Upload
angga-sho-hibul-ulum
View
55
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
1/100
Rancangan Peraturan DaerahTentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang( R P J P )
Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005 2025
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
2 0 0 8
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
2/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Sejak terbentuknya pemerintahan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Juli
1950, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Provinsi Jawa Barat, pembangunan di Jawa Barat telah dilaksanakan
oleh segenap unsur pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Rencana
pembangunan daerah jangka panjang disusun untuk dua puluh lima tahun yang
secara sistematis dituangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun(REPELITA) yang dimulai sejak tahun 1969. Melewati tahap pembangunan dua
puluh lima tahun pertama, pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi nasional yang
berkembang menjadi krisis multidimensi berkepanjangan telah memicu gerakan
reformasi. Reformasi diharapkan dapat menata ulang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut memberi dorongan kepada terwujudnya
sistem politik yang demokratis dan berorientasi pada keadilan serta berpengaruh
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang semula bersifat sentralistik
menjadi desentralistik. Perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah
memberikan landasan konstitusional kepada pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah. Untuk itu dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut
dibutuhkan pedoman berupa perencanaan pembangunan daerah yang sistematis
dan bertahap.
Prakarsa pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan
dilandasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Berdasarkan Undang-Undang tersebut pemerintah daerah
diamanatkan menyusun perencanaan jangka panjang (duapuluh tahun), jangka
menengah (lima tahunan), dan pembangunan tahunan yang sinergis antar daerah
serta antara pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional.
Perencanaan pembangunan disusun untuk mencapai tujuan dan cita-cita
bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
3/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 2
2005 2025 dengan Visi Pembangunan yaitu INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU,
ADIL DAN MAKMUR. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut
ditempuh melalui delapan misi pembangunan nasional, yaitu :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya danberadab berdasarkan falsafah Pancasila;
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu;5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional;
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan duniainternasional.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Pemerintah
memperhatikan komitmen yang dibangun bersama dengan 189 negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya untuk mewujudkan Millenium Development
Goals(MDGs), yang terdiri dari :
1. Menghilangkan angka kemiskinan absolut dan kelaparan;2. Memberlakukan pendidikan dasar yang universal;3. Mengembangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan;4. Menurunkan angka kematian anak;5. Memperbaiki kesehatan maternal;6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya;7. Menjamin kesinambungan lingkungan hidup;8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Berdasarkan kebutuhan dan mengacu pada peraturan perundang-
undangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah kurun waktu 2005 - 2025 yang diarahkan untuk mencapai
tujuan daerah dan nasional 20 (duapuluh) tahun mendatang.
1.2 Pengertian
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah atau disingkat RPJP Daerah
Provinsi Jawa Barat adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
4/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 3
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 - 2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007, yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah
untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak Tahun 2005 sampai dengan
Tahun 2025.
1.3 Maksud dan Tujuan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah) Provinsi
Jawa Barat Tahun 2005-2025 ditetapkan dengan maksud :
1.
untuk memberikan landasan dan arah bagi penyelenggaraan pemerintahandaerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
Nasional dan visi serta misi Provinsi Jawa Barat;
2. untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Provinsi Jawa Barat;
3. untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJM Daerah) Provinsi Jawa Barat;
4. untuk dijadikan acuan dalam penyusunan RPJP Daerah Kabupaten/Kota diJawa Barat.
Tujuan penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025
adalah :
1. Menetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Provinsi JawaBarat;
2. Menjamin terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah,antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah daerah maupun antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.;
3. Mendukung koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pencapaian visidan misi daerah serta nasional;
4. Mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,pelaksanaan dan pengawasan;
5. Mewujudkan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,berkeadilan dan berkelanjutan;
6. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
5/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 4
1.4 Landasan Hukum
Landasan idiil RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat adalah Pancasila dan
landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, sedangkan landasan operasionalnya meliputi :
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi JawaBarat;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negarayang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahsebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan ke dua Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana PembangunanJangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara PenyusunanRencana Pembangunan Nasional;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata CaraPenyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional;
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
6/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 5
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentangPembentukan Peraturan Daerah.
1.5 Tata Urut
RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2025 disusun dengan
urutan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan yang memuat pengantar, pengertian, maksud dan tujuan,
landasan hukum, tata urut serta kerangka pikir.
Bab II Kondisi umum yang memuat penjelasan mengenai kondisi sampai
dengan titik awal penyusunan RPJP Daerah dalam setiap sektor
pembangunan serta tantangan yang akan dihadapi selama 20 tahun ke
depan dan modal dasar.
Bab III Visi dan Misi Pembangunan Daerah 2005 - 2025, yang memuat visi
pembangunan daerah Jawa Barat dan misi pembangunan yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi tersebut.
Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Tahun 2005 - 2025 yang memuat upaya-upaya pencapaian visi dan misi
Jawa Barat.
Bab V Penutup
1.6 Kerangka Pikir
Kecenderungan pembangunan global menunjukkan bahwa seiring dengan
perjalanan waktu, jumlah penduduk terus meningkat dan diperkirakan akan
mencapai puncaknya pada tahun 2030 (Meadows, 1992, hal.133, WRI, 1996). Bagi
Indonesia, periode 2015 - 2025 merupakan sebuah periode emas, yang berarti
pada masa itu proporsi penduduk usia produktif mencapai jumlah tertinggi
sepanjang sejarah dan hal tersebut hanya akan dicapai satu kali dalam perjalanan
sebuah bangsa. Hal tersebutmerupakan peluang yang berharga bagi Jawa Barat,
mengingat jumlah penduduk di Jawa Barat adalah yang terbesar di Indonesia, dan
jumlah penduduk produktif sebagian besar akan berada di Jawa Barat.
Bersama dengan laju pembangunan yang semakin meningkat, berbagai
fenomena juga semakin terasa antara lain peningkatan kerusakan dan polusi
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
7/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 6
lingkungan, peningkatan kebutuhan pangan, peningkatan produk industri untuk
pemenuhan kebutuhan penduduk, serta peningkatan produksi bahan bakar
minyak dan sumber energi lain guna mendukung proses industrialisasi, konsumsi
energi transportasi, dan domestik. Namun, di sisi lain ketersediaan sumber daya
alam yang terbatas menunjukkan laju pengurangan yang cukup tajam.
Permintaan akan sumber daya alam untuk pemenuhan pembangunan pada
saatnya akan sampai pada titik jenuh, karena keterbatasan daya dukung
lingkungan. Dampaknya berantai dan berlipat ganda terhadap proses
pembangunan berikutnya. Kemungkinan yang terjadi adalah terganggunya
berbagai proses pembangunan apabila tidak ada intervensi atau upaya mengatasi
kondisi yang berlangsung. Pengendalian populasi penduduk, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, penggunaan teknologi, laju pembangunan ekonomi,
khususnya industrialisasi, merupakan faktor faktor utama yang mempengaruhi
prediksi kondisi pembangunan jangka panjang ke depan.
Mencermati perkembangan tersebut berbagai langkah perlu ditempuh untuk
menjamin terlaksananya pembangunan pada masa mendatang dengan pencapaian
tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kerangka pemikiran dalam penyusunan
RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat didasarkan pada kecenderungan tersebut untukmenjamin terselenggaranya pembangunan daerah yang berkelanjutan.
1.7 Proses Penyusunan
RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2025 disusun dengan
pendekatan perencanaan politik, teknokratik, partisipatif dan atas-bawah (top
down) serta bawah-atas (bottom up), dengan mengedepankan proses evaluasi,
prediksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan
daerah.
Penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025 melalui
berbagai tahap dialog sektoral maupun dialog lintas sektor yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan baik dari pihak pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat serta masyarakat. Penyusunan dokumen RPJP Daerah
Provinsi Jawa Barat 2005-2025 juga melibatkan masyarakat luas melalui sosialisasi
di media elektronik seperti radio dan televisi serta penjaringan aspirasi dengan
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
8/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT I - 7
menyebarkan angket di surat kabar daerah dan media elektronik. Selain itu dibuka
ruang publik agar masyarakat dapat berperan serta secara langsung dalam
penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat.
Tahapan penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 - 2025dapat dijelaskan dalam gambar berikut :
Gambar 1.1
Proses Penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005 -2025
Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat, Tahun 2008
Penyusunan Evaluasi Pembangunan
Musrenbang
Rancangan Awal RPJP Daerah
Penyusunan Proyeksi Pembangunan
Penyempurnaan Rancangan Awal
PenyusunanRancangan
RPJP Daerah
Sosialisasi dan Konsultasi PublikMedia Cetak, Radio & Televisi,
Website dan open house
MusrenbangRancangan Akhir RPJP
Daerah
Pembahasan danPenetapan Perda RPJP
Daerah,PemerintahDaerah bersama DPRD
Penyusunan Konsep
Rancangan Awal RPJP Daerah
Focus GroupDiscussion (FGD)Sektoral :
1. Ekonomi Makro2. Pendidikan3. Kesehatan4. Pemerintahan5. Tata Ruang & LH6. Infrastruktur7. Agribisnis8. Indagjaspar9. KUKM10. Kependudukan11. Ketenagakerjaan
12. Visi dan Misi
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
9/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 1
BAB II
KONDISI UMUM DAERAH
Pembangunan daerah yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupanberagama, ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana,
politik, ketentraman dan ketertiban masyarakat, hukum, aparatur, tata ruang dan
pengembangan wilayah, serta sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan daerah
telah mencapai kemajuan pada berbagai bidang. Namun demikian, masih ditemui
berbagai masalah dan tantangan yang perlu diselesaikan dalam pembangunan
daerah 20 (duapuluh) tahun mendatang, dengan memperhatikan modal dasaryang dimiliki Provinsi Jawa Barat.
