13
R R I I N N G G K K A A S S A A N N E E K K S S E E K K U U T T I I F F DEMOKRATITASI DI PEDESAAN 2018 Peneliti: Debora Sanur Lindawaty, Prayudi, Ahmad Budiman, dan Siti Chaerani Dewanti PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF

DEMOKRATITASI

DI PEDESAAN

2018 Peneliti:

Debora Sanur Lindawaty, Prayudi, Ahmad Budiman, dan Siti Chaerani Dewanti

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

Page 2: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

1

Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa Desa merupakan

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Dengan demikian munculnya UU No 6

Tahun 2014 tentang Desa bertujuan untuk mendorong agar seluruh aktivitas desa akan mampu

meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Pemberdayaan ini dilakukan

untuk menguatkan sistem demokrasi di desa serta membawa masyarakat desa menuju

kemandirian.

Demokratisasi desa bukan hanya sebatas berjalannya prosedur teknis demokrasi.

Demokratisasi desa harus berjalan pada dua arah, yakni pertama adanya prosedur dan

mekanisme yang menghasilkan penetapan keputusan yang bersifat demokratis. Kedua, adanya

kultur atau budaya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis

dalam kehidupan sosial masyarakat desa. Oleh sebab itu agar upaya demokratisasi desa dapat

berjalan efektif dan efisien harus ada kerjasama dari berbagai unsur desa yaitu Kepala Desa,

Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa, Lembaga Adat, Tokoh

Masyarakat dan Kader Pendamping Masyarakat Desa (KPMD).

Upaya desa menuju terciptanya demokrasi desa yang stabil peran setiap elemen desa

sebagaimana tersebut diatas menjadi sangat penting. Peran tersebut terutama dipegang oleh

BPD yang merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa. BPD merupakan lembaga perwakilan di desa yang bertugas untuk menyerap setiap

aspirasi masyarakat desa demi kemajuan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa

berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

Dalam hal ini BPD sebagai mitra bagi pemerintah desa dalam menjalankan aktivitas

pemerintahan desa memiliki kewenangan membahas rancangan peraturan desa bersama

kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan

Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, Membentuk panitia

pemilihan Kepala Desa, dan menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat.

Meski demikian dalam prosesnya, desa kerapkali menemui adanya gesekan-gesekan

kepentingan yang kadarnya bisa hanya berskala kecil seperti beda pendapat, setuju dan tidak

setuju, atau bisa juga berdampak pada munculnya konflik masyarakat desa. Konflik menjadi

rentan muncul di desa karena proses demokratisasi dan modernisasi yang diamanatkan oleh

UU Desa harus dengan cepat diimplementasikan oleh desa. Oleh sebab itu keberadaan opinion

leaders di desa juga menjadi sangat penting karena opinion leaders menjadi tokoh yang mampu

1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 1 angka 1.

Page 3: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

2

mengetahui banyak aspek informasi yang dibututhkan di masyarakat serta menjadi sumber

informasi terpercaya yang mampu membentuk pengetahuan, sikap dan mengarahkan

perbuatan masyarakat desa.

Berdasarkan deskripsi permasalahan tersebut, maka dapat difokuskan permasalahan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana peran BPD dalam peningkatan demokratisasi desa?

2. Bagaimana potensi konflik di desa dan solusi penyelesaiannya?

3. Bagaimana peran dan tantangan opinion leaders dalam mengawal proses perubahan di

masyarakat desa?

Untuk itu pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana

demokratisasi yang terjadi di pedesaan?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian

misalnya perileku, persepsi, motivasi dan lain-lain secara holistic dan dengan cara diskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah2.

Teknik utama yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan melakukan

wawancara yaitu melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan

penelitian berdasarkan panduan wawancara yang telah dipersiapkan untuk pelaksanaan

penelitian. Selain menggunakan teknik wawancara mendalam, teknik pengumpulan data juga

dilakukan dengan menggunakan teknis dan studi pustaka. Hasil penelitian yang didapat melalui

kedua teknik pengumpulan data ini, kemudian dianalisis secara deskriptif.

