30
SAINS KIMIA Volume : 7, Nomor : 1, 2003 ISSN : 1410 – 5152 JURNAL (JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE) Daftar Isi 1. Kopolimerisasi Cangkok Gugus Reaktif Asam Adipat dan Polistirena dengan Inisiator Benzoil Peroksida Supri ..................................................................................................................... 1-3 2. Pengaruh Konsentrasi Sabun Natrium dari Minyak Inti Sawit dan Waktu Penyimpanan Terhadap Tegangan Permukaan Lateks Pekat Yugia Muis ....................................................................................................... 4-6 3. Analisa Keefektifan Penggunaan Kitosan untuk Menurunkan Kadar Logam Berat Harry Agusnar ................................................................................................. 7-10 4. Steam Distillation Extraction of 2,4,6-Tribromo Amisole in Milk Sample and Analysis Using GC-MS in EI+ Mode Chairuddin ....................................................................................................... 11-14 5. Study Perbandingan Penggunaan Kitosan Sebagai Adsorben Dalam Analisis Logam Tembaga (Cu 2+ ) Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom Zul Alfian.......................................................................................................... 15-17 6. Pengaruh Konsentrasi Dispersan Polimetil Metakrilat dan Waktu Perendaman Terhadap Logam Besi dalam Air Laut Syamsul Bachri Lubis...................................................................................... 18-20 7. Perolehan Kembali (Recovery) Amoniak dari Serum Pengolahan Lateks Pekat Dengan Metode Stripping Hamonangan Nainggolan ................................................................................ 21-22 8. Degradasi Polivinil Klorida (PVC) dalam Larutan Asam Sulfat Darwin Yunus Nasution .................................................................................. 23-25 9. The Analysis of Fatty Acid Components in the Seeds of Swietenia Mahogany Jacq Harlem Marpaung ........................................................................................... 26-27

Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

SAINS KIMIA

Volume : 7, Nomor : 1, 2003 ISSN : 1410 – 5152

1

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

Daftar Isi

1. Kopolimerisasi Cangkok Gugus Reaktif Asam Adipat dan Polistirena dengan Inisiator Benzoil Peroksida

Supri..................................................................................................................... 1-3

2. Pengaruh Konsentrasi Sabun Natrium dari Minyak Inti Sawit dan Waktu Penyimpanan Terhadap Tegangan Permukaan Lateks Pekat

Yugia Muis ....................................................................................................... 4-6

3. Analisa Keefektifan Penggunaan Kitosan untuk Menurunkan Kadar Logam Berat Harry Agusnar ................................................................................................. 7-10

4. Steam Distillation Extraction of 2,4,6-Tribromo Amisole in Milk Sample and Analysis

Using GC-MS in EI+ Mode Chairuddin ....................................................................................................... 11-14

5. Study Perbandingan Penggunaan Kitosan Sebagai Adsorben Dalam Analisis Logam

Tembaga (Cu2+) Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom Zul Alfian.......................................................................................................... 15-17

6. Pengaruh Konsentrasi Dispersan Polimetil Metakrilat dan Waktu Perendaman Terhadap

Logam Besi dalam Air Laut Syamsul Bachri Lubis...................................................................................... 18-20

7. Perolehan Kembali (Recovery) Amoniak dari Serum Pengolahan Lateks Pekat

Dengan Metode Stripping Hamonangan Nainggolan................................................................................ 21-22

8. Degradasi Polivinil Klorida (PVC) dalam Larutan Asam Sulfat

Darwin Yunus Nasution .................................................................................. 23-25 9. The Analysis of Fatty Acid Components in the Seeds of Swietenia Mahogany Jacq Harlem Marpaung ........................................................................................... 26-27

Page 2: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

SAINS KIMIA

Volume : 7, Nomor : 1, 2003 ISSN : 1410 – 5152

2

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal Sains Kimia Volume 8 Nomor 1 Tahun 2004, kami mengucapkan banyak terima kasih : 1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 2 artikel (Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara) 2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 2 artikel (Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara) 3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 2 artikel (Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara) 4) Dr. Bastian Arifin, M.Sc 1 artikel (Bidang Kimia Fisika, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh) 5) Drs. Harry Agusnar, M.Sc,M.Phil 2 artikel (Bidang Kimia Lingkungan, Universitas Sumatera Utara)

Page 3: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Kopolimerisasi Cangkok Gugus Reaktif Asam Adipat dan Polistirena (Supri)

1

KOPOLIMERISASI CANGKOK GUGUS REAKTIF ASAM ADIPAT DAN POLISTIRENA DENGAN INISIATOR

BENZOIL PEROKSIDA

S u p r i Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak Salah satu untuk memodifikasi molekul polimer dapat dilakukan dengan cara pencangkokan. Telah dilakukan suatu penelitian pencangkokan gugus reaktif asam adipat (AA) pada polistirena (PS) dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Proses pencangkokan dimulai terbentuknya radikal polistirena dan memvariasikan jumlah asam adipat 0.1 –0.6 gram. Hasil yang diperoleh dari identifikasi FTIR menunjukkan adanya pita tajam pada panjang gelombang 1737,24 cm-1 yaitu gugus CO dari ester, dan didukung pada panjang gelombang 1965,23 cm-1 yaitu gugus CO (karbonil). Pengukuran dengan Differential Thermal Analysis (DTA) memberikan suhu transisi gelas (Tg) sebesar 90,920C dan suhu dekomposisi sebesar 169,890C. Kekuatan tarik dari kopolimerisasi PS dan AA bertambah besar dengan naiknya jumlah dari asam adipat.

Kata kunci : Polimer, asam adipat, polistirena, benzoil peroksida, FTIR, DTA.

PENDAHULUAN Sintesis polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan untuk menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu, sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Untuk menyatakan hubungan antara struktur dan sifat mekanis serta membakukan mutu bahan polimer diperlukan teknik analisis dan karakterisasi yang cermat dan teliti (Wirjosentono, B., 1994).

Polistirena merupakan salah satu termoplastik sintetik yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak dari radikal bebas rantai polimer stirena. Kopolimer dari stirena dihasilkan secara komersil menggunakan senyawa peroksida sebagai bahan pemicu

untuk membentuk radikal bebas (Wirjosentono, B., 1995).

Berdasarkan peneliti terdahulu mengungkapkan bahwa dapat dilakukan pencangkokan antara gugus metil metakrilat (MMA) dengan polipropilena, proses

pencangkokan dilakukan dengan bantuan

inisiator BPO (Seymour.B.W., 1975). Proses pencangkokan dimulai dengan terbentuknya radikal dari polistirena dan kemudian gugus COOH dari asam adipat akan menempel pada gugus stirena yang terlebih dahulu dibuat radikal. Hasil dari pencangkokan akan dikarakterisasi dengan Spektrofotometer infra merah, kekuatan tarik kopolimer cangkok diukur dengan Tensile tester, dan sifat termalnya ditentukan dengan Differential Thermal Analysis (DTA).

Page 4: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 1-3

2

BAHAN DAN METODA Sintesis Kopolimerisasi PS dan AA

Sebanyak 2,5 g PS, 0,1 g BPO dan 0,1 g

AA dimasukkan dalam labu alas dan direfluks selama 3 jam dengan pelarut toluena pada temperatur konstan 1100C. Hasil kopolimerisasi dituangkan pada cawan petri dan dibiarkan pada suhu kamar dengan udara terbuka. Hasil dari kopolimerisasi ini akan dikarakterisasi dengan FTIR dan DTA.

Pembuatan Spesimen kopolimerisasi Sampel yang diperoleh diletakkan

diantara kedua plat aluminium yang berukuran 15 x 15 cm dan terlebih dahulu dilapisi dengan aluminium foil. Plat tersebut diletakkan diantara pemanas mesin cetak tekan (hydraulic press) pada suhu konstan 1100C dengan tekanan 100 KN. Setelah beberapa menit plat aluminium tersebut diambil dari pencetak tekan dan didinginkan denagn air dingin. Spesimen tersebut dipotong-poton dengan ukuran ASTM untuk pengukuran kekutan tarik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kopolimerisasi PS dan AA dengan FTIR

Hasil dari analisis spektrum IR ditunjukkan pada gambar –1. Pada daerah 3000-2850 cm-1 menunjukkan puncak CH2 dan CH3 streching. Pada panjang gelomabng 1736,24 cm-1 menunjukkan adanya gugus CO dari ester dan didukung pada panjang gelombang 1695,23 cm-1 yaitu gugus CO dari ester terikat.

Pada daerah panjang gelombang 1541,55 cm-1 –1452,08 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatik. Hal ini menguatkan peneliti bahwa kopolimerisasi telah terjadi ditandai dengan berubahnya gugus-gugus

fungsi dari komponen awal. Kami memperkirakan bahwa proses pencangkokannya dimulai dari pembentukan radikal dari PS.

