28
RINOSINUSITIS PADA ANAK A. PENDAHULUAN Rinosinusitis merupakan istilah yang lebih tepat karena sinusitis jarang tanpa didahului rinitis dan tanpa melibatkan inflamasi mukosa hidung. Rinosinusitis menjadi penyakit berspektrum inflamasi dan infeksi mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis didefinisikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal; dikatakan kronik apabila telah berlangsung sekurangnya 12 minggu. Infeksi saluran nafas atas pada anak lebih sering terjadi dibandingkan orang dewasa yaitu sekitar 6-8 kali per tahun sedangkan pada orang dewasa 2-3 kali per tahun. Faktor predis posisi yang paling umum adalah infeksi saluran nafas atas oleh virus dan alergi. Sinus yang sering mengalami infeksi pada anak adalah sinus etmoid dan maksila karena kedua sinus tersebut sudah ada sejak lahir dan berkembang pada umur 3 tahun. Komplikasi sinusitis pada anak mencakup pada orbita, intra kranial, paru, mukokel dan osteomielitis. Penatalaksanaan lebih sering secara konservatif dengan medika mentosa empirik dan terapi operatif bila terjadi komplikasi pada sinusitis akut dan pada sinusitis kronis yang gagal dengan medika mentosa 1 . Secara klinis, rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan

Rinosinusitis Pada Anak Newnew

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hjui

Citation preview

RINOSINUSITIS PADA ANAK

A. PENDAHULUAN

Rinosinusitis merupakan istilah yang lebih tepat karena sinusitis jarang tanpa didahului

rinitis dan tanpa melibatkan inflamasi mukosa hidung. Rinosinusitis menjadi penyakit

berspektrum inflamasi dan infeksi mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis

didefinisikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal;

dikatakan kronik apabila telah berlangsung sekurangnya 12 minggu. Infeksi saluran nafas

atas pada anak lebih sering terjadi dibandingkan orang dewasa yaitu sekitar 6-8 kali per tahun

sedangkan pada orang dewasa 2-3 kali per tahun. Faktor predis posisi yang paling umum

adalah infeksi saluran nafas atas oleh virus dan alergi. Sinus yang sering mengalami infeksi

pada anak adalah sinus etmoid dan maksila karena kedua sinus tersebut sudah ada sejak lahir

dan berkembang pada umur 3 tahun. Komplikasi sinusitis pada anak mencakup pada orbita,

intra kranial, paru, mukokel dan osteomielitis. Penatalaksanaan lebih sering secara

konservatif dengan medika mentosa empirik dan terapi operatif bila terjadi komplikasi pada

sinusitis akut dan pada sinusitis kronis yang gagal dengan medika mentosa1.

Secara klinis, rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya

berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari

4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rhinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis

akut yang tidak terobati secara tuntas.1

Gambar 1. Klasifikasi rhinosinositis1

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Perkembangan dari dinding lateral nasal dimulai dengan struktur yang lembut dan

undiferensiasi. Perkembangan yang pertama adalah maksiloturbinal yang akan secepatnya

menjadi turbinate inferior. Setelah itu, mesenchyme membentuk ethmoturbinal. Pertumbuhan

ini diikuti oleh perkembangan sel nasi agger, processus uncinatus dan infundibulum

ethmoidalis. Sinus kemudian berkembang.2

Anantomi Sinus Paranasal

1. Dinding Lateral Nasal

Dinding lateral nasal meliputi bagian os ethmoid, os maksila, os palatine, os larimal,

lamina pterygoideus medial os sphenoid, os nasal dan turbinate inferior. Tiga dari empat

turbin dari dinding supreme, superior dan medial menjadi proyeksi dari os ethmoid. Bagian

inferior merupakan suatu struktur yang independen. Masing-masing dari struktur ini disebut

dengan meatus. Tulang kecil dari proyeksi os ethmoid yang menutup, membuka ke samping

