sdm makalah

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Pembangunan Nasional yang sedang berlangsung perlu suatu kesinambungan yang saat ini berjalan adalah untuk menciptakan cita-cita bangsa, oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang

berkemampuan dan berkualitas untuk menyelenggarakan pembangunan. Demi cita-cita nasional untuk mencapai kesejahteraan adil dan makmur serta menciptakan masyarakat madani. Gerakan pembagunan yang sudah lama terlaksana pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan dalam upaya mentransformasikan manusia-manusia Indonesia yang berada dalam suatu kondisi ke kondisi yang lebih maju baik secara individual maupun dalam konteks sebagai kelompok masyarakat. Salah satu prioritas dalam pembangunan yaitu diperlukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, guna mencapai SDM tersebut maka diperlukan pengembangan dan perubahan SDM terutama pada bidang pendidikan. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Ini dibuktikanantara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

PengembanganManusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaianpendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara didunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998),dan ke-109

Page 1

(1999). Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan diIndonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain dan membutuhkan sumber-sumber daya manusia yang terjamin mutu dan kualitasnya. Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas bahwa ada beberapa masalah yang dapat di rumuskan yaitu: 1. Bagaimana gambaran keadaan pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia khususnya di daerah terpencil dengan ketersedian sumberdaya manusia yang ada?

3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan?

C. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah: 1. Mendiskripsikan keadaan pendidikan di Indonesia

Page 2

2. Memapaparkan kualitas pendidikan di daerah terpencil dengan ketersedian sumberdaya yang ada 3. Mengetahui penyebab rendahnya kualitas pendidikan

Page 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Kondisi SDM Bangsa Negara Republik Indonesia yang merupakan sebagai Negara hukum (Rechtsstaat) mewujudkan suatu tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib. Pada hakekatnya manusia baik individual maupun kelompok masyarakat akan berjalan dengan baik apabila mereka patuh dan taat pada hukum, hukum sebagai panglima adalah menjadi cita-cita Republik Indonesia. Namun hingga sekarang citacita Republik Indonesia belum begitu terwujudkan sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia. Berangkat dari istilah penegakan hukum tersebut di atas maka, hasrat menjadikan hukum sebagai panglima menjadi doktrin dan prinsip yang dapat dikatakan dengan istilah negara berdasarkan hukum (rule of law) bukan sebaliknya bahwa Negara sebagai machstaat atau kekuasaan semata.Sebagai Negara yang berdasarkan hukum (rule of law) maka peraturan hukum itu di buat dan diterapkan oleh pemerintah (eksekutif) besama dengan DPR (legislatif). Peraturan hukum yang dibuat tersebut kadang tergesa-gesa sehingga pada akhirnya lahir peraturan hukum yang kurang responsive, Bahkan banyak peraturan hukum yang dikeluarkan saling tumpan tindih dengan peraturan hukum lainnya, sehingga menghambat penegakan hukum dan membuat masyarakat tidak dapat menerima sehingga menghambat proses pembangunan yang kita harapkan. Dengan selesainya pemilu legislatif beberapa hari yang lalu, diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas (Anggota Legislatif DPR/DPRD), sehingga SDM yang ada tersebut dapat menjadi yang terbaik untuk keberlangsungan pembangunan yang sedang berjalan ini.Melihat fenomena yang ada sekarang ini dengan memperhatikan kualitas para calon anggota legislatif boleh dikatakan sangat

