Upload
phungkhanh
View
267
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
(STUDI DI TINGKIR LOR,
KEC. TINGKIR, KOTA SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh
INDAH ASANA
NIM 21111013
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO
“Hidup itu bukan memetik nomer satu, Hidup itu menanam.
Hidup itu bukan sukses nomer satu, Hidup itu berjuang.
Jadi temukanlah kegembiraan dalam berjuang melebihi
kegembiraan dari keberhasikan perjuangn itu.”
-Emha Ainun Nadjib-
viii
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku,
kakak-kakak serta adik-adikku,
sahabat-sahabat seperjuanganku,
Dan seluruh pihak yang selalu memberiku semangat.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim …
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penelitian skripsi yang berjudul
RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK
KELUARGA SAKINAH (Studi di Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga), ini telah terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa ajaran mulia untuk mengarahkan
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh cahaya kebenaran dan ilmu.
Penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan merupakan karya tulis
atau skripsi yang sederhana. Sebagai karya tulis atau skripsi yang
dipersiapkanguna memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana inipeneliti
telahmempersiapkan jangka waktu yang cukup lama.
Dalam pengalaman skripsi ini banyak pihak yang sangat berarti bagi
penulis, oleh karena itu sebagai tanda syukur dan penghargaan tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak H.M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H., selaku pembimbing skripsi,
yang masih bisa menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan yang
tulus dan ikhlas dengan meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan
membimbing penulis.
x
3. Kedua orang tua penulis, Bu Imrori dan Bapak Muh Isa Zahir yang telah
membesarkan, membimbing dan tak henti hentinya mendoakan untuk
kebaikan putrinya serta memberikan bantuan moril maupun materiil.
4. Sinna Aanaka, Sinta Aunana, Zahra Khumaere, serta Albabul Lathof
Muhamad selaku kakak serta adik penulis.
5. Segenap sahabat-sahabat jurusan Al-Akhwal Asy-Syakhsiyyah semester
akhir yang telah memberikan motivasinya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi.
6. Keluarga besar SMC (Seni Musik Salatiga) yang selalu menjadi bagian
dari semangat penulis.
7. Inta Rafika Hudi, Monica Nirmalasari Elida, Rizka Dewi Isnawati, Sotya
Titi Hastika, Muhammad Lathief Al-Anshory, serta sahabat dan teman-
teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas
semangat kalian, I love you guys!
Dengan demikian peneliti hanya bisa berdoa mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan para pembaca
padaumumnya.Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam
menyusun skripsi ini.
Salatiga, 15 Maret 2016
Penulis
xi
ABSTRAK
Asana, Indah. 2016. Rujuk dan Tajdid Al-Nikah Sebagai Upaya Membentuk
Keluarga Sakinah.Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing
H.M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H.
Kata kunci : Pernikahan, Perceraian, dan Rujuk
Pernikahan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat.Tujuan
pernikahan yang paling utama adalah dalam membentuk keluarga sebagai tatanan
masyarakat.Namun dalam mewujudkan tujuan pernikahan tersebut, terdapat
banyak halangan sehingga memicu terjadinya perselisihan yang kemudian dapat
mengakibatkan perceraian. Setiap pasangan suami isteri berusaha sejauh mungkin
menghindari perceraian, karena dampak yang timbul setelah perceraian itu sendiri
juga akan semakin buruk. Berbagai cara yang dapat diambil dalam memperbaiki
hubungan rumah tangga salah satunya yaitu dengan melakukan tajdid al-nikah
atau pembaharuan nikah maupun rujuk. Berdasarkan latar belakang tersebut,
dilakukannya penelitian guna untuk mengkaji rumusan masalah, di antaranya
yaitu: (1) Bagaimana bentuk rujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga? ; (2) Apa saja faktor yang menyebabkan
terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga? ; (3)Bagaimana dampak setelah dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah
di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga terhadap pembentukan
keluarga sakinah?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
dengan studi penelitian yang langsung dilakukan di desa Tingkir-Lor.Data yang
didapat diperoleh dari wawancara langsung kepada para pelaku, serta studi
pustaka dari berbagai sumber informasi.Wawancara dilakukan kepada tiga
pasangan suami isteri yang berdomisili di Tingkir-Lor dan telah mengalami
permasalahan rumah tangga sebelumnya.
Hasil penelitian tentang rujuk dan tajdid al-nikah ialah bentuk
pelaksanaan rujuk yang menganut jumhur fuqaha dimana dilakukan tanpa ucapan
namun perbuatan serta bentuk pelaksanaan tajdid al-nikah yang mirip dengan
akad nikah pada pernikahan pada umumnya dengan berbagai rukun dan syaratnya,
faktor –faktor yang menyebabkan pasangan melakukan rujuk maupun tajdid al-
nikah tersebut yaitu faktor keharmonisan rumah tangga, keturunan, usia, ekonomi,
juga faktor kekhawatiran. Kemudian hasil penelitian yang terakhir yaitu dampak
setelahnya dapat kembali menjadi pernikahan yang utuh dan dapat mencapai
keluarga sakinah.
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ....................................................................................... i
HALAMAN BERJUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................vi
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 8
E. Kajian Pustaka ................................................................................... 8
F. Penegasan Istilah ................................................................................ 9
G. Metode Penelitian ............................................................................... 10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................. 10
2. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 11
3. Lokasi Penelitian ......................................................................... 11
xiii
4. Sumber Data ................................................................................ 11
5. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 12
6. Analisis Data ............................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 13
BAB II : KAJIAN PUSTAKA TENTANG PERKAWINAN .......................... 15
A. Perkawinan ......................................................................................... 15
B. Tujuan Perkawinan ........................................................................... 21
C. Talak .................................................................................................. 23
D. Rujuk ................................................................................................. 31
E. Tajdid al-Nikah ..................................................................................33
BAB III : PELAKSANAAN RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI
UPAYA MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH DI DESA
TINGKIR-LOR, KEC. TINGKIR, KOTA SALATIGA .................... 36
A. Gambaran Umum Desa Tingkir-Lor ................................................. 36
1. Letak Geografis ........................................................................... 36
2. Keadaan Penduduk ...................................................................... 37
3. Keadaan Ekonomi ....................................................................... 37
4. Tingkat Pendidikan ...................................................................... 38
5. Keagamaan .................................................................................. 38
6. Adat Istiadat................................................................................. 40
B. Pelaksanaan Rujuk dan Tajdid Al-Nikah dalam Membentuk Keluarga
Sakinah di Desa Tingkir-Lor, Kec. Tingkir, Kota Salatiga ................ 40
1. Bentuk Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di Tingkir-Lor .................... 40
xiv
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di
Tingkir-Lor ................................................................................. 44
3. Dampak Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di Tingkir-Lor ..................53
BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN ..................................................... 56
A. Bentuk Rujuk dan Tajdid Al-Nikah ................................................... 56
B. Faktor-Faktor Terjadinya Rujuk dan Tajdid al-Nikah ........................59
1. Faktor Keharmonisan Rumah Tangga ........................................ 60
2. Faktor Keturunan ........................................................................ 62
3. Faktor Ekonomi ........................................................................... 63
4. Faktor Usia ................................................................................. 64
5. Faktor Kekhawatiran ................................................................... 65
C. Dampak Setelah Terlaksananya Rujuk dan Tajdid al-Nikah.............. 66
BAB V : PENUTUP ......................................................................................... 76
A. Kesimpulan ........................................................................................ 76
B. Saran .................................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. I
RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................................... II
IZIN PENELITIAN ........................................................................................... III
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan salah satu unsur berdirinya sebuah
masyarakat yang menciptakan suatu umat (Utsman,2006:11).
Sebagaimana yang disebutkan, tentunya untuk mendirikan sebuah
keluarga perlu adanya dasar yang kuat.Dasar yang menciptakan
keberadaan sebuah keluarga tersebut adalah perkawinan.Dari uraian
tersebut bisa dijelaskan bahwa perkawinan menjadi unsur penting
berdirinya sebuah tatanan masyarakat yang akan membentuk umat dan
menghimpun ikatannya.
Secara etimologis, perkawinan adalah pencampuran, penyelarasan,
atau ikatan (Mathlub, 2005:1).Ikatan tersebut terjadi di antara seorang
lelaki dan wanita, dengan kerelaannya mau menyelaraskan dan
berdampingan bersama pasangannya.Sementara nikah secara etimologis
digunakan untuk mengungkapkan makna daripersetubuhan, akad, dan
pelukan (Mathlub, 2005:2).Makna tersebut dimaksudkan pada kegiatan
seksual antara suami dan isteri yang telah sah, maupun kegiatan bersama
lainnya yang tidak berhubungan dengan seksual yang dilakukan dengan
penuh kasih sayang.Adapun secara terminologis, perkawinan dan
pernikahan menurut para fuqaha adalah sama. Inti dari keduanya yaitu
suatu akad demi suatu kenikmatan secara sengaja maupun suatu akad yang
2
dilakukan oleh suami dan istri untuk dapat menjalani kehidupannya
dengan nikmat dan tetap sesuai ketentuan syariat (Mathlub, 2005:3).
Di dalam Surat Ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang.Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berfikir.”
Dalam ayat-ayat tersebut Allah SWT telah mensyariatkan kepada
umatnya untuk menikah dan memiliki keluarga yang tentram, bahagia, dan
penuh kasih sayang.Untuk pasangan seorang pria, telah diciptakan wanita
sebagai istrinya, begitu pula wanita yang telah Allah ciptakan pria sebagai
suaminya.
Dinyatakan pula dalam Surat Yasin ayat 36, tentang pasangan-
pasangan yang telah diciptakan Allah kepada tiap umatnya.Ayat tersebut
adalah:
3
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka, maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Telah disebutkan pula di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan pada pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sementara pada Kompilasi Hukum Islam, juga disebutkan
pengertian perkawinan pada pasal 2, yaitu: “Perkawinan menurut hukum
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.”
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam undang-undang bahwa
perkawinan menjadi dasar terbentuknya keluarga yang harus disesuaikan
dengan syariat agama, agar tercapai kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat kelak.
Manusia diciptakan dengan jenis yang berbeda, yaitu lelaki dan
perempuan, dimana keduanya ini diberi naluri untuk saling tertarik dan
mencintai (Thalib, 2007:26).Allah SWT mengutus manusia ciptaanNya
untuk melaksanakan pernikahan agar tercapai tujuan serta hikmah yang
terpuji sesuai dengan yang dinyatakan Mathlub dalam bukunya yang
berjudul Panduan Hukum Keluarga Sakinah (2005).Tujuannya yang
4
pertama adalah melestarikan serta mengembangkan alam.Dengan
dilaksanakannya perkawinan, maka akan menghasilkan banyak keturunan
sehingga alam akan berkembang dan lestari. Seperti yang difirmankan
Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 72,
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.Maka
Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?"
Yang kedua adalah menjadikan laki-laki dan perempuan nyaman,
tertram, serta damai.Ketiga, masyarakat membutuhkan keluarga sebagai
unsur utama pembangunannya.Seperti yang telah dituliskan di atas, bahwa
perkawinan adalah dasar keberadaan sebuah keluarga.Apabila terdapat
keluarga yang baik, maka masyarakat pun akanmenjadi baik sesuai dengan
keluarga yang berdiri dan mendirikan suatu masyarakat tersebut.Yang
terakhir yaitu keempat, pernikahan bertujuan untuk menjaga keturunan
agar tidak tercampur.Di dalam surat Al-Ahzab ayat 5, dijelaskan Allah
SWT mengutus untuk memanggil anak-anak dengan memakai nama bapak
mereka, agar adil dan tidak memungkinkan terjadinya kemungkaran.
Kecuali anak-anak tersebut tidak diketahui bapaknya, maka Allah
mengutus untuk memanggilnya dengan sebutan saudara seagama.Dengan
5
adanya pernikahan, maka akan diketahui penisbahan anak terhadap
bapaknya, agar kemakmuran tetap terwujud.
Dalam mewujudkan tujuan pernikahan yang sangat mulia serta
memiliki hikmah terpuji yang telah dituliskan tersebut, sebagian
masyarakat Indonesia masih sulit untuk mewujudkannya.Oleh karena itu,
tidak sedikit dari beberapa pernikahan yang terjadi di Indonesia
mengalami perpecahan.Begitu pula yang terjadi di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga yang berada di Jawa Tengah.
Perpecahan yang terjadi dalam pernikahan bisa saja disebabkan
dari pihak luar atau pihak dalam yaitu suami istri itu sendiri.Menurut Ali
Ahmad Utsman, dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Pernikahan
dalam Islam”, disebutkan bahwa sebab-sebab utama terjadinya perceraian
dapat dilihat dari segi psikologis, material, kesehatan, maupun lingkungan
sosialnya (Utsman, 2006:141). Dari beberapa faktor penyebabnya, tentu
ada hal yang bisa memperbaiki hubungan suami istri tersebut agar tidak
terjadi suatu perceraian.
Seperti yang telah dijelaskan, tali pernikahan merupakan masalah
fitriyah antara suami dan istri, sedangkan perceraian merupakan masalah
insidental yang harus diselesaikan secara adil dan benar sehingga
kehidupan suami istri dapat terjalin harmonis kembali seperti sedia kala
(Utsman, 2006:138).Di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga terdapat beberapa pasang suami istri yang melakukan perceraian
karena beberapa faktor yang sulit untuk diperbaiki.Namun di antara
6
beberapa pasang suami istri tersebut, terdapat pula pasangan yang
kemudian melakukan rujuk ataupunTajdid al-Nikah.
Rujuk dilakukan atas dasar pernikahan masih bisa kembali utuh,
dengan memperbaiki keadaan rumah tangga, dimana sang suami maupun
istri harus bisa lebih sabar, memaafkan, meredam emosi, mengalah,
mengerti, serta lebih mengasihi pasangannya. Definisi rujuk menurut
Mazhab Hanafi merupakan pengekalan kepemilikan yang telah ada dan
mencegah kehilangannya ketika masih menjalani masa iddah, baik dengan
ucapan maupun perbuatan (Mathlub, 2005:386).Dari definisi tersebut
menjelaskan bahwa rujuk bukan berarti melangsungkan akad baru maupun
kembali melakukan perkawinan yang telah habis masa iddahnya.
Beda dengan Tajdid al-Nikah yang merupakan pembaharuan akad
nikah.Yaitu pembaharuan akad nikah atau akad nikah ulang atas
kekhawatiran suami maupun istri mengenai kejadian talak yang
sebenarnya masih belum dipastikan jatuhnya talak tersebut.
Hal ini sebenarnya beda dengan pengertian rujuk yang telah
disebutkan di atas. Namun masyarakat terkadang menganggap rujuk dan
tajdid al-nikah adalah suatu hal yang sama, makna serta pelaksanaannya.
Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan tentram.
