100
5/21/2018 RPJPDProvinsiJawaBarat-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/rpjpd-provinsi-jawa-barat 1/100  Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang ( R P J P ) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2025 Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2 0 0 8

RPJPD Provinsi Jawa Barat

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    1/100

    Rancangan Peraturan DaerahTentang

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang( R P J P )

    Daerah Provinsi Jawa Barat

    Tahun 2005 2025

    Pemerintah Provinsi Jawa Barat

    2 0 0 8

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    2/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Pengantar

    Sejak terbentuknya pemerintahan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Juli

    1950, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

    Pembentukan Provinsi Jawa Barat, pembangunan di Jawa Barat telah dilaksanakan

    oleh segenap unsur pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Rencana

    pembangunan daerah jangka panjang disusun untuk dua puluh lima tahun yang

    secara sistematis dituangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun(REPELITA) yang dimulai sejak tahun 1969. Melewati tahap pembangunan dua

    puluh lima tahun pertama, pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi nasional yang

    berkembang menjadi krisis multidimensi berkepanjangan telah memicu gerakan

    reformasi. Reformasi diharapkan dapat menata ulang kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut memberi dorongan kepada terwujudnya

    sistem politik yang demokratis dan berorientasi pada keadilan serta berpengaruh

    terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang semula bersifat sentralistik

    menjadi desentralistik. Perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah

    memberikan landasan konstitusional kepada pemerintah daerah untuk mengatur

    dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan

    kemampuan daerah. Untuk itu dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut

    dibutuhkan pedoman berupa perencanaan pembangunan daerah yang sistematis

    dan bertahap.

    Prakarsa pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan

    dilandasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional. Berdasarkan Undang-Undang tersebut pemerintah daerah

    diamanatkan menyusun perencanaan jangka panjang (duapuluh tahun), jangka

    menengah (lima tahunan), dan pembangunan tahunan yang sinergis antar daerah

    serta antara pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional.

    Perencanaan pembangunan disusun untuk mencapai tujuan dan cita-cita

    bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor

    17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    3/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 2

    2005 2025 dengan Visi Pembangunan yaitu INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU,

    ADIL DAN MAKMUR. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut

    ditempuh melalui delapan misi pembangunan nasional, yaitu :

    1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya danberadab berdasarkan falsafah Pancasila;

    2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu;5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat

    dan berbasiskan kepentingan nasional;

    8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan duniainternasional.

    Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Pemerintah

    memperhatikan komitmen yang dibangun bersama dengan 189 negara anggota

    Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya untuk mewujudkan Millenium Development

    Goals(MDGs), yang terdiri dari :

    1. Menghilangkan angka kemiskinan absolut dan kelaparan;2. Memberlakukan pendidikan dasar yang universal;3. Mengembangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan;4. Menurunkan angka kematian anak;5. Memperbaiki kesehatan maternal;6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya;7. Menjamin kesinambungan lingkungan hidup;8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.

    Berdasarkan kebutuhan dan mengacu pada peraturan perundang-

    undangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusun Rencana Pembangunan

    Jangka Panjang Daerah kurun waktu 2005 - 2025 yang diarahkan untuk mencapai

    tujuan daerah dan nasional 20 (duapuluh) tahun mendatang.

    1.2 Pengertian

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah atau disingkat RPJP Daerah

    Provinsi Jawa Barat adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    4/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 3

    merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

    Tahun 2005 - 2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun

    2007, yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah

    untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak Tahun 2005 sampai dengan

    Tahun 2025.

    1.3 Maksud dan Tujuan

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah) Provinsi

    Jawa Barat Tahun 2005-2025 ditetapkan dengan maksud :

    1.

    untuk memberikan landasan dan arah bagi penyelenggaraan pemerintahandaerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan

    Nasional dan visi serta misi Provinsi Jawa Barat;

    2. untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Provinsi Jawa Barat;

    3. untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJM Daerah) Provinsi Jawa Barat;

    4. untuk dijadikan acuan dalam penyusunan RPJP Daerah Kabupaten/Kota diJawa Barat.

    Tujuan penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025

    adalah :

    1. Menetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Provinsi JawaBarat;

    2. Menjamin terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah,antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah daerah maupun antara

    Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.;

    3. Mendukung koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pencapaian visidan misi daerah serta nasional;

    4. Mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,pelaksanaan dan pengawasan;

    5. Mewujudkan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,berkeadilan dan berkelanjutan;

    6. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    5/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 4

    1.4 Landasan Hukum

    Landasan idiil RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat adalah Pancasila dan

    landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945, sedangkan landasan operasionalnya meliputi :

    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi JawaBarat;

    2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negarayang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

    3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan;

    4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional;

    5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahsebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang

    Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan ke dua Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana PembangunanJangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

    7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian

    dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara PenyusunanRencana Pembangunan Nasional;

    10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan

    Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

    11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata CaraPenyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

    Daerah;

    12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional;

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    6/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 5

    13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentangPembentukan Peraturan Daerah.

    1.5 Tata Urut

    RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2025 disusun dengan

    urutan sebagai berikut :

    Bab I Pendahuluan yang memuat pengantar, pengertian, maksud dan tujuan,

    landasan hukum, tata urut serta kerangka pikir.

    Bab II Kondisi umum yang memuat penjelasan mengenai kondisi sampai

    dengan titik awal penyusunan RPJP Daerah dalam setiap sektor

    pembangunan serta tantangan yang akan dihadapi selama 20 tahun ke

    depan dan modal dasar.

    Bab III Visi dan Misi Pembangunan Daerah 2005 - 2025, yang memuat visi

    pembangunan daerah Jawa Barat dan misi pembangunan yang akan

    dilaksanakan untuk mewujudkan visi tersebut.

    Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Daerah

    Tahun 2005 - 2025 yang memuat upaya-upaya pencapaian visi dan misi

    Jawa Barat.

    Bab V Penutup

    1.6 Kerangka Pikir

    Kecenderungan pembangunan global menunjukkan bahwa seiring dengan

    perjalanan waktu, jumlah penduduk terus meningkat dan diperkirakan akan

    mencapai puncaknya pada tahun 2030 (Meadows, 1992, hal.133, WRI, 1996). Bagi

    Indonesia, periode 2015 - 2025 merupakan sebuah periode emas, yang berarti

    pada masa itu proporsi penduduk usia produktif mencapai jumlah tertinggi

    sepanjang sejarah dan hal tersebut hanya akan dicapai satu kali dalam perjalanan

    sebuah bangsa. Hal tersebutmerupakan peluang yang berharga bagi Jawa Barat,

    mengingat jumlah penduduk di Jawa Barat adalah yang terbesar di Indonesia, dan

    jumlah penduduk produktif sebagian besar akan berada di Jawa Barat.

    Bersama dengan laju pembangunan yang semakin meningkat, berbagai

    fenomena juga semakin terasa antara lain peningkatan kerusakan dan polusi

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    7/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 6

    lingkungan, peningkatan kebutuhan pangan, peningkatan produk industri untuk

    pemenuhan kebutuhan penduduk, serta peningkatan produksi bahan bakar

    minyak dan sumber energi lain guna mendukung proses industrialisasi, konsumsi

    energi transportasi, dan domestik. Namun, di sisi lain ketersediaan sumber daya

    alam yang terbatas menunjukkan laju pengurangan yang cukup tajam.

    Permintaan akan sumber daya alam untuk pemenuhan pembangunan pada

    saatnya akan sampai pada titik jenuh, karena keterbatasan daya dukung

    lingkungan. Dampaknya berantai dan berlipat ganda terhadap proses

    pembangunan berikutnya. Kemungkinan yang terjadi adalah terganggunya

    berbagai proses pembangunan apabila tidak ada intervensi atau upaya mengatasi

    kondisi yang berlangsung. Pengendalian populasi penduduk, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, penggunaan teknologi, laju pembangunan ekonomi,

    khususnya industrialisasi, merupakan faktor faktor utama yang mempengaruhi

    prediksi kondisi pembangunan jangka panjang ke depan.

    Mencermati perkembangan tersebut berbagai langkah perlu ditempuh untuk

    menjamin terlaksananya pembangunan pada masa mendatang dengan pencapaian

    tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kerangka pemikiran dalam penyusunan

    RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat didasarkan pada kecenderungan tersebut untukmenjamin terselenggaranya pembangunan daerah yang berkelanjutan.

    1.7 Proses Penyusunan

    RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2025 disusun dengan

    pendekatan perencanaan politik, teknokratik, partisipatif dan atas-bawah (top

    down) serta bawah-atas (bottom up), dengan mengedepankan proses evaluasi,

    prediksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang

    berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan

    daerah.

    Penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025 melalui

    berbagai tahap dialog sektoral maupun dialog lintas sektor yang melibatkan

    berbagai pemangku kepentingan baik dari pihak pemerintah pusat, pemerintah

    provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga

    swadaya masyarakat serta masyarakat. Penyusunan dokumen RPJP Daerah

    Provinsi Jawa Barat 2005-2025 juga melibatkan masyarakat luas melalui sosialisasi

    di media elektronik seperti radio dan televisi serta penjaringan aspirasi dengan

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    8/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 7

    menyebarkan angket di surat kabar daerah dan media elektronik. Selain itu dibuka

    ruang publik agar masyarakat dapat berperan serta secara langsung dalam

    penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat.

    Tahapan penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025dapat dijelaskan dalam gambar berikut :

    Gambar 1.1

    Proses Penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat

    Tahun 2005 -2025

    Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat, Tahun 2008

    Penyusunan Evaluasi Pembangunan

    Musrenbang

    Rancangan Awal RPJP Daerah

    Penyusunan Proyeksi Pembangunan

    Penyempurnaan Rancangan Awal

    PenyusunanRancangan

    RPJP Daerah

    Sosialisasi dan Konsultasi PublikMedia Cetak, Radio & Televisi,

    Website dan open house

    MusrenbangRancangan Akhir RPJP

    Daerah

    Pembahasan danPenetapan Perda RPJP

    Daerah,PemerintahDaerah bersama DPRD

    Penyusunan Konsep

    Rancangan Awal RPJP Daerah

    Focus GroupDiscussion (FGD)Sektoral :

    1. Ekonomi Makro2. Pendidikan3. Kesehatan4. Pemerintahan5. Tata Ruang & LH6. Infrastruktur7. Agribisnis8. Indagjaspar9. KUKM10. Kependudukan11. Ketenagakerjaan

    12. Visi dan Misi

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    9/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 1

    BAB II

    KONDISI UMUM DAERAH

    Pembangunan daerah yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupanberagama, ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana,

    politik, ketentraman dan ketertiban masyarakat, hukum, aparatur, tata ruang dan

    pengembangan wilayah, serta sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan

    bagian integral dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan daerah

    telah mencapai kemajuan pada berbagai bidang. Namun demikian, masih ditemui

    berbagai masalah dan tantangan yang perlu diselesaikan dalam pembangunan

    daerah 20 (duapuluh) tahun mendatang, dengan memperhatikan modal dasaryang dimiliki Provinsi Jawa Barat.