menempatkan sinus maksilaris dan membentuk suatu palung dibelakang pertengahan

turbinate. Sekat bertulang tipis ini dikenal sebagai suatu processus uncinatus. Dinding

superior nasal terdiri dari ethmoid sel sinus terletak sebelah lateral dari epithelium olfaktorius

dan cribiform plate yang mudah pecah. Bagian posterior superior dari dinding nasal lateral

menjadi dinding anterior dari sinus sphenoidalis yang mendekap di bawah sella turcica dan

sinus cavernosus.2

Gambar 2. Dinding lateral cavum nasi2

Sinus paranasalis terdiri atas empat pasang, yang terbesar adalah sinus maksila, frontal,

ethmoid, dan sfenoid kanan dan kiri. Sinus anterior terdiri atas sinus frontalis, maksilaris, dan

ethmoid anterior, sedangkan sinus posterior terdiri atas sinus ethmoid posterior dan sfenoid.

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk

rongga dalam tulang2.

Semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus umumnya

mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun2.

Gambar 3. Sinus paranasalis potongan coronal2

Sinus Maksilaris

Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, yang telah ada saat lahir. Saat lahir

sinus bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus Maksilaris merupakan sinus terbesar dan

terletak di maksila pada pipi yang berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah

permukaan fasial os maksilaris yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah

permukaan infra-temporal maksilaris, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga

hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus

alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial

sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid2.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah anatomi sinus maksila, adalah 1) dasar

sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),

molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga pada gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan

akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah

naik ke atas menyebabkan sinusitis ; 2) Sinus maksilla dapat menimbulkan komplikasi orbita;

3) Ostium sinus maksila terletah lebih tinggi daripada dasar sinus sehingga drainase hanya

tergantung gerak siliater(meatus medius) , kemudian disekitar hiatus semilunaris yang sempit

sehingga mudah tersumbat apabila terjadi pembengkakan akibat radang atau alergi pada

daerah ini2.

Sinus Frontalis

Sinus frontalis terdiri dari 2 sinus yang terdapat di setiap sisi pada daerah dahi, di os

frontal. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus

frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada usia 8 tahun dan mencapai ukuran

maksimal pada usia 20 tahun2.

Dinding medial sinus merupakan septum sinus tulang interfrontalis yang biasanya

berada dekat garis tengah, tetapi biasanya berdeviasi pada penjalarannya ke posterior,

sehingga sinus yang satu bisa lebih besar daripada yang lain. Sinus frontalis bermuara ke

dalam meatus medius melalui duktus nasofrontalis. kedua sinus frontalis tidak terbentuk atau

yang lebih lazim tidak terbentuk salah satu sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang

relatif tipis dari orbita yang disebut dengan tulang compacta dan fosa serebri anterior,

sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase

melalui ostiumnya yang terletah di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum

etmoid2.

Sinus Etmoidalis

Sinus etmoidalis berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media

dan dinding medial orbita. Sama halnya dengan sinus maksilaris, bahwa sinus etmoidalis ini

telah ada saat lahir. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya

0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 ml cm dibagian posterior. Berdasarkan letaknya, sinus

etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus

etmoid posterior yang bermuara di meatus superior dengan perlekatan konka media2.

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya sinus ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus

frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat

menyebabkan sinusitis maksila2.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan dinding

anterior sinus sfenoid. Berhubungan dengan orbita, sinus etmoid dilapisi dinding tipis yakni

lamina papirasea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka

darah akan masuk ke daerah orbita sehingga terjadi brill hematoma2.

Sinus Sfenoidalis

Sinus sfenoidalis terletak di dalam os sfenoidalis dibelakang sinus etmoid posterior.

Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya

bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Pneumatisasi sinus spenoidalis dimulai pada usia 8-10 tahun.

Biasanya berbentuk tidak teratur dan sering terletak di garis tengah. Sinus sfenoid dibagi dua

oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan

nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan

tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid2.