Page 4

memprihatinkan, apabila kita perhatikan dengan seksama lebih banyak para calon tersebut hanya berbekal popularitas dan kekuasaan saja, tanpa memperhatikan kualitas daripada calon anggota legislatif tersebut.Bisa dibayangkan apablia SDM tersebut tidak berkualitas, padahal mereka tugasnya sangat berat dalam menjalankan amanah dari para konstituen yang telah memilihnya untuk mewujudkan pembangunan yang diharapkan bagi terwujudnya cita-cita masyarakat. Hal tersebut dapat menjadi bumerang apabila cita-cita mereka hanya pada mencari kekuasaan semata tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat banyak. Ini yang menjadi suatu dilemma yang harus diperhatikan. Reformasi adalah hal yang pada awalnya sangat diharapkan untuk bisa merubah tatanan dan perilaku SDM menjadi lebih baik. Tetapi hal ini juga belum bisa terlalu banyak kita harapkan. Hanya sebagian kecil saja yang merasakan kenikmatan dari reformasi tersebut (kebebasan yang

mengeluarkan pendapat,

kebebasan berserikat,

pers) itulah

menikmati hasil dari buah reformasi, peningkatan dan pengembangan SDM belum tersentuh.Reformasi atau demokratisasi merupakan suatu perubahan berbagai unsur yang terdapat dalam Negara, termasuk didalamnya adalah di bidang hukum, misalnya siapapun manusia di Indonesia harus tunduk pada hukum sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa : setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali. Dari pasal tesrbut sudah jelas, bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perbaikan dalam rangka pengembangan SDM, tentu mendapatkan pendidikan adalah yang utama untuk menuju perubahan SDM menjadi lebih baik.Perlu diketahui Investasi

pengembangan SDM sendiri tidak cukup hanya menjelaskan kemajuan sebuah Negara atau perusahaan. Tetapi diperlukan suatu bukti nyata dalam pelaksanaan pengembangan SDM jadi bukan sekedar retorika belaka.

Page 5

Investasi ini memang mahal dan tidak bisa instan untuk menikmatinya, masa yang akan datanglah hal ini baru bisa untuk dinikmati.Berpikir mengenai pengembangan sumber daya manusia harus didahului dengan beberapa tindakan nyata. Harus ada pengertian tentang apa yang harus dan dapat dilakukan oleh pemerintah dan hal ini merupakan tanggung jawabnya. Itu yang penting. Dalam melakukan perubahan guna pengembangan sumber daya manusia ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Perubahan keahlian dan kompetensi untuk memperbaiki kinerja setiap individu atau kelompok masyarakat. 2. Apa kekurangan tertentu, dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam hal ini. 3. Perubahan teknologi, perlu disikapi. 4. Kesempatan, memberi kesempatan atau tidak? 5. Tanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab. 6. Perubahan perilaku

Inti dari fokus pada pengembangan adalah pengertian bahwa kita adalah individu yang utuh (sama artinya dengan kita tidak terpisahkan). Kasus dalam fokus pengembangan adalah bahwa kita berkembang cepat, menjadi kreatif, memberikan sumbangan yang besar jika kita mampu

mempertimbangkan hidup kita sebagai kesatuan dalam membuat kebijaksanaan yang seimbang tentang apa yang baik untuk kesatuan hidup kita, tidak hanya sebatas pada kepentingan kebutuhan jangka pendek saja, yaitu kekusaan. Fokus pada pengembangan yang harus diperhatikan: 1. Memerlukan tujuan awal individu dan nilai-nilai yang bibawanya. 2. Dapat meminta belajar untuk melihat apa yang mereka lakukan terhadap keseluruhan hidup. 3. Mendorong individu meluangkan waktunya untuk mempertimbangkan pengembangan diri mereka dan apa yang ingin mereka lakukan.

Page 6

4. Memungkinkan individu bekerja sebagai kelompok teman guna melakukan proses belajar. Pendekatan ini dilakukan bukan untuk orang-orang penakut tetapi ditujukan kepada orang yang mau berubah dan mau melakukan suatu perubahan bagi Negara dan bangsanya. Melakukan suatu perubahan ada tiga tekanan yang harus diperhatikan; 1. Karena adanya suatu kebosanan, 2. Karena adanya suatu kecemasan, 3. Karena adanya potensi.