    2.1 Kondisi Saat Ini

    2.1.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

    Pembangunan daerah bidang sosial budaya dan kehidupan beragama

    berkaitan dengan kuantitas dan kualitas penduduk seperti pendidikan, kesehatan,

    pemberdayaan perempuan dan anak, pemuda, olah raga, seni budaya, dan

    keagamaan.

    Pembangunan bidang pendidikan telah dilaksanakan dengan

    menitikberatkan pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana

    pendidikan, peningkatan partisipasi anak usia sekolah, pengembangan pendidikan

    luar sekolah, pengembangan sekolah alternatif, serta peningkatan jumlah dan

    pemerataan distribusi tenaga pendidik. Namun aksesibilitas masyarakat terhadappendidikan masih rendah, angka putus sekolah masih tinggi, kualitas dan relevansi

    serta tata kelola pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam

    rangka peningkatan daya saing.

    Pada Tahun 2006, Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A sebesar

    96,65%, sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SMP/MTs/Paket B

    dan SMA/SMK/MA/Paket C masing-masing sebesar 88,9% dan 51,83%. Adapun

    untuk jumlah siswa putus sekolah, pada tahun 2006 tercatat sebanyak 21.219

    orang untuk jenjang SD, SMP sebanyak 93.875 orang, SMA 2.191 orang, dan SMK

    2.073 orang.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    10/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 2

    Peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pengembangan

    pelayanan kesehatan berbasis masyarakat terus dilakukan. Namun demikian,

    peningkatan pada indikator kesehatan masyarakat Jawa Barat tersebut capaiannya

    masih berada di bawah rata-rata nasional. Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai

    40,26 per seribu kelahiran hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan sebesar

    321,15 per seratus ribu kelahiran hidup, serta jumlah penderita gizi buruk dan gizi

    kurang pada balita sebanyak 419.433 dari jumlah 3.536.981 balita yang ditimbang.

    Penyakit menular, khususnya flu burung dan HIV-AIDS menjadi masalah

    penting yang dihadapi Jawa Barat. Untuk flu burung, dari 60 jumlah suspect pada

    bulan Maret 2007, tercatat 6 orang penderita meninggal dunia. Adapun untuk HIV-

    AIDS, dari jumlah kumulatif tahun 1989 2006, tercatat untuk AIDS terdapat 755penderita dan HIV positif 1.354 penderita.

    Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan dasar, dapat diidentifikasi

    dengan tersedianya 1.007 puskesmas dari kebutuhan sebanyak 1.358 puskesmas.

    Sedangkan untuk bidan desa/kelurahan, baru tersedia 4.636 orang dari kebutuhan

    5.973 orang pada tahun 2007.

    Pemuda sebagai salah satu unsur sumber daya manusia dan tulang

    punggung bangsa serta penerus cita-cita bangsa, disiapkan dan dikembangkan

    kualitas kehidupannya, mulai dari tingkat pendidikan, kesejahteraan hidup dan

    tingkat kesehatannya. Jumlah penduduk usia 15 s.d. 44 tahun di Jawa Barat pada

    tahun 2007 adalah 19.716.573 jiwa atau 47,52% dari jumlah penduduk Provinsi.

    Organisasi kepemudaan merupakan salah satu elemen masyarakat yang potensial

    untuk menjadi generasi muda yang lebih berkualitas dan mandiri.

    Kualitas kehidupan beragama di Jawa Barat menunjukkan kesadaran

    masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.

    Kondisi tersebut menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif baik antara

    sesama pemeluk agama maupun antarumat beragama.

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan proporsi jumlah

    penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan

    kerja. Tinggi rendahnya TPT mengalami kepekaan terhadap dinamika pasar kerja

    dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingginya angka pengangguran akan

    memiliki implikasi terhadap keamanan dan stabilitas regional. Hasil Suseda 2006

    menggambarkan bahwa TPT Jawa Barat mencapai 10,95%, menurun dari tahun

    2005 yang sebesar 11,91%. Pada tahun 2006, TPT penduduk laki-laki sebesar

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    11/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 3

    8,79% dan TPT penduduk perempuan sebesar 15,88%. Hal ini mengindikasikan

    bahwa angkatan kerja yang begitu besar di Jawa Barat belum terserap secara

    optimal oleh sektor-sektor formal, sebagai akibat lapangan pekerjaan yang kurang

    dan tingkat kompetensi angkatan kerja yang rendah.

    Beban tingginya angka pengangguran yang ditanggung Provinsi Jawa Barat

    disebabkan antara lain tidak sebandingnya jumlah pertumbuhan angkatan kerja

    dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja yang menjadi pemicu timbulnya

    permasalahan sentral dalam ketenagakerjaan.

    Angkatan kerja pada tahun 2006 sebesar 17,34 juta meningkat

    dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 17,04 juta orang, sedangkan angka

    pencari kerja terjadi penurunan dari 2,029 juta pada tahun 2005 menjadi 1,89

    juta pada tahun 2006. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka

    penanggulangan pengangguran, antara lain melalui program pemberian kerja

    sementara di desa, pengiriman tenaga kerja keluar negeri serta pemberian

    pelatihan agar kualitas tenaga kerja semakin produktif.

    Struktur Ketenagakerjaan di Jawa Barat pada tahun 2006 masih didominasi

    oleh sektor pertanian sebesar 26,37%, selanjutnya di sektor perdagangan 25,60%,

    sektor industri 17,37%, sektor jasa 13,6%. Apabila dibandingkan dengan tahun

    2005, terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, namun di

    sisi lain terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan dan

    jasa.

    Pembinaan olahraga belum tertata secara sistematis antara olahraga

    pendidikan di lingkungan persekolahan, olahraga rekreasi di lingkungan

    masyarakat dan olahraga prestasi untuk kelompok elit atlet yang menjadi tulang

    punggung Jawa Barat dalam pentas kompetisi olahraga nasional sehingga terkesan

    bahwa pembinaan olahraga cenderung eksklusif dan tidak berfondasi pada angka

    partisipasi masyarakat untuk berolahraga secara luas. Dalam kondisi seperti ini,

    ruang publik dan fasilitas olahraga tidak bertambah bahkan cenderung menurun

    sehingga para pelajar dan masyarakat luas sebagian besar tidak terlayani secara

    baik untuk berolahraga. Di sisi lain juga sarana dan prasarana bagi pentas

    olahraga kompetisi tidak pernah berkembang sejak Jawa Barat menjadi tuan

    rumah PON V tahun 1961. Sedangkan pada tahun 2013 Provinsi Jawa Barat telah

    direncanakan sebagai salah satu daerah yang ditunjuk menjadi penyelenggara Sea

    Games.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    12/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 4

    Kebijakan yang memiliki keberpihakan terhadap peningkatan peran kaum

    perempuan di seluruh sektor dan aspek pembangunan telah dilakukan. Namun

    upaya pengarusutamaan gender ini masih perlu lebih diaktualisasikan di segala

    bidang. Pemberdayaan perempuan tercermin dari Indeks Pemberdayaan Jender

    dan Indeks Pembangunan Jender yang meliputi angka partisipasi perempuan

    dalam parlemen, perempuan dalam posisi manajer, staf teknis, dan tingkat

    partisipasi angkatan kerja. Pada tahun 2006, Indeks Pemberdayaan Jender Jawa

    Barat mencapai 54,4 dan Indeks Pembangunan Jender 60,8.

    Pembangunan kebudayaan di Jawa Barat ditujukan untuk melestarikan dan

    mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai

    budaya daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan budayaglobal. Pembangunan seni dan budaya di Jawa Barat sudah mengalami kemajuan

    yang ditandai dengan meningkatnya pemahanan terhadap nilai budaya dan

    penggunaan bahasa daerah Sunda, Cirebon, Dermayu dan Melayu Betawi sebagai

    bahasa ibu masyarakat Jawa Barat. Namun, disisi lain upaya peningkatan jati diri

    masyarakat Jawa Barat seperti solidaritas sosial, kekeluargaan, penghargaan

    terhadap nilai budaya dan bahasa masih perlu terus ditingkatkan. Budaya

    berperilaku positif seperti kerja keras, gotong royong, kebersamaan dankemandirian dirasakan makin memudar.

    2.1.2 EkonomiPertumbuhan ekonomi Jawa Barat pasca krisis tahun 1997 menunjukkan

    kecenderungan meningkat. Sampai dengan tahun 2006, pertumbuhan tersebut

    berasal dari sektor utama yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan

    Hotel dan Restoran, dan sektor Pertanian, dengan laju pertumbuhan masing-

    masing 8,51%, 7,09%, dan - 0,62%. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi

    tersebut belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai

    dengan masih tingginya jumlah pengangguran dan penduduk miskin. Pada tahun

    2007 jumlah pengangguran sebanyak 1.149.188 orang dari jumlah angkatan kerja

    sebanyak 18.340.008 orang. Sedangkan data rumah tangga miskin penerima

    Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada Tahun 2007 sebanyak 2.897.807 rumah

    tangga miskin.

    Sektor industri pengolahan merupakan komponen utama pembangunan

    daerah yang mampu memberikan kontribusi pada PDRB sebesar 45,24%, diikuti

    oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Pertanian masing-masing

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    13/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 5

    sebesar 19,40% dan 11,12%. Tingginya kontribusi sektor Industri Pengolahan

    terhadap PDRB karena didukung oleh banyaknya jumlah kawasan industri. Akan

    tetapi, daya saing industri di Jawa Barat masih rendah yang disebabkan oleh

    tingginya ketergantungan pada bahan baku impor, rendahnya kemampuan dalam

    pengembangan teknologi, rendahnya kemampuan dan keterampilan sumber daya

    industri.

