34
13 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN Dr. ISBODROINI S. MA DAN Prof. Dr. MASWADI RAUF (PAKAR POLITIK) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 FEBRUARI 2011 Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Dr. Isbodroini S. MA dan Prof. Dr. Maswadi Rauf (Serta dihadiri 9 Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Kamis, 17 Februari 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 30 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI 19 orang Ijin Nama Anggota : Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 3. Ganjar Pranowo 4. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : raksi Persatuan Pembangunan : 5. Muslim, SH 26. Dr. AW. Thalib, M.Si

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

13

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN

Dr. ISBODROINI S. MA DAN Prof. Dr. MASWADI RAUF (PAKAR POLITIK) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAMIS, 17 FEBRUARI 2011

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Dr. Isbodroini S. MA dan Prof. Dr. Maswadi Rauf (Serta dihadiri 9

Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Kamis, 17 Februari 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 30 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI

19 orang Ijin Nama Anggota :

Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 3. Ganjar Pranowo 4. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : raksi Persatuan Pembangunan : 5. Muslim, SH 26. Dr. AW. Thalib, M.Si

Page 2: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

14

6. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 7. Drs. H. Djufri 8. Ignatius Moelyono 9. Drs. H. Amrun Daulay, MM 10. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 11. Rusminiati, SH 12. Kasma Bouty, SE, MM 13. Drs. Abdul Gafar Patappe

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 14. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 15. Drs. Murad U Nasir, M.Si 16. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus 17. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd

Abdul Malik Haraman, M.Si

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 18. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH 19. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 20. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 21. Alexander Litaay

Mestariany Habie, SH Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 22. Hermanto, SE.,MM Drs. Akbar Faizal, M.Si Fraksi Partai Amanat Nasional: 23. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 24. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 25. Drs. H. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 2. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 3. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 4. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 5. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 6. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 7. Dr. M. Idrus Marham 8. Vanda Sarundajang 9. Drs. Soewarno 10. Arif Wibowo

. Drs. Almuzzamil Yusuf

. Agus Purnomo, S.IP

. Aus Hidayat Nur

. TB. Soenmandjaja.SD

. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim

. H.M. Izzul Islam

. Dra. Hj. Ida Fauziyah

. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I

. Miryam Haryani, SE, M.Si

Page 3: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

15

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT/H. CHAIRUMAN HARAHAP, SH.,MH/F-PG: Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Salam sejahtera bagi kita semua Yang terhormat saudara DR Isbodroini Suyanto, MA. Yang terhormat saudara Prof DR Maswadri Rauf Yang terhormat saudara rekan-rekan Pimpinan dan rekan-rekan Anggota DPR RI Komisi II Yang terhormat rekan-rekan dari DPD RI. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenanNya kita dapat menghadiri rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR RI dengan pakar bidang politik pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat. Rapat ini tidak memerlukan kuorum karena dalam rapat ini tidak mengambil keputusan tetapi hanya menampung dan aspirasi masukan-masukan dari pakar bidang politik maka perkenankanlah kami membuka rapat ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT : DIBUKA) Sebagaimana tata tertib kita di DPR RI saya menawarkan sekaligus meminta persetujuan rapat mengenai acara rapat dengar pendapat umum pada hari ini yaitu medapatkan masukan terkait dengan RUU Tentang DIY, apakah acara kita disetujui.

(RAPAT SETUJU) Saudara sekalian, berdasarkan surat Presiden Republik Indonesia Nomor R99/Pres/12/2010 Tanggal 16 Desember 2010, Perihat Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Jogakarta. Sehubungan hal tersebut Presiden Republik Indonesia telah menugaskan Mendagri, MenkumHam dan berdasarkan keputusan rapat Bamus DPR RI Tanggal 13 Januari 2011 memberi tugas kepada Komisi II DPR RI memproses pembicaraan Tingkat I. terkait denga hal tersebut, Komisi II DPR RI mengagendakan RDP, RDPU untuk mendapatkan masukan masukan dari berbagai pakar dan ahli serta masyarakat sebagaiman telah kami lakukan dalam beberapa waktu lalu, sebelumnya perlu kami sampaikan beberapa materi pokok dari RUU Pemerintah terkait mengenai kewenangan DIY sebagai daerah otonom, selain mencakup kewenangan sebagaimana dalam UU tentang pemerintah daerah juga wewenang tambahan tertentu yang dimiliki Provinsi DIY. Bentuk dan susunan pemerintah Provinsi DIY yang bersifat istimewa terdiri atas pemerintah DIY dan DPRD Provinsi dan dalam pelaksanaan keistimewaan di daerah provinsi DIY dibentuk Gubernur dan Wakil Gubernur Utama sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai symbol pelindung dan penjaga budaya serta pengayon dan pemersatu masyarakat DIY dan mempunyai kewenangan dan hak khusus. Tata cara pengisian jabatan Gubenur dan Wakil Gubernur menurut usulan pemerintah, mekanisme pencalonan Srisultan dan Pakualam mekanisme pencalonan kesultanan serta masyarakat umum serta pemilihan dan pengesahannya. Kemudian pengaturan urusan keistimewaan diantaranya penetapan kelembagaan pemerintah daerah provinsi dan

Page 4: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

16

kewenangan kebudayaan serta penyelenggaraan pertanahan dan penataan ruang sebagai badan hokum kesultanan mempunyai hak milik atas kesultanan dan kepakualaman mempunyai hak milik atas pakualaman. Pengaturan pendanaan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus dianggarkan oleh APBN yang ditetapkan antara pemerintah dan DPR berdasarkan usulan pemerintah DIY yang pengalokasiannya melalui kementerian atau lembaga terkait serta setiap Tahun Anggaran Gubernur wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang terkait dengan keistimewaan kepada pemerintah . untu para pakar yang terhormat kami telah menyampaikan RUU yang disampaikan oleh Pemerintah demikian juga dengan naskah akademiknya sebagai bahan dari para pakar untuk memberikan pandangan-pandangan kepada Anggota DPR dan DPD yang terhormat untuk menjadi bahan pertimbangan bagi dewan untuk mengambil berbagai kebijakan-kebijakan dalam pembentukan UU ini. Untuk singkatnya saya mempersilahkan dari Maswardi dulu, silahkan Pak Maswardi Rauf. Prof. Dr. MASWADI RAUF: Terima kasih Pak Ketua Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang terhormat Ketua Komisi II dan para Wakil Ketua, yang tidak kalah terhormatnya Anggota-Anggota DPD RI yang ikut hadir dalam rapat dengar pendapat umum pada pagi hari ini beserta semua Anggota Komis II DPR RI. Saya mengucapkan terima kasih banyak atas undangan ini, sebuah kehormatan bagi saya untuk tampil didalam forum seperti ini dalam rangka mencari masukan bagi RUU Tentang DIY. Saya akan memfokuskan pembahasan ini pada peran Sultan HB X dan Paku Alam dalam Pemerintahan DIY. Inilah sebenaranya yang menjadi kontroversi di dalam masyarakat dalam bulan-bulan terakhir ini. Seperti apa sebaiknya status, kedudukan, peran, fungsi dan kewajiban Sri Sultan HB X dan Sri Pakualam didalah kehidupan pemerintah daerah di DIY. Namun disamping itu saya juga akan menyinggung sedikit mengenai beberapa hal yang saya anggap perlu untuk di kritisi dari RUU itu. Itu kira-kira beberapa hal butir yang akan saya sajikan didalam persepsi saya kali ini. Yang pertama sebagai pengantar saya ingin sampaikan bahwa sudah terjadi di depan public dalam bulan-bulan terakhir ini mengenai DIY khususnya kedudukan Sri Sultan HB sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Isu tersebut secara lebih khusus menyangkut penetapan dan pemilihan kedua tokoh tadi dalam jabatan, jadi isu pusatnya itu adalah apakah Sultan HB dan Sri Paku alam ditetapkan sebagai Gubernur ataukah tidak. Kita tahu semua itu dipicu oleh ucapan Presiden SBY, yang mengutip isi RUU DIY dalam beberapa bulan yang lalu, karena Presiden yang mengucapkan ini itu rakyat di DIY itu menganggap sudah menjadi keputusan pemerintah padahal jelas itu belum karena dalam prakteknya DPR lah yang menentukan RUU itu menjadi UU, jadi sebenarnya harus menuntu kepada DPR untuk bisa menerima pandangan-pandangan mereka. Sekarang syukur Alhamdulillah DPR sedang membicarakan itu khususnya di Komisi II. RUU KDIY berpendapat bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih Sri Sultan HB X dan Paku Alam tidak langsung ditetapkan sebagai Gubernur

Page 5: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

17

dan Wakil Gubernur, sedangkan masyarakat DIY menuntut sebaliknya yaitu penetapan kedua tokoh itu sebagai Gubernur dan Wakil, ini isu sederhananya. Saya ingin mengambil posisi dalam hal ini Pak Ketua, berdasarkan pengetahuan yang saya punyai, saya akademisi dan tidak punya kepentingan politik itu enaknya Pak Ketua jadi tidak terikat oleh ketentuan apapun oleh Fakultas, Universitas tidak ada yang mengikat tetapi kalau Pak Ganjar itu harus mengikuti alur tertentu yang ditetapkan oleh partai beliau, semua begitu, ada enak dan tidaknya itu. Sampai kapanpun orang seperti saya tidak akan kaya Pak tapi menikmati kehidupan itu, kebebasan, kurang stress sebab bagi saya yang paling berat itu adalah memperjuangkan sesuatu yang tidak saya yakini kebenarannya. Jadi Pak Ganjar harus yakin betul, apa yang dikatakan oleh partai itu sebagai sebuah kebenaran, oleh semua politisi ya, sebuah kebenaran. Tapi saya maaf tidak punya bakat. Itu konsekuensinya sebab kalau tidak, kalau politisi itu di DPR tetap mengaatakan pendapat sendiri yang bertentangan dengan pendapat partainya, Komisinya tidak usah jadi anggota itu. Jadi saya ingin menyampaikan ini sesuai dengan pengalaman saya mungkin ada orang yang marah, tapi saya harus berpihak, kalau saya tidak berpihak dalam kondisi ini saya salah, sebab saya pikir kami diundang antar lain untuk menunjukan dimana kami ini berpihak, bisa saja kita berdesa, saya belum pernah berkonsultasi dengan Ibu Is ini, karena kami memang tidak ada ikatan, jadi saya akan melihat ini betul-betul telah membahas soal ini dalam kelas S2 Ilmu Politik Pak. Untuk diketahui S2 fisip UI dikampus, kalau disini tidak, kebetulan kami ini berdua mengajar mata kuliah untuk S2, Demokrasi dan Modernisasi dan sebagian memang itu dibahas. Saya mulai dengan perkembangan demokrasi, debat yang berkembang di Jogja dan di Jakarta terkait dengan sejarah perkembangan demokrasi yakni benturan antara monarki absolut dengan demokrasi, ini sudah terjadi sejak lama, Jogja itu adalah sebuah kejadian yang dialami oleh semua Negara yang mempunyai system monarki absolut yang ingin mengembankan demokrasi. Pada awalnya memang semua kerajaan adalah absolut, artinya raja itu memerintah secara mutlak, berkuasa tunggal, tidak punya alat kontrol, tidak dikontrol dan menguasi semua kehidupan masyarakat. Monarki absolut itu menganut paham absolutisme, otoriatisme, dan totalisme tiga hal itu, itu bukan hal aneh, itu realita social kita, dimanapun pada mulanya monarki itu monarki absolut. Bentuk pemerintahan yang ada pasa saat demokrasi yang berkembang di eropa adalah monarki absolut, mungkin bisa kita katakana system kerajaan ini adalah bentuk alamiah dari setiap pemerintahan, sebab memang perlu ada seorang pemimpin yang diagungkan, yang dihormati, yang dipuja dan dipuji yang berkuasa secara tunggal dan turun temurun. Ini phenomena umum dimanapun dimuka bumi ini. Karena mungkin penguasa itu secara tradisional mempunyai kemampuan yang berlebih dari orang biasa, dan ini tidak dimiliki oleh rakyat biasa, hanya demokrasilah yang hanya memberikan itu bagi rakyat bisa, monarki tidak. Jadi memang tidak layak juga rakyat yang tidak mengerti apa-apa ditunjuk menjadi raja. Oleh karena itu secara tradisional raja itu menyerahkan kekuasaannya kalau sudah tidak mampu lagi kepada Anggota keluarganya, supaya kalau dilihat dari sudut positifnya itu supaya tidak diserahkan kepada orang yang tidak mengerti seluk beluk dunia politik, seluk beluk pemerintahan.