Penyelenggaraan pemerintahan dan tata kelola pembangunan, ada peran tertentu yang

diberikan pada BPD dan masyarakat agar dapat berpartisipasi dan sekaligus mengusulkan apa

yang menjadi kebutuhan desa setempat. Dari sudut proses pembangunan masyarakat, diawali

tahapannya ada semacam Musyawarah Desa (musdes) dan pada saat pemdes menyusun

rencana kerja pembangunan desa (RKP Des), terdapat tim yang melibatkan unsur masyarakat.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam wadah untuk

penyusunan RKP desa harus diakui meskipun terjadi perubahan, tetapi secara ideal belum

signifikan dampaknya.

Kelemahan masih terjadi dalam proses perubahan tadi, misalnya BPD yang belum

optimal sebagai lembaga pengawas dan mitra kerja yang seimbang dengan pemerintah desa

terhadap pelaksanaan program-program pembangunan desa. Persoalannya ada di internal BPD

itu sendiri, seperti halnya menyangkut kapasitas, anggaran, profesionalisme kerja, karena

2 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, Penerbit Remadja Rosdakarya,

2004, hal. 6.

Page 4: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

3

anggota BPD sendiri tidak memperoleh penghasilan atau sekedar gaji yang tetap. Mereka yang

menjadi anggota BPD tidak sedikit yang mempunyai kesibukan lain di luar tugasnya sebagai

anggota BPD.3 Misalnya, ada yang menjadi guru, PNS dan sebagainya. Ini menyebabkan kerja

BPD dalam menjalankan tugasnya secara maksimal belum tercapai dan dalam tataran fokus

tertentu. Meskipun demikian, sudah ada muncul inisiatif warga masyarakat desa dalam upaya

mempengaruhi kebijakan di level desa. Ini antara lain melalui hadirnya keikutsertaan

kelompok-kelompok masyarakat dinilai dipinggiran, seperti halnya difabel, kalangan

perempuan, perempuan kepala keluarga, dan sejenisnya, guna memperoleh alokasi tertentu

dari dana desa.

Adapun dari sudut pemerintahan desa, terdapat data menunjukkan inisiatif usulan

program pembangunan justru datang dari pemerintah desa, yaitu melalui kepala desa. Belum

terdapat inisiatif atau berupa inovasi yang berasal dari usulan BPD. Tetapi ada pula data

menunjukkan, inovasi bagi desa mengalami hambatan justru diakibatkan oleh faktor Perangkat

Desa yang sangat konservatif dalam menjalankan program-program desa. Sehingga, konfliknya

justru berasal dari internal pemerintah desa itu sendiri. Data sangat jarang menunjukkan

adanya konflik antara Kepala Desa dengan fihak BPD. Konflik internal Pemdes ini, berupa

ketidaksepakatan dalam melihat masalah desa, antara Kepala Desa dengan Sekretaris Desa

(Sekdes). Kadangkala bisa terjadi bahwa Sekdes yang memiliki penguasaan dan pemahaman

terhadap alur perencanaan penganggaran hingga tahapan pelaporan keuangan, justru dirinya

tidak mau membuka akses informasi keuangan desa secara luas kepada Kepala Desa. Atau pada

kasus lain, bisa saja Perangkat Desa yang tidak sejalan dalam prioritas pembangunan desa

dengan kepala desanya. Kepala Desa memiliki inisiatif yang cukup maju terhadap inisiatif

warga, tetapi kepala desa bersangkutan berhadapan dengan perangkat desa yang masih

menggunakan pola berfikir model lama. Ini misalnya, ketidakinginan perangkat desa terhadap

partisipasi warga dan menganggap urusan desa cukup dikelola oleh pemerintah desa beserta

jajaran perangkat desanya. Transparansi tidak dilakukan atau akuntabilitas yang tidak berjalan,

tetapi kemudian kapasitas perangkat desa untuk membuka ruang partisipasi warga justru

secara sengaja ditutup oleh dirinya.

