SANITASI 2010

Embed Size (px)

Citation preview

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUSBIDANG INFRASTRUKTUR SUB BIDANG SANITASI

KATA PENGANTAR

Memperhatikan kondisi yang ada saat ini serta tantangan yang dihadapi di masa depan, disadari bahwa pengembangan sanitasi lingkungan yang meliputi pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan dan penanganan drainase tidak dapat dilakukan hanya oleh satu institusi. Diperlukan suatu kerjasama multi pihak yang bersifat sinergis dari segenap stakeholder baik yang ada di pusat maupun di daerah meliputi pemerintah, perguruan tinggi/akademisi, lembaga profesi, LSM, masyarakat dan swasta. Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah baik pusat maupun daerah, diperlukan upayaupaya terobosan yang bersifat merubah paradigma dalam pengembangan sanitasi lingkungan. Beberapa upaya bisa dilakukan misalnya pengelolaan air limbah skala komunitas berbasis masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan; pengurangan sampah di sumbernya melalui gerakan mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang atau reduce, reuse dan recycle (3R) yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); serta upaya membuat keseimbangan tata air melalui pembangunan kolam retensi yang bertujuan untuk memperlama laju aliran permukaan supaya tidak langsung terbuang ke badan air penerima. Sejalan dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah lebih berperan sebagai regulator dan fasilitator terkait dengan tugas-tugasnya dalam pengaturan, pembinaan dan pengawasan pengembangan sanitasi lingkungan. Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan, Pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) menyediakan program sanitasi lingkungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang disebut dengan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: prioritas pertama yaitu pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal. Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada Buang Air Besar sembarangan) maka dapat melaksanakan prioritas kedua yaitu pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Dalam rangka menjamin keberlanjutan program, disusun Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat yang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.

Jakarta, April 2010 Direktur Jenderal Cipta Karya

Budi Yuwono

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1.2 Maksud ..... 1.3 Tujuan 1.4 Acuan Normatif ... 1.5 Sasaran .... 1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat . PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pendekatan .. 2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan .... 2.3 Pola Penyelenggaraan .. 2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat . 1 1 1 2 2 2

BAB II

3 3 3 4

BAB III

PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat . 5 3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat ..... 7 3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat . 9 TAHAPAN PELAKSANAAN 4.1 Umum . 4.2 Tahap Persiapan . 4.2.1 Sosialisasi ... 4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional .. 4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif ... 4.3 Tahap Seleksi Lokasi 4.3.1 Persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan 4.3.2 Syarat Lokasi... 4.3.3 Daftar Panjang Lokasi ... 4.3.4 Daftar Pendek Lokasi .... 4.3.5 Sosialisasi Kampung ..... 4.3.6 Seleksi Kampung ... 4.3.7 Monitoring dan Evaluasi ... 4.4 Tahap Penyusunan RKM 4.4.1 Rencana Kegiatan Masyarakat ... 4.4.2 Pembentukan KSM ... 4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi 4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan . 4.4.5 Monitoring dan Evaluasi ... 4.5 Tahap Konstruksi 4.5.1 Persiapan Pelaksanaan ... 4.5.2 Proses Pelaksanaan ....... 4.5.3 Etika Pelaksanaan ........ 4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan . 4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi ..... 12 12 12 12 12 12 16 16 17 18 18 28 28 36 37 49 49 49 50 51 52 53 iii

BAB IV

4.5.6 BAB V

Monitoring dan Evaluasi .. 55 60 62 62 69 70 71 73 73 73 75 75 75

OPERASI DAN PEMELIHARAAN 5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan ... 5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota ..... 5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat . 5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat . 5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat 5.6 Monitoring dan Evaluasi PEMBIAYAAN 6.1 Sumber Pembiayaan .. 6.2 Rencana Pembiayaan 6.3 Pembiayaan Komponen Kegiatan ... 6.4 Penyaluran Dana ... 6.5 Pengelolaan Dana dan Pengawasan . 6.6 Pelaporan PENUTUP

BAB VI

BAB VII

LAMPIRAN 79

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9 Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 5.1. Gambar 6.1 Contoh Alat Pengumpul Sampah Contoh Alat Pembuat Kompos Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Masyarakat Berbasis Masyarakat Skema dan Prosedur Implementasi Contoh Venn Diagram Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Contoh Peta Sanitasi Masyarakat Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Contoh MCK Umum Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal Tangki Septik Bersama Bio-Digester Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun Contoh Pewadahan Contoh Komposter Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran yang Bermuara di Badan Air/Sungai Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi Bagan Sumber Pendanaan

v

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 6.1 Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan Contoh Timeline CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong Contoh Ladder 1* CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya CS3.1 Kondisi Drainase CS3.2 Toilet/Jamban CS3.3 Ketersediaan Air CS3.4 Ketersediaan Lahan Contoh Venn Diagram CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat* CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi* Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM Contoh Alokasi Waktu RKM Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa Pembiayaan per Komponen Kegiatan

vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase di Indonesia saat ini belum mencapai kondisi yang diinginkan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan permukiman padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi di perkotaan. Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk kepada fasilitas prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase (serta pemahaman tentang hygiene) semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases). Pemerintah menyediakan program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap kebutuhan. Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: (1) pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, (2) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan (3) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Melalui pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, masyarakat memilih sendiri prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang sesuai, ikut aktif menyusun rencana aksi, membentuk kelompok dan melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya, bahkan bila perlu mengembangkannya, dalam rangka meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan. 1.2 Maksud Petunjuk pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang bersifat melengkapi berbagai pedoman dan petunjuk lain yang berlaku. Tujuan Petunjuk pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi ini bertujuan agar para pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sehingga dapat: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat. 2. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat. 3. Membina organisasi/kelompok masyarakat. 4. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase 5. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase 6. Menumbuhkan inisiatif masyarakat/pokmas dalam pengembangan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)

1.3

1

1.4

Acuan Normatif 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP) 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah 12. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri; Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK/07/2008 dan 900/3556/SJ Tanggal 21 November 2008 perihal Petunjuk Pelaksanaan, Pemantauan, Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus 13. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor KU.01.01-Mn/678, tanggal 15 Desember 2009, tentang Ruang Lingkup Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Tahun 2010 Sasaran Sasaran dari tersedianya Petunjuk pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yaitu: 1. Kelompok Masyarakat; 2. Swasta; 3. Pemerintah Kabupaten/Kota; 4. Pemerintah Provinsi; dan 5. Pemerintah Pusat. Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini meliputi tahaptahap: 1. Persiapan, berupa kegiatan sosialisasi kepada seluruh stakeholder tentang penyelenggaraan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). 2. Penyiapan Tenaga Fasilitator, berupa seleksi dan pelatihan 2 (dua) orang Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), yaitu TFL Teknis dan TFL Pemberdayaan di setiap lokasi yang akan bertugas mendampingi masyarakat dalam tahap seleksi kampung, penyusunan RKM, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. 3. Seleksi Lokasi, berupa tata cara pemilihan lokasi sesuai kriteria, mulai dari daftar panjang (longlist), daftar pendek (shortlist) sampai dengan penetapan lokasi terpilih. 4. Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), berupa dokumen yang memuat sarana terpilih, daftar calon penerima manfaat, pembentukan forum pengguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konstruksi, rencana pembiayaan, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang dibangun. 5. Penguatan Kelembagaan, berupa pelatihan-pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Mandor, Tukang, Calon Operator dan Calon Pengguna. 6. Pengoperasian dan Perawatan, berupa tata cara pengoperasian dan pemeliharaan. 7. Pembiayaan.