Analisis Kekuatan Tarik Kopolimer PS dan AA

Pengukuran kekuatan tarik bertujuan untuk melihat kekuatan sampel polimer, yang dapat memberikan informasi tertentu bahwa telah terjadi reaksi. Hasil pengukuran kekuatan tarik kopolimer PS dan AA dengan Tensile tester dapat dilihat pada tabel-1 . Tabel –1 Hasil pengukuran kekuatan tarik kopolimer PS dan AA

Komposisi No

AA (g)

PS(g)

Tegangan (Mpa)

Regangan (%)

Modulus

Young’s (Mpa)

1 0,1 2,5 2,45 2,44 100,4 2 0,1 2,5 0,52 2,92 17.80 3 0,3 2,5 3,55 7,20 49.30 4 0,4 2,5 5.47 9,96 54.91 5 0,5 2,5 5,87 15,12 38.82 6 0,6 2,5 6,95 41,76 16.64

Hasil pengukuran kekuatan tarik

kopolimer ditunjukkan pada tabel-1 diatas bahwa untuk penambahan asam adipat 0,6 g memberikan kekuatan tariknya paling tinggi jika dibandingkan dengan penambahan 0,1 g asam adipat. Hal ini disebabkan bahwa semakin besar jumlah AA yang ditambahkan pada kopolimerisasi semakin mudah untuk bereaksi antarai gugus COOH dari AA terhadap radikal PS (Rabek, J.F., 1984).

Akan tetapi pada penambahan 0,2 g AA

kekuatan tariknya menurun, hal ini disebabkan bahwa reaksi asam adipat pada penambahna tersebut belum sempurna dari gugus COOH dengan radikal polistirena. Penyebab lain adanya pemutusan polistrirena menjadi lebih pendek sehingga mobilitas PS

Page 5: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Kopolimerisasi Cangkok Gugus Reaktif Asam Adipat dan Polistirena (Supri)

3

untuk bereaksi menjadi berkurang, sehingga menyebabkab penurunan tegangan, reganan maupun modulus young’s. Analisis Sifat Termal Kopolimer AA dan PS

Hasil identifikasi termogram kopolimer

AA dan PS dengan DTA menunjukkan bahwa suhu transisi gelas (Tg) sebesar 90,920C dan suhu dekomposisi sebesar 169.890C. Hal ini diasumsikan bahwa kopolimer telah terjadi, dimana suhu transisi gelas dan suhu leleh masing-masing komponen sangat berbeda jika dibandingkan dengan hasil kopolimer. Hal ini didukung dengan terbentuknya satu puncak endoterm pada termogram DTA tersebut, memungkinkan hanya satu komponen yang terbentuk. KESIMPULAN

Kopolimer cangkok dapat terjadi dari

polistirena dan asam adipat dengan bantuan inisiator BPO. Semakin besar jumlah asam adipat yang ditambahkan,maka semakin mudah terbentuknya kopolimer. Sifat termal, tegangan, regangan dan Modulus Young’s kopolimer AA dan PS semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA Rabek, J.F., 1984, “Experimental Methods in

polymers Chemistry”, Jhon Wiley and Sons, USA.

Seymour.B.W., 1975, “Modern Plastic technology”, Reston Publishing Company, USA.

Teguh Yulius, 1998, “Kopolimer Cangkok Gugus Hidrofilik Monomer Metakrilat”, Bandung.

Wirjosentono, B., 1994, “Kinetika Mekanisme Polimerisasi”, USU Press, Medan.

Wirjosentono, B., 1995, “Struktur dan Sifat Mekanis Polimer”, Edisi Pertama, Intan Dirja Lela, Medan.

Page 6: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 4-6

4

PENGARUH KONSENTRASI SABUN NATRIUM DARI MINYAK INTI SAWIT DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

TEGANGAN PERMUKAAN LATEKS PEKAT

Yugia Muis Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit serta pengaruh waktu penyimpanan terhadap tegangan permukaan lateks pekat dengan menggunakan Tensiometer du Nouy. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur tegangan permukaan lateks pekat yang ditambahkan dengan larutan sabun natrium minyak inti sawit dengan variasi konsentrasi 0; 242; 484; 807; 969; dan 1211 ppm serta variasi waktu penyimpanan 0; 3; 7; 15; 20 dan 30 hari. Dari data dan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi 6 x 6 model tetap didapat bahwa ada pengaruh konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit dan waktu penyimpanan terhadap tegangan perumukaan lateks pekat. Kata Kunci : Sabun natrium, inti sawit, lateks PENDAHULUAN

Minyak inti sawit mengandung ester trigliserida terutama terdiri dari senyawaan asam laurat 47 % b/b yang berfungsi sebagai bahan pemantap lateks dengan jumlah atom C12. Sisanya terdiri dari asam lemak seri C8; C10; C14; C16; dan C18 yang juga berfungsi sebagai bahan pemantap. Sabun minyak inti sawit adalah salah satu bahan pemantap yang mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan ujung ion. Bagian hidrokarbon itu bersifat hidrofobik larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air.

Keseimbangan hidrofilik-hidrofobik bahan pemantap tersebut menyebabkan terjadinya pembentukan lapisan film mengelilingi butir terdispersi karet.

Terbentuknya lapisan film menyebabkan gaya tarik menarik (gaya Van der Waals) yang sama ke segala arah, tetapi kepala-kepala hidrofilik yang berada dipermukaan air akan mengalami gaya resultan yang mengarah ke dalam cairan dan akibatnya molekul dipermukaan cenderung untuk menyusut, sehingga diharapkan dapat menurunkan tegangan permukaan lateks pekat.

Berdasarkan hal tersebut diatas mendorong penulis untuk meneliti sejauh mana pengaruh konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit dan waktu penyimpanan terhadap tegangan permukaan lateks pekat.

BAHAN DAN METODE

Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah

NaOH 28,5 %, air suling, minyak inti sawit

Page 7: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Pengaruh Konsentrasi Sabun Natrium dari Minyak Inti Sawit (Yugia Muis)

5

(PKO = Palm Kernel Oil), lateks pekat jenis amonia rendah dengan kadar karet kering (KKK) 61,9 %.

Metoda

Penyediaan sabun natrium minyak inti sawit 20 %

Ke dalam beaker glass yang berisi 100 gr PKO dimasukkan 20 gr larutan NaOH 28,5 %, campuran ini diaduk dengan sempurna sehingga terbentuk sabun yang berupa padat. Sebanyak 20 gr sabun padat di atas dilarutkan dengan 80 ml air suling dan dipanaskan sambil terus diaduk hingga homogen. Sebanyak satu liter lateks pekat dimasukkan ke dalam wadah dan dibubuhi dengan 0,75 ml larutan sabun natrium minyak inti sawit 20 % sehingga konsentrasinya dalam lateks pekat menjadi 242 ppm. Diaduk hingga homogen. Ke dalam wadah tensiometer du Nouy dimasukkan 10 ml campuran di atas disimpan dan diukur tegangan permukaannya untuk variasi waktu penyimpanan 3, 7, 15, 20, dan 30 hari.

Hal yang sama dilakukan untuk lateks

pekat yang dibubuhi dengan larutan sabun natrium minyak inti sawit 20 % masing-masing sebanyak 1,5 ml; 2,5 ml 3,0 ml; dan 3,75 ml sehingga konsentrasinya dalam lateks pekat masing-masing menjadi 484 ppm, 807 ppm, 969 ppm dan 1211 ppm dengan variasi waktu penyimpanan 0, 3, 7, 15, 20 dan 30 hari. Sebagai blanko diukur juga teganan permukaan lateks pekat tanpa penambahan pemantap. Tiap-tiap pengukuran tiga kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan prosedur yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka diperoleh data tegangan permukaan lateks pekat pada

konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit dan waktu penyimpanan yang berbeda. Dari data tersebut dapat dibuat grafik tegangan permukaan untuk variasi konsentrasi sabun dan waktu penyimpanan.

Pengaruh konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit terhadap tegangan permukaan lateks pekat.

Pada penelitian imi diperoleh hasil bahwa

bila konsentrasi semakin besar, maka tegangan permukaan lateks pekat semakin menurun. Keadaan ini dapat dilihat pada grafik 1. Dapat dijelaskan bahwa sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid.

Penambahan bahan pemantap sabun

natrium minyak inti sawit akan menyempurnakan lapisan pelindung partikel karet sehingga sifatnya hidrofilik. Interaksi partikel koloid lateks dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap sehingga menyebabkan tegangan permukaan latkes pekat menjadi turun.

Pengaruh waktu penyimpanan terhadap tegangan permukaan lateks pekat.

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa bila waktu penyimpanan semakin lama maka tegangan permukaan lateks pekat semakin turun. Keadaan ini dapat dilihat pada grafik 2. Dapat dijelaskan bahwa adanya distribusi bahan pemantap sabun natrium minyak inti sawit yang merata pada permukaan partikel karet. Beberapa hari kemudian distribusi tersebut mengalami gangguan akibat disimpan pada suhu kamar. Namun semakin lama waktu penyimpanan maka adsorpsi sabun natrium minyak inti sawit pada

Page 8: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 4-6

6

permukaan partikel karet semakin kuat dan tegangan permukaan lateks pekat menjadi turun.

KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dan perhitungan

yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa : Tegangan permukaan lateks pekat menurun sebesar 67,63 dyne/cm pada konsentrasi sabun natrium minyak inti sawit 1211 ppm. Tegangan permukaan lateks pekat menurun sebesar 58,37 dyne/cm pada waktu penyimpanan 30 hari.