Di tengah relasi kepala desa dan BPD yang cenderung kondusif, masalah internal justru

terjadi pada pemerintahan desa setempat. Kepala desa memang memiliki kewenangan bisa

mengganti perangkat desa, tetapi ini sebenarnya harus berhadapan dengan persyaratan cukup

rumit, antara lain misalnya syarat terkait masa kerja unsur perangkat desa itu sendiri, atau

batasan maksimal 3 bulan berturut-turut tidak menjalankan tugas. Terdapat kasus menarik di

Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan juga di DI Yogyakarta, ada desa di mana kepala desanya

berkeinginan untuk melakukan perubahan menuju kemajuan, tetapi perangkat desanya justru

3Wawancara dengan Titok, aktivis IRE, Yogyakarta, 1 Maret 2018

Page 5: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

4

enggan untuk berubah. Yang terjadi kemudian adalah justru mereka mencoba mensiasati

regulasi. Pada kasus ini, ada perangkat desanya yang tidak masuk sampai dua bulan berturut-

turut, sampai kemudian di sela waktu itu dirinya masuk dan aktif kembali bekerja sebagaimana

biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

kekosongan perangkat desa dalam jangka waktu tergolong cukup lama. Padahal, Kepala Desa

tidak dapat begitu saja memberhentikan adanya unsur dari perangkatnya yang tidak disiplin

atau “membangkang”.

Jika kepala desa tadi memaksakan diri untuk menertibkan secara keras oknum

perangkat yang tidak loyal terbentu, maka dirinya akan terbentur dengan persyaratan saat

harus melakukan eksekusi pemberhentian perangkat dimaksud. Meskipun saat musdes sudah

diputuskan bahwa ada unsur perangkat desa tadi yang harus dilakukan penggantian, jalan

panjang untuk menuju eksekusi keputusan pemberhentian perangkat desa tetap tidak mudah

dijalankan. Kesulitan demikian menyebabkan kesejalanan aspirasi BPD dengan kepala desa

dalam hal pelaksanaan program pembangunan desa, belum menjamin dapat diimplementasikan

secara baik, ketika tidak diimbangi oleh kapasitas dari perangkat desa. Bahkan yang terburuk,

adalah justru keinginan memberhentikan oknum perangkat desa yang tidak disiplin tadi, dapat

membentuk perlawanan lebih lanjut berupa terjadinya penolakan perangkat desa atas program

desa yang disudah diputuskan melalui musdes oleh BPD dengan kepala desa.

Dengan demikian, hubungan antara BPD dengan Kepala Desa yang sangat bersifat sub

lokal tidak dapat dipersamakan sebagaimana pola hubungan DPR dan pemerintah di tingkat

nasional. Ini mengingat organisasi BPD yang lahir belakangan dan rentang proses kelahiran ini

sudah menunjukkan bahwa artinya sebenarnya dari power justru berada dipundak kepala desa.

Media massa belum memandang adanya kontrol signifikan dari BPD terhadap kebijakan yang

diambil kepala desa. Media massa sudah berusaha untuk memverifikasi adanya desa yang

berpotensi untuk maju, seperti halnya dalam hal potensi wisata yang dimiliki desa, dengan

didanai melalui dana desa, yang untuk di D.I Yogyakarta, terdapat yang disebut Dana

Keistimewaan. Media massa mencoba menelusuri sebelum dan sesudah adanya dana desa dan

bagi DIY dana keistimewaan, kemudian melihat perubahan apa saja yang terjadi. Perubahan

dimaksud adalah berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat desa.

Indonesia sebagai bangsa dan negara tentu tidak terlepas dari berbagai konflik. Konflik

tersebut merupakan efek dari adanya perbedaan pemahaman di antara individu-individu

maupun kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Dengan kata lain, konflik

muncul karena adanya perbedaan kepentingan, persepsi, maupun identitas dalam masyarakat.

Page 6: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

5

Menurut Surbakti, dalam masyarakat akan selalu ada perbedaan dan tidak mungkin setiap

individu memiliki kepentingan yang sama dan serasi.4

Konflik pada masyarakat homogen seperti masyarakat desa umumnya dipicu oleh

adanya perbedaan sifat maupun kepentingan individu dan kelompok akibat motif sosial

tertentu. Terutama karena sejak disahkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa terjadi

perubahan relasi pada level desa. Sebelum UU Desa, peran kepala desa dan perangkat desa

sangat dominan. Saat ini kondisi tersebut telah berubah dan sudah terjadi distribusi kekuasaan

dalam pemerintahan desa. Jadi meskipun kohesivitas hubungan sosial masyarakat telah diatur

sedemikian rupa agar berjalan baik, namun akibat adanya berbagai perbedaan, konflik tetap

terjadi.