Setiap pernikahan pasti menginginkan keluarganya menjadi
keluarga yang damai, tentram, bahagia, serta kekal sampai akhir khayat
hingga akhirnya berkumpul kembali di akhirat kelak.Begitu pula yang
7
diinginkan masyarakat di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga.Meskipun untuk mencapai dan membentuk keluarga yang sakinah
tidaklah mudah apalagi untuk mempertahankannya.Namun dengan
dilakukannya rujukdan atau tajdid al-nikah, masyarakat berharap tujuan
utama dari pernikahantersebut dapat tercapai.
Dengan keadaan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut, peneliti
akan melakukan penelitian di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga terhadap beberapa pasangan suami istri yang telah melakukan
rujuk maupun tajdid al-nikah dengan tujuan untuk membentuk keluarga
sakinah.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah tertulis di atas, penelitian
akanmengkaji fokus penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentukrujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah
di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?
3. Bagaimana dampak setelah dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah di
desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga terhadap
pembentukan keluarga sakinah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami bentuk pelaksanaan rujuk dan tajdid al-nikah didesa
Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
8
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya rujuk dan tajdid al-
nikah didesa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahuidampak yang terjadi terhadap pasangan suami istri
dalam membentuk keluarga sakinah setelah dilakukannya rujuk atau
tajdid al-nikah didesa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
wawasan dalam ilmu hukum perkawinan, khususnya tentang rujuk dan
pembaharuan nikah.
2. Secara Praktis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam
melaksanakan rujuk maupun pembaharuan nikah, tercapai atau
tidaknya upaya pembentukan keluarga sakinah, khususnya untuk
masyarakat Tingkir.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa yang
telah diteliti oleh peneliti lain yang berhubungan dengan topik penelitian
yang akan dilakukan. Hal tersebut diharapkan di dalam penelitian sejenis
ini tidak memperoleh duplikasi atau kemiripan yang mutlak dengan
penelitian orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh M. Zainuddin NurHabibi pada
tahun 2014 yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pembaharuan Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk (Studi Kasus Dewa
Trawasan Kecamtan Sumobito, Kabupaten Jombang)”.Dalam skripsi
9
tersebut lebih menekankan pada analisis hukum Islam serta syarat rujuk
dengan memperbaharui akad nikah.
Terdapat juga penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Tradisi “Nganyar-Anyari Nikah”/Tajdid Al-Nikah (Studi Kasus
di Desa Demangsari Kec. Ayah Kab. Kebumen Tahun 2008-2009)” yang
diteliti oleh Novan Sultoni Latif tahun 2008.Pada skripsi oleh Novan
tersebut lebih membahas tentang tradisi maupun budaya yang terjadi di
desa Demangsari, bukan tentang pembaharuan nikah yang ditujukkan
untuk membina kembali keluarga sakinah yang telah mengalami
perselisihan sebelumnya.
Sedangkan pada penelitian yang peneliti tulis lebih memfokuskan
terhadap bentuk pelaksanaan rujuk dan tajdid al-nikah, kemudian faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya, serta dampak yang dihasilkan setelah
dilaksanakannya rujuk dan tajdid al-nikah tercapai atau tidaknya dalam
membentuk keluarga sakinah.
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekurang jelasan atau pemahaman yang
berbeda antara pembaca dengan peneliti mengenai istilah-istilah yang
terdapat pada judul penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut akan
dijelaskan di bawah ini:
1. Rujuk adalahmenghubungkan kembali perkawinan yang telah terjadi
setelah terjadinya talak dan sebelum selesainya masa „iddah, rujuk
yang dimaksud disini adalah rujuk yang tidak melalui Pengadilan
10
Agama.Sementara ulama fikih menyatakan bahwa rujuk dapat
dilakukan apabila baru talak satu atau dua. Indikasi rujuk menurut
ulama fikih juga cukup dengan pernyataan suami atau dengan
perbuatan suami yang dapat menunjukkan ia rujuk yaitu dengan
menggauli isterinya (Hasan, 2003:208).
2. Tajdid al-Nikah adalah pembaharuan akad nikah atau mengulang akad
nikah, yang dalam bahasa Jawa sering disebut “nganyari nikah” atau
“mbangun nikah” (Suataji, 2011).Pembaharuan tersebutberharap
rumah tangga mereka menjadi lebih baik.
3. Sakinah menurut bahasa Arab artinya tenang, tentram. Sedangkan
menurut Prof. Dr. Achmad Mubarok MA, merupakan kondisi yang
sangat ideal dalam kehidupan keluarga, yaitu keadaan tenang,
terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh
pembelaan (Mubarok, 2010).
G. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti
dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari permasalahan yang
dirumuskan yaitu rujuk dan tajdid al-nikah yang terjadi di desa
Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Dengan memfokuskan
pada proses dan pencarian makna dibalik rujuk dan tajdid al-nikah
11
tersebut dalam penelitian, dengan harapan agar informasi yang dikaji
lebih bersifat komprehensif, mendalam, alamiah dan apa adanya.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi,
yaitubertujuan untuk mempelajari secara mendalam mengenai rujuk
dan tajdid al-nikah, mengeksplorasinya dengan batasan terperinci,
serta mencantumkan berbagai sumber informasi.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam melakukan penelitian kualitatif, tentunya kehadiran peneliti
mutlak diperlukan karena sekaligus sebagai pengumpul data.Di
samping itu peneliti disini sebagai partisipan, yang berperan serta
dalam proses pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan dan
mendengarkan secermat mungkin apa yang diberikan subjek atau
informan.
3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini berada di kota Salatiga propinsi Jawa
Tengah, tepatnya di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir. Peneliti
memilih lokasi ini karena masyarakatnya yang terkenal religius,
terdapat banyak pondok pesantren, serta ulama-ulama yang menjadi
panutan di desa bahkan di kota sekaligus.
4. Sumber Data
Data diambil untuk penelitian ini terbagi menjadi dua macam,
yaitu:
12
a. Data Primer, yakni sumber yang langsung memberi data kepada
peneliti (Tanzeh, 2009:55). Sumber tersebut diberikan oleh tiga
pasangan suami istri yang melakukanrujuk dan tajdid al-nikah.
b. Data Sekunder, yakni sumber data yang tidak langsung diberikan
oleh peneliti (Tanzeh, 2009:57). Di antaranya ialah aparat desa
yang dilakukan tempat penelitian.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang valid dalam penelitian ini,
diperlukan teknik-teknik pengumpulan yang sesuai.Peneliti
menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Wawancara yaitu dalam mencari dan memperoleh data yang
dianggap penting dengan mengadakan wawancara secara langsung
di antaranya dengan para pelaku rujuk dan tajdid al-nikah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, aparat desa, pegawai KUA, serta yang
berhubungan langsung dengan pelaksanaan rujuk dan tajdid al-
nikah tersebut.
b. Dokumentasi yaitu menelaah terhadap dokumen-dokumen tertulis
mengenai rujuk dan tajdid al-nikah, baik data yang ada di KUA,
aparat desa yang telah menanganinya, maupun data lainnya yang
berkaitan.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses untuk menentukan tema dan
merumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data, dengan
13
mengorganisasi dan menguatkan data tersebut ke dalam pola kategori
dan satuan uraian dasar (Moelong, 2006:103).
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, maka peneliti
menggunakan teknik analisa data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Deskriptif analisis, yaitu menganalisa dan menjelaskan data hasil
penelitian mengenai rujuk dan tajdid al-nikahyang bertujuan untuk
membentuk keluarga yang sakinah dan harmonis dibandingkan
dengankeadaan sebelumnya.
b. Induktif, yaitu mengemukakan kenyataan dari hasil penelitian
rujuk dan tajdid al-nikah yang terjadi di desa Tingkir-Lor
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga berhasilkah mencapai tujuan
pembentukan keluarga sakinah .
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari lima bab yang masing-masing memilik sub-sub bab, yang kemudian
akan diuraikan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan secara
umum tentang arah penelitian dilakukan, arah penelitian yang dimaksud
adalah tentang rujuk dan tajdid al-nikah sebagai upaya membentuk
keluarga sakinah yang terjadi di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga.Bab pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan
Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
14
Bab kedua merupakan kajian pustaka yang dimanfaatkan sebagai
landasan agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan,
memberikan gambaran umum tentang latar penelitian, serta dijadikan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.Kajian ini membahas tentang
perkawinan, tujuan perkawinan, talak, rujuk, dan tajdid al-nikah.
Bab ketiga yaitu menguraikan data dan temuan yang telah
diperoleh dari penelitian dengan menggunakan metode dan prosedur yang
telah dijelaskan dalam Bab pertama.Uraian ini terdiri dari bentuk
pelaksanaan rujukmaupuntajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan
Tingkir, Kota Salatiga, hasil wawancara dengan para pelaku rujuk dan
tajdid al-nikah, serta landasan dan dampaknya. Akan tetapi sebelum
membahasnya, peneliti akan memulai dengan mendeskripsikan lokasi
penelitian yaitu Desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
Bab keempat merupakan isi pokok dari penelitian skripsi tentang
rujuk dan tajdid al-nikah sebagai upaya membentuk keluarga sakinah di
desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.Adapun cakupan
dalam bab ini adalah analisa bentuk pelaksanaan rujuk atau tajdid al-
nikah, faktor-faktor terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah dan keterkaitan
antara tujuan serta dampak setelah terlaksananya rujuk dan tajdid al-nikah
tersebut.
Bab kelima berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
dari data dan analisa dalam menjawab rumusan masalah yang
ada.Terdapat pula saran-saran yang sesuai dan bermanfaat di dalamnya.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA TENTANG PERKAWINAN
A. Perkawinan
Allah menetapkan perkawinan sebagai jalan satu-satunya yang
mengikat seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai pasangan
suami istri (Thalib, 2007:26).Islam merupakan agama fitrah, yaitu agama
yang memiliki keterkaitan antara tabiat dengan dorongan batin manusia,
dimana dorongan tersebut akanditempatkan pada garis syari‟at islam
(Thalib, 2007:29). Dengan dorongan batin tersebut laki-laki dan
perempuan dapat mengadakan kontak yang sah untuk menciptakan suatu
masyarakat yang berkualitas atau disebut dengan perkawinan dan diatur
oleh hukum perkawinan.
Pernikahan merupakan ikatan di antara dua insan yang mempunyai
banyak perbedaan, baik segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, mental,
pendidikan, serta lain-lainnya.Dalam pandangan islam, pernikahan
merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis
dapat hidup bersama sesuai dengan syariat agama (Al-Shabuni, 2004:9).
Perkawinan menjadi hal yang sangat utama dan penting dalam
kehidupan manusia, perseorangan, maupun kelompok (Basyir,
1980:1).Perkawinan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau
perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang
16
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara diridoi Allah
(Basyir, 1980:11)
Secara etimologi, perkawinan adalah persetubuhan, ada juga yang
menyebutkan perjanjian (al-„aqdu).Sedangkan secara terminology
menurut Abu Hanifah, perkawinan adalah aqad yang dikukuhkan untuk
memperoleh kenikmatan dari pasangannya dengan sengaja (Hasan,
2003:11).Pengukuhan yang dimaksud bukan hanya dilakukan antara lelaki
dan perempuan yang membuat penjanjian atau aqad itu saja, namun harus
sesuai dengan ketentuan syariah.
Pernikahan menurut mazhab Maliki adalah aqad yang dilakukan
untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita.Mazhab Syafi‟i menyebutkan
bahwa pernikahan adalah aqad yang menjamin diperbolehkannya
persetubuhan.Sementara itu, menurut mazhab Hambali bahwa pernikahan
itu adalah awad yang di dalamnya terdapat lafazh pernikahan secara jelas,
agar diperbolehkannya persetubuhan (Hasan, 2003:12).
Sementara itu, Undang-undang juga telah memberikan pengertian
tentang perkawinan yang pada dasarnya tidak terdapat perbedaan prinsipil,
yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Basyir, 1980:11).
Dalam ikatan perkawinan tersebut mengandung syarat dan rukun
yang harus dipenuhi oleh suami dan istri tersebut, dan dengan begitu akan
terbentuklah keluarga yang sesuai dengan syariah agama islam. Karena
17
hanya dengan melakukan pernikahan yang sah lah keluarga dapat dibentuk
dalam islam (Thalib, 2007:26).
Secara lebih jelas, rukun nikah serta syarat yang harus dipenuhi
masing-masing rukun tersebut adalah sebagai berikut (Hasan, 2003):
1. Calon mempelai pria, syaratnya yaitu:
a. Beragama islam
b. Laki-laki
c. Baligh
d. Berakal sehat
e. Orangnya jelas
f. Sanggup memberikan persetujuan dalam perjanjian
g. Tidak sedang mendapatkan halangan perkawinan, seperti tidak
dalam keadaan umrah maupun haji.
2. Calon mempelai wanita, syaratnya adalah:
a. Beragama, menurut sebagian ulama
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Sanggup dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan persetujuan, yaitu wanita-wanita yang
haram dinikahi.
3. Wali nikah, dimana syaratnya ialah sebagai berikut:
a. Laki-laki
b. Dewasa
18
c. Memiliki hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.
4. Saksi nikah, yang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Minimal 2 orang laki-laki
b. Menghadiri ijab dan qabulnya
c. Paham tentang maksud akad tersebut
d. Islam
e. Dewasa.
5. Ijab dan Qabul, syaratnya yaitu:
a. Terdapat ijab atau pernyataan mengawinkan dari pihak wali
b. Ada pula qabul atau pernyataan dalam penerimaan dari calon
suami
c. Menggunakan kalimat yang berisi kata “nikah”, “kawin”, atau hal
yang mempunyai makna sama dengan kata tersebut
d. Ijab bersambungan dengan qabul dan tidak boleh terputus
e. Jelas maksudnya
f. Orang yang terkait di dalamnya tidak sedang keadaan haji dan
umrah
g. Majlis ijab dan qabul dihadiri minimal 4 orang dari calon
mempelai pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau
wakilnya, dan 2 orang saksi.
Keridaan seorang perempuan memang sangat diperlukan dalam
melakukan perjanjian pernikahan.Karena memaksa seorang perempuan
19
menikah dengan orang yang tidak disukai atau dicintainya memang tidak
dibenarkan, sebab perempuan tersebutlah yang akan hidup bersama
suaminya (Al-Shabuni, 2004:77). Selain itu, pernikahan dilakukan atas
dasar saling memahami, saling membantu, serta saling mengasihi satu
sama lain dalam membina rumah tangga.
Di atas telah disebutkan bahwa syarat calon mempelai perempuan
adalah bukan dari golongan perempuan yang haram dinikahi.Di dalam Al-
Qur‟an Surat An-Nisa ayat 22-24 telah disebutkan bahwa macam-macam
perempuan yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki adalah sebagai
berikut: ibu tiri, ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari
saudara ayah, bibi dari saudara ibu, kemenakan dari saudara laki-laki,
kemenakan dari saudara perempuan, ibu susuan, saudara perempuan
susuan, mertua, anak tiri apabila ibunya telah berhubungan intim,
menantu, mengumpulkan 2 perempuan bersaudara sebagai isteri dan
perempuan yang masih memilik ikatan pernikahan dengan seorang laki-
laki lain (Basyir, 1980:27).
