28
STATUS PASIEN A. ANAMNESIS 1. Identitas Pasien Nama : Sdr. B Umur : 20 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pelajar Alamat : Gedongan, Plupuh Agama : Islam 2. Keluhan utama Gatal pada tangan, kaki, perut, dan pantat 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan gatal pada tangan, kaki, perut, dan pantat. Awalnya gatal dirasakan di kaki kurang lebih satu bulan yang lalu, dengan kulit yang gatal tampak merah disertai bintil-bintil diatasnya. Tiga minggu yang lalu, keluhan yang sama juga dirasakan pada pantat, perut, dan tangan. Kulit yang gatal sering digaruk oleh pasien, hingga luka dan terasa perih. Gatal dirasa semakin meningkat saat pasien berkeringat, dan pada malam hari, hingga pasien sering terganggu tidurnya. Satu minggu

Scabies dengan Infeksi Bakterial Sekunder

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan dan bisa menyerang siapa saja. Apabila tidak ditangani dengan tepat, akan menyebabkan infeksi sekunder lain, biasanya infeksi bakterial kulit.

Citation preview

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Sdr. B

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Gedongan, Plupuh

Agama : Islam

2. Keluhan utama

Gatal pada tangan, kaki, perut, dan pantat

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan gatal pada tangan, kaki, perut, dan

pantat. Awalnya gatal dirasakan di kaki kurang lebih satu bulan yang lalu,

dengan kulit yang gatal tampak merah disertai bintil-bintil diatasnya. Tiga

minggu yang lalu, keluhan yang sama juga dirasakan pada pantat, perut,

dan tangan. Kulit yang gatal sering digaruk oleh pasien, hingga luka dan

terasa perih. Gatal dirasa semakin meningkat saat pasien berkeringat, dan

pada malam hari, hingga pasien sering terganggu tidurnya. Satu minggu

yang lalu, pasien memberikan salep Miconazole (sisa obat dari sakit kulit

yang diderita pasien terdahulu) selama lima hari pada kulit yang gatal,

namun keluhan tidak berkurang. Kemudian pasien menggunakan obat

Supertetra, yang dibeli sendiri di apotek, selama 2 hari (1 kapsul

diminum, 1 kapsul ditaburkan di kulit yang gatal), namun keluhan juga

tidak berkurang. Pasien tidak demam, nafsu makan tidak menurun, dan

tidak ada riwayat digigit serangga.

Pasien tinggal bersama keluarganya (ayah, ibu, dan dua orang

adik). Ayah dan kedua adiknya mempunyai keluhan yang sama seperti

pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat digigit serangga : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : (+) ayah, kedua adik pasien

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan

Pasien mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun padat dan

handuk bersama dengan adik-adiknya. Handuk dicuci setiap 2 minggu

sekali. Sumber air berasal dari sumur. Pasien biasanya ganti pakaian 2

kali sehari. Sprei, sarung bantal, dan sarung guling diganti setiap 1 bulan

sekali.

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang anak laki-laki 20 tahun. Pasien tinggal

bersama ayah, ibu, dan dua orang adik. Pasien makan 3 kali sehari dengan

nasi, sayur, lauk tahu tempe, kadang-kadang telur dan ayam. Pasien

jarang makan buah-buahan. Lingkungan rumah dan sekitarnya cukup

bersih.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

a. Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup

b. Vital Sign : Tekanan darah : -

Respiration rate : 20x/menit

Nadi : 80x/menit

Suhu : afebril

c. Kepala : mesochepal

d. Mata : CA (-/-), SI (-/-)