Page 6: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

18

Tumbuhnya demokrasi perlunya adanya perubahan monarki absolut karena beberapa Negara seperti Inggris, Inggris memang menjadi model, ingin tetap mempertahakan system monarki sekaligus mengembangkan demokrasi, sebenarnya bukan rajanya yang ingin berdemokrasi, sebenarnya rakyatnya yang ingin berdemokrasi, tidak ada penguasa yang menginginkan berdemokrasi, tidak ada satu pun penguasa yang menginginkan demokrasi berajalan. Sejarah menunjukan pengusa itu dipaksa untuk menerima demokrasi oleh rakyat, itu terjadi dimanapun di muka bumi ini, rakyatlah yang memaksa penguasa untuk menjalankan demokrasi termasuk raja-raja Inggris, diamanpun dimuka ini Raja itu adalah maunya monarki absolut, demokrasi menuntut raja itu untuk berubah peranannya, raja melawan tidak ada raja yang menyerah begitu saja, peralihan monarki absolut sebagai akibat dari perkembangan demokrasi di Inggris itu berdarah-darah, sehingga dibentuk monarki konstitusional, di Inggir pertumbuhan demokrasi mengakibatkan tumbuhnya monarki absolut menjadi monarki konstitusional itu artinya monarki yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi. Monarki dalam system demokrasi, monarki yang tidak lagi absolut, tidak lagi berkuasa, raja tidak lagi memerintah sendirian dia diawasi oleh parlemen. Raja dikontrol bahkan dia tidak punya kekuasaan, monarki konstitusional itu raja tidak punya kewenangan politik, kekuasaan politik sehari-hari. Tapi dia tetap terhormat menempati posisi tinggi sebagai kepala Negara yang mempunyai kewenangan-kewenangan seremonial tapi kadang-kadang penting sebagai contoh Raja Thailand, dia tidak mempunyai kekuasaan politik “day to day politik”tidak. Tapi berkembang konvensi di Thailand bahwa kalau raja tidak mau menerima seorang calon perdana menteri yang sudah disetuji oleh DPR untuk dilantik menjadi perdana menteri itu DPR mesti mencari orang lain, coba seperti itu. Jadi ada tanda-tanda raja tidak mau menerima audensi dari seorang calon perdana menteri maka DPR mesti mencari orang lain sebagai calon perdana menteri. Jadi memang ada beberapa peranan tetapi sangat simbolis sangat langkah bukan keterlibatan politik sehari-hari. Monarki konstitusional di Inggris menjadikan inggris sebagai salah satu model pemerintahan demokratis dan dikenal sebagai system parlementer itu dikembangkan di Inggris sebagai masuknya perkembangan demokrasi kedalam monarki yang tadinya absolut kemudian berubah menjadi monarki konstitusional. Monarki konstitusional memberikan tempat terhormat bagi raja dan ratu namun tidak lagi mempunyai kekuasaan politik, monarki konstitusi memperkecil peranan politik raja dan memperbesar kekuasaan perdanan menteri dan parlemen. Jadi kemenangan demokrasi di barat menunjukan adalah dengan kerugian raja dan ratu, the

ekspend of the power of King our Quin itu perkembangan sejarah yang terajadi, perkembangan demokrasi di barat terjadi dengan di korbankan nya kekuasaan politik raja dan ratu, dari seorang penguasa yang mutlak menjadi penguasa yang simbolis, ini kompromi yang dilakukan di barat, ini contoh yang diberikan di barat yang mengawinkan kedua sitem yang bertentangan itu. Jadi lawannya demokrasi itu yan monarki absolut, musuh utamanya ya itu. Itu dikalahkan oleh demokrasi dengan mempreteli istilahnya kekuasaan raja dan ratu dan menyerahkan itu kepada perdana menteri pejabat baru, sebenarnya bukan pejabat baru, tapi pejabat lama di Inggris yang diberikan kewenangan baru,

Page 7: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

19

baik parlemen maupun Menteri sudah ada sebelum demokrasi itu pada itu tetapi kedua institusi inilah perdana menteri dan parlemen yang diberikan kewenangan baru yang tadinya semua dimiliki raja atau ratu. Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dan DPR parlemen sebagai lembaga legislative. Raja dan ratu diberikan kekuasaan yang simbolis untuk menghormati kedudukannnya yang istimewa dalam masyarakat dalam warisan masa lalu. jadi monarki konstitusional itu adalah solusi bagi tetap diagungkannya raja dan ratu didalam suasana yang demokratis. Raja atau ratu menjadi institusi dibawah konsep King To The Norrow itu ada dibahas di dalam naskah akademik ini, ini bagus sekali naskah akademik ini yang ditulis temen-temen dari UGM. Artinya sehingga tidak dapat dipersalahkan secara politik karena ia tidak memegang tanggung jawab politik, itu artinya dia tidak bisa dipersalahkan secara politik karena memang aga janggal juga apabila raa Inggris dikritik oleh DPR, atau Raja Thailand dikritik oleh rakyatnya, dicela oleh DPR itu saya pikir tidak masuk akal. Atau kasiar Jepang dicerca di DPR, saya punya seorang teman di Jepang, dia cerita kesaya dia berencana mempropagandakan perubahan Jepang menjadi Republik, keesokan harinya rumahnya dilempari oleh orang yang tidak terima. Jadi Kaisar Jepang tidak bisa diganggu gugat, dia itu terhormat, apalagi di libatkan dalam pertentangan politik. Ini bukan mau mengatakan Pak Ketua, politisi itu tidak terhormat, terhormat tetapi politisi harus berani menggung resiko disepelekan, dicerca dilecehkan oleh masyarakat (kritik) itu adalah makanan para politisi. Presiden dicera juga itu resiko Presiden, kadang saya kasihan juga ke Pak SBY, tapi dalam hati saya katakana itulah resiko. Dan itu tidak layak bagi seorang raja atau sultan, tidak layak untuk bertanggungjawab dalam soal politik, kalau demokrasi kita itu ingin dikembangkan. Sekrang saya ingin masuk ke kasus DIY, belajar pengalaman barat menggabungkan monarki absolut seperti di DIY in bukan untuk mecela, system monarki di Jogja jelas absolut, secara tradisional tapi pemerintah DIY tidak, itu diatur oleh UU kita Perda yang mendasarkan diri kepada demokrasi, tetapi Sultan bukan orag biasa, sultan bukan rakyat jelata dia dihormati oleh orang-orang DIY, diluar Jogja mungkin beliau bisa kita anggar sebagai warga Negara biasa di Jogja tidak. Oleh sebab itu sulit mengabungkan ini dan menurut saya harus ada pengurangan Sultan HB X dan Sripaku alam sebagai pemimpin simbolis dengan peranan politisi yang bertanggungjawab secara politik. Jadi sebenarnya saya melihatnya sebagai Gubernur Utama, Wakil Gubernur utama Cuma istilahnya ini yang jadi masalah, ada yang biala Gubernur Jenderal, itu konotasinya lain, tapi saya ingin memcarkan istilah lain, tapi itu Sultan belajar dari pengalaman di barat, kalau memang ingin menjadi kepala pemerintahan di daerah dia harus menjadi sebagai kepala Negara, ini konsep itu sudah mirip jadi ada gubernur sebagai politisi dan ada gubernur utama sebagai kepala daerah kepala pemerintahan. Oleh karena itu tidak tepat menjadikan Sri Sultan dan Paku alam sebagai politisi yang memikul tanggungjawab politik dan menyerahkan tanggungjawab itu kepada politisi yang menjabat Gubernur,jadi saya pikir sudah sepakat sejalan dengan sebagian RUU itu, dengan pertimbangan itu tadi. Oleh karena itu perlu jabatan baru bagi Sultan sebagai Gubernut Utama dan Wakil Gubernur Utama denga demikian kedua pejabat tersebut dapat terhindar dari kemelut politik, termasuk kritik

Page 8: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

20

yang pedas di DPRD dan Impecment yang diusulkan olh DPRD sebab kalau Sultan HB dan Paku alam di tunjuk sebagai politisi maka dia harus rela dikritik oleh DPRD, pertanggungjabannya bisa disalahkan banyak diprotes masyarakat dan itu di RUU ini tapi RUU ini menyebutkan kemungkinan Sri Sultan diberhentikan sebagai Gubernur itu Pasal 21 ayat 1, ini apa tidak sadar itu bahwa impecment terhadap SutanHB sebagai Gubernur apakah itu tidak dianggap penghinaan itu bagi diri Sultan, bagi masyarakat Jogja, saya tidak mengerti disatu pihak RUU ini ingin menempatkan Sultan pada posisi yang saya katakana tadi tapi saya bilang juga tidak, RUU ini memperbolehkan Sultan menjadi politisi dan itu berarti memperbolehkan Sultan dipermainkan oleh lawan-lawan politiknya, kalau saya dan saya bukan orang jawa saya pikir ini tidak cocok untuk kultur yang ada dimasyarakat DIY. Tentu saja tidak layak bagi seoarang sultan untuk dikrititk dialam demokrasi, mungkin ada yang bertanya selama ini Sultan HB sudah menjadi Gubernur, saya pikir pasti ada kendala dalam pengembangan demokrasi. Kedepan kita akan lebih maju. Jadi ciri istimewanya bukan sultan tidak dikritik tapi membuka kesempatan sultan untuk jadi politisi saya pikir ini membuka peluang tidak sesuai pola pikirnya tidak jelas RUU ini, membuka peluang untuk ikut pemilihan Gubernur, berarti membuka mereka jadi politisi yang tidak sesuai dengan mereka sebagai pemimpin tradisional, disatu pihak ada yang saya katakana tadi disisi lain mendorong untuk terun kedunia politik. Jadi disini ada dua pendapat yang kontroversial, dualism menempakan dia sebagai monarki konstitusional tapi juga membuka peluang kedua tokoh itu dipilih melalui pemilihan di DPRD, ini berarti RUU tersebut tidak berdasakan atas pemahaman terhadap perkembangan monarki konstitusional seperti yang tadi saya jelaskan itu. Berikutnya RUU KDIY beranggapan Sri Sultan HB X selalu berpasangan dengan Paku Alam timbul pertanyaan bagaimana kalau keduanya tidak mau berpasangan, apa kewenangan RUU ini memaksa dua orang untuk berpasangan dalam pemilihan kepala daerah, belum tentu bisa dan mau kan. Pertama dia tidak berminat Sri Sultan HB bisa berganti begitupun Sri Paku Alam mungkin tidak berminat terjun dipaksa oleh UU. Pasal 20 menyebutkan dalam hal Sri Sultan HB X dan Paku Alam menjadi satu-satunya pasangan yang ada, ini juga aneh, DPRD tinggal mengusulkan dan menetapkan kepada Presiden, ini bagaimana pasangan tunggal ini bisa terjadi, jadi kalau hanya satu pasangan tetapkan saja memang nya pasangan lain tidak diperbolehkan, ini yang tidak ada penjelasan. Ini apa maksudnya apa ini mendorong Sri Sultan dan Paku Alam untuk maju kemudian ada rekayasa untuk mencegah orang lain supaya hanya kedua orang ini, ini tidak jelas maksudnya. Kemudian Pasal 22 masa jabatan dua periode tidak berlaku, bila Sultan HB dan Paku ALam yang jadi Gubernur dan Wakil ini aneh lagi, ini jelas tidak didasarkan atas asas demokrasi, jadi kalau HB X dan Paku Alam terpilih sebagai Gubernur danWakil dan itu seumur hidup, ini atau kapan, jadi tidak perlu ada pemilihan lagi ini yang tidak jelas itu. Seperti apa jalannya pemerintahan ini pasti tidak akan demokratis dan akanewuh pekewuh. Jadi terakhir yang terknis Pak Ketua istilah limapuluh persen ditambah satu itu istilah pasaran, istlah diluaran orang awam, ini tidak tepat pasal 20 itu, liapulu persen plus satu itu apa, apakah suara atau satu persen, tidak jelas, sebenarnya itu lebih baik

Page 9: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

21

digunakanlebih dari limapuluh persen. Jadi seorang Gubernur terpilih apabila didukung oleh lima puluh persen lebih dari suara anggota di DPRD, sebab tidak perlu satu, 50,60 persen itu menang mengalahkan 50, 40 persen, jadi pecahan itu bisa menentukan kemenangan jadi tidak perlu satu. Baik itu Pak Ketua, ketua dan para anggota sekalian hal yang perlu saya sampaikan dalam kesempatan ini mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan mungkin nanti bisa kita diskusikan lebih lanjut. Terima kasih. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Terima kasih Prof DR Maswardi Rauf yang telah memberikan kepada kita pikiran dan pandangannya, yang saya kira cukup konfrehensif dan memang itulah adalah resiko kalau berpendapat pasti ada orang yang tidak seendapat dan seperti tadi Bapak katkan, politisi itu harus berpendapat kalau tidak dia bukan politisi, ketika dia berpendapat dilecehkan orang biasa saja itu resiko. Jadi kalau tidak mau ambil resiko jangan berpendapat dan jangan mengambil keputusan, setiap keputusan itu ada pihak-pihak yang tidak sependapat, yang aman itu yang tidak mengambil keputusan sehingga beralan apa adanya sehingga negeri inipun tidak ada. saya kira begitu, saya kira ini pemahaman-pemahaman baru kita tentang bernegara saya kira Profesor telah memberi wacana kepada kita saya persilhakan Ibu DR Isbodroini Suyanto ,MA silahkan. Dr. ISBODROINI SUYANTO, MA: Terima kasih atas kesempatan pada saya yang diberikan oleh Komisi II saya juga merasa sangat terhormat, kepada Bapak Pimpinan, kepada Ibu dan Bapak Anggota Komisi II juga para Anggota DPD saya mengucapkan salam hormat saya kepada mereka. Sama saja Pak Politisi itu kalau berpendapat ada yang setuju dan yang tidak setuju itu bukan hanya pada para politisi Pal, dilingkungan perguruan tinggi juga begitu, jadi dosen itu kalau habis mengajar bukan harus ditelan semua, ada juga yang berbeda, kalau dosen juga tidak mau dikritik itu sama juga sepeti politisi yang otoriter, sama aja Pak dilakangan politisi, perguruan tinggi, pokoknya orang itu harus membuka diri untuk di kritik, itu namanya Negara bisa maju. Tadi sudah dijelaskan oleh teman saya, Pak Maswadi bahwa memang perkembangan demokrasi itu seperti itu, jadi semuanya bermula dari monarki absolut dimana-mana seperti itu. Karena kita itu satu cetakan isinya sama jadi tidak usah saya ulang-ulang, jadi dalam hal ini didalam masalah DIY ini adalah suatu pertemuan antara nilai-nilai atau kondisi katakanlah “tradisional” dengan nilai-nilai baru yaitu demokrasi. Kalau dibarat itu perubahan dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional ini bisa berjalan relative baik disini belum banyak yang mengerti mengenai hal itu terutama hakl itu kalau didasari atau dilatarbelakangi oleh kulktur suatu daerah. DIY merupakan suatu daeah yang unik menurut saya, dia sudah sudah menjadi suatu Negara yang diakui oleh baik oleh Belanda maupun oleh Inggris ketika NKRI belum berdiri, kemudian kultur di Jawa atau DIY itu kan