2.1 Kondisi Saat Ini
2.1.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
Pembangunan daerah bidang sosial budaya dan kehidupan beragama
berkaitan dengan kuantitas dan kualitas penduduk seperti pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan perempuan dan anak, pemuda, olah raga, seni budaya, dan
keagamaan.
Pembangunan bidang pendidikan telah dilaksanakan dengan
menitikberatkan pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana
pendidikan, peningkatan partisipasi anak usia sekolah, pengembangan pendidikan
luar sekolah, pengembangan sekolah alternatif, serta peningkatan jumlah dan
pemerataan distribusi tenaga pendidik. Namun aksesibilitas masyarakat terhadappendidikan masih rendah, angka putus sekolah masih tinggi, kualitas dan relevansi
serta tata kelola pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam
rangka peningkatan daya saing.
Pada Tahun 2006, Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A sebesar
96,65%, sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SMP/MTs/Paket B
dan SMA/SMK/MA/Paket C masing-masing sebesar 88,9% dan 51,83%. Adapun
untuk jumlah siswa putus sekolah, pada tahun 2006 tercatat sebanyak 21.219
orang untuk jenjang SD, SMP sebanyak 93.875 orang, SMA 2.191 orang, dan SMK
2.073 orang.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
10/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 2
Peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pengembangan
pelayanan kesehatan berbasis masyarakat terus dilakukan. Namun demikian,
peningkatan pada indikator kesehatan masyarakat Jawa Barat tersebut capaiannya
masih berada di bawah rata-rata nasional. Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai
40,26 per seribu kelahiran hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan sebesar
321,15 per seratus ribu kelahiran hidup, serta jumlah penderita gizi buruk dan gizi
kurang pada balita sebanyak 419.433 dari jumlah 3.536.981 balita yang ditimbang.
Penyakit menular, khususnya flu burung dan HIV-AIDS menjadi masalah
penting yang dihadapi Jawa Barat. Untuk flu burung, dari 60 jumlah suspect pada
bulan Maret 2007, tercatat 6 orang penderita meninggal dunia. Adapun untuk HIV-
AIDS, dari jumlah kumulatif tahun 1989 2006, tercatat untuk AIDS terdapat 755penderita dan HIV positif 1.354 penderita.
Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan dasar, dapat diidentifikasi
dengan tersedianya 1.007 puskesmas dari kebutuhan sebanyak 1.358 puskesmas.
Sedangkan untuk bidan desa/kelurahan, baru tersedia 4.636 orang dari kebutuhan
5.973 orang pada tahun 2007.
Pemuda sebagai salah satu unsur sumber daya manusia dan tulang
punggung bangsa serta penerus cita-cita bangsa, disiapkan dan dikembangkan
kualitas kehidupannya, mulai dari tingkat pendidikan, kesejahteraan hidup dan
tingkat kesehatannya. Jumlah penduduk usia 15 s.d. 44 tahun di Jawa Barat pada
tahun 2007 adalah 19.716.573 jiwa atau 47,52% dari jumlah penduduk Provinsi.
Organisasi kepemudaan merupakan salah satu elemen masyarakat yang potensial
untuk menjadi generasi muda yang lebih berkualitas dan mandiri.
Kualitas kehidupan beragama di Jawa Barat menunjukkan kesadaran
masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.
Kondisi tersebut menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif baik antara
sesama pemeluk agama maupun antarumat beragama.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan proporsi jumlah
penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan
kerja. Tinggi rendahnya TPT mengalami kepekaan terhadap dinamika pasar kerja
dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingginya angka pengangguran akan
memiliki implikasi terhadap keamanan dan stabilitas regional. Hasil Suseda 2006
menggambarkan bahwa TPT Jawa Barat mencapai 10,95%, menurun dari tahun
2005 yang sebesar 11,91%. Pada tahun 2006, TPT penduduk laki-laki sebesar
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
11/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 3
8,79% dan TPT penduduk perempuan sebesar 15,88%. Hal ini mengindikasikan
bahwa angkatan kerja yang begitu besar di Jawa Barat belum terserap secara
optimal oleh sektor-sektor formal, sebagai akibat lapangan pekerjaan yang kurang
dan tingkat kompetensi angkatan kerja yang rendah.
Beban tingginya angka pengangguran yang ditanggung Provinsi Jawa Barat
disebabkan antara lain tidak sebandingnya jumlah pertumbuhan angkatan kerja
dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja yang menjadi pemicu timbulnya
permasalahan sentral dalam ketenagakerjaan.
Angkatan kerja pada tahun 2006 sebesar 17,34 juta meningkat
dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 17,04 juta orang, sedangkan angka
pencari kerja terjadi penurunan dari 2,029 juta pada tahun 2005 menjadi 1,89
juta pada tahun 2006. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka
penanggulangan pengangguran, antara lain melalui program pemberian kerja
sementara di desa, pengiriman tenaga kerja keluar negeri serta pemberian
pelatihan agar kualitas tenaga kerja semakin produktif.
Struktur Ketenagakerjaan di Jawa Barat pada tahun 2006 masih didominasi
oleh sektor pertanian sebesar 26,37%, selanjutnya di sektor perdagangan 25,60%,
sektor industri 17,37%, sektor jasa 13,6%. Apabila dibandingkan dengan tahun
2005, terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, namun di
sisi lain terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan dan
jasa.
Pembinaan olahraga belum tertata secara sistematis antara olahraga
pendidikan di lingkungan persekolahan, olahraga rekreasi di lingkungan
masyarakat dan olahraga prestasi untuk kelompok elit atlet yang menjadi tulang
punggung Jawa Barat dalam pentas kompetisi olahraga nasional sehingga terkesan
bahwa pembinaan olahraga cenderung eksklusif dan tidak berfondasi pada angka
partisipasi masyarakat untuk berolahraga secara luas. Dalam kondisi seperti ini,
ruang publik dan fasilitas olahraga tidak bertambah bahkan cenderung menurun
sehingga para pelajar dan masyarakat luas sebagian besar tidak terlayani secara
baik untuk berolahraga. Di sisi lain juga sarana dan prasarana bagi pentas
olahraga kompetisi tidak pernah berkembang sejak Jawa Barat menjadi tuan
rumah PON V tahun 1961. Sedangkan pada tahun 2013 Provinsi Jawa Barat telah
direncanakan sebagai salah satu daerah yang ditunjuk menjadi penyelenggara Sea
Games.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
12/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 4
Kebijakan yang memiliki keberpihakan terhadap peningkatan peran kaum
perempuan di seluruh sektor dan aspek pembangunan telah dilakukan. Namun
upaya pengarusutamaan gender ini masih perlu lebih diaktualisasikan di segala
bidang. Pemberdayaan perempuan tercermin dari Indeks Pemberdayaan Jender
dan Indeks Pembangunan Jender yang meliputi angka partisipasi perempuan
dalam parlemen, perempuan dalam posisi manajer, staf teknis, dan tingkat
partisipasi angkatan kerja. Pada tahun 2006, Indeks Pemberdayaan Jender Jawa
Barat mencapai 54,4 dan Indeks Pembangunan Jender 60,8.
Pembangunan kebudayaan di Jawa Barat ditujukan untuk melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai
budaya daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan budayaglobal. Pembangunan seni dan budaya di Jawa Barat sudah mengalami kemajuan
yang ditandai dengan meningkatnya pemahanan terhadap nilai budaya dan
penggunaan bahasa daerah Sunda, Cirebon, Dermayu dan Melayu Betawi sebagai
bahasa ibu masyarakat Jawa Barat. Namun, disisi lain upaya peningkatan jati diri
masyarakat Jawa Barat seperti solidaritas sosial, kekeluargaan, penghargaan
terhadap nilai budaya dan bahasa masih perlu terus ditingkatkan. Budaya
berperilaku positif seperti kerja keras, gotong royong, kebersamaan dankemandirian dirasakan makin memudar.
2.1.2 EkonomiPertumbuhan ekonomi Jawa Barat pasca krisis tahun 1997 menunjukkan
kecenderungan meningkat. Sampai dengan tahun 2006, pertumbuhan tersebut
berasal dari sektor utama yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan
Hotel dan Restoran, dan sektor Pertanian, dengan laju pertumbuhan masing-
masing 8,51%, 7,09%, dan - 0,62%. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi
tersebut belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai
dengan masih tingginya jumlah pengangguran dan penduduk miskin. Pada tahun
2007 jumlah pengangguran sebanyak 1.149.188 orang dari jumlah angkatan kerja
sebanyak 18.340.008 orang. Sedangkan data rumah tangga miskin penerima
Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada Tahun 2007 sebanyak 2.897.807 rumah
tangga miskin.
Sektor industri pengolahan merupakan komponen utama pembangunan
daerah yang mampu memberikan kontribusi pada PDRB sebesar 45,24%, diikuti
oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Pertanian masing-masing
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
13/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 5
sebesar 19,40% dan 11,12%. Tingginya kontribusi sektor Industri Pengolahan
terhadap PDRB karena didukung oleh banyaknya jumlah kawasan industri. Akan
tetapi, daya saing industri di Jawa Barat masih rendah yang disebabkan oleh
tingginya ketergantungan pada bahan baku impor, rendahnya kemampuan dalam
pengembangan teknologi, rendahnya kemampuan dan keterampilan sumber daya
industri.
Pengembangan perdagangan di Jawa Barat difokuskan pada
pengembangan sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar baik pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pengembangan sistem distribusi
diarahkan untuk memperlancar arus barang, memperkecil disparitas antar daerah,
mengurangi fluktuasi harga dan menjamin ketersediaan barang kebutuhan yangcukup dan terjangkau oleh masyarakat. Adapun peningkatan akses pasar baik
dalam negeri maupun luar negeri dilakukan melalui promosi produk Jawa Barat.