Konflik tersebut dapat terjadi dalam bentuk konflik pribadi maupun kepentingan politik.

Konflik pribadi biasanya terjadi bila seorang individu dengan individu lain memiliki persaingan

untuk memperkuat kedudukannya baik di dalam masyarakat maupun di dalam pemerintahan

desa. Dalam hal ini kepentingan pribadi akan melahirkan kelompok pemicu konflik. Sedang

konflik kepentingan politik biasanya terjadi karena perbedaan pandangan antar partai politik.

Meski demikian kondisi tersebut tidak berlangsung lama karena kondisi lingkungan masyarakat

desa yang memiliki hubungan kekerabatan.

Ditemukan bahwa konflik seringkali terjadi karena anggota BPD kurang memahami

kebutuhan masyarakat desanya. Selain itu seringkali inovasi desa mengalami hambatan justru

diakibatkan oleh faktor perangkat desa. Dengan kata lain, konflik justru berasal dari pemerintah

desa itu sendiri. Dimana konflik internal pemerintah desa ini terjadi karena ketiadaan

kesepakatan pendapat dalam melihat masalah desa antara kepala desa dengan sekretaris desa.

Mengingat sekretaris desa memiliki penguasaan dan pemahaman terhadap alur perencanaan

penganggaran hingga tahapan pelaporan keuangan. Sementara seringkali sekretaris desa tidak

mau membuka akses informasi keuangan desa secara luas kepada kepala desa. Pada kasus lain,

bisa saja perangkat desa tidak sejalan dalam prioritas pembangunan desa dengan kepala desa.

Kepala desa memiliki inisiatif yang cukup maju terhadap gagasan dari warga, tetapi kepala desa

bersangkutan berhadapan dengan perangkat desa yang masih menggunakan pola berfikir

model lama.

Sebagai contoh pada desa lain ada seorang kepala desa yang berkeinginan untuk

melakukan perubahan menuju kemajuan, tetapi perangkat desanya justru enggan untuk

berubah. Pada kasus ini, sosok perangkat desa mencoba mensiasati regulasi yang ada. Ia dengan

sengaja tidak masuk kerja sampai dua bulan berturut-turut. Kemudian di sela waktu itu,

perangkat desa tersebut kembali masuk bekerja. Hal ini membuat kepala desa kesulitan dalam

4 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia Widiasarana, 1992, hal.189.

Page 7: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

6

melakukan tindakan tegas karena terbentur persyaratan saat harus melakukan eksekusi

pemberhentian perangkatnya yang tidak disiplin.

Kepala desa memang memiliki kewenangan untuk mengganti perangkat desa. Tetapi

bila kepala desa melakukan hal tersebut ia harus berhadapan dengan beberapa persyaratan,

antara lain persyaratan masa kerja unsur perangkat desa, atau batasan maksimal dimana

selama 3 bulan berturut-turut perangkat desa tidak menjalankan tugas. Jadi meskipun dalam

Musdes sudah diputuskan agar perangkat desa tersebut harus dilakukan penggantian namun

kesepakatan dalam musdes tersebut tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan

regulasi yang ada.

Demokratisasi di desa juga memiliki dampak pada munculnya potensi konflik di desa.

Konflik diantara warga desa dapat terjadi sewaktu-waktu, terutama pada saat pemilihan kepala

desa (Pilkades). Hal yang umum terjadi bila pemilihan kepala desa para calonnya berasal dari

satu keluarga.5 Sehingga konflik masyarakat biasa terjadi karena para calon kepala desa

merupakan sesama saudara namun saling berebut kekuasaan di desa. Pada prakteknya,

masyarakat desa yang masih memiliki ikatan keluarga, dapat berseberangan saat menjalani

Pilkades karena memiliki pilihan calon kepala desa yang berbeda. Namun kondisi ini bisa

diselesaikan dengan damai, karena masing-masing calon kepala desa sudah memiliki komitmen

untuk menjalankan kegiatan pilkades ini dengan damai. Calon kepala desa yang pernah

mengikuti pemilihan kepala desa namun tidak mendapatkan suara terbanyak, biasanya akan

menjadi ketua dan pengurus BPD dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)

sebagai mitra dari kepala desa.

Berdasarkan kondisi tersebut sarjana pendamping desa sangat dibutuhkan perannya.