Page 10: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

22

berasal dari kerajaan Mataram memandang penguasa itu sebagai suatu hal yang sangat sentral dalam kehidupan mereka secara social, politik, mereka menjadi senter dan masyarakat beranggapan bahwa penguasa atau raja itu adalah itu hal yang sangat sakrat mereka berpendapat bahwa dalam dirinya itulah bisa atau terdapat sang raja bisa menciptakan ketenangan, perdamaian dan juga kemakmuran, itu dalam konsep pemikiran budaya mataram seperti itu. Dan buday aseperti ini masih kuat melekat didalam masyarakat Jogja meskipun kita tahu Jogja itu adalah katakanlah sebagai sentral pusat pendidikan, pusat beragam orang disitu, tetapi apa yang tejadi sebagian masyarakat masih diselimuti oleh kultur yang tadi saya sebutkan, bahwa penguasa dalam hal ini HB dan Paku Alam itu merupakan suatu hal yang ditangan dialah ketenangan ini bisa di cipatakan itu. DIY ini yang menyulut polemik yang begitu kuat, disatu sisi pemerintah mau mendemokratiskan DIY disisi yang lain sebagian masyarakat masih diselimuti oleh kultur yang lama, konsep yang lama, lalu ini menjadi perebenturan pertemuan antara dua konsep ini lalu berbenturan ini membawa dampak pada kedudukan HB dan Paku Alam, bagaimana menghadapinya, kalau saya membaca di dalam RUU ini , ini jelas bahwa RUU ini memangkas kekuasaan atau kedua beliau itu untuk tidak mempunyai kekuasaan.kekuasaan beliau hanya pada yang bersifat kultural, kemudian beliau itu juga tidak mempunyai dia hanya mempunyai wewenang untuk mengusulkan, menyetujui, kemudian berpendapat jadi hanya seperti itu. Kemudian kalau suatu hal sudah diajukan oleh DPRD kemudian minta persetujuan kepada kedua beliau ini lalu seandainya kalau kedua beliau ini tidak setuju lalu bagaimana dan apa yang mau dilakukan. Dalam hal ini kalau kita lihat pemerintah mengajukan konsep Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, disamping itu ada Gubernur hasil pemilihan Gubernur, kalau saya lihat denahnya peta yang disini ini Gubernur Utama sama sekali tidak mempunyai kekuasaan politik sampai ke grasroud, dia hanya berada dibawahnya Gubernur hasil DPRD ini langsung dibawah Presiden, ini lalu bisa menimbulkan dualism kepemimpinan, artinya begini kalau terjadi konflik ketidaksetujuan apa yang sudah dilahirkan oleh Gubernur hasil DPRD kemudian ini tidak disetuji oleh Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama lalu apa yang terjadi, ini tidak ada disini. Apakah hal itu akan ditentukan oleh pusat keputusannya atau oleh siapa. Jadi konsep guberur utama dan wakil gubernur utama ini menimbulkan dualism kepemimpinan, harus diingat rakyat Jogja lebih menghormati HB dan Paku Alam ketimbang pemimpin yang dilahirkan memalui katakanlah DPRD tadi, ada satu cerita rakyat itu lebih menghormati pemimpin dari keluarga HB ketimbang dari keluarga pemimpin politik yang tidak punya “trah” ini bisa menimbulkan konflik. Kemudian soal HB dan Paku Alam bisa menjadi Gubernur setelah melalui pemilihan DPRD kemudian dia tidak dikenakan dua kali masa jabatan, berarti ini seumur hidup, sama sepeti Pak Mashadi kayakan bagaimana dengan calon yang lain. Ini juga menjadi satu hal yang harus dipikirkan bagaimana kalau HB sudah tua atau dia sakit dan tidak bisa mikir apa masih terus. Jadi RUU ini tidak tegas, maunya apa. Mau dijakadikan apa, apakah HB dan Paku Alam bisa menjadi Guberbur dan Wakil setelah melalui pemilihan DPRD tapi ini susah juga karena rakyat melihat pemimpinanya itu ya

Page 11: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

23

pemimpin dia bergantung pada mereka dua orang itu dan mereka tidak menghendaki untuk dipilih dan dalam budaya kerajaan di Mataram kekalahan seorang penguasa itu akan menghancurkan wibawa penguasa itu. Jadi rakyat mau menetapkan saja tidak sipilih. Jadi RUU ini juga harus jelas, apakah mau ditunjuk, ditetapkan atau pemilian atau bagaimana. Tetapi satu hal yang harus diingat adalah konsep budaya yang sangat kuat, demokrasi memang baik tetapi demokrasi bukan hanya pemilihan, tetapi demokrasi adalah mendengat suara rakyat dan juga memperhatikan kultur, sejarah yang ada pada satu daerah, jadi bukan hanya pemilihan itu harus diingat kalau kita sampai tidak memperhatikan suara rakyat itu akan menimbulkan konflik. Jadi saya pikir RUU ini harus lebih jelas, dengan memperhatikan kondisi, budaya, kultur masyarakat, demokrasi bukan hanya pemilihan. Jadi social budaya itu memegang peranan penting dalam masalah DIY ini. Saya berpikir kalau konsep Gubernur dan Wakil Gubernur Utama akan tetap ada dia harus diberi katakanlah senjata yaitu diberi hak veto,karena tanpa hak veto dia akan bukan apa-apa disitu, apa sih artinya pengayom, apa artinya dia mempunyai kekuasaan didalam masalah-masalah social budaya, kemudian dia tidak mempunyai kekuasaan atau hak untuk menentukan bahwa hal ini betentangan dengan rakyat misalnya, dan itu bisa dilakukan kalau Gubernru utama mau tetap ada dia harus diberi hak veto. Jadi kalau nanti Gubernur ditetapkan orang bertanya bagaimana kalau nanti ditengah jalan melakkan hal yang merugikan masyarakat, ini bagaimanapun juga Gubernur dan Wakil HB dan Paku alam sekarang dia sudah menerima konsep demokrasi dengan adanya DPRD dan dia juga harus menerima konsekuensi kalau dia mulia di kritik atau dikonrol oleh rakyatnya dia harus mau dikonrol rakyatnya. Memang ini berat tapi kultur ii akan bisa berubah. Dan ini saya berpikir DPRD dan sivil socity dan juga lembaga-lembaga demokrasi itu tidak akan tetap tinggal diam tetap mengawasi HB dan Paku Alam yang ditetapkan sebagai penguasa daerah Istimewa Jogjakarta. Terima kasih KETUA RAPAT: Terima kasih Ibu DR Isbodroini MA yang telah memberikan pandangan-pandangannya dan pikirannya bagi kita semua , untuk bisa memperkaya kita saya kira sekarang kepada Anggota-Anggota yang terhormat baik DPR Komisi II maupun dari DPD untuk kalau ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau dikembangkan silahkan nanti dari DPD dicatat dulu karena apa kita ada form yang harus di isi supaya bisa kita urut dengan baik. Nanti kita berikan form nya. Pertama Pak Rusli Ridwan yang hadir pada jam 09.50 silahkan Pak Rusli. Drs. H. RUSLI RIDWAN, M.Si/F-PAN: Terima kasih Pimpinan. Saya tunjukan ke Pak Pofesor, tadi dikatakan menarik memang pernyataan-pernyataannya, rakyatlah yang menghendaki demokrasi, raja lah yang menghendaki monarki absolut, ini memang menarik pernyataan ini, kemudian pertanyannya sederhana Prof. kita dari pengalaman ini dikita saja di Indonesia ini jamannya Pak Harto 32 Tahun berkuasa kemudian di Tunisia juga demikian, terakhir di

Page 12: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

24

Mesir itu hasil semua demokrasi kemudian kemudian berkuasa 30 Tahun kemudian tumbang diprotes oleh rakyat, ini penyebabnya apa seperti ini, padahal demokrasi sudah berjalan tapi disisi lain di Jogja ini bertahun-tahun tidak pernah ada demokrasi disana tetapi adem ayem saja ini, apa yang menyebabkannya ini. Kemudian pertanyaan yang lain kepada Ibu, Ibu menyatakan demokrasi bukan hanya pemilihan tetapi juga mendengrakan suara rakyat, ini bicara masalah teknis, bagaimana cara mendengar suara rakyat yang pro kontra seperti di Jogja ini, apakah harus menggunakan survai atau referendum atau ada cara lain. Itu saja terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Rusli Ridwan dari Fraksi PAN ini, silhkan Pak Alexander Litay hadir jam 10.10 Wib ALEXANDER LITAAY/F-PDI PERJUANGAN: Terima kasih Pak Ketua. Pimpinan yang kami hormati, rekan-rekan Anggota DPR dan DPD RI

Dan para kedua tamu kita yang terhormat. Kadang-kadang saya bermimpi Pak, seperti Luther Marting juga bermpimpi kenapa barat tidak belajar dari Timur, kan begitu, Barat belajar dari kekaisaran Jepang, selama ini kan asumsi kita baru afdhol kalau kita belajar dari barat, kalau bukan demokrasi dari USA, Eropa baru dikakan afdhol. Mimpi saya itu suatu waktu orang barat belajar demokrasi dari Indonesia khususnya dari DIY. Satu waktu orang barat belajar tentang demokrasi yang tidak absolut monarkis tapi yang menyerap nilai-nilai demokratis dan itu mensejahterakan rakyat dan membawa kedamaian bagi rakyat, saya kira barat perlu belajar dari kita, oleh karena itu saya cita-cita saya satu waktu orang datang menulis tentang itu di Indonesia belajar kasus Jogjakarta tidak usah semua, kita jadikan satu sampel. Saya pernah ikut susun otonomi khusus Papuas, disitu banyak hal yang memang tidak berlaku umum untuk daerah-daerah lain, pernah di satu media ditulis, kalau Sultan memimpin terus kapan ada warga Negara lain berkesempatan menjadi Gubernur, saya kira pemerintah tidak paham dan tidak baca semua UU yang ada, UU Otonomi Khusus Papua memberikan lex spesialis untuk hal itu, UU Otonomi khusu juga Aceh saya kira punya kekhususan, yang boleh menjadi Gubernur Papua itu hanya asli penduduk Papua, itu UU dan itu tidak bertentangan dengan Pancasila atau UUD 45 karena itu lex spesialis, itu penghormatan kita yang kita berikan kepada rakyat di Papuas. Ketika Negara Jogjakarta ingin bergabung dengan Republuk Indonesia, Negara Jogja ya Pak, itu ada kesepakatan “oke kita ikut republic tetapi jangan mengganggu keistimewaan kami” kira-kira intinya begitu, akui keistimewaan kami dan kami dukung republic dan jangan korek-korek keistimewaan kami, itu ijab kabulnya disitu, jadi kalau ijab kabulnya dilanggar saya kira terjadi “perceraian” kalau DIY minta merdeka dan bercerai dengan NKRI saya kira kalau Aceh minta merdeka bisalah itu kan, kalau Papua juga biasa, tapi kalau sampai DIY minta merdeka itu yang luar bisa.

Page 13: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

25

KETUA RAPAT: Saya ingatkan fraksi balok ini ya..tidak usah memberikan apresiasi atas penyampaian-penyampaian dalam tangka tertib persidangan kita. ALEXANDER LITAAY/F-PDI PERJUANGAN: Teman-teman balok kalau bisa tenag-tenang saja. Itu barangkali pertimbangan-pertimbangan yang harus kita pikirkan dalam kita mengkaji republic kita ini, Negara kita besar Pak, punya keistimewaan-keistimewaan punya perbedaan-perbedaan yang harus diakomodasi untuk tetap menjadi Negara kesatuan, itu memang penyakit Jakarta Pak, penyakit Jakarta inikah menyamaratakan Indonesia, ketika dulu juga UU mengatur semua desa, semua nagari menjadi desa hancurlah semua budaya-budaya kita. Saya dengan Pak Jhon Teres dari Maluku, desa-desa kami itu namanya nageri kepala desa namanya raja, jadi Maluku itu daerah raja-raja semua menjadi raja saya kadang-kadang soal, ketika UU berlaku semua menjadi kepala desa dan siapa saja boleh menjadi kepala desa bahkan pendapatngpun boleh menjadi kepala desa runtuh seluruh pemeintahan di desa, makanya sekarang UU 2 kembalikan lagi. Negara mengakui keistimewaan daerah-daerah selagi itu masih hidup, karena itu dimaluku sekarang kami berlakukan kembali, kepala desa namanya raja dan pemerintahan itu berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan wibawa disitu dipulihkan kembali, kalau kepala desa itu bukan diangkat berdasarkan aturan dan adat istiadat disana tidak punya wibawa Pak, sebab kepada desa didaerah-daerah adat itu punya wibawa sekaligus wibawa politik pemerintahan dan wibawa agama. Ini penyakin Jakarta ini, penyakit pusat menyeragamkan seluruh Indonesia ini sama dan itu bahaya. Oleh sebab itu Pak Maswadi dan Ibu, itu pikiran kami, saya harus mengatakan bahwa Jogja tidak bisa, melihat kesultanan Jogja tidak bisa langsung kita samakan dengan budayan atau sejarah abad 16, 17 dan seterusnya revolusi Francis dan seterusnya, saya kira keadaan sudah beda, rakyat Jogja hidup dala, modernitas sekarang tapi mereka mengakui tradisi mereka dan itu hidup tidak ada konflik, rakyat Jogja sangat paham persis dalam situsi modernitas seperti ini merka menerima nilai-nilai baru dan tidak harus meruntuhkan nilai-nilai lama yang selama ini hidup dan berkembang. Oleh sebab itu saya kira saya tidak terlalu tertarik untuk selalu membanding-bandingkan barat itu lebih bagus, paten dan begitu-begitu, saya tidak terlalu tertarik soal itu, saya selalu tertarik dengan budaya-budaya timur yang justeru diacu oleh orang-orang batar. Jepang, sekaarang kita bicara soal jogja biarlah orang lain yang belajar dari Indonesia dan Jogjakarta. Yang kedua betul saya sependapat dengan Ibu yang mengatakan bahwa kalau bicara soal demokratis dan sebagainya memang rakyat Jogja sudah menyatakan sikapnya, tetapi barangkali mungkin juga kalau pemerintah mengatakan mari kita referendum, tidak hanya penduduk Jogja dan banyak penduduk Jogja yang bukan orang Jogja, kalau pemerintah mengasumsikan itu dan merekayasa referendum saya kira juga pemerintah punya kemampuan untuk itu Pak, merekayasa referendum yang bisa saja mayoritas tidak memilih penetapan, bisa juga begitu, kita tahu mahasiswa