Izin wali merupakan syarat akad yang sah menurut para ulama
yang berdasar pada firman Allah SWT yang berbunyi “Maka nikahi
mereka dengan izin keluarganya”.Wali yang dimaksud adalah bapak
kandung jika masih ada, kalau tidak ada dapat diserahkan kepada yang
bertanggung jawab dalam urusan anak perempuan tersebut yaitu mulai dari
anak, saudara laki-laki, atau paman (Al-Shabuni, 2004:74).
20
Terdapat hadist yang mewajibkan wali dalam akad nikah, yaitu
(Al-Shabuni, 2004:75):
“Siapa pun perempuan yang tidak dinikahkan walinya, maka
nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.Jika menimpanya
maka mahar adalah untuknya sesuai dengan apa yang harus
menimpanya, tetapi jika mereka bertengkar, maka penguasa adalah
wali bagi siapa saja yang tidak memiliki wali,” (HR Abu Dawud).
Kehadiran saksi juga harus memenuhi syarat keadilan sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat At-Thalaq ayat 2, “… Jadikanlah
saksi orang-orang yang adil di antara kalian…”.
Ada pula hadist yang menyebutkan bahwa saksi sebagai penyebar
dan pemberi pengumuman pernikahan, yang berbunyi “Umumkanlah
pernikahan ini dan lakukanlah di masjid serta pukulkan rebana” (HR
Tirmidzi dan Ahmad).Tujuannya adalah supaya orang-orang mengetahui
pernikahan sedang berlangsung, serta dapat memberikan kehormatan
kepada pasangan tersebut dan menghargai pasangan suami istri tersebut
beserta keturunannya (Al-Shabuni, 2004:80).
Pada dasarnya syarat yang terakhir yaitu ijab dan qabul dilakukan
secara lisan, namun jika tidak memungkinkan bisa diganti dengan cara
tertulis atau dengan isyarat. Antara ijab dan qabul diharuskan terjadi dan
dilaksanakan dalam satu majelis, tanpa disela perbuatan maupun
pembicaraan lain. Syaratnya adalah tidak tergantung pada suatu syarat,
dissandarkan kepada waktu yang akan datang maupun dibatasi dengan
jangka waktu tertentu (Basyir, 1980:23).
21
B. Tujuan Perkawinan
Perkawinan adalah hubungan yang sah antara seorang laki-laki dan
perempuan yang diakui oleh negara dan berlangsung untuk selamanya,
selama suami isteri tersebut masih hidup.Maka dari itu hal yang sangat
tidak diinginkan terjadi dalam sebuah perkawinan yang bukan semata-
mata sekedar hubungan suami isteri, namun juga terkait hubungan
keluarga pihak isteri dan hubungan keluarga pihak suami, adalah
pemutusan perkawinan (Fadillah, 2012:23).
Beberapa tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah
menegakkan agama, memperoleh keturunan, mencegah terjadinya
perzinaan, kemaksiatan, dan juga untuk membina rumah tangga yang
bahagia dan sejahtera.Perkawinan juga dimaksudkan untuk
mengembangkan manusia sebagai kholifah dan hamba Allah dalam
mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan tenang sehingga dapat
membentuk generasi baru (Fadillah, 2012:24).
Di dalam pernikahan terdapat tujuan yang harus dipahami oleh
calon suami maupun isteri agar terhindar dari keretakatan dalam rumah
tangga dan akhirnya dapat terjadi perceraian.Tujuan itu di antaranya ialah
sebagai berikut (Hasan, 2003:13):
1. Menenteramkan jiwa bagi suami maupun isteri. Suami akan merasa
tenang karena memiliki pendamping yang dapat mengurus rumah
tangga, tempat mencurahkan perasaan suka maupun duka, serta teman
dalam menghadapi persoalaan bersama. Di dalam rumah tangga juga
22
harus terwujud rasa kasih sayang antara suami dan istri, tujuan tersebut
harus disempurnakan agar tidak dikatakan gagal serta dapat
menggoyahkan rumah tangga.
2. Mewujudkan serta melestarikan turunan. Dengan perkawinan yang sah
akan terlahir keturunan yang pasti didambakan setiap pasangan suami
isteri. Anak turunan inilah yang diharapkan mampu memperjuangkan
kemakmuran keluarga serta menjunjung tinggi keluarganya.
3. Memenuhi kebutuhan biologis sesuai dengan hukum yang ada. Setiap
individu yang sehat secara jasmani maupun rohani pasti memiliki
keinginan berhubungan seksual. Allah SWT pun telah menghendaki
kecenderungan untuk mencintai lawan jenis dan berhubungan seksual
pada diri manusia untuk dapat berkembang biak. Namun Allah SWT
juga tetap mengingatkan umatnya agar tetap bertakwa supaya tidak
terjadi penyimpangan dan anak turunannya juga dapat menjadi turunan
yang baik-baik. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 1
yang artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah
menperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan banyak.Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (periharalah)
23
hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”
4. Latihan memikul tanggung jawab karena pada hakikatnya manusia
memiliki tanggung jawab dalam keluarga, masyarakat, nergara, dan
juga agamanya. Maka dengan dilaksanakannya pernikahan,memikul
tanggung jawab dapat dimulai dari bagian yang paling kecil yaitu
keluarga.
Terdapatbeberapa manfaat pernikahan di dalam buku yang berjudul
“Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu” ditulis oleh H. M. Anis
Mata, Lc. Manfaat tersebut (Mata, 2005:39) yang pertama adalah
melanjutkan keturunan yang merupakan tujuan utama pernikahan. Sebab
anak adalah maksud utama di balik fitrah dan hikmah, sedangkan syahwat
merupakan pendorongnya.
Selanjutnya adalah untuk melindungi diri dari setan dan mencegah
terjadinya penyimpangan yang berkaitan dengan nafsu syahwat.Setan atau
iblis selalu memburu laki-laki maupun perempuan untuk menggunakan
pandangan serta syahwatnya dalam memperdaya mereka.
C. Talak
Talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan secara mutlak,
baik berupa ikatan materiin maupun immaterial, yaitu ikatan yang
terbentuk antara suami isteri (Mathlub, 2005:310).Sementara dalam tradisi
para ahli fiqh, menjelaskan bahwa talak adalah terlepasnya ikatan suami
isteri, baik secara langsung ataupun di masa mendatang, dengan
24
menggunakan ucapan khusus maupun ucapan yang berada pada posisinya
(Mathlub, 2005:311).
Talak dianggap sebagai perceraian, dimana talak dihitung dari
jumlah talak yang dimiliki suami terhadap isterinya, sesuai dengan
ketentuan perkawinan (Mathlub, 2005:305).
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah ialah perceraian. ” (H.R. Ibnu
Majah).
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 229, terdapat potongan ayat
berikut,
….
“Talak yang dapat dirujuk ialah talak yang dilakukan dua kali setelah itu
orang boleh merujuk dengan cara yang baik atau terus menceraikannya
dengan cara yang baik…”
Dari ayat di atas, Allah menegaskan bahwa sebenarnya perceraian
yang dilakukan sesuai dengan hukum atau secara wajar adalah perbuatan
yang tidak dilarang (Thalib, 2007:316).Jadi yang dimaksud dalam hadist
bahwa perceraian adalah perbuatan halal namun sangat dibenci Allah,
adalah perceraian yang tidak sesuai dengan hukum islam.
Jika suatu perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, dan bahkan
berakibat buruk jika tetap diteruskan, maka dalam keadaan seperti itu talak
atau perceraian diperbolehkan dalam islam (Thalib, 2007:316). Maka dari
itu dapat diambil kesimpulan bahwa perceraian merupakan satu-satunya
25
jalan terbaik bagi suami dan istri yang mengalami permasalahan rumah
tangga yang tidak dapat diselesaikan (Thalib, 2007:316).
Tujuan cerai adalah untuk menghindari pelanggaran terhadap
aturan Allah, yaitu dalam kasus rumah tangga.Hal ini dikarenakan tujuan
awal pernikahan adalah untuk menyempurnakan agama bagi suami
maupun isteri, sehingga cerai merupakan jalan satu-satunya yang harus
ditempuh ketika dalam perjalanan menuju tujuan tersebut justru
bertentangan (Supandi, 2012:117).
Namun dalam melakukan perceraian atau dalam islam disebut
dengan talak, terdapat beberapa syarat sesuai dengan syariat agama.
Apabila melaksanakannya sesuai dengan yang dianjurkan maka termasuk
dalam talak yang sesuai dengan sunnah Allah.
Dari Abdullah, ia berkata: “Talak menurut sunnah yaitu seseorang
mentalak ketika (istrinya) suci dan belum disenggamai.” (HR. Ibnu Majah)
Dari hadist tersebut dalam diambil kesimpulan bahwa menceraikan
istri dalam keadaan haid atau tidak suci adalah suatu perbuatan
tercela.Wanita yang sedang haid mengalami beban-beban psikologis serta
fisik yang kurang baik dibandingkan ketika ia suci. Suami tidak dianjurkan
untuk menceraikan wanita haid agar tidak mengganggu kondisi fisik
maupun psikis istrinya tersebut.Namun ketika seorang suami sangat ingin
menceraikan istrinya, maka hendaklah ia menunggu ketika istrinya telah
suci dari haid. Dan sangat dilarang suami melakukan hubungan intim
26
dengan istrinya tersebut ketika dia telah berniat menceraikannya.Perbuatan
tersebut adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah (Thalib, 2007:318).
Menceraikan istri yang sedang hamil diperbolehkan dalam hukum
islam, meskipun terdapat alasan psikologis bahwa istri yang sedang hamil
akan mengalami kegoncangan jiwa, mengganggu kesehatan mental dan
fisiknya, hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum dalam
melarang suami melakukan talak. Perceraian dalam keadaan hamil dapat
dijadikan keputusan terbaik jika memang permasalahan rumah tangga
yang sangat berat dan tidak dapat membina rumah tangga yang rukun serta
damai (Thalib, 2007:321).
Seorang istri dilarang menceraikan suaminya kecuali dengan
alasan-alasan yang sesuai menurut syariah Islam, diantaranya yaitu
(Thalib, 2007:337):
1. Akhlak suami yang buruk
2. Suami tidak memberikan nafkah untuk belanja
3. Suami tidak membayar mahar secara penuh, apabila mahar bersifat
angsuran kepada istri
4. Suami menganiaya istri.
Dengan kata lain, suami yang memenuhi syariah islam dan tidak
sesuai dengan ciri-ciri di atas maka hukumnya dilarang untuk diceraikan.
Sebaliknya, suami yang akhlak serta dalam membina rumah tangga tidak
sesuai dengan agama maupun moral maka isteri dapat mengajukan
gugatan perceraian.
27
Bagi seorang wanita yang telah diceraikan oleh suaminya ataupun
suaminya telah meninggal dunia, maka wanita tersebut memiliki masa
tunggu untuk melakukan perkawinan lagi dengan laki-laki lain atau yang
disebut dengan iddah (Basyir, 1980:85).
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka
(diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji
yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia
telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.kamu tidak mengetahui
barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. ”
(QS.At-Talaq, 1)
Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa isteri hendaklah ditalak
pada waktu suci sebelum dicampuri.Apabila talaknya baru jatuh satu kali
atau dua kali, maka dibolehkan suami melakukan rujuk kembali.
Iddah pun diadakan dengan tujuan untuk menunjukkan pentingnya
masalah perkawinan dalam ajaran islam, maka sebelum dilaksanakannya
harus difikirkan secara matang-matang dan dengan cara yang dewasa.
Kemudian perkawinan itu juga harus diusahakan kekal sehingga tidak
terjadi lagi perceraian, selain itu iddah juga bertujuan untuk memberikan
28
kesempatan kedua bagi suami isteri jika ingin hidup berumah tangga
kembali tanpa melakukan akad nikah baru. Iddah diadakan juga untuk
meyakinkan bahwa rahim di dalam isteri yang telah dicampuri benar-benar
kosong agar tidak terjadi kekacauan nasab anak.Sedangkan dalam kasus
perceraian karena ditinggal mati suami, iddah diadakan sebagai bentuk
rasa berkabung (Basyir, 1980:85).
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan
begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. ”(QS. At-Talaq, 4)
Dalam ayat di atas dijelaskan perhitungan masa iddah bagi
perempuan yang tidak mengalami haid lagi atau disebut menopause, maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan.Sedangkan bagi perempuan hamil,
masa iddah mereka berakhir ketika mereka melahirkan bayi yang
dikandungnya.
29
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru' (suci).tidak boleh mereka Menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan
tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Baqarah, 228)
Disebutkan dalam ayat di atas bahwa suami memiliki tanggung
jawab yang besar terhadap keselamatan serta kesejahteraan rumah tangga
mereka.Sehingga mereka memiliki hak untuk merujuk isteri mereka dalam
masa iddah tersebut.
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh
hari.kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat. ” (QS.Al-Baqarah, 234)
30
Ayat di atas disebutkan bahwa isteri yang ditinggal mati oleh
suaminya, dilarang berhias, berpergian, dan bahkan menerima pinangan
dari lelaki lain sampai 4 bulan 10 hari masa iddahnya selesai.
Di dalam buku Tafsir Al-Usyr Al-Akhir dari Al-Quran disebutkan
bahwa Iddah terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Iddah hamil, maka istri harus menunggu sampai anak dalam
kandungannya dilahirkan, baik itu iddah talak maupun iddah karena
suami telah meninggal dunia
2. Iddah ditinggal mati suami adalah 4 bulan 10 hari
3. Apabila seorang istri diceraikan suami dalam keadaan haid, maka
iddahnya 3 kali haid dan berakhir dengan sucinya ia dari haid ketiga
4. Apabila seorang istri diceraikan tidak dalam keadaan haid, maka masa
iddahnya adalah 3 bulan.
Wanita yang ditalak raj‟i wajib untuk tetap tinggal bersama
suaminya selama masa iddah.Begitu pula bagi suami, ia boleh melihat
serta berduaan dengan istrinya sampai berakhirnya masa iddah. Hal ini
diharapkan agar pasangan tersebut dapat bersatu kembali.Karena rujuk
tidak memerlukan ridha dari sang istri jika ditalak raj‟i. Dan rujuk dapat
diucapkan suami hanya dengan kalimat “Aku merujukmu”, atau jika
terjadi hubungan badan antara suami dan istri yang masih dalam masa
iddahnya tersebut.
31
D. Rujuk
Rujuk berasal dari kata Arab yaitu “raj‟ah” yang artinya
kembali.Maka dari itu di dalam perkawinan yang dimaksud dengan rujuk
adalah kembali hidup bersuami isteri yang telah melakukan percerian
dengan jalan talak raj‟i selama masa iddah belum habis juga belum
melakukan akad nikah baru (Basyir, 1980:90).