Pertanian di Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki potensi yang besar
dan variatif, dan didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk
pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman, ternak, ikan, dan
hutan). Kondisi tersebut mendukung Jawa Barat sebagai produsen terbesar untuk
40 (empat puluh) komoditas agribisnis di Indonesia khususnya komoditas padi
yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi padi nasional. Sektor
pertanian juga memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi pada tahun
2007 yaitu sebesar 4,67 juta orang (27,20%) dari jumlah 17,19 juta penduduk
bekerja. Namun hubungan antar subsistem pertanian belum sepenuhnya
menunjukkan keharmonisan baik pada skala lokal, regional, dan nasional.
Paradigma sektoral yang belum terintegrasi pada sistem pertanian serta
ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang
masih dihadapi sektor pertanian.
Potensi pembangunan kelautan dan perikanan terutama dalam
pengembangan usaha perikanan tangkap, usaha budidaya laut , bioteknologi
kelautan, serta berbagai macam jasa lingkungan kelautan perlu untuk
dikembangkan. Kondisi dan potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang
besar ini belum diikuti dengan perkembangan bisnis dan usaha perikanan dan
kelautan yang baik. Terbukti dengan masih rendahnya tingkat investasi sarana dan
prasarana pendukung bisnis kelautan dan perikanan, serta belum optimalnya
pemanfaatan produksi sumber daya kelautan dan perikanan yang masih jauh dari
potensi khususnya di wilayah Pantai Selatan Jawa Barat pada tahun 2005 baru
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
14/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 6
tereksploitasi sebesar 68,7% dari total areal tangkap, serta lemahnya kondisi
pembudidayaan pesisir yang baru dimanfaatkan sebesar 51.791 Ha dari luas
potensi sebesar 126.791 Ha.
Provinsi Jawa Barat memiliki potensi pariwisata yang sangat beragam baikdari sisi produk wisata maupun pasar wisatawan, dengan alam dan budaya yang
dimiliki sebagai modal dasar pengembangan daya tarik wisata. Peringkat sektor
pariwisata secara nasional dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan berada pada
posisi 3 setelah DKI Jakarta dan Bali. Kendala yang masih dihadapi adalah belum
tertatanya objek dan daerah tujuan wisata dan masih rendahnya kualitas
infrastruktur pendukungnya.
Iklim investasi di Provinsi Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang
terus membaik. Posisi Jawa Barat yang strategis menempatkan Jawa Barat
menjadi tujuan utama untuk investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA)
maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pada tahun 2007 tercatat PMA
sebesar $US 980 juta dengan jumlah proyek 237 buah, sedangkan PMDN sebesar
Rp 11,1 trilyun dengan jumlah proyek 33 buah. Namun demikian, realisasi
investasi masih terpusat di Wilayah Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta
dan Bandung. Hal ini disebabkan ketersediaan infrastruktur pendukung yang
belum merata pada daerah lainnya. Di lain pihak pertumbuhan investasi tersebut,
belum memanfaatkan secara optimal potensi ekonomi lokal karena lebih
berorientasi pada bahan baku impor.
Peranan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi masih perlu dikembangkan dalam
perekonomian daerah. Permasalahan akses permodalan, sumberdaya manusia,
dan pemasaran masin menjadi kendala. Tingginya kredit konsumsi dibandingkan
dengan kredit investasi juga menghambat kontribusi KUMKM terhadap
pertumbuhan ekonomi sehingga kurang menopang aktivitas sektor riil.
Jawa Barat sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk yang besar tentunya
akan berimplikasi terhadap besarnya kebutuhan energi. Laju konsumsi energi terus
bertambah baik disektor domestik, industri, transportasi dan komersil. Disisi lain
ketergantungan sektor-sektor pengguna BBM masih sangat tinggi, terutama
disektor transportasi yang masih menggunakan BBM 100%. Disektor rumah
tangga sekitar 68,03% masih menggunakan minyak tanah, 23,93% menggunakan
kayu bakar dan baru sekitar 8,04% menggunakan gas.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
15/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 7
Dengan komposisi penggunaan energi di atas, menunjukan bahwa
ketergantungan terhadap energi konvensional masih besar. Sementara itu,
pemerintah pada tahun 2007 telah mengeluarkan kebijakan untuk mengganti
penggunaan minyak tanah ke gas bagi kebutuhan rumah tangga. Kebijakan
konversi gas masih difokuskan pada daerah perkotaan sehingga untuk daerah
perdesaan akan semakin berat. Minyak tanah yang masih dimanfaatkan sebagain
besar penduduk perdesaan akan semakin berkurang pasokannya namun upaya
untuk mengganti sumber energi perdesaan masih sangat kurang. Hal ini
menunjukan bahwa konversi minyak tanah ke energi lain termasuk gas akan
menjadi tantangan dan membutuhkan peran dari semua elemen masyarakat.
Secara umum pembangunan infrastruktur energi masih terbatas dan belummerata serta rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap energi. Hal ini
dikarenakan tingginya harga BBM yang berimplikasi terhadap pasokan energi listrik
Jawa Barat, karena sebagian besar sumber pembangkit yang ada masih
menggunakan BBM. Sistem kelistrikan Jawa Barat merupakan bagian dari sistem
kelistrikan nasional Jawa-Madura-Bali (Jamali). Jawa Barat mengkonsumsi energi
listrik sekitar 28% dari sistem Jamali. Beban puncak listrik Jawa Barat pada tahun
2007 sebesar 4.355 MW sedangkan daya mampu pembangkit sebesar 4.337,05MW yang berarti masih mempunyai surplus kapasitas pembangkit. Cakupan desa
yang sudah mendapat tenaga listrik mencapai 99,59%. Namun demikian angka
rasio elektrifikasi rumah tangga baru mencapai 61,05%.
Peran Jawa Barat terhadap energi nasional sangat besar, hal ini ditunjukan
dengan keberadaan pembangkit listrik tenaga air seperti Jatiluhur, Saguling dan
Cirata dimana Jawa Barat memberikan kontribusi sekitar 46,21% dari pembangkit
tenaga air (PLTA). Sumber pembangkit lainnya adalah dari energi Panas Bumi
dimana Jawa Barat memberikan kontribusi sekitar 92,81% terhadap energi listrik
nasional. Pemerintah Pusat berencana menambah pasokan energi dengan
membangun pembangkit PLTU batubara yang berkapasitas sekitar 1800 MW. Hal
ini tentunya akan meningkatkan peran penting Jawa Barat terhadap penyediaan
energi Nasional.
2.1.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan IPTEK, yang ditandai
dengan jumlah perguruan tinggi (PT) yang cukup banyak. Pada tahun 2005
terdapat 358 PT, dengan perincian Perguruan Tinggi Negeri terdiri dari 5 PT,
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
16/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 8
sedangkan Perguruan Tinggi Swasta 353 PT yang tersebar di kabupaten dan kota
se Jawa Barat.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penguasaan dan pemanfaatan
IPTEK masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing, hal ini ditunjukkanantara lain olehpublikasi dan kajian ilmiah yang dihasilkan oleh lembaga penelitian
baik milik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta yang banyak berlokasi di
Jawa Barat belum dapat diimplementasikan dengan maksimal. Hal ini disebabkan
oleh sumber daya IPTEK masih terbatas, mekanisme intermediasi yang
menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEK dengan kebutuhan
pengguna belum efektif, sinergi kebijakan yang lemah menyebabkan kegiatan
IPTEK belum sanggup memberikan hasil yang signifikan, dan budaya pemanfaatanIPTEK belum berkembang serta belum terkaitnya hasil kajian dengan kebutuhan
riil masyarakat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), menuntut
berbagai respon dan tindakan yang harus dirumuskan secara cermat dan tepat,
mengingat kemampuan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan kemampuan
keuangan daerah yang relatif terbatas. Ke depan pemerintah dan pemerintah
daerah perlu lebih proaktif terhadap perubahan dan lebih mendayagunakan IPTEK
dalam pelaksanaan pembangunan.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam penguasaan IPTEK
merupakan upaya pemerintah daerah dalam mencerdaskan masyarakat, sehingga
pembangunan akan berjalan dengan baik yang didukung oleh sumberdaya
manusia yang berkualitas, menguasai IPTEK, yang dapat ditempuh dengan
menekan biaya seminim mungkin dan memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu terus bekerjasama dengan perguruan
tinggi dan lembaga ristek untuk berperan dalam membangun Jawa Barat, agar
pembangunan di Jawa Barat ke depan akan terus memperhatikan perkembangan
pengetahuan, kajian, data, penelitian dan fakta. Dengan dilibatkannya perguruan
tinggi dan lembaga ristek diharapkan akan memberikan sumbangsih pemikiran,
ide, penelitian, dan teknologi yang efektif dalam menganalisis suatu pemasalahan
sekaligus memecahkannya. Karena itu diharapkan perguruan tinggi dan lembaga
ristek dapat mempersiapkan berbagai pengembangan IPTEK untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, sebagaimana dibutuhkan oleh masyarakat.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
17/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 9
2.1.4 Infrastruktur Wilayah
Sarana dan prasarana wilayah yang meliputi infrastruktur transportasi,
sumber daya air dan irigasi, telekomunikasi, listrik dan energi serta sarana dan
prasarana dasar permukiman memiliki peran yang penting bagi peningkatanperekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Namun demikian secara umum
kualitas dan cakupan pelayanan sarana dan prasarana wilayah masih rendah dan
belum merata.