Dimana sarjana pendamping terus mendukung desa melalui verifikasi sosial atau verifikasi

kebutuhan-kebutuhan yang ingin disampaikan masyarakat kepada pemda. Selain para

pendamping desa, elemen yang berperan penting dan signifikan ialah para tokoh masyarakat

desa. Sejak dahulu, keberadaan tokoh masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

masyarakat desa. Dengan demikian, meskipun hingga sat ini konflik di masyarakat desa tidak

besar. Namun seandainya konflik bersar terjadi, maka tokoh masyarakat yang mengambil peran

untuk mengatasinya melalui kegiatan komunikasi langsung dengan masyarakat desa. Hal yang

akan dilakukan oleh para tokoh ialah memberikan pemahaman terhadap kerugian bila konflik

itu terjadi. Hingga saat ini apa yang menjadi arahan dari tokoh masyarakat, masih dapat diikuti

oleh masyarakat desa, sehingga peran tokoh masyarakat lebih diarahkan menjadi fasilitator

dalam masyarakat.6

5 Wawancara dengan Sunarko, Pimpinan Redaksi Tribun Yogya, Yogyakarta, 28 Februari 2018.

6 Kepala Desa Wahyuharjo: R Winoto, Ketua BPD : Wacaksana, Sekretaris BPD: Isnaeini dan

Anggota BPD : Sular, Ketua LPMD : Supono dan Anggota LPMD : Sukirno, Sekretaris Desa Tokoh Masyarakat: Sumarnoto, 28-2-1018

Page 8: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

7

Bagi perangkat desa, upaya untuk mencegah terjadinya konflik di masyarakat terkait

dengan penggunaan dana desa yaitu dengan menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas

pemerintahan desa. Pertanggungjawaban penggunaan dana desa di tempel di papan

pengumuman dan disampaikan lewat website desa. Aparat desa juga menerima aduan atau

saran masyarakat yang diterima lewat media sosial, untuk ditindaklanjuti kemudian.

Pada waktu yang lalu, tokoh masyarakat adalah orang yang biasa dijadikan rujukan dari

warga desa untuk semua permasalahan yang disampaikan kepadanya. Sekarang ini tokoh

masyarakat lebih terdistribusi pada kelembagaan desa seperti LPMD atau BPD. Tokoh

masyarakat yang pada umumnya adalah para pesiunan PNS, guru, dan tokoh penggerak

ekonomi rakyat lebih menfokuskan dirinya pada tugas mendistribusikan aspirasi masyarakat

untuk didiskusikan pada forum musyawarah desa. Sedangkan tugas yang lain juga diemban

oleh tokoh masyarakat terkait dengan “pengawasan” yang dilakukan terhadap pelaksanaan

kebijakan pembangunan desa yang dilakukan oleh kepala desa.

Dengan demikian, solusi bagi penyelesaian konflik ialah munculnya kesadaran dari tiap

pihak terkait kesalahan mereka masing-masing, adanya sikap saling memaafkan dan tidak lagi

mengedepankan kepentingan pribadi, bersikap netral tidak memihak, meningkatkan kembali

solidaritas masyarakat yang berkurang serta menghilangkan kecurigaan jelek terhadap

kelompok lain. Dengan demikian kepentingan yang dibawa individu tidak mempengaruhi pola

pikir masyarakat, sehingga terjadinya konflik dapat diminimalisir.

Aktivitas Opinion Leaders (OL) di kedua desa, cenderung mengikuti birokrasi kegiatan

desa dalam mengelola dana desa. Keharusan untuk melakukan kegiatan desa secara tertib

administrasi menyebabkan peran OL menjadi lebih terbatas. Pada kesehariannya, OL cenderung

untuk hanya menyampaikan pesan ke warga desa terkait dengan bidang masalah yang saat ini

mereka kelola. OL sadar betul bahwa meningkatkan difusi dan inovasi bagi warga desa,

memerlukan perjuangan yang cukup panjang.