B. Sistem Pendidikan di Indonesia Indonesia telah lelah dijajah, bosan hidup dalam kungkungan dan ingin bangkit dari keterpurukan. Hingga akhirnya pendidikan menjadi salah satu solusi untuk mengentaskan penjajahan itu. Namun, pada masa penjajahan, hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Pendidikan dibuat untuk alat penguasa, penduduk Indonesia banyak yang dijadikan target empuk, dan diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Saat ini, kemerdekaan itu telah ditangan kita, bahkan pendidikan pun sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya

Page 7

biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, sesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal

Page 8

maupun informal.Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. 1. Efektifitas Pendidikan di Indonesia Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang

memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey kelapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu goal apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti ituPage 9

jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.Seharusnya, setiap orang mempunyai kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

2. Efsiensi Pengajaran di Indonesia Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih murah. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, lamanya waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumberdaya manusia Indonesia yang lebih baik.Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang property pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih.Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, namun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam, dan lain sebagainya.Hal itu bahkan diwajibkan oleh pendidik yang bersangkutan, bukankah ini sebagai komersialisme pendidikan? Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Optimal belajar itu akan didapat selama 30 menit saja sebenarnya, jika terlalu dituntut lebih, dapat menyebabkan kejenuhan, sehingga ilmu yang

Page 10

disampaikan tidak diserap maksilmal. Selain itu, kurangnya mutu pengajar juga yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun dia mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan yang ada di lapangan. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga tidak mudah dimengerti dan membuat tertarik peserta didik.Dalam beberapa tahun belakangan ini, Indonesia menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, berarti juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kurang efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif. 3. Standarisasi Pendidikan di Indonesia Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus berubah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam era globalisasi. Kompetensikompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan harus lah memenuhi standar.Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan di ukur oleh standard dan kompetensi di dalam berbagai versi sehingga dibentuk badan-badan baru untukPage 11

melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).Tinjauan terhadap

sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya muncullah bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekan oleh standar kompetensi saja sehingga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut. Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana acara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar.Selain itu, akan lebih baik jika dipertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofersi misalnya. Adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang disayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalui peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlangsung sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi beberapa bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didiikuti oleh peserta didik.Menuntut ilmu adalah salah satu ibadah yang akan langsung mendapat balasan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu jangan pernah puas dengan ilmu yang kita punya, karena itu hanya setitik air di lautan ilmuNya Allah.

Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: 1. Rendahnya sarana fisik,

Page 12

2. Rendahnya kualitas guru, 3. Rendahnya kesejahteraan guru, 4. Rendahnya prestasi siswa, 5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, 6. Mahalnya biaya pendidikan. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.

Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin

Page 13

kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel. Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anakanak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

Page 14

Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan

C. Mutu Pendidikan Di Daerah Terpencil Gerbang pendidikan merupakan salah satu jalan utama untuk meninggalkan ketertinggalan. Namun, kekurangan sumberdaya manusia unggul merupakan masalah klasik yang belum pernah tuntas hingga sekarang.Kini, problem ini menjadi makin kuadrat berlipat. Betapa tidak, untuk memenuhi persyaratan adanya manusia unggul dibutuhkan sistem pendidikan yang memadai. Syarat-prasyarat tersebut antara lain: tenaga pengajar yang kompeten; sarana tempat belajar mengajar juga layak; sistem pengajaran yang sesuai; dan juga materi pelajaran yang mencerdaskan.Di Amerika, setiap kali ada masalah, apapun itu, yang ditengok pertama kali adalah pendidikannya. Misalnya, ada

kecenderungan bunuh diri meningkat pada masyarakat di daerah tertentu, nah yang pertama kali dievaluasi adalah pendidikannya. Apa yang