Pada aspek transportasi yang terdiri dari transportasi darat, udara dan laut,
rendahnya kualitas dan cakupan pelayanan antara lain dicirikan dengan
rendahnya nilai indeks aksesibilitas dan mobilitas rata-rata jaringan jalan
dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk jaringan jalan
provinsi; belum optimalnya kemantapan jalan provinsi terutama di jalur jalan
vertikal yang menghubungkan wilayah tengah dan selatan Jawa Barat; masih
kurangnya pembangunan jalan tol; rendahnya kapasitas ruas jalan di perkotaan
dengan nilai Volume Capacity Ratio(VCR) rata-rata mendekati nilai 0,8 pada tahun
2006; kurangnya penyediaan angkutan massal dan jaringan jalan rel; belum
optimalnya kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat
pertukaran moda; belum optimalnya pelayanan Bandar Udara Husein Sastranegara
dan bandara lainnya dalam melayani penerbangan komersial dari dan ke Jawa
Barat; serta masih terbatasnya fungsi Pelabuhan Cirebon sebagai pelabuhan
niaga.
Keberadaan infrastruktur sumber daya air dan irigasi juga masih belum
memadai, yang dicirikan dengan masih tingginya fluktuasi ketersediaan air
permukaan yang menimbulkan banjir dan kekeringan; masih terbatasnya
penyediaan air baku untuk berbagai kebutuhan, serta belum optimalnya intensitas
tanam padi akibat rendahnya layanan jaringan dan penyediaan air irigasi.
Adapun cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa
menjangkau setiap pelosok wilayah, dicirikan dengan adanya beberapa wilayah
yang belum terlayani.Khusus untuk layanan jasa telepon kabel, beberapa daerah
perkotaan pada tahun 2005 angka teledensitasnya sudah tinggi (>10), sedangkan
untuk beberapa daerah perkotaan dan kabupaten kondisi teledensitasnya masih
rendah.
Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman seperti,
perumahan dan cakupan layanan air bersih masih sangat rendah dicirikan dengan
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
18/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 10
masih banyaknya rumah tangga yang belum bisa memiliki rumah layak huni.
Keberadaan prasarana persampahan juga masih belum optimal baik yang
layanannya bersifat lokal maupun regional.
2.1.5 Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran penting dalam
keberlanjutan pembangunan Jawa Barat. Namun demikian, peran penting ini
belum dioptimalkan hingga saat ini. Fenomena yang terjadi justru menunjukkan
bahwa kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup Jawa Barat berada pada
tingkat cukup mengkhawatirkan. Dampak negatif dari fenomena ini diantaranya
adalah semakin berkembangnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan danmunculnya konflik sosial antara pencemar dan yang tercemar, serta konflik
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan di hulu dan hilir.
Faktor-faktor dominan yang menyebabkan penurunan daya dukung
lingkungan dalam kurun waktu sepuluh tahun ini antara lain, masih tingginya
tingkat alih fungsi lahan berfungsi lindung menjadi budidaya, kerusakan dan
berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang, pencemaran udara
perkotaan, pengrusakan dan kebakaran hutan, pencemaran dan sedimentasisungai serta waduk, penambangan yang merusak lingkungan, dan pengambilan
sumber daya air yang kurang terkendali, di samping meningkatnya frekuensi
kejadian bencana alam dan pengaruh dari pemanasan global. Hal tersebut
diperparah dengan perilaku dan budaya yang belum ramah lingkungan, baik dari
sisi perilaku membangun maupun perilaku individu masyarakatnya. Upaya
pengelolaan lingkungan saat ini masih belum mampu menahan laju kerusakan dan
pencemaran yang terjadi.Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 41.483.729 jiwa.
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat mencapai 1,83% yang dipicu oleh
tingginya angka kelahiran dan migrasi masuk Jawa Barat. Pembangunan kualitas
hidup manusia Jawa Barat menjadi prioritas pembangunan daerah. Perkembangan
kualitas sumber daya manusia (SDM) Jawa Barat menunjukkan perkembangan
yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,69 poin pada tahun 2007.Pencapaian tersebut merupakan komposit dari Angka Melek Huruf (AMH) sebesar
95,32 %, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) sebesar 7,50 tahun, Angka Harapan Hidup
waktu lahir (AHH e0) sebesar 67,58 tahun, serta paritas daya beli (purchasing
power parity) sebesar Rp 623.840,00.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
19/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 11
2.1.6Politik
Sejak 1998, gerakan reformasi telah mendorong demokratisasi baik pada
tingkat nasional maupun lokal. Pada tahun 1999, ditetapkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang memberi kebebasan kepadamasyarakat untuk membentuk partai politik, baik yang muncul secara sendiri,
maupun karena pemisahan dari partai dominan yang diakui selama Orde Baru,
kebebasan berorganisasi yang makin luas dengan membentuk berbagai organisasi
kemasyarakatan, kebebasan pers, dan desentralisasi kekuasaan dari Pusat ke
daerah yang ditandai dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Di samping itu paket perundang-undangan lainnya
yang menandai demokratisasi berlangsung di Indonesia antara lain adalahmengenai penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan pada 1999, Susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999
tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas dari KKN dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Upaya mendorong demokratisasi dilakukan pula dengan mengubah
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang dilakukan pada 2004,
sedangkan berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dipilih secara langsung. Dengan demikian
secara kelembagaan dan prosedur, Indonesia telah memasuki tahap demokrasi
yang sangat kuat. Di Jawa Barat pemilihan kepala daerah secara langsung telah
berjalan dengan baik dengan ditandai oleh kesiapan elite dan masyarakat untuk
menerima kekalahan atau kemenangan pihak lain. Hal tersebut menandakan
bahwa masyarakat telah siap dan percaya dengan aturan main dalam
berdemokrasi.
Demokrasi juga telah mendorong masyarakat untuk lebih berani
mengemukakan aspirasinya. Salah satunya adalah keinginan untuk membentuk
daerah otonom baik pada level kabupaten/kota maupun level provinsi. Di Jawa
Barat sejak tahun 1999 telah terbentuk 1 provinsi, yaitu Provinsi Banten yang
sebelumnya merupakan wilayah Keresidenan Banten, selanjutnya Kota
Tasikmalaya dan Kota Cimahi pada tahun 2001, serta Kota Banjar pada tahun
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
20/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 12
2003 dan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007. Aspirasi pembentukan
daerah otonom kabupaten/kota di Jawa Barat berkembang sejalan dengan
tuntutan untuk ikut serta dalam berpemerintahan dan peningkatan pelayanan
publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.1.7 Hukum dan HAM
Pembangunan Bidang Hukum di daerah diarahkan untuk mewujudkan
harmonisasi produk hukum yang dapat mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
penegakkan hukum dan hak asasi manusia. Namun proses demokratisasi
mendorong penggantian berbagai aturan perundang-undangan di tingkat nasional
yang pada akhirnya berdampak terhadap daerah. Berbagai perundang-undangan
yang ditetapkan pemerintah pusat pada implementasinya mengalami berbagai
kendala karena belum didukung oleh sistem hukum yang mapan, aparatur hukum
yang bersih serta prasarana dan sarana yang memadai. Kondisi tersebut lebih
lanjut menyebabkan penegakkan hukum yang lemah dan perlindungan hukum dan
hak asasi manusia (HAM) belum dapat diwujudkan. Peraturan perundang-
undangan yang baru, selain banyak yang saling bertentangan juga tidak segera
ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya. Hal tersebut mengakibatkan
daerah mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti dengan peraturan daerah dan
dalam implementasinya. Sampai dengan 2006 masih banyak peraturan daerah
yang belum dapat disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru.
Kondisi tersebut menghambat penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yang
dapat berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat.
Dalam penegakkan HAM telah disusun Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RAN-HAM) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan
pembangunan. Rencana aksi tersebut menjadi acuan semua pihak di daerah dalam
implementasi peraturan perundang-undangan mengenai HAM, terutama lembaga
pemerintah yang memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan
memenuhi hak asasi warga negara.
2.1.8 Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat
Pembangunan Bidang Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat dilakukan
untuk mewujudkan kondisi sosial yang tertib dan dapat mendukung pelaksanaan
pembangunan lainnya. Kondisi ketentraman dan ketertiban masyarakat sangat
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
21/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 13
berkaitan erat dengan aspek sosial, politik, dan hukum. Kondisi sosial Jawa Barat
sampai dengan akhir tahun 2007 berlangsung dinamis. Berbagai organisasi
kemasyarakatan dan lembaga keswadayaan masyarakat berkembang dan
berperan dalam berbagai bidang, baik budaya, keagamaan, pendidikan, kesehatan,
dan aktivitas sosial lainnya. Meskipun masih terdapat pertentangan dalam
kehidupan bermasyarakat, kondisi sosial tersebut berkaitan dengan kondisi politik
dan kondisi hukum. Kehidupan politik yang diarahkan untuk mewujudkan
demokrasi masih dimaknai sebagai kebebasan semata oleh sebagian masyarakat
yang seringkali dapat mengganggu kelompok masyarakat lainnya yang
mempengaruhi kondisi ketentraman dan ketertiban umum. Dalam aspek hukum,
penegakkan hukum yang lemah dan tidak konsisten mempengaruhi pula kondisi
ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Tingkat kriminalitas dan pelanggaran hukum lainnya masih cukup tinggi. Hal
ini disebabkan karena Jawa Barat merupakan daerah penyangga ibu kota negara
dan lintasan Jawa Sumatera. Jumlah penduduk yang besar dan heterogen,
terdapatnya obyek vital nasional, daerah kunjungan wisata, daerah pendidikan dan
industri serta banyaknya permasalahan kepemilikan lahan. Di samping itu protes
ketidakpuasan terhadap suatu masalah yang mengarah pada perusakan fasilitasumum seringkali terjadi. Namun secara keseluruhan sikap masyarakat untuk
mendukung terciptanya tertib sosial melalui upaya mewujudkan ketentraman dan
ketertiban cukup baik.
2.1.9 Aparatur
Reformasi sistem politik yang diarahkan pada demokratisasi telah
mendorong reformasi birokrasi melalui penataan struktur, sistem dan kultur. Upaya
penataan struktur masih berlangsung setelah penetapan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Pembenahan dan penataan struktur organisasi
pemerintahan di daerah masih mencari bentuk antara kebutuhan daerah dengan
tuntutan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
meskipun daerah diberi otonomi yang luas, tetapi dalam menetapkan struktur
organisasi masih bergantung kepada Pusat.
