159
1 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan pelaksanaan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Hal ini dikarenakan sampai tahun 2010 dan awal 2011 Mahkamah Agung masih melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perencanaan reformasi birokrasi sesuai Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan demikian sebagian besar laporan ini berisi capaian-capaian program dan kegiatan sesuai Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008. Namun demikian semester dua tahun 2011 ini, Mahkamah Agung sudah sepenuhnya melaksanakan reformasi birokrasi yang secara strategis mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2035 dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 2014. Secara teknis, pelaksanaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung mengacu pada serangkaian pedoman berikut ini: 1. (Buku 1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga. 2. (Buku 2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga. 3. (Buku 3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. 4. (Buku 4) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan. 5. (Buku 5) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi. Mulai semester 2 tahun 2011 ini, Mahkamah Agung sudah sepenuhnya melaksanakan reformasi birokrasi yang secara strategis mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2035 dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 2014.

RINGKASAN EKSEKUTIF...Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung mengembangkan suatu aplikasi dasar untuk membantu pelaksanaan fungsi pengawasan. Aplikasi ini terfokus kepada

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Laporan pelaksanaan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung disusun dengan mengacu pada

    Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi

    Birokrasi. Hal ini dikarenakan sampai tahun 2010

    dan awal 2011 Mahkamah Agung masih

    melaksanakan program dan kegiatan sesuai

    dengan perencanaan reformasi birokrasi sesuai

    Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan

    demikian sebagian besar laporan ini berisi

    capaian-capaian program dan kegiatan sesuai

    Peraturan Menteri PAN Nomor:

    PER/15/M.PAN/7/2008. Namun demikian

    semester dua tahun 2011 ini, Mahkamah Agung

    sudah sepenuhnya melaksanakan reformasi

    birokrasi yang secara strategis mengacu pada

    Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010

    Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010

    – 2035 dan Peraturan Menteri PAN dan RB

    Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Roadmap

    Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Secara teknis,

    pelaksanaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung mengacu pada serangkaian pedoman

    berikut ini:

    1. (Buku 1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan

    Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.

    2. (Buku 2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan

    Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.

    3. (Buku 3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Road Map

    Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

    4. (Buku 4) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

    Manajemen Perubahan.

    5. (Buku 5) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan

    Reformasi Birokrasi.

    Mulai semester 2 tahun 2011

    ini, Mahkamah Agung sudah

    sepenuhnya melaksanakan

    reformasi birokrasi yang secara

    strategis mengacu pada

    Peraturan Presiden Nomor 81

    Tahun 2010 Tentang Grand

    Design Reformasi Birokrasi

    2010 – 2035 dan Peraturan

    Menteri PAN dan RB Nomor

    20 Tahun 2010 Tentang

    Roadmap Reformasi Birokrasi

    2010 – 2014.

  • 2

    6. (Buku 6) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penataan Tata Laksana.

    7. (Buku 7) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins.

    8. (Buku 8) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

    Manajemen Pengetahuan.

    9. (Buku 9) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

    Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan

    Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga.

    Pokok-pokok Bahasan

    Laporan ini terdiri dari pokok-pokok bahasan sebagai berikut:

    1. Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan.

    Pokok bahasan ini menjelaskan latar belakang dan sejarah reformasi peradilan yang

    dimulai sejak tahun 2003 kemudian menyusul reformasi birokrasi yang dimulai tahun

    2006. Pada bagian ini juga dijelaskan perkembangan kebutuhan Mahkamah Agung

    untuk mengintegrasikan reformasi birokrasi ke dalam reformasi peradilan.

    2. Reformasi Peradilan Mahkamah Agung

    Dalam pokok bahasan ini menjelaskan bagaimana pembaruan atau pembenahan

    dilakukan di area tehnis untuk memenuhi TUPOKSI utama Mahkamah Agung dalam

    memutus perkara. Pembahasan terutama pada cara-cara Mahkamah Agung dalam

    mengikis tunggakan perkara dan percepatan dalam proses penyelesaian penanganan

    perkara.

    3. Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya

    Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick

    qins yang dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses

    pembaruan peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan.

    4. Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung

    Pada pokok bahasan ini ditampilkan secara detil pencapaian dan capaian reformasi

    birokrasi Mahkamah Agung.

    Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan

    Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi

    Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.

    Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan

    peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:

    071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam

  • 3

    lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok

    kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan

    Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim

    Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program

    dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.

    Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur

    pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20

    Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut

    memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,

    yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila

    dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam

    waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.

    Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter

    organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi

    dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim1 dengan susunan sebagai berikut :

    A. Tim Pengarah

    Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI

    Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI

    Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI

    2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI

    B. Tim Pelaksana

    Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI

    Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan

    Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI

    Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI

    Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI

    1 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/KMA/SK/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011

  • 4

    Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:

    No Pelaksana Program dan Kegiatan

    Reformasi Birokrasi

    1 Kelompok Kerja Manajemen

    Perkara

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan TataLaksana

    2 Kelompok Kerja Manajemen

    Sumber Daya Manusia,

    Perencanaan dan Keuangan

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan TataLaksana

    c. Penataan SDM aparatur

    3 Kelompok Kerja Pendidikan dan

    Pelatihan

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan Manajemen SDM Aparatur

    4 Kelompok Kerja Pengawasan

    Internal

    a. Penguatan Pengawasan Intern

    b. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

    c. Peningkatan Kualitas Pelayanan

    Publik

    d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

    5 Kelompok Kerja Akses

    Terhadap Keadilan

    a. Manajemen Perubahan

    b. Penataan Perundang-undangan

    c. Peningkatan Kualitas Pelayanan

    Publik

    Mahkamah Agung percaya bahwa dengan susunan tim seperti tersebut di atas, proses

    reformasi birokrasi khususnya dan reformasi peradilan umumnya dapat lebih cepat dicapai.

    Reformasi Peradilan Mahkamah Agung

    Tunggakan perkara di Mahkamah Agung dan proses penyelesaian perkara adalah dua hal

    penting yang berkaitan dengan pelaksanaan TUPOKSI utama Mahkamah Agung dan Badan-

    badan peradilan di bawahnya. Berbagai upaya positif dan sistematis dilakukan oleh

    Mahkamah Agung memenuhi TUPOKSI tersebut, antara lain :

    1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana.

    2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)

    Kepaniteraan secara berkelanjutan.

    3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara

    Salah satu kebijakan yang mendukung pencapaian TUPOKSI utama Mahkamah Agung adalah

    menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara. Penyempurnaan tersebut dilaksanakan

    berdasarkan Surat Keputusan KMA Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September

    2009. Surat Keputusan tersebut memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di

    Mahkamah Agung bukan saja kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah

    Agung, akan tetapi juga memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani

  • 5

    perkara. Dengan adanya pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan

    paling lama 2 (dua) tahun, dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6

    (enam) bulan.

    Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini

    1. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480

    perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.

    2. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun

    terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga

    jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah

    22.315 perkara.

    3. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung

    selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:

    1. Perdata 7.915 perkara (35,47%),

    2. Pidana khusus 5.025 (22,52 %),

    3. Pidana umum 3.965 (17,77 %),

    4. Tata usaha negara 2.475 (11,11 %),

    5. Perdata khusus 1.655 (7,42 %),

    6. Perdata agama 902 (4,04 %), dan

    7. Pidana militer 373 (1,67 %).

    Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun

    2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.

    Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam

    memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985

    perkara.

    Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam

    sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.

    Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya

    Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick qins yang

    dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses pembaruan

    peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan. Contoh program pengembangan website yang

    merupakan salah satu bentuk pengembangan teknologi informasi, mendorong pada

    pembangunan sistem-sistem informasi lainnya, seperti Sistem Layanan Informasi Perkara,

    Sistem Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi, dll. Tabel pada halaman

    berikut memberikan gambaran bagaimana program quick wins mendorong bergulirnya

    perbaikan yang memberikan manfaat berkelanjutan.

  • 6

    NO PROGRAM QUICK WINS KELANJUTAN PROGRAM

    1 Transparansi Peradilan

    Bagi Mahkamah Agung, transparansi peradilan adalah salah satu

    bentuk dari keterbukaan informasi publik. Untuk melaksanakan hal

    tersebut, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Ketua

    Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28

    Agustus 2007. Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan

    Keterbukaan informasi di Pengadilan ini merupakan lompatan

    quantum (quantum leap)2. Hal ini karena lahirnya Surat Keputusan

    ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan

    Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang

    diundangkan 30 April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.

    Secara teknis, salah satu bentuk transparansi peradilan adalah

    uploading putusan ke website Mahkamah Agung. Sampai dengan

    September 2010, telah diupload 18,332 putusan.