    Pengembangan perdagangan di Jawa Barat difokuskan pada

    pengembangan sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar baik pasar

    dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pengembangan sistem distribusi

    diarahkan untuk memperlancar arus barang, memperkecil disparitas antar daerah,

    mengurangi fluktuasi harga dan menjamin ketersediaan barang kebutuhan yangcukup dan terjangkau oleh masyarakat. Adapun peningkatan akses pasar baik

    dalam negeri maupun luar negeri dilakukan melalui promosi produk Jawa Barat.

    Pertanian di Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki potensi yang besar

    dan variatif, dan didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk

    pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman, ternak, ikan, dan

    hutan). Kondisi tersebut mendukung Jawa Barat sebagai produsen terbesar untuk

    40 (empat puluh) komoditas agribisnis di Indonesia khususnya komoditas padi

    yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi padi nasional. Sektor

    pertanian juga memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi pada tahun

    2007 yaitu sebesar 4,67 juta orang (27,20%) dari jumlah 17,19 juta penduduk

    bekerja. Namun hubungan antar subsistem pertanian belum sepenuhnya

    menunjukkan keharmonisan baik pada skala lokal, regional, dan nasional.

    Paradigma sektoral yang belum terintegrasi pada sistem pertanian serta

    ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang

    masih dihadapi sektor pertanian.

    Potensi pembangunan kelautan dan perikanan terutama dalam

    pengembangan usaha perikanan tangkap, usaha budidaya laut , bioteknologi

    kelautan, serta berbagai macam jasa lingkungan kelautan perlu untuk

    dikembangkan. Kondisi dan potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang

    besar ini belum diikuti dengan perkembangan bisnis dan usaha perikanan dan

    kelautan yang baik. Terbukti dengan masih rendahnya tingkat investasi sarana dan

    prasarana pendukung bisnis kelautan dan perikanan, serta belum optimalnya

    pemanfaatan produksi sumber daya kelautan dan perikanan yang masih jauh dari

    potensi khususnya di wilayah Pantai Selatan Jawa Barat pada tahun 2005 baru

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    14/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 6

    tereksploitasi sebesar 68,7% dari total areal tangkap, serta lemahnya kondisi

    pembudidayaan pesisir yang baru dimanfaatkan sebesar 51.791 Ha dari luas

    potensi sebesar 126.791 Ha.

    Provinsi Jawa Barat memiliki potensi pariwisata yang sangat beragam baikdari sisi produk wisata maupun pasar wisatawan, dengan alam dan budaya yang

    dimiliki sebagai modal dasar pengembangan daya tarik wisata. Peringkat sektor

    pariwisata secara nasional dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan berada pada

    posisi 3 setelah DKI Jakarta dan Bali. Kendala yang masih dihadapi adalah belum

    tertatanya objek dan daerah tujuan wisata dan masih rendahnya kualitas

    infrastruktur pendukungnya.

    Iklim investasi di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang

    terus membaik. Posisi Jawa Barat yang strategis menempatkan Jawa Barat

    menjadi tujuan utama untuk investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA)

    maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pada tahun 2007 tercatat PMA

    sebesar $US 980 juta dengan jumlah proyek 237 buah, sedangkan PMDN sebesar

    Rp 11,1 trilyun dengan jumlah proyek 33 buah. Namun demikian, realisasi

    investasi masih terpusat di Wilayah Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta

    dan Bandung. Hal ini disebabkan ketersediaan infrastruktur pendukung yang

    belum merata pada daerah lainnya. Di lain pihak pertumbuhan investasi tersebut,

    belum memanfaatkan secara optimal potensi ekonomi lokal karena lebih

    berorientasi pada bahan baku impor.

    Peranan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) dalam

    peningkatan pertumbuhan ekonomi masih perlu dikembangkan dalam

    perekonomian daerah. Permasalahan akses permodalan, sumberdaya manusia,

    dan pemasaran masin menjadi kendala. Tingginya kredit konsumsi dibandingkan

    dengan kredit investasi juga menghambat kontribusi KUMKM terhadap

    pertumbuhan ekonomi sehingga kurang menopang aktivitas sektor riil.

    Jawa Barat sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk yang besar tentunya

    akan berimplikasi terhadap besarnya kebutuhan energi. Laju konsumsi energi terus

    bertambah baik disektor domestik, industri, transportasi dan komersil. Disisi lain

    ketergantungan sektor-sektor pengguna BBM masih sangat tinggi, terutama

    disektor transportasi yang masih menggunakan BBM 100%. Disektor rumah

    tangga sekitar 68,03% masih menggunakan minyak tanah, 23,93% menggunakan

    kayu bakar dan baru sekitar 8,04% menggunakan gas.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    15/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 7

    Dengan komposisi penggunaan energi di atas, menunjukan bahwa

    ketergantungan terhadap energi konvensional masih besar. Sementara itu,

    pemerintah pada tahun 2007 telah mengeluarkan kebijakan untuk mengganti

    penggunaan minyak tanah ke gas bagi kebutuhan rumah tangga. Kebijakan

    konversi gas masih difokuskan pada daerah perkotaan sehingga untuk daerah

    perdesaan akan semakin berat. Minyak tanah yang masih dimanfaatkan sebagain

    besar penduduk perdesaan akan semakin berkurang pasokannya namun upaya

    untuk mengganti sumber energi perdesaan masih sangat kurang. Hal ini

    menunjukan bahwa konversi minyak tanah ke energi lain termasuk gas akan

    menjadi tantangan dan membutuhkan peran dari semua elemen masyarakat.

    Secara umum pembangunan infrastruktur energi masih terbatas dan belummerata serta rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap energi. Hal ini

    dikarenakan tingginya harga BBM yang berimplikasi terhadap pasokan energi listrik

    Jawa Barat, karena sebagian besar sumber pembangkit yang ada masih

    menggunakan BBM. Sistem kelistrikan Jawa Barat merupakan bagian dari sistem

    kelistrikan nasional Jawa-Madura-Bali (Jamali). Jawa Barat mengkonsumsi energi

    listrik sekitar 28% dari sistem Jamali. Beban puncak listrik Jawa Barat pada tahun

    2007 sebesar 4.355 MW sedangkan daya mampu pembangkit sebesar 4.337,05MW yang berarti masih mempunyai surplus kapasitas pembangkit. Cakupan desa

    yang sudah mendapat tenaga listrik mencapai 99,59%. Namun demikian angka

    rasio elektrifikasi rumah tangga baru mencapai 61,05%.

    Peran Jawa Barat terhadap energi nasional sangat besar, hal ini ditunjukan

    dengan keberadaan pembangkit listrik tenaga air seperti Jatiluhur, Saguling dan

    Cirata dimana Jawa Barat memberikan kontribusi sekitar 46,21% dari pembangkit

    tenaga air (PLTA). Sumber pembangkit lainnya adalah dari energi Panas Bumi

    dimana Jawa Barat memberikan kontribusi sekitar 92,81% terhadap energi listrik

    nasional. Pemerintah Pusat berencana menambah pasokan energi dengan

    membangun pembangkit PLTU batubara yang berkapasitas sekitar 1800 MW. Hal

    ini tentunya akan meningkatkan peran penting Jawa Barat terhadap penyediaan

    energi Nasional.

    2.1.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

    Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan IPTEK, yang ditandai

    dengan jumlah perguruan tinggi (PT) yang cukup banyak. Pada tahun 2005

    terdapat 358 PT, dengan perincian Perguruan Tinggi Negeri terdiri dari 5 PT,

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    16/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 8

    sedangkan Perguruan Tinggi Swasta 353 PT yang tersebar di kabupaten dan kota

    se Jawa Barat.

    Walaupun demikian, kemampuan dalam penguasaan dan pemanfaatan

    IPTEK masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing, hal ini ditunjukkanantara lain olehpublikasi dan kajian ilmiah yang dihasilkan oleh lembaga penelitian

    baik milik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta yang banyak berlokasi di

    Jawa Barat belum dapat diimplementasikan dengan maksimal. Hal ini disebabkan

    oleh sumber daya IPTEK masih terbatas, mekanisme intermediasi yang

    menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEK dengan kebutuhan

    pengguna belum efektif, sinergi kebijakan yang lemah menyebabkan kegiatan

    IPTEK belum sanggup memberikan hasil yang signifikan, dan budaya pemanfaatanIPTEK belum berkembang serta belum terkaitnya hasil kajian dengan kebutuhan

    riil masyarakat.

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), menuntut

    berbagai respon dan tindakan yang harus dirumuskan secara cermat dan tepat,

    mengingat kemampuan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan kemampuan

    keuangan daerah yang relatif terbatas. Ke depan pemerintah dan pemerintah

    daerah perlu lebih proaktif terhadap perubahan dan lebih mendayagunakan IPTEK

    dalam pelaksanaan pembangunan.

    Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam penguasaan IPTEK

    merupakan upaya pemerintah daerah dalam mencerdaskan masyarakat, sehingga

    pembangunan akan berjalan dengan baik yang didukung oleh sumberdaya

    manusia yang berkualitas, menguasai IPTEK, yang dapat ditempuh dengan

    menekan biaya seminim mungkin dan memanfaatkan sumber daya alam yang

    tersedia.

    Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu terus bekerjasama dengan perguruan

    tinggi dan lembaga ristek untuk berperan dalam membangun Jawa Barat, agar

    pembangunan di Jawa Barat ke depan akan terus memperhatikan perkembangan

    pengetahuan, kajian, data, penelitian dan fakta. Dengan dilibatkannya perguruan

    tinggi dan lembaga ristek diharapkan akan memberikan sumbangsih pemikiran,

    ide, penelitian, dan teknologi yang efektif dalam menganalisis suatu pemasalahan

    sekaligus memecahkannya. Karena itu diharapkan perguruan tinggi dan lembaga

    ristek dapat mempersiapkan berbagai pengembangan IPTEK untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat, sebagaimana dibutuhkan oleh masyarakat.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    17/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 9

    2.1.4 Infrastruktur Wilayah

    Sarana dan prasarana wilayah yang meliputi infrastruktur transportasi,

    sumber daya air dan irigasi, telekomunikasi, listrik dan energi serta sarana dan

    prasarana dasar permukiman memiliki peran yang penting bagi peningkatanperekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Namun demikian secara umum

    kualitas dan cakupan pelayanan sarana dan prasarana wilayah masih rendah dan

    belum merata.