Penataan sistem untuk lebih memudahkan penyelenggaraan administrasi
pemerintahan mengalami kendala, karena dipengaruhi oleh peraturan perundang-
undangan yang tidak sinkron atau belum ada peraturan pelaksanaannya.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
22/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 14
Penetapan standar pelayanan minimal untuk beberapa bidang sudah dapat
diimpelementasikan meskipun pengawasan terhadap pelaksanaannya belum dapat
dilakukan. Untuk standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap alur kegiatan
administrasi pemerintahan belum dapat diimplementasikan.
Reformasi birokrasi menginginkan perubahan kultur birokrasi yang
mengarah pada profesionalisme, beretika, impersonal, dan taat aturan. Transisi
dalam reformasi birokrasi masih mengalami kendala dalam mewujudkan birokrasi
yang ideal. Kultur tradisional dan primordial masih mewarnai birokrasi Pemerintah
Provinsi Jawa Barat walaupun dari sisi sarana dan prasarana telah cukup modern,
namun dukungan teknologi komunikasi belum dimanfaatkan secara optimal. Hal
lainnya adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan aparatur.
Jumlah aparatur yang secara kuantitas mencukupi, tetapi aspek kualitasnya
masih rendah dalam arti dari sisi kedisiplinan, profesionalisme dan etika. Hal
tersebut mempengaruhi kinerja aparatur secara umum dan terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kondisi sarana dan prasarana aparatur sudah cukup baik dengan gedung
kantor yang layak dan seluruh organisasi perangkat daerah telah memiliki gedung
tersendiri. Namun sarana dan prasarana yang secara langsung memberikan
pelayanan kepada masyarakat masih perlu ditingkatkan karena belum sesuai
dengan standar pelayanan minimal, seperti unit pengelola teknis daerah dalam
pemungutan pajak daerah, dan unit perijinan.
2.1.10 Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Baratmengamanatkan proporsi kawasan lindung sebesar 45% dan kawasan budidaya
55%. Namun pengendalian pemanfaatan ruang menjadi kendala dalam
mewujudkan proporsi tersebut. Belum tertata dan terkendalinya pertumbuhan
lahan terbangun yang cenderung acak dan menyebar, serta degradasi lingkungan
di wilayah Jabar Selatan merupakan ancaman terhadap daya dukung lingkungan.
Selain itu, terjadinya pergeseran tutupan lahan hutan dan sawah menjadi
permukiman dan industri merupakan permasalahan dalam upaya pengendaliantata ruang.
Pengembangan wilayah dalam struktur tata ruang Jawa Barat sampai saat
ini masih timpang. Dalam konteks wilayah utara-tengah-selatan Jawa Barat, terjadi
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
23/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 15
pemusatan pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat di wilayah utara dan
tengah, sementara wilayah perdesaan di selatan Jawa Barat yang seharusnya
dikembangkan menjadi wilayah pendukung dari aspek lingkungan dan pertanian
agro kurang mendapat sentuhan pemerataan pembangunan. Sementara itu di
wilayah perbatasan masih terjadi ketidaksetaraan dalam penyediaan sarana dan
prasarana dasar permukiman maupun prasarana jalan.
2.2 Tantangan
2.2.1.Sosial Budaya dan Kehidupan BeragamaDalam dua puluh tahun mendatang, Jawa Barat menghadapi tekanan
jumlah penduduk yang semakin tinggi. Pada tahun 2025 jumlah penduduk Jawa
Barat diperkirakan sekira 52,7 juta jiwa. Pengendalian jumlah penduduk dan laju
pertumbuhannya perlu diperhatikan untuk terwujudnya penduduk yang tumbuh
dengan seimbang guna peningkatan kualitas, daya saing dan kesejahteraannya.
Selain itu persebaran dan mobilitas penduduk perlu mendapatkan perhatian
sehingga ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk antara kabupaten dan
kota serta antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat dikurangi.
Memperhatikan kecenderungan pencapaian IPM dan komponen-
komponennya, tantangan peningkatan IPM pada masa datang akan lebih terfokus
pada peningkatan Indeks Daya Beli. Namun demikian, pelayanan pendidikan dan
kesehatan bagi masyarakat harus senantiasa ditingkatkan untuk menjamin
peningkatan Indeks Pendidikan dan Indeks Kesehatan.
Berkaitan dengan semakin pesatnya perkembangan metodologi dan
teknologi dalam bidang pendidikan, perlu dilakukan antisipasi melalui
pengembangan inovasi dan sistem tata kelola pendidikan, pemberdayaan profesi
guru dengan meningkatkan kompetensinya, penyempurnaan pembangunan sarana
dan prasarana yang lebih tanggap teknologi, pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi yang dilandasi oleh nilai-nilai kecerdasan dan kearifan budaya lokal,
peningkatan kualitas lulusan untuk mengantisipasi tingkat persaingan melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan semakin kompetitifnya ketersediaan
lapangan pekerjaan. Dalam hal pengembangan sain dan teknologi, peningkatan
kemampuan masyarakat perdesaan dalam pemanfaatan teknologi tepat guna
(TTG) juga perlu mendapatkan penanganan yang optimal.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
24/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 16
Tingginya kesenjangan status kesehatan dan rendahnya akses terhadap
pelayanan kesehatan antarwilayah, belum optimalnya penggunaan teknologi di
bidang kesehatan merupakan kondisi yang menjadi tantangan bagi para pemangku
kepentingan untuk mengatasinya. Memperhatikan hal tersebut, pembangunan
kesehatan lebih didorong pada tercapainya kondisi yang memungkinkan
terciptanya perilaku sehat dan lingkungan yang sehat baik fisik maupun sosial
yang mendukung produktivitas masyarakat. Selain itu, perlu juga didorong
kepada berlangsungnya paradigma hidup sehat yang terintegrasi pada pencapaian
kualitas hidup penduduk yang sehat dan berumur panjang.
Terkait dengan pembangunan yang diwujudkan bersama dengan
masyarakat, pembangunan sektor agama mesti didorong untuk menciptakankondisi terbaik bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat yang harmonis.
Semakin derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing yang masuk melalui
berbagai media, pembangunan sarana dan prasarana keagamaan, pengkajian dan
aplikasi ajaran agama, pengembangan seluruh potensi umat dalam menciptakan
kondisi kehidupan beragama secara fungsional dan proporsional, pengelolaan
sumber dana keumatan berdasarkan ajaran agama perlu dikelola sesuai dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, dan pemberdayaan potensi ekonomi umat,sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keagamaan yang dianut merupakan tantangan
yang dihadapi dalam pembangunan di bidang keagamaan.
Prediksi jumlah angkatan kerja pada akhir tahun 2025 diperkirakan
mencapai 21,5 juta jiwa dengan jumlah penduduk bekerja sebanyak 19 juta jiwa
dan pencari kerja sebanyak 2,5 juta jiwa. Meningkatnya jumlah angkatan kerja
yang merupakan kelompok usia produktif perlu disikapi dengan berbagai upaya
untuk membuka kesempatan kerja yang lebih besar, meningkatkan produktivitas
dan keterampilan tenaga kerja, mengurangi permasalahan perburuhan dalam
rangka mengendalikan jumlah pengangguran yang diprediksi akan semakin besar
di masa mendatang.
Berdasarkan gambaran kondisi kepemudaan di Jawa Barat, pemuda Jawa
Barat memilki potensi dan peluang yang cukup besar, sekaligus kelemahan dan
tantangan yang tidak ringan. Potensi dalam hal ini adalah jumlah yang cukup
besar, pola pikir dan semangat yang tinggi. Sementara peluang yang dimiliki oleh
pemuda Jawa Barat adalah ruang gerak atau ekspresi idealisme yang terbuka, baik
dalam konteks sistem nilai, sistem pendidikan, sistem ekonomi maupun sistem
politik. Kelemahannya adalah kondisi perkembangan psikologis pemuda yang
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
25/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 17
belum stabil, masih pada tahap pencarian identitas diri dan lemahnya sandaran
nilai serta norma. Tantangan yang muncul di kalangan pemuda adalah masa
depan yang penuh kompetisi baik keterampilan, idealisme maupun nilai budaya.
Seiring dengan kondisi aktual pembangunan keolahragaan saat ini, dirasaperlu mengembangkan institusi birokrasi pemerintahan di bidang keolahragaan
guna memperhatikan sinergitas sistem pembinaan olahraga baik menyangkut
olahraga pendidikan, olahraga rekreasi maupun olahraga prestasi. Di samping itu
pengembangan ruang publik dan fasilitas olahraga agar bisa bertambah sehingga
para pelajar dan masyarakat luas dapat terlayani secara baik untuk berolahraga.
Demikian pula pengembangan sarana dan prasarana keolahragaan demi
kepentingan sentralisasi pembinaan maupun pentas olahraga nasional daninternasional secara terpadu perlu segera diwujudkan agar Jawa Barat dapat
mengambil posisi menjadi kekuatan inti olahraga nasional. Oleh karena itu,
pengembangan olahraga ke depan mesti ditangani secara sungguh-sungguh untuk
mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat yang berbudaya seiring dengan
lahirnya Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan.
Stigma bahwa perempuan makhuk lemah, porsi perempuan di rumah,
perempuan merupakan obyek kaum laki-laki dan diskriminasi perlakuan di dunia
usaha maupun politik merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam upaya
pemberdayaan perempuan. Karena itu, kesetaraan jender menjadi perhatian dalam
penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan melalui
peningkatan pemahaman mengenai kesetaraan jender, peningkatan kualitas hidup
dan peran perempuan, serta penguatan kelembagaan, kelompok masyarakat
(khususnya perempuan) dan jaringan kemitraan pengarusutamaan jender.