Page 15

diajarkan di sekolahnya? Apa yang salah? kata Soedijarto, seorang guru besar Universitas Negeri Jakarta.Untuk itu, pemenuhan hak pendidikan ini bukan sekadar memindahkan informasi dan pengetahuan tertentu kepada siswa didik saja, khususnya pendidikan dasar. Sebab, pendidikan dasar merupakan penanaman tonggak dasar bagi cara berpikir bangsa ini. Jika pola pikir yang ditanamkan pada siswa didik ini adalah pola pikir yang rumit, tidak menutup kemungkinan kelak masa depan bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang berpikir secara rumit pula. Begitu pun sebaliknya. Dalam 20 tahun terakhir, secara umum Indonesia memang telah mengalami kemajuan di bidang pendidikan dasar. Hal ini ditandai dengan rasio bersih anak usia 7-15 tahun yang bersekolah mencapai angka 94%. Meski demikian, Indonesia masih menghadapi masalah pendidikan yang berkaitan dengan sistem yang tidak efisien dan kualitas yang rendah, misalnya anak yang putus sekolah diperkirakan masih sekitar dua juta (Unicef, 2002). Dengan kata lain, Indonesia belum berhasil memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi semua anak. Hal tersebut ditambah dengan masih banyaknya masalah yang harus dihadapi, seperti misalnya kualifikasi guru, metode pengajaran yang tidak efektif, manajemen sekolah, dan keterlibatan masyarakat yang rendah, serta banyaknya sekolah yang dalam keadaan rusak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan mengajar. Di sisi lain, sebagian besar anak usia 3-6 tahun kurang mendapat akses aktifitas pengembangan dan pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yang memadai, terutama anak-anak yang tinggal di pedalaman dan pedesaan.

Anggaran Pendidikan Anak-anak Indonesia yang berada di daerah (utamanya daerah tertinggal dan sedang dalam kondisi konflik) sering harus belajar di bangunan sekolah yang rusak karena alokasi anggaran dari pemerintah daerah dan pusat yang tidak memadai untuk melakukan rehabilitasi.

Page 16

Keberadaan sekolah yang rusak diperparah dengan biaya pendidikan yang mahal sehingga banyak anak usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena orang tuanya terkendala oleh biaya. Padahal dalam UUD 1945 amandemen ke empat, Bab XIII Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lebih lanjut, guna mewujudkan amanat UUD 1945 tersebut di atas, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Republik Indonesia telah menetapkan Visi Pendidikan Nasional, yakni Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif Tahun 2025. Berdasarkan Visi pendidikan nasional tersebut, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) guna kepentingan pendidikan.Kini, upaya pemerintah untuk menjalankan amanat UUD 1945 tentang pembiayaan pendidikan lebih dari 20 persen sudah berjalan. Namun, naiknya anggaran ini bukan berarti alokasi anggaran pendidikan tetap menumpuk di kotakota besar dan daerah-daerah maju saja. Padahal, masyarakat

(stakeholders) di kota-kota besar atau daerah maju tersebut sudah sangat bisa berpartisipasi mengembangkan pendidikan di lingkungannya sendiri. Bahkan, kini di daerah-daerah maju sudah bisa mulai melaksanakan pendidikan dasar gratis.Menurut Andik, mahasiswa fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, kecenderungan ini membuat pemerataan pendidikan tidak bisa berjalan dengan seimbang. Di sini tampak sekali ada ketidakadilan pendidikan yang terjadi di negeri ini. Seandainya 75 persen dari anggaran pendidikan 20 persen lebih tersebut untuk peningkatan mutu pendidikan di daerah tertinggal, tentu mereka akan bisa mengejar kemajuan pendidikan di daerah-daerah maju. Tapi persoalannya adalah tuntutan untuk terus meningkatakan sarana-prasarana di sekolah yang sudah maju kan tidak pernah berhenti. Sehingga,

Page 17

pemenuhan keinginan tersebut juga diambil dari anggaran 20 persen lebih ini. Memang ini tidak salah, tetapi akibatnya kesenjangan pendidikan di negeri ini tetap masih jauh, ungkapnya. Ketertinggalan pendidikan di daerah-daerah tertinggal dan terpencil bukan saja bisa dilihat pada sarana fisik. Akan tetapi, mutu pendidikannya pun jauh tertinggal dengan daerah-daerah maju. Sebab, di daerah tertinggal ini sangat susah didapatkan tenaga pendidik yang berkualitas.