Jumhur ulama mendefinisikan bahwa rujuk adalah mengembalikan
wanita yang ditalak, selain talak ba‟in (suami diperbolehkan kembali
kepada isterinya dengan akad nikah baru), pada perkawinan selama masa
iddah belum berakhir juga tanpa adanya akad terlebih dahulu.Konsep
rujuk dalam pembahasan ini hanyalah berlaku bagi suami yang melakukan
talak pertama dan talak kedua kalinya kepada isterinya (Hasan, 2003:205).
Yang memiliki hak rujuk menurut ketentuan Al-Qur‟an surat Al-
Baqarah ayat 228 adalah suami, sebagai imbangan hak talak yang
dimilikinya (Basyir, 1980:90). Firman Allah tersebut adalah sebagai
berikut:“… dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menaati
itu, jika mereka para suami itu menghendaki islah…” (Al-Baqarah:228).
Rasulullah SAW juga pernah bersabda untuk menyuruh Umar RA
merujuk isterinya kembali (Hasan, 2003:206).
“Diriwayatkan dari Ibnu „Umar RA, waktu itu ia ditanya oleh
seseorang lalu ia berkata: “Adapun anda yang telah mentalak isteri
anda, baru sekali atau dua kali, maka seseungguhnya Rasulullah
SAW telah menyuruhku merujuk isteriku kembali. ”” (HR.
Muslim)
32
Syarat-syarat untuk dapat melakukan rujuk adalah sebagai berikut
(Basyir, 1980:90):
1. Bekas isteri sudah pernah dicampuri atau berhubungan badan dengan
suami. Dengan kata lain, rujuk tidak dapat dilakukan oleh bekas suami
yang belum pernah mencampuri bekas isterinya.
2. Talak yang dijatuhkan suami tanpa pembayaran „iwadh dari pihak
isteri.
3. Dilakukannya rujuk pada saat bekas isteri masih dalam masa iddah.
4. Syarat terakhir adalah syarat yang sesuai dengan prinsip suka rela
dalam perkawinan, yaitu persetujuan isteri yang akan dirujuk.
Rukun rujuk menurut beberapa ulama, di antaranya ialah (Hasan,
2003:207):
1. Menurut mazhab Hanafi berpendapan, bahwa rukun rujuk ada 2 yaitu
Sighah atau pernyataan ingin rujuk dan perbuatan yang menunjukkan
keinginan kembali tersebut.
2. Safi‟iyah mengungkapkan bahwa rukun rujuk adalah Sighah dari
suami itu.
3. Mazhab Hambali mengungkapkan bahwa rukun rujuk ialah Sighah dari
suami yang akan rujuk itu dan suami isteri melakukan hubungan
badan.
4. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa rukun rujuk adalah
perbuatan yang menunjukkan suami itu rujuk lagi dan isteri yang
dirujuk.
33
Sementara ulama fikih menyatakan bahwa rujuk dapat dilakukan
apabila baru talak satu atau dua.Indikasi rujuk menurut ulama fikih juga
cukup dengan pernyataan suami atau dengan perbuatan suami yang dapat
menunjukkan ia rujuk yaitu dengan menggauli isterinya (Hasan,
2003:208).
Surat An-Nisa ayat 35 telah menjelaskan tentang rujuk yang
kepada pasangan suami isteri yang terjadi perselisihan dalam rumah
tangganya.Ayat tersebut miliki arti sebagai berikut:
“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan
seorang juru damai daru keluarga permpuan.Jika keduanya (juru
damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami isteri itu.Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti. ” (QS.An-Nisa, 35)
Rujuk memang diharapkan terjadi dalam persengketaan rumah
tangga, karena Allah sangat membenci terjadinya perceraian apabila
terlihat jelas jika sebuah pernikahan tersebut dapat diperbaiki sehingga
kembali utuh seperti sedia kala dan tercipta keluarga yang sakinah serta
kekal selamanya.
E. Tajdid al-Nikah
Menurut bahasa, tajdid adalah pembaharuan.Sementara nikah
adalah perjanjian.Tajdid al-nikah dapat diartikan sebagai pembaharuan
terhadap perjanjian atau akad nikah.Secara luas dapat didefinisikan dengan
34
akad nikah yang dilakukan sekali lagi atau lebih terhadap pernikahan yang
pernah terjadi dengan akad yang sah menurut syariah, yang bertujuan
untuk kehati-hatian dan membuat kenyamanan dalam hati, dilakukan
sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan, dan kemudian akan
menghasilkan hubungan suami isteri yang baik (Habibi, 2014:4).
Menurut ulama mazhab Hanafi, untuk akad baru dan mahar baru
tidak diperlukan adanya persetujuan wali (Hasan, 2003:208).Jadi dapat
disimpulkan bahwa apabila melaksanakan tajdid al-nikah atau
memperbaharui akad nikah yaitu dengan melakukan akad nikah baru,
perlu adanya mahar, namun persetujuan wali tidak diwajibkan.
Tajdid nikah atau memperbaharui nikah dan dalam bahasa jawa
sering disebut dengan kata nganyari nikah, tidak memiliki dasar hukum di
dalam Al-Quran maupun Hadist (Sutaji, 2011).
Beberapa pendapat ulama tentang tajdid nikah memang berbeda-
beda, ada yang melarang maupun memperbolehkan.Yang menjadi salah
satu alasan para ulama memperbolehkan adalah jika tajdid nikah tersebut
dilakukan dengan niatan semata-mata untuk memperindah pernikahan atau
agar mereka lebih berhati-hati dalam menjaga pernikahannya (Sutaji,
2011).Sedangkan menurut pendapat lain, akad baru yang dilaksanakan
dapat merusak akad yang telah terjadi. Seandainya seseorang
memperbaharui nikah dengan isterinya, maka wajib baginya membayar
mahar lagi karena hal tersebut merupakan penetapan di dalam perceraian
atau pengakuan perceraian (Mubarok, 2012).
35
36
BAB III
PELAKSANAAN RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH DI DESA TINGKIR-LOR, KEC.
TINGKIR, KOTA SALATIGA
A. Gambaran Umum Desa Tingkir Lor
1. Letak Geografis
Sebelum membahas kondisi geografis Kelurahan Tingkir Lor
terlebih dahulu dijelaskan kondisi geografis Kota Salatiga.Kota
Salatiga, Provinsi Jawa Tengah mempunyai luas wilayah kurang lebih
5. 678,11 Hektar. Secara geografis Kota Salatiga terletak antara 100
27‟ 56,81” – 1100 32‟ 4,64” BT dan 700 17‟ – 70 23” LS berada di
tengah-tengah Kabupaten Semarang.
Pada ujung bagian selatan kota, terletak Kecamatan Tingkir.
Kecamatan Tingkir memiliki beberapa Kelurahan di dalamnya,
termasuk Tingkir-Lor.Secara geografis Kelurahan Tingkir-Lor terletak
pada koordinat 7 ° 21‟34.0”S110 ° 31‟39”E. Kelurahan Tingkir Lor
memiliki luas 177300 Hektar dengan jumlah penduduk 4945 orang
dari 1626 kepala keluarga.
Tempat ini bisa ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 5 Km
kearah Timur dari pusat pemerintahan Kota Salatiga. Mengenai
struktur pemerintahan Kelurahan Tingkir Lor dipimpin oleh seorang
37
kepala kelurahan terhadap delapan RW serta 4 RT (Data monografi
statis Kelurahan Tingkir Lor bulan Februari 2016).
Adapun struktur pemerintahan di Kelurahan Tingkir Lor adalah
sebagai berikut :
a. Lurah : Sumadi, SS.
b. Sekretaris Kelurahan : Hery Susanto, SE.
c. Kepala Seksi Pemerintahan : Sugiantini, SE.
d. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban : Mujiono, SH.
e. Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan : Kristina, SE.
f. Kepala Seksi Sosial dan Kesra : Sri Karyani, SE.
Selanjutnya tempat ini dibatasi oleh beberapa daerah yang menjadi
batas dari Kelurahan Tingkir Lor.Adapun batas dari Kelurahan Tingkir
Lor adalah sebagai berikut :
a. Batas Utara : Desa Nyamat
b. Batas Selatan : Kelurahan Tingkir Tengah
c. Batas Barat : Kelurahan Tingkir Tengah
d. Batas Timur : Kelurahan Tingkir Tengah
2. Keadaan Penduduk
Adapun jumlah penduduk Tingkir Lor adalah sebagai berikut (Data
monografi Kelurahan Tingkir Lor, bulan Februari 2016):
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 233 235 468
05-09 190 193 383
10-14 194 179 373
15-19 180 222 402
20-24 176 189 365
38
25-29 209 182 391
30-34 224 236 460
35-39 205 187 392
40-44 199 189 388
45-49 169 200 369
50-54 160 160 320
55-59 112 100 212
60-64 79 80 159
65-69 41 47 88
70-74 31 40 71
>74 46 58 104
TOTAL 2448 2497 4945
3. Keadaan Ekonomi
Dilihat dari kondisi dan taraf kesejahteraan penduduk Tingkir Lor
sekilas dapat dikatakan bahwa tingkat kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat berada tepat pada rata-rata yang berkemungkinan besar
naik menuju tingkat yang lebih atas.Data monografi dinamis Tingkir
Lor pada Tahun 2016, penduduk mengandalkan hidup mereka pada
beberapa sumber penghasilan utama.
Jenis pekerjaan Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga,
adalah sebagai berikut (Data monografi Kelurahan Tingkir Lor, bulan
Februari 2016):
No Pekerjaan Jumlah
1 Wiraswasta 624
2 Karyawan 580
3 Petani dan Buruh 462
4 PNS dan Pensiunan 197
5 Pedagang dan Pengusaha 193
6 Tukang 145
7 Guru 77
8 Jasa Angkutan 41
9 Pelajar / Mahasiswa 1089
10 Belum / Tidak Bekerja 854
11 Mengurus Rumah Tangga 589
39
12 Lain-Lain 94
Jumlah 4945
4. Tingkat Pendidikan
Kemudian dalam hal pendidikan terlihat mayoritas penduduk
telahterbebas dari buta huruf.Jumlah penduduk tercatat sebanyak 654
masih dalam bangku Sekolah Dasar, 1034 adalah lulusan Sekolah
Dasar, 730 lulusan Sekolah Menengah Pertama, 1224 lulusan Sekolah
Menengah Atas dan 313 merupakan lulusan perguruan tinggi.
Adapun data tingkat pendidikan di Tingkir Lor adalah sebagai berikut
(Data monografi Kelurahan Tingkir Lor, bulan Februari 2016):
No Pendidikan Jumlah
1 Tidak / Belum Sekolah 787
2 Belum Tamat SD / Sederajat 654
3 Tamat SD 1034
4 Tamat SLTP 730
5 Tamat SLTA 1224
6 Diploma I/II 51
7 Diploma III 128
8 Strata 1 / Diploma IV 313
9 Strata 2 20
10 Strata 3 4
Jumlah 4945
5. Keagamaan
Penduduk Kelurahan Tingkir Lor memeluk agama Islam
sebanyak95,27%, Kristen 3,21%, Katolik 1,48%, Budha 0,0% dan
Hindu 0,00%. Data tersebut dapat dilihat pada data di bawah ini (Data
monografi Kelurahan Tingkir Lor, bulan Februari 2016):
40
No Agama Jumlah
1 Islam 4711
2 Kristen Protestan 159
3 Katholik 73
4 Hindu -
5 Budha -
6 Kong Hu Cu -
7 Kepercayaan Lain 2
Jumlah 4945
6. Adat istiadat
Pola adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat
KelurahanTingkir Lor pada umumnya sama dengan adat istiadat yang
berlaku di JawaTengah. Kebiasaan arisan, karang taruna, pertemuan
warga tingkat RW danRT, saling mengunjungi rumah tetangga masih
sangat ketal.Tradisi “gugurgunung” atau gotong royong merupakan
tradisi yang masih berjalan terutamauntuk pembangunan sarana dan
prasarana umum, perbaikan ataupembangunan rumah penduduk yang
lazim disebut “sambatan”.
B. Pelaksanaan Rujuk dan Tajdid Al-Nikah dalam Membentuk Keluarga
Sakinah di Desa Tingkir-Lor, Kec. Tingkir, Kota Salatiga
1. Bentuk Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di Tingkir-Lor
Rujukmaupun tajdid al-nikah terjadi pada rumah tangga suami
isteri yang telah mengalami berbagai persoalan sehingga rumah tangga
mereka seakan-akan berada di ujung tanduk. Jika tidak segera
dilakukan hal yang berguna untuk memperbaiki hubungan tersebut,
maka putusnya perkawinan tidak dapat dipungkiri akan terjadi pada
rumah tangga tersebut.
41
Ketika suami telah menjatuhkan talak pertama maupun talak kedua
kepada isteri, maka masih terdapat kemungkinan suami untuk merujuk
bekas isterinya yang telah dicampuri tersebut.Rujuk tersebut haruslah
dilakukan ketika masa iddah isteri belum berakhir.Maka dari itu, talak
yang demikian itu dinamakan talak raj‟i.
Namun ada juga talak yang tidak memungkinkan suami rujuk
terhadap bekas isterinyaa kecuali dengan melakukan akad nikah baru
ialah talak bain.Talak bain memiliki dua jenis, yaitu bain kecil dan
bain besar (Basyir, 1980:73).
Talak bain kecil ialah talak satu atau dua yang dijatuhkan kepada
isteri yang belum pernah dikumpuli, dijatuhkan atas permintaan isteri
dengan pembayaran tebusan („iwadl), atau dijatuhkan kepada isteri
yang pernah dikumpuli bukan atas permintaanya serta tanpa
pembayaran „iwald, juga setelah habis masa iddahnya.
Talak bain besar ialah talah yang dijatuhkan sebanyak tiga.Suami
yang telah menjatuhkan talak tiga kali tidak boleh rujuk kepada bekas
isterinya, kecuali setelah bekas isterinya melakukan perkawinan
dengan laki-laki lain dan telah melakukan persetubuhan dengan suami
yang baru itu, kemudian terjadi perceraian, namun tidak boleh
direncanakan sebelumnya.
Sebelum terjadi talak ketiga tersebut, hendaknya pasangan mencari
penengah perselesihan mereka untuk mendamaikan hubungan mereka,
42
maupun memperbaikinya.Rujuk merupakan salah satu upaya yang
dapa dilakukan.
Apabila perceraian telah sampai di Pengadilan Agama, dapat
dilakukan rujuk melalui Pegawai Pencatat Nikah di KUA.Rujuk telah
dijelaskan pula pada pasal 163 Kompilasi Hukum Islam tentang Rujuk,
yang berbunyi:
(1) Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masaiddah.
(2) Rujuk dapat dilakukan dalam hal-hal :
a. putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah
jatuh tiga kali talak yang dijatuhkan qobla al dukhul;
b. putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan
dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk.
Namun ucapan talak yang baru sekali atau dua kali diucapkan
suami kepada isteri tanpa diajukan ke Pengadilan Agama, dapat
dilakukan rujuk dengan berbagai cara sesuai dengan syariah Islam.