Page 14: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

26

banyak di Jogja, saya punya saudara orang Ambon ini, punya 10 saudara yang tinggal di Jogja kalau merka ikut referendum mereka tidak dukung penetapan. Yang terakhir Pak Ketua kalau orang mengasumsikan kerajaan-keraajaan di barat itu tidak prorakyat oleh sebab rakyat berontak ada revolusi francis dan seperti itu saya kira atas kesadaran itulah Sultan Jogja menulis buku tahta untuk rakyat, saya kira itu clear, bahwa kesultanan yang beliau Pimpin ini bukan rakyat mengabdi pada Sultan ansih seperti keraaan di abad 16, 17 tetapi kesultanan yang ia pimpin ini dalam era modernisasi ini mau diabdikan itu ke rakyat Jogjakarta. Saya kira itu jelas sikap itu. Dan terakhir sebagai politisi barangkali memang saya mengutip, kadang-kadang orang politik mengutif keilmuan juga “ apasih salah Jogjakarta” ada salah satu media dalam tajuk lencananya, “apa salah orang Jogja” sehingga mereka dikorek-korek, yang tidak gatal dikorek-korek, digaruk-garuk sekarang ini, itu sebagai politisi meihat begitu apa soal “dua matahari kembar” direpublik ini atau apa, atau apaa..begituu..tapi yang terakhir Pak Ketua. Bangsa ini bangsa besar yang harus menghargai, menghargai sejarah, kita tahu sejarah DIY bergabung seperti apa, ketika republic itu kocar-kacir kesultanan Jogja yang memberi gaji dan memberi makan republic kita ini, jangan kita lupa ini, jangan kita nafikan itu begitu saja, kalau kita nafikan itu begitu saja saya kira bangsa ini tidak akan jadi bangsa besar.semua peruangan para pejuang akan dinafikan begitu saja hanya untuk kepentingan yang kadang tidak jelas, hanya banyak kepentingan Jakarta, pusat. Dan tidak selalu pemerintah pusat itu benar. Kadang-kadang pemerintah pusat itu bikin soal. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Sudah waktu jadi dan tentu ini kita menangkap bagaimana pemikiran-pemikiran para ahli intelektual kita, saya kira itu silahkan Pak Fauzan Syaie Drs. H. FAUZAN SYAI’E/F-PAN: Terima kasih Pak Ketua dan Wakil Pimpinan. Rekan-rekan Komisi II dan Bapak-Bapak Anggota DPD RI. Pak Prof sebagai pakar dan Ibu. Kita bahagia kita disajikan dua pola, yang pertama ada kecenderungan untuk pola diangkat langsung oleh DPRD, yang satu atau dari Prof itu memberikan suatu argumentasi bahwa dari perjalanan panjang bahwa pas untuk dipilih. Menyikapi hal yang demikian ini ada hal yang menggelitik bagi kita, bahwa Jogja pernah melakukan pemilihan kalau tidak keliru ada 2 periode dan begitu juga yang ditetapkan. Saya ingin apakah dua pola ini pasti ada plus minus dan menurut kesimpulan dari Pak Prof pola –pola ini kira-kira yang paling plus atau lebih nilai-nilai itu. Yang kedua memang kita tidak bisa pungkiri apakah ia sebagai raja yang ditetapkan berdasarkan keturunan yang selama ini kita lihat dalam bentuk sejarah-sejarah seperti yang dikatakan rekan terdahulu Jepang dengan Kekaisarnya tetapi dibawahnya itu ada Perdana Menteri artinya ada ruang bagi rakyat Jepang untuk melakukan suatu hak politiknya. Dari hal yang demikian ini yang ingin saya kaitkan bahwa tidak bisa dipungkiri dari demikian fenomena yang ada raja-raja tidak hanya ada di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan di Kalimantan, trend ini dilihat ada peluang baru untuk juga

Page 15: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

27

memperjuangkan haknya. Jadi apa mungkin kalau jogja diberikan kenapa masyarakat Surakarta untuk memperuangkan seperti itu. Jadi ingin saya tanggapan Pak Prof. dampaknya pada posisi kedepan bagaimana. Saya kira demikian terima kasih. Wassalamu’aialikum Warahmatullahi wabarakatuh KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Fauzan silahkan barangkali kita pindah dulu ke DPD supaya silahkan Pak Dani Anwar. H. DANI ANWAR/KOMITE I DPD RI: Terima kasih Pimpinan luar bisa ini Pimpinan sangat demokratis dan sangat bijak untuk memberikan kesempatan secara bergantian antara teman-teman DPR dan DPD. Pada yang saya hormati Pimpinan Komisi II, sahabat-sahabat dari DPR Komisi II dan rekan-rekan DPD RI dan Prof Mashudi Rauf, beserta IBu Isbodroini yang saya hormati juga. Mendengar paparan Prof Maswadi Rauf, saya kemudian berpikir kelihatannya memang menurut Prof itu terjadi kesulitan yang luar biasa untuk menggabungkan pemikiran monarki absolut dengan monarki konstitusional dengan keinginan masyarakat Jogjakarta itu sendiri. Tapi Prof persoalan yang terajdi di Inggris itu berbeda sekali dengan persoalan yang terjadi di masyarakat Jogjakarta, kalau di Inggris memang masyarakatnya itu sendiri yang kemudian mempreteli monarki absolut yang ada disana kemudian dirumah menjadi monarki yang konstitusional tapi kalau di Jogjakarta, rakyat jogja itu sendiri yang menginginkan agar Sultannya menjadi pemimpin pemerintahannya, mungkin ini sesuatu yang sangat bertolak belakang dan berbeda dengan kondisi yang terjadi di Inggris. Kalau kemudian dikatakan jika dengan system yang berlaku sekarang dimana Sultan HB dan Sri Pakualam menjadi pemimpin pemerintahan terjadi hambatan-hambatan demokratis mungkin kami perlu bukti empiris tentang itu yang menjelaskan memang ada fakta-fakta sehingga kehidupan demokrasi disana itu berjalannya pemerintahan disana itu tidak bisa begitu berjalan dengan baik degan posisi Sri Sultan dan Pakualam yang sekaligus beliau merupakan seorangan Sultan yang sekaligus menjadi kepala pemerintahan. Harusnya kalau misalnya memang ada bukti tersebut itu sesuatu yang kita ketahui tetapi faktanya kita semua tidak pernah mendengar ada bukti-bukti epiris yang mengatakan dengan posisi tersebut kemudian ada hambatan-hambatan, laporan BPK misalnya bisa menjadi salah satu sumber untuk menilai apakah memang terjadi hall-hal yang terjadi hambatan tersebut. Tetapi memang saya sangat menghagrai objektifitas dari Prof Maswardi rauf yang mengatakan RUU ini sendiri memang ambigo, dia tidak konsisten seperti yang kami suarakan dalam pandangan umum kami menanggapi konsep RUU pemerintah ini, dia tidka jelas antar satu ketentuan dengan pasal dengan pasal yang lain itu salaing bertabrakan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya kalau menurut kami simpel saja Prof sebetulnya untuk DIY sebaiknya penetapan tidak perlu ada pemilihan. Saya kira itu Pimpinan Komisi terima kasih.

Page 16: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

28

KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Dani, silahkan Pak Paulus Yohanes Sumeno DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD RI: Pimpinan yang kami hormati. Profesor berdua dan Bapak dan Ibu yang saya hormati, tadi Prof sudah mengangkat pendahuluannya bahwa akademisi berpegang pada kebenaran yang diyakini dan oleh karena itu berpendapat dan para politisi berpegang pada kebenaran politik tapi kami dari DPD adalah kebenaran untuk NKRI dengan mengangkat kebijakan-kebijakan local sebagai kekayaan dari pada NKRI jadi kita menujunjung tinggi kebenaran NKRI. Prof kami ingin menanyakan tadi disebutkan kesulitan dalam hal ada kontradiksi antara demokrasi dengan monarki yang absolut, pertanyaan saya untuk Prof praktek yang sekarang di Jogjakarta yang sudah dibuat oleh para pendiri Negara kita seperti Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh yang merumuskan UUD 45 pada saat itu yang juga telah menetapkan dalam Pasal 18 pendirian Negara itu sudah dicantumkan DIY dan sejak itu juga sebenarnya apalagi dengan ijab Kabul dari pada Sultan, maka telah terjadi suatu transpormasi antara nilai-nilai monarki absolut dan demokrasi yang dicita-citakan untuk mendirikan Negara ini. Memang hemat saya Bung Karno sudah sangat bijak dengan membuat suatu tradisi yang didasarkan pada suatu UUD itu pertanyaan saya untuk Profesor, setelah 60 Tahun lebih kita merdeka dan Jogjakarta berjalan pemerintahannya berjalan atas tradisi yang sudah dinyatakan oleh para pendiri Negara kita dengan pemerintah Jogja yang tadi juga sudah dikatakan demokratis karena didasarkan pada UUD dan Perda-perda, menurut pengamatan Prof dimana letak kesulitannya sekarang ini sebenarnya, kemudian kita mau merubah tradisi yang sudah mau yang sudah dilekan oleh para pendiri Negara kita ini, pertanyaan itu ketika berlandas pada dipersoalkan tentang demokrasi dan monarki, realitas sekarang bahwa DPR Kabupaten semua di DIY, DPR Provinsi, dan rakyat Jogja telah menyatakan kehendaknya untuk menetapkan Sultan sebagai Gubernur dan Sripaku alam sebagai Wakil Gubernur, menurut hemat saya bagaimana Prof membaca phenomena demokrasi ini bukankah ini demokratis juga, bukankah keputusan yang diambil oleh DPR juga keputusan lembaga demokrasi, mengapa itu dipertentangkan dengan monarkinya padahal Sultan sendiri sudah meleburkan diri dalam system demokrasi, pemerintahan di Jogja tidak ada pemerintahan yang monarki lagi, Prof saya dari Papua tapi saya juga orang Jawa, jadi saya sedikit masih punya warisan Jawa. Dalam system kerajaan dulu apa yang dikatakan raja adalah norma, itu pada jaman kerajaan dulu. Tetapi norma yang sekarang terjadi di Jogjakarta bukan apa yang dikatakan raja tapi apa yang diatur berdasarkan UU dan UU kita yang membuat, dimana sebenarnya Prof melihat kebanaran apa yang disampaikan Pak SBY kalau saya itu melihat salah, barangkali Prof melihat kebenarannya, dimana letak kebenarannya mempertentangkan antara monarki dan demokrasi dalam realita Jogjakarta. Menurut hemat saya Pak SBY salah. Tapi saya ingin melihat pendapat dari Profesor.

Page 17: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

29

Saya sangat sependapat dengan Prof bahwa RUU ini sangat berbahaya menghancurkan Negara kita karena tidak konsiten, sama sekali tidak konsisten, ini kalau pasal 1 dengan yang lain tabrakan yang disampaikan dan dilaksanakan, untung Komisi II sangat bijaksana untuk membahas UU ini secara cermat, saya Pak Ketua ijinkan saya menghormati sikap pada Komisi II yang mau membahas UU ini secara cermat, andai kata Komisi II ini langsung setuju malah itu adalah petaka besar untuk NKRI ini. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Saya kembali dulu ke DPR, silahkan Pak Khairul Naim H. CHAIRUL NAIM, M.Anik, SH.,MH/F-PAN: Terima kasih Pimpinan dan Anggota Komsi II, rekan-rekan dari DPD dan Bapak Prof Maswardi dan Ibu Isbodroini Suyanto. Baiklah pertama-tama memang didalam penyampaian ini saya akan coba agar lebih berpikir dalam kerangka objektif saya menghormati kesultanan dan juga menghormati landasan konstitusional kita dalam UU, terus bahwa RUU yang akan kita terlorkan ini seandainya ini menjadi UU ini berlaku permanen diharapkan begitu, segingga paham betul dengan pemasukan dari para nara sumber dari akademik menjadi suatu UU yang legitimit, aspiratif dan diteria semua pihak. Saya mulai dari keistimewaan ini apa? Dalam kaca mata saya keistimewaan Jogja terletak pada kesultanannya, dimana disana sebelum Indonesia maka telah berdiri kerajaan yang dipimpin oleh Sultan dan ini bergabung dengan Indonesia, ketika Indonesia diproklamirkan dari perspektif sejarah saya melihat keistimewaanya itu dikesultanannya ini. Kemudian dalam perspektif peraturan perundang-undangan seolah-olah tergambar keistimewaan Jogja ini dilihat dari segi pertama pemberian penguasaan langsung seluruh pengurusan kepada Jogjakarta, dan raja ditetapkan sebagai gubernrur UU Nomor 3 Tahun 1950, UU Nomor 19 Tahun 1950 dan PP selanjutnya. Ketika lahir UU Nomor 22 Tahun 1998 gubernur Jogja juga dipilih oleh DPR, apakah kesitimewaan Jogja hilang, kita berpandangan keistimewaan pada otonomi maka itu akan hilang, tetapi saya melihat itu tidak akan hilang karena kesultanan itu yang terletak keistimewaannya. Belum memperunyai suatu daerah mempunyai hak grand atas tanah mempunyai suatu hak protokoler menjadi suatu seremonial dan bala tentara sampai sekarang masih ada. Kalau kesultanan itu adalah raja maksud saya dan raja itu hanya mempunyai hak dan kewenangan, raja tidak mempunyai kewajiban, posisinya seperti itu dan itu diakomodir dalam UU ini, raja mempunyai kewenangan pasal 10 Pak, “Gubernur utama memberikan arah umum kebijakan pada pemerintahan daerah, kebudayaan, pertanahan, penata ruang dan penganggaran” kemudian ayat 2 nya memberikan persetujuan terhadap rancangan perdais yang telah disetuji bersama DPRD Provinsi DIY dengan Gubernur. Ayat c memberikan saran dan pertimbangan terhadap rencana perjanjian kerjasama yang dibuat pemerintah daerah provinsi, ini pasal 10. Kemudian haknya Gubernut utama, Sultan menyampaikan usul atau pendapat kepada pemerintah dalam rangka