    Meja Informasi Keterbukaan informasi juga diwujudkan dalam bentuk ketersediaan meja

    informasi baik di Mahkamah Agung maupun pengadilan-pengadilan di

    bawahnya. Prinsip dasar dari meja informasi adalah sejauhmana Pengadilan

    dapat memberikan informasi yang diperlukan pencari keadilan dalam jangka

    waktu yang sesuai.

    Meja informasi di Mahkamah Agung telah dikunjungi oleh 481 orang dan

    sampai Januari - Desember 2010 dikunjungi 2140 orang. Mayoritas

    masyarakat menanyakan informasi status perkara (80%). Mengadukan

    masalah 18 persen, menanyakan informasi lain 2 persen.

    Sampai 2010 sebanyak 218 pengadilan telah memiliki sarana meja

    informasi. Sebagian pengadilan yang belum memiliki sarana meja informasi

    disebabkan karena kurangnya anggaran untuk mendukung pengadaan

    pengembangan teknologi informasi termasuk sarana meja informasi.

    2 Pengembangan Teknologi Informasi

    Dalam rangka mendukung penerapan SK KMA No.

    144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di

    Pengadilan, seluruh pengadilan diharapkan mengembangkan website

    atau halaman untuk memberikan pelayanan informasi kepada

    masyarakat. Berkat alokasi anggaran pengembangan sistem informasi

    pengadilan pada tahun 2009, maka di tahun 2010 sebanyak 729

    satuan kerja pengadilan telah memiliki website.

    a. Sistem layanan informasi Perkara. Layanan ini memungkinkan publik

    untuk mengetahui status perkaranya secara mandiri. Pencarian informasi

    bisa dilakukan berdasarkan nomor register perkara di Mahkamah Agung,

    asal pengadilan, nama para pihak, jenis perkara maupun nomor surat

    pengantar dari pengadilan asal. Jika telah menemukan perkara yang

    ingin diketahui statusnya, masyarakat juga bisa melihat detil dari status

    perkara tersebut. Jika perkara yang dimaksud telah putus, publik juga

    bisa memperoleh dokumen putusannya. Akses terhadap dokumen

    putusan bisa dilakukan melalui website Mahkamah Agung, yang juga

    bisa diakses dari meja informasi.

    2 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI, Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas

    Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat : http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595)

    http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595

  • 7

    b. Informasi Peraturan Perundang-undangan. Mahkamah Agung telah

    mengembangkan aplikasi database peraturan perundang-undangan

    berbasis web yang dapat menyimpan dan menampilkan kembali

    peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh user yang

    membutuhkannya. Aplikasi tersebut dapat diakses melalui website

    Mahkamah Agung

    c. Sistem Informasi Manajemen Perkara. Manajemen Perkara

    merupakan tugas inti di Mahkamah Agung. Proses penyelesaian perkara

    di Mahkamah Agung merupakan proses yang mengalir sejak perkara

    masuk sampai diputus (alur perkara/caseflow). Teknologi Informasi

    selama ini juga telah dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.

    d. Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi (TI).

    Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung

    mengembangkan suatu aplikasi dasar untuk membantu pelaksanaan

    fungsi pengawasan. Aplikasi ini terfokus kepada penanganan pengaduan

    masyarakat dan tindak lanjut penanganannya sampai pemeriksaan

    selesai dilakukan.

    e. Pelaporan Keuangan Perkara. Sejak disahkannya Surat Edaran

    Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 09/2008 tentang Pelaporan

    Penerimaan dan Penggunaan Biaya Perkara pada Pengadilan,

    Mahkamah Agung telah memulai era baru dalam pengumpulan dan

    pengelolaan laporan keuangan perkara

    f. Manajemen Perencanaan dan Keuangan. Penggunaan aplikasi

    komputer untuk manajemen perencanaan dan keuangan di Mahkamah

    Agung dilakukan dengan menggunakan rangkaian paket aplikasi yang

    telah disediakan oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola

    keuangan negara.

  • 8

    g. SMS Gateway. Sistem ini dibangun pada tahun 2008 dan hingga kini

    masih diimplementasikan. Sistem ini digunakan untuk melakukan

    pelaporan penerimaan dan penggunaan biaya perkara, juga melaporkan

    besaran dan penyerapan anggaran prodeo dan sidang keliling.

    h. Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP). Sistem manajemen

    kepegawaian (SIKEP). bertujuan untuk mengintegrasikan data

    kepegawaian yang ada di lingkungan Mahkamah Agung. Dengan adanya

    SIKEP tersebut, diharapkan Mahkamah Agung akan memiliki database

    terintegrasi tentang Sumber Daya Manusia (SDM), menggantikan

    aplikasi SDM sektoral yang selama ini ada di masing-masing satuan

    kerja tertentu

    3 Pengelolaan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP)

    Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dimaksud di sini berkaitan dengan pembayaran biaya perkara. Untuk menjamin kepastian besaran

    biaya berperkara dan transparansi pengelolaannya, maka sejak dicanangkan sebagai program quick wins – Mahkamah Agung tidak lagi tidak lagi

    mengelola biaya perkara. Uang perkara itu, wajib langsung dibayarkan ke kas negara, sebagaimana Surat Keputusan KMA nomor 144/2007 tentang

    transparansi dan keterbukaan informasi di Pengadilan. Selanjutnya keputusan pengelolaan biaya perkara ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah

    (PP) Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan

    Peradilan yang berada di Bawahnya.

    4 Kode Etik Hakim

    Pedoman Perilaku Hakim (PPH) ditetapkan melalui SK KMA No.

    104AKMA/SK/XII/2006 pada Desember 2006. Sepuluh prinsip

    ditetapkan sebagai pedoman bagi hakim, yaitu adil, jujur, arif dan

    bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab,

    menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati, dan

    profesional. Sampai saat ini telah lebih dari 2,000 orang hakim dari

    7,000 orang hakim yang telah mendapat pelatihan pedoman perilaku

    hakim

    Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi

    Yudisial

  • 9

    5 Manajemen SDM, khususnya Analisa Pekerjaan, Evaluasi Pekerjaan dan Sistem Remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah

    tunjangan kinerja)

    Delapan ratus tujuh puluh lima uraian pekerjaan dan 26 kelas jabatan

    Tabel 1

    Program Quick Wins dan Kelanjutan Program

    Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung

    Berdasarkan pemahaman terhadap Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sebagaimana telah diuraikan di atas, berikut adalah tabel pencapaian

    aktivitas reformasi birokrasi yang dilakukan Mahkamah Agung.

    NO PROGRAM DAN

    KEGIATAN

    CAPAIAN

    A ARAHAN STRATEGIS

    1. Program Quick Wins Sudah dibahas secara khusus pada pokok bahasan sebelumnya

    2. Penilaian Kinerja Organisasi

    Melakukan Organization Diagnostic Assessment dengan menggunakan parameter International Framework of Court

    Excellence. Kerangka kerja Court Excellence ini sudah digunakan oleh banyak badan peradilan di seluruh dunia. Oleh

    karena itu, proses penilaian ini dianggap sebagai benchmarking.

    Parameter pengukuran yang digunakan meliputi tujuh area, yaitu:

    1. Manajemen dan Kepemimpinan Peradilan

    2. Kebijakan Peradilan

    3. Sumber Daya Manusia, Material dan Keuangan

    4. Proses Pengadilan

    5. Kebutuhan dan Kepuasan Pengguna

    6. Pengadilan yang Terjangkau

    7. Kepercayaan Publik

  • 10

    Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam proses ini adalah survei melalui kuesioner dan focus group

    discussion.

    Dalam proses ini penilaian diberikan, baik internal maupun eksternal. Penilai eksternal terdiri dari akademisi, Lembaga

    Swadaya Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan,

    Kepolisian, Perwakilan Pemerintah Daerah, Pengacara dan Media Massa.

    Penilai eksternal menilai hanya pada empat area yaitu: proses pengadilan; kebutuhan dan kepuasan pengguna;

    pengadilan yang terjangkau dan kepercayaan publik. Sementara penilai internal menilai ketujuh area tersebut di atas.

    Secara umum, hasil dari penilaian3 dengan menggunakan kerangka kerja Court Excellence ini, adalah sebagai berikut:

    1. Lembaga peradilan Indonesia baru mencapai kurang dari 50% untuk mewujudkan sebuah Court Excellence, pada ketujuh area Court Excellence.

    2. Peradilan masih sangat lemah pada aspek perencanaan. Sementara pada aspek implementasi sedikit lebih baik. 3. Terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara penilaian responden internal dan responden eksternal hampir

    pada keempat area yang menjadi kriteria. Hal ini memberikan indikasi bahwa secara umum, badan peradilan

    belum dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh publik

    4. Area kebijakan peradilan cenderung dinilai lebih baik dibandingkan nilai pada area-area lainnya. 5. Area kebutuhan dan kepuasan pengguna cenderung dinilai lebih buruk dibandingkan dengan area-area lainnya.