Infrastruktur Pendidikan Menyoroti hal ini, Fathor Rachman Utsman, Dosen FKIP Universitas Madura dan UIM Pamekasan, menyatakan bahwa lemahnya mutu dan eksistensi lembaga pendidikan di masyarakat pinggiran (daerah tertinggal) dari lembaga pendidikan yang tergolong maju (di daerah perkotaan) merupakan titik klimaks dari pemahaman masyarakat Indonesia yang masih cenderung dikotomik terhadap keberadaan lembaga pendidikan.Hal ini terjadi karena pemahaman seperti itu hampir mengakar kuat pada seluruh bangsa Indonesia akibat dari sistem pendidikan yang diwariskan kolonial Belanda yang lebih memprioritaskan anak bangsawan dan saudagar dan memarginalisasikan anak-anak orang miskin pribumi dalam lembaga sekolah yang didirikannya, ungkapnya. Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah di kawasan perbatasan. Di mana perbandingan kesenjangan ini sangat mencolok dengan negara di sampingnya. Bila berkunjung ke negeri Jiran, Malaysia, di desa pertama setelah perbatasan antara Entikong, Kalimantan Barat, dengan Malaysia, kita akan menemukan bangunan sekolah dasar negeri yang rapi dan apik. Padahal, Desa Serian, di mana sekolah itu berdiri, berada di wilayah Kuching yang relatif jauh dari ibu kota negara, Kuala Lumpur. Ini, hanyalah segelintir contoh upaya pemerataan pendidikan dari segi infrastruktur ke seluruh pelosok negeri. Bahkan, upaya pemerataan itu sampai hingga ke perbatasan.Menengok kondisi di Indonesia, bangunan sekolah yang kondisinya lebih bagus hanya bisa ditemui di kota-kota

Page 18

besar. Sayangnya, gambaran ini tak ditemukan di seluruh wilayah negeri. Keberadaan bangunan sekolah yang bagus itu rupanya belum bisa berlaku secara nasional. Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas, Diah Harianti, menyatakan, mestinya memang anggaran pendidikan difokuskan pada daerah tertinggal. Tak hanya itu, anggaran itu juga seharusnya lebih dinikmati oleh masyarakat yang ada di daerah miskin.Desentralisasi, tambah Diah, seharusnya memungkinkan daerah untuk mengembangkan pendidikan dengan lebih baik. Berbicara mengenai pemerataan mutu pendidikan, kita kadang lupa bahwa faktor infrastruktur memainkan peranan yang besar. Daerah dengan infrastruktur buruk, pendidikan menjadi amat mahal, ujar Diah, beberapa waktu lalu. Dalam beberapa kali kunjungan ke sekolah atau ke dinas pendidikan di kawasan Tapanuli (Kabupaten Taput, Tobasa, Samosir, dan Humbang Hasundutan), selalu muncul pernyataan yang mengarah kepada kondisi saat ini, di mana kualitas pendidikan di daerah yang jauh tertinggal dibanding kualitas pendidikan di kota seperti: Siantar, Medan, Jakarta, Bandung, dan lain-lain, jawaban yang selalu diterima tidak akan jauh dari isu fasilitas. Fasilitas di kota jauh lebih banyak, lebih tersedia dibanding fasilitas di daerah. Di kota lebih banyak laboratorium, lebih lengkap fasilitas komputer, guru-gurunya lebih berkompeten, dan lain-lain. Namun yang menjadi pertanyaan, benarkah fasilitas yang membuat pendidikan di kota lebih maju dibanding pendidikan di daerah? Benarkah karena jumlah laboratorium yang lebih banyak di suatu sekolah membuat mutu pendidikan disana lebih maju? Benarkah fasilitas lab yang membuat mutu lebih terjamin.Dari beberapa perbandingan yang pernah dilakukan, ternyata banyak laboratorium yang kurang dimanfaatkan. Begitu juga dengan perpustakaan. Hampir tidak ada perbedaan yang mencolok. Bukubuku di perpustakaan kebanyakan buku-buku yang diterbitkan oleh depdiknas. Di samping itu, banyak buku-buku cerita yang tidak tergolong baru. Hal ini bisa dilihat pada sekolah-sekolah top di kota masing-masing, namun dari informasi yang diperoleh dapat diketahui bahwa fasilitas yang