Batas sinus sfenoidalis adalah sebelah anterior dibentuk oleh resesus sfenoetmoidalis

di medial dan oleh sel-sel etmoid posterior di lateral. Dinding posterior dibentuk oleh os

sfenoidale. Sebelah lateral berkontak dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, nervus

optikus dan foramen optikus. Penyakit-penyakit pada sinus sfenoidalis dapat mengganggu

struktur-struktur penting ini, dan pasien dapat mengalami gejala-gejala oftalmologi akibat

penyakit sinus primer. Dinding medial dibentuk oleh septum sinus tulang intersfenoid yang

memisahkan sinus kiri dari yang kanan. Superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa dan sebelah inferiornya atap nasofaring2.

Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu maksilaris,

etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,

sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering

terkena dalah sinus etmoidalis dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus

sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar

gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen.

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik2.

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan

didalam rongga kepala , serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati2.

Fungsi Sinus Paranasal

Fisiologi dan fungsi dari sinus banyak menjadi penelitian. Sampai saat ini belum ada

persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus

paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat

pertumbuhan tulang muka3.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi dari sinus paranasal antara lain4:

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air connditioning).

Sinus berfungsi sebagai ruangan tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak terdapat

pertukaran udara di dalam sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran dalam ventilasi sinus

kurang lebih 1/1000 voulume sinus tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam

untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai

vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

2. Sebagai penahan suhu (thermal isolators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa

serebri dari suhu rongga hidung yang berbeda-beda. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus

tidak terletak diantara hidung dan organ-organ yang dilindunginya.

3. Membantu keseimbangan kepala.

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan

sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

4. Membantu resonansi suara.

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi

kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi

antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

5. Peredam perubahan tekanan udara.

Fungsi ini berjalan jika ada perubahan tekanan yang beasar dan mendadak, misalnya

pada waktu bersin dan mebuang ingus.

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal jumlahnya kecil bila dibandingkan dengan

mukus yang dihasilkan dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang

turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus media, tempat yang

paing strategis.

C. INSIDEN

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi

saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas

akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak dengan rinosinusitis kronis

didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk mendapatkan tidak ada perbedaan

insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi

sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di

jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun5.

Rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah yang

mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang Menurut National Ambulatory Medical

Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami

rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis

dengan pemberian antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39

miliyar untuk pengobatan rinosinusitis Sekitar 40 % rinosinusitis akut merupakan kasus yang

bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua

ras, semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.5

Di Indonesia, di mana penyakit infeksi saluran napas akut masih merupakan penyakit

utama di masyarakat. Insiden kasus baru rinosinusitis pada penderita dewasa yang

berkunjung di Divisi Rinologi Departemen THT RS Cipto Mangunkusumo, selama Januari–

Agustus 2005 adalah 435 pasien. Di Makassar sendiri, terutama di rumah sakit pendidikan

selama tahun 2003–2007, terdapat 41,5% penderita rinosinusitis dari seluruh kasus rawat inap

di Bagian THT. 5

D. ETIOLOGI

Etiologi rinosinusitis pada anak biasanya terjadi antara umur 4 sampai 10 tahun.

Keadaan iklim memegang peran penting. Adanya peradangan yang disebabkan infeksi

saluran nafas atas dan alergi. Yang termasuk faktor mekanis antara lain deformitas septum /

nasal, obstruksi kompleks osteo meatal (KOM), konka hipertropi, polip, tumor, adenoid

hipertropi, benda asing dan cleft palate. Sistemik terbentuk fibrosis kistik, sindroma

Kartagener, imunodefisiensi.

Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus, streptococcus

viridians, haemuphilus influenza, neisseria flavus, staphylococcus epidermidis, streptococcus

pneumonia, dan escherichia coli. Sedangkan bakteri anaerob antara lain peptostreptococcus,

corynebacterium, bacteroides, dan veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan

anaerob sering kali juga terjadi.

E. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi rinosinusitis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Rinosinusitis pada

anak biasanya merupakan sisa infeksi saluran nafas atas akut. Insiden infeksi saluran nafas

akut lebih tinggi pada anak-anak akibat sistem imun yang menurun yang menimbulkan

infeksi virus pada saluran nafas atas dan juga karena seringnya terpapar dengan lingkungan

seperti sekolah, di mana sering kontak dengan anak-anak yang lain sebagai transfer infeksi.

Infeksi saluran nafas atas menyebabkan edem mukosa sehingga menyebabkan obstruksi

aliran sinus sehingga menimbulkan infeksi. Pada anak-anak, dengan anatomi perkembangan

sinus yang berukuran kecil dan pendeknya jarak antara permukaan mukosa dari ostio

memainkan peranan pada perkembangan rinosinusitis.

Perubahan sekresi kelenjar pada kistik fibrosis menghasilkan mukus yang kental

sehingga menyulitkan pembersihan sekret serta gangguan gerakan silia seperti pada silia

imotil sindroma. Kedua hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi

kolonisasi kuman dan timbul infeksi.

Peranan alergi pada sinusitis adalah akibat reaksi anti gen antibodi yang menimbulkan

pembengkakan mukosa sehingga menimbulkan obstruksi pada ostium sinus dan menghambat

aliran mukus. Selanjutnya terjadi vakum di rongga sinus sehingga terjadi transudasi cairan ke

rongga sinus. Menumpuknya cairan di rongga sinus merupakan media pertumbuhan bakteri

sebagai hasil obstruksi ostium sinus yang lama. Faktor kelainan anatomi seperti septum

deviasi, hipertropi atau paradoksal konka media dan konka bulosa juga dapat mempengaruhi

aliran ostium sinus.

Bila dua lapisan mukosa yang berdekatan saling kontak karena edema akan terjadi

gangguan fungsi silia di tempat tersebut sehingga terjadi retensi sekret. Kontak mukosa pada

kompleks osteo meatal terjadi pada celah antara prosesus unsinatus dengan konkha media,

antara bula etmoid dan konkha media serta di atas dan belakang bula etmoid. Pada keadaan

ini pertukaran udara atau ventilasi terganggu, perubahan pH sinus akan menurun, oksigen

akan di serap dan mukosa akan mengalami hipoksia dan kematian sel mukosa sinus yang

memudahkan terjadinya infeksi.

F. GEJALA KLINIK

Gejala khas sinusitis pada anak ialah adanya sekret hidung kronik dari satu atau kedua sisi

hidung. Sering menderita selesma dan nyeri dalam telinga. Pada pemeriksaan seringkali

tampak anak malnutrisi dengan berat badan kurang. Anak kurang perhatian disekolahnya dan

dapat menjadi bodoh.

Pada anak dibawah usia 6 tahun, sekret dari meatus medius biasanya berarti terkenanya

sinus etmoid atau maksila, karena sinus frontal, karena sinus frontal saat itu belum

berkembang sempurna dan jarang terkena. Sekret yang keluar dari atas konka media sebelum

umur 3 tahun menunjukkan etmoiditis posterior, karena sinus sfenoid belum berkembang

sempurna dan tidak sering terkena sebelum umur ini. Sekret hidung sangat banyak disisi yang

terkena, dapat mukoid, mukopurulen, atau purulen.

Biasanya terdapat obstruksi hidung pada sisi yang terkena, dapat menetap atau dapat

hilang timbul. Sakit kepala merupakan gejala diagnostik penting untuk kasus akut pada anak

diatas umur 5 tahun. Sakit kepala frontal paling sering menunjukkan penyakit pada sel sel

kelompok posterior. Sakit kepala frontal pagi hari yang berkurang intensitasnya menjelang

sore, biasanya menandakan penyakit disinus frontal pada anak yang lebih besar. Nyeri

dirahang atas atau gigi, yang meningkat intensitasnya menjelang sore biasanya menunjukkan

pada sinus maksila. Nyeri pada penekananan di daerah dinding sinus yang tipis sangat

membantu diagnosis pada anak yang lebih besar. Daerahnya sama pada orang dewasa.