    Pada aspek transportasi yang terdiri dari transportasi darat, udara dan laut,

    rendahnya kualitas dan cakupan pelayanan antara lain dicirikan dengan

    rendahnya nilai indeks aksesibilitas dan mobilitas rata-rata jaringan jalan

    dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk jaringan jalan

    provinsi; belum optimalnya kemantapan jalan provinsi terutama di jalur jalan

    vertikal yang menghubungkan wilayah tengah dan selatan Jawa Barat; masih

    kurangnya pembangunan jalan tol; rendahnya kapasitas ruas jalan di perkotaan

    dengan nilai Volume Capacity Ratio(VCR) rata-rata mendekati nilai 0,8 pada tahun

    2006; kurangnya penyediaan angkutan massal dan jaringan jalan rel; belum

    optimalnya kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat

    pertukaran moda; belum optimalnya pelayanan Bandar Udara Husein Sastranegara

    dan bandara lainnya dalam melayani penerbangan komersial dari dan ke Jawa

    Barat; serta masih terbatasnya fungsi Pelabuhan Cirebon sebagai pelabuhan

    niaga.

    Keberadaan infrastruktur sumber daya air dan irigasi juga masih belum

    memadai, yang dicirikan dengan masih tingginya fluktuasi ketersediaan air

    permukaan yang menimbulkan banjir dan kekeringan; masih terbatasnya

    penyediaan air baku untuk berbagai kebutuhan, serta belum optimalnya intensitas

    tanam padi akibat rendahnya layanan jaringan dan penyediaan air irigasi.

    Adapun cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa

    menjangkau setiap pelosok wilayah, dicirikan dengan adanya beberapa wilayah

    yang belum terlayani.Khusus untuk layanan jasa telepon kabel, beberapa daerah

    perkotaan pada tahun 2005 angka teledensitasnya sudah tinggi (>10), sedangkan

    untuk beberapa daerah perkotaan dan kabupaten kondisi teledensitasnya masih

    rendah.

    Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman seperti,

    perumahan dan cakupan layanan air bersih masih sangat rendah dicirikan dengan

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    18/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 10

    masih banyaknya rumah tangga yang belum bisa memiliki rumah layak huni.

    Keberadaan prasarana persampahan juga masih belum optimal baik yang

    layanannya bersifat lokal maupun regional.

    2.1.5 Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

    Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran penting dalam

    keberlanjutan pembangunan Jawa Barat. Namun demikian, peran penting ini

    belum dioptimalkan hingga saat ini. Fenomena yang terjadi justru menunjukkan

    bahwa kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup Jawa Barat berada pada

    tingkat cukup mengkhawatirkan. Dampak negatif dari fenomena ini diantaranya

    adalah semakin berkembangnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan danmunculnya konflik sosial antara pencemar dan yang tercemar, serta konflik

    pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan di hulu dan hilir.

    Faktor-faktor dominan yang menyebabkan penurunan daya dukung

    lingkungan dalam kurun waktu sepuluh tahun ini antara lain, masih tingginya

    tingkat alih fungsi lahan berfungsi lindung menjadi budidaya, kerusakan dan

    berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang, pencemaran udara

    perkotaan, pengrusakan dan kebakaran hutan, pencemaran dan sedimentasisungai serta waduk, penambangan yang merusak lingkungan, dan pengambilan

    sumber daya air yang kurang terkendali, di samping meningkatnya frekuensi

    kejadian bencana alam dan pengaruh dari pemanasan global. Hal tersebut

    diperparah dengan perilaku dan budaya yang belum ramah lingkungan, baik dari

    sisi perilaku membangun maupun perilaku individu masyarakatnya. Upaya

    pengelolaan lingkungan saat ini masih belum mampu menahan laju kerusakan dan

    pencemaran yang terjadi.Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 41.483.729 jiwa.

    Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat mencapai 1,83% yang dipicu oleh

    tingginya angka kelahiran dan migrasi masuk Jawa Barat. Pembangunan kualitas

    hidup manusia Jawa Barat menjadi prioritas pembangunan daerah. Perkembangan

    kualitas sumber daya manusia (SDM) Jawa Barat menunjukkan perkembangan

    yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan pencapaian

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,69 poin pada tahun 2007.Pencapaian tersebut merupakan komposit dari Angka Melek Huruf (AMH) sebesar

    95,32 %, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) sebesar 7,50 tahun, Angka Harapan Hidup

    waktu lahir (AHH e0) sebesar 67,58 tahun, serta paritas daya beli (purchasing

    power parity) sebesar Rp 623.840,00.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    19/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 11

    2.1.6Politik

    Sejak 1998, gerakan reformasi telah mendorong demokratisasi baik pada

    tingkat nasional maupun lokal. Pada tahun 1999, ditetapkan Undang-Undang

    Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang memberi kebebasan kepadamasyarakat untuk membentuk partai politik, baik yang muncul secara sendiri,

    maupun karena pemisahan dari partai dominan yang diakui selama Orde Baru,

    kebebasan berorganisasi yang makin luas dengan membentuk berbagai organisasi

    kemasyarakatan, kebebasan pers, dan desentralisasi kekuasaan dari Pusat ke

    daerah yang ditandai dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999

    tentang Pemerintahan Daerah. Di samping itu paket perundang-undangan lainnya

    yang menandai demokratisasi berlangsung di Indonesia antara lain adalahmengenai penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan pada 1999, Susunan dan

    kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang

    Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999

    tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk

    Diskriminasi Rasial, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

    Manusia; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara

    Yang Bersih dan Bebas dari KKN dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Upaya mendorong demokratisasi dilakukan pula dengan mengubah

    pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang dilakukan pada 2004,

    sedangkan berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dipilih secara langsung. Dengan demikian

    secara kelembagaan dan prosedur, Indonesia telah memasuki tahap demokrasi

    yang sangat kuat. Di Jawa Barat pemilihan kepala daerah secara langsung telah

    berjalan dengan baik dengan ditandai oleh kesiapan elite dan masyarakat untuk

    menerima kekalahan atau kemenangan pihak lain. Hal tersebut menandakan

    bahwa masyarakat telah siap dan percaya dengan aturan main dalam

    berdemokrasi.

    Demokrasi juga telah mendorong masyarakat untuk lebih berani

    mengemukakan aspirasinya. Salah satunya adalah keinginan untuk membentuk

    daerah otonom baik pada level kabupaten/kota maupun level provinsi. Di Jawa

    Barat sejak tahun 1999 telah terbentuk 1 provinsi, yaitu Provinsi Banten yang

    sebelumnya merupakan wilayah Keresidenan Banten, selanjutnya Kota

    Tasikmalaya dan Kota Cimahi pada tahun 2001, serta Kota Banjar pada tahun

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    20/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 12

    2003 dan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007. Aspirasi pembentukan

    daerah otonom kabupaten/kota di Jawa Barat berkembang sejalan dengan

    tuntutan untuk ikut serta dalam berpemerintahan dan peningkatan pelayanan

    publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    2.1.7 Hukum dan HAM

    Pembangunan Bidang Hukum di daerah diarahkan untuk mewujudkan

    harmonisasi produk hukum yang dapat mendukung pelaksanaan otonomi daerah,

    penegakkan hukum dan hak asasi manusia. Namun proses demokratisasi

    mendorong penggantian berbagai aturan perundang-undangan di tingkat nasional

    yang pada akhirnya berdampak terhadap daerah. Berbagai perundang-undangan

    yang ditetapkan pemerintah pusat pada implementasinya mengalami berbagai

    kendala karena belum didukung oleh sistem hukum yang mapan, aparatur hukum

    yang bersih serta prasarana dan sarana yang memadai. Kondisi tersebut lebih

    lanjut menyebabkan penegakkan hukum yang lemah dan perlindungan hukum dan

    hak asasi manusia (HAM) belum dapat diwujudkan. Peraturan perundang-

    undangan yang baru, selain banyak yang saling bertentangan juga tidak segera

    ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya. Hal tersebut mengakibatkan

    daerah mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti dengan peraturan daerah dan

    dalam implementasinya. Sampai dengan 2006 masih banyak peraturan daerah

    yang belum dapat disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru.

    Kondisi tersebut menghambat penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yang

    dapat berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat.

    Dalam penegakkan HAM telah disusun Rencana Aksi Nasional Hak Asasi

    Manusia (RAN-HAM) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan

    pembangunan. Rencana aksi tersebut menjadi acuan semua pihak di daerah dalam

    implementasi peraturan perundang-undangan mengenai HAM, terutama lembaga

    pemerintah yang memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan

    memenuhi hak asasi warga negara.

    2.1.8 Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat

    Pembangunan Bidang Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat dilakukan

    untuk mewujudkan kondisi sosial yang tertib dan dapat mendukung pelaksanaan

    pembangunan lainnya. Kondisi ketentraman dan ketertiban masyarakat sangat

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    21/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 13

    berkaitan erat dengan aspek sosial, politik, dan hukum. Kondisi sosial Jawa Barat

    sampai dengan akhir tahun 2007 berlangsung dinamis. Berbagai organisasi

    kemasyarakatan dan lembaga keswadayaan masyarakat berkembang dan

    berperan dalam berbagai bidang, baik budaya, keagamaan, pendidikan, kesehatan,

    dan aktivitas sosial lainnya. Meskipun masih terdapat pertentangan dalam

    kehidupan bermasyarakat, kondisi sosial tersebut berkaitan dengan kondisi politik

    dan kondisi hukum. Kehidupan politik yang diarahkan untuk mewujudkan

    demokrasi masih dimaknai sebagai kebebasan semata oleh sebagian masyarakat

    yang seringkali dapat mengganggu kelompok masyarakat lainnya yang

    mempengaruhi kondisi ketentraman dan ketertiban umum. Dalam aspek hukum,

    penegakkan hukum yang lemah dan tidak konsisten mempengaruhi pula kondisi

    ketentraman dan ketertiban masyarakat.

    Tingkat kriminalitas dan pelanggaran hukum lainnya masih cukup tinggi. Hal

    ini disebabkan karena Jawa Barat merupakan daerah penyangga ibu kota negara

    dan lintasan Jawa Sumatera. Jumlah penduduk yang besar dan heterogen,

    terdapatnya obyek vital nasional, daerah kunjungan wisata, daerah pendidikan dan

    industri serta banyaknya permasalahan kepemilikan lahan. Di samping itu protes

    ketidakpuasan terhadap suatu masalah yang mengarah pada perusakan fasilitasumum seringkali terjadi. Namun secara keseluruhan sikap masyarakat untuk

    mendukung terciptanya tertib sosial melalui upaya mewujudkan ketentraman dan

    ketertiban cukup baik.