Page 19

dimiliki oleh sekolah-sekolah tersebut tidaklah jauh beda dibanding fasilitas di daerah. Kalau demikian, muncul pertanyaan. Apa yang membuat sekolah di kota lebih baik dibanding sekolah di daerah? Mengapa kualitas pendidikan di kota lebih tinggi dibanding kualitas pendidikan di daerah

Tenaga Pendidik Menurut beberapa pengamatan, faktor utama yang mengakibatkan fenomena ini terjadi adalah motivasi. Motivasi sekolah untuk berprestasi di kota lebih tinggi dibanding motivasi sekolah untuk berprestasi di daerah. Motivasi untuk berprestasi siswa di kota lebih tinggi dibanding motivasi untuk berprestasi siswa di daerah.Dari mana muncul motivasi ini? Sebenarnya banyak sumber motivasi. Motivasi bisa dari keluarga, lingkungan sekitar, kelompok masyarakat lain, pemerintah, dan dunia luar. Semua hal yang disebut di atas bisa memberikan motivasi yang sangat kuat kepada sekolah dan kepada siswa. Dan masyarakat kota mempunyai akses yang lebih besar kepada sumber motivasi tersebut. Kesenjangan pemenuhan pemerataan pendidikan juga masih sangat tampak pada jumlah tenaga pengajar. Di pulau Jawa tenaga pengajar melimpah ruah. Sampai-sampai banyak sekolah yang menginginkan untuk melakukan pengurangan jumlah guru. Sementara, di daerah-daerah tertinggal jumlah gurunya sangat kekurangan.Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues, salah satu daerah tertinggal, Mohd. Ilyas, Kepala Dinas Pendidikan Aceh dalam kunjugannya di daerah tersebut menyatakan bahwa dari 126 sekolah di Gayo Lues, yang terdiri dari berbagai jenjang sekolah ternyata masih sangat minim guru yang cuma mencapai 949 orang guru yang mengajar aktif.Lebih lanjut, Ilyas mengatakan, yang sangat memprihatikan adalah pengajar Tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) yang cuma ada 9 orang guru untuk 5 Sekolah TK di Gayo Lues. Selain itu, hanya ada 69 orang guru untuk mengajar di 10 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 6 guru untuk satu SMK serta 18 guru untuk mengajar pada 2 MAN.

Page 20

Guru yang dibutuhkan terutama guru bidang studi di sana. Jumlah guru di beberapa tempat tadi seharusnya dua kali. Sedangkan untuk sekolah lainnya masih bisa diatasi,ucap Mohd. Ilyas. Persoalan lain terkait dengan tenaga pengajar adalah kurang minatnya para guru untuk ditempatkan di daerah tertinggal. Hal ini disebabkan antara lain masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru yang ditempatkan di daerah tersebut. Banyak guru-guru yang ditempatkan di desa terpencil kini pindah ke kota, dan yang tinggal hanya guru-guru kontrak. Selain itu, banyak guru yang yang beralih profesi menjadi pejabat struktural seperti camat atau kepala dinas. Di beberapa kabupaten baru (pemekaran) banyak yang sengaja merekruit para guru sebagai pegawai. Hal ini dikarenakan hanya para guru yang bisa memenuhi standar kepagawaian. Ya, ini memang dilematis. Di satu sisi kita membutuhkan tenaga guru, tetapi di sisi lain sumberdaya manusia di kabupaten yang baru ini tidak ada.