1.5

1.6

2

BAB II PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pendekatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan salah satu kegiatan pembangunan prasarana air limbah, persampahan dan drainase yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui : 1. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat perkotaan berdasarkan kebutuhan; 2. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya; 3. Mendorong prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan merumuskan kebutuhannya secara demokratis dan transparan; 4. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan; 5. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pemanfaatan hasil kegiatan. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Prinsip Dasar DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah : 1. Program ini bersifat tanggap kebutuhan, masyarakat yang layak mengikuti DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) akan bersaing mendapatkan kegiatan ini dengan cara menunjukkan komitmen serta kesiapan untuk melaksanakan sistem sesuai pilihan mereka. 2. Pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat, sedangkan peran pemerintah atau Swasta, hanya sebatas sebagai fasilitator. 3. Masyarakat menentukan, merencanakan, membangun dan mengelola sistem yang mereka pilih sendiri, dengan difasilitasi oleh TFL atau konsultan pendamping yang bergerak secara profesional dalam bidang teknologi pengolahan limbah, persampahan, drainase maupun bidang sosial. 4. Pemerintah daerah tidak sebagai pengelola sarana, hanya memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat. Prinsip Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah : 1. Dapat diterima, pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima masyarakat. 2. Transparan, pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan aparatur sehingga dapat diawasi dan dievaluasi oleh semua pihak. 3. Dapat dipertanggungjawabkan, pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat. 4. Berkelanjutan, pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, yaitu ditandai dengan adanya manfaat bagi pengguna serta pemeliharaan dan pengelolaan sarana dilakukan secara mandiri oleh masyarakat pengguna. 2.3 Pola Penyelenggaraan Pola penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dilakukan oleh masyarakat dengan difasilitasi Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) atau Konsultan Pendamping yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Namun jika dalam tahap pelaksanaan konstruksi terdapat kegiatan yang secara teknis tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, maka dapat ditunjuk pihak ketiga dengan melalui Kerja Sama Operasional (KSO) sehingga terjadi kerja sama kelompok masyarakat setempat. 3

2.2

2.4

Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan prasarana penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari: 1. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, 2. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan 3. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Prioritas pertama: Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan prasaran air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3 alternatif utama: Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang terbatas. Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK terdiri dari kamar mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya. Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan. 2. Prioritas ke-2 Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan: a. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang (reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta b. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.

4

BAB III PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Air limbah ini berasal dari air bekas memasak, mandi, cuci, dan kakus. Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu. Masuknya air limbah domestik ke lingkungan tanpa diolah akan mengakibatkan menurunnya kualitas air di badan air penerima seperti sungai, yang pada akhirnya menyebabkan beberapa masalah, yaitu: kerusakan keseimbangan ekologi di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara langsung, yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat penyakit infeksi air, bertambahnya biaya pengolahan air minum (PAM), serta kerusakan perikanan di muara. Air limbah domestik adalah pencemar badan air di daerah perkotaan, yang berdasarkan penelitian Kantor Kementerian Lingkungan Hidup mencapai 60%. Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan lingkungan secara baik dan terpadu. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara baik dan teratur. Pada dasarnya semua penduduk harus mempunyai akses kepada fasilitas pembuangan air limbah yang benar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, prasarana dan sarana pembuangan air limbah secara individu maupun komunal perlu diupayakan keberadaannya sehingga setiap penduduk dapat memanfaatkannya. Kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik/sanitasi saat ini adalah: Pesatnya pembangunan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana air limbah sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Pembangunan sarana dan prasarana air limbah masih banyak yang belum sesuai dengan kondisi setempat, kebutuhan, dan daya beli masyarakat, serta rencana pengembangan kota. Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System). Sistem pengolahan air limbah terpusat merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan dengan batas tanah atau jarak, sedangkan sistem pengolahan air limbah setempat merupakan sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. 1. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System). Sistem pengolahan air limbah terpusat adalah suatu system pengelolaan air limbah dengan menggunakan suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Kelebihan system pengolahan air limbah terpusat : Menyediakan pelayanan yang terbaik; Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi; 5

Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari; Memiliki masa guna lebih lama; Dapat menampung semua air limbah. Kekurangan sistem pengolahan air limbah terpusat : Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi; Menggunakan teknologi tinggi; Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan; Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang; Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan; Memerlukan pengelolaan, operasi, dan pemeliharaan yang baik 2. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System) Sistem pengolahan air limbah setempat sebagai sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. Kelebihan sistem pengolahan air limbah setempat : Menggunakan teknologi sederhana; Memerlukan biaya yang rendah; Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri; Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat; Manfaat dapat dirasakan secara langsung. Kekurangan sistem pengolahan air limbah setempat : Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan tergantung pada sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lain-lain; Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas mencuci; Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan. Untuk menjembatani atau meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan dari kedua sistem pengolahan air limbah diatas adalah dengan mengembangkan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, yaitu penyelenggaraan prasarana air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri, seperti modul yang selama ini dikembangkan di Indonesia, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp. 300 Juta dan mempunyai 3 alternatif utama yaitu : - Modul A : berupa beberapa unit tangki septik komunal yang masing-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang sedikit karena dibangun di bawah tanah. - Modul B : berupa satu unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK, terdiri dari kamar mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya. - Modul C : berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan teknis. Pemilihan modul diserahkan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan. Modul ini sesuai diterapkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman padat, kumuh, dan rawan sanitasi di perkotaan, karena memiliki gabungan kelebihan dari sistem pengolahan air limbah terpusat (off site system) dan sistem pengolahan air limbah setempat (on site system), yaitu : 6

Menyediakan pelayanan yang terbaik; Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi; Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari; Memiliki masa guna lebih lama; Dapat menampung semua air limbah. Menggunakan teknologi sederhana; Memerlukan biaya yang rendah; Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri, misalnya untuk jamban sendiri bila pilihan teknologinya adalah tangki septik bersama atau perpipaan komunal; Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat; Manfaat dapat dirasakan secara langsung; Melibatkan semua pihak untuk bekerja sama (Masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan LSM). Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat Pemilahan Sampah Pemilahan sampah dilakukan untuk memilah sampah menurut jenisnya sehingga mendukung kegiatan / proses penanganan selanjutnya. Sebagai contoh bila akan dilakukan proses pengomposan maka sampah organik hendaknya dipilah terlebih dahulu.

3.2 3.2.1

3.2.1.1

Metode 1. Pemilahan hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat dan proses selanjutnya. 2. Awal pemilahan dianjurkan untuk memisahkan sampah menjadi 2 bagian yaitu sampah organik bahan kompos dan sampah non organik. - Sampah bahan organik kompos meliputi : sisa makanan, sisa buah, sisa sayur dan daun. - Sampah non organik meliputi : plastik, kaca, logam, karet, dan bahan lain yang tidak membusuk. Sampah kertas dan kayu sebenarnya merupakan jenis sampah organik, tetapi mengingat kandungannya (pada kertas mengandung tinta dll) yang berpotensi mengganggu kualitas kompos, dan sifatnya yang memerlukan waktu lama untuk proses pengomposan (misal kayu), maka keduanya tidak disertakan dalam kategori sampah organik bahan kompos. - Bila kondisi memungkinkan, sampah non organik dapat dipilah atas komponen lainnya sesuai kebutuhan; misal plastik, kertas, logam, kaca, dan lain-lain. 3. Sampah organik dikumpulkan dalam wadah yang yang terpisah dengan sampah non organik. Untuk sampah berupa sisa sayur sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu dengan menggunakan saringan plastik, karena sampah yang terlalu basah akan menyebabkan kadar air bahan kompos menjadi tinggi sehingga proses pengomposan akan terganggu. Fasilitas Untuk pemilahan sampah akan diperlukan beberapa fasilitas/peralatan yang dapat meliputi : 1. Wadah sampah organik 2. Wadah sampah non organik 3. Saringan plastik untuk meniriskan air dari sisa sayur Pengumpulan Sampah 1. Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan oleh petugas dari rumah ke rumah atau masyarakat membawa sendiri sampahnya ke Wadah/Bin Komunal/Kontainer yang sudah ditentukan. 2. Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut, seperti gerobak sampah, becak sampah, motor sampah atau alat angkut lain yang sesuai dengan kondisi setempat 7

3.2.1.2

3.2.2

3. Jadual pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logam/kaca dapat dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk sampah yang masih tercampur harus dilakukan minimal seminggu 2 kali. 4. Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi karung-karung besar (3 unit atau sesuai dengan jenis sampah).

Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah 3.2.3 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan a. Lokasi 1. Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPST dengan luas 1000 m. Sedangkan untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 500 m 2. TPST dengan luas 1000 m dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di sumber. 3. TPST dengan luas < 500 m hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50%. 4. TPST dengan luas < 200 m sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%. b. Fasilitas TPST 1. Fasilitas TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barrier (pagar tanaman hidup) dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional) c. Daur Ulang 1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber. 2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lapak atau langsung dengan industri pemakai. 3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterei dan lampu neon) dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku (PP 18 tahun 1999 tentang pengelolaan sampah B3). 4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan dll) sebaiknya dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku lain.

8

d. Pembuatan Kompos 1. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman. 2. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open windrow. 3. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter antara lain warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat. 4. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak Koperasi dan Dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian dll)

Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos 3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana, penyuluhan dan pedoman pemeliharaan. Pengelolaan Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama keberlangsungan hasil fisik konstruksi. Pengelola prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal: Kinerja prasarana yang dikelola (kolam tampungan, saluran, pintu-pintu air atau pompa (kalau ada)) Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan Target/sasaran perencanaan Standar prosedur operasional dan pemeliharaan Standar kriteria teknis prasarana dan sarana Rencana pengembangan sarana di masa datang Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkahlangkah berikut: Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik 9

3.3.1

Melakukan rehabilitasi tepat waktu Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkahlangkah berikut: 1. Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana Dalam keadaan tidak hujan, kolam tampungan harus dalam keadaan kosong (tidak ada air) Pintu-pintu air dalam keadaan siap digunakan Pompa dan daya listrik siap digunakan Saringan sampah dalam keadaan bersih 2. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik terhadap pompa dan pintu-pintu air 3. Melakukan rehabilitasi tepat waktu terhadap saluran-saluran air dan sistem drainase 4. Melakukan evaluasi kinerja sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan dan pelayanannya secara berkala 5. Melakukan pengelolaan sesuai dengan petunjuk operasi pemeliharaan ataupun standar operasi prosedur yang ada

10

BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN 4.1 Umum Tahapan pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) meliputi: Persiapan, Seleksi lokasi, Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM, Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun.Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

Sosialisasi Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Persiapan PENYIAPAN TFL (Seleksi, Pelatihan)

SELEKSI LOKASI Longlist, Shortlist

Lokasi terpilih Penyiapan Masyarakat oleh TFL

PEMBENTUKAN KSM PELATIHAN KSM PELATIHAN MANDOR PELATIHAN TUKANG

PENYUSUNAN RKM Organisasi, Pilihan Teknologi dan Sarana, DED, RAB dan Jadwal Kegiatan

Dokumen RKM

Pelelangan Material

PELATIHAN OPERATOR SOSIALISASI PENGGUNA

KONSTRUKSI Pelaksanaan dan pengawasan/ pengendalian oleh masyarakat

Sarana Siap Digunakan

Pelaksanaan Fisik

O&M Operasi, Pemeliharaan

Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat Pendampingan Sampah Pola 3R O&M Berbasis Masyarakat Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat 11

4.2 4.2.1

Tahap Persiapan Sosialisasi Sosialisasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada seluruh pemerintah Kabupaten/Kota pada akhir tahun anggaran sebelumnya yang diselenggarakan bersamaan dengan Sosialisasi DAK oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Rapat Konsultasi Teknis Regional Rapat Konsultasi Teknis regional yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana Kegiatan Definitif Penandatanganan Rencana Kegiatan definitif antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tahap Seleksi Lokasi Tahap kegiatan setelah penandatanganan nota kesepahaman oleh stakeholder, program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diikuti dengan persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) baik yang berasal dari pemerintah kabupaten/kota maupun masyarakat, Penyusunaan Daftar Panjang (Longlist), Penetapan Daftar Pendek (Shortlist), Presentasi/Sosialisasi Kampung, dan Seleksi Kampung/Masyarakat. Kegiatan penyusunan daftar panjang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan persiapan fasilitator lapangan. Penyiapan Tenaga Fasilitator Lapangan Seleksi TFL Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) terdiri dari TFL Pemda yang ditugaskan oleh Dinas penanggung jawab dan TFL masyarakat. TFL tersebut diseleksi sesuai dengan kriteria sebagai berikut: 1. Pendidikan minimal D3/sederajat 2. Penduduk asli/setempat atau mampu berkomunikasi dan menguasai bahasa serta adat setempat 3. Sehat jasmani dan rohani 4. Mengenal kondisi lingkungan calon lokasi. 5. Memiliki cukup waktu untuk melaksanakan tugas TFL 6. Memiliki pengetahuan/pengalaman dasar tentang air limbah, persampahan dan drainase 7. Bersedia tinggal dan bekerjasama dengan masyarakat di lokasi terpilih 8. ............................................ (syarat tambahan oleh Masyarakat) Pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Tujuan diselenggarakan pelatihan adalah memberi bekal pengetahuan tentang program dan tahapan sanitasi berbasis masyarakat kepada fasilitator, serta meningkatkan kemampuan (capacity) fasilitator, sehingga fasilitator dapat membantu masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan mengelola Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) mencakup 70% kegiatan pemberdayaan dan 30% kegiatan teknis. Untuk itu pelaksanaan pelatihan TFL perlu memasukkan pengetahuan dasar teknologi dan teknis disamping segi pemberdayaan masyarakat. Program pelatihan dirancang berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang sistematis dan partisipatif, yaitu dengan RPA dan dikombinasikan dengan metode/teknik lain yang dianggap efektif, misalnya observasi, wawancara, review dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tugas pekerjaan dari kelompok sasaran dan tujuan kegiatan pada tahap seleksi masyarakat dan penyusunan rencana kerja masyarakat (tahap perencanaan), tahap konstruksi dan capacity building (tahap pelaksanaan konstruksi) serta tahap evaluasi dan support OM (fase pascakonstruksi).

4.2.2 4.2.3

4.3

4.3.1 4.3.1.1

4.3.1.2

12

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Penyampaian surat oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum ke masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengusulkan nama calon fasilitator dalam rangka pemilihan tenaga fasilitator lapangan sesuai kriteria, yang terdiri dari 1 (satu) orang fasilitator teknis dan 1 (satu) orang fasilitator pemberdayaan masyarakat untuk masing-masing rencana lokasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). 2. Penyampaian nama calon fasilitator oleh Bupati/Walikota ke Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengikuti pelatihan. 3. Pelatihan tenaga fasilitator lapangan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Materi pelatihan TFL disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang ada, antara lain: 1. Prinsip-prinsip dasar Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 2. Tahap-tahap pelaksanaan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) secara umum; 3. Prinsip dan metode seleksi masyarakat Longlist dan shortlist kampung Rapid Participatory Assessment (RPA) Community self selection stakeholders meeting 4. Penyusunan rencana kerja masyarakat (RKM) Penentuan calon penerima manfaat/pengguna sarana Pemetaan rumah dan infrastruktur sanitasi kampung Pemilihan sarana teknologi sanitasi Kontribusi masyarakat Lembaga Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat Penyusunan buku RKM dan Legalisasi RKM 5. Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) sarana teknologi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan penyusunan Rencana Anggaran Biaya untuk persiapan fase pelaksanaan konstruksi berdasarkan sarana dan teknologi yang dipilih oleh masyarakat. 6. Capacity Building (pelatihan-pelatihan dalam Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)) Pelatihan KSM Pelatihan Mandor/Tukang Pelatihan Operator dan Pengguna 7. Evaluasi dan Support untuk operasi dan pemeliharaan Support OP pascakonstruksi Kampanye kesehatan bagi para pengguna Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Pengukuran dampak program (pengukuran dampak kesehatan dan pengukuran kualitas air di sekitar sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)). 4.3.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab TFL Setiap TFL (Dinas & Masyarakat) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Tahap Seleksi Masyarakat a. TFL Pemda Mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar kampung dari dinasdinas bersangkutan; Menyiapkan daftar longlist kampung padat/kumuh/miskin sesuai form dan membuat laporan kepada Kepala Dinas; Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL-masyarakat dan pendamping/Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi; Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan dan minta pengesahan dari Kepala Dinas; 13

Mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk menyelenggarakan pertemuan/ sosialisasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Melakukan RPA (Rapid Participatory Appraisal atau penilaian cepat secara partisipatif) di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting atau pertemuan masyarakat untuk seleksi sendiri bersama dengan tim TFL pendamping; Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke dinas penanggung jawab kabupaten/kota serta Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi. b. TFL Masyarakat Membantu TFL Pemda menyiapkan daftar longlist kampung; Mengkomunikasikan kepada Pendamping dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi; Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL Pemda; Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan bersama TFL Pemda; Membantu TFL Pemda untuk mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk sosialisasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Menindaklanjuti penjelasan kepada masyarakat (jika ada permintaan) bersama TFL Pemda; Melakukan RPA di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting bersama dengan tim pendamping; Membuat Berita Acara seleksi kampung. 2. Tahap Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) a. TFL Pemda Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL-masyarakat); Mengkomunikasikan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM; Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL-masyarakat)untuk penentuan calon penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM; Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan; Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama TFL-masyarakat); Mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan kegiatan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan dan menyusun laporan secara berkala ke dinas penanggung jawab di Kabupaten/Kota dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi. b. TFL Masyarakat Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL Pemda); Mengkomunikasikan kepada pendamping/Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan PLP Provinsi tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM; Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL Pemda) untuk penentuan calon penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM/Kelompok Swadaya Masyarakat, penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM; Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan; Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama TFL Pemda); Membantu TFL Pemda untuk mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. 14

3. Tahap Konstruksi dan Capacity Building a. TFL Pemda Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama dengan TFL-Masyarakat); Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan TFL- Masyarakat); Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL- Masyarakat); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan; Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL- Masyarakat); Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas. b. TFL-Masyarakat Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama dengan TFL Pemda); Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan TFL Pemda); Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL Pemda); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan; Membantu TFL Pemda dalam menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL Pemda); Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi . 4. Tahap Evaluasi dan Support Operasional dan Pemeliharaan a. TFL Pemda Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL- Masyarakat); Menyelenggarakan evaluasi kegiatan bersama dengan dinas-dinas terkait; Memberikan pedoman monitoring kualitas air dan hasil survei Indeks Status Perilaku Kesehatan kepada dinas terkait; Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL- Masyarakat); Membantu persiapan peresmian sarana; Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja; Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. b. TFL-Masyarakat Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL Pemda); Membantu masyarakat melakukan persiapan peresmian sarana; Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; 15

Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama TFL Pemda); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL Pemda); Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama dengan TFL Pemda); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. 4.3.2 Seleksi Lokasi 1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan calon lokasi penerima Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dalam bentuk daftar-panjang permukiman/kampung/kelurahan. 2. Penetapan daftar-panjang (minimal 5 lokasi) didasarkan pada wilayah yang merupakan urutan prioritas Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, Pengembangan pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) berbasis masyarakat, Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun pemetaan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan sehingga penanganan sanitasi lingkungan akan lebih tepat sasaran dan skala prioritas. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping akan menyusun daftar-pendek sesuai persyaratan teknis minimal yang ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan. 4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan masyarakat dengan sistem kompetisi terbuka. Syarat Lokasi 1. Kawasan permukiman padat, kumuh dan rawan sanitasi yang terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota, atau kawasan pasar dan permukiman sekitarnya (permukiman atau pasar legal sesuai peruntukannya dalam RTRW Kabupaten/Kota) 2. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani seperti pencemaran limbah, banyaknya sampah tidak terangkut atau terjadinya genangan. 3. Tersedia lahan yang cukup; 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL, 150 m2 untuk 1 (satu) MCK Plus++, atau 200 m2 untuk pengolahan sampah pola 3R dan kolam yang sebaiknya cukup menampung 150 m3/ha kawasan permukiman untuk drainase mandiri 4. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah). 5. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen pengolahan air limbah dan drainase mandiri. 6. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi melalui kontribusi, baik dalam bentuk uang, barang maupun tenaga. Daftar Panjang Lokasi Daftar panjang merupakan data sekunder calon lokasi yang diusulkan oleh pemerintah daerah kota/ kabupaten pada saat MoU, dengan ketentuan memiliki kriteria kelayakan sebagai berikut: a. Kriteria Umum: 1. Lokasi yang berada di kawasan permukiman perkotaan 2. Lokasi yang rawan sanitasi b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan: 1. Kepadatan > 700 jiwa/Km2 (Wilayah Jawa & Bali); 2. Kumuh secara fisik; 3. Lingkungan masyarakat berpendapatan rendah (kumuh miskin, bukan kumuh kaya); 4. Memiliki masalah kesehatan/kasus diare kejadian luar biasa; 5. Terdapat masalah fisik sanitasi; 6. Selalu masuk di semua program penataan kampung kumuh/penataan kawasan di semua dinas. c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan: 1. Batasan administrasi lahan TPST dalam batas administrasi yang sama dengan area pelayanan

4.3.3

4.3.4

16

pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. 2. Status kepemilikan lahan milik pemerintah atau lainnya dengan surat pernyataan bersedia digunakan untuk prasarana dan sarana pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. 3. Ukuran lahan minimal 200 m2 4. Mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat. 5. Masalah sampah sudah mulai mengganggu masyarakat d. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat: 1. Lokasi berada di kawasan permukiman perkotaan 2. Lokasi merupakan kawasan rawan genangan 3. Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota serta dilaksanakan berdasarkan prioritas zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase. 4. Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain: biaya konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan. 5. Ketersediaan dan tata guna lahan Daftar panjang tersebut bertujuan untuk mempermudah TFL dalam menentukan lingkup lokasi, survey, identifikasi lokasi dan sosialisasi awal, sehingga efektifitas dan target sasaran dapat tercapai. Sebaiknya data sekunder calon lokasi sejumlah minimal 5 (lima) kampung lokasi kumuh/miskin/padat penduduk perkotaan. 4.3.5 Daftar Pendek Lokasi Daftar Pendek merupakan data primer yang ditentukan berdasarkan hasil survai dan identifikasi daftar panjang (longlist) yang dilakukan oleh TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) berdasarkan kriteria kelayakan maksimal. Tujuan penyusunan daftar pendek adalah mempermudah dan mengefektifkan sosialisasi stakeholder kampung dan seleksi kampung sasaran program. Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM): a. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan: 1. Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota (Legal/proses legal) & cakupan 50-100 KK RT/RW/Lingkungan/Kampung; 2. Memiliki masalah fisik sanitasi yang sama (tidak terpengaruh batas RT/RW); 3. Tersedia lahan: 4. Luas min. 100 m2 (Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal) dan min. 150 m2 (untuk Community Sanitation Center (CSC) atau MCK Plus++) 5. Jarak dengan jalan besar 100 m. 6. Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran drainase/riol kota/sungai). 7. Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind). 8. Tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan: 1) Kriteria Fisik lingkungan: 1. Permukaan air tanah di TPST >10 m 2. Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan/ difungsikan sebagai lokasi TPS Sampah. 3. Berada didalam area yang memang direncanakan diperuntukkan sebagai lokasi TPS Sampah atau Rencana pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum/taman. 4. Bebas banjir. 5. Berada di lahan datar. 6. Jalan keluar/masuk menuju dan dari TPST datar dengan kondisi baik dan lebar jalan yang cukup untuk mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah. 7. Jarak lokasi ke permukiman lebih dari 200 m dari permukiman. 8. Terletak 500 m dari jalan raya 17