    2.1.9 Aparatur

    Reformasi sistem politik yang diarahkan pada demokratisasi telah

    mendorong reformasi birokrasi melalui penataan struktur, sistem dan kultur. Upaya

    penataan struktur masih berlangsung setelah penetapan Undang-Undang Nomor

    32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Daerah. Pembenahan dan penataan struktur organisasi

    pemerintahan di daerah masih mencari bentuk antara kebutuhan daerah dengan

    tuntutan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    meskipun daerah diberi otonomi yang luas, tetapi dalam menetapkan struktur

    organisasi masih bergantung kepada Pusat.

    Penataan sistem untuk lebih memudahkan penyelenggaraan administrasi

    pemerintahan mengalami kendala, karena dipengaruhi oleh peraturan perundang-

    undangan yang tidak sinkron atau belum ada peraturan pelaksanaannya.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    22/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 14

    Penetapan standar pelayanan minimal untuk beberapa bidang sudah dapat

    diimpelementasikan meskipun pengawasan terhadap pelaksanaannya belum dapat

    dilakukan. Untuk standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap alur kegiatan

    administrasi pemerintahan belum dapat diimplementasikan.

    Reformasi birokrasi menginginkan perubahan kultur birokrasi yang

    mengarah pada profesionalisme, beretika, impersonal, dan taat aturan. Transisi

    dalam reformasi birokrasi masih mengalami kendala dalam mewujudkan birokrasi

    yang ideal. Kultur tradisional dan primordial masih mewarnai birokrasi Pemerintah

    Provinsi Jawa Barat walaupun dari sisi sarana dan prasarana telah cukup modern,

    namun dukungan teknologi komunikasi belum dimanfaatkan secara optimal. Hal

    lainnya adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan aparatur.

    Jumlah aparatur yang secara kuantitas mencukupi, tetapi aspek kualitasnya

    masih rendah dalam arti dari sisi kedisiplinan, profesionalisme dan etika. Hal

    tersebut mempengaruhi kinerja aparatur secara umum dan terutama dalam

    memberikan pelayanan kepada masyarakat.

    Kondisi sarana dan prasarana aparatur sudah cukup baik dengan gedung

    kantor yang layak dan seluruh organisasi perangkat daerah telah memiliki gedung

    tersendiri. Namun sarana dan prasarana yang secara langsung memberikan

    pelayanan kepada masyarakat masih perlu ditingkatkan karena belum sesuai

    dengan standar pelayanan minimal, seperti unit pengelola teknis daerah dalam

    pemungutan pajak daerah, dan unit perijinan.

    2.1.10 Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah

    Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Baratmengamanatkan proporsi kawasan lindung sebesar 45% dan kawasan budidaya

    55%. Namun pengendalian pemanfaatan ruang menjadi kendala dalam

    mewujudkan proporsi tersebut. Belum tertata dan terkendalinya pertumbuhan

    lahan terbangun yang cenderung acak dan menyebar, serta degradasi lingkungan

    di wilayah Jabar Selatan merupakan ancaman terhadap daya dukung lingkungan.

    Selain itu, terjadinya pergeseran tutupan lahan hutan dan sawah menjadi

    permukiman dan industri merupakan permasalahan dalam upaya pengendaliantata ruang.

    Pengembangan wilayah dalam struktur tata ruang Jawa Barat sampai saat

    ini masih timpang. Dalam konteks wilayah utara-tengah-selatan Jawa Barat, terjadi

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    23/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 15

    pemusatan pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat di wilayah utara dan

    tengah, sementara wilayah perdesaan di selatan Jawa Barat yang seharusnya

    dikembangkan menjadi wilayah pendukung dari aspek lingkungan dan pertanian

    agro kurang mendapat sentuhan pemerataan pembangunan. Sementara itu di

    wilayah perbatasan masih terjadi ketidaksetaraan dalam penyediaan sarana dan

    prasarana dasar permukiman maupun prasarana jalan.

    2.2 Tantangan

    2.2.1.Sosial Budaya dan Kehidupan BeragamaDalam dua puluh tahun mendatang, Jawa Barat menghadapi tekanan

    jumlah penduduk yang semakin tinggi. Pada tahun 2025 jumlah penduduk Jawa

    Barat diperkirakan sekira 52,7 juta jiwa. Pengendalian jumlah penduduk dan laju

    pertumbuhannya perlu diperhatikan untuk terwujudnya penduduk yang tumbuh

    dengan seimbang guna peningkatan kualitas, daya saing dan kesejahteraannya.

    Selain itu persebaran dan mobilitas penduduk perlu mendapatkan perhatian

    sehingga ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk antara kabupaten dan

    kota serta antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat dikurangi.

    Memperhatikan kecenderungan pencapaian IPM dan komponen-

    komponennya, tantangan peningkatan IPM pada masa datang akan lebih terfokus

    pada peningkatan Indeks Daya Beli. Namun demikian, pelayanan pendidikan dan

    kesehatan bagi masyarakat harus senantiasa ditingkatkan untuk menjamin

    peningkatan Indeks Pendidikan dan Indeks Kesehatan.

    Berkaitan dengan semakin pesatnya perkembangan metodologi dan

    teknologi dalam bidang pendidikan, perlu dilakukan antisipasi melalui

    pengembangan inovasi dan sistem tata kelola pendidikan, pemberdayaan profesi

    guru dengan meningkatkan kompetensinya, penyempurnaan pembangunan sarana

    dan prasarana yang lebih tanggap teknologi, pengembangan kurikulum berbasis

    kompetensi yang dilandasi oleh nilai-nilai kecerdasan dan kearifan budaya lokal,

    peningkatan kualitas lulusan untuk mengantisipasi tingkat persaingan melanjutkan

    ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan semakin kompetitifnya ketersediaan

    lapangan pekerjaan. Dalam hal pengembangan sain dan teknologi, peningkatan

    kemampuan masyarakat perdesaan dalam pemanfaatan teknologi tepat guna

    (TTG) juga perlu mendapatkan penanganan yang optimal.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    24/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 16

    Tingginya kesenjangan status kesehatan dan rendahnya akses terhadap

    pelayanan kesehatan antarwilayah, belum optimalnya penggunaan teknologi di

    bidang kesehatan merupakan kondisi yang menjadi tantangan bagi para pemangku

    kepentingan untuk mengatasinya. Memperhatikan hal tersebut, pembangunan

    kesehatan lebih didorong pada tercapainya kondisi yang memungkinkan

    terciptanya perilaku sehat dan lingkungan yang sehat baik fisik maupun sosial

    yang mendukung produktivitas masyarakat. Selain itu, perlu juga didorong

    kepada berlangsungnya paradigma hidup sehat yang terintegrasi pada pencapaian

    kualitas hidup penduduk yang sehat dan berumur panjang.

    Terkait dengan pembangunan yang diwujudkan bersama dengan

    masyarakat, pembangunan sektor agama mesti didorong untuk menciptakankondisi terbaik bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat yang harmonis.

    Semakin derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang masuk melalui

    berbagai media, pembangunan sarana dan prasarana keagamaan, pengkajian dan

    aplikasi ajaran agama, pengembangan seluruh potensi umat dalam menciptakan

    kondisi kehidupan beragama secara fungsional dan proporsional, pengelolaan

    sumber dana keumatan berdasarkan ajaran agama perlu dikelola sesuai dengan

    prinsip-prinsip tata kelola yang baik, dan pemberdayaan potensi ekonomi umat,sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keagamaan yang dianut merupakan tantangan

    yang dihadapi dalam pembangunan di bidang keagamaan.

    Prediksi jumlah angkatan kerja pada akhir tahun 2025 diperkirakan

    mencapai 21,5 juta jiwa dengan jumlah penduduk bekerja sebanyak 19 juta jiwa

    dan pencari kerja sebanyak 2,5 juta jiwa. Meningkatnya jumlah angkatan kerja

    yang merupakan kelompok usia produktif perlu disikapi dengan berbagai upaya

    untuk membuka kesempatan kerja yang lebih besar, meningkatkan produktivitas

    dan keterampilan tenaga kerja, mengurangi permasalahan perburuhan dalam

    rangka mengendalikan jumlah pengangguran yang diprediksi akan semakin besar

    di masa mendatang.

    Berdasarkan gambaran kondisi kepemudaan di Jawa Barat, pemuda Jawa

    Barat memilki potensi dan peluang yang cukup besar, sekaligus kelemahan dan

    tantangan yang tidak ringan. Potensi dalam hal ini adalah jumlah yang cukup

    besar, pola pikir dan semangat yang tinggi. Sementara peluang yang dimiliki oleh

    pemuda Jawa Barat adalah ruang gerak atau ekspresi idealisme yang terbuka, baik

    dalam konteks sistem nilai, sistem pendidikan, sistem ekonomi maupun sistem

    politik. Kelemahannya adalah kondisi perkembangan psikologis pemuda yang

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    25/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 17

    belum stabil, masih pada tahap pencarian identitas diri dan lemahnya sandaran

    nilai serta norma. Tantangan yang muncul di kalangan pemuda adalah masa

    depan yang penuh kompetisi baik keterampilan, idealisme maupun nilai budaya.

    Seiring dengan kondisi aktual pembangunan keolahragaan saat ini, dirasaperlu mengembangkan institusi birokrasi pemerintahan di bidang keolahragaan

    guna memperhatikan sinergitas sistem pembinaan olahraga baik menyangkut

    olahraga pendidikan, olahraga rekreasi maupun olahraga prestasi. Di samping itu

    pengembangan ruang publik dan fasilitas olahraga agar bisa bertambah sehingga

    para pelajar dan masyarakat luas dapat terlayani secara baik untuk berolahraga.

    Demikian pula pengembangan sarana dan prasarana keolahragaan demi

    kepentingan sentralisasi pembinaan maupun pentas olahraga nasional daninternasional secara terpadu perlu segera diwujudkan agar Jawa Barat dapat

    mengambil posisi menjadi kekuatan inti olahraga nasional. Oleh karena itu,

    pengembangan olahraga ke depan mesti ditangani secara sungguh-sungguh untuk

    mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat yang berbudaya seiring dengan

    lahirnya Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan.

