam pengukuran OEE, yaitu : Availability lebih besar dari 70%. Performance efficiency lebih besar dari 75%. Rate of quality product lebih besar dari 96%. OEE lebih besar dari 50%.

Hal ini dikarenakan berdasarkan identifikasi awal, diketahui bahwa dari kondisi mesin, SDM, faktor persaingan, dan faktor lainnya, tidak memungkinkan untuk mengikuti standard OEE[8], yaitu : Availability lebih besar dari 90%. Performance efficiency lebih besar dari 95%. Rate of quality product lebih besar dari 99%. OEE lebih besar 85%.

Setelah membandingkan hasil pengukuran OEE dengan standard perusahaan, maka dapat diketahui bahwa penyebab OEE rendah adalah faktor Availability. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 dan 3 berikut :

Gambar 2 Komposisi Pencapaian OEE

Kurang Dari 50% Mill 1

Gambar 3 Komposisi Pencapaian OEE Kurang

Dari 50% Mill 2

Page 5: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Erlinda Muslim, Fauzia Dianawati, dan Irwandi Panggalo

C-029

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

Setelah diketahui bahwa faktor availability penyebab OEE rendah, maka selanjutnya akan digunakan metode multiple regression and correlation untuk mengetahui penyebab availability rendah. Seluruh pengolahan data dengan analisis multiple regression dengan bantuan software Minitab Ver. 14. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang mempengaruhi faktor utama dalam OEE ada 6 unsur/variabel, sehingga jika dimasukkan ke dalam pengolahan multiple regression akan didapatkan persamaan sebagai berikut ; Mill 1 : Y = 3,59 + 0,0566X1 - 0,139X2 - 0,0709X3 + 0,00101X4 + 299X5 - 0,00812X6 Mill 2 : Y = 5,47 + 0,00882X1 - 0,0966X2 - 0,0382X3 + 0,00197X4 + 464X5 - 0,00529X6 Untuk mengetahui apakah setiap komponen dari variabel independent (pengukuran) tersebut significant dalam mempengaruhi nilai OEE (variable dependent), maka perlu diperlakukan uji signifikansi (significant test). Pengujian signifikansi untuk tiap-tiap variabel independent dapat menggunakan nilai distribusi-t masing-masing variabel dibandingkan terhadap nilai distribusi-t critical. Nilai distribusi-t critical untuk Mill 1 dengan tingkat kebebasan (degree of freedom) 284 dan nilai significance level (α) 0,05 adalah sekitar 1,960, sedangkan untuk Mill 2 mempunyai tingkat kebebasan 285 dengan nilai significance level (α) 0,05 mempunyai nilai distribusi-t critical 1,960. Selain dengan distribusi-t, nilai signifikansi juga dapat diuji dengan mambandingkan p-value dengan nilai significance level yang digunakan, dalam hal ini adalah 0,05. Berdasarkan formula dari availability ratio, terdapat beberapa variabel yang memiliki potensi sebagai penyebab rendahnya availability ratio yang dicapai. Pada persamaan regresi, variabel yang mempengaruhi availability ratio adalah machine working time, planned downtime, dan equipment downtime. Melalui analisa terhadap ketiga variabel ini, maka penyebab dari rendahnya nilai availability ratio akan diketahui. Dari persamaan multiple regression, dapat diketahui variabel pengukuran planned downtime, dan hasil nya equipment downtime yang menyebabkan Availability rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram pareto berikut :