DAFTAR PUSTAKA Chen, S. F., 1979., Composition of Havea Latex

RRIM Training Manual on Latex and Rubber Analysis, Malaysia

Dalimunthe, R. 1985., Penggunaan NaPKO sebagai Bahan Pemantap Lateks Pusingan Amonia Tinggi, Buletin Perkebunan (10-11)

Cochbain, E. G., and Philboat M. W., 1973, The Chemistry and Physics of Rubber - Luie substances, Maclansen and Sons, London.

Page 9: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Analisa Keefektifan Penggunaan Kitosan (Harry Agusnar)

7

ANALISA KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM BERAT

Harry Agusnar

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan Abstrak Dalam penelitian ini telah dilakukan penggunaan kitosan untuk menurunkan kadar logam berat. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% yang disediakan dengan variasi volume, kosentrasi dan pH. Logam berat yang disediakan berupa sampel standart seperti ZnSO4.5H2O, CrCl3.6H2O, CuSO4.5H2O,CoCl26H2O, NiSO4, FeSO4. Sampel dicampur dengan larutan kitosan dan dilakukan flokulasi dengan metoda Jar Test dengan variasi waktu dan kecepatan. Analisa kuantitaif diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom. Penurunan kadar logam berat didapati hampir 90.31 %, ini menunjukkan kitosan mampu menurunkan kadar logam berat.

Kata kunci : Kitosan, logam berat

PENDAHULUAN Perkembangan industri dinegara kita

semakin pesat saja dimana perkembangan ini mampu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Kebanyakan industri masih menggunakan air sebagai kebutuhan primer, namun efek sampingannya menghasilkan limbah cair yang dibuang kedalam badan air. Adanya pencemaran air dapat merusak kelestarian lingkungan, keseimbangan sumber daya alam, dan berkembang biaknya bibit penyakit sehingga air tersebut tidak layak dikonsumsi. Limbah tersebut mungkin masih mengandung logam-logam berat yang sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam limbah seperti Ni, Co, Cr, Zn, Fe, Cu yang dapat merusak

lingkungan terutama jika tanpa sengaja dikonsumsi oleh manusia.

Pencemaran lingkungan oleh logam-logam berbahaya dapat terjadi jika orang atau pabrik yang menggunakan logam tersebut untuk proses produksinya tidak memperhatikan keselamatan lingkungan. Mereka tidak memantau buangan limbah pabriknya, bahkan tidak ambil pusing, dan tidak pernah tahu bahwa buangan limbah pabriknya melewati sungai yang airnya selalu digunakan oleh manusia yang hidup disekitarnya untuk keperluan sehari-hari.

Metode yang selalu digunakan didalam penanggulangan limbah logam berat dapat dilakukan antara lain dengan mengatur pH sehingga logam berat itu mengendap, dengan pengkompleks, dengan melakukan penukar kationik, dan juga dengan koagulasi dan flokulasi serta adsorbsi.

Page 10: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 7-10

8

Kitosan merupakan biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dan mudah terbiodegredasi serta tidak beracun (Muzzarelli.1997). Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melakukan apakah kitosan sangat efektif untuk menurunkan kadar logam berat tersebut.

BAHAN DAN METODA

Bahan Kitin yang diperoleh dari kulit udang

dimurnikan dengan metode Hackmen (1954). Kitosan yang dihasilkan tersebut sebaiknya dijemur sampai kering dan dihaluskan. Kitosan disediakan dengan proses deasetilas kitin menggunakan NaOH 40 % selama 6 hari. Hasil yang diperoleh dicuci bersih-bersih dengan air sampai pH air cucian menjadi netral.

Penggunaan Jar-Test

Untuk melakukan pembentukan flok-flok didalam tabung jar-test perlu diperhatikan kecepatan putaran dan waktu. Pada tabung jar-test dimasukkan 500 ml larutan logam berat dan tambahkan 10 ml larutan kitosan dengan konsentrasi 900 ppm. Larutan campuran tersebut diaduk dengan kecepatan putaran 40 rpm dalam waktu 3 menit kemudian didiamkan selama 15 menit. Supernatan bagian atas diambil untuk diukur di spektrofotometer serapan atom.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan kitosan sebagai

penyerapan terhadap logam-logam berat telah dilakukan. Dalam penelitian ini untuk menurunkan kadar logam dilakukan dengan menambahkan suatu zat yang bersifat

koagulan dan flokulan yang mampu untuk mendestabilkan partikel-partikel logam dan membentuk flok-flok yang lebih besar sehingga dapat mengendap. Kitosan merupakan polielektrilit kationik serta merupakan koagulan dan flokulan yang baik.(Yan.G.2000). Dengan penambahan kitosan akan mampu menurunkan kadar logam dari larutan sampel standard.

Konsentrasi, volume dan pH mempengaruhi keefektifan kitosan sebagai koagulan dan flokulan. Menurut Schmuhl,et all (2001) mekanisme koagulasi dengan polimer atau polielektrolit adalah dengan adsorbsi dan jembatan antar partikel. Bila molekul polimer bersentuhan dengan partikel koloid, maka beberapa gugusnya akan teradsorbsi pada permukaan partikel dan sisanya tetap berada pada larutan. Selanjutnya partikel tersebut akan terikat pada bagian lain dari rantai polimernya yang berfungsi sebagai jembatan yang dapat mengurung partikel-partikel dan membentuk flok-flok yang lebih besar sehingga dapat membawa partikel tersebut bersama-sama polimer kebawah dan diendapkan. Pengaturan pH dibutuhkan dikarenakan pH yang rendah akan mengurangi adsorbsi partikel-partikel kedalam kitosan, karena akan bersaing dengan ion H+ dari sampel untuk menempati grup amina bebas. Oleh karena itu perlu penentuan pH, volume, dan konsentrasi dari larutan kitosan yang optimum seperti pada Tabel 1.

Page 11: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Analisa Keefektifan Penggunaan Kitosan (Harry Agusnar)

9

Tabel 1. Data pengukuran kemapuan kitosan menurunkan kadar logam Zn dan berbagai pH.

No

Konsentarsi sampel (ppm)

Konsentrasi kitosan (ppm)

pH Volume (ml) Penyerapan (%)

1 10 900 4 10 67,91 2 10 900 6 10 69,17 3 10 900 7 10 76,95 4 10 900 8 10 86,13 5 10 900 9 10 90,25 6 10 900 10 10 88,20

Untuk mengetahui besarnya penyerapan

kadar logam-logam berat dilakukan dengan pengukuran adsorbsi larutan dengan menggunakan Spektrofotometer serapan atom (SSA). Hasil serapan yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode least square seperti pada tabel 2.

Dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan optimum kitosan dalam menyerap 10 ppm larutan standard logam-logam berat yaitu pada konsentrasi 900 ppm dimana volume yang paling baik ditambahkan sebanyak 10 ml dengan pH 9, begitu pula dengan logam-logam berat lainnya. Pada konsentrasi 900 ppm kitosan telah optimum bekerja sebagai koagulan dan flokulan. Artinya pada konsentrasi tersebut destabilisasi partikel dan pembentukan flokulan benar-benar terbentuk secara

sempurna. Pada konsentrasi 300 dan 600 ppm dengan volume dan pH yang sama konsentrasi dan % penyerapan masih rendah, ini disebabkan pada konsentrasi polimer yang rendah prosese adsorbsi terjadi, tetapi pembentukan jembatan antara partikel tidak sempurna. Karena bagian polimer yang berada dalam larutan tidak cukup untuk mengikat partikel lain. Pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 1200 dan 1500 ppm diperoleh konsentrasi dan % penyerapan makin rendah, ini disebabkan pada konsentarsi tersebut kitosan sebagai polielektrolit kationik menjadi jenuh. Akibatnya akan merusak jembatan antar partikel sekaligus menyebabkan tidak semua partikel terendapkan.

Tabel 2. Data pengukuran kemampuan kitosan menurunkan kadar logam berat

No Sampel Logam berat

Konsentrasi awal (ppm) Konsentrasi akhir (ppm) Penyerapan (%)

1 Zn 10 0,9750 90,25 2 Cr 10 0,0470 99,53 3 Cu 10 0,3920 96,08 4 Co 10 2,3333 76,67 5 Ni 10 0,0614 99,38 6 Fe 10 2,0043 79,96

Page 12: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 7-10

10

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kondisi-kondisi optimum, bahwa perubahan pH akan mengakibatkan perubahan daya serap terhadap logam. Dimana konsentrasi logam terserap makin tinggi dengan naiknya pH. Daya serap juga semakin tinggi dengan pada larutan kitosan 10 ml sedangkan volume dinaikkan daya serap menurun dimana pH yang digunakan untuk tiap-tiap penambahan adalah sama yaitu pH 9, hal ini disebabkan bahwa kitosan optimum menyerap pada penambahan 10 ml, dimana pada kondisi ini kitosan mampu menetralkan menjadi flok yang terbentuk secara sempurna dan pada akhirnya bersama-sama mengendap. Oleh sebab itu konsentrasi, volume dan pH sangat mempengaruhi dan menentukan dalam keefektifan kerja dari kitosan. Hal ini dibuktikan bahwa konsentrasi yang besar, volume yang besar dan pH dapat merusak flok-flok yang terjadi dan juga menyebabkan peristiwa koagulasi dan flokulasi tidak sempurna. Oleh karena itu kami melakukan penentuan kondisi optimum, data selengkapnya ada pada Tabel 2.