Page 18: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

30

penyelenggaran kewenangan istimewa.kemudian menadapatkan inforamsi mengenai kebijakan dan atau informasi yang diperlukan dalam perumusan kebijakan menyangkut keistimewaan DIY, merumuskan perubahan atau pergantian perdais, memeiliki hak protokoler kemudian kedudukan diatur dalam peraturan berasrti mempunya hak anggaran Pak. Lebih bagus lagi pada pasal 14 “apabila gubernur utama tidak menjadi gubernur maka gubernur berkewaiban mengikuti arah umum kebijakan gubernur utama, dan seterusnya. Melihat posisi ini didalam kontruksi UU ini maka Sultan ditetapkan dalam posisi yang tinggi diatas Gubernur dan DPRD ini saya berpikir objektif tidak ada kaitan politik, ini UU. Saya bertanya kepada Ibu saya agak sependapat dengan Pak Prof pada, posisi Gubernur utama dan Wakil Gubernur utama tetepi selanjutnya akan kita bahas selanutnya. Kemudian kepada Ibu Is, Prof Isbadrioni, kira-kira pendapat saya ini bagaimana terhadap posisi Sultan memang harus ditempatkan tinggi dari yang lain karena Sultan itu mempunyai landasan historis yang harus kita hormati. Apabila beliau ditempatkan lagi sebagai kepala daerah baik ditetapkan maupun dipilih maka tentu beliau akan mempunyai kewajiban-kewajiban baik itu kewajiban public maupun lain, ketika raja diberikan kewaibanya mempunyai tanggungjawabnya, pertanggungjawabannya juga bisa diterima bisa tidak, ini jangka panjang kita bebicara. Secara umum dan utuh, sekarang tidak tapi dalam dinamikanya bisa saa. Saya ingin tanggapan Ibu dalam posisi ini. Barangkali demikian, mohon maaf segala kekurangan kalau ada salah pendapat saya sampaikan dari betul-betul nilai yang luhur dengan kontek dan perspektif menghormati Sultan Jogjakarta. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Kahirul Naim, luar biasa beliau ini dua penapat dua-duanya ada dari PAN, sangat cerdas melihat Sultan diagungkan dan sebagainya, bagaimana kewenanganya saya kira penting ini. Dari Jambi beliau ini. Selanjutnya silahkan Pak Rahadi Zakaria. H. RAHADI ZAKARIA, S.IP.,MH/F-PDI PERJUANGAN: Terima kasih. Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Yang kami hormati Pimpinan Komisi II para Anggota DPD RI, Anggota Komisi II dan paling khusus yang terpandang dua Profesor kita Ibu Is dan Pak Maswadi Rauf. Pertama-tama saya ingin menyampaikan suatu komentar tentang RUU DIY bahwa saya melihat ternyata apakah ini salah pendekatan atau salah melakukan pembuatan RUU tersebut, karena kalau saya melihat baik dari tingkah laku politik, teori politik maupun analisis politik nampaknya ini tidak dialakukan antara indoktif dan deduktifnya lebih berat kepada persoalan yang sifatnya deduktif saya melihatnya seperti itu. Misalnya ada beberapa kewenangan Sultan yang nampaknya ini mau

Page 19: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

31

ditempatkan ke yang lebih tinggi tetapi kewenanganya sangat degradasi, sangat dipangkas, kita paham bahwa seseorang lahir secara sosisl baik itu Sultan atau siapapun juga yang lahir didunia ini memiliki hak politik, tetapi secara esktrim disini dikatakan bahwa Sultan ditempatkan teramat tinggi tetapi tidak memiliki hal politik. Kita tahu yang namanya raja dimanapun juga dia mempunyai tingkah laku politik, kemudian saya melihat memang barat berhutang pada yunani dan persoalan demokrasi Roberdawn mengatakan “demokrasi bukan semata-mata dari Yunani atau klaim dari barat tapi siapa tahu ditempat lain juga muncul persoalan demokratisasi yang sama dengan di Yunani yang sama dengan yang dikembangkan Plato dan penerus-penerusnya” dimataram dan di Jogja itu sudah muncul demokratisasi, jadi sangat aneh kalau kemudian demokrasi dipertentangkan dengan monarki. Dari teori politik yang namanya monarkii itu lawannya adalah bukan demokrasi, demokrasi padannya otoritarianisme, dikatator, monarki lawannya republic, ini aneh cendekiawan kita tidak berpatok pada nilai-nilai akademik yang benar. Saya kenal Pak Prof Maswadi lama saya, saya suka berdebat ketika saya menjadi wartawan dan beliau sebagai nara sumber dan saya bertandang di fisip UI jadi saya ingat sekali dengan para yang terpandang ini. Memang ada monarki yang dictator tapi saya koreksi ini kebelinger, saya tidak tahu kenapaini terjadi, kenapa justeru untuk kasus Jogja kita menginpor teori-teori dari barat, dari Jogja sendir sudah ada tradisi yang baik sepeti kata Robert, tapi statemennya dalam buku teori demokrasi mengatakan yang tumbuh bukan hanya semata-mata tumbuh dibarat tapi ditempat lain mungkin juga tumbuh proses yang lebih baik, saya masih ingat itu pelajaran semester I, saya mengingatkan kepada Pak Prof. Sebagai contoh, kenapa hal itu tumbuh karena di Jogjakarta ada suatu tradisi demokrasi yang sampai sekarang mungkin di dunia lain tidak ada mungkin, rakyat kalau ingin menyampaikan sesuatu kepada para pemimpinya atau para raja tidak perlu unuk rasa dengan anarkis seperti sekarang ini, tetapi di Jogja ada tradisi PP berjemur, itu orang rame-rame buka baju berjemur dipelataran didepan keraton atau depan pakualam mereka beremur kemudian raja tersentuh hatinya maka datanglah raja pada orang-orang PP “ ada apakah gerangan orang-orang PP” apakah ada yang mau disampaikan, maka terjadilah dialog disitu, rakyat dengan raja terjadilah interaksi yang sifatnya membangun atau menyampaikan keluhan rakyat soal pemerintahan. Lain dengan sekarang, rame-rame unuk rasa anarkis, Bupati, Wali Kota lari. Jadi ada tardisi demokrasi ditempat lain. Jadi setelah saya menyimak RUU ini instrument yang digunakan ada tiga komponen, tingkah laku politik, kemudian ilmu potik, sain politik dan analisis politik ini yang digunakan tidak dengan pisau bedah keindonesiaan, tapi barat. Contoh yang dikemukakan adalah misalnya Inggris padahal dibarat sendiri kalau kita tidak tahu kalau raja tidak suka itu ada kelompok moralitas untuk menggulingkan raja. Itulah namanya partisipasi politik dan mungkin ini tradisi yang kurang baik di Negara kita, misalna revolusi Prancis yang raja dipengal itu belum tentu baik dari pada yang digulingkan, ini kita bicara soal historis. Jadi untuk itu saya menyarankan semua pihak, jadi kita tidak serta merta mengikuti model

Page 20: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

32

barat. Kita mencoba tidak semata-mata harus selalu berhutang dari barat tapi kita perlu dari Timur juga, sepeti kata Pak Alex. Saya kira Pak Maswadi Rauf dan Ibu Is, saya kira demikian karena sudah ditegur oleh Pak Ketua karena kalau dibiarkan jadi narasumber ketiga. Terima kasih KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Jak, ini Zakaria, Jak kita pangil. Silahkan Pak Hermanto. H. HERMANTO, SE.,MM/F-PKS: Terima kasih. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang terhormat Pimpinan Komisi II. Rekan-rekan DPD dan Anggota Komisi II serta yang saya hormati Profesor Maswardi Rauf dan Ibu Isbodroini Suyanto. Dari pejelasan Bapak Prof dan Ibu Suyanto, kami di Komisi II ini wabil khusus saya sendiri merasakan ada pencerahan karena selama ini pemikiran-pemikiran yang berkembang hanya sekitar didalam ini, dengan masukanya pemikiran ini mudah-mudahan ada titik temu untuk menyelesaikan persoalan di jogja ini. Kalau tadi Pak Alex mengatakan apa salahnya rakyat Jogja maka tentu ada juga sebaliknya yang perlu ditanyakan apa salahanya Sultan sehinga dikorek-korek. Sejauh ini dan selam ini pemerintahan dan rakyat di Jogja ini rukun dan damai hampir tidak ada riak-riak politik, kerusuhan dan sebagainya namun perlu juga cermati di Jogja ini kan juga berjalan dua system, ada system kerajaan dan juga system demokrasi, system kerajaan itu adalah dengan adanya kerajaan atau Sultan dan demokrasinya ada pada tingkat DPRD, DPRD itu adalah dipilih secara demokrastis, tentunya disini ada satu persoalan yang menjadi krusial poin buat kita disatu sisi raja ditetapkan sementara anggota DPRD nya itu dipilih, ini sebenarnya titik temu secara konstitusional dimana, sebab raja itukan Sultan itu pertanggungjawaban kekuasaannya atau pemerintahannya itukan dia system kerajaan, sedangkan nilai-nilai demokratis itu mengajarkan pada kita “oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat” saya ingin mendapatkan penjelaskan secara proporsional bagaiman dua system ini secara ideal nantinya bisa kita formulasikan dalam kekhususan Jogjakarta ini. Kemudian memang dalam hal-hal yang menyangkut pemimpin ini ada apalagi raja dalam tata aturan kita ini orang yang ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah, artinya orang yang dihormati dengan segala kapasitas yang diapunyai, baik kafasitas kekuasaan yang dia miliki maupu kapasitas kearifanya yang dia punyai, ini tentu ada perlakuan yang berbeda terhadap ini. Sementara dakam kontek modern dipilih secara demokrasit, dan tetap saja selalu ada persoalan sehingga tidak menutup kemungkinan bisa silih berganti, yang kita lihat di Jogja aman, Cuma pertanyan bagi kita apakah ini akan terjadi secara permanen atau terus menerus, sementara system pemerintahan itu berkembang seperti yang kita hadapi sekarang, artinya kita akan memprediksi Jogja ini yang sebenranya. Saya juga ingin mendapatkan penjelasan keistimewaan Jogja ini yang selama ini kita tahu yaitu baik dari segi historisnya, kesultanannya dari segitu kontribusinya terhadap NKRI maka

Page 21: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

33

sesungguhnya sultan itu orang ditingikan seranting dan didahulukan selangkah ini, posisi dia dalam tatanan masyarakat itu bagaimana. Jadi keistimewaan sultan itu kita ingin sultan tidak ada disalah satu orpol atau ormas, sebab ini juga nanti sultan akan bergelut juga soal dengan politik, dan dia nanti akan dipersoalkan secara politik, padahal sultan itu adalah yang tadi kita sebutkan yang kita hormati, hargai. Secara fakta raja mau tidak mau kalau masuk kesitu akan terjadi konflik social, ingin mendapat pandangan dari Prof dan Ibu soal ini. Makanya kita bisa mengusulkan Sultan itu dia mengayomi dan tidak berada diberbagai kelompok masyarakat. Demikian Profesor. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Hermanto, silahkan dari DPD Pak Jhon Peres Prof. JHON PIERES/KOMITE I DPD RI: Pimpinan Komisi II DPR RI yang saya hormati Pak Ketua. Para nara sumber yang saya bangakan, teman-teman dari Komisi II DPR RI yang saya hormati. Saya bergembira terjadi perdebatan teoritik antara Prof Maswardi dan Ibu DR ini, mereka berdua berasal dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, UI dimana saya juga dibersarkan disitu, perdebatan teoritik itu memang memberikan perspektif yang majemuk kepada kita untuk memberdah, membedah system pemerintahan Indonesia dan darah dan secara khusus DIY. Pada tujuh hal penting yang akan saya kemukanan. Yang pertama akan sulit kita mempertentangkan secara teoritik pareadigma demokrasi modern dan demokrasi tradisional apalagi dalam kontek ke bhinekaan masyarakat, ini sah terjadi dan harus kita terus kembangkan dalam kehidupan politik yang demokratis, catatan yang kedua, satu hal yang perlu disadari penyampaikan asas penting dalam konstitusi kita sebut saja 18 A, dan B yaitu asas kekhususan, keistimewaan, keberagaman serta hak adat dan tradisional tidak boleh diabaikan, kalau terjadi pengabaian seperti itu justeru sebuah tindakan yang tidak demokaratis a politis. Yang ketiga RUU KDIY harus berdeda dengan RUU otonomi khusus yang lain atau otonomi daerah yang bisa. Perbedaan paradigmatic seperti itu haruslah melihat system local itu sebagai local wisdom dalam konstitusi UUD 45 itu tidak boleh diabaikan. Saya kebetulan menganut majhab sejarah dan kebudayaan Prof, artinya didalam sosiologi hokum, artiya kita mengetahui hokum suatu bangsa, suatu masyarakat secara jernih jika kita mengetahui sejarah dan kebudayaan dari bangsa itu, saya mengajak kita untuk mengetahui sejarah masyarakat Jogjakarta, bukan saya kesultannya, ketika Jakarta diduduki dia mempunyai andil yang besar dalam rangka membangun NKRI, sumbangsih yang besar tidak hanya Sultan tapi rakyat itu secara keseluruhan, jadi keistimewaannya itu disitu, jadi sejarahnya tidak boleh diabaikan apalagi dalam naskan akademik. Pemerintah jangan menggunakan standar ganda, kalau otonomi khusus Papua hanya orang Papua yang jadi kepala daerah berpandang lurus dengan syariat Islam di Aceh hanya orang Islam yang bisa jadi Gubernur dan seterusnya. Maslahnya dimana kalau Sultan menjadi kepala daerah di

Page 22: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

34

Jogjakarta, standar ganda itu berbahaya, saya tidak mengatakan itu sebuah kebohongan politik tapi kemunafikan politik. KETUA RAPAT: Batangkali sedikit Pak, untuk daerah Istimewa Aceh apa ada penyebutan Gubernur harus beragama Islam saya kira tidak. Subaya jangan bias..syariat Islam ya tapi bukan Gubernur harus orang Islam. Ya sialahkan Prof. JHON PIERES/KOMITE I DPD RI: Saya sudah terlalu cepat, turunannya begitu memang, dalam prakteknya dan itu sah-sah saja, orang Maluku tidak penah mempersoalkan orang Jawa jadi Presiden di Indonesia itu juga sebuah demokrasi yang harus kita hargai. Oleh sebab itu Pak Ketua saya mencoba menawarkan poin enting yaitu RUU KDIY harus merumuskan kaidah-kaidah oundamental normative yang tertuang secara tekstual eksplisit didalam konstitusi kita. Oleh karena itu harus merumuskan masteri muatan yang diperhatikan itu satu, kekhususan dan keragaman daerah khususnya DIY. Kedua mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa terutama DIY. Kemudian yang ketiga menghormati kesatuan masyarakat hokum adat dan hak-hak tradisional sepanjang itu masih hidup. Sampai pada poin ini sekaligus mau saya titipkan ke Komisi II jangan sebut RUU Desa, kedepan bukandalam kontek ini sebabnya dikampung saya dan Pak Alex itu pemerintahan nageri, kalaupun cantumkan desa tidak laku disana Pak, stempel pemerintah itu ya pemerintahan desa a,b,c, jangan lagi gnakan desa itu, bagi orang Ambon itu kelas tiga Pak. Kampung, karena kita hederologis territorial, kalau desa itu teroterial, kalau kita negeri itu hedelogis teroterial jangan disama ratakan, saya protes keras itu. Artinya Negara yang ada pemerintah DPR dan DPD harus menghormati kekhususan daerah, hak adat dan hak tradisional, apa ruginya Negara ini kalau ditetapkan, suksesi pemerintahan jogja sangat baik, elegan, itu tradisi itu kita pegang tegus, jadi kami teman-temen DPD penetapan adalah pilihan terakhir dan final. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Jhon, silahkan Pak Wayan I WAYAN SUDIARTA, SH/KOMITE I DPD RI: Ada lima, enam yang ingin saya sampaikan waktunya takut dibatasi saya cepat-cepat saja. Saya langsung saja. Yang saya hormati para narasumber, Pak Wasdi dan Ibu Is,Pimpinan yang saya hormati, pertama seperti disampaikan beberapa memang Jogaj ini berbeda ini yang mesti digarisbawahi, indikatornya banyak, apa yang dilakukan Jogjakarta ketika tangga 19 Agustus ketika dia mendengar ada proklamasi, kemudian tanggal 20 Agustus bagaimana bunyi kawatnya, kemudian tanggal 5 September bagaimana maklmatnya, saya tidak mencoba beda pendapat dengan Prof Mawasdi ini karena saya akan berusaha terus mendukung kegiatannya karena ini salah Profesor yang sangat objektif, tapi kalau kali ini banyak pertanyaan tidak maksud banyak pendapat. Saya ingin diri saya diyakinkan karena sudah lama kita tidak ketemu lagi saat waktu itu Prof penelitian, tolong