Aktivitas OL dalam kegiatan komunikasi di desa, lebih banyak dilakukan dalam forum

musdes yang secara formil membahas masalah perencanaan dan pertanggungjawaban kegiatan

desa. Usulan atau saran yang disampaikan OL tidak akan berarti banyak, karena semua kegiatan

telah direncanakan sesuai dengan pola penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran yang

telah ditetapkan pemerintah pusat. Interaksi masyarakat desa dengan OL menjadi minimalis,

karena faktor birokrasi kegiata desa dan ketersediaan forum komunikasi yang memungkinkan

OL menyampaikan pandangannya.

Penggunaan website desa belum dapat dikatakan optimal, bahkan cenderung belum

dilakukan. Kebiasaan masyarakat desa untuk mempergunakan saluran komunikasi langsung

atau melalui media komunikasi konvensional, masih banyak dilakukan. Website desa tidak

terlalu sering diperbaharui isinya. Keberadaannya lebih sering diisi dengan materi

Page 9: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

8

pertanggungjawaban pengggunaan dana desa. Sesekali website digunakan juga untuk

menyampaikan visi dan misi calon kepala desa atau BPD.

Penggunaan media sosial sebagai media komunikasi warga, memang bisa membantu

kecepatan dalam menyampaikan informasi. Namun pemerintah desa perlu menyediakan

medsos desa yang dikelola secara aktif dan setiap waktu bersedia untuk memberikan tanggapan

atas isi pesan yang disampaikan masyarakat. Kondisi ini diperlukan, agar penggunaan medsos

desa tidak disalahgunakan dan bisa menjadi potensi konlik antar warga. Penggunaan medsos

justru harus diarahkan pada kesadaran warga desa memberikan perhatian dan pengawasannya

mengenai kondisi di desanya. Penggunaan medsos harus diarahkan pada timbulnya rasa

memiliki warga desa terhadap perencanaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah desa.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan untuk meningkatkan

demokratisasi dipedesaan harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya ialah:

Pertama, relasi antara BPD dengan kepala desa benar-benar harus mampu diarahkan

pada polanya yang bersifat check and balances agar berkembang demokratisasi yang sehat di

desa. Perkembangan demokrasi berlandaskan pola politik semacam itu bukan berarti otoamatis

meniru relasi antara DPR-eksekutif di tingkat pusat. Tetapi pola ini bisa membuka ruang bagi

adanya kesesuaian dengan kondisi wilayah dan karakteristik kultural masyarakat desa yang

mengedepankan musyawarah mufakat atas hal-hal penting untuk diambil keputusannya di

lokal desa setempat. Sehingga semacam local wisdom dibakukan secara kelembagaan

pemerintahan desa yang benar-benar substantif bagi kesejahteraan warga desa, tanpa harus

terjebak pada penilaian siapa yang diuntungkan atau sebaliknya mengalami sub ordinasi dalam

relasi yang dibangun.

Kedua, pengisian keanggotaan BPD perlu didorong agar tidak lagi sekedar asal

mengambil orang untuk duduk di dalamnya atau sekedar memenuhi persyaratan formal. Upaya

membentuk keanggotaan BPD dengan basis usulan komunitas warga terkecil ruang lingkupnya

yaitu di tingkat RT/RW dapat semakin diperkuat agar diperoleh calon-calon yang “relatif

mumpuni” untuk nantinya dipilih secara terbuka oleh warga. Diharapkan bahwa arah kapasitas

keanggotaan BPD dan komitmen politiknya dalam mewakili warga desa dapat menjawab

pertanyaan selama ini yang meragukan figur anggota BPD yang dihasilkan.

Ketiga, pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan BPD secara kelembagaan tidak perlu lagi

diubah dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No. 6

Tahun 2014. Namun satu hal yang bisa diajukan adalah agar BPD bisa memperoleh dukungan

sekretariatnya secara kelembagaan dan sumber daya dengan fasilitas penunjang kerjanya yang

seimbang dengan tugasnya sebagai instrumen politik perwakilan masyarakat desa. Melalui

dukungan kesekretariatan yang lebih memadai, maka pimpinan dan anggota BPD dapat lebih

Page 10: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

9

fokus menjalankan peran BPD di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan di tingkatan

pemerintahan desa. Pimpinan dan anggota BPD tidak terlampau disibukkan dengan urusan

administrasi pembenahan rumah tangga BPD. Diharapkan bahwa melalui melalui dukungan

kinerja BPD secara kelembagaan kesekretariatan yang lebih profesional sifatnya tentu dengan

mempertimbangkan kapasitas keuangan dan sumber daya daerah induk yaitu di kabupaten,

maka demokratisasi desa benar-benar mulai bergerak secara substansi dan tidak lagi sekedar

formalitas atau menjadi terjebak pada konflik tidak produktif peninggalan dimasa sebelumnya.