KESIMPULAN Keefektifan kitosan dalam menurunkan

kadar logam berat diperoleh dari kondisi optimum yang didapat pada pH=9, Volume = 10 ml dan konsentrasi 900 ppm yang dapat menurunkan kadar logam berat hampir 90,31 %.

DAFTAR PUSTAKA Mat. B.Zakaria, 1995, Chitin and Chitosan,

Universiti Kebangsaan Malaysia. Muzzarelli, R.A.A., 1997, Chitin, Pergamon

Press, New York. Robert, G.A.F., 1998, Chitin Chemistry, The

Macmillan Press, London. Schmuhl, R., H.M.Krieg., and K.Keizer., 2001,

Adsorption of Cu(II) and Cr(IV) ion by Chitosan : Kinetic and Equilibrium studies, Water.S.A., Vol. 27:1.

Yan.G and T.Viraraghavan, 2000, Effect of Pretreatment on the bioadsorption of heavy metal on Mucor rouxii, Water.S.A.,Vol. 26:1.

Page 13: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Steam Distillation Extraction of 2,4,6- Tribromoanisole (Khairuddin)

11

STEAM DISTILLATION EXTRACTION OF 2,4,6-TRIBROMOANISOLE IN MILK SAMPLE

AND ANALYSIS USING GC-MS IN EI+ MODE

Khairuddin Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstract The application of a steam distillation extraction method for GC-MS detection of 2,4,6-tribromoanisole in milk product is described. The milk samples were extracted with hexane as the solvent for six hours. Mirex was used as the volumetric standard. The average recovery of the compound were 76-90%. The limit of detection was 1.74 μgL-1. Keyword : distillation, extraction, milk, hexane and volumetric INTRODUCTION

The compound of 2,4,6-tribromoanisole

(2,4,6-TBA) was found in the environmental samples but the source of this compound in uncertain. It may be a decomposition product from polyhalogenated phenols by microbiological methylation in the environment (Miyazaki.T, S.Kaneko, S.Horii, and T.Yamagishi., 1981). The present of 2,4,6-TBA can also be brought about by biodegradation of tribromophenol used as a sterilant and cleaning agent by the dairy industry.

The fat content in milk sample is regarded as difficult to handle. Several approaches to extraction and clean-up of milk have been reported (Prapamontol, T. and D.Stevenson, 1991). Steam distillation extraction (SDE) is the most applicable to

trace analysis of priority pollutants in environmental samples because SDE provides both the extraction and clean up process in one step. SDE is continuous method for the isolation and concentration of organic compounds for aqueous solution. It can be employed for the isolation and concentration of non-polar and polar relatively non volatile organic substances from water, that are distilled with steam.

In this work, steam distillation extraction has been used to extract 2,4,6-TBA in milk samples with hexane as a solvent. Mirex was used as a volumetric standard. GC-MS in the positive ion impact has been used to determine the 2,4,6-TBA in milk extract. Recovery experiment were performed at μgL-

1 levels in spiked milk samples

Page 14: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 11-14

12

MATERIAL AND METHOD

Material Organic solvents, hexane (HPLC-grade)

and acetone (analar grade) were obtained from Fisons. 2,4,6-TBA as authentic reference material was purchased from Aldrich. Mirex (dodecachloropentacyclodecane) was obtained from British Greyhound (UK). All substances were 99% purity and were used as received.

Stock solution of 100 mgL-1 2,4,6-TBA and 100 mgL-1 mirex were prepared in hexane from stock solution of 2,4,6-TBA at varying concentrations, i.e.0.25, 0.50, 1.00, 5.00, 10.00, 20.00, 60.00, 100.00 µgL-1 with the volumetric standard concentration mirex held constant at 100 µgL-1 . The solutions were analyzed by GC-MS. The calibration graph was obtained by plotting the peak area of 2,4,6-TBA versus mirex by least-squares analysis.

Instrumentation

GC-MS analysis was performed on a Hewlett Packard series II gas chromatography interface to a VG-TRIO 1000 quadrupole mass spectrometer. The GC-MS system was controlled by LAB-BASE data processing system and it was run by an Intel 386 PC 32-bit computer. A fused – silica capillary column DB5-MS (J&W scientific), 15 m long, 0.32 mm internal diameter and 0.25 µm film thickness, was inserted directly into the ion source using helium (CP grade, purity 99.999 %) as a carrier gas.

The GC was operated in the splitless mode with the injector temperature at 270 oC. 1 µL sample was injected manually. The septum purge on-time was 1.0 min. The gas chromatographic oven temperature program

was as follows: initial ramp 50 oC held for 2 min, 30 oC min-1 to 300 oC held for 2 min. The total time per analysis for each sample was 12 min.

The instrument setting were as follow: Ionizing voltage 70 eV, ionizing current 200 µA, ion source temperature 200 oC, interface temperature 250 oC, scan range 50 to 550 u and scan time 0.90 s with interscan 0.10 s for full scan and 0.02 u with 0.08 s dwell time for SIR. Prior to analysis, the mass spectrometer was calibrated in EI+ mode with perfluorotributylamine (PFTBA) calibration compound by monitoring masses 69, 219, 264, and 502. accurate mass data was obtained from full-scan for SIR application.

Sample Extraction The milk samples were obtained from a

Dairy source. 250 mL of milk sample was diluted to 1 litre with distilled water and extracted with 25 mL hexane using a modified Nielsen-Kryger steam distillation extraction system[5] for six hours (Figure 1). The extract solution was dried with anhydrous sodium sulphate . The volume of the solvent extract was reduced to about 10 mL using a rotary evaporator. It was placed in 1.0 mL graduated conical vials and concentrated by use of a oxygen-free nitrogen blow down to a final volume of approximately 0.5 mL. The vial was rinsed several times with hexane before addition of the appropriate amount of volumetric standard, mirex. The volume of extract was adjusted to 1.0 mL with hexane prior to GC-MS analysis.

Page 15: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Steam Distillation Extraction of 2,4,6- Tribromoanisole (Khairuddin)

13

Figure 1. Steam distillation apparatus; modified design Nielsen-Kryger

Recovery Studies

Spiking solutions were prepared in

acetone. Four different spike solutions of 2,4,6-TBA were used for spike experiments. Each 250 mL of milk sample was spiked with 1 mL of 0.25, 5.00, 15.00, 50.00 μgL-1 of 2,4,6-TBA spike solution giving an equivalent concentration of 1, 20, 60, and 200 ngL-1 respectively in the milk samples . Each flask was slowly shaken manually to prevent the formation of emulsion and then was allowed to equilibrate overnight in a refrigerator before extraction. The samples were brought up to room temperature before proceeding with the sample extraction

RESULTS AND DISCUSSION

Representative mass spectrum and mass chromatograms for the 2,4,6-TBA are shown in Figure 2.

Figure 2.Mass spectrum and mass chromatograms for 2,4,6-TBA (retention time 5,70 min) in spiked milk after sample enrichment by SDE

The extraction of pollutants in milk can be length, labour intensive and costly because of the fat content. Several approaches to extraction and clean up of pollutant in milk(4,6), including steam distillation extraction[7] have been reported. Steam distillation of milk reduces the cost of the analysis, because it requires smaller volumes of solvent (25 mL hexane). Also the extracts from different kinds of milk were obtained clean and ready after evaporation to 1 mL for direct injection into GC-MS without further treatment.

The calibration graph was linear over the concentration range 0.25 to 100 µgL-1 with correlation coefficient R : 0.99615, regression line equation y = 0.172x + 0.023 and standard deviation of y and x, Sx/y = 0.099. The limit of detection (LOD) was calculated from the slope and intercept of the regression line. The LOD is defined as concentration yielding a signal exceeding the background ion signal by three standard deviation SD, The background being given by intercept and standard deviation Sx/y. The peak area ratio at LOD is 0.023 + 3(0.099). The LOD of 2,4,6-TBA was 1.72 µgL-1 for 1

Page 16: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 11-14

14

mL extract and the analytical method detection limit for milk was 6.92 ngL-1 by extrapolation with the original volume 250 mL. standard calibration were measured under SIR mode because of the low levels of 2,4,6-TBA detected.

The absolute recovery of 2,4,6-TBA by the steam distillation extraction procedure was determined by using concentration in the calibration range (0.25-100.00 µgL-1). Recoveries of 2,4,6-TBA using this procedure were evaluated at the four spiked levels (0.25-100.00 µgL-1) because these were expected concentration range for 2,4,6-TBA in milk samples.

The results (Table 1) show average recoveries of 76% (0.25 µgL-1), 87% (5.00 µgL-1), 90% (15.00 µgL-1), 89% (50.00 µgL-

1) with the standard deviation of 14.5, 10.8, 8.1, and 7.5%, respectively. Table 1. Percentage recoveries of 2,4,6-TBA from

spiked milk extracted by steam distillation extraction and analyzed by GC-MS a

No. Spike level,

µgL-1 Mean % Recovery ± SD

1 2 3 4

0.25 5.00 15.00 50.00

76 ± 14.5 87 ± 10.8 90 ± 8.1 89 ± 7.5

a All experiment were performed in triplicate, n = 3

CONCLUSION Steam distillation is simple, clean,

consumes only small amounts of solvent, and provides sufficient sample volume for identification by GC-MS. 2,4,6-TBA in milk samples could be extracted quantitatively without the need for the removal of total fat. The main disadvantages of using steam distillation for the separation of 2,4,6-TBA is that this method is very-time consuming to liquid-liquid extraction or ultrasonic extraction.