Gejala rhinosinusitis sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pasca nasal (post nasal drips).

Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.

Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu karena tersumbatnya tuba eustachius.

Adanya nyeri/sakit kepala.

Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melaui duktus nasolakrimalis.

Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru,

berupa bronchitis atau bronchiectasis atau asma bronchial, sehingga terjadi penyakit

sinobronkhial.

Gejala di saluran cerna, oleh karena mukosa yang tertelan menyebabkan

gastroenteritis, sering pada anak.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Mikrobiologik

Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti

kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus

dan Fusobakterium. (somelus)13

Diagnosis rinosinusitis kronis atau rinosinusitis akut

No Kriteria Rinosinusitis akut Rinosinusitis Kronis

Dewasa Anak Dewasa Anak

1 Lama gejala dan tanda< 12 minggu

< 12 minggu

> 12 minggu

> 12 minggu

2 Jumlah episode serangan akut, masing-masing berlangsung minimal 10 hari

< 4 kali / tahun

< 6 kali / tahun

> 4 kali / tahun

> 6 kali / tahun

3 Jumlah episode serangan akut,

masing-masing berlangsung

minimal 10 hari

Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

Tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa

b. Radiologi Sinus Paranasal

Penyakit inflamasi sinus membutuhkan diagnosis yang akurat sebagai kunci

manajemen terapi termasuk untuk menetapkan etiologi dan faktor predisposisi. Para ahli

menyepakati bahwa rinosinusitis disebabkan oleh obstruksi clearance mukosilia dari

sinus paranasal, khususnya daerah KOM. Pemeriksaan radiologi diharapkan dapat

menggambarkan secara akurat morfologi regional dan menunjukkan obstruksi

osteomeatal. Foto polos atau radiografi standar Foto polos sinus paranasal merupakan

metode mudah dan cepat untuk evaluasi struktur maksilofasial.

Ada empat posisi yang sering adalah :

1. Posisi Waters

2. Posisi Townes

3. Posisi Lateral.

4. Posisi Submentoverteks.

Paparan radiasi berkisar 40-60mSv. Pemeriksaan tersebut memuaskan untuk

sepertiga bawah kavum nasi dan sinus maksila. Gambaran sinus ethmoid anterior et

posterior, sinus frontal, dan sphenoid sering kurang baik akibat penumpukan bayangan.

Penebalan mukosa lebih dari 4 mm, opasitas komplit sinus maksilaris, dan gambaran air

fluid level merupakan gambaran radiologis utama yang digunakan untuk diagnosis

sinusitis pada foto polos. Gambaran opasitas sinus maksilaris tersebut dapat akibat

penebalan dinding anterior sinus atau jaringan lunak yang tebal. Polip sinus juga dapat

memberi gambaran seperti air fluid level.

c. CT scan

CT scan menyediakan gambaran hidung dan sinus paranasal yang lebih detail

dibandingkan roentgen. Ahli THT sangat membutuhkan gambaran KOM dan kelainan

yang mungkin terdapat di sinus paranasal untuk mendapatkan diagnosis akurat dan

rencana terapi selanjutnya. Potongan korona CT scan memberikan gambaran akurat

sinus ethmoid anterior, 2/3 kavum nasi bagian atas, recessus frontalis Potongan lintang

CT scan dapat menilai kondisi soft tissue di kavum nasi sinus paranasal, orbita, dan

intrakranial. Perbedaan yang teridentifikasi antara komponen kavum nasi yaitu udara -

tulang, lemak - orbita, dan soft tissue – udara. Perbedaan densitas juga mempermudah

identifikas sinus frontal, recessus frontal, prosessus uncinatus, infundibulum ethmoid

bulla ethmoid, sinus maksila, ostia sinus maksilaris, meatus media, sinus ethmoid, sinus

sphenoid, dan recessus sphenoid. Gambaran yang jelas sangat mempermudah diagnosis

dan rencana terapi14.