e. Hidung : dalam batas normal

f. Mulut : dalam batas normal

g. Leher : dalam batas normal

h. Punggung : dalam batas normal

i. Dada dan axilla : dalam batas normal

j. Abdomen : lihat status dermatologi

k. Gluteus : lihat status dermatologi

l. Genitalia : lihat status dermatologi

m. Ekstremitas atas : lihat status dermatologi

n. Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi

2. Status Dermatologi

Regio Dorsum manus : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya

tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk

krusta

Regio Cruris : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya tampak

eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk krusta

Regio Abdomen : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya

tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk

krusta

Regio Gluteus : papul, pustul multipel diskret, disekitarnya

tampak eritema, dengan sebagian mengalami erosi dan terbentuk

krusta

Regio Genital : papul multipel diskret, disekitarnya tampak

eritema

C. DIAGNOSIS BANDING

1. Skabies

2. Prurigo

3. Insect bite

4. Pedikulosis korporis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(tidak dilakukan)

E. DIAGNOSIS KLINIS

Skabies dengan infeksi bakterial sekunder

F. TERAPI

1. Non medikamentosa

Edukasi kepada pasien :

Penjelasan mengenai penyakit dan terapinya :

Cara pemakaian obat salep, pengobatan dari leher sampai ke bawah,

dengan perhatian khusus pada sela jari tangan, sela paha.

Biarkan salep semalaman, cuci dengan sabun dan air pada pagi

berikutnya.

Menjaga kebersihan dan hygiene pribadi (kalau bisa mencuci semua

kain sprei, handuk atau pakaian dengan air panas, dan keringkan secara

panas).

Pentingnya pengobatan pada lingkungan sekitar. Bila dalam

lingkungan baik keluarga, maupun tetangga terdapat orang yang sakit

serupa minta untuk juga berobat agar tidak menularkan penyakit.

Mencuci / menjemur alat-alat tidur

Jangan memakai pakaian / handuk bersama-sama

2. Medikamentosa

Topical

Salep 24 sekali sehari pada malam hari setelah mandi

Salep Tetrasiklin 2 dd ue opada luka bernanah

Sistemik

CTM 3 x 4 mg

Dexamethasone 3 x 0,5 mg

G. PROGNOSIS

1. Ad vitam : baik

2. Ad sanam : baik

3. Ad fungsionam : baik

4. Ad kosmetikam : baik

SKABIES

I. SINONIM

The itch, kudis, gudik, budukan, gatal agogo.1

II. DEFINISI

Skabies adalah penyakit pada kulit manusia yang disebabkan oleh

penetrasi dari kutu parasit manusia obligat yaitu Sarcoptes scabiei var.

hominis ke dalam epidermis.2

Skabies merupakan infeksi dan sensitisasi ektoparasit pada kulit yang

ditandai adanya lubang superfisial dan keluhan gatal. Disebabkan karena kutu

Sarcoptes scabiei var. Hominis dan produknya. Kata Scabies berasal dari

bahasa latin yaitu the scab, yang berarti keropeng.3,4

III. EPIDEMIOLOGI

Skabies dapat ditemukan di seluruh dunia, terjadi pada semua

populasi. Hal ini sangat umum di negara berkembang, dengan prevalensi

sekitar 6% - 27%. Angka kejadian skabies cenderung tinggi pada anak-anak

serta remaja.5

Skabies lebih banyak terjadi pada masyarakat di bawah kondisi

kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Skabies paling banyak

dijumpai di fasilitas keperawatan seperti rumah jompo, panti asuhan, dan

pusat penitipan anak, serta pada saat kondisi lingkungan sangat padat.

Kejadian skabies lebih banyak didapatkan pada musim dingin dibandingkan

dengan musim panas.6

Skabies ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak

langsung. Kontak langsung atau kontak kulit dengan kulit yang dimaksud

antara lain berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Kontak

langsung yang dapat menimbulkan penularan adalah kontak yang erat dan

dalam waktu yang lama. Sedangkan kontak tidak langsung dimaksudkan

adalah melalui benda seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.1,4

IV. ETIOLOGI

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei

var. Hominis. Selain itu terdapat S.scabiei yang lain, misalnya pada kambing

dan babi.1

Secara morfologik merupakan tungau kecil berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata (gambar 1). Tungau ini

translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina

berkisar antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan

lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa

mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat

dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan

pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat

berakhir dengan alat perekat.1

Gambar 1. Sarcoptes scabiei

Siklus hidup tungau adalah sebagai berikut. Setelah terjadinya

kopulasi yang terjadi di atas kulit, kutu jantan akan mati. Kemudian kutu

betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum

dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil bertelur 2-4 butir sehari sampai

mencapai jumlah 40 atau 50 (gambar 2). Bentuk betina yang telah dibuahi ini

dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas 3-5 hari dan menjadi larva

yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,

tetapi dapat juga keluar dan masuk ke dalam folikel rambut. Setelah 2-3 hari

larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk yaitu jantan dan betina.

Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu

antara 8-12 hari (gambar 3). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar, pada

suhu kamar selama lebih kurang 7–14 hari.1,2,7

Gambar 2. Sarcoptes scabiei, telur, dan skibala

Gambar 3. Siklus hidup Sarcoptes scabiei

V. RESPON IMUN KULIT TERHADAP Sarcoptes scabiei

Kulit manusia dilindungi oleh komponen-komponen yang bersamaan

membentuk sistem imun kulit yang terdiri dari limfosit, sel Langerhans, sel

dendritik kulit, keratinosit, granulosit, dan skin-draining regional lymph nodes.

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa protein yang dihasilkan oleh

Sarcoptes scabiei berperan dalam respon imun kulit inang lewat sekresi sitokin

dan kemokin, serta adhesi molekul-molekul dari sel-sel kulit seperti fibroblas,

keratinosit, dan sel endotelial. Selain itu, IL-1a dan IL-1b disebut-sebut juga

banyak disekresi saat infeksi S. scabiei terjadi.8

Studi lain menyebutkan komponen ekstrak S. scabiei var. canis dapat

menurunkan sekresi antagonis reseptor IL-1 dan IL-8, serta menstimulasi

sekresi IL-6 dan vascular endothelial cell growth factor (VEGF) pada kultur

keratinosit normal. Sedangkan pada kultur fibroblas, sekresi IL-6, IL-8,

granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF), dan VEGF meningkat.

Kesimpulannya, penemuan ini menyatakan bahwa infeksi oleh protein yang

dihasilkan oleh S. Scabiei dapat menyebabkan peningkatan proses inflamasi

sel-sel yang berada di kulit, dan kemungkinan juga mempengaruhi reaksi imun

tipe lambat.8

Respon imun yang diperantarai sel telah diidentifikasi melalui

pemeriksaan histopatologi dari biopsi lesi kulit yang terkena skabies. Gejala

gatal dan papul pada infeksi ringan ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi

yang menyerupai reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gambaran histopatologi

menunjukkan liang yang dibuat oleh S. Scabiei dikelilingi oleh eosinofil,

limfosit, dan makrofag. Selain itu, sel T CD4+ juga mendominasi infiltrasi

limfosit pada infeksi ringan, dengan rasio CD4:CD8 4:1. Sedangkan pada

biopsi spesimen yang masih terdapat kutu dan papul, ditemukan deposit IgE

pada dinding pembuluh darah pada dermis bagian atas, menandakan reaksi

hipersensitivitas tipe 1. Namun pada skabies tipe krusta, reaksi inflamasi

didominasi oleh sel T CD8+. Pemeriksaan dengan mikroskop menunjukkan

keberadaan sel T (anti-CD45+, anti-CD43+), dan ketidakberadaan sel B

(CD20), dan jarang ditemukan makrofag. Jumlah sel T dan sel B masih dalam

batas normal di dalam darah, yang menandakan pergerakan selektif sel T CD8

ke dermis. Sel T CD8+ yang teraktivasi pada lesi kulit skabies tipe krusta

menyebabkan apoptosis keratinosit yang selanjutnya mempengaruhi

hiperproliferasi epidermis.8

VI. GEJALA KLINIS

Gejala klinis skabies bervariasi, tergantung pengobatan sebelumnya,

iklim, dan status imunologi penderita. Kelainan kulit menyerupai dermatitis,

dengan disertai papula, vesikula, urtikaria, dan lain-lain. Dengan garukan dapat

timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir

setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh Streptococcus aureus atau

Staphylococcus pyogenes.1,2,8

Diagnosis skabies ditegakkan atas dasar dua dari empat tanda cardinal,

sebagai berikut1:

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga dimana seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu

pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian

besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.