    3. Postur Birokrasi 2025 Postur birokrasi Mahkamah Agung 2025 digambarkan dengan jelas pada Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 –

    2035. Cetak biru tersebut dengan jelas menggambarkan postur birokrasi yang diinginkan Mahkamah Agung, antara

    lain melalui :

    1. Visi dan misi yang baru

    2. Sepuluh kondisi badan peradilan yang diinginkan

    3. Strategi badan peradilan

    4. Disain organisasi badan peradilan

    Cetak biru ini juga dengan jelas menggambarkan prioritas dan milestone pencapaian setiap lima tahunan serta

    3 Laporan Organizational Diagnostic Assessment Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2009

  • 11

    gambaran besar rencana kerjanya.

    Salah satu program besar yang merupakan strategi Mahkamah Agung dalam upaya terutama menjaga kepastian hukum,

    adalah penerapan sistem kamar. Saat ini pembahasannya sudah rampung sekitar 70%. Direncanakan untuk diujicoba

    pelaksanaannya pada tahun 2011 ini. Sistem kamar ini akan mendorong peningkatan kompetensi dan profesionalisme

    dari para hakim. Selanjutnya perubahan menjadi sistem kamar ini, akan ditindaklanjuti dengan tinjauan terhadap

    restrukturisasi organisasi.

    B MANAJEMEN PERUBAHAN

    Sosialisasi dan

    Internalisasi

    Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi

    Seiring dengan telah selesainya perumusan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035, maka dirumuskan pula

    Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi. Strategi ini dikembangkan dengan mengenali karakter

    dari program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai visinya (kondisi yang

    diinginkan) dari kondisinya saat ini. Selain itu juga apa yang harus dilakukan untuk membuat program dan

    kegiatan perubahan yang dimaksud menghasilkan suatu dampak perubahan perilaku yang diinginkan, termasuk di

    dalamnya adalah strategi komunikasinya. Kondisi yang diinginkan berdasarkan pedoman reformasi birokrasi

    adalah yang dimaksud sebagai postur birokrasi 2025. Postur ini secara jelas dituangkan dalam Cetak Biru

    Pembaruan Peradilan 2010 – 2035. Dalam cetak biru, postur yang diinginkan secara jelas telah dituangkan dalam

    bentuk programprogram dan kegiatan-kegiatan pembaruan/perubahan. Sementara kondisi saat ini sesuai dengan

    pedoman diambil dari penilaian kinerja saat ini. Penilaian posisi saat ini didapat melalaui organization diagnostic

    assessment.

    Dalam perumusan strategi ini, data dikumpulan melalui survey dengan kuesioner dan wawancara serta focus group

    discussion. Responden dari kuesioner adalah seluruh Pimpinan, hakim, pejabat dan staf Mahkamah Agung dan

    Badan-badan peradilan di Bawahnya. Wawancara dilakukan pada Pimpinan dan pejabat eselon 1 serta focus group

    discussion dilakukan pada beberapa eselon 2.

    Hasil survey4 menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:

    1. Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya, secara umum siap menerima dan melakukan

    4 Startegi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi Mahkamah Agung, 2010

  • 12

    perubahan.

    2. Program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang diinginkan sebagian besar bersifat mendasar, dalam

    skala besar dengan dampak perubahan signifikan.

    3. Dengan budaya organisasi yang ada saat ini, maka untuk sebagian besar program dan kegiatan yang dimaksud

    di atas harus dilaksanakan dengan strategi perubahan power coercive

    4. Dengan strategi tersebut, maka jelas bahwa peran pimpinan tertinggi Mahkamah Agung untuk mengarahkan

    perubahan adalah sebuah keharusan. Selain itu keterlibatan pimpinan di semua jenjang organisasi adalah

    mutlak.

    5. Strategi dan media komunikasi yang paling banyak dipilih dan dianggap paling efektif adalah rapat-rapat baik

    formal maupun informal dan memo-memo.

    Selanjutnya strategi ini dibahas dalam rapat strategic plan untuk merumuskan program-program prioritas lima

    tahun berikutnya (2010 – 2014). Rapat strategic plan ini dihadiri oleh Ketua dan dua wakil ketua Mahkamah

    Agung, Ketua Muda Pembinaan dan Koordinator Pembaruan Mahkamah Agung. Program-program prioritas ini

    kemudian diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan dan penganggaran. Seluruh kegiatan ini

    berlangsung sejak awal hingga pertengahan 2011.

    Sosialisasi dan Internalisasi

    Kegiatan sosialisasi dan internalisasi sesungguhnya adalah bagian dari setiap program atau kegiatan perubahan

    yang dijalankan. Kegiatan-kegiatan sosialisasi yang banyak dilakukan melalui forum-forum khusus, leaflet,

    pengumuman-pengumuman yang dipasang di tempat-tempat tertentu, rapat-rapat serta pelatihan-pelatihan untuk

    membangun kapabilitas internal organisasi, talkshow, dan media massa.

  • 13

    C PENATAAN SISTEM

    Analisa Jabatan – Evaluasi

    Jabatan – Sistem Remunerasi

    Telah dirumuskan 785 uraian pekerjaan dan 26 peringkat jabatan

    Tunjangan kinerja telah diterima berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 19 Tahun 2008

    tentang Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan-

    badan Peradilan yang Berada di bawahnya.

    Secara operasional PerPres tersebut diperjelas dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor.

    070/KMA/SK/V/2008 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan

    Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya. Secara teknis pelaksanaan diatur berdasarkan Surat Sekretaris

    Mahkamah Agung Nomor. 315/SEK/ 01/V/2008 tentang Remunerasi/Tunjangan Khusus Kinerja Mahkamah

    Agung RI

    Sambil menunggu perumusan sistem penilaian kinerja individu, seiring dengan turunnya tunjangan kinerja –

    sebagai dasar penghitungan tunjangan kinerja diperhitungkan dengan tingkat kedisiplinan kerja pegawai. Hal ini

    sesuai dengan Keputusan Ketua Mahakamah Republik Indonesia Nomor. 071/KMA/SK/V/2008 tentang

    Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan

    Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di Bawahnya. Selanjutnya

    operasionalisasi dilakukan dengan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor.

    035/KMA/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

    Nomor.071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian

    Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri Pada mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada

    di Bawahnya.

    D PENATAAN ORGANISASI

    1. Redefinisi Visi, Misi dan Strategi

    Redefinisi Visi dan Misi

    Pada tanggal 10 September 2009 telah berhasil dirumuskan visi Mahkamah Agung yang baru, yaitu :

    Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung.

  • 14

    Misi yang baru:

    1. Menjaga kemandirian badan peradilan

    2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan

    3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan

    4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan

    Dalam penterjemahannya, Badan Peradilan Indonesia yang Agung, secara ideal adalah sebuah Badan Peradilan yang:

    1. Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan berkeadilan.

    2. Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam

    APBN.

    3. Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur.

    4. Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya

    ringan dan proporsional.

    5. Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif

    bagi penyelenggaraan peradilan.

    6. Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta

    aparat peradilan yang berintegritas dan profesional.

    7. Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan.

    8. Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.

    9. Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi.

    10. Modern, berbasis Teknologi Informasi terpadu.

    Nilai-nilai organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya juga berhasil dirumuskan.

    Nilai-nilai ini diharapkan akan membentuk budaya organisasi dan menjadi pedoman perilaku warga badan

    peradilan. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:

    1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman

    2. Integritas dan Kejujuran

    3. Akuntabilitas

  • 15

    4. Responsibilitas

    5. Keterbukaan

    6. Ketidakberpihakan

    7. Perlakuan yang sama di hadapan hukum

    2. Restrukturisasi Secara konseptual restrukturisasi organisasi Mahkamah Agung tertuang dalam Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.

    Di dalam Cetak Biru tersebut, restrukturisasi organisasi menjadi kebutuhan Mahkamah Agung dan Badan-badan

    peradilan di bawahnya, utamanya disebabkan beberapa hal berikut:

    1. Adanya pengembangan kebutuhan para pemangku kepentingan, untuk lebih berorientasi pada kepuasan para

    pencari keadilan dan pengguna pengadilan.

    2. Adanya perubahan visi, misi dan strategi organisasi.

    3. Adanya keinginan untuk menumbuhkan budaya organisasi yang baru: profesional dan bebas KKN (Korupsi,

    Kolusi dan Nepotisme).