Page 23: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

35

yakinkan saya ini kalau Prof mengatakan ini perlunya pertumbuhan dan pengembangan demokrasi apakah telegram, pernyataan HB seperti itu bukannya pertumbuhan dan perkembanga demokrasi kesultanan Jogja, mereka melakukan pertrumbuhan sendiri, kemudianmasih kita dengar maklumat tanggal 20 Mei oleh HB X ketika reformasi tiba, lalu masalah reformasi pertanahan mereka merubah sendiri dengan aturan-aturan yang mereka buat mereka rubah sendiri sampai desa-desa sekarang menikmati itu tanpa rasa kaget karena dia tau inilah memang pemimpin yang ia sukai, sekali lagi apakah ini bukan sebuah pertumbuhan, pengembangan demokrasi yang sebenarnya dimaksudkan Prof. yang kedua saya menguti beberpa sumber, demokrasi itu bukan tujuan Prof tapi itu alat, lalu kalau demikian Jogja pariwisatanya bagus dengan model local seperti sekarang, kemudian pendidikannya sangat berkualitas, kemudian harapan hidup orang Jogja paling tinggi, kemudian investasi di Jogja merasa aman, dan kalau nanti penetapan dilakukan banyak perusahaan-perusahaan akan mengunakan rumahnya di Jogja karena dianggap sangat stabil, saya punya datanya tetapi tidak saya sebutkan. Kemuidan money politik terhindari kalau menggunakan penetapan. Hadirin yang saya hormati. Kalau kesejahteraan ini sudah dicapai apalagi yang mau dicari. Pertanyaan beriktnya kalau samapai terjadi pemilihan kira-kira, jaminanya apa, apa benar akan lebih baik hasilnya sementar didaerah lain kita tahu ada 17 Gubernur yang jadi tersangka, apakah direkayasa atau tidak ada 157 yang jadi tersangka di tingkat Kabupaten, kemudian orang Jogja akan jadi iri kalau DKI, Papua boleh menggunakan Pasal 18 B, kenapa orang Jogja tidak boleh melakukannya. Lalu perkenankan denga kerendahan hati menyampaikan kasat mata tanpa melalui penelitian, kalau tadi saya bilang kalau demokrsi sebagai alat, katanya menurut Sofyan Effendi demokrasi yang terbaik itu sama dengan pendapatnya Ibu Is, demokrasi yang sesuai dengan budaya local, karena rakyat akan menjalankan kewajibanya sepenuh hati, saya bisa mengangkat apa yang terjadi di Bali, Prof tahu bagaiman taatnya orang Bali terhadap aturan karena dia berdasar pada tradisi lokal, kalau disana pecalang menjaga keamanan wibawanya jauh lebih tinggi dibanding keamanan lain, teman-teman muslim ketika hari Jum’at di Ponogoro sembahyang dia tidak berani menjaga keamanannya kalau dia harus menutup jalan dia minta tolong pada pecalang, hampir tidak ditemukan sangsi-sangsi adat disana yang tidak berjalan, semua berjalan baik, dank arena itu mereka sangat takut mereka melanggar, itu yang menyebabkan Baliu relative aman, itu juga yang menyebabkan tidak ada pembalasan terhadap umat muslim di Bali ketia kelompok ekstrim itu melakukan pengeboman. Jadi panjang sekali uraiannya, demokrasi, hokum yang bersumber pada tradisi lokal itu dijiwai, dijunjung tinggi bahkan masyarakat bisa rebut kalau itu diganggu, maka salah satu demo yang paling teraktur di Indonesia diantara lain hanya di Bali, hanya satu kali di Bali kekerasan ketika Megawati tidak terpilih, ajaib dua jam berikutnya mereka sadar, karena memotong kayu mereka bersihkan sendiri, karena mereka tidak mau nilai-nilai lokal, nilai adat tercoreng. Pimpinan saya ingin menambahkan yang ketiga Pasal 18 B saya kaitkan dengan putusan MK Nomor 11/PUU/VII/Nomor 8 / 1 Agustus 2008, putusan ini final dan mengikat, kalau sampai Jogja tidak boleh mengunakan Pasal 8

Page 24: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

36

B padahal DKI Waliko seperti itu dan bukan Kota Administratif yang dibayangkan oleh Mendagri kita tolelir dengan Pasal UUD, tapi sekaliu lagi suka atau tidak suka selain DKI, Papua, ada putusan MK yang mau tidak mau harus kita taati. Jogja menginginkan menggunakan pasal ini dan putusan MK. Sulit menentang masalah ini. Masih ada dua yang tersimpan untuk Ibu Is, mohon maaf karena memang aturan harus kita ikuti. KETUA RAPAT: Memang kalau aturan kitra ini 3 menit, Cuma kita berikan kelonggaran Cuma memang harus ada sedikit toleransi supaya semua bisa dapat kebagian, kalau tidak kebagian ini masalah keadilan, begitu kan. Silahkan Ibu Ida. Dra. AIDA Z. NASUTION/KOMITE I DPD RI: Terima kasih Pimpinan. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya ingin menanyakan kepada tokoh intelektual yang sangat terkenal, Bapak Prof Mashadi dan Ibu Isbodrini Suyanto. Sudah banyak yang ditanyakan oleh teman-teman saya, saya juga dulu dari kampus, dan dulu agak ilmiah tapi sekarang belajar politik dengan kaka tua, saudara tua DPR dan lain-lain. Saya senang sekali ada disini, saya ingin menanyakan khususnya kepada Mas Wadi, Ibu Is tadi mengatakan demokrasi bukan hanya pemilihan tapi mendengarkan suara rakyat dan budaya kultur, kemudian Pak MAswadi menyampaikan ada hambatan dengan ditetapkannya Jogja walaupun kemudian Pak Dani mengatakan tanpa bukti-bukti empiris dan juga kemudian saya ingin menanyakan berdasarkan keburuan karena saya dari Fakukltan Ekonomi UI, saya selalu membandingkan kebaikan dan keburukan, kebaikannya sudah memberikan ketenangan, budaya yang santuan, baik dan lain-lain. Walaupun ada Merapi masyarakat tenang, membanggakan, dan kemudian kalau itu dirubah membandingkan dengan keburukan pada sisten itu kemudian kita mengubah timbul konmflik dan sumber konflik akan timbul disitu. Kemudian biaya juga, jadi kalau dibandingkan dengan kebaikan dan keburukan apakah system yang sudah beralan sudah memberikan manfaat besar harus dirubah dengan kerugian dan keburukan yang akan terjadi. Jadi jangan kita cari-cari lagi ,kita bereskan yang ada. bagaiman pendapat Prof disini. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Ibu Ida, sekarang Ibu Agustina Basi Basik, silahkan AGUSTINA BASIK BASIK, S.Sos.,MM.,M.Pd/F-PG: Pimpinan Komis II yang saya hormati. Rekan-rekan Anggota Komisi II dan rekan-rekan Anggota DPD RI yang saya hormati. Dan yang saya banggakan Bapak dan Ibu Pak Prof dan Ibu DR yang saya banggakan, selamat siang untuk kita semua. Baru pada kesempatan ini ketika diberikan paparan saya baru mengetahui bahwa daerah DIY ini sebelumnya adalah sebuah Negara Merdeka bahkan usianya lebih tua dari pada kehadiran penjajah bahkan juga lebih tua dari NKRI baru saya ketahui pada kesempatan

Page 25: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

37

ini. Dinegeri kita ini ada 4 daerah yang memiliki kekhususan Aceh, Papua, DKI dan DIY. Yang saya heran adalah daerah DIY sepertinya tidak ada awan, angina yang menggantung tiba-tiba Mendagri menindaklanjuti apa yang dikatakan Presiden kemudian mengutak-atik, mengobok-obok keistimewaan Jogja ini. Sebagai seorang warga Negara, seorang warga Papua kami sedih ketika kami dulu waktu sekolah sering mendengat cerita-cerita rakyat Nyai loro kidunl, Joko tingkir kemudian Dewi Sri dalam bayangan saya waktu kanak-kanak itu wahh ini ada di Jawa nanti akan ketemu ada raja dan suktan ko tiba-tiba ini akan diutakatik dan seterusnya. Pendapat saya sebaiknya Sultan itu ditetapkan dan saya khawatir kalau tetap mengesahkan RUU ini DIY ini tetap acuannya kepada UUD 45, kepada NKRI, kepada Bhinek Tunggal Ika dan ujung-ujungnya NKRI harga mati kalau demikian ini akan seperti di Papua, apalagi saya baca di media ini akan ada referendum, disana tenang-tenang saja, kalau ini disuarakan di Papua itu dibelakang moncong senjata sudah berderet baik itu yang baju loreng, hijau atau baju coklat, maupun yang tidak berseragam itu sudah kelihatan. Kalau ini diteruskan ini akan terjadi di DIY ketika suara ini akan terus melintir. Oleh sebab itu untuk para pakar dua model ini dipadukan, mejadi satu kita punya UU Otonomi daerah, bisa seragam dengan UU Otda. Ini saja yang saya sampaikan, apa bisa seperti itu sehigga ada ruang daerah-daerah yang memiliki kekhususan, keistimewaan. Terima kasih Tuhan berkati kita. KETUA RAPAT: Amin. Terima kasih Ibu Agustina Basik Basik, silahkan Ibu Kasma Bauty Hj. KASMA BOUTY, SE.,MM/F-PD: Assalamu’alikum Warahtaullahi Wabarakatuh. Yang kami hormati Pimpinan dan rekan-rekan DPR dan DPD RI yang kami hormati dan para pakar yang kami banggakan, saya kira memang ini berbeda kami sebagai pembicara dari Partai Demokrat Pak, dan kami juga kita sepakat diruangan ini bahwa hari ini kita mendapat kunjungan dari pakar yang luar biasa karena untuk pertama kali di ruangan ini kita mendapat padangan dari dua orang dengan pola pikir yang berbeda, saya kira konsep yang cenderung bisa menerima monarki konstitusional yang sudah juga mendapat tanggapan pro dan kontra dari rekan-rekan DPR saya kira ini juga bisa ditangkap sebagai pemikiran tentang kemungkinan-kemungkinan kedepan karena ini disampaikan oleh pakar karena kami melihat sekarang ini sudah ada golongan tertentu yang seolah-olah diponis telah mengabaikan kesakralan kesultanan di Jogja seolah golongan ini tidak tahu apa yang mengakar ratusan tahun di masyarakat Jogjakarta dan itu yang terjadi hiruk pikuk politik dan hari ini Isnya Allah akan menjadi pembuka jalan bahwa kita akan berpikir bahwa betul-betulk itu jauh dari pemikiran kita apalagi ini yang diusulkan pemerintah. Pada kesempatan ini kami ingin meminta data yang lebih jelas kepada Pak Prof, tentang studi empiris berlangsungnya institusi monarki di asia mungkin di eropa sudah terlalu jauh seberapa tahankan institusi monarki ini dengan ratusan tahun yang demikian kuat didukung oleh rakyat itu bisa bertahan dengan demokrasi yang sekarang ini beralan, kita tahu tidak ada satu orangpun dinegara

Page 26: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

38

arab sana yang berpikir bahwa revolusi akan terjadi di Mesir tetapi kita ditampillkanluar biasa gejolak rakyat, biarpun di Jogja itu berbeda yang berontak rakyat untuk menyatukan bukan untuk menjatuhkan rajanya tetapi paling tidak kami ingin tahu studi empiris tentang kelangsungan monarki diasia. Yang berikut kepada Ibu Is, kami berpikir kami pas sekali bahwa DPR itu bisa menjalankan pengawasanya dalam kedudukan Sultan sebagai Gubernur yang kami ingin kami tanyakan mungkin ada studi yang bisa menjelaskan pikiran sederhana saja bagaimana mungkin anggota DPRD bisa mengoreksi seorang raja yang dibelakangnya itu ada konstytuen yang harus di perjuangkan, seberapa beranikah Anggota DPRD bisa mengkritik kinerja yang harus mengorbankan kesetiaan dibelakang raja. Mungkin jawaban ini bisa melahirkan pandangan kita, jelas RUU ini kelemahannya dan ini yang harus kita semputrnakan, maka pada kesempatan ini mungkin bisa kita sempurnakan tanpa ada I’tikad lain dibalik RUU ini. Saya kira demikian terima kasih atas kesempatan Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wassalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ibu Kasma bouty ini dari Demokrat, jadi memang kita mendengar pandangan-pandangan ahli yang nanti tentu didalam rapat-rapat kitalah yang akan berdiskusi lebih panjang, ini adalah bahan-bahan untuk kita tentu RUU itu namanya juga Rancangan yang akan dibahas oleh DPR, distulah DPR akan membahas dan menetapkan UU nanti, saya kira ini penting untuk kita apa yang dikatakan Ibu Kasmanbuty, ya Ibu ini dari Gorontalo. Silahkan Pak Laoly Dr. YASONNA H LAOLY, SH.,MA/F-PDI PERJUANGAN: Terima kasih Pak Ketua. Pak Prof dan Ibu. Teman-teman sudah banyak menyampaikan saya kira, pikiran-pikiran yang baik, saya menghargai pandangan-pandangan Ibu dan Pak Mawasdi saya kira kalau alasan konstitusional tidak ada masalah, sudah jelas sekali, pertanyaan saya adalah jika kita bandingkan dengan Provinsi-provinsi lain Gubernurnya dipilih secara demokratis, Jogja ditetapkan dalam peralanan empiriknya provinsi DIY dan daerah lain pertanyaan saya adakah kesalahan yang fundamental, adakah kesalahan yang parah sehingga kita harus mengoreksi keistimewaan Jogja itu satu pertanyaan, kalau ada apa itu, kalau tdak ada karena ada Jas merah tadi karena ada alasan historis dan yang lainnya kenapa harus kita rubah itu pertanyaan saya. Yang kedua apa yang disampaikan Ibu Is, menarik sekali buat saya bisa menimbulkan konflik antar gubernur yang dipilih secara demokratis dan gubernur utama, pada saat yang sama secara kultural rakyat Jogja itu dimata rakyat sultan adalag pemimpin, kalau tesis ini benar pertanyaan saya adalah mengapa harus dan apa keuntunganya kalau kita tambah mata rantai kepemimpinan itu. Karena ada potensi konflik karena diberi kewenangan kepada gubernur yang dipilih karena konflik alasan kulturan tadi. Mengapa kita benturkan,kenapa kita perpanjang mata rantai ini, saya melihat dalam pilkada-pilkada yg dilakukan