Sementara itu terkait dengan penyelesaian konflik hal yang direkomendasikan ialah

adanya dukungan dan perhatian pemerintah untuk memberdayakan tokoh masyarakat. Pihak-

pihak yang berpengaruh untuk mengatasi konflik adalah tokoh masyarakat. Oleh sebab itu

selain melibatkan setiap kalangan masyarakat seperti kalangan agamawan, pemuda, dan

sebagainya, tokoh sehingga masyarakat juga harus senantiasa turut serta dalam musyawarah

agar tidak ada kelompok yang merasa diabaikan aspirasinya. Dampak bagi individu dan

kelompok yang berkonflik ialah merenggangnya hubungan sosial dalam masyarakat serta

memudarnya solidaritas dan rasa kekeluargaan dalam masyarakat. Dalam hal ini tokoh

masyarakat memiliki peran yang sangat besar untuk mengarahkan masyarakat supaya tidak

mencampur adukan antara kepentingan pribadi maupun kelompok dengan urusan lain. Di lain

pihak, setiap masyarakat juga harus saling menyadari untuk tidak mengedepankan kepentingan

pribadi, bersikap netral tidak memihak, dan meningkatkan solidaritas dan kekeluargan serta

menghilangkan kecurigaan jelek terhadap kelompok lain, sehingga terjadinya konflik dapat

diminimalisir.

Formalisasi kegiatan di desa yang harus dilakukan oleh pemerintah desa, telah

menyebabkan aktivitas OL menjadi terbawa dalam kegiatan formalitas administrasi

pertanggungjawaban kegiatan desa. Pada hal pemerintah desa seharusnya memberikan

kesempatan kepada OL untuk mengembangkan inovasi dan sarannya bagi pembangunan desa.

Hal ini tidak terlepas dari kemampuan efektif yang bisa dilakukan OL dalam memotivasi warga

desa untuk berpartisipasi di dalam pembangunan di desanya.

Pemerintah desa perlu menyediakan medsos desa yang dikelola secara aktif dan setiap

waktu bersedia untuk memberikan tanggapan atas isi pesan yang disampaikan masyarakat.

Kondisi ini diperlukan, agar penggunaan medsos desa tidak disalahgunakan dan bisa menjadi

potensi konlik antar warga. Penggunaan medsos justru harus diarahkan pada kesadaran warga

desa memberikan perhatian dan pengawasannya mengenai kondisi di desanya. Penggunaan

medsos harus diarahkan pada timbulnya rasa memiliki warga desa terhadap perencanaan dan

pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa.

Page 11: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

10

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Almond, Gabriel A. “The Political System and Comparative Politics: The Contribution of David Easton.” dalam Kristen Renwick Monroe, Contemporary Empirical Political Theory. Berkeley: University of California, 1997.

Anang, Zakaria. (editor), Potret Politik & Ekonomi Lokal di Indonesia: Dinamika Demokratisasi, Pengembangan Ekonomi & kawasan Perdesaan. Yogyakarta: kerja sama IRE, Akatiga, Sayogyo Institute, 2017.

Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa. Bandung: Penerbit Simbiosa, 2007.

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Grup, 2009.

Dilla, Sumadi. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Bandung: Penerbit Simbiosa Rakatama Media, 2007.

Hanafi, Abdillah. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Offset Printing Surabaya, 1987.

Mariana. Dina et.al. Desa: Situs Baru Demokrasi Lokal. Yogyakarta: kerja sama IRE dan TIFA, (2017).

Mashad, Dhurorudin. et. al, Konflik Elite Politik Pedesaan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, Pustaka Pelajar, 2005.

McQuail, Denis. Mass Communication Theory. 4th edition, London: Sage Publication.

Miall, Hugh. et.al, Resolusi Konflik Kotemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras. Jakarta: Rajawali Press, 2000.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Penerbit Remadja Rosdakarya, 2004.

Morisaan. Teori Komunikasi Organisasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2009.