REFERENCES Filek.G, M.Bergamini, and W.Lindner, 1995, J.

Chromatogr.A, 712, 355-364.

JenkinsE.H and P.J.Baugh, 1993, Anal. Proc., 30, 441-442.

Mines.J, G.Font and Y.Piro, 1993, J. Chromatogr., 642, 195-204

Miyazaki.T, S.Kaneko, S.Horii, and T.Yamagishi., 1981, Bull. Environm. Contain. Toxicol., 26, 577- 584.

Prapamontol.T and D.Stevenson, 1991, J. Chromatogr., 552, 249-257

Watanabe.I, T.Cashimoto, and R.Tatsukawa., 1983, Arch. Environ. Contam. Toxicol., 12, 615-620.

Wittlinger.R and K.Ballscbmiter, Fresenius, 1990, J. Anal. Chem.,336, 193-200.

Page 17: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Study Perbandingan Penggunaan Kitosan (Zul Alfian)

15

STUDY PERBANDINGAN PENGGUNAAN KITOSAN SEBAGAI ADSORBEN DALAM ANALISIS LOGAM TEMBAGA (Cu2+) DENGAN

METODE PELARUTAN DAN PERENDAMAN

Zul Alfian Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak Kemampuan kitosan untuk menyerap logam disebabkan oleh kandungan nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Dalam penelitian ini untuk memperoleh kitosan menggunakan metode Rigby& Wolfram,untuk melarutkan kitosan digunakan asam asetat 1% dan untuk analisa kuantitatifnya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan atom (SSA). Salah satu sifat dari kitosan dapat digunakan sebagai bahan penyerap. Daya serap kitosan terhadap logam Cu dengan metode perendaman lebih besar daripada metode pelarutan pada waktu 30 menit dengan berat kitosan 0,05 gr. Pada metode perendaman dapat menyerap logam Cu 72,7% dan metode pelarutan dap menyerap logam Cu 45,5%.

Kata Kunci : Kitosan, logam, glukosa, SSA dan Cu. PENDAHULUAN

Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai linier dan mempunyai rumus umum {C6H11NO4}n atau disebut sebagai (1-4)-2-Amino-2-Deoksi-ß- D-Glukosa. Seperti kita ketahui limbah industri dapat mengganggu kesehatan misalnya, limbah yang mengandung logam-logam berat seperti ion tembaga (Cu2+). Pestisida yang mengandung tembaga (Cu) dapat diserap oleh tanaman dan masuk ke dalam rantai makanan. Bila logam tembaga dalam dosis tinggi dapat menyebabkan penyakit, seperti: ginjal, hati, muntaber, pusing kepala, lemah, anemia, kram, shock, coma dan dalam kadar

yang berlebihan dapat menyebabkan kematian (Robert, G. A. F., 1978).

Kitosan dapat digunakan sebagai penyerap logam. Kemampuan kitosan untuk menyerap logam dengan cara pengkhelatan yang mana ini dipengaruhi oleh kandungan Nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Metode penyerapan logam oleh kitosan dapat dilakukan oleh dua cara yaitu: melalui metode pelarutan dan metode perendaman.

Dalam penelitian terdahulu penyerapan logam oleh kitosan menggunakan metode pelarutan ataupun metode perendaman telah dilakukan (Muzarelli, R. A. A., 1977), namun belum diketahui metode manakah yang lebih baik menyerap ion logam tembaga (Cu2+). Melalui penelitian ini penulis ingin

Page 18: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 15-17

16

membandingkan penyerapan logam Cu menggunakan kitosan dengan metode pelarutan dan perendaman.

BAHAN DAN METODA Bahan

Bahan yang digunakan adalah kitosan

dengan berbagai variasi, larutan Cu dan asam asetat.

Metode Perendaman Ditimbang sebanyak ( 0,01; 0,02; 0,03;

0,04; 0,05) gr kitosan dan masing-masing-masing dimasukkan ke dalam beaker glass. Dimasukkan larutan Cu 10 ppm ke dalam masing-masing beaker glass tersebut, kemudian diaduk dengan magnet pengaduk selama 30 menit pada kecepatan 100 rpm.

Setelah diaduk selama 30 menit, campuran disaring dan filtratnya dianalisa dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom .

Metode Pelarutan

Ditimbang (0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05) gr dan masing-masing dimasukkan ke dalam beaker glass, dan ditambahkan ke dalamnya 10 ml asam asetat 1%. Dimasukkan larutan Cu 10 ppm ke dalam masing-masing beaker glass tersebut kemudian diaduk dengan magnet pengaduk selama 30 menit denga kecepatan 100 rpm. Setelah diaduk selam 30 menit, campuran disaring dan filtratnya dianalisa dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pembahasan

Study perbandingan penggunaan kitosan

sebagai bahan penyerap logam Cu dengan metode pelarutan dan perendaman telah dilakukan. Dalam hal ini kitosan yang digunakan berasal dari kitin yang diubah

menjadi kitosan dengan metode Rigby dan Wolfram. Kemudian masing-masing dengan variasi berat kitosan ditambahkan ke dalam sejumlah tertentu karutan Cu 10 ppm yang dibuat dari sampel CuSO4.5H2O.

Untuk mengetahui besarnya penyerapan kitosan terhadap logam Cu dengan metode

Tabel 1. Data Perbandingan Kemampuan Penyerapan Kitosan dengan Metode Pelarutan dan Metode Perendaman

Metode Pelarutan Metode Perendaman Konsentrasi Cu (ppm)

[Cu] tinggal % Penyerapan [Cu] tinggal % Penyerapan 10 9,634 3,36 6,262 37,38 10 8,852 11.48 5,906 40,94 10 7,435 25,65 4,354 56,46 10 6,736 32,64 3,867 61,33 10 5,454 45,5 2,783 72,17

Page 19: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Study Perbandingan Penggunaan Kitosan (Zul Alfian)

17

pelarutan dan perendaman dilakukan pengukuran absorbansi larutan Cu sebelum dan sesudah penambahan kitosan dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian diolah dengan metode Least Square.

Dari persamaan tersebut akan diperoleh konsentrasi Cu2+ yang tinggal setelah perlakuan, sehingga dapat ditentukan daya serapnya dengan menggunakan persamaan:

( Cu awal) – (Cu yang tinggal)

(Cu awal )

Dari hasil pengukuran tersebut dapat

dilihat bahwa kemampuan daya serap kitosan terhadap logam Cu dengan metode pelarutan dan perendaman akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya penambahan berat kitosan (Jaicock, M. J. and Parfitt, G. D., 1984) Penyerapan kitosan yang paling besar adalah pada penamabahn 0,05 gr, dimana untuk metode pelarutan 45,5% dan untuk metode perendaman 72,17%. Hal ini disebabkan dengan semakin banyaknya penambahan kitosan ke dalam larutan Cu 10 ppm maka proses adsorbsi yang terjadi akan semakin banyak (Amelia , A., 1991).

Dari tabel IV dapat diketahui sejauh mana perbandingan daya serap kitosan dalam menyerap logam tembaga (Cu2+) dengan metode pelarutan dan perendaman, diperoleh bahwa logam tembaga yang terdapat dalam larutan standart CuSo4.5H2O berkurang konsentrsinyadengan penambahan kitosan. Pengamatan logam Cu yang dapat diserap oleh kitosan melali dua metode yang dibandingkaN, diperoleh penyerapan sebesar 45,4% untuk metode pelarutan 72,17% untuk metode perendaman pada kondisi yang sama.

Dari hasil yang diperoleh maka metode perendaman lebih baik dibandingkan dengan metode pelarutan. Hal ini disebabkan karena

pada metode pelarutan kitosan dilarutkan dengan asam asetat 1% yang membuat suasana menjadi asam. Sedangkandiketahui pH yang rendah akan mengurangi penyerapan ion logam ke dalam kitosan karena bersaing dengan ion H+ untuk menempati gugus amino bebas. Walaupun sebenarnya dengan cara pelarutan luas permukaan kitosan lebih besar dibandingkan dengan cara perendaman namun dalam hal ini luas permukaan tersebut tidak nerpengaruh terhadap penyerapan logam Cu2+. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Daya serap kitosan dengan metode

perendaman terhadap logam Cu sebesar 72, 17 % sedangkan daya serap kitosan dengan metode pelarutan terhadap logam Cu sebesar 45,4% pada penambahan 0,05 gr.

2. Dari hasil di atas maka metode perendaman lebih tinggi daya serapnya dibandingkan dengan metode pelarutan dalam menyerap logam Cu.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia , A., 1991, Pemamfaatan Kitosan sebagai

Pengikat Logam Cr dalam Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit dengan metode Kolom dan Setrifuse, Skripsi Fakultas Tehnologi Pertanian , IPB, Bogor.