    Stigma bahwa perempuan makhuk lemah, porsi perempuan di rumah,

    perempuan merupakan obyek kaum laki-laki dan diskriminasi perlakuan di dunia

    usaha maupun politik merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam upaya

    pemberdayaan perempuan. Karena itu, kesetaraan jender menjadi perhatian dalam

    penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan melalui

    peningkatan pemahaman mengenai kesetaraan jender, peningkatan kualitas hidup

    dan peran perempuan, serta penguatan kelembagaan, kelompok masyarakat

    (khususnya perempuan) dan jaringan kemitraan pengarusutamaan jender.

    Imbas perubahan global dan pertentangan antara Nilai-nilai tradisional,

    peninggalan sejarah, kepurbakalaan dan permuseuman dengan arus perubahan

    teknologi informasi dan era komputerisasi, serta lemahnya kemampuan

    masyarakat dalam menghadapi keragaman budaya diantaranya orientasi

    kelompok, agama, etnis, dan krisis jati diri karena dapat menimbulkan konflik

    sosial dan disintegrasi; menjadi tantangan bagi terwujudnya kondisi yang

    diinginkan. Untuk itu upaya perlindungan dan pelestarian terhadap keempat aspek

    kebudayaaan tersebut, penerapan muatan pendidikan nilai-nilai budaya daerah

    terhadap anak usia dini dan usia pendidikan dasar, serta revitalisasi terhadap

    lembaga/organisasi kesenian dan kebudayaan pelestarian cagar dan desa budaya,

    dan pengembangan nilai-nilai yang ada di dalamnya merupakan strategi yang

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    26/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 18

    optimal dalam pembangunan budaya daerah.

    Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan bidang sosial adalah beban

    permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin beragam dan meningkat akibat

    terjadinya berbagai krisis sosial. Upaya yang harus dilakukan diantaranyapengembangan peran lembaga swadaya masyarakat, pengelolaan yang profesional

    dan komprehensif panti rehabilitasi sosial. Selain itu, penanggulangan Penyandang

    Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi Potensi Sumber Kesejahteraan

    Sosial (PSKS) perlu diupayakan terus menerus melalui penggalian dan

    pendayagunaan potensi yang dimiliki, peningkatan sarana dan prasarana,

    peningkatan mutu sekolah serta pelatihan/ optimalisasi bagi organisasi/lembaga

    sosial serta partisipasi masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakatsehingga tercipta kondisi sosial kemasyarakatan yang sesuai dengan norma-norma

    agama dan budaya.

    2.2.2 EkonomiPembangunan ekonomi Jawa Barat dua puluh tahun mendatang dihadapkan

    pada tantangan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara

    berkelanjutan dan berkualitas untuk mewujudkan secara nyata peningkatan

    kesejahteraan sekaligus mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi serta

    pengangguran. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jawa Barat tahun 20052025

    diperkirakan akan berada pada kisaran 6% sampai 8% per tahun. Struktur

    ekonomi Jawa Barat ke depan akan didominasi oleh empat sektor utama yaitu

    sektor pertanian, industri, perdagangan, dan pariwisata. Seiring dengan era

    perdagangan bebas yang akan terus mewarnai perkembangan ekonomi dunia di

    masa mendatang, peningkatan daya saing ekonomi daerah menjadi faktor penentu

    bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi daerah. Penguatan Koperasi, Usaha

    Mikro, Kecil dan Menengah akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi

    daerah, yang didukung oleh reorientasi ekonomi kepada basis penelitian dan

    teknologi serta pasar.

    Tantangan peningkatan investasi di daerah ke depan tidak lepas dari

    stabilitas keamanan dan ketertiban yang diiringi oleh kepastian hukum,

    ketersediaan infrastruktur wilayah, ketersediaan dan kepastian lahan, perburuhan

    dan masalah lainnya termasuk proses perizinan pembangunan. Pemecahan

    masalah tersebut sangat menentukan keberhasilan untuk menarik investor agar

    dapat menanamkan modalnya di Jawa Barat. Upaya promosi investasi juga

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    27/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 19

    menjadi faktor penentu untuk menarik investasi baru.

    Upaya untuk mendukung pencapaian pertumbuhan sektor industri jangka

    panjang, diarahkan pada penguatan struktur industri dan peningkatan daya saing

    industri yang berkelanjutan. Pembangunan industri yang berkelanjutan didasarkanpada industri yang berbasis pada sumber daya alam lokal dan penguasaan

    teknologi dengan didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Dengan

    demikian diharapkan sektor industri dapat menjadi penggerak utama

    perekonomian daerah yang memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat

    serta memiliki daya saing yang berkelanjutan dan tangguh di pasar domestik dan

    internasional.

    Adapun tantangan ke depan untuk pengembangan perdagangan di Jawa

    Barat adalah di fokuskan peningkatan akses pasar ekspor diiringi dengan

    peningkatan kualitas dan desain produk, serta memperluas kawasan dan tujuan

    ekspor. Selain itu, untuk penguatan perdagangan dalam negeri di tujukan

    peningkatan sarana distribusi barang, penguatan pasar domestik, menggalakkan

    pemberdayaan produk dalam negeri dan peningkatan perlindungan konsumen.

    Tantangan utama dalam pengembangan pertanian di Provinsi Jawa Barat

    adanya konversi lahan usaha tani ke nonpertanian menyebabkan terjadi

    konsentrasi kapital di nonpertanian yang semakin menekan posisi tawar sektor

    pertanian, rendahnya sumberdaya manusia di sektor pertanian akibat

    berkurangnya minat dan ketersediaan sekolah kejuruan serta pendidikan dan

    latihan (diklat) di bidang pertanian, rendahnya skala usaha tani, dan rendahnya

    penghargaan terhadap petani serta lemahnya akses petani terhadap teknologi

    baru, permodalan, informasi, dan pasar. Pada sisi lain pengembangan sarana dan

    prasarana yang ada relatif belum dapat memperbaiki kinerja pertanian,

    peningkatan kesempatan kerja maupun pengurangan kemiskinan. Untuk itu perlu

    dilakukan upaya meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antarsubsistem dalam

    sistem pertanian, serta menumbuhkembangkan kepedulian pemerintah terhadap

    pendidikan dan budaya pertanian. Tingkat kebutuhan konsumsi pangan di masa

    yang akan datang untuk beberapa komoditi relatif akan meningkat secara

    perlahan. Peningkatan ini berhubungan erat dengan tingkat pertumbuhan

    penduduk serta proyeksi tingkat konsumsi per kapita per tahun.

    Bisnis kelautan di masa mendatang akan dihadapkan pada pengembangan

    usaha perikanan tangkap, usaha budidaya laut, bioteknologi kelautan, serta

    berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang berkelanjutan dan melibatkan

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    28/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 20

    masyarakat sehingga mampu mentransformasikan keunggulan komparatif sektor

    kelautan dan perikanan menjadi keunggulan bersaing.

    Tantangan pengembangan pariwisata dua puluh tahun mendatang adalah

    mewujudkan Jawa Barat sebagai daerah kunjungan wisata utama. Potensi wisataJawa Barat cukup banyak dengan objek dan atraksi wisata yang variatif dan

    menarik. Proyeksi jumlah kunjungan wisatawan ke Jawa Barat sebesar 16,4% per

    tahunnya. Guna mendukung pertumbuhan wisatawan ke Jawa Barat, maka

    pengembangan pariwisata difokuskan pada pengembangan daya tarik wisata yang

    berakar pada alam dan budaya Jawa Barat sehingga dapat mencerminkan jati diri

    masyarakat Jawa Barat, yang didukung oleh kompetensi sumber daya manusia,

    pengelola daya tarik wisata dan fasilitas penunjang wisata.

    Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan

    individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Kebutuhan

    akan sandang, pangan, papan serta pendidikan dan kesehatan merupakan

    tantangan yang harus mendapatkan perhatian dalam rangka penanggulangan

    kemiskinan. Oleh sebab itu, upaya penanggulangan kemiskinan merupakan

    prioritas utama dalam pembangunan jangka panjang sehingga diharapkan pada

    tahun 2025 jumlah penduduk miskin terus berkurang.

    Dalam bidang energi, tantangan dalam dua puluh tahun kedepan adalah

    terpenuhinya pasokan energi yang handal dan efisien, terciptanya pengelolaan

    energi yang berkelanjutan serta terwujudnya kemampuan masyarakat dalam

    pengebangunan energi menuju desa mandiri energi yang berkelanjutan.

    Pencapaian tersebut dapat dilakukan melalui upaya-upaya intensifikasi,

    divertifikasi energi, dan konservasi energi . Dalam upaya intensifikasi energi, maka

    eklporasi dan eksploitasi sumber-sumber energi baru perlu terus dilakukan. Upaya

    diversifikasi energi dilakukan dengan mengembangkan berbagai energi alternatif

    baik energi baru maupun energi terbarukan seperti mikro hidro, Biomassa, panas

    bumi, tenaga uap, tenaga surya, dan angin.

    Dalam kebijakan ketenaga lsitrikan, khususnya dalam pemanfaatan sumber

    energi terbarukan, energi air merupakan energi yang potensial lokal yang

    diarahkan pemanfaatannya untuk pelistrikan di daerah perdesaan atau daerah

    terpencil. PLTMH menjadi prioritas utama karena teknologi ini mampu memasik

    kebutuhan listrik untuk penerangan masyarakat di perdesaan dan juga melayani

    kebutuhan industri kecil perdesaan. Potensi energi surya dan angin menunjukan

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    29/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 21

    bahwa energi ini dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan ketersediaan

    energi di perdesaan.

    Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi sumberdaya panas bumi terbesar

    kedua di Indonesia atau sekitar 27,791 MW dan baru termanfaatkan 13,3% saja.Pengembangan energi panas bumi untuk energi listrik skala nasional perlu

    didorong karena ketersediaan energi ini dapat menggantikan BBM yang selama ini

    menjadi sumber energi terbesar bagi pembangkit listrik. Sifatnya energi panas

    bumi yang berkelanjutan akan menjadikan energi ini terus tersedia selama kondisi

    lingkungan sekitarnya terjaga dan tentunya akan sejalan dengan kebijakan

    pembangunan berkelanjutan. Dalam jangka panjang harus mulai dimulai pula

    pengembangan energi nuklir sebagai salah satu sumber energi lsitrik nasional.

    Di sektor rumah tangga, maka diversifikasi energi akan memerlukan

    pengembangan teknologi tidak hanya dalam penyediaan gas tetapi juga energi

    lainnya seperti biomassa. Jawa Barat memiliki potensi energi biomassa cukup

    besar. Pemanfaatan energi biomassa dapat disesuaikan dengan potensi daerah

    masing-masing baik dengan biogas atau biofuel.