Dikenal keadaan hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga

mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini

bersifat sebagai pembawa (carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau

vesikel (gambar 4). Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi

polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya

merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis (gambar 5), yaitu

sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,

lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,

genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki (gambar 6).

Gambar 4. Terowongan akibat penetrasi Sarcoptes scabiei

Gambar 5. Tempat Predileksi pada Skabies

Gambar 6. Manifestasi klinis skabies pada sela-sela jari, pergelangan tangan, genitalia, tangan, dan kaki

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit

dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk

tersebut antara lain2,9:

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai

dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga

sangat sukar ditemukan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

2. Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan

kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau

tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga

menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan

mirip penyakit lain.

3. Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang

gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia

laki-laki, inguinal, dan aksila (gambar 7). Nodus ini timbul sebagai reaksi

hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih

dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap

selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi

pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.

Gambar 7. Skabies Nodular

4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama

skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu

tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia

eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering

kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan

lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan

ini bersifat sementara (4 -8 minggu), dan dapat sembuh sendiri karena S.

Scabiei pada binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada

manusia.

5. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai

seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki,

dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga

terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi biasanya ditemukan di

muka.

6. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis

dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita

skabies yang lesinya terbatas.

7. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas

dengan krusta, skuama generalisata dan hiperkeratosis yang tebal. Tempat

predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku,

lutut, telapak tangan, dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku (gambar

8). Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies

Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah

tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia

terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal

membatasi proliferasi tungau, sehingga tungau dapat berkembang biak

dengan mudah.

Gambar 8. Skabies Norwegia

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis.

Anamnesis :

1. Lokasi keluhan

2. Onset penyakit

3. Waktu sering timbulnya keluhan

4. Riwayat penyakit dalam keluarga

5. Kebiasaan

6. Tempat tinggal

Pemeriksaan fisik :

1. Ditemukan adanya terowongan atau kunikulus

2. Ditemukan tungau skabies, dengan cara1:

a. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat

papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas

sebuah kaca objek, lalu ditutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.

b. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar

kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

c. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari

kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan

mikroskop cahaya.

d. Dengan biopsi eksisional, kemudian diperiksa dengan pewarnaan

Hematoksilin Eosin (gambar 9).

Gambar 9. Pewarnaan dengan Haematoxylin eosin pada kulit yang terinfeksi skabies. (a) Perbesaran kecil (5x) pada lapisan epidermis dan dermis (b) infiltrasi

limfosit tipikal pada dermis (perbesaran 20x). (c) Adanya sebukan limfosit, eosinofil dan beberapa sel berpigmentasi (perbesaran 63x)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the

great immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan

keluhan gatal. Berikut diagnosis banding dari penyakit skabies:1,5

1. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada

bagian ekstensor ekstremitas.

2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan,

efloresensinya urtikaria papuler.

3. Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang

eritem.

4. Pedikulosis korporis

5. Dermatitis

IX. TERAPI

Syarat obat yang ideal, antara lain:1

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau

2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian

4. Mudah diperoleh dan harganya murah.

Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk

pasangan seksnya.1,7 Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada

pengobatan scabies yaitu:

1. Terapi Topikal:

a. Permetrin

Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis rendah (gambar 10). Obat ini

merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi,

kurang toksik dibanding gameksan, aplikasi hanya sekali, mudah

pemakaiannya, dan tidak mengiritasi kulit. Tidak dianjurkan pada anak

usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat

lesi, kurang lebih 8-12 jam, kemudian dicuci bersih. Bila belum sembuh

diulangi setelah seminggu.1,7

Gambar 10. Scabimite (Permethrin 5%)

b. Emulsi Benzil-benzoat 20-25 %

Obat ini efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam

selama tiga hari, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini

disapukan ke badan dari leher ke bawah. Penggunaan berlebihan dapat

menyebabkan iritasi atau kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.1,7

c. Sulfur presipitatum

Dalam bentuk salep atau krim, dengan kadar 4% - 20%. Preparat ini

tidak efektif pada stadium telur, maka obat ini dioleskan ke seluruh tubuh

(sesudah mandi) pada malam hari, tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini

akan lebih efektif jika dicampur dengan asam salisilat 2%. Dalam

konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi usia kurang dari 2 tahun.1,5,7

d. Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan).

Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena

efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi

iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil

karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali,

kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.1

e. Benzene Heksaklorida (Lindane)

Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau, tidak

berwarna. Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Pemakaiannya dengan cara

menyapukan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, dan setelah 12-24 jam

dicuci bersih. Pengobatan diulang selama 3 hari atau maksimum 2 kali

dengan interval 1 minggu. Efek samping pemakaian obat ini berhubungan

dengan sifat neurotoksisitasnya sehingga mengganggu sistem saraf pusat.

f. Krotamiton 10% dalam krim atau losio

Preparat ini mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.

Dipakai tiga malam berturut-turut, diikuti dengan mandi setiap pagi hari.

Krotamiton dapat diterima tetapi lebih mahal dan kurang efektif

dibandingkan lindane dan permetrin 1

2. Terapi adjuvant

a. Antibakterial

b. Antihistamin

c. Kortikosteroid

3. Terapi preventif

Yang terpenting dalam pengobatan skabies, adalah seluruh orang

yang tinggal ditempat yang sama dengan penderita juga harus diobati.

Semua pakaian, handuk, bantal, kasur harus dijemur dibawah sinar

matahari. Tujuannya agar tungau mati karena sinar matahari. Pakaian

dicuci dengan menggunakan cairan karbol. Dan bila semua telah

dilakukan, terpenting adalah mengubah cara hidup sehari-hari dengan

tidak saling meminjamkan pakaian dan barang pribadi lainnya ke orang

lain.7

X. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta

syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain

higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang

baik.

Jika tidak diterapi dengan baik, skabies akan menetap selama beberapa

tahun. Pada pasien imunokompeten jumlah tungau akan berkurang dengan

sendirinya dalam beberapa waktu. Selama diterapi dengan obat yang tepat dan

dengan perawatan yang baik maka skabies umumnya memberikan prognosis

yang baik. Pada pasien imunokompromais atau yang sedang dalam perawatan

meningkatkan resiko untuk terjadinya skabies krustosa (Scabies Norwegian)

sehingga memberikan prognosis yang kurang baik.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, Ronny P. 2007. Skabies. Dalam: Djuanda, A., (ed). Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 122-125.

2. Stone, S.P., Goldfarb, J.N., Bacelieri R.E. 2008. Scabies, Other Mites, and

Pediculosis In Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh

edition. Vol. II, Mc Graw Hill, New York. P: 2029-31

3. Gandahusada, S., Ilahude, H.D., Pribadi, W. 2006. Parasitologi Kedokteran.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4. Robin G, Brown T.B. Ectoparasite Infection in Lecture Notes On

Dermatology. 8th edition. University of Leicester School of Medicine.2002

5. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC.

Jakarta.Hal :164-167.

6. Cordoro, Kelly M. 2009. Scabies. http://www.emedicinemedscape.com/

article/1109204. (31 Desember 2011).

7. Maskur, Zainuddin. 2000. Infeksi Parasit dan Gangguan Serangga: Skabies.

Dalam Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit

Hipokrates. Hal: 109-113.

8. Walton, S. F. 2010. The immunology of susceptibility and resistance to

scabies. Parasite Immunology. 32: 532–540.

9. Fox, Lindy P. 2008. Scabies. http://www.knol.google.com/k/scabies. ( 31

Desember 2011).