    4. Adanya keinginan untuk menjadi organisasi dengan kinerja yang lebih baik..

    5. Adanya kebutuhan untuk menjadi organisasi yang modern dengan memanfaatkan teknologi informasi.

    6. Adanya keinginan untuk menyederhanakan rantai birokrasi.

    7. Adanya tumpang tindih tugas, pokok dan fungsi antar posisi.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pengembangan organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di

    bawahnya mengarah pada dua desain organisasi, yaitu:

    Organisasi berbasis kinerja (performance-based organization)

    Oganisasi berbasis pengetahuan (knowledge-based organization)

    Pengembangan dua desain organisasi tersebut, dapat dianggap sebagai dua fase perkembangan organisasi. Keduanya

    memberikan gambaran terjadinya dua kali perubahan/penyesuaian struktur organisasi sebagai konsekuensi logis

    terhadap desainnya. Organisasi berbasis kinerja akan menjadi fondasi untuk Mahkamah Agung dan Badan-badan

    peradilan di bawahnya, berkembang menjadi organisasi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan

    keahlian.

  • 16

    Syarat yang harus dipenuhi agar Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya dapat berhasil dengan

    dua desain organisasi ini, adalah perlunya pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Pemanfaatan teknologi

    informasi ini penting untuk memastikan adanya komunikasi terpadu dan pengelolaan pengetahuan (knowledge

    management) yang kuat. Dengan demikian, diperkirakan struktur organisasi Mahkamah Agung dan badan-badan

    peradilan di bawahnya akan sungguh-sungguh menjadi organisasi yang modern, tepat fungsi, tepat ukuran dengan

    kinerja maksimal.

    Selain itu dalam cetak biru juga disampaikan perencanaan sistem pengelolaan organisasi terdesentralisasi. Hal ini

    dipandang paling tepat mengingat struktur dan demografi keberadaan pengadilan yang ada, mulai di wilayah pusat

    pemerintahan, provinsi, kabupaten dan kota.

    Mengenai struktur akan dikembangkan mengikuti disain organisasi di atas setelah strategi sistem kamar disepakati

    perumusannya. Dengan demikian struktur organisasi akan berkembang sesuai dengan fungsi-fungsi yang diperlukan

    untuk mencapai TUPOKSI utamanya.

    3. Analisa Beban Kerja Pada tahun 2009 telah selesai dilaksanakan analisa beban kerja yang kemudian dilanjutkan dengan staffing

    assessment. Secara umum Staffing assessment dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengetahui kapasitas

    ideal (jumlah pegawai ideal) dalam sebuah organisasi berdasarkan pengukuran tingkat kesibukan suatu posisi/jabatan

    dalam organisasi relatif terhadap waktu efektif yang tersedia untuk melaksanakan seluruh tugas dan tanggungjawab

    dalam rentang waktu satu tahun.

    Secara umum, hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment adalah:

    1. Beban kerja belum merata. Ada beberapa posisi yang beban kerjanya sangat tinggi tetapi beberapa posisi

    lainnya beban kerjanya cenderung rendah

    2. Distribusi pegawai dan hakim pada pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia juga masih belum

    sepenuhnya seimbang.

    Untuk melaksanakan rekomendasi dari aktivitas ini memerlukan pemikiran dan perencanaan yang detil dan matang,

    mengingat keterkaitan yang tinggi kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan kepegawaian serta kemampuan

  • 17

    penganggaran.

    Hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment serta uraian pekerjaan menjadi pertimbangan sangat penting

    pada saat pengembangan struktur organisasi.

    E PENATAAN TATA LAKSANA

    1. Penyusunan Business

    Process untuk

    menghasilkan SOP

    Pelaksanaan dari aktivitas Penyusunan Business Process untuk menghasilkan SOP dilakukan secara bertahap. SOP

    yang dihasilkan antara lain:

    1. Kepaniteraan: prosedur penyelesaian perkara kasasi dan PK pidana maupun perdata serta draft pengesahan

    penanganan softcopy putusan dan upload ke situs atau website Mahkamah Agung.

    2. Badan urusan Administrasi: telah dibuat SOP yang mencakup Biro perencanaan dan Organisasi, Biro

    Keuangan dan Biro perlengkapan

    3. Direktorat Jenderal badan peradilan Umum, agama dan Militer dan Tata usaha negara: telah dibuat SOP yang

    mengacu pada pola bindalmin bagi lingkungan peradilan umum, Peradilan Agama serta Peradilan Militer dan

    tata usaha negara.

    4. Badan Pengawasan telah dibuat SOP/pedoman pengawasan dilingkungan badan peradilan ( Pengaduan

    Masyarakat)

    5. Beberapa pengadilan, baik pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama juga telah

    mengembangkan SOP

    2. Elektronisasi

    Dokumentasi/ Kearsipan

    Elektronisasi Tata Persuratan

    Sistem administrasi persuratan juga merupakan tantangan yang dihadapi pada hampir semua tingkatan pegawai di

    Mahkamah Agung. Selama ini banyak timbul masalah misalnya penomoran surat, catatan disposisi, pencarian surat

    aktif maupun yang sudah tidak aktif yang belum seragam dan sifatnya manual. Aplikasi ini akan memberikan fasilitas

    kepada pengguna/user untuk membuat dan mencari kembali surat, baik surat masuk dan surat keluar. Dengan aplikasi

    persuratan ini juga akan mengurangi penggunaan kertas khususnya proses disposisi persuratan. Saat ini Aplikasi ini

    baru diimplementasikan di lingkungan satuan kerja Badan Urusan Administrasi (BUA) Mahkamah Agung. Secara

    bertahap akan diimplementasikan kepada seluruh satuan kerja Mahkamah Agung.

  • 18

    F PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM

    1. Asesmen Kompetensi

    Individu

    Asesmen kompetensi individu untuk pertama kali dilakukan terhadap 6 (enam) orang pejabat eselon 2. Asesmen

    dimaksudkan untuk melihat kesiapan dan kecocokan kompetensi keenam orang pejabat ini untuk bisa diajukan

    sebagai kandidat pejabat eselon 1 ke TPA (Tim Penilai Akhir). Keenam orang pejabat ini adalah mereka yang sudah

    dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi sesuai Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2000 tentang

    Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, serta sudah lulus SesPim 1. Asesmen dilakukan oleh pihak ketiga pada

    tanggal 22 Juni 2011.

    Asesmen kompetensi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan sebagai profil kompetensi dan disain

    asesmen.

    2. Membangun Sistem

    Penilaian Kinerja

    Beberapa aktivitas yang mengarah pada sistem penilaian kinerja sudah dilakukan seperti penyusunan timesheet dan

    formulir Catatan Harian Kerja, namun kegiatan ini masih belum menjadi kebijakan umum bagi semua unit kerja.

    Dalam pelaksanaannya penggunaan timesheet dan catatan harian kerja masih belum berjalan secara optimal dan

    belum pernah ada evaluasi pelaksanaannya.

    3. Mengembangkan Sistem

    Pengadaan (staffing) dan

    Seleksi

    Mahkamah Agung melakukan kajian terhadap proses dan sistem rekrutmen yang saat ini berlangsung. Kajian

    menghasilkan beberapa rekomendasi, seperti: Mengembangkan profil kompetensi untuk posisi/jabatan atau

    kelompok posisi/jabatan; membangun strategi "jemput bola" dalam proses rekrutmen (sourcing strategy) untuk

    mendapatkan kandidat-kandidat terbaik; Mempertimbangkan hasil Analisa Beban Kerja (workload analysis dan

    staffing assessment) dalam perencanaan kebutuhan SDM (workforce planning) dan rekrutmen; dll.

    Meski belum semua rekomendasi di atas dilaksanakan, untuk mengurangi subyektivitas, Mahkamah Agung

    bekerjasama dengan pihak ketiga – dalam hal ini Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk Psikotes dan

    Universitas Padjajaran untuk pembuatan dan pengiriman soal ujian serta pemeriksaan dan pemberian

    peringkat/ranking hasil ujian. Pengumuman kelulusan disebarluaskan secara transparan melalui situs Mahkamah

    Agung, www.mahkamahagung.go.id, www.badilag.net, www.badilum.info, dan pada papan pengumuman yang

    berada di Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia

    http://www.mahkamahagung.go.id/

  • 19

    4. Mengembangkan Pola

    Pelatihan dan

    Pengembangan

    Berangkat dari kebutuhan untuk bisa menghasilkan (terutama) hakim-hakim yang berkualitas, Mahkamah Agung

    berupaya mendefinisikan hakim ideal. Definisi ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi apa

    sajakah yang harus dimiliki dan program pengembangan apa sajakah yang diperlukan.

    Definisi hakim ideal yang berhasil didefinisikan adalah: “hakim yang adil, teguh, mampu mengendalikan diri,

    bijaksana dan berpengetahuan luas, berakhlak mulia, mampu menata dan mengelola proses kerja dan

    perlengkapannya, komunikatif, mampu memimpin dan dipimpin, serta menjalankan tugas-tugasnya secara

    optimal”.