9. Berdampak minimal terhadap tata guna lahan. 10. Terdapat zona penyangga dan kegiatan operasionalnya tidak terlihat dari luar. 2) Kriteria Sosial Ekonomi 1. Cakupan pelayanan mendekati 600 KK. 2. Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai wawasan lingkungan yang kuat. 3. Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R merupakan kesadaran masyarakat secara spontan. 4. Masyarakat bersedia membayar retribusi pengolahan sampah. 5. Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK, Forum-forum kepedulian terhadap lingkungan, karang taruna, remaja mesjid, klub jantung sehat, club manula, pengelola kebersihan/sampah, dll c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan berbasis masyarakat: 1. Daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas genangan, tinggi genangan, lamanya genangan dan frekuensi genangan; 2. Elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari elevasi muka tanah di daerah genangan; 3. Lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas luas Kolam Retensi tersebut; 4. Daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke Kolam Retensi melalui peta topografi. 5. Adanya sistem, arah aliran dan outlet 6. Muka air di kolam retensi/kolam polder direncanakan dari dasar muka tanah terendah di daerah perencanaan dan ditarik dengan lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan. 7. Adanya badan air/sungai berada dekat lokasi kegiatan 8. Masyarakat bersedia mengoperasikan dan memelihara sistem sendiri serta bersedia membentuk kelompok pengurus O/P Pemilihan maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk dalam Daftar Pendek (shortlist) yang dilakukan oleh TFL (Pemda dan Masyarakat) dan disahkan oleh Kepala Dinas penanggung jawab. 4.3.6 Sosialisasi Kampung Presentasi atau sosialisasi kampung dilaksanakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan kota/ kabupaten bersama dengan TFL dan bertempat di dinas penanggung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3-5 orang wakil dari masing-masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan). Materi presentasi/sosialisasi berupa penjelasan tentang kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) oleh Dinas penanggung jawab dan TFL. Sosialisasi kampung merupakan syarat mengikuti seleksi kampung, dengan hasil yang diharapkan antara lain: Adanya surat undangan dari stakeholder kampung kepada TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan untuk melakukan presentasi kepada stakeholder kampung yang berminat di balai pertemuan Kampung/ Lingkungan/RT/RW. Adanya surat undangan dari masyarakat untuk melakukan survai cepat partisipatif (Rapid Paticipatory Assessment/ RPA). Seleksi Kampung Kegiatan seleksi kampung dilakukan dengan metode Rapid Participatory Assessment (RPA) dan Community Self Selection Stakeholders Meeting. Rapid Participatory Assessment (RPA) Rapid Participatory Assessment (RPA) merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan kondisi sanitasi masyarakat, masalah yang mereka hadapi, serta kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi secara cepat dan dilakukan secara partisipatif, atau bersama-sama masyarakat.

4.3.7

4.3.7.1

18

Alasan penggunaan metode ini adalah : 1. Memposisikan masyarakat sebagai subyek; 2. Memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginannya; 3. Sebagai salah satu media pemberdayaan masyarakat pada tingkat bawah (grass root level). Dalam tahap implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), RPA dilakukan setelah kegiatan Presentasi Konsep Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada stakeholder masyarakat. RPA akan dilakukan hanya jika ada undangan atau permintaan dari masyarakat setelah mereka memahami konsep kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) melalui presentasi. Hal ini sesuai dengan pendekatan Demand Responsive Approach (DRA), dimana undangan/permintaan menjadi salah satu indikator kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi. Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan hasil RPA dari kampung lain dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Sesi ini dinamakan Self-Selection Stakeholders Meeting, yang bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Tujuan RPA Secara umum, tujuan RPA adalah teridentifikasinya masalah sanitasi dan keinginan masyarakat untuk memecahkannya atas dasar kemampuan sendiri yang dilakukan secara partisipatif, sistematis, dan cepat. Tujuan akhirnya adalah terseleksinya masyarakat yang paling siap untuk implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 (lima) variabel, yaitu : 1. Pengalaman membangun infrastruktur kampung; 2. Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi; 3. Kelayakan teknis untuk infrastruktur Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 4. Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sarana; 5. Prioritas perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan No Jenis Informasi 1 2 3 4 5 Pengalaman membangun infrastruktur kampung Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi Kelayakan teknis untuk infrastruktur sanitasi Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola Prioritas perbaikan sanitasi

RPA Tools Timeline Ladder1 Transect Walk Venn Diagram Problem Tree

19

Pemetaan Sanitasi Kampung Diagram Venn Timeline Transect Walk Ladder-1

Problem Tree Community Self-selection Stakeholder Meeting Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi Partisipan RPA Partisipan RPA terdiri dari maksimum 20 orang berasal dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, yaitu perempuan, laki-laki, kaya-miskin, dan tokoh formal maupun informal. Prinsipnya semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan RPA ini adalah semakin baik. Sebelum RPA dimulai, komponen masyarakat yang perlu terlibat dalam RPA harus dibicarakan secara jelas dengan ketua RT/RW setempat. Fasilitator (TFL) sangat berperan penting dalam RPA karena bertanggung jawab atas proses dan hasil RPA sesuai dengan rencana. TFL bertugas memberikan tongkat komando kepada masyarakat ketika mereka sudah siap dan memahami tujuan dan cara kerjanya. Penetapan Skor dan Pembobotan (Nilai) Dalam RPA, setiap indikator dalam variabel akan diberi skor. Kemudian skor tersebut akan dikonversikan ke dalam nilai. Skor berkisar antara 0, 1, 2, 3, dan 4; sedangkan Nilai berkisar antara 0, 25, 50, 75, dan 100. Nilai tersebut merupakan kuantifikasi dari setiap pernyataan yang bersifat kualitatif. Penetapan skor dan pembobotan (nilai) ini penting dalam rangka penyederhanaan dalam memberikan penilaian tentang kondisi masyarakat secara obyektif. Skor ini sangat penting gunanya dalam Self-selection Stakeholder Meeting, dimana penentuan kampung yang lolos seleksi didasarkan pada total skor yang dimiliki oleh masing-masing kampung. Logikanya : semakin miskin kondisi kampung dan semakin besar tingkat keswadayaan masyarakat, maka semakin tinggi skornya, dan begitu pula sebaliknya. Maka, kampung yang mengumpulkan skor nilai tertinggi yang dianggap paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Penentuan Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan RPA perlu disepakati bersama antara tim fasilitator dengan masyarakat (misalnya ketua RT/RW dan tokoh masyarakat) agar proses pelaksanaan dapat berjalan lancar, dan minimal 1 minggu sebelumnya. Waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RPA adalah 390 menit (6,5 jam). Jika ditambah untuk introduksi, ice breaking, pembagian kelompok, dan penutupan maksimal 90 menit (1,5 jam). Maka, total waktu yang dibutuhkan adalah 480 menit (8 jam) atau 1 hari efektif. Tempat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPA adalah tempat pertemuan besar (untuk pertemuan awal/introduksi dan pertemuan akhir/presentasi hasil) dan tempat pertemuan kecil (untuk penerapan teknik20

teknik RPA). Tempat pertemuan ini diusahakan di tempat yang luas dan mudah dijangkau/diakses oleh masyarakat. Alat dan Bahan yang perlu disiapkan Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan RPA terdiri dari : Kertas lebar (plano), Kain lebar, Spidol besar aneka warna, Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip, Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal seperti bijibijian atau kacang-kacangan, Lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan sangat baik jika ada rekaman video/kamera yang dapat dipergunakan untuk melengkapi laporan. 4.3.7.2 Peta Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Pemetaan kampung adalah salah satu teknik PRA (participatory rural appraisal) untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengungkapkan keadaan wilayah di kampung mereka beserta lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah peta atau sketsa keadaan sumber daya umum kampung atau peta dengan topik tertentu (peta sanitasi). Media pemetaan dapat dilakukan di atas tanah, papan tulis atau di atas kertas. Metode penyusunan peta kampung umumnya menggunakan simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan, daun-daunan dan biji-bijian. Untuk menggambar di atas media tanah, yang perlu diperhatikan adalah proporsi luas lahan yang akan digunakan sehingga banyak orang/masyarakat yang dapat terlibat. Jika digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali di atas kertas agar hasilnya tidak hilang. Untuk itu lebih efektif dan efisien penggambaran peta sanitasi langsung di atas kertas besar/ plano. Tabel 4.2. Contoh Timeline No Proyek Pembangunan

Tahun

Pendanaan

Informasi yang diharapkan dari kegiatan timeline adalah: 1. Sejarah terbentuknya pembangunan bersangkutan, asal-usul perintis pembangunan, perkembangan yang terjadi dan siapa yang terlayani. 2. Terjadinya wabah penyakit (malaria, muntaber, DB, dsb) 3. Sejarah organisasi kelurahan dan sistem pengorganisasian pada saat melaksanakan pembangunan. Indikator dan Variabel penilaian TIMELINE Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong Pilihan Tidak ada pengalaman/belum pernah dilakukan Pernah dilakukan, berbentuk hibah/ bantuan dari luar Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi in-kind (tenaga+material) Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind (tenaga+material) Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind (tenaga+material), panitia pembangunan dan pengelola yang dibentuk masih ada sampai sekarang Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100

Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

21

4.3.7.3

Ladder-1 (Kesediaan Berkontribusi) Ladder-1 bertujuan untuk mengenali dan mengkaji manfaat dan nilai guna iuran yang dirasakan oleh masyarakat dalam kegiatan pembangunan sarana sanitasi kampung; serta digunakan untuk menilai kesiapan masyarakat berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur sanitasi. Proses Ladder-1 adalah : 1. Kegiatan dilakukan secara terpisah antara masyarakat laki-laki dan perempuan, dan antar masyarakat kaya dan miskin (jika memungkinkan); 2. TFL menjelaskan tujuan, maksud, dan cara penerapan teknik ini; 3. Mulai berdiskusi mengenai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada saat ini, kemudian ditulis pada kertas flip chart (satu kartu satu manfaat) dengan tulisan, simbol, atau gambar; 4. TFL memfasilitasi dan mengarahkan peserta untuk memberikan penilaian atas manfaat yang dapat dirasakan dibandingkan dengan besarnya iuran yang telah mereka berikan terhadap pembangunan sarana sanitasi; 5. Gunakan biji-bijian untuk menghitung skor; 6. Skor untuk nilai manfaat dan nilai iuran dijumlahkan dan diisikan ke kolom total, lalu dibuat rata-ratanya; 7. Berdasarkan hasil analisis ini, TFL mengajak peserta untuk menilai kesanggupan mereka untuk berkontribusi terhadap pembangunan/perbaikan sarana sanitasi yang akan dilakukan dengan cara memilih kartu-kartu yang didalamnya sudah ada nilai yang disediakan oleh TFL; 8. Kartu yang dipilih adalah nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang nanti akan dijumlahkan dengan skor yang lain pada sesi Community Self-selection Stakeholders Meeting. Tabel 4.4. Contoh Ladder 1* No Proyek Pembangunan Sarana Sanitasi 1 dst Total Skor = Rata-rata = Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) Informasi yang diharapkan dari kegiatan ladder-1 adalah : 1. Pandangan kelompok mengenai keberadaan setiap jenis manfaat yang dialami oleh mereka. 2. Urutan manfaat-manfaat dengan memperhatikan kesesuaian kontribusi (dalam bentuk uang, waktu, tenaga, harta benda, atau bentuk lainnya). 3. Manfaat-manfaat yang memperhatikan isu gender dan pelaksanaan pembagiannya. Indikator dan Variabel penilaian Ladder 1* Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya Pilihan Tidak bersedia memberikan kontribusi Bersedia memberikan kontribusi hanya untuk biaya pembanguan toilet Bersedia memberikan kontribusi untuk pembangunan prasarana & sarana serta biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya Skor 0 1 2 Konversi ke 0 25 50 Manfaat (1-10) Biaya dibayarkan (1-10)

22

Pilihan

Skor

Konversi ke

Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan toilet, biaya 3 75 pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, & sebagian dari biaya pembangunan komponen lainnya Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan prasarana 4 100 & sarana, biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, dan seluruh dari biaya pembangunan komponen lainnya Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) 4.3.7.4 Transect Walk (Kesiapan Teknis) Transect walk bertujuan untuk (1) mengenali dan mengkaji kondisi sarana sanitasi kampung yang sudah ada, (2) menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, dan (3) menilai tingkat kelayakan teknis sebagai prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan observasi langsung oleh TFL bersama-sama dengan masyarakat. Tugas TFL dan masyarakat di kegiatan transect walk adalah : 1. Menentukan, mengobservasi serta melakukan diskusi dengan masyarakat, antara lain : Lokasi yang dicalonkan masyarakat untuk bangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Sarana sanitasi yang digunakan masyarakat saat ini : jamban, sungai, kolam, dsb; Pola penggunaan sarana sanitasi; Ketersediaan lahan; Muka air tanah; Material lokal; Saluran drainase. (contoh cek list teknis dapat dilihat pada lampiran) 2. Mencatat semua sanitasi yang dibangun oleh proyek sebelumnya atau oleh pribadi. Secara acak pilihlah titik dengan proporsional (10% dari total) dari masing-masing kategori. 3. Melakukan observasi dan pencatatan kualitas konstruksi dengan menggunakan format observasi jamban/sanitasi, kemudian mendiskusikan dengan masyarakat yang ada di sekitar lokasi sarana sanitasi/jamban tentang pemeliharaan (keberadaan dan keteraturannya), lingkup dan pemakaian, serta konflik kepentingannya. Kemudian catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang pernah mendapat proyek jamban/sarana sanitasi, perlu dipilih secara acak jamban/sarana sanitasi yang dibangun sebelum, selama, dan setelah intervensi proyek dengan cara menjumlahkan semua jamban/sarana sanitasi pada ketiga kategori tersebut dan digambarkan persentase perbandingan masing-masing kategori. Penilaian menggunakan checklist terhadap kualitas konstruksi, operasi, dan pemeliharaan serta menggunakan jamban keluarga. 4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand responsiveness), dengan menggunakan skala penilaian dari setiap rumah tangga yang dikunjungi selama transect. Masyarakat dapat membantu memilih aspek penilaian kepuasan layanan. 5. Menilai kepuasan penggunaan sarana meliputi tingkat akses layanan, desain, penggunaan untuk anak-anak, kualitas konstruksi, kemudahan penggunaan dan pemeliharaan, nilai manfaat yang dirasakan dari kontribusi untuk memperoleh layanan tersebut, laporan mengenai layanan kepada pengguna dengan catatan terpisah untuk pria dan wanita.

23

Indikator dan Variabel penilaian Transect Walk Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase Pilihan Tidak ada saluran drainase Ada saluran drainase tetapi sudah rusak Ada saluran drainase tetapi mampet Ada saluran drainase tetapi air mengalir lambat Ada saluran drainase yang mengalir lancar Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban Pilihan Ada jamban lengkap dengan Tangki Septik di masing-masing rumah Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian kecil penduduk. ATAU. Setengah dari keseluruhan rumah telah mempunyai jamban + tangki septik sendiri Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian besar penduduk. ATAU. Hanya sebagian kecil Rumah yang mempunyai jamban + tangki septik sendiri Sebagian kecil penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. Sebagian kecil Jamban disalurkan langsung ke sungai. Sebagian besar penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. Sebagian besar Jamban disalurkan langsung ke sungai. Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air Pilihan Air tidak mencukupi meskipun untuk minum Air hanya mencukupi untuk minum Air hanya mencukupi untuk minum, masak, & mencuci Air hanya mencukupi untuk minum, masak, mencuci & mandi Air mencukupi untuk semua kebutuhan Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan Kondisi Tidak tersedia lahan milik perorangan/negara di dalam atau dekat kampung Ada lahan milik perorangan (100-200 m2) di dekat kampung Ada lahan milik negara (100-200 m2) di dekat kampung Tersedia lahan milik perorangan (100-200 m2) di dalam kampung Tersedia lahan milik negara (100-200 m2) di dalam kampung Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100

24

4.3.7.5

Venn Diagram Venn diagram bertujuan untuk mengenali dan mengkaji keberadaan lembaga lokal yang ada dalam masyarakat, manfaat dan tingkat kedekatan hubungannya dengan masyarakat. Secara khusus dapat digunakan pula untuk menilai tingkat kesiapan masyarakat untuk mengelola sanitasi secara kelembagaan lokal. Venn diagram dilaksanakan masyarakat dengan difasilitasi TFL. Langkah-langkah kegiatan venn diagram sebagai berikut : 1. Meminta warga menuliskan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di kampung mereka; 2. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada berdasarkan nilai pentingnya dalam metaplan berbeda ukuran (makin penting, ukuran kertas makin besar); 3. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada menurut kedekatannya dengan warga; 4. Buat Lingkaran atau orbit sesuai banyaknya organisasi atau lembaga; 5. Tempatkan organisasi terdekat di lingkaran pertama dan seterusnya. Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram Organisasi/ Lembaga A B C D