Jaicock, M. J. and Parfitt, G. D., 1984, Chemistry of Interfac, Ney York, Halsted Press a Division Of John Wiley and Sons.

Mat, B, Zakaria., 1995, Chitin and Chitosan, Universitas Kebangsaan Malaysia.

Muzarelli, R. A. A., 1977, Chitin, Pergamon Press, Oxford.

Robert, G. A. F., 1978, Chitin Chemistry, Notthingham Politechnic, Mc Milan.

Sanchez, D.R., R. Cgokyun, 1981, Chitosan Globules, Food Tech.j., 16, 1981

x 100%

Page 20: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 18-20

18

PENGARUH KONSENTRASI DISPERSAN POLIMETIL METAKRILAT DAN WAKTU PERENDAMAN

TERHADAP KEHILANGAN BERAT LOGAM BESI DALAM AIR LAUT

Syamsul Bachri Lubis Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi no. 1 kampus usu medan 20155

Abstrak Bila suatu logam dibiarkan dalam air laut, maka molekul air akan membasahi permukaan logam yang akhirnya akan membentuk suatu lapisan karat, besi menjadi terkorosi. Dalam penelitian ini untuk memperlambat terjadinya korosi, plat besi direndam dalam air laut yang tidak mengandung dispersan Polimetil metakrilat (PMMA) dan yang mengandung PMMA, dimana konsentrasi dan waktu perendamannya divariasikan. Untuk menentukan besarnya kehilangan berat plat besi akibat korosi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi besi hasil korosi menggunakan Spektrofotometer-Visible. Dari hasil penelitian ini ada pengaruh konsentrasi dispersan dan waktu perendaman terhadap jumlah kehilangan berat plat besi akibat korosi yaitu dengan bertambahnya konsentrasi dispersan maka semakin kecil jumlah kehilangan berat plat besi dan dengan bertambahnya waktu perendaman menyebabkan semakin besar jumlah kehilangan berat plat besi. Besarnya kehilangan berat plat besi akibat korosi pada waktu perendaman 30 hari adalah 0,0547 g/39,6 cm2, sedangkan dengan adanya penambahan PMMA sebesar 0,0112 g/39,6 cm2. Kata kunci : Dispersan, korosi dan Polimetil metakrilat PENDAHULUAN

Besi merupakan logam yang paling

umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, teknik dan juga peralatan rumah tangga. Namun demikian besi sangat mudah mengalami proses korosi yang mengakibatkan menurunnya kekuatan dari logam besi sehingga mudah rusak. Hal ini jelas akan mengalami kerugian yang besar akibat terjadinya korosi pada logam besi (Chamberlain, J., Trethewey, K.R., 1991).

Korosi merupakan satu proses elektrokimia yang sedikit demi sedikit mengoksidasi logam dan umumnya terjadi

pada besi. Korosi dapat menimbulkan kerugian ekonomi seperti biaya pemeliharaan dan perbaikan yang mengakibatkan terhambatnya produksi. Proses korosi yang terjadi pada logam-logam dapat berlangsung secara cepat, tergantung pada keadaan lingkungannya. Lingkungan air laut akan mengakibatkan kerusakan yang sangat besar terhadap logam besi.

Untuk mencegah terjadinya proses korosi dapat dilakukan berbagai cara, pencegahan korosi yang paling umum dapat dilakukan dengan pelapisan permukaan logam dengan logam lain agar terpisah dari medium korosi ataupun dengan mengurangi keaktifan lingkungan dengan penambahan zat tertentu

Page 21: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Pengaruh Konsentrasi Dispersan Polimetil Metakrilat (Syamsul Bachri Lubis)

19

yang akan menghambat reaksi korosi. Cara tersebut dinamakan inhibisi yaitu proses perlakuan air secara khusus (Marlinang, R., 1990).

Berdasarkan peneliti terdahulu bahwa pengaruh konsentrasi urea dan lama perendaman permukaan logam besi terhadap kecepatan korosi (Hammad, 1987). Penulis berkeinginan untuk menalaah lebih lanjut bagaimana pengaruh dispersan terhadap korosi logam besi jika direndam dalam air laut.

BAHAN DAN METODA

Penentuan Kehilangan Berat Besi Plat besi yang direndam 10 hari

dipisahkan dengan cara menyaring. Karat hasil korosi dengan penambahan dispersan PMMA 0,1 M dan lama perendaman 10 hari dilarutkan dengan 10 ml HCl, kemudian ditambahkan 10 ml NH4CNS 1 N sampai larutan tersebut berwarna merah. 5 ml larutan tersebut dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml, diencerkan sampai garis tanda dan diukur %Tnya pada panjang gelombang maksimum. Perlakuan ini dilakukan untuk variasi konsentrasi PMMA 0,0001M, 0,001 M dan 0,01 M.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dispersan sebagai bahan yang dapat

menghambat proses korosi, karena berfungsi menstabilkan koloid yang terbentuk dan mencegah proses agregasi.

Salah satu contoh dispersan adalah PMMA dengan berat molekul 8796 yang dapat mendispersikan endapan secara efesien. PMMA teradsorbsi pada partikel-partikel dan memberikan muatan, sehingga partikel terlepas dari agregat. Pada penelitian ini dihasilkan jumlah kehilangan berat besi akibat korosi semakin berkurang dengan

bertambahnya konsentrasi dispersan. Hal ini dimungkinkan bahwa bertambahnya konsentrasi dispersan, maka semakin tinggi kemampunnya mendispersikan padatan atau zat terlarut dalam air laut.

Untuk pengaruh waktu perendaman logam besi dalam air laut . Semakin lama waktu perendaman maka semakin besar jumlah kehilangan berat besi akibat korosi. Hal ini disebabkan karena terjadinya korosi lanjutan sebagai akibat dari lapisan karat besi yang terbentuk sehingga menjadi rapuh (Hammad, 1987). Tabel 1. Hasil pengukuran berat dalam penentuan kehilangan berat besi akibat korosi.

Kehilangan berat, g/39,6 cm2 Konsentrasi

dispersan (M) 10 hari 20

hari 30 hari

0 0,0375 0,0493 0,05470,0001 0,0260 0,0343 0,04060,001 0,0189 0,0276 0,03390,01 0,0145 0,020 0,02710,1 0,0023 0,0060 0,0113

KESIMPULAN

PMMA salah satu bahan polimer yang mampu mengambat peristiwa korosi, semakin besar konsentrasi dispersan semakin sedikit jumlah kehilangan berat besi akibat peristiwa pengikisan air laut. Semakin lama peristiwa perendaman dalam air laut peristiwa korosi berlangsung cepat karena adanya oksidasi secara berkelanjutan.

Page 22: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 18-20

20

DAFTAR PUSTAKA

Chamberlain, J., Trethewey, K.R., 1991,

“Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan”, PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.

Degreemont, 1984, “Water Treatment Hand Book”, A.halsted Press Book, Jhon Wiley, New York, USA.

Hammad, 1987, “Pengaruh Konsentrasi Urea dan Lama Perendaman Permukaan Logam Besi terhadap Kecepatan Korosi”, Skripsi, Jurusan Kimia, USU, Medan.

Marlinang, R., 1990, “Pengaruh Inhibitor Tunggal, campuran dan Lama perendaman Logam Besi dalam Air Laut terhadap Kehilangan Berat Besi”, Skripsi, Jurusan Kimia, USU, Medan.

Mc Quarrie, D.A., 1984, “General Chemistry”, Freemen and Company, New York, USA.

Page 23: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Perolehan Kembali (Recovery) Amoniak dari Serum Pengolahan Lateks Pekat (Hamonangan Nainggolan)

21

PEROLEHAN KEMBALI (RECOVERY) AMONIAK DARI SERUM PENGOLAHAN LATEKS PEKAT DENGAN

METODE STRIPPING

Hamonangan Nainggolan

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155 Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai proses stripping untuk memperoleh kembali amoniak dari serum lateks. Stripping dilakukan dengan cara menambahkan NaOH 1 M kedalam serum lalu diaerasi pada suhu 100 – 1050C. Amoniak yang dibebaskan diserap ke dalam larutan asam klorida 0,1 M lama aerasi dah pH divariasikan untuk memperoleh kondisi optimum. Kadar amoniak sebelum dan sesudah proses stripping ditentukan dengan metode Nessler. Data yang diperoleh diolah dengan metode Least Square dan konsentrasi amoniak dihitung dengan menggunakan persamaan garis regresi yang diturunkan dari kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : waktu aerasi optimum adalah 30 menit dan pH optimum adalah 12,5. Kadar amoniak sebelum proses stripping adalah 3769 ± 2,753 mg/l. Persen perolehan kembali pada kondisi optimum ini adalah 94% (3769 ± 2,753 mg/l). Kata kunci : Amoniak, Lateks Pekat PENDAHULUAN

Amoniak adalah suatu senyawa nitrogen yang banyak digunakan untuk memproduksi berbagai hasil industri seperti pupuk, obat-obatan dan lain-lain. Dalam industri, pembuatan amoniak dilakukan dengan proses Haber, yaitu reaksi langsung antara hidrogen dan nitrogen dengan bantuan suatu katalis pada kondisi yang optimum. Sementara di alam amoniak berasal dari air buangan industri dan biodegradasi senyawa organik secara mikrobiologis (Keenan, 1989).