Page 27: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

39

secara demokratis antara Bupati dan Wakil Bupati antara Gubernur dan Wakil Gubernur itu honey moon nya itu adalah bilangan waktu, terus bertentangan kekuasaan antara mereka sering, ini konflik antar mereka. Sehingga timbul pemikiran sekarang kenapa Wakil Bupati dihilangkan saja, karena ada konflik. Saya tidak bisa membayangkan antara Gubernur yang dipilih rakyat dengan Gubernur yang punya wakil gubernur utama itu dalam konsep RUU DIY ini potensi konfliknya tentu dan rakyat kadang-kadang lihat dapertanyaan saya sejaumana dominanya kultur itu mendukung Gubernur utama tadi Sultan tadi kalau terjadi konflik tadi. Barang kali ini perlu masukan sehingga kami lebih dikuatkan didalam pandangan-pandangan ini, saya mendukung apa yang dikatakan oleh Pak Alex, saya kira ada kaitannya dengan pembuat konstitusi tentang penghargaan terhadap budaya-budaya daerah sama dengan Pal Lexi dikampung kami juga kepala desa itu “salawal” namanya, sangat di hormati di hargai, dengan UU dengan pelilihan kepada desa sekarang justeru sekarang peran kepala desa jadi hilang marwahnya, ada preman dari luar daerah seberang, pulang ke kampong punya uang dalam pemilihan kepala desa dia bayar dia itu orang maka menjadi kepala desa, sekarang justeru menjadi persoalan didesa-desa, kepala-kepala desa yang terpilih dari yang sama sekali yang tidak punya akar kultural, menyelewengkan dana-dana desa, saya kira ada evaluasi-evaluasi bahwa pemilihan demokratis dalam kontek kita sekarang tidak selamanya menjawab masalah itu. Saya kira ini yang saya sampakan. Terima kasih/ KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Laoly, selanutnya Pak Ferry Tinggogoy FERRY F.X TINGGOGOY/KOMITE I DPD RI: Pimpinan Komite II yang saya hormati. Komisi II yang saya hormati. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami rekan-rekan Komisi II, Bapak dan Ibu yang sangat terpelajar, Bapak Rauf dan Ibu Is. Sangat bagus sekali saya dengar sebuah cerita tentang keraaan Inggris dengan gambaran dan photo-photonya, sebenarnya saya menunggu prosesnya bagaimana, tapi tiba-tiba gambaran Inggris itu ditempelkan ke Jogja, saya terus terang jadi bingung, mengapa gambar Inggris itu ada di Jogja tentang demokrasi apakah ini alur yang benar yang berdasarkan ilmu pengetahuan tetapi untung Ibu Is membenarkan saya bahwa ada sebuah proses sejarah tentang Jogja yang ternyata sejarah itu tidak kalah dengan Inggris bahkan Ibu Is menjelaskan jaman VOC dan lain-lain artinya semua telah mengangkat demokrasi tidak tunggal dan dalam kearifan lokal di Indonesia banyak sekali demokrasi yang bisa kita angkat. Jogja dengan kekhususan yang ada sudah hampir 50 Tahun, dia tahan dalam jalam sentralisasi, tahan dalam jaman orde baru bahkan tahan setelah reformasi 10 Tahun, Tahun 1998 sampai sekarang. Sekarang kita akan mengatakan bahwa itu kurang layak dengan demokrasi maka timbulah RUU persi pemerintah, pertanyaannya apakah politik menjadi tujuan atau politik itu hanya

Page 28: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

40

sarana untuk kita berdemokrasi. Saya percaya politik adalah cara untuk mencapai tujuan, apa tujuan pemerintahan tercantum dalam UUD melindungi setiap bangsa dan tumpah darah dan itu menjadi tugas utama pemerintah pusat dalam enam bidang. Kedua menderdaskan kehidupan bangsa, itu tugas pemerintah daerah, dalam sejarah kita lihat sekarang ada 520 Kabupaten dan Kota ada 33 Provinsi, dari sitem otonomi daerah ini kita bisa bagi dalam tiga bentuk, ada otonomi khusus dan ada daerah istimewa Jogjakarta. Dari bentuk ini dapat kita katakana hasil secara enpiris ada dua bentuk yang bisa mensejahterakan rakyatnya pertama bentuk seperti DKI, dimana Pak Dani ada didalamnya sayang tidak jadi Gubernur, kedua bentuk seperti DIY, dan kalau kita akan buka litelatur tentang indek

developmen human ternyata Jogja itu menempati kedudukan yang paling tinggi di Indonesia dalam hal pendidikan dalam hal kesejahteraan dalam hal lapangan kerja, artinya kalau kita bisa katakana Jogja menjadi leather dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui otonomi daerah. Saya akan mengambil sebuah contoh Jogja ini bisa menjadi seperti Brunei Darussalam pada Tahun 1945 dia tetap menjadi kerajaan, karena dia memiliki kedaulatan jelas pada paper Ibu Is dikatakan dia diakui oleh Francis, diakui Inggris dan dia diakui juga oleh Belanda. Tetapi Jogja ini kita dapat katakana menggunakan ilmu lilin, dalam kegelapan lilin kita bakar, kita rela menghabiskan tubunya demi memberikan cahaya bagi bangsa Indonesia dan itulah yang dilakukan oleh Jogja, artinya republic yang besar ini perlu belajar dari Jogja untuk mensejahterakan rakyatnya. Maka kekhususan yang diberkan pada Jogja bukan ada pemerintahan yang baru berdasarkan oleh pemilihan 60 persen rakyat, yang memberikan legitimasi pada Jogja tapi justeru legitimasi dia yang sudah ada itulah yang kita akui diakui oleh Sukarno diakui ole horde baru, diakui juga oleh UUD Pasal 18 B. Pimpinan dan rekan-rekan sekalian, dari segi lain kita lihat dalam penyelesaian kepemimpinannya tanpa konflik, tanpa berdarah, ini juga yang akan kita jadikan acuan dalam UU penyusunan UU Otonomi daerah maupun pemerintahan daerah dan tentunya kembali mari kita belajar dari Jogja. Tanpa memperpanjang sekali lagi Pimpinan, tujuan untuk otonomi daerah adalah untuk kesejahteraan dan bangsa ini harus belajar dari Jogja. Dengan demikian bentuk penetapan merupakan satu pilihan yang merupakan keniscayaan, kerena pilihan itu bukan pada Sultan tapi diberikan pada rakyat Jogja. Andai kata kelak rakyat Jogja akan setuju biarlah kemudian dia yang akan mengangkat kembali masalahnya, kami sudah bosan dan sudah tidak suka dengan Sultan karena sudah tidak sejahtera dan mari kita ketemu lagi untuk menyusun UU yang baru. Memang Ketua UU yang ada Tahun 1950 memang itu harus kita perbaiki kembali, tapi janganlah keistimewaan itu kita hilangkan. Sekian terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Saya kira tidak ada yang ingin menghilangkan keistimewaan Jogjakarta. Karena memang itu adalah daerah istimewa Cuma memang bagaimana istimewanya, saya kira itu ya supaya jangan jadi seolah-olah forum, silahkan selanjutnya Ibu Denti Ekowidi Pratiwi

Page 29: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

41

DENTI EKA WIDI PRATIWI, SE/KOMITE I DPD RI: Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang saya hormati Pimpinan Komisi II beserta Anggota Komisi II DPR RI. Yang saya hormati pula rekan-rekan dari DPD RI juga para hadirin yang saya hormati, saya ingin memanfaatkan sedikit waktu saja karena tadi sudah banyak sekali di utarakan oleh Bapak dan Ibu sekalian dan sedikit koreksi nama saya Denti Eka Pak, kebetulan saya dari Jawa Tengah tenangga dekat dari Jogjakarta dan yang ingin saya utarakan adalah komentar utamanya bagi Prof Maswadi Rauf, dalam hal ini memang polemik yang timbul karena perrnyataan saudara Presiden SBY dimana monarki ditabrakan dengan demokrasi dan konstitusi yang tetunya kalau pernyataan tersebut ditujukan kepada daerah istimewa Jogjakarta tentu sangat tidak tepat karena monarki yang mempunyai arti bahwasannya pemerintahan dimana raja menjadi kepala Negara sedangkan disini sultan itu merupakan raja Ngayogyakarta Hadiningrat yang kemarin sudah fasih diucapkan oleh Pak Dani, yang sekaligus juga sebagai Gubernur yang Presidennya adalah Susilo Bambang Yudhoyono saat ini, jadi sangat tidak benar dan tidak tepat walaupun Sultan itu didudukan pula dimana dalam bingkai monarki, dan juga bahwasannya monarki ditabrakan dengan demokrasi tidak sepenuhnya juga benar, karena anggapan republic lebih demokratif dari pada Negara monarki padahal ada secara pemerintahannya sangat demokrasi. Jadi kalau pengertian monarki itu sendiri adalah kesatuan antar raja dengan kepala Negara, jelas itu tidak benar, kiranya selama ini pemerintahan Jogjakarta cukup toleran dan sangat dia juga melaksanakan UU dari pada pemerintahan daerah yaitu UU dimana dia juga melaksanakan otonomi daerah, dimana untuk Bupati dan Wali Kotanya juga melaksanakan pemilihan tidak seperti dan hanya raja saya yang ditetapkan sebagai gubernur. Jadi mungkin itu sedikit komentar yang saya utarakan untuk Pak Prof Maswadi Rauf. Terima kasih. Wassalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Ibu Denti Ekawidi Pratiwi dari pemilihan Jawa Tengah, Temanggung ya waduh berarti itu rokok tembakau dan lain sebagainya. Jadi saya kira sudah semua selesai dari Anggota DPR dan DPD selanjutnya saya persilahkan siapa yang lebih dulu Ibu Is silahkan Dr. ISBODROINI SUYANTO, MA: Terima kasih atas kesempatan ini. Ada beberapa yang ingin saya koreksi, nama saya itu Isbodroini, jadi banyak yang menyebutkan macam-macam begitu, tapi memang tidak apa-apa, memang ini yang lidahnya bukan lidah Jawa memang susah, jadi mahasiswa saya selalu bilang Ibu Is, itu saja. Yang kedua saya ini bukan Profesor, yang Profesor ini teman saya. Jadi memang sangat menarik dalam diskusi ini berbagai pendapat keluar, dan ini merupakan bahan untuk merumuskan RUU kembali. Barangkali dari Pak Rusli yang pertama tadi, tadi katanya demokrasi memang bukan pemilihan memang itu menurut

Page 30: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

42

saya, tetapi suara rakyat harus didengar, tapi bagaimana mendengar suara rakyat itukan kalau dimasa sekarang rakyat itu bisa bersuara melalui apa yang dikatakan Bapak itu partisoipasi politik, kemudian melalui saluran-saluran organisasai-organisasi seperticipil sosiaty dan juga disalurkan juga melalui DPRD, jadi kalau suara rakyat itu berbicara bsia berbagai cara, umpamanya tadi Bapak bilang melalui PP, kemudian juga disi ada “pisoanan ageng” itu juga bentuk partisipasi dari situ kita tahu suara rakyat, kira-kira itu Pak. Kemudian Pak Alex litay, barangkali nilai-nilai lokal itu yang harus diperhatikan, kita tidak bisa bertumpu ini demokrasi lalu harus menurut pada itu, sedangkan demokrasi itu sendiri mengalami hal yang selalu berubah, demokrasi itu tidak baku, jadi sekarang saja demokrasi sudah berubah umpamanya kalau dulu keputusan berdasarkan masyoritas sekarang keputusan berdasarkan mayoritas dipertanyakan dari mana dari perspektif keadilan, kalau yang mayoritas itu disetuji lalu yang minoritas bagaimana itu lalu menjadi perdebatan lagi itu lah lalu yang kemudian melahirkan konsep yang baru untuk memperbaiki demokrasi, jadi ada yang namanya demokrasi deliberated, kelompok minoritas suku tertiggal, kaum homo sexual, gay, kemudian lesbianism dia harus didengar suaranya, apalagi ini mengenai daerah dengan suatu daerah dengan kekhususan dengan kultur yang khusus, jadi kalau menurut saya di DIY, Papua, Aceh, ini harus ada kekhususan juga , harus dibuat UU yang mencerminkan warna dari masyarakatnya. Jadi memang saya setuju dengan Pak Alex bahwa nilai lokal harus diperhatiakan, memang demokrasi itu berasal dari barat tapi belum tentu atau belum tentu bisa pas dipraktekan diluar masyarakat barat. Pak Fauzan, mana yang lebih baik, apakah penetapan atau pemilihan. Barangkali itu ya Pak Fauzan, kalau menurut saya dilihat pada kondisi dari daerah itu sendiri ada yang seperti Jogja rakyatnya yang selama ini tapil kepermukaan menuntut untuk penetapan, kalau dalam penetapan itu tidak dilaksanakan itu kemungkinan ada potensi untuk rakyat itu keributan, kerusuhan, apakah itu yang kita kehendaki, tadi juga sudah di contohkan dalam pilkada-pilkada yang demokratis itu relative ketrusuhan sangat kuat, dimana-mana muncul orang Indonesia itu maunya menag terus tidak mau kalah,jadi kalau kalah bukannya datang ke pengadilan tapi bakar-bakar ban mobil dan kerusuhan, jadi kalau di Jogja menghendaki ini harus diperhitungkan kalau itu tidak dilakukan apa yang terjadi, selama ini Jogja tekah membuktikan bahwa dia itu bisa menjaga ketentraman, sudah bisa menjaga kesejahteraan seperti yang diuraikan Pak Yoman tadi. Ini mengapa bisa begitu karena tergantung dari pemimpinnya. Kemudian Pak Dani Anwar, barangkali ini untuk Pak Maswadi ya, Pak Paulus untuk Pak Maswadi, kemudian dari Pak Khairul Naim, Bapak tadi menempatkan Sultan pada tempat yang tinggi ya Pak, kemudian bagaimana kewajiban-kewajibannya bagaimana, kalau tidak salah tadi Bapak mengatakan Sultan itu tidak punya kewajiban, tapi dalam budaya Mataram Raja itu justeru dia harus mempunyai kewaiban untuk mensejahterakannya rakyatnya, prinsipnya seperti itu, jadi dia bukannya lalu tidak punya tanggungjawab dan kewajiban seperti itu, itu prinsip didalam kultur dan budaya Mataram seperti itu. Jadi sebetulnya kewajiban-kewajiban yang bagaimana itu dikaitkan dengan