Tingkat kedekatan dengan masyarakat 3 1 4 2

4

C1

3 2

MASYARAKAT

D

A

B

Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram Indikator dan Variabel penilaian Venn Diagram Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat* Pilihan Tidak ada lembaga lokal yang sangat penting atau bermanfaat bagi sebagian besar warga Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar warga, tapi tidak dekat dengan masyarakat (jarang berinteraksi dengan masyarakat) Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, namun tidak memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah

Skor 0 1 2

Konversi ke 0 25 50

25

Pilihan Skor Konversi ke Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 3 75 warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, dan memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 4 100 warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah, dan memiliki akses keuangan (memiliki rekening bank, memanfaatkan layanan pembukuan) Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) 4.3.7.6 Problem Tree (Rencana Perbaikan Sanitasi) Kegiatan problem tree bertujuan untuk mengkaji dan mengenali masalah-masalah sanitasi yang ada di masyarakat dan hubungan sebab-akibat yang timbul dalam masalah sanitasi yang mereka hadapi; menentukan masalah-masalah inti sanitasi (sanitation core problems); serta mengkaji ide/gagasan/rencana masyarakat untuk memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi. Problem tree dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh TFL. Langkah-langkah problem tree sebagai berikut : 1. Jelaskan maksud, tujuan, dan proses kajian masalah sanitasi; 2. Tulis masalah secara singkat, padat dan jelas sesuai pandangan/perasaan masyarakat pada kartu-kartu dan tempelkan pada papan; 3. Mintalah kepada masyarakat untuk menentukan masalah inti; 4. Teliti kartu-kartu lainnya yang menyebabkan terjadinya masalah inti tersebut dan letakkan kartu-kartu tersebut di bawah masalah inti; 5. Minta warga menulis di kartu lain hal-hal yang menjadi akibat dari masalah inti tersebut, lalu letakkan kartukartu tersebut di atas masalah inti; 6. Lakukan analisis hubungan sebab-akibat dengan cara memberi tanda panah antara kartu satu dengan kartu lain dan tetap mengacu pada core problemnya; 7. Periksalah diagram secara keseluruhan, dan apabila diperlukan, perbaikilah untuk menjamin keabsahan dan kelengkapan analisis permasalahan sanitasi. 8. Tanyakan kepada mereka tentang ide/gagasan/rencana/action plan perbaikan sanitasi, lalu tulislah di kertas lain. AKIBAT MASALAH SANITASI 1 AKIBAT MASALAH SANITASI 2 AKIBAT MASALAH SANITASI 3 PENYEBAB MASALAH SANITASI 1 PENYEBAB MASALAH SANITASI 2 dst dst

Gambar 4.4. Contoh Rencana Perbaikan Sanitasi

26

Indikator dan Variabel penilaian problem tree Tabel 4.12 CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi* Pilihan Sanitasi tidak muncul dalam analisis masyarakat Sanitasi muncul tapi tidak dibahas lebih lanjut dalam analisis Sanitasi dan beberapa pilihan pemecahannya dibahas dalam analisis Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, tetapi tidak ada rencana kerja khusus. Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, dan rencana kerja khusus telah disusun oleh masyarakat

Skor 0 1 2 3 4

Konversi ke 0 25 50 75 100

Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

Kabupaten/Kot a terseleksi, 7 MoU ditandatangani

1-2 masyarakat terseleksi per Kabupaten/Kota Kabupaten/ Kota terseleksi, 7 MoU ditandatangani Presentasi kepada stakeholder masyarakat terselenggara RPA oleh TFL dan Konsultan terlaksana di maks.3 per Kab/ Pertemuan stakeholder seleksi sendiri masyarakat kota/kab. terlaksana & MoU

TFL terseleksi

Briefing TFL oleh konsultan terlaksana

Gambar 4.4. Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) 4.3.7.7 Community Self Selection Stakeholders Meeting Community self selection stakeholder meeting atau pertemuan perwakilan kampung dalam proses seleksi pemilihan kampung merupakan alat untuk menentukan 1 (atau lebih sesuai kesiapan dana Pemerintah Kabupaten/Kota) lokasi yang paling siap dengan sistem skoring. Kegiatan tersebut diikuti oleh kampung shortlist yang telah melaksanakan RPA dengan difasilitasi oleh TFL. Kegiatan tersebut diawali dengan mengundang masyarakat tiap lokasi/ kampung yang telah melaksanakan RPA, kemudian wakil masyarakat tiap kampung mempresentasikan hasil RPA langkah terakhir dengan difasilitasi oleh TFL dan dilakukan perhitungan hasil skoring tiap kampung secara terbuka seperti Tabel Konsolidasi Skor RPA (terlampir) Berita Acara Seleksi Kampung Penandatanganan berita acara seleksi kampung dilakukan: 1. Memberi tenggat waktu tertentu untuk konfirmasi lahan dan sebagainya kepada pemenang ke-1. 2. Bila pemenang ke-1 bermasalah, beri kesempatan kepada pemenang berikutnya. 27

4.3.7.8

4.3.8

Monitoring Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyusunan daftar panjang/long list, Daftar Pendek/short list dan seleksi kampung dilakukan untuk : 1. Memastikan syarat dan ketentuan calon lokasi terseleksi pada tahap awal (tahap daftar panjang dan daftar pendek serta lama waktu proses seleksi) telah sesuai; 2. Memastikan fasilitator pendamping masyarakat memiliki kapasitas, integritas dan sosiometri yang sesuai dengan kriteria; 3. Memastikan proses dan keluaran tahap-tahapan survey cepat (RPA) telah sesuai, terdokumentasikan secara terbuka (transparancy) serta dapat terukur (accountability); 4. Memastikan lokasi terpilih sesuai dengan syarat teknis, lahan/lokasi tidak dalam kondisi konflik serta mendapat persetujuan masyarakat. TAHAPAN PENYUSUNAN RKM Rencana Kegiatan Masyarakat Rencana kegiatan masyarakat (RKM) merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan sanitasi oleh masyarakat, sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/material dari berbagai stakeholder yang telah memberikan komitmen. RKM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) hanya akan dilakukan oleh masyarakat yang kampungnya terseleksi sebagai lokasi. Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua kegiatan yang dilakukan, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis diserahkan kepada tenaga ahli, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM ini dibuat dan diajukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang kemudian disetujui oleh semua stakeholder yang terlibat. Dokumen RKM ini berisi mengenai Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Terseleksi, Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme dan Jadwal Pencairan Kontribusi, Rencana Kerja Masyarakat (RKM), Konstruksi dan Supervisi, Penguatan Kelembagaan (Capacity Building), Pengoperasian dan Perawatan (O & P), serta Penjaminan Sistem. Tujuan RKM secara umum adalah: Teridentifikasinya kebutuhan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, maupun kelompok kaya-miskin untuk memecahkan masalah sanitasi yang ada berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri. Tujuan RKM secara khusus adalah : Mengumpulkan informasi sanitasi secara kwantitatif-sistematis dengan menggunakan alat-alat participatory, untuk menilai kesinambungan dan ketanggapan terhadap kebutuhan; Teridentifikasinya mekanisme untuk mengenal sejumlah indikator untuk kesinambungan dengan memperhatikan perlengkapan pelayanan sanitasi serta proses untuk melakukan penilaian terhadap partisipasi masyarakat; Teridentifikasinya informasi tentang kesetaraan akses pada pelayanan yang ada, partisipasi dalam pengambilan keputusan, kebutuhan dan kepuasan pengguna, kualitas pelayanan dan pengelolaan oleh masyarakat; Teridentifikasinya kebutuhan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dengan tujuan agar pelayanan dapat berkesinambungan; Teridentifikasinya kebutuhan dan rencana masyarakat untuk memecahkan masalah sanitasi. Persiapan Pelaksanaan Persiapan Tim Fasilitator