Imbas perubahan global dan pertentangan antara Nilai-nilai tradisional,
peninggalan sejarah, kepurbakalaan dan permuseuman dengan arus perubahan
teknologi informasi dan era komputerisasi, serta lemahnya kemampuan
masyarakat dalam menghadapi keragaman budaya diantaranya orientasi
kelompok, agama, etnis, dan krisis jati diri karena dapat menimbulkan konflik
sosial dan disintegrasi; menjadi tantangan bagi terwujudnya kondisi yang
diinginkan. Untuk itu upaya perlindungan dan pelestarian terhadap keempat aspek
kebudayaaan tersebut, penerapan muatan pendidikan nilai-nilai budaya daerah
terhadap anak usia dini dan usia pendidikan dasar, serta revitalisasi terhadap
lembaga/organisasi kesenian dan kebudayaan pelestarian cagar dan desa budaya,
dan pengembangan nilai-nilai yang ada di dalamnya merupakan strategi yang
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
26/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 18
optimal dalam pembangunan budaya daerah.
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan bidang sosial adalah beban
permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin beragam dan meningkat akibat
terjadinya berbagai krisis sosial. Upaya yang harus dilakukan diantaranyapengembangan peran lembaga swadaya masyarakat, pengelolaan yang profesional
dan komprehensif panti rehabilitasi sosial. Selain itu, penanggulangan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi Potensi Sumber Kesejahteraan
Sosial (PSKS) perlu diupayakan terus menerus melalui penggalian dan
pendayagunaan potensi yang dimiliki, peningkatan sarana dan prasarana,
peningkatan mutu sekolah serta pelatihan/ optimalisasi bagi organisasi/lembaga
sosial serta partisipasi masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakatsehingga tercipta kondisi sosial kemasyarakatan yang sesuai dengan norma-norma
agama dan budaya.
2.2.2 EkonomiPembangunan ekonomi Jawa Barat dua puluh tahun mendatang dihadapkan
pada tantangan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara
berkelanjutan dan berkualitas untuk mewujudkan secara nyata peningkatan
kesejahteraan sekaligus mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi serta
pengangguran. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jawa Barat tahun 20052025
diperkirakan akan berada pada kisaran 6% sampai 8% per tahun. Struktur
ekonomi Jawa Barat ke depan akan didominasi oleh empat sektor utama yaitu
sektor pertanian, industri, perdagangan, dan pariwisata. Seiring dengan era
perdagangan bebas yang akan terus mewarnai perkembangan ekonomi dunia di
masa mendatang, peningkatan daya saing ekonomi daerah menjadi faktor penentu
bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi daerah. Penguatan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi
daerah, yang didukung oleh reorientasi ekonomi kepada basis penelitian dan
teknologi serta pasar.
Tantangan peningkatan investasi di daerah ke depan tidak lepas dari
stabilitas keamanan dan ketertiban yang diiringi oleh kepastian hukum,
ketersediaan infrastruktur wilayah, ketersediaan dan kepastian lahan, perburuhan
dan masalah lainnya termasuk proses perizinan pembangunan. Pemecahan
masalah tersebut sangat menentukan keberhasilan untuk menarik investor agar
dapat menanamkan modalnya di Jawa Barat. Upaya promosi investasi juga
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
27/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 19
menjadi faktor penentu untuk menarik investasi baru.
Upaya untuk mendukung pencapaian pertumbuhan sektor industri jangka
panjang, diarahkan pada penguatan struktur industri dan peningkatan daya saing
industri yang berkelanjutan. Pembangunan industri yang berkelanjutan didasarkanpada industri yang berbasis pada sumber daya alam lokal dan penguasaan
teknologi dengan didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Dengan
demikian diharapkan sektor industri dapat menjadi penggerak utama
perekonomian daerah yang memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat
serta memiliki daya saing yang berkelanjutan dan tangguh di pasar domestik dan
internasional.
Adapun tantangan ke depan untuk pengembangan perdagangan di Jawa
Barat adalah di fokuskan peningkatan akses pasar ekspor diiringi dengan
peningkatan kualitas dan desain produk, serta memperluas kawasan dan tujuan
ekspor. Selain itu, untuk penguatan perdagangan dalam negeri di tujukan
peningkatan sarana distribusi barang, penguatan pasar domestik, menggalakkan
pemberdayaan produk dalam negeri dan peningkatan perlindungan konsumen.
Tantangan utama dalam pengembangan pertanian di Provinsi Jawa Barat
adanya konversi lahan usaha tani ke nonpertanian menyebabkan terjadi
konsentrasi kapital di nonpertanian yang semakin menekan posisi tawar sektor
pertanian, rendahnya sumberdaya manusia di sektor pertanian akibat
berkurangnya minat dan ketersediaan sekolah kejuruan serta pendidikan dan
latihan (diklat) di bidang pertanian, rendahnya skala usaha tani, dan rendahnya
penghargaan terhadap petani serta lemahnya akses petani terhadap teknologi
baru, permodalan, informasi, dan pasar. Pada sisi lain pengembangan sarana dan
prasarana yang ada relatif belum dapat memperbaiki kinerja pertanian,
peningkatan kesempatan kerja maupun pengurangan kemiskinan. Untuk itu perlu
dilakukan upaya meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antarsubsistem dalam
sistem pertanian, serta menumbuhkembangkan kepedulian pemerintah terhadap
pendidikan dan budaya pertanian. Tingkat kebutuhan konsumsi pangan di masa
yang akan datang untuk beberapa komoditi relatif akan meningkat secara
perlahan. Peningkatan ini berhubungan erat dengan tingkat pertumbuhan
penduduk serta proyeksi tingkat konsumsi per kapita per tahun.
Bisnis kelautan di masa mendatang akan dihadapkan pada pengembangan
usaha perikanan tangkap, usaha budidaya laut, bioteknologi kelautan, serta
berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang berkelanjutan dan melibatkan
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
28/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 20
masyarakat sehingga mampu mentransformasikan keunggulan komparatif sektor
kelautan dan perikanan menjadi keunggulan bersaing.
Tantangan pengembangan pariwisata dua puluh tahun mendatang adalah
mewujudkan Jawa Barat sebagai daerah kunjungan wisata utama. Potensi wisataJawa Barat cukup banyak dengan objek dan atraksi wisata yang variatif dan
menarik. Proyeksi jumlah kunjungan wisatawan ke Jawa Barat sebesar 16,4% per
tahunnya. Guna mendukung pertumbuhan wisatawan ke Jawa Barat, maka
pengembangan pariwisata difokuskan pada pengembangan daya tarik wisata yang
berakar pada alam dan budaya Jawa Barat sehingga dapat mencerminkan jati diri
masyarakat Jawa Barat, yang didukung oleh kompetensi sumber daya manusia,
pengelola daya tarik wisata dan fasilitas penunjang wisata.
Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan
individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Kebutuhan
akan sandang, pangan, papan serta pendidikan dan kesehatan merupakan
tantangan yang harus mendapatkan perhatian dalam rangka penanggulangan
kemiskinan. Oleh sebab itu, upaya penanggulangan kemiskinan merupakan
prioritas utama dalam pembangunan jangka panjang sehingga diharapkan pada
tahun 2025 jumlah penduduk miskin terus berkurang.
Dalam bidang energi, tantangan dalam dua puluh tahun kedepan adalah
terpenuhinya pasokan energi yang handal dan efisien, terciptanya pengelolaan
energi yang berkelanjutan serta terwujudnya kemampuan masyarakat dalam
pengebangunan energi menuju desa mandiri energi yang berkelanjutan.
Pencapaian tersebut dapat dilakukan melalui upaya-upaya intensifikasi,
divertifikasi energi, dan konservasi energi . Dalam upaya intensifikasi energi, maka
eklporasi dan eksploitasi sumber-sumber energi baru perlu terus dilakukan. Upaya
diversifikasi energi dilakukan dengan mengembangkan berbagai energi alternatif
baik energi baru maupun energi terbarukan seperti mikro hidro, Biomassa, panas
bumi, tenaga uap, tenaga surya, dan angin.
Dalam kebijakan ketenaga lsitrikan, khususnya dalam pemanfaatan sumber
energi terbarukan, energi air merupakan energi yang potensial lokal yang
diarahkan pemanfaatannya untuk pelistrikan di daerah perdesaan atau daerah
terpencil. PLTMH menjadi prioritas utama karena teknologi ini mampu memasik
kebutuhan listrik untuk penerangan masyarakat di perdesaan dan juga melayani
kebutuhan industri kecil perdesaan. Potensi energi surya dan angin menunjukan
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
29/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 21
bahwa energi ini dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan ketersediaan
energi di perdesaan.
Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi sumberdaya panas bumi terbesar
kedua di Indonesia atau sekitar 27,791 MW dan baru termanfaatkan 13,3% saja.Pengembangan energi panas bumi untuk energi listrik skala nasional perlu
didorong karena ketersediaan energi ini dapat menggantikan BBM yang selama ini
menjadi sumber energi terbesar bagi pembangkit listrik. Sifatnya energi panas
bumi yang berkelanjutan akan menjadikan energi ini terus tersedia selama kondisi
lingkungan sekitarnya terjaga dan tentunya akan sejalan dengan kebijakan
pembangunan berkelanjutan. Dalam jangka panjang harus mulai dimulai pula
pengembangan energi nuklir sebagai salah satu sumber energi lsitrik nasional.
Di sektor rumah tangga, maka diversifikasi energi akan memerlukan
pengembangan teknologi tidak hanya dalam penyediaan gas tetapi juga energi
lainnya seperti biomassa. Jawa Barat memiliki potensi energi biomassa cukup
besar. Pemanfaatan energi biomassa dapat disesuaikan dengan potensi daerah
masing-masing baik dengan biogas atau biofuel.