Rujuk menurut para jumhur fuqaha dapat dilakukan dengan perbuatan-
perbuatan yang biasa dilakukan oleh suami isteri dalam hal yang lebih
intim, seperti mengumpuli bekas isterinya dengan tanpa menggunakan
kata-kata apapun juga (Basyir, 1980:91).
Meskipun pendapat tersebut berbeda dengan Imam Syafi‟i, yang
mengharuskan pernyatakan lisan rujuk seorang suami ke isteri yang
telah ditalaknya.Saksi pun juga diwajibkan ada dalam pengucapan
rujuk tersebut (Basyir, 1980:90).
Selain dilakukannya rujuk menurut fiqh maupun undang-undang,
terdapat juga pemahaman tentang tajdid al-nikah untuk memperbaiki
hubungan rumah tangga.Dimana tajdid al-nikah ini merupakan
43
pembaharuan nikah dengan mengucapkan akad nikah seperti
pernikahan pada umumnya.
Tajdid al-nikah ini sering kali dipakai oleh masyarakat dalam hal
memperbarui nikah, atau membangun nikah (Habibi, 2014:7).
Pembaharuan nikah ini dilakukan pasangan suami isteri untuk
memperbaiki bahtera rumah tangga mereka, agar terhindar dari segala
sesuatu yang memutuskan ikatan perkawinan tersebut.
Hal ini juga dialami oleh beberapa pasangan suami isteri di desa
Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.Mekanisme
pelaksanaan rujuk maupun tajdid al-nikah yang dilakukan pasangan-
pasangan tersebut berbeda-beda.Bagi mereka yang melakukan tajdid
al-nikah atau pembaharuan nikah untuk memperbaiki hubungan
mereka, dilakukan di kediaman mereka sendiri atau kediaman kyai
yang mereka tunjuk untuk menikahkan mereka.Begitu pula pasangan
yang melakukan rujuk dengan langsung melakukan persetubuhanyang
dilakukan di kediamanya, dengan tanpa menggunakan kalimat rujuk.
Pembaharuan nikah atau tajdid al-nikah yang dilakukan juga
hampir seperti pernikahan pada umumnya, dengan rukun dan syarat
yang diyakini harus terpenuhi.Seperti wali, saksi, dan akad nikah.Pada
pasangan pertama yaitu pasangan Sriyanto dan Ainy juga
menggunakan mahar untuk melaksanakan tajdid al-nikah tersebut,
meskipun hanya seperangkat alat sholat.
44
Pernikahan pada umumnya diawali dengan menggunakan syahadat,
sama seperti tajdid al-nikah yang dilakukan oleh dua pasangan suami
isteri di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, yaitu
pasangan Sriyanto dan Ainy juga pada pasangan SHRT dan JMH. Pada
akhir pelaksanaan juga diakhiri dengan doa, ini pun tidak berbeda
dengan mekanisme pernikahan pada umumnya.
Namun sedikit berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang
merayakan serta mengumumkan pernikahannya, pada pembaharuan
nikah yang dilaksanakan di desa Tingkir-Lor ini lebih tertutup dan
hanya sebagian keluarga kecil saja yang mengetahui.Karena di desa
Tingkir-Lor ini, dengan adanya pemberitaan seperti itu dapat membuat
masyarakat berpikir negatif tentang keluarga serta dapat mencemarkan
nama baik keluarga. Seperti yang diketahui, bahwa pelaksanaan tajdid
al-nikah pada pasangan tersebut adalah pasangan yang sebelumnya
pernah atau sedang mengalami keretakan rumah tangga yang harus
diperbaiki.Maka alangkah baiknya apabila masalah rumah tangga
tersebut tidak diketahui oleh pihak di luar yang tidak memiliki ikatan
keluarga.
2. Faktor-Faktor yang MempengaruhiRujuk dan Tajdid Al-Nikah di
Tingkir-Lor
Perkawinan ditunjukkan untuk mewujudkan ketenangan hidup,
menciptakan rasa kasih sayang antara suami isteri, anak-anak, serta
45
keluarganya, dan juga untuk melanjutkan keturunan seusai dengan
syari‟ah yang ada.
Namun terkadang dalam mewujudkan tujuan syariat tersebut akan
terjadi halangan-halangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya
dalam menjalin sebuah keluarga. Halangan-halangan tersebut dapat
menjadi alasan terhentinya atau terputusnya suatu ikatan perkawinan
antara suami isteri.Dalam Islam sendiri telah memperbolehkan
terjadinya putus perkawinan, jika memiliki alasan untuk kebaikan
hidup dalam rumah tangga serta tidak memperburuk suasana rumah
tangga tersebut.Namun Allah SWT pun juga sangat membenci adanya
perceraian.
Hukum Islam mempertimbangkan bahwa laki-laki pada umumnya
yang lebih mampu mempertimbangkan keputusan terbaik tentang
urusan rumah tangganya, dibandingkan dengan perempuan yang
biasanya bertindak atas dasar emosi. Sehingga ketika sang suami telah
berani mengucapkan kata talak atau yang mengarah kepada kata talak
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa permasalahannya sudah
difikirkan matang-matang oleh suami tersebut. Meskipun hal itu dapat
mengakibatkan kehidupan rumah tangga mereka akan terasa seperti
terombang-ambing.
Putusnya suatu perkawinan memang sangat berat dirasakan oleh
setiap pasangan suami isteri.Banyak dari mereka yang menginginkan
hubungan harmonis kembali hidup dalam kehidupan rumah tangganya,
46
sebelum talak resmi dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.Namun untuk
menghidupkan kembali rasa cinta mereka, memperbaharui akad nikah
dirasa perlu dilakukan untuk memperbaiki hubungan rumah tangga
mereka.Di Tingkir-Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga terdapat
beberapa pasangan yang telah melakukan pembaharuan nikah atau
tajdid al-nikah dan yang hampir melakukannya.Hasil penelitian dari
beberapa pasangan yang berkaitan dengan rujuk dan tajdid al-
nikahuntuk mengetahui landasan dan latar belakang mereka
melakukannya, adalah sebagai berikut:
a. Pasangan Sriyantodan Ainy Saidah Toyyibah
Yang dijadikan landasan pasangan ini melakukan tajdid al-
nikah adalah karena kepercayaan mereka terhadap yang berbau
adat.Yaitu apabila pernikahan mulai terjadi keretakan dianjurkan
memperbaharui akad atau dalam jawa disebut “nganyar-nganyari
nikah” untuk mendapatkan berkah dalam pernikahannya.Sehingga
diyakini dapat memperbaiki keadaan rumah tangga mereka.
Sedangkan latar belakang pasangan ini melakukan tajdid
al-nikah yaitu kekhawatiran isteri akibat ucapan suami yang
mengarah kepada ucapan talak yang dilontarkan pada isteri sampai
beberapa kali.Pasangan ini meragukan hubungan mereka apabila
terjadi persetubuhan dianggap zina atau bukan.Maka tajdid al-
nikah dilaksanakan untuk memantapkan hati pasangan ini,
sehingga mereka lebih diberkahi pernikahannya.
47
Pasangan suami isteri ini mengalami keretakan rumah
tangga karena beberapa faktor. Untuk lebih detailnya dapat dilihat
dari hasil wawancara dengan Ibu Ainy di bawah ini:
“Saya menikah pada bulan September 2005 di Kalimantan
dengan wali hakim sebagai wali nikahnya, karena bapak
tidak bisa hadir kesana tapi tentunya dengan persetujuan
beliau.Awal mula pernikahan kami bahagia dan harmonis
seperti layaknya pengantin baru.Saya dan suami sama-sama
bekerja di Kalimantan, sehingga kami berdua memiliki
kesibukan masing-masing.Saya dikaruniai 3 anak, dan
kebutuhan kami juga semakin bertambah sehingga saya
harus tetap bekerja untuk menambah pemasukan dalam
kehidupan rumah tangga kami.Karena saking sibuknya,
terkadang saya tidak memasak untuks suami dan anak-anak,
tapi membelikan mereka makanan matang untuk sehari-
hari.Keadaan rumah juga terkadang agak terbengkalai
karena kesibukan saya, rumah jadi agak kotor, tidak rapi,
dan anak-anak kurang pengawasan.Tapi saya tidak bisa
meninggalkan pekerjaan saya, karena memang
kebutuhan.Akhirnya setelah beberapa tahun menikah,
rumah tangga kami mengalami permasalahan sehingga
cekcok atau pertengkaran sering terjadi.Sehingga pada suatu
saat, sekitar tahun 2013 suami saya dengan emosi tingginya
mengungkapkan “Urusanku biar jadi urusanku, urusanmu
urus saja sendiri!”, “Kamu sudah tidak saya urusi!”, dan
beberapa ucapan yang dilontarkan dengan penuh emosinya.
Dari ucapan-ucapan suami saya tersebut, saya mulai
memikirkan apakah ucapan tersebut mengarah kepada talak
dalam kata sindirian atau disebut kata kinayah.Ucapan
suami saya itu membuat saya ragu dan bingung, sampai
saya tanyakan kepada ustadz saya, keluarga saya, termasuk
ayah saya.Akhirnya beberapa bulan setelah ucapan suami
saya tersebut, saya dengan keraguan hati saya mencoba
mencari solusi yang tepat dengan pulang ke rumah ayah
saya di desa Tingkir-Lor, kecamatan Tingkir,
Salatiga.Kemudian suami saya yang mengetahui rencana
saya tersebut, mengatakan “Kalau mau pulang, silahkan
pulang sendiri!”.Saya semakin kalut dengan ucapan suami
saya tersebut, dan akhirnya saya pulang ke Jawa untuk
mengadu kepada ayah saya.Dalam 9 bulan sejak suami
mengucapkan kata yang saya anggap mengarah ke talak
tersebut, seperti tidak ada indikasi darinya untuk kembali,
meskipun nafkah lahir tetap dipenuhi olehnya, seperti beras,
48
buat anak-anak, dan lain-lain.Dengan terhitungnya 9 bulan
tersebut, saya menganggap itu telah melampaui batas masa
iddah dan sikap suami yang seperti tidak ingin kembali
membuat saya semakin resah.Saya takut jika hal ini
dibiarkan saja, akan ada hukuman di akhirat nanti jikalau
hubungan kami dianggap zina oleh Allah SWT. Selain
alasan takut maupun ragu, saya pun juga belum mantap
karena dulu waktu akad nikah tidak ada orang tua saya yang
mendampingi.Akhirnya untuk memantapkan hati, saya
meminta untuk melakukan nganyari nikah.Suami saya pun
menyetujuinya karena ia sendiri tidak mau jika harus
mengurus perceraian di Pengadilan Agama, selain ribet,
biayanya pun sangat mahal. Dia pun pernah menyuruh saya
untuk mengurusnya sendiri kalau mau bercerai, karena
dianggapnya gugatan cerai oleh isteri biayanya lebih
murah.Namun, alhamdulillah hal tersebut tidak terjadi dan
suami saya menyetujui untuk melakukan nganyari nikah
tersebut.Saya dan suami melakukan tajdid al-nikah atau
pembaharuan nikah pada bulan September
2014.Pelaksanaannya dilakukan di rumah Alm.Bapak
Mahfudz Shoddiq, dengan dihadiri bapak saya, mertua saya,
mas Agus (kakak kandung saya). Bapak saya meminta Pak
Shoddiq untuk mewakilkannya sebagai wali nikah untuk
saya.Akhirnya dengan mahar seperangkat alat sholat, 3
orang saksi tersebut, serta akad seperti dalam pernikahan di
awal dengan ijab dan qabul, tajdid al-nikah kami terlaksana
dengan lancar.Sejak saat itu saya tinggal di Jawa dan suami
tetap tinggal di Kalimantan karena pekerjaan disana.Saya
mencari pekerjaan disini, dan anak-anak tinggal bersama
saya di rumah orang tua saya di Tingkir-Lor ini. ”
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa latar
belakang keretakan rumah tangga yang dialami pasangan
Sriyantodan Ainy Saidah Toyyibah adalah karena perbedaan
pendapat, tingkat emosional suami yang tinggi, kurangnya peran
isteri terhadap kehidupan rumah tangga dalam mengurus rumah
serta anak-anak, serta kesibukan masing-masing pasangan sehingga
kurangnya komunikasi antar kedua pasang tersebut.
49
b. Pasangan SHRT dan JMH
Landasan pasangan ini melakukan tajdid al-nikah adalah
kepercayaan mereka bahwa pasangan yang memperbaharui akad
nikah akan mendapatkan berkah di pernikahannya sehingga
hubungan rumah tangganya menjadi lebih baik lagi. Kepercayaan
ini diyakini dapat memperbaiki hubungan rumah tangganya.
Latar belakang pasangan ini melakukan tajdid al-nikah
adalah karena usia mereka yang sudah tidak muda lagi, sangat
disayangkan kalau harus berpisah demi sesuatu yang hanya
sementara saja dapat membahagiakan. Selain itu juga karena isteri
tidak ingin suaminye terjerumus pada hal-hal yang negatif
Pasangan ini telah menikah lebih dari 50 tahun ini, dimana
terjadi keretakan dalam rumah tangga mereka. Beberapa faktor lah
yang menjadi penyebabnya, dan akan dituliskan di bawah ini
berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu JMH sebagai berikut:
“Saya menikah dengan suami saya sekitar tahun 1964,
ketika suami masih menjadi anggota ABRI, TNI.Kehidupan
saya dengannya dilalui dengan bahagia meskipun kita
berdua memiliki kesibukan masing-masing.Namun selang
beberapa tahun berlalu, keadaan rumah tangga kami mulai
berbeda sejak suami pensiun.Dia selalu marah-marah dan
pergi meninggalkan rumah ketika marah, sampai-sampai
pernah berapa kali menjatuhkan talak kepada saya.Tapi
setelah menjatuhkan talak dia tidak pergi begitu saja, selang
sehari atau 2 hari pasti pulang ke rumah dan tidur bersama
saya kembali.Namun karena dirasa tidak sepantasnya
begitu, akhirnya kami berdua berunding untuk
memperbaharui pernikahan kami. Tidak lain karena suami
telah mentalak saya mungkin lebih dari 3 kali, namun
dengan keadaan marah. Akhirnya tajdid al-nikah kami
laksanakan sekitar tahun 1980an, dengan Bapak
50
Alm.Muhtasib sebagai walinya, serta 2 santrinya sebagai
saksi.Suami mengucapkan akad seperti halnya akad di awal
pernikahan dulu, tapi tidak menggunakan mahar.Setelah
tajdid al-nikah kami laksanakan, kamipun hidup dengan
bahagia. Namun tahun 2015 kemarin, kejadian dahulu kala
terulang kembali, dengan usia kami yang semakin tua.
Suami berusia 78 tahun dan saya 70 tahun.Suami menjadi
sangat kekanak-kanakan semenjak itu, dia pun selalu
mencari perhatian dengan marah-marah. Bahkan ucapan
talak yang dulu pernah diucapkan kembali ia ucapkan.