    2.2.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi (IPTEK)yang sangat pesat dan perubahan paradigma dari keunggulan

    berdasarkan sumber daya yang dimiliki (resource-based competitiveness) menjadi

    keunggulan berdasarkan pengetahuan (knowledge-based competitiveness). Karena

    itu kemampuan suatu daerah untuk menguasai IPTEK menjadi salah satu faktor

    dalam berkompetisi di pasar global dan meningkatkan kesejahteraan

    masyarakatnya.

    Dalam rangka peningkatan kemampuan IPTEK, tantangan yang dihadapi

    dalam dua puluh tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuan IPTEK yang

    ditunjang oleh ketersediaan kualitas sumber daya IPTEK, diantaranya SDM yang

    berkualitas, peningkatan sarana dan prasarana, serta pembiayaan menuju

    masyarakat berbasis pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu,

    pembangunan IPTEK mendatang, mengacu pada nilai-nilai luhur yaitu dapat

    dipertanggunjawabkan, prima, inovatif dan berpandangan jauh ke depan.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    30/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 22

    2.2.4 Infrastruktur WilayahPada masa yang akan datang, tantangan yang dihadapi dalam

    pengembangan sarana dan prasarana wilayah di Jawa Barat adalah meningkatkan

    kualitas dan cakupan pelayanan meliputi pengembangan angkutan umum massalterutama untuk kota-kota yang berpenduduk padat; pengembangan jaringan jalan

    yang efektif dan efisien, baik berupa jaringan jalan tol maupun non tol yang

    menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama dalam skala regional dan lokal;

    pengaturan hierarki peran serta fungsi jaringan transportasi yang lebih baik agar

    menghasilkan pergerakan yang efisiensi dan efektif; peningkatan pelayanan

    bandara-bandara yang telah ada dan mengembangkan bandara baru yang lebih

    tinggi kapasitas layanannya untuk menunjang perkembangan kegiatanperekonomian dan kegiatan-kegiatan lainnya; peningkatan sarana dan prasarana

    pelabuhan yang ada dan mengembangkan pelabuhan baru; revitalisasi dan

    pengembangan jaringan jalan rel untuk melayani pergerakan dalam kota dan

    antarkota; pengembangan infrastruktur penampung air baku, baik yang bersifat

    alami maupun buatan untuk meminimalisasi terjadinya bencana banjir dan

    kekeringan; peningkatan layanan jaringan irigasi untuk menjamin keberlanjutan

    sistem irigasi serta meningkatkan intensitas tanam padi sawah serta menjaga alihfungsi lahan sawah beririgasi teknis dalam mempertahankan Jawa Barat sebagai

    lumbung padi; pengembangan jaringan telekomunikasi baik yang menggunakan

    jaringan kabel maupun nirkabel, terutama pada daerah yang teledensitasnya

    masih rendah; pengembangan sarana dan prasarana dasar pemukiman, berupa

    pengembangan rumah susun, meningkatkan cakupan pelayanan air bersih, dan

    sanitasi lingkungan serta pengembangan pengelolaan sampah yang berskala

    regional. Tantangan lain yang dihadapi dalam pengembangan sarana danprasarana wilayah adalah meningkatkan efisiensi dan efiktivitas pengelolaan

    sarana dan prasarana wilayah antara lain dengan mengoptimalkan kerjasama

    antara pemerintah dan swasta serta kemampuan lembaga pengelola.

    2.2.5 Sumber Daya Alam dan Lingkungan HidupTantangan besar yang dihadapi Provinsi Jawa Barat sampai tahun 2025

    adalah memulihkan dan menguatkan kembali daya dukung lingkungan dalam pe-

    laksanaan pembangunan. Bersamaan dengan itu keterlibatan seluruh potensi

    masyarakat untuk melakukan berbagai penguatan bagi terwujudnya perilaku dan

    budaya ramah lingkungan serta sadar risiko bencana perlu terus

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    31/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 23

    ditumbuhkembangkan. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dengan

    prinsip berkelanjutan menjadi tumpuan bagi upaya peningkatan kualitas

    lingkungan hidup ke depan. Pendayagunaan sumber daya alam harus dilakukan

    seefektif dan seefisien mungkin, ditopang IPTEK yang memadai sehingga

    memberikan nilai tambah yang berarti.

    Jawa Barat dengan keanekaragaman potensi sumber daya alamnya tidak

    hanya menjadi pengekspor sumber daya alam bernilai rendah dan mengimpornya

    kembali dalam bentuk produk bernilai tinggi, melainkan harus menjadi pengekspor

    sumber daya alam yang telah diolah dan bernilai tinggi.

    Pembiayaan penataan lingkungan merupakan aspek penting yang selama ini

    sulit dilaksanakan karena terkait kerja sama dan komitmen antarpihak atau antar

    daerah. Penerapan prinsip yang mencemari dan merusak harus membayar, pola

    pembagian peran hulu hilir atau pusat-daerah, bagi hasil pajak untuk lingkungan,

    dana lingkungan, serta pola pembiayaan pemulihan lingkungan harus mulai

    dilakukan. Pengawasan secara berkesinambungan dan penegakan hukum secara

    konsisten adalah sasaran dalam rangka pemulihan daya dukung lingkungan lebih

    maksimal. Pemahaman risiko bencana harus mulai diintegrasikan pada proses

    pembangunan ke depan, guna meminimalisasi risiko dan kerugian yang mungkin

    timbul atas hasil hasil pembangunan yang dicapai.

    2.2.6 PolitikKeberhasilan pembangunan politik dapat diukur dari tingkat partisipasi

    warga yang meliputi kebebasan politik dan akuntabilitas. Partisipasi warga menjadi

    indikator karena menggambarkan esensi penerapan demokrasi dalam tata kelola

    pemerintahan. Demokrasi secara substantif menghendaki keterlibatan secara aktif

    dan otonom dari seluruh komponen masyarakat, agar aspirasi masyarakat dapat

    diketahui secara pasti. Di sisi lain dengan partisipasi masyarakat tingkat legitimasi

    pemerintah yang berkuasa dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, karena

    partisipasi sejalan dengan transparansi dan akuntabilitas.

    Tolok ukur partisipasi adalah ketersediaan lembaga-lembaga politik dan

    kemasyarakatan seperti jumlah partai politik dan ormas; ketersediaan institusi

    mediasi yang merupakan cerminan masyarakat madani (civil society) seperti

    jumlah organisasi non pemerintah dan pers; proporsi keterwakilan partai politik di

    lembaga legislatif; proporsi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif; tingkat

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    32/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 24

    partisipasi pemberian suara; jumlah unjuk rasa dan pemogokan kerja; serta

    keikutsertaan warga dalam berbagai kegiatan dan tingkatan.

    Melihat tantangan perubahan yang dihadapi pembangunan Jawa Barat, di-

    perlukan kualifikasi pemimpin daerah yang memiliki pengalaman dalampenyelenggaraan manajemen pemerintahan, memiliki kecerdasan intelektual dan

    spiritual untuk menggerakkan tata kelola pemerintahan yang baik dan

    pemerintahan yang inovatif dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme, dan

    visioner untuk menggerakkan perubahan dan pembaruan dalam keseluruhan

    konteks pembangunan, serta egaliter untuk menggerakkan tata pikir, sikap, dan

    tindakan yang mampu menggerakkan proses demokratisasi yang beradab dan

    bermuara pada terciptanta kondisi masyarakat yang harmonis. Proses pergantiankepemimpinan daerah juga mempertimbangkan aspek keadilan dan kesetaraan

    gender untuk mencapai keseimbangan antara ketegasan dan kecepatan, serta ke-

    cermatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan.

    Proses dan mekanisme politik berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi di

    masa mendatang adalah terciptanya tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

    dan bernegara yang aman, damai, dan stabil. Karena itu, partisipasi warga dalam

    kehidupan politik merupakan suatu keniscayaan melalui penguatan masyarakat

    madani (civil society) yang terbuka terhadap perubahan. Termasuk keinginan

    masyarakat untuk membentuk daerah otonom akan terus bermunculan selama

    aspirasi masyarakat belum dapat diakomodir dengan tepat, dan komunikasi antara

    pemerintah dan masyarakat mengalami hambatan.

    2.2.7 Hukum dan HAMPembangunan hukum dalam kerangka tata kelola kepemerintahan yang

    baik (good governance) diukur berdasarkan orientasi pemerintah (government

    orientation) yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan

    warga masyarakat, terutama dalam kinerja pelayanan publik dengan tolok ukur

    penegakan hukum/efisiensi yudisial. Fungsi penegakan hukum diperlukan untuk

    menunjukkan komitmen pemerintah dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang

    telah dibuatnya. Selain itu, konsistensi dalam penegakan hukum dapat membantu

    memulihkan kepercayaan masyarakat pada pemegang otoritas.

    Pembangunan hukum berorientasi pada upaya memenuhi kebutuhan

    masyarakat melalui berbagai aturan dan penegakan aturan tersebut guna

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    33/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 25

    melindungi hak asasi manusia dan memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk

    pencapaian kondisi tertib sosial kemasyarakatan yang berimplikasi terhadap

    pertumbuhan ekonomi, juga berkaitan dengan penegakkan hukum secara

    berkeadilan.

    2.2.8 Ketentraman dan Keteriban MasyarakatKetentraman dan Ketertiban Masyarakat merupakan faktor utama yang

    memiliki peran sangat penting dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam

    menyelenggarakan pembangunan jangka panjang Jawa Barat. Potensi ancaman

    terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat akan dihadapi dari friksi dan

    konflik sosial terkait dengan menurunnya daya dukung lahan, air, dan lingkungan

    dalam proses pembangunan. Juga akibat dari lambannya pencapaian

    keseimbangan jumlah penduduk dan lapangan pekerjaan. Ancaman lain yang

    cenderung meningkat adalah kejahatan transnasional, mengingat Jawa Barat

    merupakan jalur mobilitas orang dan barang yang strategis.

    Gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat masih

    berpotensi untuk muncul, yaitu berkembangnya modus-modus kejahatan baru

    dengan memanfaatkan teknologi canggih dan maraknya kasus-kasus kerusuhan

    dan berbagai kejahatan yang bersifat konvensional, transnasional, dan kejahatan

    terhadap kekayaan Negara.