Dalam industri karet khususnya memproduksi lateks pekat, amoniak merupakan suatu senyawa yang sangat penting. Amoniak biasanya digunakan sebagai antikoagulan dan mencegah pertumbuhan bakteri. (Solichin 1991 ; Setyamidjaja, 1993).

Stripping Amoniak Amoniak sebagai salah satu penyebab

pencemaran lingkungan dan dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam air, karena perubahan amoniak menjadi nitrit oleh mikroorganisme membutuhkan 1,5 bagian oksigen untuk sebagian amoniak. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi masalah ini. Satu diantara adalah metode Stripping Amoniak. Prinsip dari stripping amoniak ini adalah perubahan dari bentuk cair ke gas. Metode ini pada dasarnya penghilangan amoniak dari limbah cari dengan mudah dilakukan dengan cara desorpsi yang secara teknis dapat dilakukan dengan cara mencampur bentuk cair dan bentuk gas seperti pada penggunaan semprotan udara, tanki aerasi dan sistem difusi udara. (Betty 1995 ; Manajam, 1985).

Page 24: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 21-22

22

BAHAN DAN METODA

Bahan Lateks pekat PTP-III Nusantara

,Natrium Hidroksida, Asam Klorida, Asam Asetat Glasial, Kalium Iodida, Merkui Iodida, Amonium Klorida dan Aquadest bebas amoniak

Alat Alat-alat yang digunakan dalam

percobaan ini adalah alat-alat laboratorium yang umum digunakan. Untuk proses stripping diperlukan peralatan destilasi. Spektronic 20 Milton Roy Company , pH meter Fisher dan aerator pump un

METODE STRIPPING Proses stripping dilakukan dengan cara

menambahkan bahan basa NaOH 1M ke dalam serum lalu di aerasi pada suhu 1000 – 1050C. Gas amoniak yang terlepas dari serum diserap dalam larutan asam klorida 0,1 M. Waktu aerasi dan pH divariasikan untuk mengetahui kondisi optimum dari proses ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan

Hasil pengujian pendahuluan terhadap serum lateks menunjukkan bahwa kadar amoniak adalah 3796 ± 2,752 mg/l. Dengan membandingkan hasil yang diperoleh sebelum dan sesudah stripping maka akan kita peroleh persentase perolehan kembali. PEMBAHASAN

Pengaruh pH terhadap proses stripping Salah satu faktor penentu

kesetimbangan NH4+ dan NH3. Dalam suatu

larutan adalah pH. Semakin tinggi pH maka konsentrasi yang terbanyak ditemui adalah NH3. Pengaruh pH terhadap proses stripping dapat dilihat pada kurva 2. Proses stripping pada pH = 10 dengan waktu aerasi selama 30

menit menghasilkan perolehan kembali 63%. Jumlah ini bertambah dengan naiknya pH dan mencapai optimum pada pH = 12,5 dengan perolehan kembali sebanyak 94%. Hal ini terjadi karena dengan naiknya pH maka semakin banyak ion NH4

+ yang diubah menjadi NH3 yang pada akhirnya dapat dibebaskan dari serum.

KESIMPULAN Metode stripping adalah suatu metode

yang amat sederhana yang dapat digunakan untuk mengolah serum hasil pengolah lateks pekat sehingga amoniaknya dapat digunakan kembali. Kondisi yang optimum untuk proses ini dengan volume serum sebanyak 150 ml adalah pada pH = 12,5 dan waktu aerasi selama 30 menit. Dengan skala yang berbeda tentu bagi pihak indsutri pengolahan lateks pekat agar dapat memanfaatkan amoniak yang terdapat dalam serum yang selama ini dibuang begitu saja.

DAFTAR PUSTAKA Alearets G., dan Sartika S.S., 1987, “Metode

Penelitian Air”, Penerbut Usaha Nasioan, Surabaya.

Betty S. L. J., dan Winanti. P.R, 1995, “Penanganan Limbah Industri Pangan”, Penerbit Kanisius, Jogjakarta.

Keenan C. W., Kleinfelter D.C., and Wood J. H., 1986, “Kimia Dasar Untuk Universitas”, Terjemahan, Edisi keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mahajan S.P., 1985. “Pollution Control in Process Industries”, Mc. Graw Hill, India.

Miller J. C., and Miller J. N., 1991, “Statistik Untuk Kimia Analitik”, Terjemahaan, Edisi kedua, ITB, Bandung.

Scroeder E. D., 1997, “Water Supply and Polution Control”, Mc Graw Hill, Kogahuska, Tokyo.

Setyamidjaja. D., 1993, “Karet Budidaya dan Pengolahan”, Penerbit Kanisius Yogjakarta.

Solichim M., “Lateks”, 6(1), hal : 13 - 20

Page 25: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Degradasi Polivinil Klorida (PVC) (Darwin Yunus Nasution)

23

DEGRADASI POLIVINIL KLORIDA (PVC) DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

Darwin Yunus Nasution

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak Polivinilklorida dapat mengalami degradasi dalam larutan asam sulfat sejumlah tertentu PVC direndam dalam larutan asam sulfat dengan waktu perendaman dan konsentrasi yang bervariasi. Untuk mengetahui terjadinya degradasi PVC dilakukan pengukuran dan pengamatan terhadap viskositas intrinsik, dan daya serap terhadap sinar ultra violet dan sinar infra merah. Hasil menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi konsentrasi asam sulfat, maka derajat degradasi semakin besar. Kata kunci : Polivinilklorida, viskositas intrinsik PENDAHULUAN

Dewasa in itelah umum digunakan PVC sebagai pipa saluran air seperti pipa saluran air seperti pipa saluran air minum, pipa buangan air limbah industri, saluran air buangan air limbah indusrtri, saluran air buangan rumah tangga dan lain-lain (Hill, C. A., J. Appl, 1987). Pada kondisi pemakaian seperti ini dimungkinkan adanya zat-zat elektrolit seperti senyawa – senyawa asam yang dapat mempercepat degradasi bahwa PVC tersebut. Hal ini mengakibatkan nilai ekonomisnya menurun. PVC pada dasarnya sangat stabil terhadap pengaruh asam (Chevassus, F. and R. Brouttelles, 1983). Akan tetapi bila ditinjau waktu proses polimerisasinya dimungkinkan pada PVC terbentuknya struktur allilik yang reaktif.

Akibatnya pembentukan struktur allilik

inilah kestabilan PVC terhadap asam berkurang. Untuk melihat pengaruh asam sulfat terhadap PVC dilakukan pengukuran terhadap perubahan viskositas intrinsik, pengukuran terhadap serapan spesifik dalam daerah UV pada panjang gelombang 255 nm

untuk memperoleh informasi tentang kandungan rantai poliena dan pengukuran kerapatan optik dalam deerah infra merah pada bilangan gelombang 1720 cm4 untuk mengetahui jumlah kandungan gugus karbonil (Henniker, 1967). BAHAN DAN METODA

Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah

resin PVC “Ryuron “ produk PT. Statomer, Merek Jawa Barat. Asam sulfat (Merck) dan THF (Merck).

Metoda

Perlakuan PVC Resin PVC direndam dalam larutan asam

sulfat pada berbagai waktu dan konsentrasi. Suhu perendaman 30o C. Konsentrasi larutan asam sulfat adalah 0; 2,0040; 3,9990; 5,9986; 7,9970 dan 10, 0040. Lamanya perendaman adalah 0, 12, 24, 36 dan 48 hari.

Page 26: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 23-25

24

Analisa Spektroskopi Infra Merah

Dari setiap sampel perlakuan PVC, ditimbang sebanyak 0,5 gr. Dan larutkan dengan 10 ml THF. Kemudian uapkan dalam oven pada suhu 40o C selama 24 jam sehingga terbentuk film. Selanjutnya diukur spektrum infra merah dengan alat spektrofotometer. Hasil pengukuran dicantumkan dalam tabel I.

Analisa Spektroskopi Ultraviolet Sejumlah larutan resin PVC dilarutkan

dalam larutan 10 ml THF. Kemudian diukur serapan dengan spektroskopi UV. Hasil pengukuran tertera di tabel I.

Pengukuran Viskositas Intrinsik Viskositas instrinsik diukur dengan

viskosimeter Oswald – Fenske grade 150. Sejumlah larutan PVC dilarutkan dalam 25 ml THF. Kemudian diukur waktu alirnya pada suhu 30 o C. Percobaan ini dilakukan pada lima macam konsentrasi yang berbeda. Hasil pengukuran dicantumkan pada tabel I. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari spektrum inframerah diamati

serapan gugus karbonil pada bilangan gelombang 1720 cm-1. Besarnya harga kerapatan optik, D 1720 dihitung dengan garis dasar tangen, hasil perhitungannya dicantumkan dalam tabel I.