Langit dan bumi jadi saksinya, besok kamu bukan isteri
saya lagi. Kamu saya talak sekarang juga!.Kalimat itulah
yang sering diucapkannya, sehingga mendengarnya pun
saya hampir terbiasa dan saya anggap hanya sebagai emosi
sesaat yang tidak serius. Kebiasaan pergi dari rumah seperti
dulu pun juga tetap ia lakukan ketika marah, ia selalu
menginap di sebuah kos-kosan. Namun ketika sudah tidak
marah lagi, ia kembali ke rumah seperti biasa. Saya pun
menasehati suami bahwa sikapnya sangat tidak baik untuk
kelangsungan rumah tangga kami.Akhirnya diapun
meminta saya memanggil kyai lagi untuk nganyari nikah
kami lagi seperti beberapa tahun silam.Namun saya
menunda-nunda karena memang belum sempat.Hingga
beberapa hari kemudian, tiba-tiba suami saya mengajukan
gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Salatiga.Saya pun
menuruti saya maunya itu, sidang di Pengadilan Agama,
saya turuti.Karena dia ngotot menceraikan saya bahkan di
ruang mediasi sekalipun.Dan akhirnya akta perceraian pun
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Salatiga pada tanggal 3
Agustus 2015.Saya dan suami diberi waktu 100 hari untuk
kemungkinan dapat rujuk.Pada masa iddah tersebut, suami
saya yang tinggal di kos-kosan ternyata sering digoda oleh
seorang janda yang memiliki kos-kosan tersebut.Maka dari
itu dia sangat menginginkan perceraian saya segera
berakhir.Di saat mengetahui itulah akhirnya saya bergejolak
untuk mengajak suami saya kembali.Saya yakin saat itu,
dirinya sedang diguna-guna.Saya kenal suami saya sejak
dulu, dia tidak pernah sekalipun melirik wanita lain, dia pun
rajin ibadah, tidak pernah neko-neko.Tiap malam saya
berdoa, saya menangis, merasakan suami saya yang berubah
drastis.Saya konsultasi kepada para kyai di desa, seperti
Bapak KH Nasir, serta Almarhum Bapak Muhtasib.Mereka
menyuruh saya untuk memaksa pulang suami, agar tidak
terjerumus kepada sesuatu hal yang tidak diinginkan serta
bertentangan dengan agama. Akhirnya dengan menutup rasa
gengsi dan ego, saya menghampiri kos suami, dan
51
mengajaknya pulang. Dengan berat hati pun suami saya
akhirnya mau pulang dan kemudian mengajak saya rujuk di
KUA.Pada tanggal 14 September, di KUA suami diminta
menyatakan kalimat rujuk kepada saya dengan syahadat,
dengan 2 saksi, dan wali hakim.Sejak saat itu kami pun
hidup serumah lagi dan berusaha mengurangi keegoisan
masing-masing.Alhamdulillah godaan dari janda tersebut
bisa saya hindarkan, sehingga lambat laun suami telah
melupakannya.Suami pun juga berusaha menjaga
ucapannya agar tidak terucap kalimat talak lagi seperti dulu.
”
Awal mula pasangan ini mengalami keretakan seperti yang
telah dituliskan dalam hasil wawancara di atas adalah faktor usia,
dimana sang suami mengalami puber kedua dengan diganggu oleh
seorang janda. Selain itu juga terdapat hal lain yang menyebabkan
keretakan rumah tangga tersebut, seperti kurangnya perhatian dari
isteri kepada suami, kegiatan rumah yang sering dilakukan sendiri-
sendiri, misalnya makan dan tidur. Serta suami yang tidak bisa
meredam emosi, sehingga sering terjadi percekcokan dan diakhiri
dengan suami meninggalkan rumah.
c. Pasangan MZ dan EA
Landasan pasangan ini melakukan rujuk secara perbuatan
dengan tanpa ucapan rujuk adalah atas dasar pengetahuan mereka
terhadap para jumhur fuqaha yang memperbolehkan merujuk isteri
dengan langsung melakukan hal yang biasa dilakukan suami isteri.
Sedangkan latar belakang mereka melakukan rujuk yang
terlihat paling jelas adalah demi masa depan anak-anak. Pasangan
52
ini tidak menginginkan kehidupan anak mereka terlantar akibat
putusnya ikatan pernikahan mereka.
Keretakan rumah tangga yang dialami oleh pasangan MZ
dan EA, dilatar belakangi oleh permasalahan akan dituliskan di
bawah ini. Berikut hasil wawancara dengan Ibu EA:
“Saya dan suami menikah pada tahun 2003.Suami saya
adalah anak dari orang kaya raya, sementara saya adalah
anak seorang Kyai (Almarhum) yang memiliki pondok
pesantren.Saya hidup bahagia bersama suami, hingga
memiliki dua anak.Suami saya mudah bergaul dan buruknya
dia juga mudah terpengaruh oleh pergaulannya.Dari situlah
mulai terjadi percekcokan antara saya dan suami.Ia lebih
mementingkan teman-temannya daripada keluarganya.
Hingga pada sekitar tahun 2009-2010, suami saya ditipu
habis-habisan oleh temannya dengan imin-imin investasi
besar yang akan menghasilkan pendapatan yang sangat
besar. Saya sedih dengan keadaan suami yang tidak mau
mendengar nasehat saya.Dia malah mengatakan saya terlalu
cerewet, padahal saya menasehatinya agar dia bisa lebih
berhati-hati dan selalu mengingat keluarganya.Sampai pada
tahun 2010 beberapa mobil, dan truk mulai hilang ditipu
oleh temannya.Hingga pada akhirnya rumah terpaksa dijual
untuk menutup hutang-hutang tersebut.Selain itu juga
terdapat masalah-masalah rumah tangga yang tidak bisa
saya jelaskan disini, yang jelas masalah-masalah tersebut
yang membuat rumah tangga saya hampir di ujung
tanduk.Seluruh keluarga yang mengetahui masalah tersebut
mengusulkan saya untuk bercerai dengan suami.Beberapa
kyai yang saya mintai konsultasi juga menyarankan saya
untuk bercerai.Hingga akhirnya saya disarankan untuk
bertemu dengan Bapak Alm. KH Shoddiq, dan beliau
memberikan saran yang begitu banyak kepada saya untuk
memantapkan hati. Beliau berkata bahwa fungsi keluarga
itu seharusnya ikut memperbaiki rumah tangga salah satu
anggota keluarganya, bukan malah menyarankan untuk
berpisah, Allah sangat membenci perceraian.Saya pun juga
masih memikirkan bagaimana nasib anak-anak kalau saya
berpisah. Saya digalaukan dengan dua pilihan, antara
mempertahankan rumah tangga atau nama baik keluarga.
Pernah suami mengucapkan „Kalau kamu cerewet kaya gitu
terus-terusan, lama-lama saya tidak betah sama kamu!‟
53
lewat sms kepada saya.Itu juga yang membuat saya ragu,
apakah kalimat tersebut termasuk kata talak.Kakak saya
menyarankan untuk melakukan tajdid al-nikah, namun saat
saya menanyakan ke suami dia tidak mau memperbaharui
pernikahan kami.Setelah mengirimkan sms berupa ucapan
yang saya anggap mengarah kepada kalimat talak, suami
masih tetap berkumpul dengan saya.Bisa dikatakan jika
ucapan tersebut memang ucapan talak, suami telah merujuk
saya dengan menggauli saya tanpa adanya ucapan
rujuk.Akhirnya dengan niat untuk beribadah, semata-mata
hanya karena Allah, saya memilih untuk mempertahankan
rumah tangga saya.Suami juga bersumpah demi Allah, demi
Rasulullah, tidak ingin berpisah dengan saya.Dan kami pun
memulai membina rumah tangga kami sebaik
mungkin.Hingga saya hamil anak ketiga, setelah berkumpul
kembali dengan suami. Namun, karena suami merasa malu
untuk tinggal di desa Tingkir-Lor akibat perbuatannya
beberapa waktu lalu yang dirasa memalukan nama baik
keluarga, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di
Jakarta dan tinggal bersama ibunya untuk bisa diawasi oleh
ibunya. Meskipun terpaut jarak namun hubungan keluarga
kami semakin kesini semakin berubah menjadi lebih
bahagia. Suami jadi lebih pintar-pintar memilih pergaulan,
saya pun tidak henti-hentinya menasehati dia. ”
Pada pasangan tersebut dapat diketahui awal mula
keretakan yang terjadi pada rumah tangga mereka. Faktor tersebut
antara lain, mudah terpengaruhnya suami terhadap lingkungan
yang kurang baik, sikap acuh suami terhadap keluarganya, serta
dorongan keluarga yang menuntut nama baik keluarga dengan
mendorong EA untuk meminta diceraikan MZ.
3. Dampak Rujuk dan Tajdid Al-Nikahdi Tingkir-Lor
Pasangan suami isteri yang telah melaksanakan tajdid al-nikah
merasakan dampak perubahan pada kondisi rumah tangganya.Dampak
tersebut berupa lebih rukunnya hubungan rumah tangga, yang
dirasakan oleh pasangan EA dan MZ serta pasangan SHRT dan
54
JMH.Meskipun dampak tersebut belum secara penuh dapat dirasakan
oleh setiap pasangan, seperti pasangan Sriyanto dan Ainy yang tetap
sering terjadi perdebatan kecil dikarenakan suami yang memiliki sifat
berubah-ubah dari yang lembut menjadi emosional.
Selain itu juga dirasakan dampak lain seperti anak-anak yang lebih
terurus, karena pasangan suami isteri menjadi lebih fokus terhadap
tanggung jawabnya dalam menjaga dan merawat anak-anak mereka.
Hal tersebut dirasakan oleh pasangan Sriyanto dan Ainy serta pasangan
EA dan MZ, yang memiliki buah hati yang bahkan masih di bawah
lima tahun (balita).
Saling menjaga sikap dan lisan juga menjadi perubahan yang besar
dalam rumah tangga yang sebelum melakukan tajdid al-nikah atau
rujuk sering menyakiti hati pasangan dengan sikap dan lisannya.Hal ini
juga termasuk pada ucapan talak yang lebih dijaga oleh suami untuk
tidak terucap kepada isterinya.Semua pasangan yang diwanwancarai
telah merasakan dampak ini secara nyata setelah mereka
memperbaharui pernikahannya.
Keadaan ekonomi mereka yang dulunya sebelum diperbaharui
pernikahannya tidak terkontrol dan bahkan dapat terkuras apabila jalan
Pengadilan Agama yang dipilih.Sekarang menjadi lebih bisa diatur
bersama, dengan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik juga.Seperti
yang dialami MZ dan EA dimana MZ mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik, terarah dan dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
55
Pada pasangan Sriyanto dan Ainy juga merasakannya, karena biaya
yang akan dikeluarkan mereka apabila memilih jalan berpisah di
Pengadilan Agama tidaklah sedikit, maka setelah melakukan tajdid al-
nikah biaya tersebut dapat diberikan kepada anak-anak mereka untuk
mendapatkan pendidikan yang baik.
56
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Rujuk dan Tajdid al-Nikah
Proses rujuk maupun tajdid al-nikah merupakan salah satu proses
perdamaian untuk mengikat kembali pernikahan yang telah mengalami
perpecahan. Allah SWT telah mengutus umatnya untuk merujuk isterinya
seperti pada Surat Al-Baqarah ayat 231 di bawah ini:
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf,
atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah
kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan
demikian kamu Menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat
demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan,
dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah
memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya
itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Apabila masa iddah telah habis, maka hak suami merujuk isterinya
telah habis pula.Isteri pun harus menyetujui terlebih dahulu keinginan
suami untuk rujuk tersebut.Sehingga rujuk yang terjadi merupakan
57
kesepakatan bersama dengan tidak memaksakan kehendak salah satu
pihak.
Para Ulama menyepakati perlaksanaan rujuk dimana rujuk pada
hakikatnya berbeda dengan perkawinan.Pelaksanaan rujuk tidak
memerlukan wali, dua orang saksi dan mahar.Menghadirkan wali atau
menyediakan mahar apalagi dengan adanya akad nikah baru dalam
pelaksanaan rujuk, sebenarnya sudah tidak disebutkan dalam ayat maupun
hadist.Adapun mengenai mempersaksikan ucapan rujuk kepada dua saksi
yang adil adalah sunnah, sebagaimana Allah berfirman:
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena
Allah.Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat.Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
” (QS.At-Thalaaq 2).
Rujuk menurut Imam Abu Hanifah dan Hambali dapat terjadi
dengancara mencampuri atau berhubungan badan dengan isteri dan tidak
memerlukan atau menggunakan niat. Sedangkan menurut Imam Malik
bahwa rujuk dapat terjadi dengan percampuran atau menggauli isteri tetapi
58
harus dengan niat, tanpa niat maka rujuk itu tidak sah (Ibnu Rusyd,
2004:105).
Hal ini telah terjadi pada rujuk yang dilakukan pasangan MZ dan
EA, namun tanpa sepengetahuan mereka terlebih dahulu.Artinya rujuk
tersebut dianggap sah menurut Imam Abu Hanifah, Hambali maupun
Imam Malik.
Berikut adalah bentuk rujuk dan tajdid al-nikah yang dilaksanakan
tiga pasang suami isteri di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga:
1. RujukTanpa Sighah
Fuqaha berpendapat mengenai rujuk dengan cara melakukan
hubungan suami isteri dan pemanasan sebelum berhubungan (Mathlub,
2005:388). Sementara pendapat Mazhab Hanafi yang diunggulkan,
juga menyebutkan bahwa apabila suami berhubungan badan dengan
isterinya atau melakukan gerakan pemanasan terhadapnya maka hal itu
dinilai sebagai rujuk dengan perbuatan.Dengan demikian, rujuk yang
dilakukan dengan perbuatan adalah sah (Mathlub, 2005:389).
Pada pasangan yang melakukan rujuk di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga ini dilakukan tanpa mengucapkan
sighah (pernyataan ingin rujuk lagi) yang biasa dilakukan pasangan
yang bercerai atau suami yang telah mentalak isterinya pada pertama
atau kedua kalinya. Bentuk rujuk yang dilakukan adalah perbuatan
yang menunjukkan rujuk yaitu dengan cara mengumpuli isterinya
59
seperti layaknya pasangan suami isteri, tentunya dengan niat untuk
kembali bersama.Hal itu sesuai dengan pendapat Mazhab Hanafi.
2. Tajdid Al-Nikahdengan Ijab Qabul
Sedangkan bentuk tajdid al-nikah atau pembaharuan akad nikah
yang dilaksanakan dua pasang suami isteri di desa Tingkir-Lor adalah
menyerupai bentuk akad nikah pada umumnya.Yaitu dengan
menggunakan minimal dua saksi, ijab qabul (akad nikah), wali, dan
tentunya kedua mempelai.Ijab Qabul yang diucapkan juga sama persis
seperti pernikahan biasanya. Perbedaan jelas pada mempelai, pada
akad pernikahan mempelai belum mempunyai ikatan perkawinan,
namun pada tajdid al-nikah mempelainya merupakan pasangan suami
isteri yang masih memiliki ikatan perkawinan namun dalam keadaan
terombang-ambing.