    2.2.9AparaturAparatur pemerintah memegang peran sangat penting dalam

    penyelenggaraan pemerintahan. Kedudukan aparatur pemerintah daerah tidak

    hanya untuk menggerakkan manajemen dan organisasi pemerintahan, melainkan

    juga dalam keseluruhan konteks demokratisasi. Terkait dengan hal tersebut, maka

    perencanaan sumberdaya termasuk di dalamnya penataan struktur organisasi,

    penataan kesisteman, dan pembentukan budaya organisasi yang menjunjung

    tinggi etika, profesional dan disiplin, khususnya dalam mewujudkan kondisi

    pemerintahan yang berorientasi kepada pelayanan.

    Bertolak dari pengalaman empirik penyelenggaraan pemerintahan

    sepanjang 1984-2005 dan tantangan yang dihadapi sampai dengan 2025 adalah

    masih rendahnya kinerja aparatur karena adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

    (KKN), masih rendahnya kualitas SDM aparatur, dan rendahnya kesejahteraan

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    34/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 26

    Pegawai Negeri Sipil; struktur organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan daerah,

    kesisteman yang mampu menjadi acuan dalam proses administrasi pemerintahan

    didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang dapat dimanfaatkan secara

    optimal, dan budaya organisasi yang mendorong peningkatan kinerja aparatur.

    Birokrasi yang modern dan mampu menjalankan fungsinya dalam sistem

    pemerintahan demokratis merupakan tantangan utama ke depan, yaitu birokrasi

    yang mampu memformulasikan kebijakan sesuai dengan keinginan politik dan

    aspirasi masyarakat dan dapat mengimplementasikannya secara bertanggung

    jawab.

    2.2.10Tata Ruang dan Pengembangan WilayahTantangan jangka panjang yang dihadapi adalah menjaga konsistensi

    antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Penataan ruang ke depan perlu mempertimbangkan daya dukung dan daya

    tampung lahan serta kerentanan terhadap bencana alam. Selain itu diperlukan

    regulasi yang jelas agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor.

    Tantangan lainnya adalah mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah

    khususnya antara wilayah di perkotaan dan perdesaan khususnya yang berada di

    Selatan Jawa Barat dan menyeimbangkan Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan

    Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal sehingga dapat berkembang secara merata dan

    optimal.

    Tantangan aspek pola tata ruang adalah penyediaan kebutuhan lahan untuk

    kawasan permukiman terutama di kawasan perkotaan dalam kondisi luasan lahan

    yang ada sangat terbatas karena adanya kawasan lindung yang tidak boleh

    berubah fungsi dan adanya lahan sawah yang juga harus dipertahankan

    keberadaannya. Selain itu pengelolaan kawasan perkotaan akan menjadi

    tantangan tersendiri dalam mengatur aktivitas perkotaan dan memenuhi

    penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan

    prinsip pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

    2.3 Modal Dasar

    Modal dasar pembangunan merupakan salah satu kekuatan dan peluang

    yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pembangunan daerah, antara lain :

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    35/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 27

    1. Karakteristik masyarakat Jawa Barat yang religius dan berbudaya adiluhungmendorong terciptanya kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan

    pembangunan;

    2. Posisi geografis Jawa Barat yang berbatasan dengan ibukota negaramenjadikan Jawa Barat sebagai penyangga DKI Jakarta dan menjadi lintasan

    utama arus regional penumpang dan barang Sumatera Jawa Bali

    merupakan dasar dalam penetapan kebijakan pembangunan daerah di

    berbagai aspek;

    3. Sumber daya air yang melimpah dan keanekaragaman hayati menjadi potensipembangunan yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran

    masyarakat;

    4. Jumlah penduduk terbesar di Indonesia menjadi sumber daya yang potensialdan produktif bagi pembangunan daerah;

    5. Keragaman budaya Jawa Barat merupakan modal sosial yang akanmempercepat proses pembangunan;

    6. Keamanan dan ketertiban yang relatif stabil akan menjadi daya tarik dalampeningkatan investasi di Jawa Barat;

    7. Ketersediaan sumber daya buatan yang dapat berfungsi sebagai daya tarikbagi investor dan mempercepat proses pembangunan daerah;

    8. Sumberdaya pariwisata yang cukup memadai sebagai modal untukmemberdayakan masyarakat;

    9. Luas wilayah Jawa Barat menjadi potensi ekonomi untuk meningkatkankesejahteraan rakyat.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    36/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-1

    BAB III

    VISI DAN MISI

    3.1 Visi Pembangunan Daerah

    Berdasarkan kondisi sampai dengan saat ini dan tantangan yang akan

    dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan mempertimbangkan modal

    dasar yang dimiliki, maka Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 -

    2025 adalah :

    DENGAN IMAN DAN TAKWA,PROVINSI JAWA BARAT TERMAJU DI INDONESIA

    Pernyataan Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat di atas, memiliki makna :

    1. Iman dan Takwa sebagai landasan dalam melaksanakan aktivitas guna

    pencapaian visi dan misi yang ditetapkan melalui pengamalan ajaran agama.

    Pengamalan ajaran agama secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat

    akan mewujudkan situasi yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan

    daerah;

    2. Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia dimaksudkan sebagai provinsi yang

    memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

    Keunggulan tersebut ditunjukkan dalam semua aspek kehidupan terutama

    aspek sumberdaya manusia, ekonomi, pemerintahan, sosial, budaya dan

    lingkungan hidup.

    Indikasi terwujudnya pencapaian Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat

    Tahun 2005 2025, ditandai dengan :

    1. Provinsi termaju dalam aspek sumberdaya manusia ditunjukkan dengan

    masyarakat yang berakhlak mulia, sehat, cerdas dan produktif, menguasai

    ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu memainkan peran dan fungsi

    sebagai subjek dan objek dalam pembangunan yang berkelanjutan.

    Masyarakat Jawa Barat juga merupakan masyarakat yang memiliki jatidiriyang kuat dan mandiri serta mampu bersaing dalam kehidupan sehingga

    menjadi potensi yang memiliki kapabilitas untuk memenuhi pasar kerja lokal,

    nasional, dan internasional.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    37/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-2

    2. Provinsi termaju dalam aspek ekonomi ditunjukkan dengan penciptaan

    struktur ekonomi yang tangguh, pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah

    tinggi, pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Jawa

    Barat, serta mampu bersaing dalam percaturan global. Kemajuan dalam

    pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan daerah untuk

    memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki, keberadaan sumberdaya

    manusia pengelola yang berkualitas, kemitraan yang saling menguntungkan

    dalam lingkup regional, nasional dan internasional yang difokuskan pada 4

    (empat) bisnis utama yaitu industri manufaktur, pertanian, pariwisata, dan

    energi. Perekonomian yang maju didukung oleh penyediaan infrastruktur

    yang memadai dan berkualitas serta pemanfaatan ruang dan pengelolaan

    sumberdaya alam secara rasional, efisien dan berkelanjutan.

    3. Provinsi termaju dalam aspek pemerintahan ditunjukkan dengan kondisi

    demokrasi yang berkualitas, yaitu penerimaan seluruh masyarakat terhadap

    demokrasi dalam berbangsa dan bernegara, didukung oleh tertib sosial,

    penegakan hukum yang konsisten dan peraturan daerah yang mendorong

    peningkatan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur, pelayanan

    publik, akuntabilitas dan transparansi sehingga terwujud pemerintahan yangtelah mampu menerapkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good

    governance)dan pemerintahan yang bersih (clean government).

    4. Provinsi termaju dalam aspek sosial dan budaya ditunjukkan dengan

    kestabilan politik, meningkatnya derajat kehidupan sosial masyarakat,

    terjaminnya keamanan dan ketertiban, pengamalan ajaran agama secara

    konsisten, terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama serta

    pelestarian dan pengamalan nilai-nilai luhur budaya daerah yang mampu

    menjawab tantangan masa depan yang sangat dinamis.

    5. Provinsi termaju dalam aspek lingkungan hidup ditunjukkan dengan

    diterapkannya pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan (sustainable

    development) yang ditandai oleh tingginya daya dukung lingkungan,

    rendahnya tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan, lestarinya

    pemanfaatan sumberdaya alam yang terbarukan maupun tak terbarukan

    serta tingginya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam

    dan pelestarian lingkungan hidup sehingga terjadi keadilan inter dan antar

    generasi.

  • 5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat

    38/100

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-3

    Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat jangka panjang dilakukan dengan

    menerapkan prinsip-prinsip stabilitas yang mantap, pertumbuhan yang tinggi,

    pemerataan yang berkeadilan serta pembangunan yang berkelanjutan.

    Prinsip stabilitas yang mantap ditunjukkan dengan terciptanya ketentramandan ketertiban masyarakat di seluruh wilayah Jawa Barat, konsistennya penegakan

    hukum serta rendahnya gejolak di masyarakat yang berpotensi menghambat laju

    pembangunan daerah.

    Prinsip pertumbuhan yang bernilai tambah tinggi menekankan pada

    tingginya produktivitas seluruh faktor produksi (total factor productivity)

    masyarakat Jawa Barat. Prinsip ini tidak menghilangkan pentingnya pertumbuhan

    tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya produk domestik regional bruto,

    tingginya laju pertumbuhan ekonomi, tingginya produktivitas masyarakat Jawa

    Barat, tingginya investasi dalam pembangunan daerah baik investasi dalam negeri,

    investasi asing maupun investasi masyarakat, tingginya nilai ekspor Jawa Barat

    serta terkendalinya inflasi, tetapi juga menekankan pentingnya peningkatan peran

    sumberdaya manusia berkualitas serta kemandirian teknologi.

    Prinsip pemerataan yang berkeadilan ditunjukan dengan pemerataan

    pembangunan dalam setiap sektor pembangunan, seluruh wilayah Jawa Barat

    serta seluruh kelompok dan lapisan masyarakat. Pemerataan pembangunan juga

    dimaksudkan dengan meningkatkan pembangunan di wilayah tertinggal dan

    wilayah perbatasan untuk mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah.

    Prinsip pembangunan berkelanjutan ditunjukan dengan terciptanya orientasi

    pembangunan daerah yang mempertimbangkan kebutuhan hidup generasi yang

    akan datang, pendayagunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara

    bijaksana serta terwujudnya pola konsumsi masyarakat yang hemat dan

    proporsional.

    3.2. Misi PembangunanUpaya perwujudan visi pembang