    Berdasarkan definsi tersebut di atas, kompetensi umum yang harus dimiliki seorang hakim untuk mencapai profil ideal tersebut adalah: adil, teguh, pengendalian diri, bijaksana dan berpengetahuan luas, mulia, memiliki kapasitas

    administrasi dan manajerial, komunikatif, memiliki jiwa kepemimpinan.

    Dengan adanya kompetensi tersebut, memudahkan Mahkamah Agung dalam mengembangkan pola

    pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi. Beberapa kegiatan yang dilakukan Mahkamah Agung untuk

    merumuskan pola pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi antara lain dengan mengubah strategi

    pengembangan dan menyempurnakan kurikulum pendidikan hakim. Saat ini Mahkamah Agung sudah memiliki ;

    Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC). Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC) merupakn

    program intensif dengan durasi 2 tahun yang memadukan antara metode in-class training dan on-the job training

    yang akan meningkatan standar calon hakim dan mempersiapkan calon hakim untuk benar-benar siap

    menjalankan tugas sebagai seorang hakim.

    5. Memperkuat Pola Rotasi,

    Mutasi dan Promosi

    Terkait penguatan pola karir, Mahkamah Agung melakukan kajian untuk mengetahui kebutuhannya. Beberapa hasil

    rekomendasi dari kajian pola karir, pola rotasi, mutasi dan promosi tersebut, adalah:

    1. Membangun model kompetensi (teknis dan non-teknis) dan profil kompetensi untuk seluruh jabatan di

    Mahkamah Agung dan menggunakannya sebagai dasar promosi dan pengembangan karir pegawai.

    2. Membangun kriteria promosi, mutasi dan pengembangan karir yang lebih spesifik sesuai dengan persyaratan

    jabatan.

    3. Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan jabatan

    4. Melakukan kajian terhadap kewenangan staf fungsional bagi kemungkinan untuk menjalankan tugas-tugas

    6. Memperkuat Pola Karir

  • 20

    pejabat struktural.

    5. Melakukan kajian proses kerja dan disain struktur organisasi

    6. Melakukan kajian kembali mengenai jenjang karir untuk jabatan Kepaniteraan

    7. Membangun/memperkuat

    database Kepegawaian

    Biro Kepegawaian terus melakukan kegiatan pemutakhiran data yang terdapat dalam SIKEP secara berkala. Langkah

    ini ditempuh untuk memastikan pemotretan database kepegawaian terkini di lingkungan Mahkamah Agung dan

    keempat peradilan di bawahnya. Sistem informasi kepegawaian tidak bisa dilepaskan dari sistem manajemen SDM

    yang berbasis kompetensi. Competency based human resources management (CBHRM) ini mengunakan kemajuan

    teknologi informasi sehingga memudahkan operasionalisasi baik pengembangan kepegawaian berbasis kinerja

    maupun memenuhi tuntutan reformasi birokrasi.

    Aplikasi SIKEP dapat menunjukkan secara tepat waktu (realtime) data kepegawaian dalam beberapa kategori. Selama

    ini yang banyak dimanfaatkan adalah pencarian berdasarkan kategori kepangkatan, masa kerja, dan riwayat jabatan.

    SIKEP yang berjalan dengan baik kan sangat membantu jajaran internal Mahkamah Agung melakukan pengawasan,

    pembinaan, pendidikan, bahkan promosi dan mutasi. Melalui SIKEP, pimpinan semua satuan kerja bisa melihat latar

    belakang dan riwayat pekerjaan semua karyawan Mahkamah Agung. Sistem semacam ini tentu saja bermanfaat untuk

    penentuan jenjang karir yang berbasis pada kinerja dan prestasi. Jika diterapkan pada penanganan perkara oleh hakim,

    SIKEP dapat membantu pimpinan Mahkamah Agung untuk melihat kinerja hakim dalam memutus perkara. Pada

    tahun 2010 perluasan aplikasi SIKEP bisa mencapai 200 pengadilan lain. Pemeliharaan aplikasi SIKEP di 600

    pengadilan tetap dijalankan

    G PENGUATAN UNIT ORGANISASI

    1. Penguatan Unit

    Kerja/Organisasi

    Kepegawaian

    Penguatan yang dilakukan saat ini masih bersifat pelatihan yang ditujukan sebagai penguatan kapabilitas pengelola

    kepegawaian. Salah satu bentuk kegiatan tersebut adalah Pelatihan Sertifikasi Training Officer Course (TOC) bagi

    Pejabat dan Pegawai Terkait Pembinaan Administrasi Pengelolaan Kepegawaian di Lingkungan Badan dan

    Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung

  • 21

    2. Penguatan Unit

    Kerja/Organisasi

    Kediklatan

    Untuk meningkatkan kapasitas di bidang Manajemen Pengelolaan Diklat di lembaga Pendidikan Peradilan,

    Mahkamah Agung melakukan studi banding ke sejumlah negara. Beberapa tempat studi banding tersebut antara lain:

    National Judicial Institute Canada.

    International Cooperation Departement (ICD) Research and Training Institute Minstry of Justice Japan.

    Tujuan dari studi banding ini adalah untuk mendapat gambaran dan melakukan observasi aktif terhadap:

    Pola pengelolaan Diklat aparat peradilan, khususnya mekanisme dan manajemen online course/distance

    learning, yang sangat cocok diterapkan di Indonesia, terutama bagi hakim-hakim yang bertugas didaerah-

    daerah;

    Manajeman dan organisasi diklat yang profesional

    3. Perbaikan Sarana dan

    Prasarana

    Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan kegiatan. Seiring dengan

    perkembangan Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya, kebutuhan terhadap sarana dan prasarana

    bertambah. Oleh karena itu, dalam penyusunan angggaran, dialokasikan dana untuk membangun sarana dan prasarana

    seperti pengadaan tanah, pembangunan gedung kantor, pengadaan meubelair, pengadaan komputer, penyediaan

    jaringan internet, pengadaan kendaraan dinas, dan penyediaan rumah dinas, dll.

    Keberhasilan dalam pengadaan website dan jaringan internet di pengadilan2, pengadaan meja informasi, pengadaan

    pengadilan tipikor, pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan Mahkamah Agung adalah beberapa upaya perbaikan

    sarana dan prasarana.

    H PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    Regulasi – Deregulasi –

    Menyusun Regulasi Baru

    Dalam upaya melakukan regulasi – deregulasi – menyusun regulasi baru, Mahkamah Agung telah melakukan tahapan

    kegiatan sebagai berikut:

    A. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan

    Penelusuran literatur hukum khususnya peraturan perundang-undnagan merupakan komponen penting dalam

    kerja lembaga peradilan. Oleh karenanya akses yang mudah terhadap peraturan perundang-undangan

    merupakan salah satu prasarat penting dalam memastikan terlaksananya secara efektif, efisien dan adil. Untuk

    memudahkan penelusuran literatur hukum tersebut Mahkamah Agung telah menyusun kompilasi peraturan

  • 22

    perundang-undangan. Kompilasi peraturan ini disusun dalam bentuk manual yang berupa buku himpunan

    peraturan maupun dalam format elektronik

    Beberapa produk kompilasi peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat Mahkamah Agung antara lain:

    1. Himpunan Peraturan perundang-undangan tentang Kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung Serta

    Badan peradilan di Indonesia (2009)

    2. Himpunan Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung 1951 – 2009)

    3. Informasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pemilu (2009)

    4. Himpunan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2003-2006

    5. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 35 tahun 2007

    6. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 36 tahun 2008

    7. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2009 nomor 37tahun 2007

    8. CD Himpunan Peraturan Perundang-undanganan Dan Hukum Lainya Mahkamah Agung-RI 1945

    9. CD Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Hukum Lainya Serta Kebijakan Mahkamah Agung RI

    (1945-2008)

    B. Kajian Peraturan Perundang-undangan

    Kegiatan ini dilakukan untuk membahas permasalahan seputar peraturan perundang-undangan yang dinilai

    bermasalah. Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah untuk mendapatkan informasi seputar peraturan yang dinilai

    akan menghambat kinerja atau palaksanaan reformasi birokrasi serta memberikan rekomendasi yang diperlukan

    untuk memperbaiki peraturan yang dinilai bermasalah. Untuk melakukan kajian tersebut Mahkamah Agung

    telah melakukan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kegiatan Kajian Pakar. Pelaksanaan

    FGD melibatkan berbagai pihak dilingkungan Mahkamah Agung yang berkepentingan dengan tema

    permasalahan. Adapun Tema-tema yang diangkat dalam kegiatan FGD adalah terkait dengan permasalahan:

    1. Organisasi

    2. Sumber Daya Manusia

    3. Manajemen Perkara

    4. Anggaran dan Asset

  • 23

    5. Transparansi Peradilan

    6. Pengawasan

    Hasil dari kegiatan kajian peraturan perundang-undangan ini adalah laporan hasil kajian yang berisi:

    1. Peta peraturan perundang-undangan

    2. Hasil analisis peraturan perundang-undangan

    3. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut

    I PENGAWASAN INTERNAL

    1. Menegakkan Disiplin

    Kerja

    Dalam rangka percepatan penegakan disiplin, Mahkamah Agung telah mengambil kebijakan penegakan disiplin kerja

    diantaranya dalam bentuk kegiatan mengefektifkan pengawasan melekat dan penanganan pengaduan dengan mengacu

    pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983 jo Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan

    Melekat, melakukan pengawasan reguler, monitoring dan penilaian kinerja Pengadilan.