Manajemen Mutu Pendidikan Sejak tahun 2001, Depdiknas telah mencoba mengembangkan sistem manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). Konsep ini merupakan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara-negara maju. Konsep ini diadaptasi dariTotal Quality Management yang ada Industri Modern, layak untuk diadaptasai dalam Manajemen Pendidikan. Pada prinsipnya manajemen mutu ini berbasis sekolah memberdayakan semua komponen sekolah, dan sekolah sebagai unit produksi yang melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan guru/karyawan.Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) ini merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah berjalan di Sidney, Australia yang mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c) Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu

Page 21

sekolah dasar yang dikembangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP Yogyakarta (Hand Out, Pelatihan calon Kepala Sekolah).Dalam konsep ini terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua dan pakar.Menelaah pelaksanaan kebijakan ini, seorang pengamat pendidikan dari Samarinda, Falah Yunus, mengatakan bahwa konsep ini ternyata tidak banyak diketahui para tenaga pengajar di sekolah. Hanya para kepala sekolah atau calon kepala sekolah saja yang selama ini mengikuti seminar/ diskusi tentang hal ini.Masalahnya adalah sikap mental para pengelola pendidikan, tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program, gaya kepemimpinan yang tidak mendukung, kurangnya rasa memiliki para pelaksana pendidikan. Dan belum membudayanya prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal. Kendala-kendala itu disebabkan oleh adanya kepemimpinan yang tidak berjiwa entrepeneur dan tidak tangguh, dan rendahnya etos kerja aparat pengelola, kurangnya melibatkan semua pihak untuk berpartisipasi, lanjutnya.Lalu, bagaimana penerapannya pada sekolah-sekolah yang berada di daerah tertinggal? Ditinjau dari kompleksnya konsep yang dikembangkan, tentu saja gagasan ini masih sulit untuk diterapkan di daerah tertinggal. Beberapa masalahnya di antaranya: sumberdaya manusianya yang masih sangat terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas. Jangankan ada karyawan yang hanya bekerja di bidang administrasi, untuk memenuhi kebutuhan guru saja masih kurang.Sedangkan untuk membuat perencanaan program sekolah pun diperlukan pengalaman dan kemampuan tersendiri. Sementara, kondisi infrastruktur (bangunan sekolah), alat-alat kelengkapan belajarmengajar, alam lingkungan, dan masyarakatnya masih serba kekurangan. Padahal di antara indikator keberhasilan dari penerapan konsep ini adalah: Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan

Page 22

sebagainya.Yang menjadi pertanyaan, jika sistem peningkatan mutu pendidikan nasionalnya tidak merata, sementara pada tahap akhir sekolah siswa harus meraih nilai standar dalam ujian akhir nasional (UAN), bagaimana dengan standar pendidikan daerah tertinggal? Tentu, harapan terakhir yang bisa diajukan adalah memutuskan untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah tertinggal secara komprehensif. Tidak ada pilihan lain.

Page 23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dilihat dari kondisi sumber daya manusia di Indonesia yang kurang begitu memadai khususnya pada bidang sangat mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan khususnya di daerah terpencil sehingga mutu pendidikan saat ini minim dari apa yang di targetkan. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.Namun itu hanya beberapa penyebab umum rendahnya pendidikan di Indonesia. Adapun

permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:Rendahnya sarana fisik,Rendahnya kualitas guru,Rendahnya kesejahteraan guru,Rendahnya prestasi siswa,Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,Mahalnya biaya pendidikan.Didaerah terpencil maslah utama dalam

mengembangankan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan yaitu infrakstruktur pendidikan,tenaga kependidikan,dan mutu menajemen pendidikan.Hal ini lah yang membuat pendidikan di daerah terpencil tertinggal sehingga kualitas sumber daya manusianya pun di perhitungkan.

B. Saran Diharapkan pemerintah lebih memperhatikan pendidikan didareah terpencil yang ada di Indonesia guna untuk mencapai sumber daya manusia yang berdaya guna bagi negara.

Page 24

DAFTAR PUSTAKA

B. Suryosubroto. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004. Garry Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenhalindo, Jakarta, 1997. Mayansari.2009.PENYEBAB RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI Indonesia (online http//.google.com.diakses 10 juni 2011).Makassar Muliani.2009.MASALAH PENDIDIKAN. (online http//.google.com.diakses 10 juni 2011).Makassar

Page 25