Page 31: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

43

pemerintahan yang ada di Jogja, di Jogaj itu Sultan dianggap sebagai pemimpin yang sampai sekarang pemimpin yang bisa mengayomi mereka, dan kewajiban-kewajiban itukan dirumuskan didalam perundang-undangan, kalu dia tidak menjalankan seperti itu pasti akan terjadi kericuhan rakyat juga akan mengatakan raja ini sudah tidak benar. INTERUPSI: Interupsi sedikit, substansinya bukan itu, jadi raja itu dalam posisi hak dan wewenang, sementara Gubernur ini dibawah beliau, sehingga kewajiban raja tersalur pada kewajiban gubernur itu maksud saya, bukan berarti raja tidak berkewajiban, tidak. Jadi kewajibannya itu disalurkan kepad gubernur sesuai dengan struktur yang telah dikontruksikan dalam UU Itu. Dr. ISBODROINI SUYANTO, MA: Baik, maaf kalau begitu. . Tadi Pak Zakaria mengemukakan pendapat kewenangan dipangkas, memang didalam RUU ini terlihat bahwa Sultan ini menduduki Gubernur utama seakan-akan dia ada pada tempat yang tinggi, tetapi apa artinya ditempat yang tinggi kalau dia tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, itu sebabnya saya mengusulkan kalau toh gubernur utama tetap akan diberlakukan dia harus dikasih hak veto, jadi dia mempunyai bukan hanya sebagai pengayom saja, tetapi dia juga bisa melindungi. Kemudian untuk Pak Jhon Peres, saya sangat setuju prinsip-prinsip Bapak bahwa sejarah dan budaya lokal itu jangan diabaikan, kemudian banyak beberapa dari Bapak mempermasalahkan memgapa Sultan dipermasalahkan, dalam makalah saya juga dipermulaan ini saya mengatakan ‘apakah ada alasan politik tertentu didalam masalah daerah istimewa ini mengenai kedudukan sultan, apakah itu betul-betul untuk mendemokratiskan apakah ada alasan tertentu dibalik itu” ini membutuhkan analisis tersendiri, saya juga heran, mengapa yang selama ini Jogja yang seperti itu diutik-utik apakah ada hal yang lain begitu. Saya tidak tahu, nanti kalau ngomong salah lagi, lebih baik politisi yang bicara. Kemudian Ibu Kasma, barangkali tadi pertanyaannya ini ke Pak Maswadi, kalau ke saya apakah Sultan itu bisa diawasi itu bisa Ibu, itu contohnya di Malaysia, tapi Malaysia itu Monarki konstitusional sehingga dulu sebelum Mahatir, Sultan itu kebal hokum, tetapi oleh Mahatir diubah bahwa Sultan tidak kebal hokum, jadi setiap Negara bagian Sultan dari setiap Negara bagian dia bisa diseret kepengadilan kalau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan UU, dan juga melakukan hal-hal bertentangan dengan moral dan etika pemerintahan. Kemudian seberapa beranikah Anggota DPR mengoreksi Sultan. Saya kira Sultan harus sadar bahwa dia sebagai Gubernur katakanlah umpamanya, dia harus sadar bahwa dia Gubernur dia Sultan tetapu dia juga hidup dalam Negara era demokratis dan saya kira Sultan juga sadar bahwa DPRD itu adalah cerminan dari suara rakyat, saya kira DPRD tidak akan malu dengan adanya Sultan yang diangkat menjadi Gubernur. Ini pertanyaan apakah ada kesalahan fundamental sehingga harus mengubek-ubek keistimewaan Jogjakarta, dan memang kalau dilakukan gubernur utama ini akan menimbulkan konflik yang tidak akan bisa dihindarkan jadi memang harus jelas mau apa.

Page 32: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

44

Kemudian Pak Ferry barangkali memang begitu Pak suksesi di Jogja tidak menimbulkan pertumpaham darah , dan itu yang mestinya kita bisa menghargai hal seperti itu kalau di tempat lain suksesi itu artinya pergantian kepala daerah banyak menimbulkan konflik-konflik, ada yang tidak terima ada yang memanipulasi suara sehingga memang itu sampai sekarang Jogja bisa diacungi jempol, suksesi yang sampai sekarang tidak menimbulkan pertumpahan atau konflik yang keras. Saya kira ini kekhususan, saya tidak tidak tahu apakah selanjutnya akan seperti itu. Saya kira demikian. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Selanjutnya silahkan Pak Prof Maswadi Rauf. Prof. Dr. MASWADI RAUF: Terima kasih Pak Ketua. Ada 16 penanya ini. Dan semua pertanyaan itu berap Pak memerlukan waktu untuk menjawabnya, mungkin lain kali ya Pak. Cuma saya ingin memberikan komentar secara umum, nanti kalau diundang lagi tentunya. KETUA RAPAT : Jadi memang pertanyaan itu barangkali ada pernyataan, ada yang berupa pertanyaan, kalau berupa pernyataan kan tidak perlu ditanggapi, tapi barangkali ada perlu pendalaman silahkan apa saja yang bisa disampaikan. Prof. Dr. MASWADI RAUF: Jadi memang kita ingin mencari kejelasan pendapat itu bagaiman sebaiknya yang akan dimasukan kedalam RUU KDIY ini, posisi saya adalah penunjukan atau penetapan Sultan sebagai Gubernur dalam status Gubernur yang kita kenal sekarang ini itu mengandung resiko buat belaiu, resikonya itu adalah beliau adalah Sultan yang dihormati statusnya berbeda punya nilai kehormatan, lalu dia berfungsi sebagai politisi, kenapa yang dulu tidak asumsinya dia itu saya pikir perlu kita teliti lebih dalam itu seperti apa demokrasi itu berjalan dulu, seperti apa DPRD berhubungan dengan Gubernur dengan Sultan apakah memang terjadi hubungan seperti di provinsi lain, apakah memang tidak ada ewuh pakewuh dalam hubungan dua lembaga penting itu, memang keberhasilan Jogja mungkin tapi persoalan kita adalah apakah demokrasi itu betul-betul berjalan, ini tapi yang bisa kita pertimbangkan itu adalah status Sultan berbeda dengan politisi sehingga ada kemungkinan nanti demokrasi tidak berjalan karena adanya keengganan untuk menganggap gubernur itu sebagai politisi yang bisa dikritik akhirnya memang hubungan itu tidak melahirkan demokrasi karena hubungan-hubungan kultural itu bisa menghambat perkembangan demokrasi di Jogja ini asumsi saya yang menyebabkan ada resiko besar untuk menunuk seorang pemimpin tradisional untuk menjadi politisi tapi dia adalah sebagai gubernur.

Page 33: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

45

Karena itu di Barat, ini contohnya Barat terjadi tentu untuk bisa mencegah terajdinya itu tadi, itu system parkenter itu dengan menempatkan Sultan Raja itu sebegai kepala Negara berbeda dengan kepemerintahan. Jadi bukan itu yang lebih baik tapi itulah contoh yang terjadi, saya pikir itu kasus penting yang perlu kita pertimbangkan untuk melihat seperti apa seharusnya Pemda DIY ini akan dibangun oleh UU ini. Sebenarnya begini saya setuju dengan penetapan ini satu alternative saya setuju dengan penetapan tapi tidak penetapan sebagai Gubernur, tapi sebagai Gubernur Utama dan Pakualam sebagai Wakil Gubernur Utama, kalau ini terjadi ya ini sesuai dengan perkembangan yang ada dalam system parlementer ini dan ini sudah dipraktekan di berbagai negar bahkan tetangga kita pun Malaysia tadi Ibu Is mengatakan menggunakan cara itu sehingga nanti di DIY itu ada kepala daerah ada kepala pemerintahan seperti halnya Sultan yang dipertuan agung di Malaysia sebagai kepala Negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan atau Menteri besar didaerah Sultan yang menjadi kepala Negara bagianya itu, jadi memang perlu ada pembagian pekerjaan, karena memang Sultan akan mengalami kesulitan untuk didudukan sebagai seorang politisi, asmusi adalah selama orde baru itu bisa lancer, karena demokrasi memang tidak berkembang, selama 10 Tahun terakhri 1999-2009 ini adalah masa transisi kita masa reormasi, masa belajar demokrasi tapi 10-20 Tahun yang akan datang saya pikir kita akan semakin mau dalam berdemokrasi semakin bebas, semakin besar keinginan dari partai politik, warga masyarakat untuk lebih vocal terhadap pemerintahnya. Bagaimana nanti kalau rakyat, Anggota DPRD berhadapan dengan Sultan sebagai Gubernur, ini tafsiran saya ini akan menimbulkan kendala dalam hubungan antar Sultan dengan mitra kerjanya, dengan DPRD dengan masyarakat banyak dengan pemuda, LSM, ada kendala kulturan dalam menjalankan demokrasi ini dan contohnya adalah apa yang terjadi di barat ini adalah tesis utama yang terjadi di barat sehigga dikembangkan system parlementer dalam system monarki konstitusional. Jadi tuntutan rakyat Jogja adalah menetapkan Sultan sebagai gubernur, ini memang apa fungsi gubernur itu belum asumsi saya mungkin gubernur seperti yang diatur yang lain, adi kelihatannya mereka itu memang tidak mau, kekuasaan Sultan itu dikurangani, Sultan adalah tetap Sultan Jogja dan sekaligus beliau adalah kepala daerah dan gubernu dan kepala pemerintahan. Saya tidak tahu apakah memang itu gambarannya sehingga kata kuncinya itu adalah ada definisi tentang gubernur, tentang seperti apa yang diinginkan oleh rakyat Jogja dan diinginkan oleh DPRD mengenai fungsi gubernur di DIY. Saya juga tidak tahu apakah rakyat Jogja setuju dengan penetapan dengan sebagai Gubernur utama atau mungkin itu yang disebut Gubernur kepala pemerintahan ini, diberikan nama lain itu hanya soal nama, tapi memang saya pikir itu lah nilai tradisional itu, itulah hak istimewa Jogja ini, Sultan berperan dalam pemerintahan daerah jadi dia sama sekali tidak disingkirkan hanya seperti dinegara lain tidak mempunyai peranan dalam pemerintahan. Saya pikir ciri DIY itu adalah berperannya Sultan tidak hanya dalam social, masyarakat tapi dalam pemerintahan sehingga Sultan itu mempunyai suara dalam pemerintahan.

Page 34: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013334-3022.p… · risalah . rapat dengar pendapat umum komisi ii dpr ri

46

Saya lihat naskah ini yang menjelaskan soal Gubernur Utama itu sudah cukup kuat memberikan peranan kepada Sultan dalam system pemerintahan di DIY. Jadi terserah kepada Komisi II ini apakah memang satu hal yang harus diperhatian itu adalah hati-hati dengan rakyat Jogja itu Pak, karena saya lihat ini bukan main-main lagi, ini serius sebab tidak hanya rakyat Jogja tapi juga DPRD Jogja , DIY itu sudah bulat, saya tidak bisa membayangkan Ibu Is ya, DPRD keluar dengan konsep yang lain, yang bertentangan dengan ini saya pikir ini akan menjadi persoalan baru dan persoalan kita sudah banyak Pak. Jadi tolong jangan ditambah lagi, jadi liat berbagai kemungkinan itu, lihat apa yang menjadi kepentingan takyat didaeah, cobalah adakan perubahan jangan terlalu drastis, coba dengatkan pendapat orang-orang DIY itu seperti apa, maksimal perubahan yang bisa dilakukan oleh RUU KDIY ini, saya pikir ini cara yang lebih baik ketimbang mendengarkan orang lain termasuk kami ini. Dengarkan rakyat Daerah Istimewa Jogjakara itu lebih baik. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Terima kasih Profesor DR Maswadi Rauf. Memang Profesor inilah tugas Komisi II untuk mendengarkan semua pihak sehingga bisa dirumuskan dengan baik Rancangan Undang-Undang ini sesuai dengan harapan dari masyarakat kita tentu dengan pemikiran-pemikiran yang sangat intelektual, arif dan bijaksana dari Komisi II. Saya kira ini barangkali yang bisa saya sampaikan, sekarang sudah Jam 13.37 menit dengan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dari Ibu Isbodroini dan Profesor Maswardi Rauf, kami mengucapkan terima kasih atas kehadiranya dan memberikan pandangan-pandangan dan pemikirannya untuk Anggota DPR dapat menyusun membuat RUU ini lebih baik dengan pemikiran-pemikiran yang objektif dan rasional. Saya kira demikian dengan begitu rapat kita tutup pada jam 13.38 menit

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.38 WIB) Jakarta, 17 Februari 2011

a.n. Ketua Rapat Sekretaris Rapat,

Ttd. ARINI WIJAYANTI, SH.,MH.

19710518 199803 2 010