    Penegakan disiplin kinerja di Mahkamah Agung melalui 6 aspek aktivitas meliputi :

    2. Pembentukan aturan yang berkaitan dengan penegakan disiplin.

    Untuk mendukung pelaksanaan penegakan disiplin di Mahkamah Agung, maka telah dibuat beberapa aturan

    sebagai standar acuan dalam penegakan disiplin kerja, antara lain: SK KMA No. 080/SK/VIII/2006 Tentang

    Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan. SK KMA No. 076/KMA/SK/VI/2009

    Tentang Pedoman Pelaksanan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan; SK Kabawas No.

    MA/BP/03/SK/IV/2007 Tentang Norma Perilaku Aparatur Badan Pengawasan; SK KMA No.

    KMA/096/SK/X/2006 Tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan

    Tingkat Pertama dalam melaksanakan tugas pengawasan.

    3. Melakukan Sosialisasi Aturan Tersebut.

    Agar aparatur peradilan memahami aturan-aturan yang harus dijalankan dalam melaksanakan tugas pokok

    peradilan maka dilakukan sosialisasi dalam bentuk:

    1. Rapat koordinasi dan konsultasi pengawasan dengan 4 (empat) lingkungan peradilan

    2. Menerbitkan buku saku aturan-aturan terkait dan didistribusikan kepada pengadilan

  • 24

    3. Menerbitkan brosur-brosur tentang penanganan pengaduan

    4. Penunjukan Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Pengadilan Negeri Bandung

    dan Pengadilan Agama Bandung sebagai pilot project pelaksanaan penanganan pengaduan sesuai dengan SK

    KMA No. 153/KMA/SK/XI/2009 Tentang Penunjukan Pengadilan sebagai percontohan penanganan

    pengaduan.

    4. Laporan Pengaduan Masyarakat

    Selama ini Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya telah memiliki sistem pengaduan

    masyarakat. Tujuan dari sistem pengaduan tersebut pada hakekatnya adalah untuk merespon keluhan baik yang

    berasal dari masyarakat, instansi lain maupun dari internal pengadilan sendiri terhadap penyelenggaraan peradilan

    maupun perilaku aparat pengadilan. Untuk pelaksanaan sistem tersebut, Mahkamah Agung menerbitkan Surat

    Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009 yang merupakan amandemen dari lampiran ke IV

    SK. KMA. No. 080/KMA/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga

    Peradilan. Saat ini setiap anggota masyarakat dapat melaporkan pengaduan pada pengadilan tingkat pertama,

    pengadilan tingkat banding atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung melalui meja informasi yang berada di

    pengadilan bersangkutan maupun tersedia secara online. Pengawasan Internal dilakukan dengan membuka akses

    pengaduan online dan segera meresponnya dan mengumumkan penindakannya melalui website. Dalam surat

    keputusan tersebut juga ditampilkan Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat berdasarkan Surat

    Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009.

    Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sistem pengaduan masyarakat yang baru,

    Mahkamah Agung menerbitkan brosur tentang informasi layanan pengaduan masyarakat dan prosedur

    penyampaian laporan pengaduan yang disebarluaskan melalui Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan

    Tingkat Banding. Sebanyak 6700 booklet, 20.100 brosur dan 2010 poster disebarluaskan untuk masyarakat

    melalui Pengadilan tingkat banding di seluruh Indonesia.

    5. Sistem Administrasi Pengawasan

    Pengolahan dan mekanisme kerja bidang pengawasan yang selama ini dilakukan secara manual sekarang telah

  • 25

    dibantu oleh Sistem Informasi dan Administrasi Pengawasan (SAP) sehingga bersifat elektronis. Saat ini sistem

    tersebut tengah dikembangkan untuk memproduksi dan mengelola keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan

    pelaksanaan pengawasan guna memberikan dukungan yang lebih komprehensif terhadap pelaksanaan fungsi

    Badan Pengawasan.

    6. Revisi buku IV tentang Tata Laksana Pengawasan

    Pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Tahun 2009 di Palembang telah disampaikan edisi revisi Buku II

    tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan. Revisi

    Buku II tersebut pada prinsipnya mencakup berbagai perubahan dalam teknis hukum acara. Mengingat obyek

    pengawasan internal di lingkungan peradilan juga mencakup permasalahan ini maka sejalan dengan hal tersebut

    Badan Pengawasan melakukan Revisi terhadap Buku IV agar materi yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan

    pengawasan sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Buku II. Hasil revisi terhadap Buku IV tersebut

    selanjutnya disosialisasikan dalam Rapat Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan.

    7. Pengawasan Reguler

    Selama tahun 2009 Pengawasan Mahkamah Agung telah melaksanakan pengawasan reguler yang mencakup 89

    obyek pemeriksaan, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan

    Militer.

    8. On the Spot/Inspeksi Langsung

    Mahkamah Agung juga melakukan pemeriksaan On The Spot /inspeksi langsung atas pemeriksaan yang dilakukan

    atas temuan BPKP dan temuan pengawas eksternal BPK. Pemeriksaan On The Spot (inspeksi langsung) pada

    tahun 2009 dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) Satuan Kerja diantaranya Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi

    Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer, yang

    meliputi 10 (sepuluh) wilayah Denpasar, Yogyakarta, Kupang, Makasar, Kendari, Pekanbaru, Medan, Jayapura,

    Surabaya dan Banda Aceh. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil temuan BPKP dan

    temuan pengawas eksternal BPK diantaranya mengenai perkembangan atas realisasi kerugian negara berkaitan

    dengan penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DIPA dan Tuntutan Ganti Rugi

    (TGR) serta laporan tentang manajemen aset.

  • 26

    9. Monitoring

    Pada tahun 2009 Tim Pemeriksa Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menyelenggarakan monitoring untuk

    memantau tindak lanjut hasil Pemeriksaan Reguler pada 17 Obyek Pemeriksaan. Monitoring ini dilakukan untuk

    mengetahui sejauh mana kemajuan atau tindak lanjut yang telah dilakukan atas hasil pengawasan yang telah

    dilakukan.

    10. Hasil Penanganan Pengaduan

    Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung menerima tembusan surat pengaduan dari masyarakat,

    yang diajukan ke pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama sebanyak 2.302 surat. Sedangkan surat

    pengaduan yang ditujukan langsung kepada Badan Pengawasan adalah sebanyak 2.140 surat, dengan perincian

    sebagai berikut :

    Diproses sebanyak 891 surat dengan rinciang sebagai berikut :

    1. Diperiksa oleh Bawas sebanyak 296 surat;

    2. Dijawab melalui surat sebanyak 268;

    3. Didelegasikan ke Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 327 surat;

    Surat yang tidak layak diproses sebanyak 1.249 surat.

    Sedangkan Pengaduan yang masuk melalui website secara online antara bulan Maret-Desember 2009 adalah

    sebanyak 300 pengaduan dengan perincian sebagai berikut:

    1. Bukan kewenangan Bawas sebanyak 45 surat.

    2. Dijawab dengan surat sebanyak 97 surat.

    3. Ditelaah sebanyak 37 surat.

    4. Tidak layak proses sebanyak 121 surat

  • 27

    11. Pengawasan Melekat

    Mahkamah Agung melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/096/SK/X/2006 Tentang

    Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dalam melaksanakan

    tugas pengawasan, telah memberikan kewenangan penuh kepada pimpinan pengadilan melakukan penindakan

    dalam rangka memfungsikan pengawasan melekat.