B. Faktor-Faktor Terjadinya Rujuk dan Tajdid al-Nikah
Rujuk merupakan cara bersatunya kembali seorang suami kepada
isterinya yang telah dicerai sebelum masa iddahnya habis. Rujuk itu pun
hanya boleh dilakukan di antara talak satu atau dua, yaitu talak yang
memungkinkan suami boleh rujuk kembali pada isterinya atau yang
disebut talaq raj‟i.
Sementara itu, tajdid al-nikahyang merupakan akad baru yang
dilakukan suami untuk menikahi isterinya yang sah dengan tidak merusak
akad sebelumnya.Namun dimaksudkan untuk kehati-hatian dan membuat
60
kenyamanan hati antara suami isteri, agar kehidupan rumah tangganya
selalu diberkahi dan penuh kasih sayang.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya rujuk dan
tajdid al-nikah.Selanjutkan akan dibahas berikut ini:
1. Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Pernikahan menggabungkan dua individu yang berlatar belakang
beda baik secara karakter, budaya, maupun gaya hidup. Tentunya
dengan adanya perbedaan itu, pernikahaan tidak lepas dari perselisihan
yang dapat menimbulkan pertentangan, percekcokan, pertengkaran,
dan hal lain yang tidak diinginkan terjadi dalam rumah tangga.
Setiap pernikahan pasti mengalami permasalahan, karena itulah
yang dinamakan bumbu penyedap rasa dalam rumah tangga.Meskipun
itu dari golongan keluarga yang religius, kaya raya, maupun yang
sederhana sekalipun.Tidak bisa dipungkiri, hal tersebut akan selalu
terjadi dan menyebabkan rumah tangga tidak sehat.
Yang dimaksud hubungan dalam rumah tangga tidak sehat, yaitu
dapat berupa hubungan yang tidak harmonis seperti di awal
pernikahan, kurangnya komunikasi antar pasangan, perbedaan
pendapat, sikap pasangan yang memperburuk keadaan, adanya
gangguan dari pihak lain, anak-anak yang tidak terurus, dan masalah-
masalah lain yang dapat memungkinkan terjadinya perceraian jika
terus menerus dibiarkan.
61
Begitu pula yang terjadi pada pasangan Sriyantodan Ainy Saidah
Toyyibah.Mereka melakukan tajdid al-nikah, karena hubungan dalam
rumah tangga mereka yang semakin tidak harmonis, komunikasi yang
tidak sehat, terjadi perbedaan pendapat di antara keduanya, sikap
emosional suami yang selalu memojokkan isteri, dan sikap isteri yang
terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga anak-anak dan keadaan
rumah mulai tidak terurus.
Selain itu, pasangan SHRT dan JMH juga mengalami keadaan
rumah tangga yang tidak sehat pula.Seperti sikap kekanak-kanakan
yang dilakukan oleh SHRT untuk mencari perhatian dari isterinya,
sikap isteri yang selalu ngeyel ketika dinasehati suami, komunikasi
yang semakin berkurang meskipun masing-masing sudah tidak
memiliki kesibukan bekerja, serta yang paling buruk adalah ketika
adanya gangguan dari wanita lain yang menggoda SHRT. Hal-hal
tersebut yang mendorong pasangan ini melakukan tajdid al-nikah dan
kemudian beberapa tahun lagi melakukan rujuk karena telah resmi
bercerai di Pengadilan Agama.Dengan begitu, kehidupan pasangan ini
sampai sekarang sudah mulai membaik dan saling menjaga
komunikasi, saling pengertian, dan saling menjaga satu sama lain agar
hal-hal yang membuat rumah tangga mereka tidak sehat tidak kembali
terjadi dengan keadaan mereka semakin tua.
Sedangkan pasangan terakhir yang melakukan rujuk dengan cara
bercampur tanpa menggunakan ucapan rujuk, yaitu pasangan MZ dan
62
EA, juga mengalami keadaan rumah tangga yang tidak sehat. Di
antaranya adalah adanya gangguan dari pihak lain sehingga sikap
suami yang mulai berubah serta tidak mementingkan urusan keluarga,
sehingga tingkat kepedulian terhadap isteri dan anak-anaknya pun
berkurang. Namun setelah mereka bercampur, keadaan membaik
seperti semula meskipun gangguan tetap selalu terjadi dalam hubungan
rumah tangga mereka terutama kepada suami.
2. Faktor Keturunan
Suatu pernikahan pasti bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
yang bisa diandalkan dan meneruskan perjuangannya kelak.Untuk
mendapatkan keturunan tidak sedikit pasangan yang harus menunggu
bertahun-tahun lamanya, dan bahkan sampai akhir hayat tidak
dikaruniai anak.
Anak merupakan hadiah yang diberikan kepada Allah kepada
umatnya yang mau melaksanakan perintah Allah untuk menikah. Maka
dari itu pasangan suami isteri yang mengalami keretakan dalam rumah
tangganya harus berfikir berkali-kali untuk memutuskan masa depan
rumah tangganya. Karena bukan hanya dua pasang suami isteri
tersebut yang mengalami dampaknya, anak pun sudah pasti akan
mengalaminya.
Begitu pula yang terjadi pada pasangan Sriyanto dan Ainy, serta
pasangan MZ dan EA. Pasangan-pasangan tersebut memilih
melakukan rujuk dan tajdid al-nikah tidak lain demi kelangsungan
63
hidup anak-anak mereka. Faktor ini adalah faktor yang sangat kuat
dalam meyebabkan suami isteri memilih untuk memperbaiki rumah
tangganya.
3. Faktor Ekonomi
Pasangan yang melakukan rujuk atau tajdid al-nikah karena faktor
ini disebabkan biasanya disebabkan karena melakukan perceraian di
Pengadilan akan lebih sulit serta membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Maka agar tidak terjadi hal yang tidak diingkan yaitu
perceraian, serta tidak memerlukan tambahan biaya, maka
dilakukanlah tajdid al-nikah.
Setidaknya dengan melakukan ini, keadaan rumah tangga
diharapkan berjalan lebih baik dari sebelumnya, dan keuangan mereka
tidak terkuras hanya untuk mengurus perceraian yang bisa diperbaiki
terlebih dahulu.Begitu pula yang dilakukan oleh pasangan Sriyantodan
Ainy Saidah Toyyibah, selain karena keadaan rumah tangga yang tidak
sehat, faktor inilah yang merupakan salah satu alasan pasangan ini
melakukan tajdid al-nikah.
Pasangan tersebut tidak mau memperumit permasalahan mereka
dengan jalan perceraian, dimana tidak sedikit biaya yang
akandikeluarkan untuk mengurusnya.Dan setelah melakukan tajdid al-
nikah, keadaan ekonomi mereka tetap stabil sehingga sampai sekarang
hubungan rumah tangganya semakin membaik.
64
Selain itu pasangan MZ dan EA, dalam hubungan rumah tangga
mereka juga terjadi permasalahan yang menyangkut kehidupan
ekonomi mereka.Meskipun dari kalangan kaya raya, namun sang
suami tidak bisa menjaga dan merawat harta dan asset yang ia miliki
bersama isteri. Hal itu pun terjadi akibat pergaulan suami yang tidak
terarah sehingga rumah, mobil, serta kekayaan lainnya hilang begitu
saja karena ulah temannya yang tidak bertanggung jawab dan MZ yang
mudah ditipu.Dengan keadaan yang begitu rumit membuat MZ tidak
memperdulikan keluarganya maupun mengurus isteri dan
anaknya.Namun setelah dilakukan rujuk dengan bercampur dengan
isterinya, EA, kehidupan rumah tangga mereka semakin membaik
dengan bertambahnya anak setelah rujuk tersebut.
4. Faktor Usia
Yang melaksanakan tajdid al-nikah karena faktor ini adalah pada
pasangan SHRT dan JMH yang telah berusia 78 tahun dan 70
tahun.Faktor usia ini yang menyebabkan pasangan memilih untuk
melanjutkan dan memperbaiki pernikahan mereka, karena semakin
bertambahnya usia tidak akan menjamin kebahagiaan jika dilakukan
perceraian.
Pasangan yang melakukan tajdid al-nikah pada usia yang tua
mengaku, bahwa ketika permasalahan yang muncul pada pernikahan
meraka yang telah berpuluh-puluh tahun tersebut tidak lain hanya
sebagai bumbu penyedap. Apalagi suami yang hampir tergoda dengan
65
wanita lain di usia tersebut, dapat diketahui bahwa sikap tersebut
hanyalah puber kedua yang sering dialami oleh lelaki yang berusia
lebih dari 40 tahun.
Pasangan dengan usia tersebut lebih memilih memperbaharui
pernikahannya untuk sisa hidup yang bahagia bersama pasangan yang
telah berpuluh-puluh tahun menemani, dibandingkan dengan pasangan
yang baru dan tidak menjamin kebahagiaan tersebut.
5. Faktor Kekhawatiran
Faktor inilah yang banyak dialami oleh pasangan yang melakukan
rujuk dan tajdid al-nikah.Karena dalam rumah tangga mereka yang
tidak harmonis, emosi tiap pasangan meningkat, serta ucapan-ucapan
kasar yang dilontarkan kepada pasangannya, akan membuat
kekhawatiran pasangan lainnya akan keadaan rumah tangga mereka
kedepannya.
Kekhawatiran tersebut banyak terjadi akibat sikap suami yang
tidak dapat mengendalikan emosinya dalam hal ucapan.Biasanya hal
tersebut terjadi ketika suami dengan ucapan kasarnya mengucapkan
kalimat talak yang tidak seharusnya diucapkannya dalam keadaan
marah atau keadaan yang tidak terkendali sekalipun kecuali dengan
fikiran yang matang dan tenang.
Hal ini terjadi pada pasangan Sriyantodan Ainy Saidah
Toyyibah.Yaitu ketika pasangan tersebut mengalami perselisihan dan
perbedaan pendapat, sang suami mengucapkan kata talak yang bersifat
66
kinayah atau sindiran dengan emosi kepada isterinya. Karena faktor
inilah yang membuat Ainy ragu jika harus bercampur dengan
suaminya, maka dari itu dia mengajak suaminya untuk melakukan
pembaharuan nikah karena takut apabila hubungan mereka dianggap
zina jika masih bercampur tanpa adanya akad baru.
Sebenarnya jika dilihat dari alasan karena telah diucapkannya talak
dari suami kepada isteri pada pasangan tersebut, dengan ucapan talak
suami yang bersifat sindiran itu belum tentu jatuh talak jika diucapkan
tanpa niat dan hanya sekedar emosi.Namun jika untuk kemantapan hati
dan kehati-hatian agar tidak mudah mengucapkan hal itu lagi, dengan
dilakukannya tajdid al-nikah boleh saja apabila tidak merusak akad
yang lama.
C. Dampak Setelah Terlaksananya Rujuk dan Tajdid al-Nikah
Tentu dalam pernikahan, setiap orang mengingikan rumah tangga
yang harmonis, tidak terjadi perselisihan, perbedaan pendapat,
percekcokan, permasalahan, dan hal lain yang menjadikan hubungan
rumah tangga tidak sehat. Apapun akan dilakukan oleh tiap pasangan
untuk mencapai tujuan yang indah tersebut, meskipun banyak dari mereka
harus menahan rasa sakit hati, menahan emosi dan amarah, serta
menghilangkan gengsi dan ego dari dalam diri mereka sendiri. Dengan
begitu, upaya membentuk keluarga sakinah yang diidamkan akan berhasil
dan abadi selamanya hingga maut yang memisahkan.
67
Setelah diketahui beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
rujuk serta tajdid al-nikah pada beberapa pasangan yang telah
diwawancarai tersebut di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga.Dapat dirumuskan beberapa tujuan awal dilaksanakannya rujuk
dan tajdid al-nikah pada pasangan-pasangan tersebut yang tentu paling
utama adalah membentuk keluarga sakinah.Tujuan tersebut secara rinci
akan dijelaskan di bawah ini:
1. Membentuk Hubungan Rumah Tangga Sehat
Tujuan ini tentu diinginkan setiap pasangan, baik pasangan baru
maupun pasangan yang telah mengalami masa-masa sulit dalam
membina keluarga mereka.Setelah diketahui beberapa penyebab
keretakan dalam rumah tangga, tentunya suami maupun isteri yang
ingin mengembalikan keadaan menjadi lebih baik harus berusaha
mempersempit hal buruk yang tidak diinginkan terjadi dalam rumah
tangga.Seperti menjalin komunikasi baik terhadap pasangan,
mengurangi perbedaan pendapat yang sering menimbulkan konflik,
saling menjaga sikap dan lisan, mengurangi ego masing-masing, serta
mengawasi pasangannya agar tidak terjerumus pada hal-hal negatif
yang merugikan keluarga mereka.
2. Mempersiapkan Masa Depan Anak Bersama
Anak adalah karunia yang sangat besar yang telah diberikan Allah
SWT kepada mereka yang telah menjalin ikatan pernikahan. Untuk
merencanakan masa depan anak, suami isteri lah yang harus
68
bertanggung jawab. Maka dari itu mengurus masa depan anak menjadi
tujuan yang sangat penting dalam rumah tangga, apalagi yang telah
diambang batas perpisahan. Akan sangat disayangkan ketika anak yang
dibesarkan bersama-sama harus dipisahkan dengan orang tuanya,
apabila perceraian yang dipilih.Setiap orang tua juga pasti
menginginkan masa depan anaknya lebih baik dan terarah, dengan
mengalah atas keegoisan antara suami maupun isteti untuk
memutuskan pernikahan, tujuan tersebut dapat dilakukan bersama-
sama. Tujuan ini merupakan tujuan yang sangat diharapkan dapat
tercapai oleh pasangan suami isteri dalam melakukan rujuk maupun
tajdid al-nikah.
3. Memperbaiki Keadaan Ekonomi
Dengan dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah, diharapkan
keadaan ekonomi dalam rumah tangga menjadi stabil dan lebih
baik.Tujuan ini yang diharapkan tiap pasang suami isteri untuk
kelangsungan hidup rumah tangganya.Seperti pasangan Ainy dan
suami yang memilih untuk melakukan tajdid al-nikah dengan biaya
yang sangat sedikit dibandingkan melakukan perceraian di Pengadilan
Agama yang memerlukan biaya tidak sedikit serta membuang-buang
banyak waktu.Dengan begitu biaya yang sekiranya terbuang untuk
mengurus perceraian di Pengadilan Agama dapat mereka gunakan
untuk kebutuhan anak, makan setiap hari, sekolah, uang jajan, maupun
untuk tabungan masa mendatang.