Mufid, Muhamad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2009.

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Penerbit PT Remadja Rosdakarya, 2008.

Rauf, Maswadi. Konsensus Politik: Sebuah Penjajagan Teoritis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2000.

Stephan, Alfred. Militer dan Demokratisasi: Pengalaman Brazil dan Beberapa Negara Lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992.

---------------------. “Perkembangan Mutakhir Ilmu Politik.” dalam Miriam Budiarjo dan Tri Nuke Pudjiastuti (penyunting). Teori-Teori Politik Dewasa Ini. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996.

Page 12: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

11

Sutopo, Ariesto Hadi dan Adrianus Arief. Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan NVIVO. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2010.

Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. alih bahasa Tri Wibowo. Jakarta: Penerbit Kencana, 2008

Wisadirina, Darsono. Sosiologi Perdesaan. Malang: UMM, 2004.

REGULASI:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

MAKALAH:

Budhi, Setia. Ketua Program Studi (Prodi) Sosiologi FISIP Universitas Lambung Mangkurat, FGD Penelitian Tim, Banjarmasin 8 Agustus 2018.

Eko, Sutoro. “Republik Desa: Otonomi dan Demokrasi.” makalah disampaikan dalam FGD Proposal Penelitian Tim Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR, Jakarta, 19 Februari 2018.

Fahrianoor. “BPD Dalam Demokratisasi.” paper disampaikan dalam FGD di Gedung FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 9 Agustus 2018.

Prasetyanto, Eko. “Demokratisasi di Pedesaan.” bahan disampaikan dalam FGD Proposal Penelitian Tim Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI, Jakarta, 19 Februari 2018.

Sumas, Suripno. “Urgensi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.” makalah disampaikan dalam FGD FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin 9 Agustus 2018.

Suranto. “Problematika Kinerja BPD Dalam mewujudkan Demokratisasi Desa.” makalah disampaikan dalam FGD di FISIP Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2 Maret 2018.

DOKUMEN:

Catatan FGD Tim Peneliti dengan Perangkat Desa Wuhyoharjo, Kulonprogo, 28 Februari 2018.

BULLETIN:

IRE Policy Brief edisi Mei 2017

WAWANCARA:

Wawancara dengan Bagian Pemerintahan, Kabupaten Kulonprogo, Kasubag Tata Pemerintahan: Saryono dan Kasubag Pengembangan Pemerintahan dan Otonomi Daerah : Rita Dyah, pada tanggal 27 Februari 2018. .

Page 13: RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF … · biasa menjalankan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi Dalam kasus ini, kepala desa kesulitan saat menghadapi

12

Wawancara dengan Kepala Desa Wahyuharjo: R Winoto, Ketua BPD : Wacaksana, Sekretaris BPD: Isnaeini dan Anggota BPD : Sular, Ketua LPMD : Supono dan Anggota LPMD: Sukirno, Sekretaris Desa, Tokoh Masyarakat: Sumarnoto, Desa Wahyuharjo, Kulonprogo. Di balai Desa Wahyuharjo, pada tanggal 28 Februari 2018.

Wawancara dengan Sunarko, Pimpinan Redaksi Tribun Yogya, Yogyakarta, 28 Februari 2018.

Wawancara dengan Titok, aktivis IRE, Yogyakarta, 1 Maret 2018.

Wawancara dengan Fahrian Rahman, Kepala Bidang Pemberdayaan Desa, Dinas Pemberdayaan Desa Pemerintah Kabupaten Banjar, Banjarmasin 6 Agustus 2018.

Wawancara dengan Camat Martapura Achmad Junaidi, 8 Agustus 2018.

Wawancara dengan Hari Priyanto dan Irhamsyah Sabari, Redaktur Banjarmasin Post, Banjarmasin, 7 Agustus 2018.

Wawancara dengan Samsiar, Kepala Desa Labuhan Tabu, Banjar Baru 9 Agustus 2018.

Wawancara dengan aktivis lembaga pengkajian pedesaan, Banjarmasin 9 Agustus 2018..

Wawancara dengan Agus dari lembaga masyarakat Dewan Adat Dayak, Banjarmasin 9 Agustus 2018.

Wawancara dengan Irwan dari Pusat Penelitian Desa Pusdi, Banjarmasin 10 Agustus 2018.