Penilaian CT scan meliputi 6 tahap, yaitu:

1. Melihat gambaran dari anterior ke posterior (identifikasi sinus

frontalis, sinus ethmoidalis, bulla ethmoidalis, sinus maksilaris, sinus

sphenoidalis, kavum nasi, orbita, fossa kranii media, dan septum

deviasi).

2. Melihat lamina papiracea, processus uncinatus, dan konka media.

3. Melihat recessus frontalis.

4. Perhatikan asimetri kanan kiri dengan melihat basis kranii.

5. Indentifikasi sinus sphenoidalis, melihat septum intersphenoidalis.

6. Melihat perluasan penyakit.

Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan

posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan

sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinuskopi sinus maksila,

pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi,

pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi

dan pemeriksaan CT-Scan.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sinusitis pada anak terdiri dari dua jenis yaitu : konservatif dan

operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada rinosinusitis anak dan terapi

operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau

intra kranial.

Medikamentosa

Tujuan terapi medika mentosa adalah untuk perbaikan ventilasi, drainase dan

pembersihan mukosa silia pada komplek sinonasal15.

Anti biotika

Untuk pengobatan rinosinusitis akut tanpa komplikasi dapat di terapi dengan

amoxicilin oral dengan dosis 40 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Bila dengan terapi ini

dalam 48 – 72 jam tidak ada perbaikan, anti biotika harus di ganti dengan golongan anti

beta laktam karena beberapa kuman seperti moraxela kataralis dan hemofilus influenza

telah resisten terhadap amoxicilin yaitu kombinasi amoxicilin dengan asam klavulanat

dengan dosis 40/10 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Obat lain dapat digunakan pada

rinosinusitis akut yaitu cefaklor yang merupakan cefalosporin generasi kedua dengan

dosis 40 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Atau kombinasi eritromisin sulfisoksazol dosis

50/150mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis15.

Pada penderita rinosinusitis akut perlu di rawat bila gejalanya berat dengan efek

sistemik. Atau tidak dapat minum obat secara oral atau telah terjadi komplikasi yaitu

dengan pemberian anti biotika intra vena. Anti biotika untuk rinosinusitis akut biasanya

diberikan 10-14 hari bila terjadi perbaikan klinis tapi bila belum sembuh sempurna maka

dapat dilanjutkan anti biotika sampai 7 hari bebas gejala. Anti biotika jangka panjang ini

diharapkan dapat mengeradikasi koloni kuman di mukosa sinus. Menurut Lusk anti

biotika pada rinosinusitis kronis harus diberikan selama 4-6 minggu. Pada rinosinusitis

kronis pemberian anti biotika harus mencakup juga kuman anaerob. Brook, melaporkan

pada 40 pasien sinusitis kronis ditemukan 62% kuman anaerob15.

Dekongestan

Dekongestan dapat diberikan pada rinosinusitis akut baik secara lokal atau sistemik

dengan tujuan untuk membuka ostium sinus. Pemberian dekongestan lokal harus

dihentikan setelah 3 - 5 hari pemakaian untuk menghindari efek rebound (rinitis medika

mentosa).

Anti histamin

Anti histamin diberikan pada rinosinusitis anak dengan riwayat alergi. Anti histamin

dapat diberikan bersama kortiko steroid karena keduanya mempunyai efek yang nyata

terhadap edem mukosa sehingga dapat memperbaiki drainase. Sebaliknya pada

rinosinusitis anak tanpa riwayat alergi, tidak boleh diberikan karena efek dari anti

histamin dapat mengentalkan sekret sehingga dapat menyumbat ostium sinus. Pada

sinusitis dengan riwayat alergi atau rinitis alergi harus dilakukan tes alergi untuk

menemukan alergen penyebab dan selanjutnya alergen tersebut harus di hindari.