2.2.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK)yang sangat pesat dan perubahan paradigma dari keunggulan
berdasarkan sumber daya yang dimiliki (resource-based competitiveness) menjadi
keunggulan berdasarkan pengetahuan (knowledge-based competitiveness). Karena
itu kemampuan suatu daerah untuk menguasai IPTEK menjadi salah satu faktor
dalam berkompetisi di pasar global dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.
Dalam rangka peningkatan kemampuan IPTEK, tantangan yang dihadapi
dalam dua puluh tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuan IPTEK yang
ditunjang oleh ketersediaan kualitas sumber daya IPTEK, diantaranya SDM yang
berkualitas, peningkatan sarana dan prasarana, serta pembiayaan menuju
masyarakat berbasis pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu,
pembangunan IPTEK mendatang, mengacu pada nilai-nilai luhur yaitu dapat
dipertanggunjawabkan, prima, inovatif dan berpandangan jauh ke depan.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
30/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 22
2.2.4 Infrastruktur WilayahPada masa yang akan datang, tantangan yang dihadapi dalam
pengembangan sarana dan prasarana wilayah di Jawa Barat adalah meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan meliputi pengembangan angkutan umum massalterutama untuk kota-kota yang berpenduduk padat; pengembangan jaringan jalan
yang efektif dan efisien, baik berupa jaringan jalan tol maupun non tol yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama dalam skala regional dan lokal;
pengaturan hierarki peran serta fungsi jaringan transportasi yang lebih baik agar
menghasilkan pergerakan yang efisiensi dan efektif; peningkatan pelayanan
bandara-bandara yang telah ada dan mengembangkan bandara baru yang lebih
tinggi kapasitas layanannya untuk menunjang perkembangan kegiatanperekonomian dan kegiatan-kegiatan lainnya; peningkatan sarana dan prasarana
pelabuhan yang ada dan mengembangkan pelabuhan baru; revitalisasi dan
pengembangan jaringan jalan rel untuk melayani pergerakan dalam kota dan
antarkota; pengembangan infrastruktur penampung air baku, baik yang bersifat
alami maupun buatan untuk meminimalisasi terjadinya bencana banjir dan
kekeringan; peningkatan layanan jaringan irigasi untuk menjamin keberlanjutan
sistem irigasi serta meningkatkan intensitas tanam padi sawah serta menjaga alihfungsi lahan sawah beririgasi teknis dalam mempertahankan Jawa Barat sebagai
lumbung padi; pengembangan jaringan telekomunikasi baik yang menggunakan
jaringan kabel maupun nirkabel, terutama pada daerah yang teledensitasnya
masih rendah; pengembangan sarana dan prasarana dasar pemukiman, berupa
pengembangan rumah susun, meningkatkan cakupan pelayanan air bersih, dan
sanitasi lingkungan serta pengembangan pengelolaan sampah yang berskala
regional. Tantangan lain yang dihadapi dalam pengembangan sarana danprasarana wilayah adalah meningkatkan efisiensi dan efiktivitas pengelolaan
sarana dan prasarana wilayah antara lain dengan mengoptimalkan kerjasama
antara pemerintah dan swasta serta kemampuan lembaga pengelola.
2.2.5 Sumber Daya Alam dan Lingkungan HidupTantangan besar yang dihadapi Provinsi Jawa Barat sampai tahun 2025
adalah memulihkan dan menguatkan kembali daya dukung lingkungan dalam pe-
laksanaan pembangunan. Bersamaan dengan itu keterlibatan seluruh potensi
masyarakat untuk melakukan berbagai penguatan bagi terwujudnya perilaku dan
budaya ramah lingkungan serta sadar risiko bencana perlu terus
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
31/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 23
ditumbuhkembangkan. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dengan
prinsip berkelanjutan menjadi tumpuan bagi upaya peningkatan kualitas
lingkungan hidup ke depan. Pendayagunaan sumber daya alam harus dilakukan
seefektif dan seefisien mungkin, ditopang IPTEK yang memadai sehingga
memberikan nilai tambah yang berarti.
Jawa Barat dengan keanekaragaman potensi sumber daya alamnya tidak
hanya menjadi pengekspor sumber daya alam bernilai rendah dan mengimpornya
kembali dalam bentuk produk bernilai tinggi, melainkan harus menjadi pengekspor
sumber daya alam yang telah diolah dan bernilai tinggi.
Pembiayaan penataan lingkungan merupakan aspek penting yang selama ini
sulit dilaksanakan karena terkait kerja sama dan komitmen antarpihak atau antar
daerah. Penerapan prinsip yang mencemari dan merusak harus membayar, pola
pembagian peran hulu hilir atau pusat-daerah, bagi hasil pajak untuk lingkungan,
dana lingkungan, serta pola pembiayaan pemulihan lingkungan harus mulai
dilakukan. Pengawasan secara berkesinambungan dan penegakan hukum secara
konsisten adalah sasaran dalam rangka pemulihan daya dukung lingkungan lebih
maksimal. Pemahaman risiko bencana harus mulai diintegrasikan pada proses
pembangunan ke depan, guna meminimalisasi risiko dan kerugian yang mungkin
timbul atas hasil hasil pembangunan yang dicapai.
2.2.6 PolitikKeberhasilan pembangunan politik dapat diukur dari tingkat partisipasi
warga yang meliputi kebebasan politik dan akuntabilitas. Partisipasi warga menjadi
indikator karena menggambarkan esensi penerapan demokrasi dalam tata kelola
pemerintahan. Demokrasi secara substantif menghendaki keterlibatan secara aktif
dan otonom dari seluruh komponen masyarakat, agar aspirasi masyarakat dapat
diketahui secara pasti. Di sisi lain dengan partisipasi masyarakat tingkat legitimasi
pemerintah yang berkuasa dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, karena
partisipasi sejalan dengan transparansi dan akuntabilitas.
Tolok ukur partisipasi adalah ketersediaan lembaga-lembaga politik dan
kemasyarakatan seperti jumlah partai politik dan ormas; ketersediaan institusi
mediasi yang merupakan cerminan masyarakat madani (civil society) seperti
jumlah organisasi non pemerintah dan pers; proporsi keterwakilan partai politik di
lembaga legislatif; proporsi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif; tingkat
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
32/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 24
partisipasi pemberian suara; jumlah unjuk rasa dan pemogokan kerja; serta
keikutsertaan warga dalam berbagai kegiatan dan tingkatan.
Melihat tantangan perubahan yang dihadapi pembangunan Jawa Barat, di-
perlukan kualifikasi pemimpin daerah yang memiliki pengalaman dalampenyelenggaraan manajemen pemerintahan, memiliki kecerdasan intelektual dan
spiritual untuk menggerakkan tata kelola pemerintahan yang baik dan
pemerintahan yang inovatif dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme, dan
visioner untuk menggerakkan perubahan dan pembaruan dalam keseluruhan
konteks pembangunan, serta egaliter untuk menggerakkan tata pikir, sikap, dan
tindakan yang mampu menggerakkan proses demokratisasi yang beradab dan
bermuara pada terciptanta kondisi masyarakat yang harmonis. Proses pergantiankepemimpinan daerah juga mempertimbangkan aspek keadilan dan kesetaraan
gender untuk mencapai keseimbangan antara ketegasan dan kecepatan, serta ke-
cermatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan.
Proses dan mekanisme politik berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi di
masa mendatang adalah terciptanya tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang aman, damai, dan stabil. Karena itu, partisipasi warga dalam
kehidupan politik merupakan suatu keniscayaan melalui penguatan masyarakat
madani (civil society) yang terbuka terhadap perubahan. Termasuk keinginan
masyarakat untuk membentuk daerah otonom akan terus bermunculan selama
aspirasi masyarakat belum dapat diakomodir dengan tepat, dan komunikasi antara
pemerintah dan masyarakat mengalami hambatan.
2.2.7 Hukum dan HAMPembangunan hukum dalam kerangka tata kelola kepemerintahan yang
baik (good governance) diukur berdasarkan orientasi pemerintah (government
orientation) yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan
warga masyarakat, terutama dalam kinerja pelayanan publik dengan tolok ukur
penegakan hukum/efisiensi yudisial. Fungsi penegakan hukum diperlukan untuk
menunjukkan komitmen pemerintah dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang
telah dibuatnya. Selain itu, konsistensi dalam penegakan hukum dapat membantu
memulihkan kepercayaan masyarakat pada pemegang otoritas.
Pembangunan hukum berorientasi pada upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat melalui berbagai aturan dan penegakan aturan tersebut guna
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
33/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 25
melindungi hak asasi manusia dan memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk
pencapaian kondisi tertib sosial kemasyarakatan yang berimplikasi terhadap
pertumbuhan ekonomi, juga berkaitan dengan penegakkan hukum secara
berkeadilan.
2.2.8 Ketentraman dan Keteriban MasyarakatKetentraman dan Ketertiban Masyarakat merupakan faktor utama yang
memiliki peran sangat penting dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam
menyelenggarakan pembangunan jangka panjang Jawa Barat. Potensi ancaman
terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat akan dihadapi dari friksi dan
konflik sosial terkait dengan menurunnya daya dukung lahan, air, dan lingkungan
dalam proses pembangunan. Juga akibat dari lambannya pencapaian
keseimbangan jumlah penduduk dan lapangan pekerjaan. Ancaman lain yang
cenderung meningkat adalah kejahatan transnasional, mengingat Jawa Barat
merupakan jalur mobilitas orang dan barang yang strategis.
Gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat masih
berpotensi untuk muncul, yaitu berkembangnya modus-modus kejahatan baru
dengan memanfaatkan teknologi canggih dan maraknya kasus-kasus kerusuhan
dan berbagai kejahatan yang bersifat konvensional, transnasional, dan kejahatan
terhadap kekayaan Negara.