    2. Menegakkan Kode Etik Upaya menegakkan kode etik, adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari quick wins. Dalam aktivitas ini, Mahkamah Agung telah berhasil, antara lain dalam:

    1. Menyusun dan mensosialisasikan Pedoman Perilaku Hakim serta memberikan pelatihan pada lebih dari 2,000 hakim

    2. Membentuk Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi Yudisial 3. Melakukan kerjasama dengan beberapa instansi, salah satunya dengan Kejaksaan Agung

    Tabel 2

    Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi serta Pencapaiannya

  • 28

    BAGIAN PERTAMA

    REFORMASI BIROKRASI DALAM REFORMASI PERADILAN

    MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

    Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi

    mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya

    membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen di bidang

    administratif, personil dan finansial5 serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”,

    memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk

    menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang

    profesional, efektif, efisien, transparan serta akuntabel.

    Penyatuan atap beserta semua konsekuensi

    logis yang muncul untuk menjadi lembaga

    yang mumpuni dalam bidang peradilan dan

    mampu mengelola administratif, personil,

    finansial dan sarana prasarana, membuat

    Mahkamah Agung melakukan perubahan

    atau pembaruan di semua aspek secara

    hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan

    sumber daya dan terus mendesaknya

    perkembangan kebutuhan publik akan

    perubahan di Mahkamah Agung

    dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus

    dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang

    mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan

    pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-

    badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.

    Salah satu rekomendasi cetak biru adalah perlunya dibentuk Tim Pembaruan Peradilan. Tim

    Pembaruan Peradilan melalui Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung (KMA)

    bernomor KMA/26/SK/IV/2004. Tim pembaruan Mahkamah Agung ini tidak hanya terdiri

    dari internal Mahkamah Agung tetapi juga pihak eksternal. Tim pembaruan terdiri dari 6

    (enam) kelompok kerja, yaitu:

    1. Kelompok kerja manajemen perkara

    2. Kelompok kerja teknologi informasi

    3. Kelompok kerja pendidikan dan pelatihan

    5 Pasal 21 Undang Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman junctis Pasal 13 ayat (1) Undang

    Undang No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 11 Undang Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

  • 29

    4. Kelompok kerja sumber daya manusia

    5. Kelompok kerja manajemen keuangan

    6. Kelompok kerja pengawasan

    Setiap kelompok kerja terdiri dari unsur Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, pejabat

    eselon 1 dan 2 serta perwakilan dari pihak eksternal. Selain berada di dalam setiap pokja,

    pihak eksternal juga berperan dalam tim khusus yang disebut sebagai tim asistensi teknis

    pembaruan peradilan. Keberadaan tim asistensi teknis, utamanya adalah sebagai akselerator

    untuk mendorong percepatan pelaksanaan rekomendasi cetak biru melalui upaya koordinasi

    antar instansi dan donor. Selain itu juga berperan dalam menjalankan fungsi monitoring dan

    evaluasi serta publikasi.

    Berikut adalah gambaran milestone reformasi birokrasi dalam reformasi peradilan

    Mahkamah Agung.

    Gambar 1.

    Milestone Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung

  • 30

    Pada tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudoyono berkunjung ke Mahkamah Agung

    dan berdialog dengan Pimpinan Mahkamah Agung

    dan seluruh Hakim Agung. Dalam kunjungan

    tersebut, Presiden menegaskan dukungannya

    terhadap reformasi peradilan yang mencakup

    reformasi aparatur penegak hukum yang sejatinya

    adalah untuk membangun tata kelola pemerintahan

    yang bersih. Dukungan ini memberikan semangat

    untuk mempercepat pelaksanaan pembaruan.

    Sepanjang tahun 2006 hingga 2007, Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di

    bawahnya melalui kelompok kerja pembaruannya melakukan perubahan atau perbaikan

    dalam organisasi dan tata kerja, manajemen perkara, pengawasan internal, Sumber Daya

    Manusia, pendidikan dan pelatihan, pembinaan karir, dan sistem teknologi informasi serta

    manajemen keuangan.

    Salah satu perbaikan yang menyangkut organisasi dan tatalaksana adalah Perbaikan Tata

    Kerja. Perbaikan ini dimulai dengan memperbaharui Struktur Organisasi Mahkamah Agung

    yang diatur dalam Peraturan Presiden RI No. 14 Tahun 2005 tentang Kepaniteraan

    Mahkamah Agung dan Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat

    Mahkamah Agung untuk kemudian ditindaklanjuti dengan disahkannya Keputusan Ketua

    Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/018/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja

    Kepaniteraan Mahkamah Agung RI dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor:

    MA/SEK/07/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung

    RI.

    Pada tahun 2007 diadakan pertemuan antara Tim Pembaruan MA dengan Pimpinan Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan kerangka pikir reformasi birokrasi

    sebagai upaya mencegah praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kerangka pikir ini

    memperkuat reformasi peradilan, utamanya reformasi aparatur penegak hukum. Pertemuan

    tersebut berlanjut pada pembentukan tim kerja reformasi birokrasi yang terdiri dari

    perwakilan Departemen Keuangan (DepKeu), Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur

    Negara (Kemenneg PAN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK dan MA. Untuk

    selanjutnya tim sepakat untuk menjadikan DepKeu, Kemenneg PAN, BPK dan MA sebagai

    instansi percontohan reformasi birokrasi. Pada perjalanannya Kemenneg PAN mengundurkan

    diri dan selanjutnya berperan sebagai pengelola pelaksanaan reformasi birokrasi.

    Masing-masing lembaga yang menjadi percontohan RB merumuskan program quick wins

    yang sesuai dengan karakteristik lembaga dan terutama yang menyentuh pada aspek-aspek

    kebutuhan/pelayanan publik. Program quick wins ini utamanya bertujuan untuk

    meningkatkan kepercayaan publik. Program quick wins Mahkamah Agung adalah:

  • 31

    1. Transparansi Putusan

    2. Pengembangan Teknologi Informasi

    3. Pengelolaan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)

    4. Kode Perilaku Hakim

    5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan

    dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)

    Pada tahun 2008 terbit Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang

    Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan terbitnya

    peraturan menteri PAN ini, maka lembaga yang menjadi

    percontohan RB diminta untuk melanjutkan kegiatan RB-

    nya sesuai dengan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi,

    termasuk Mahkamah Agung.

    Berdasarkan penilaian atas quick wins, Mahkamah Agung

    berhasil mendapatkan tunjangan kinerja berdasarkan

    Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2008. Sebagai

    konsekuensi turunnya tunjangan kinerja, Ketua Mahkamah

    Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 071/KMA/SK/V/2008 tertanggal 14 Mei

    2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan

    Khusus Hakim Dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan

    yang di Bawahnya. Surat Keputusan ini disosialisasikan terhadap para Ketua Pengadilan

    Tingkat Banding se-Indonesia. Perjalanan reformasi birokrasi Mahkamah Agung pada kurun

    waktu 2008 - 2010 beserta capaiannya akan disampaikan pada bagian berikut.

    Seiring dengan dilaksanakannya agenda-agenda reformasi birokrasi, Mahkamah Agung

    mencatat bahwa pada pidato kenegaraan dalam rangka memperingati ulang tahun

    kemerdekaan RI di depan Sidang DPR RI tanggal 14 Agustus 2010, Presiden Susilo

    Bambang Yudhoyono menegaskan kembali tekad pemerintah untuk melaksanakan reformasi

    gelombang kedua, termasuk di dalamnya reformasi birokrasi. Dengan demikian kami

    memahami bahwa perjalanan reformasi birokrasi adalah sebagaimana gambar berikut ini:

  • 32

    Gambar 2

    Pemahaman Perjalanan Reformasi Birokrasi

    Reformasi birokrasi gelombang kedua ini merupakan upaya perbaikan berkelanjutan dari

    gelombang sebelumnya dan telah diselaraskan dengan RPJPN dan RPJMN. Grand Design

    Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 (diterbitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun

    2010) dan Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 - 2014 (diterbitkan dengan Peraturan Menteri

    Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010)

    menandakan dimulainya RB gelombang dua, sekaligus merupakan penyempurnaan Pedoman

    Umum Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15

    Tahun 2008).

    Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi

    Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.

    Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan

    peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:

    071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam

    lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok

    kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan

    Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim

    Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program

    dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.

    Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur

    pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20

    Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut

    memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,

    yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila

    dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam

    waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.