Nila

i Dis

trib

usi

-t

V a r ia b le In d e p e n d e n t

C o u n t2 0 , 4 1 9 , 2 1 2 , 6 1 0 , 6 9 , 1

C u m % 2 8 ,1 4 8 , 5 6 7 , 7 8 0 , 3

1 1 , 6 4

9 0 , 9 1 0 0 , 0

8 , 4 5 7 , 9 5 5 , 2 2 4 , 3 9 3 , 7 8P e r c e n t 2 8 , 1

Pla nn

e d Dow n t im

e

A c tua l C

y c le T

ime

T o tal D

e fe c t

M a c hin e W

ork in

g Tim

e

T o ta l Pr o

d u ks i

E q u ip me n t D

o w n t ime

4 0

3 0

2 0

1 0

0

P a r e t o D i a g r a m T i n g k a t S in g n i f i k a n s i M i l l 1

Gambar 4 Diagram Significance Level

Variabel Independent Terhadap Variabel Dependent Mill 1

Nila

i Dis

trib

usi-

t

V a r i a b le In d e p e n d e n t

C o u n t2 3 , 1 1 6 , 6 1 2 , 2 7 , 1 3 ,3

C u m % 3 7 , 8 6 0 , 8 7 7 , 4 8 9 , 6

1 4 , 9 2

9 6 , 7 1 0 0 ,0

9 , 1 2 6 , 5 6 4 , 8 2 2 , 8 0 1 , 3 0P e r c e n t 3 7 , 8

O t h e r

P la n n e d D o w n t i me

T o t a l De f e c t

E q u i p m e n t Do w n t im

e

A c tu a l Cyc

l e Tim

e

T o t a l Pr o d u k s i

4 0

3 0

2 0

1 0

0

P a r e t o D i a g r a m T i n g k a t S i n g n i f i k a n s i M i l l 2

Gambar 5 Diagram Significance Level Variabel Independent Terhadap Variabel

Dependent Mill 2

Setelah mengetahui bahwa equipment downtime yang menyebabkan availability rendah, maka akan ditelusuri lebih jauh yang menyebabkan equipment downtime tinggi. Sebagai mana telah disebutkan sebelumnya, bahwa penyebab dari rendahnya pencapaian availability ratio adalah equipment downtime dan planned downtime, tapi yang akan dibahas lebih lanjut adalah equipment downtime disebabkan berdasarkan analisa pareto sebelumnya seperti yang diketahui bahwa yang paling berpengaruh adalah equipment downtime. Data untuk analisis pareto ini menggunakan data pengukuran nilai untuk setiap equipment losses peralatan untuk Mill 1 dan Mill 2 :

Page 6: sebagai dasar perbaikan sistem manufaktur pipa baja

Seminar on Application and Research in Industrial Technology, SMART Erlinda Muslim, Fauzia Dianawati, dan Irwandi Panggalo

C-030

Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM ISBN 978-979-18528-1-4

Coun

t

Perc

ent

Equipm e nt Dow ntim e

C oun t28,5 18,9 15 ,1 11 ,4 10 ,9 10,2 5 ,0

Cum % 28,5 47,4

29001

62 ,5 73 ,9 84 ,8 95,0 100 ,0

19292 15376 11635 11057 10367 5116Per ce n t

T_UT L

QLT

WT_

DA ND

DAND _T

M

T _MC HN

T_WLD

RQC K

100000

80000

60000

40000

20000

0

100

80

60

40

20

0

P ar e to Dia gr a m Equipme nt D o w nt ime M il l 1

Gambar 6 Diagram Pareto Equipment Losses (Equipment Downtime) Mill 1

Cou

nt

Perc

ent

Equipm ent Dow ntim e

C ount28,4 26,1 13,3 12,4 9,1 8,5 2,2

C um % 28,4 54,5

26375

67,8 80,2 89,3 97,8 100,0

24222 12300 11500 8448 7905 2030Percent

Other

DAND_TM

T_W

LDR

WT_DANDQLTQC K

T _MCHN

90000

80000

70000

60000

50000

40000

30000

20000

10000

0

100

80

60

40

20

0

P areto Diagram Equipment D ow ntime Mill 2

Gambar 7 Diagram Pareto Equipment Losses

(Equipment Downtime) Mill 2

Dari gambar 6 dan 7, dapat diketahui bahwa penyebab equipment downtime tinggi disebabkan oleh quality check dan machine trouble yang tinggi. Tahap trakhir dari penelitian ini, yaitu untuk mencari penyebab akhir dari permasalahan yang ada (quality check dan machine trouble). Analisis ini menggunakan metode FMEA. Dari hasil pengolahan FMEA dapat diketahui bahwa penyebab Quality check tinggi adalah penempatan posisi roll yang tidak tepat (center). Ini disebabkan tidak ada batas atau acuan dalam penempatan posisi roll serta kemampuan (skill) operator mesin masih belum memadai untuk menangani masalah yang terjadi. 4. Kesimpulan Setelah melakukan pengolahan data dan analisa terhadap hasil pengolahan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari periode penelitian yang dilakukan ada beberapa bulan dimana nilai OEE tidak

memenuhi standard OEE yang ditetapkan perusahaan. 2. Penyebab OEE rendah disebabkan oleh availability ratio yang rendah, porsi terbesar yang

menyebabkan nilai availability ratio rendah adalah equipment downtime (equipment failure).

3. Dari diagram pareto dapat disimpulkan untuk Mill 1 dan Mill 2 porsi penyebab equipemt downtime rendah paling besar adalah quality check. Dari hasil pengolahan FMEA, dapat dilihat bahwa nilai RPN paling tinggi adalah pada proses Roll, dengan kegagalan frekuensi adjust meningkat atau tinggi, dan penyebabnya adalah posisi sizing roll tidak center, sehingga disarankan untuk pemberian tanda batas center atau pembuatan pokayoke pada batas baut dan pelaksanaan autonomous maintenance.

Daftar Acuan [1] Benjamin S. Blanchard, “An Enhanced Approach for Implementing Total Productive

Maintenance in The Manufacturing Environment”, Journal of Quality in Maintenance Engineering, Vol. 3. 1997

[2] Lawrence Mann, Jr, “Maintenace Management”, Lexington Books, 1976, hal. 97 [3] Chris Morgan, “Structure, Speed and Salience : Performance Measurement In The Supply

Chain”, Business Process Management Journal, Vol. 10 No. 5, 2004, hal. 526 [4] Seiichi Nakajima, “Introduction to Total Productive Maintenance (TPM)”, Cambridge :

Productivity Press Inc, 1988, hal. 21 [5] Francis Wauters and Jean Mathot, “OEE (Overall Equipment Effectiveness)”, ABB Inc,

June, 2002 [6] Richard L. Levin and David S. Rubin, “Statistic for Management”, USA : Prentice-Hall

International, Inc, 1998 [7] Reference manual (QS-9000), “Potential Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)”, 3rd

Edition, 2001, hal.1 [8] Seiichi Nakajima, Op.Cit hal. 28