2.2.9AparaturAparatur pemerintah memegang peran sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kedudukan aparatur pemerintah daerah tidak
hanya untuk menggerakkan manajemen dan organisasi pemerintahan, melainkan
juga dalam keseluruhan konteks demokratisasi. Terkait dengan hal tersebut, maka
perencanaan sumberdaya termasuk di dalamnya penataan struktur organisasi,
penataan kesisteman, dan pembentukan budaya organisasi yang menjunjung
tinggi etika, profesional dan disiplin, khususnya dalam mewujudkan kondisi
pemerintahan yang berorientasi kepada pelayanan.
Bertolak dari pengalaman empirik penyelenggaraan pemerintahan
sepanjang 1984-2005 dan tantangan yang dihadapi sampai dengan 2025 adalah
masih rendahnya kinerja aparatur karena adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN), masih rendahnya kualitas SDM aparatur, dan rendahnya kesejahteraan
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
34/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 26
Pegawai Negeri Sipil; struktur organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan daerah,
kesisteman yang mampu menjadi acuan dalam proses administrasi pemerintahan
didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang dapat dimanfaatkan secara
optimal, dan budaya organisasi yang mendorong peningkatan kinerja aparatur.
Birokrasi yang modern dan mampu menjalankan fungsinya dalam sistem
pemerintahan demokratis merupakan tantangan utama ke depan, yaitu birokrasi
yang mampu memformulasikan kebijakan sesuai dengan keinginan politik dan
aspirasi masyarakat dan dapat mengimplementasikannya secara bertanggung
jawab.
2.2.10Tata Ruang dan Pengembangan WilayahTantangan jangka panjang yang dihadapi adalah menjaga konsistensi
antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Penataan ruang ke depan perlu mempertimbangkan daya dukung dan daya
tampung lahan serta kerentanan terhadap bencana alam. Selain itu diperlukan
regulasi yang jelas agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor.
Tantangan lainnya adalah mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah
khususnya antara wilayah di perkotaan dan perdesaan khususnya yang berada di
Selatan Jawa Barat dan menyeimbangkan Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan
Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal sehingga dapat berkembang secara merata dan
optimal.
Tantangan aspek pola tata ruang adalah penyediaan kebutuhan lahan untuk
kawasan permukiman terutama di kawasan perkotaan dalam kondisi luasan lahan
yang ada sangat terbatas karena adanya kawasan lindung yang tidak boleh
berubah fungsi dan adanya lahan sawah yang juga harus dipertahankan
keberadaannya. Selain itu pengelolaan kawasan perkotaan akan menjadi
tantangan tersendiri dalam mengatur aktivitas perkotaan dan memenuhi
penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan
prinsip pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
2.3 Modal Dasar
Modal dasar pembangunan merupakan salah satu kekuatan dan peluang
yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pembangunan daerah, antara lain :
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
35/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT II - 27
1. Karakteristik masyarakat Jawa Barat yang religius dan berbudaya adiluhungmendorong terciptanya kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan
pembangunan;
2. Posisi geografis Jawa Barat yang berbatasan dengan ibukota negaramenjadikan Jawa Barat sebagai penyangga DKI Jakarta dan menjadi lintasan
utama arus regional penumpang dan barang Sumatera Jawa Bali
merupakan dasar dalam penetapan kebijakan pembangunan daerah di
berbagai aspek;
3. Sumber daya air yang melimpah dan keanekaragaman hayati menjadi potensipembangunan yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran
masyarakat;
4. Jumlah penduduk terbesar di Indonesia menjadi sumber daya yang potensialdan produktif bagi pembangunan daerah;
5. Keragaman budaya Jawa Barat merupakan modal sosial yang akanmempercepat proses pembangunan;
6. Keamanan dan ketertiban yang relatif stabil akan menjadi daya tarik dalampeningkatan investasi di Jawa Barat;
7. Ketersediaan sumber daya buatan yang dapat berfungsi sebagai daya tarikbagi investor dan mempercepat proses pembangunan daerah;
8. Sumberdaya pariwisata yang cukup memadai sebagai modal untukmemberdayakan masyarakat;
9. Luas wilayah Jawa Barat menjadi potensi ekonomi untuk meningkatkankesejahteraan rakyat.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
36/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-1
BAB III
VISI DAN MISI
3.1 Visi Pembangunan Daerah
Berdasarkan kondisi sampai dengan saat ini dan tantangan yang akan
dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan mempertimbangkan modal
dasar yang dimiliki, maka Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 -
2025 adalah :
DENGAN IMAN DAN TAKWA,PROVINSI JAWA BARAT TERMAJU DI INDONESIA
Pernyataan Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat di atas, memiliki makna :
1. Iman dan Takwa sebagai landasan dalam melaksanakan aktivitas guna
pencapaian visi dan misi yang ditetapkan melalui pengamalan ajaran agama.
Pengamalan ajaran agama secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat
akan mewujudkan situasi yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan
daerah;
2. Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia dimaksudkan sebagai provinsi yang
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
Keunggulan tersebut ditunjukkan dalam semua aspek kehidupan terutama
aspek sumberdaya manusia, ekonomi, pemerintahan, sosial, budaya dan
lingkungan hidup.
Indikasi terwujudnya pencapaian Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005 2025, ditandai dengan :
1. Provinsi termaju dalam aspek sumberdaya manusia ditunjukkan dengan
masyarakat yang berakhlak mulia, sehat, cerdas dan produktif, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu memainkan peran dan fungsi
sebagai subjek dan objek dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Masyarakat Jawa Barat juga merupakan masyarakat yang memiliki jatidiriyang kuat dan mandiri serta mampu bersaing dalam kehidupan sehingga
menjadi potensi yang memiliki kapabilitas untuk memenuhi pasar kerja lokal,
nasional, dan internasional.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
37/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-2
2. Provinsi termaju dalam aspek ekonomi ditunjukkan dengan penciptaan
struktur ekonomi yang tangguh, pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah
tinggi, pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Jawa
Barat, serta mampu bersaing dalam percaturan global. Kemajuan dalam
pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan daerah untuk
memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki, keberadaan sumberdaya
manusia pengelola yang berkualitas, kemitraan yang saling menguntungkan
dalam lingkup regional, nasional dan internasional yang difokuskan pada 4
(empat) bisnis utama yaitu industri manufaktur, pertanian, pariwisata, dan
energi. Perekonomian yang maju didukung oleh penyediaan infrastruktur
yang memadai dan berkualitas serta pemanfaatan ruang dan pengelolaan
sumberdaya alam secara rasional, efisien dan berkelanjutan.
3. Provinsi termaju dalam aspek pemerintahan ditunjukkan dengan kondisi
demokrasi yang berkualitas, yaitu penerimaan seluruh masyarakat terhadap
demokrasi dalam berbangsa dan bernegara, didukung oleh tertib sosial,
penegakan hukum yang konsisten dan peraturan daerah yang mendorong
peningkatan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur, pelayanan
publik, akuntabilitas dan transparansi sehingga terwujud pemerintahan yangtelah mampu menerapkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good
governance)dan pemerintahan yang bersih (clean government).
4. Provinsi termaju dalam aspek sosial dan budaya ditunjukkan dengan
kestabilan politik, meningkatnya derajat kehidupan sosial masyarakat,
terjaminnya keamanan dan ketertiban, pengamalan ajaran agama secara
konsisten, terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama serta
pelestarian dan pengamalan nilai-nilai luhur budaya daerah yang mampu
menjawab tantangan masa depan yang sangat dinamis.
5. Provinsi termaju dalam aspek lingkungan hidup ditunjukkan dengan
diterapkannya pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang ditandai oleh tingginya daya dukung lingkungan,
rendahnya tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan, lestarinya
pemanfaatan sumberdaya alam yang terbarukan maupun tak terbarukan
serta tingginya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian lingkungan hidup sehingga terjadi keadilan inter dan antar
generasi.
5/21/2018 RPJPD Provinsi Jawa Barat
38/100
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT III-3
Visi Pembangunan Provinsi Jawa Barat jangka panjang dilakukan dengan
menerapkan prinsip-prinsip stabilitas yang mantap, pertumbuhan yang tinggi,
pemerataan yang berkeadilan serta pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip stabilitas yang mantap ditunjukkan dengan terciptanya ketentramandan ketertiban masyarakat di seluruh wilayah Jawa Barat, konsistennya penegakan
hukum serta rendahnya gejolak di masyarakat yang berpotensi menghambat laju
pembangunan daerah.
Prinsip pertumbuhan yang bernilai tambah tinggi menekankan pada
tingginya produktivitas seluruh faktor produksi (total factor productivity)
masyarakat Jawa Barat. Prinsip ini tidak menghilangkan pentingnya pertumbuhan
tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya produk domestik regional bruto,
tingginya laju pertumbuhan ekonomi, tingginya produktivitas masyarakat Jawa
Barat, tingginya investasi dalam pembangunan daerah baik investasi dalam negeri,
investasi asing maupun investasi masyarakat, tingginya nilai ekspor Jawa Barat
serta terkendalinya inflasi, tetapi juga menekankan pentingnya peningkatan peran
sumberdaya manusia berkualitas serta kemandirian teknologi.
Prinsip pemerataan yang berkeadilan ditunjukan dengan pemerataan
pembangunan dalam setiap sektor pembangunan, seluruh wilayah Jawa Barat
serta seluruh kelompok dan lapisan masyarakat. Pemerataan pembangunan juga
dimaksudkan dengan meningkatkan pembangunan di wilayah tertinggal dan
wilayah perbatasan untuk mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah.
Prinsip pembangunan berkelanjutan ditunjukan dengan terciptanya orientasi
pembangunan daerah yang mempertimbangkan kebutuhan hidup generasi yang
akan datang, pendayagunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara
bijaksana serta terwujudnya pola konsumsi masyarakat yang hemat dan
proporsional.
3.2. Misi PembangunanUpaya perwujudan visi pembang