69
4. Mengabiskan Waktu Bersama Pasangan
Tujuan untuk menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang
dicintai dan dinikahi pertama kali seumur hidup tentu diidamkan
semua pasangan.Untuk melaksanakan pernikahan tentu sudah
dipikirkan matang-matang dengan siapa seorang itu menikah, dan akan
sampai kapan mereka bisa bersama-sama. Pada pasangan muda, tujuan
ini diinginkan juga karena mereka ingin hidup lebih lama lagi bersama
pasangannya.Sementara pada pasangan yang sudah tua dan berpuluh-
puluh tahun menikah, maka tujuan untuk menghabiskan waktu
bersama pasangan setelah dilaksanakan tajdid al-nikah dapat
terpenuhi, agar sampai akhir hayatnya tetap ada pasangan yang
menemaninya sejak dahulu.
5. Memantapkan Hati
Selain tujuan afeksional (kasih sayang) dan materi, rujuk dan tajdid
al-nikah juga ditujukkan untuk memantapkan hati suami maupun isteri
dalam membia rumah tangga.Tujuan ini diharapkan agar mengurangi
kekhawatiran atas tindak, sikap, atau ucapan dari masing-masing
pihak.Seperti yang terjadi pada ketiga pasangan yang telah dijatuhkan
talak secara terang-terangan maupun sindiran, meskipun diucapkan
dalam keadaan marah atau emosi yang sedang tidak stabil.Selain itu,
dengan dilakukannya rujuk maupun tajdid al-nikah juga diharapkan,
suami lebih berhati-hati dalam berucap kepada isterinya.Suami
diharapkan tidak mengucapkan kata-kata talak yang menyakitkan dan
70
menyebabkan keraguan pasangannya, jika ucapan tersebut hanya
sebatas pelampiasan emosi sesaat.
Tujuan-tujuan di atas tidak lain sebagai upaya membentuk keluarga
sakinah, mawaddah, warahmah. Keluarga yang bahagia, tentram, dan
kekal abadi sampai Allah SWT yang memisahkan.Diharapkan dengan
dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah oleh beberapa pasangan suami
isteri di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, upaya
membentuk keluarga sakinah dapat tercapai.
Setelah beberapa bulan bahkan bertahun-tahun terlaksana rujuk
maupun tajdid al-nikah oleh pasangan-pasangan tersebut, akhirnya
dampaknya mulai bermunculan.Mulai dari dampak positif yang terjadi,
maupun dampak negatif atau hambatan yang dulunya sebelum
dilaksanakan rujuk dan tajdid al-nikah pernah terjadi kembali
terulang.Dampak-dampak tersebut akan secara rinci dijelaskan di bawah
ini:
1. Dampak Positif
Setiap pernikahan pasti mengalami keretakan, baik dari pihak
suami isteri itu sendiri maupun pihak luar yang menjadi penyebab
keretakan tersebut.Setelah dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah pada
pernikahan yang telah di ambang batas keretakannya, terjadi beberapa
perubahan yang mengarah ke hal-hal yang bersifat postitif.Hal
tersebutlah yang awalnya menjadi tujuan utama dalam melakukan
rujuk maupun tajdid al-nikah.
71
Dampak positif yang terjadi setelah itu, dapat berupa perubahan
sikap dari masing-masing pihak, perubahan tutur kata, emosi, serta
pemikiran dari suami maupun isteri.Selain itu perubahan tersebut
berdampak pada kehidupan rumah tangga yang menjadi lebih sakinah,
mawaddah, warahmah.
Pertama pada pasangan Sriyantodan Ainy Saidah Toyyibah, setelah
pernikahan mereka terancam putus, dan mereka memutuskan untuk
melakukan tajdid al-nikah, dampak positif mulai bermunculan dalam
kehidupan rumah tangga mereka.Suami yang awalnya memiliki tingkat
emosional yang sangat tinggi, lambat laun menjadi lebih bisa meredam
emosinya tersebut.Isteri yang dianggap tidak melakukan kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga yang baik dalam mengurus rumah maupun
anak-anaknya, semakin hari menjadi semakin lebih bisa mengatur
waktu sehingga terlaksana kewajibannya.Suami juga lebih berhati-hati
dalam berucap, agar terhindar dari ucapan yang menyiratkan kalimat
talak kepada isterinya.
Yang kedua, pada pasangan SHRT dan JMH yang pernah
melakukan tajdid al-nikah kemudian selang beberapa tahun bercerai
dan melakukan rujuk di KUA Tingkir juga mengalami dampak positif
dalam mahligai rumah tangganya.Suami yang dulunya merasa kurang
diperhatikan, kini menjadi lebih dewasa dalam memahami
keadaan.Begitu pula isteri yang dulunya sedikit cuek atau kurang
peduli dengan suami, karena sudah terbiasa dengan keadaan mereka
72
yang semakin tua, akhirnya mulai memahami suaminya dengan
memberikan perhatian sedikit demi sedikit.Dulu sebelum terjadi
perceraian dan kemudian rujuk suami masih suka mengucapkan kata-
kata kasar dengan kalimat talak secara jelas dan terang-terangan
kepada isterinya, namun setelah rujuk suami menjadi lebih hati-hati
dalam berucap.Isteri juga lebih sering menasehati suami agar menjaga
ucapannya.
Pasangan ketiga yaitu pasangan yang melakukan rujuk dengan
bercampur tanpa adanya ucapan rujuk, yaitu pasangan MZ dan EA
juga mendapatkan perubahan positif dalam rumah tangganya setelah
rujuk tersebut.Perubahan positif itu terjadi pada suaminya yang
menjadi lebih bertanggung jawab dan lebih peduli terhadap isteri serta
anak-anaknya.Tanggung jawab tersebut terlihat dengan suami yang
mulai mencari pekerjaan yang dapat menunjang kembali ekonomi
keluarganya.Kepeduliannya juga terlihat dari suami yang selalu
menyempatkan waktu berkumpul maupun berkomunikasi melalui
media sosial dengan keluarganya ketika bekerja di luar kota. Suami
juga menjadi lebih berhati-hati dalam bergaul, dalam memilih teman
dan lingkungan yang berpengaruh baik padanya.Isteri pun tetap selalu
memberi nasehat kepada suami, agar selalu ingat kepada Allah SWT
sehingga keluarga, isteri dan anaknya menjadi prioritas
utamanya.Hubungan keluarga mereka pun menjadi rumah tangga yang
sakinah meskipun dipisahkan oleh jarak.
73
74
2. Dampak Negatif atau Hambatan
Selain menimbulkan dampak positif yang mengarah pada
perubahan-perubahan dalam rumah tangga mereka sehingga terciptalah
keluarga sakinah, terdapat pula dampak negatif yang dulunya pernah
atau sering terjadi kembali terulang.Meskipun dampak negatif ini tidak
begitu mempengaruhi kehidupan rumah tangga mereka sekarang,
karena terjadinya rujuk atau tajdid al-nikah tersebut lambat laut
merubah sikap serta kehidupan rumah tangganya menjadi lebih baik.
Dampak negatif tersebut terjadi pada pasangan Sriyantodan Ainy
Saidah Toyyibah.Meskipun telah dilaksanakn tajdid al-nikah, namun
sikap suami terkadang masih sering memuncak emosinya, meskipun
sudah tidak menggunakan kata-kata kasar serta ucapan talak.Isteri pun
setelah melakukan tajdid al-nikah tersebut tetap menetap dan tinggal
bersama orang tuanya di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga.Sementara suaminya kembali berlabuh dan bekerja di
Kalimantan.Kehidupan mereka memang menjadi lebih baik, namun
jarak yang terlampau jauh itu yang menjadi dampak
negatifnya.Pasangan tersebut tidak bisa selalu berkomunikasi bahkan
tidak pernah bertemu langsung setelah melaksanakan tajdid al-nikah.
Terhadap pasangan SHRT dan JMH juga terjadi beberapa dampak
negatif setelah melakukan tajdid al-nikah.Suami masih sering
mengucapkan kata-kata talak dengan kasar dan sangat jelas kepada
isterinya.Suami juga masih seringkali marah sehingga pergi dari
75
rumah, dan tinggal di kos-kosan milik seorang janda yang kemudian
menggoda suami tersebut.Namun dampak negatif ini tidak berlangsung
lama ketika terjadi perceraian di Pengadilan Agama, kemudian
melakukan rujuk di KUA.Karena setelah melakukan rujuk, suami tidak
pernah lagi meninggalkan rumah dalam keadaan marah.Bahkan suami
pun dapat menjaga emosinya sehingga tidak pernah marah-marah lagi
hingga saat ini.
Begitulah dampak positif dan negatif yang terjadi pada pasangan
suami isteri di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga setelah
melakukan rujuk dan tajdid al-nikah. Dampak negatif disini juga
dimaksudkan sebagai hambatan yang menghalangi tercapainya tujuan awal
yang diinginkan dalam melakukan rujuk maupun tajdid al-nikah
Kemudian dari analisa penelititentang ketercapaian tujuan awal
atau dampaknya, akan digambarkan pada tabel 4. 1 berikut:
Tabel 4.1 Ketercapaian Tujuan Awal atau Dampak Rujuk dan Tajdid
Al-Nikah di Desa Tingkir-Lor, Kec.Tingkir, Kota Salatiga
Tujuan Awal Dampakatau Hambatan yang Terjadi
Positif Negatif
Membentuk Hubungan Rumah
Tangga Sehat
Tercapainya
Keluarga Bahagia
Terpautnya Jarak
yang Jauh
Mempersiapkan Masa Depan
Anak Bersama
Anak Lebih
Terurus dan
Terarah
Jarak Jauh
76
Memperbaiki Keadaan
Ekonomi
Perekonomian
Stabil dan Lebih
Baik
-
Menghabiskan Waktu Bersama
Pasangan
Sisa Hidup
Bersama dengan
yang Setia
Menemani
-
Memantapkan Hati
Hilangnya
Keraguan dan
Kekhawatiran
Beratnya
Merubah Sikap
Dari tabel 4.1 tersebut, telah digambarkan secara jelas bahwa
tujuan awal dilaksanakannya dan dampak yang terjadi setelah
dilaksanakannya rujuk dan tajdid al-nikah pada pasangan suami isteri di
desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga tersebut berhasil
tercapai dalam membentuk keluarga bahagia. Meskipun terdapat beberapa
hal negatif yang masih tetap terjadi setelah dilakukan rujuk maupun tajdid
al-nikah tersebut.Namun tujuan utama yang diharapkan dapat terlaksana
dan menimbulkan dampak positif dalam kehidupan rumah tangga
mereka.Sehingga dengan melaksanakan rujuk maupun tajdid al-nikah,
menghindarkan dari ancaman perceraian sampai di Pengadilan Agama
serta terlaksanya upaya membentuk keluarga sakinah yang secara bertahap
terbentuk.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan dan pembahasan yang didasari oleh
penelitian dan analisa yang peneliti lakukan di Desa Tingkir Lor
Kelurahan Tingkir Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, pada akhirnya
dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai permasalah yang terjadi
yaitu rujuk dan tajdid al-nikah sebagai berikut:
1. Rujuk dan tajdid al-nikah merupakan upaya yang dilakukan oleh
pasangan suami isteri untuk membentuk keluarga sakinah. Bentuk
pelaksanaan rujuk yang dilakukan salah satu pasangan di desa ini
adalah dengan melakukan hubungan suami isteri dengan niat rujuk
namun tanpa menggunakan sighah (pernyataan ingin rujuk dari suami).
Sementara tajdid al-nikah yang dilaksanakan sama seperti pelaksanaan
pernikahan pada umumnya, dengan syarat terdapat kedua mempelai,
wali, saksi, serta ijab qabul.
2. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya rujuk dan
tajdid al-nikah yaitu faktor keharmonisan rumah tangga yang ingin
dibina kembali setelah mengalami keretakan di dalamnya, keturunan
yang harus dirawat dan dijaga bersama, usia yang semakin tua
disayangkan jika harus berpisah dengan pasangan yang telah lama
bersama, ekonomi yang tidak stabil, serta faktor kekhawatiran.
78
3. Dampak yang timbul setelah dilaksanakannya rujuk maupun tajdid al-
nikah di desa Tingkir-Lor tersebut adalah bertambahnya kehati-hatian
dalam bersikap dalam rumah tangga, keadaan ekonomi yang stabil dan
membaik, serta yang paling utama adalah tercapainya keluarga
sakinah.
B. Saran
1. Kepada masyarakat desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga, apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga mereka,
hendaknya jangan langsung mempermasalahkannya di Pengadilan
Agama, tetapi bisa menggunakan caratajdid al-nikah ini untuk
memperbaiki keadaan.
2. Bagi suami isteri yang merasa khawatir atas ucapan talak yang telah
terlontarkan dengan sengaja maupun tidak sengaja, dapat
melaksanakan rujuk dengan langsung bercampur menggunakan niat
rujuk atau kembali pada pasangannya.
3. Bagi suami isteri yang merasa khawatir atas ucapan talak yang telah
dilontarkan suami dengan sengaja maupun tidak sengaja, dapat
melaksanakan tajdid al-nikah untuk memperbaiki hubungan serta
untuk lebih berhati-hati dalam berucap.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali.1991. Nikah Kenapa Mesti Ditunda.
Terjemahan oleh Gazi Salom.2004. Jakarta Selatan: Penerbit Hikmah.
Basyir, Azhar Ahmad. 1980. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Fakultas Hukum Universtias Islam Indonesia.
Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Semarang: CV.
Diponegoro.
Departemen Agama RI. 1999. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta.
Fadillah, Nur. 2012. Metode Anti Perselingkuhan dan Perceraian. Yogyakarta:
Genius Publisher.
Habibi, M. Zainuddin Nur, 2014. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembaharuan
Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk Studi Kasus Dewa Trawasan Kecamtan
Sumobito, Kabupaten Jombang. Skripsi tidak diterbitkan.Surabaya:
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hasan, M. Ali. 2003. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam.Jakarta:
Siraja.
Ibnu Rusyd. 2004. Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz II. Beirut:
Darul Hadis.
Mata, Anis. 2005. Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu. Bandung: PT
Syaamil Cipta Media.
Mathlub, Abdul Majid Mahmud. 2005. Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Solo:
Era Intermedia.
Mubarok, Achmad. 2010. Makna dan Pengertian Sakinah, (Online),
(http://mubarok-institute.blogspot.com, diakses 23 Februari 2016).
80
Mubarok, Muhammad Khusni. 2012. Tajdidun Nikah, (Online),
(http://b420k.blogspot.co.id/2012/12/tajdidun-nikah.html, diakses 23
Februari 2016).
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
Saerozi, Muh. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Salatiga:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Supandi, Irfan. 2012. Alhamdulillah, Bunga Cintaku Bersemi Kembali. Solo:
Tinta Medina.
Sutaji, Ahmad. 2011. Konsep Tajdid Nikah dalam Islam, (Online),
(http://tajdiidunnikah. blogspot. co. id/2011/06/tajdiidun-nikah_20. html,
diakses 23 Februai 2016).
Tafsir Al-Usyr Al-Akhir
Tanzeh, Ahmad. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras.
Thalib, Muhammad. 2007. Manajemen Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Pro-U.
Utsman, Ali Ahmad. 2006. Dasar-dasar Pernikahan dalam Islam. Laweyan:
Media Insani Pres.