Pengelolaan yang tepat terhadap rinitis alergi pada anak dapat mencegah terjadinya

rinosinusitis pada anak15.

Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal seperti beklometason dipropionat dalam bentuk spray dapat di

berikan pada mukosa hidung dan sinus paranasal untuk mengurangi edem mukosa

sehingga gejala rinosinusitis dapat mereda. Kortikosteroid topikal ini digunakan pada

rinosinusitis anak alergi maupun non alergi pada anak umur lebih dari 6 tahun. Pada

rinosinusitis dengan alergi dapat diberikan kromolin sodium intra nasal.

Penanganan Lokal

Setelah edem dan peradangan awal mereda, penanganan lokal dapat membantu.

Obstruksi hidung hebat dapat dikurangi dengan tetes hidung vasoknstriktor, seperti

efedrin 1%. Vasokonstriktor yang lebih menyeluruh (“mengerutkan”) dilakukan dengan

memasukkan kapas yang dibasahi larutan efedrin didaerah pinggir depan konka media.

Efedrin 0,25% dalam 0,85% larutan NaCl, atau obat vasokonstriktor lain yang lebih

ringan, dapat dimasukkan kedalam sinus dengan irigasi pertukaran. Sekret hidung yang

banyak dapat dihilangkan dengan penghisapan langsung melalui kanula atau irigasi

hidung secara hati hati dengan NaCl hangat.

Dalam banyak kasus, sinus maksila pada anak yang lebih besar, dapat diirigasi

melalui ostium, cukup dengan analgesia lokal. Kadang kadang sinus harus diirigasi

dengan memasukkan trokar melalui dinding nasoanteral. Pada tindakan seperti ini, trokar

dimasukkan tinggi, dekat perlekatan konka inferior dan diarahkan keatas, karena dasar

antrum pada anak seringkali lebih tinggi daripada titik ini.

Prosedur Bedah

Jika diperlukan, pembedahan harus konservatif. Yang paling penting adalah

mengadakan ventilasi dan drainase dengan trauma yang sesedikit mungkin. Pada anak,

prosedur bedah pada sinus itu sendiri jarang diindikasikan, oleh karena infeksi akut pada

rongga-rongga ini biasanya dapat hilang dengan sendirinya kasus kasus yang

diklasifikasikan sebagai empiema kronik lebih banyak yang dapat diatasi dengan

prosedur non bedah, dibandingan dengan pada orang dewasa, disebabkan oleh 2 faktor :

1. Umur pasien tidak menunjang adanya keadaan kronis yang lama;

2. Lesi obstruksi nasal pada umur ini tidak sering ditemukan,

Jika infeksi maksila tidak menghilang setelah terapi konservatif yang seksama, dapat

dilakukan ventilasi dan drainase tambahan dengan membuat lubang dibawah konka

inferior. Lubang ini biasanya akan cepat menutup pada anak. Trokar antrum yang sesuai

dimasukkan kebawah konka inferior, dan dinding medial antrum ditembus dengan arah

keatas dan keluar. Lubang ini diperbesar dengan kikir atau cunam kecil agar kateter karet

dapat dimasukkan. Kateter harus berada dari dalam antrum sampai ke vestibulum

hidung.

Irigasi atau instilasi dilakukan melalui kateter ini. Kateter dilakukan pada hari

kelima atau keenam. Irigasi selanjutnya dilakukan dengan jarum lurus atau trokar

bengkok.

Terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :

1. Operasi sinus tidak langsung

Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus

seperti : septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi, tonsiloadenoidektomi

dan irigasi sinus.

2. Operasi sinus langsung

Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut seperti :

etmoidektomi, operasi Luc dan bedah sinus endoskopik fungsional atau FESS.