Tabel 1 . Hasil perhitungan kerapatan optik gugus karbonil, O 1720, serapan spesifik dan viskositas ( μ ) PVC.

waktu, t(waktu) Konsentrasi H2SO4 D1720 A255 η

0 2.004 0.0835 0.6676 0.8303 12 2.004 0.2265 0.756 0.6432 24 2.004 0.2794 0.8632 0.644 36 2.004 0.325 0.9808 0.6553 48 2.004 0.3508 1.1165 0.6553 0 3.999 0.0835 0.6676 0.6303

12 3.999 0.2332 0.7707 0.6439 24 3.999 0.296 0.9015 0.6499 36 3.999 0.3524 1.0264 0.654 48 3.999 0.3986 1.2165 0.6577 0 5.997 0.3986 0.6676 0.6303

12 5.997 0.2244 0.7972 0.644 24 5.997 0.275 0.9563 0.6503 36 5.997 0.337 1.1171 0.6549 48 5.997 0.3692 1.3701 0.6587 0 7.997 0.0835 0.6676 0.6303

12 7.997 0.2296 0.8149 0.645 24 7.997 0.29 1.0065 0.6508 36 7.997 0.3384 1.1801 0.6542 48 7.997 0,3787 1.4797 0.6596 0 10.004 0.0835 0.6676 0.6303

12 10.004 0.2332 0.8299 0.6454 24 10.004 0.3 1.039 0.6513

Page 27: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Degradasi Polivinil Klorida (PVC) (Darwin Yunus Nasution)

25

Untuk melihat perubahan kandungan gugus karbonil terhadap perubahan waktu digambarkan kurva. Kerapatan optik terhadap perubahan waktu seperti di gambarkan dalam gambar 1.

Gambar 1. Perubahan kerapatan optik terhadap

waktu

Spektrum inframerah diperoleh informasi kenaikan kerapatan optik gugus karbonil pada 1720 cm-1. Kenyataan ini memberikan indikasi pembentukan gugus karbonil yang semakin meningkat. Dari spektrum inframerah lebih terlihat puncak serapan pada daerah 320 cm-1 dan ini menunjukkan kadar terberntuknya gugus karbonil selama degradasi. PVC membentuk puncak serapan dalam daerah UV pada panjang gelombang 255 nm. Kemudian dihitung serapan spesifik, yaitu membagika serapan dengan konsentrasi, A 255/l hasil perhitungan dicantumkan dalam tabel I. Untuk melihat perubahan serapan spesifik terhadap waktu pada berbagai konsentrasi seperti ditunjukkan pada gambar 2. Dari kurva terlihat kenaikan perendaman semakin lama.

Pembentukan rantai poliena dalam PVC menandakan bahwa PVC mengalami dehidrokloronisasi. Adanya gugus karbonil pada rantai adalah akibat oksidasi rantai polimer.

Gambar 2. Pengaruh waktu perendaman PVC dalam

larutan asam sulfat pada berbagai konsentrasi terhadap serapan spesifik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan uraian-uraian diatas, maka disimpulkan :

1. Kenaikan viskositas intrinsik PVC menunjukkan terjadinya pembentukan ikatan silang molekul, peningkatan berat molekul, pembuatan produk-produk yang sukar larut. Peningkatan viskositas intrinsik ini sejalan dengan bertambahnya derajat degradasi PVC.

2. Pada perendaman larutan dengan asam sulfat, derajat degradasi PVC meningkat bilamana waktu perendaman semakin lama dan konsentrasi asam sulfat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA Chevassus, F. and R. Brouttelles, 1983, The

Stabilizion of Polyvinylchloride, London, Edward Arnold Ltd.

Chouy Eng Pi, 1975, Polymers Enggineering and Sciences, 15, No. 8, 612-614.

Hill, C. A., J. Appl, 1987, Polym Sci., 27, 3313 – 3327.

Henniker. 1967, Infra Red Spectroscopy of industry Polymer, Academic Press, London and New York

Hyertberg, T., E. M. Sorvik., 1967, J. Appl Polym Sci., 22, 2415 – 2425

Owen, E. D. 1980, J. Appl. Polym Sci., 22, 2331 – 2338.

Page 28: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 26-27

26

THE ANALYSIS OF FATTY ACID COMPONENTS IN THE SEEDS OF

SWIETENIA MAHOGANY JACQ

Harlem Marpaung Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstract

The analysis of fatty acid components in the seeds of Swietenia mahogany JACQ has been carried out using gas chromatography-mass spectrometry technique (GC-MS). The results of analysis show the fatty acid components of the oil, are methyl palmitate (18,50%), methyl linoleate (30,55%), methyl oleate (30,66%), methyl stearate (17,42%), methyl arachidate (2,3%), and methyl behenate(0,54%).

Keyword : fatty acid, Swietenia mahogany JACQ and GC-MS.

INTRODUCTION

The seeds of Swietenia mahogany JAQC are used for treatment of hypertension, malaria and flatulence as a traditional medicine in Indonesia (Syamsuhidayat, S. S, Hutapea, J. R, 1991) the chemical investigation of the seeds has been carried out by Kodata (1990) who reported the isolation and structure elucidation of new tetranortriterpenoids. Among these, several compounds were found to be biologically active. In addition to these new compounds it was found an oil in the extract of the seeds which its fatty acid composition unknown.

The main objective of this study is to determine fatty acid composition of the oil with GC-MS.

MATERIALS AND METHODS Seeds of mahogany were collected and

dried. All Chemicals used were analytical or chromatography grade obtained from Merck or Ayax Chemicals Ltd.

Methanolic potassium hyroxide was made by dissolving 11,2 g of potassium hydroxide in 100 ml of methanol containing not more than 0,5 % (m/m) of water (Paquot, C., and Hautfenne, A., 1987). GC-MS

An Hp 5980 A Series II gas chromatograph fitted with a capillary column was connected directly to an HP 5970 mass selective detector. The GC equipped with a SE-0 Capillary column and the GC oven was programmed from 50oC to 100oC at 4oC/min and from 150oC-280oC at 8oC/min. The carrier gas was hellium at a pressure of 10

Page 29: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

The Analysis of Fatty Acid Components In The Seeds (Harlem Marpaung)

27

psi. Injection volume was 0,2 μL. The MS ion source was 70 eV. EXTRACTION

One kilogram of the seeds cotyledon part was extracted with 600 ml of ether three times (one day each) at room temperature as descrided by Kodata (2). The combined ether extracts were concentrated on a water bath and were filtered to separate a crystallive substance. The ethereal filtrate was left one day and then were filtered again to separate an amorphous precipitate.

Then, the mother liquor was consentrated to give a yellow oily residue (ca. 54 g). There grams of this oil was furthe passed through a silica column and the column was eluted with

benzene. The elute was collected and evaporated to give and oil (ca. 2g).

The esterification was carried out according to standart methods (Porim, 1983) 0,3 g of the oil mixed with 10 ml of heptana in a test tube. Then, 0,5 ml of methanolic potassium was added and the contents of tube was mixed until the solution becomes clear. This take about 20 seconds, Almost inmediately this solution becomes turbid due to the separation of glycerol which settle quickly. Then, the upper layer containing the methyl ester was decanted, and 0,2 μL of the methyl ester was injected into GC-MS. RESULTS AND DISCUCCION The retention time showed in table 1:

Table 1 : Retension Times anf Areas of Peaks of TIC Chromatogram of Methyl Esters

Ret Time Type Area Hight Area (%) Ratio (%) 35.309 37.797 38.581 38.938 39.329 41.075 41.194 41.475 43.674 45.715

PV PV PV BV PV PV VV VV VV PB

549108633 5589355 5245903 304232525 34294551 503261657 504551741 2870027821 38280267 8585962

5965590 176796 210798 7527625 139643 7337402 9028681 6935861 1397474 306137

9.32 0.09 0.09 5.17 0.06 8.54 8.57 4.87 0.65 0.15

23.29 0.24 0.22 12.90 0.15 21.34 21.40 12.17 1.62 0.36

Tabel 2. Methyl Ester of fatty acid components of the oil.

Ester Retension time (min)

Percentage (%)

Methyl Palmitic Methyl Linoleic Methyl Oleic Methyl Steareic Methyl Arakideic Methyl Behenat

38,9 41,1 41,2 41,5 43,7 45,7

18,50 30,55 30,66 17,42 2,33 0,54

it can be seen the component of the oil seeds are methyl palmitate (18,50%), methyl linoleate (30,55%), methyl oleate (30,66%), methyl stearate (17,42%), methyl arachidate (2,33 %), and methyl behenate (0,54%).

Page 30: Sains Kimia Vol_ 7 No_ 1 Januari 2003

Jurnal Sains Kimia Vol. 7, No.1, 2003: 26-27

28

REFERENCES Syamsuhidayat, S. S, Hutapea, J. R, 1991,

Indonesian Medicinal Plants Inventory I. Health Departement RI, Health Research and Development Board, Jakarta, pp 554 – 555.

Kodata, S, L. Marpaung, Kikuchi. T., and Ekimoto, H., 1990, Constituents of Seeds of Swietenia Mahogani JAQC I Chem. Pharm. Bull. ,38(3) 639-651.

Paquot, C., and Hautfenne, A., 1987, Standard Methods for the analysis of Oils, Fat and Derivatives, 7 th Revised and Enlarged Edition, Blackwell Scientific Publications, Oxford-London-Edinburgh.

Porim, 1983, Porim test methods for Palm Oils and Palm Oil Products; Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur.

Christian, G., 1984, Analytical Chemistry, 5th ed, John Wiley & Sons.