4.4 4.4.1

28

- Siapa berperan sebagai apa dan kapan - Penyiapan logistik, materi dan alat-alat untuk RKM - Kontak person di masyarakat Menentukan waktu dan tempat Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal dan kesepakatan Komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholders Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM No 1 2 3 4 5 Topik Penentuan calon penerima manfaat program/pengguna sarana Pilihan Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) & RAB Rencana kontribusi masyarakat KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Rencana Pelatihan Penguatan Kelembagaan (Capacity Building) Metode Partisipatif Wealth Classification & Community Mapping Presentasi Pilihan Teknologi Sanitasi (ICC), Transect Walk untuk data teknis Presentasi opsi-opsi kontribusi, Ladder-2 Presentasi opsi KSM, Venn Diagram Participatory Training Assessment

Tahapan RKM sebagai berikut : Klasifikasi Kesejahteraan, yaitu mengklasifikasi jumlah penduduk kampung ke dalam kategori tingkat kesejahteraan (kaya, menengah, miskin) menurut kriteria khusus dan istilah setempat; Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat, yaitu mempelajari keadaan masyarakat menyangkut sarana air bersih dan sanitasi; Transect Walk II, yaitu mempelajari akses masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada; Partisipasi dan Kontribusi, yaitu menilai dan menganalisa kesetaraan dan transparansi pengguna saat dan pasca pembangunan sarana; Siapa Melakukan Apa, yaitu mengetahui peranan laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan sarana; Pembagian Kerja berdasarkan Peran Gender, yaitu menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan, dan pekerjaan yang dibayar atau tidak.

29

Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)

Presentasi teknis ICC & Pilihan teknologi terseleksi

Penyusunan DED & RAB berdasarkan klasifikasi kesejahteraan

KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat terbentuk

Skema dan mekanisme kontribusi disepakati

Rencana konstruksi, kontribusi, pelatihan, O&P tersusun

Pembukaan rekening S

Minimal 1 kampung terseleksi per kota/kabupaten

Rencana Kerja Masyarakat (RKM) difinalisasikan (DED, RAB, rencana pendanaan dan pelatihan, rencana monitoring dan OP) Metode-metode partisipatif (CPA) yang terkait dengan kegiatan : seleksi teknologi, panitia Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, kontribusi, O & P, terlaksana di tiap masyarakat

Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Peserta/Partisipan Partisipan terdiri dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, baik perempuan, laki-laki, kaya-miskin, maupun tokoh formal dan informal. Prinsipnya, semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat dalam proses penyusunan RKM ini adalah semakin baik. Sebelum proses penyusunan RKM dimulai, komponen masyarakat yang perlu terlibat harus dibicarakan secara jelas pada saat pertemuan awal. 30

Waktu dan Tempat Pertemuan Waktu pelaksanaan RKM (hari, tanggal, dan durasi per-pertemuan) disesuaikan dengan kesepakatan warga. Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RKM yang terdiri dari 6 tools adalah 20 jam efektif. Dengan demikian, apabila dalam satu hari masyarakat bisa meluangkan waktu 2-4 jam (biasanya malam jam 19.00 s/d jam 23.00), 2-3 kali seminggu, maka penerapan RKM ini bisa selesai dalam 3 bulan. Untuk tempat pertemuan, yang perlu diperhatikan adalah cukup luas, bersifat netral, dan mudah diakses oleh masyarakat. Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM Minggu ke 1 Kegiatan Perkenalan: tim, apa itu Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), bagaimana proses Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), siapa partisipan, Kontrak belajar: Kapan, siapa dan berapa partisipan, bagaimana mengikuti proses, hasil apa saja yang hendak dicapai: - Klasifikasi Kesejahteraan - Pemetaan sosial - Diskusi hasil mapping - Presentasi Katalog Pilihan Informasi Sanitasi (ICC) - Mengidentifikasi Pilihan Teknologi yg dipilih - Transect walk - Pembentukan KSM & Panitia Pembangunan - Siapa melakukan apa - Identifikasi took dan harga material - Review pertemuan minggu lalu - Memilih teknologi yang diinginkan - Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) - Kontribusi - Partisipasi saat pembangunan pelayanan - Pembagian kerja berdasarkan peran gender dan waktu kerja (Ladder-2) - Review pertemuan minggu lalu - Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan revisi Rencana Anggaran Biaya (RAB) lanjutan - Kontribusi lanjutan - Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dibuka - Review pertemuan minggu lalu - Rencana Pelatihan - Finalisasi buku RKM Kebutuhan Waktu 4 5 Jam

2-3

4 5 Jam

4-6

4 5 Jam

7-9

4 5 Jam

10 - 12

4 5 Jam

4.4.1.1

Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification). Tujuan: Mengklasifikasikan jumlah penduduk RT/RW/Kelurahan kedalam kategori tingkat kesejahteraan (kaya, miskin, sedang), menurut kriteria khusus setempat dan sesuai dengan istilah setempat, serta proporsi populasi masing-masing klasifikasi status sosial untuk tiap kategori; Klasifikasi kesejahteraan digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang terlibat pelaksanaan forum discussion group (FGD), untuk memetakan akses orang miskin dan kaya terhadap sarana, fungsi dan pekerjaan, serta mengidentifikasi perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dan sebagainya.

31

Proses: 1. Dimulai diskusi kelompok dengan menyertakan wanita dalam masyarakat, tentang bagaimana membedakan rumah tangga dalam komunitas mereka; 2. Mencatat tingkatan status sosial yang ada di masyarakat serta menetapkan kriteria tiap tingkat status sosial, dengan media kertas dan spidol/pena fasilitator mengarahkan masyarkat untuk menggambar orang kayapada umumnya dalam masyarakat; 3. Setelah satu kelompok sibuk, fasilitator mengarahkan 2 (dua) kelompok untuk menggambar orang miskin dan menengah, hasil dari ketiga gambar tersebut diletakkan secara berderet dan terpisah; 4. Fasilitator mengarahkan masyarakat untuk mendeskripsikan serta menulis di bawah masing-masing gambar tentang kriteria kaya, menengah dan miskin (minimal 6-7 kriteria pada masing-masing strata); 5. Fasilitator menggali keterangan rasional atau alasan khusus di balik kriteria yang keluar. Setelah itu diklarifikasikan ke masyarakat tentang kebiasaan mereka, apakah mereka mengutamakan sumber tunggal? sosio-ekonomi mereka? serta seberapa jauh generalisasi dapat dilakukan; 6. Dengan mendistribusikan 100 benih/batu (menunjukkan populasi total masyarakat) menurut ketiga status sosial, dimana jumlah benih pada setiap tingkat status sosial menunjukkan prosentase populasi pada tiap kategori; strata 7. Kelompok kemudian menulis karakteristik dan prosentase hasil diskusi dalam lembaran kertas yang besar sebagai acuan pekerjaan berikutnya maupun pekerjaan yang membutuhkan pengelompokkan. Informasi minimum yang diharapkan adalah : a. Kesepakatan kriteria klasifikasi keluarga kaya, menengah, dan miskin; b. Perkiraan distribusi keluarga/rumah tangga untuk setiap kategori yang muncul; c. Memberikan informasi diatas untuk proses pemetaan sosial dan identifikasi peserta untuk berpartisipasi dalam kelompok terfokus. 4.4.1.2 Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat Pemetaan sanitasi kampung oleh masyarakat ini dilaksanakan pada lokasi/lingkungan yang telah terpilih melalului proses seleksi kampung. Tujuan: Mempelajari kondisi sarana air bersih dan sanitasi masyarakat (tradisional maupun yang berasal dari bantuan); Mempelajari akses keluarga kaya, menengah dan miskin terhadap sarana tersebut; Mempelajari dari keluarga kelas sosial apa (kaya, menengah dan miskin) anggota badan pengelola, baik lakilaki atau perempuan yang bekerja dalam bidang pelayanan sarana air bersih, sanitasi dan promosi hidup sehat/bersih, serta siapa yang pernah atau akan mendapat pelatihan. Proses: 1) Minimal sehari sebelum proses pemetaan, fasilitator berdiskusi dengan wakil masyarakat (laki atau perempuan) mengenai kelurahan yang akan dipetakan (dalam beberapa kasus, gambarkan peta secara umum), s