Operasi ini di indikasikan pada :

1. Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi.

2. Sinusitis rekuren akut.

3. Sinusitis kronis yang gagal dengan terapi medika mentosa.

I. KOMPLIKASI

Tanda pertama penyakit sinus sering bermanifestasi di orbita. Sinus paransal juga

disebut sinus paraorbital karena sinus sinus ini juga mengelilingi orbita (kecuali disebelah

lateralnya)

Osteomielitis dan Abses Subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.

Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.

Eksoftalmus

Eksoftalmus adalah penonjolan mata keluar dari orboita, biasanya merupakan

manifestasi penyakit lain. Sinusitis maksila akut dan kronis jarang berkomplikasi

eksoftalmuss kecuali jika infeksinya sudah meluar kedalam rongga retrobulbar karena

terjadi flebitis. Lesi kistik sinus maksila termasuk mukokel, kista dentingerus dan kista

dermoid, dapat meluas dan merusak atap antrum serta mendoprong orbita sehingga

mengakibatkan eksoftalmus. Tekanan pada arah ini juga menyebabkan ptosis palpebra

superior yang terjadi akibat hambatan gerak dari bagian separuh atas yang mengangkat

kelopak mata. Epifora dapat menyertai proptosis ini. Diplopia terjadi akibat isi orbita

terdorong kearah atas. Terkadang dapat diraba adanya massa di posterior rima infraorbita.

Lesi maligna sinus maksila yang letak tinggi di dalam sinus dapat menyebabkan destruksi

dini atap antrum serta meluas kedalam orbita, menyebabkan eksoftalmus. Pada kasus

kasus ini prognosis buruk karena penyakit biasanya telah menyebar melalui dinding

posterior kedalam fosa faringo maksila.

Nyeri Orbita

Nyeri kepala yang menyeluruh umumnya bukan merupakan manifestasi penyakit

sinus, sedangkan nyeri didalam atau atas orbita biasanya menyertai penyakit sinus. Nyeri

dimata dapat merupakan gejala sinusitis maksila akut. Sinusitis maksila kronis lebih jarang

menyebabkan nyeri orbita. Tumor jinak dan ganas yang melalui atap antrum dapat

menyebabkan nyeri orbita. Sinusitis frontal akut seringkali menyebabkan nyeri

orbita.nyeri dapat timbul dengan meraba dasar sinus frontal, sedikit posterior dari daerah

medial rima supra orbita, yang merupakan diagnosisi sinusitis frontal. Nyeri orbita

meningkat jika infeksi meluas kedalam orbita melalui dasar sinus frontal atau karena

flebitis. Sinusitis frontal kronis dan tumor jinak atau ganas dapat juga menyebabkan nyeri

orbita, jika meluas kearah tersebut.

Pembengkakan Kelopak Mata

Edem peradangan pada kelopak mata dapat terjadi pada sinusitis akut maksila, etmoid

atau frontal. Edem ini lunak tanpa adanya titik atau daerah nyeri tekan seperti ditemukan

infeksi akut kelenjar meibom. Gerakan bola mata dan penglihatan tidak terganggu. Jika

proses peradangan sinus sinus ini meluas kedalam orbita. Edem perdangan ini dapat

menghebat sesuai dengan perjalanan selusitis orbita. Pada umumnya kelopak mata atas

lebih bengkak pada sinusitis frontal. Kedua kelopak bengkak pada etmoiditis, dan kelopak

bawah dapat lebih bengkak pada perluasan infeksi dari sinus maksila.

Epifora

Proses peradangan mukosa hidung yang berkepanjangan dapat menyebabkan epifora,

karena stenosis duktus nasolakrimalis atau karena obstruksi orifisiumnya di meatus

inferior. Juga proses peradangan dapat meluas dari sinus etmoid ke sakul lakrimalis

disertai air mata yang keluar terus menerus.