  • 33

    Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter

    organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi

    dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim6 dengan susunan sebagai berikut :

    A. Tim Pengarah

    Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI

    Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI

    Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI

    2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI

    B. Tim Pelaksana

    Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI

    Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan

    Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI

    Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI

    Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI

    Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:

    No Pelaksana Program dan Kegiatan

    Reformasi Birokrasi

    1 Kelompok Kerja Manajemen

    Perkara

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan TataLaksana

    2 Kelompok Kerja Manajemen

    Sumber Daya Manusia,

    Perencanaan dan Keuangan

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan TataLaksana

    c. Penataan SDM aparatur

    3 Kelompok Kerja Pendidikan dan

    Pelatihan

    a. Penataan dan Penguatan Organisasi

    b. Penataan Manajemen SDM Apartur

    4 Kelompok Kerja Pengawasan

    Internal

    a. Penguatan pengawasan intern

    b. Penguatan akuntabilitas kinerja

    c. Peningkatan kualitas pelayanan publik

    d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

    5 Kelompok Kerja Akses

    Terhadap Keadilan

    a. Manajemen Perubahan

    b. Penataan perundang-undangan

    c. Peningkatan Kualitas Pelayanan

    Publik

    6 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/Kma/Sk/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011

  • 34

    Dengan kebijakan dan strategi pelaksanaan seperti disebutkan di atas, dapat dipastikan

    integrasi antara reformasi peradilan dan reformasi birokrasi dapat dicapai dengan hasil

    yang lebih maksimal.

  • 35

    BAGIAN KEDUA

    REFORMASI PERADILAN MAHKAMAH AGUNG

    REPUBLIK INDONESIA

    Reformasi peradilan sebagai payung perubahan Mahkamah Agung dan badan-badan

    peradilan di bawahnya, mencakup pembaruan dalam tugas pokoknya, yaitu manajemen

    perkara. Bila dikaitkan dengan reformasi birokrasi, manajemen perkara erat berhubungan

    dengan pelayanan publik, utamanya pihak pencari keadilan dan pengguna pengadilan.

    Manajemen perkara dalam hal ini berkaitan dengan kecepatan memutus perkara dan kualitas

    putusan. Hal tersebut berkaitan erat dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengikisan

    tunggakan perkara.

    Sampai dengan tahun 2009 (berdasarkan Laporan Tahunan 2009), berbagai upaya dilakukan

    oleh kelompok kerja manajemen perkara untuk mengatasi tunggakan perkara dan upaya

    mencegah agar tunggakan perkara tidak terjadi lagi. Program dan kegiatan yang dimaksud,

    adalah:

    NO PROGRAM KEGIATAN

    1 Pengikisan

    tunggakan perkara

    Penyempurnaan definisi tunggakan perkara

    Penyempurnaan sistem pendataan perkara, dilakukan

    berdasarkan Surat Keputusan Panitera Mahkamah Agung RI

    Nomor 69 PAN/INT/VI/2009 Tentang Tim Penyempurnaan

    Sistem Informasi Perkara Kepaniteraan Mahkamah Agung RI

    yang intinya membentuk tim untuk menyempurnakan aplikasi

    spreadheet yang digunakan selama ini. Cara yang ditempuh

    adalah dengan mengkapitalisasi penggunaan spreadsheet yang

    lama dan mengembangkan sistem sharing spreadsheet secara

    tersentralisir dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Sistem

    baru akan merubah cara kerja staf kepaniteraan dengan

    memperpendek mata rantai proses penanganan perkara dalam

    penggunaan sistem lebih cepat

    Redistribusi perkara dan percepatan minutasi sesuai SK KMA

    nomor 056A/KMA/SK/IV/2009 tentang penarikan seluruh berkas

    perkara yang terregistrasi tahun 2005 ke bawah untuk dimasukkan

    pada tim kikis, sehingga diharapkan pada akhir tahun 2009 tidak

    ada lagi perkara-perkara tunggakan di bawah tahun 2005.

    Program ini dilanjutkan dengan penarikan semua berkas perkara

    tahun 2006 yang masih ada pada majelis untuk diselesaikan oleh

    tim Kikis.

  • 36

    NO PROGRAM KEGIATAN

    2 Penyempurnaan

    Sistem Pengelolaan

    Keuangan Perkara di

    Mahkamah Agung

    Biaya proses penyelesaian perkara selanjutnya disebut biaya proses

    adalah biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang

    berkaitan dengan proses penyelesaian perkara dan pendukung lainnya,

    dikelola secara efektif, efisien, transparan dan dicatat dalam catatan

    atas laporan keuangan laporan Mahkamah Agung, yang

    dipertanggungjawabkan kepada pihak - pihak yang berperkara yang

    besarnya ditetapkan dalam putusan. Pengelola biaya proses adalah

    Panitera pada Mahkamah Agung dan Panitera/Sekretaris pada Badan

    Peradilan yang berada di bawahnya. Selanjutnya pengelolaan biaya

    proses ini dilaksanakan sesuai dengan SK Panitera Mahkamah Agung

    RI Nomor 15A/SK/PAN/IX/2009 tanggal 01 September 2009 tentang

    Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02

    Tahun 2009.

    3 Penyempurnaan

    Ketentuan Mengenai

    Peninjauan Kembali

    Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 10 Tahun 2009

    tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa peninjauan

    kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan

    hanya 1 kali.

    Tabel 3

    Program dan Kegiatan Mencegah Tunggakan Perkara

    Untuk memastikan keberhasilan program dan kegiatan di atas, selama tiga tahun terakhir

    Mahkamah Agung RI telah melakukan langkah-langkah yang positif dan sistematis, antara

    lain:

    1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana,

    2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)

    Kepaniteraan secara berkelanjutan,

    3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara.

    Untuk menghindari terjadinya tunggakan perkara di masa yang akan datang, Mahkamah

    Agung menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara melalui Surat Keputusan KMA

    Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September 2009. Surat Keputusan tersebut

    memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di Mahkamah Agung bukan saja

    kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah Agung, akan tetapi juga

    memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani perkara. Dengan adanya

    pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun,

    dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6 (enam) bulan. Gambar di

    bawah memberikan penjelasan secara lebih detil mengenai standar kinerja penanganan

    perkara:

  • 37

    Gambar 3

    Standar Kinerja Penanganan Perkara

    Semua upaya yang dilakukan, secara umum mendorong terjadinya peningkatan kinerja dalam

    penyelesaian perkara. Detil capaian kinerja dapat dilihat pada Laporan Tahunan Mahkamah

    Agung tahun 2009 yang disertakan bersama laporan ini.

  • 38

    Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini

    4. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480

    perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.

    5. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun

    terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga

    jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah

    22.315 perkara.

    6. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung

    selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:

    a. perdata 7.915 perkara (35,47%),

    b. pidana khusus 5.025 (22,52 %),

    c. pidana umum 3.965 (17,77 %),

    d. tata usaha negara 2.475 (11,11 %),

    e. perdata khusus 1.655 (7,42 %),

    f. perdata agama 902 (4,04 %), dan

    g. pidana militer 373 (1,67 %).

    Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun

    2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.

    Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam

    memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985

    perkara.

    Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam

    sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.

  • 39

    BAGIAN KETIGA

    PROGRAM QUICK WINS MAHKAMAH AGUNG DAN CAPAIANNYA

    Program Quick Wins

    Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya, quick wins Mahkamah Agung ada 5 (lima)

    program, yaitu:

    1. Transparansi Putusan

    2. Pengembangan Teknologi Informasi

    3. Pengelolaan PNBP

    4. Kode Perilaku Hakim

    5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan

    dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)

    Dasar pemikirian pemilihan kelima program quick wins tersebut adalah sebagai berikut:

    PROGRAM WAKTU DAMPAK

    TINGKAT

    KEMUDAHAN KETERANGAN

    + / - + / - + / -

    Transparansi putusan

    Sangat bersentuhan

    dengan kebutuhan

    publik

    Mendorong

    transparansi

    Pengembangan Teknologi

    Informasi

    Mendorong transparansi

    dan terwujudnya good

    governance

    Pengelolaan PNBP

    Mendorong

    transparansi

    Meningkatkan

    akuntabilitas

    Kode etik hakim

    Meningkatkan

    profesionalisme

    Manajemen SDM,

    khususnya analisa

    pekerjaan, evaluasi

    pekerjaan dan sistem

    remunerasi (dalam hal ini

    yang dimaksud adalah

    tunjangan kinerja)

    Meningkatkan

    akuntabilitas

    Meningkatkan

    profesionalisme

    Tabel 3.

    Dasar Pemikiran Program Quick Wins Mahkamah Agung

  • 40

    Capaian

    Capaian yang dilaporkan pada bagian ini, adalah hasil yang telah dicapai oleh Mahkamah

    Agung dalam melaksanakan program quick wins. Secara rinci capaian tersebut di jelaskan

    sebagai berikut:

    1. Transparansi putusan

    1.1 Mengembangkan Landasan Keterbukaan informasi

    Langkah pertama yang ditempuh Mahkamah Agung untuk mewujudkan

    transparansi peradilan adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Ketua

    Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.

    Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan Keterbukaan informasi di Pengadilan

    ini merupakan lompatan quantum (quantum leap)7. Hal ini karena lahirnya Surat

    Keputusan ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan

    Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang diundangkan 30

    April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.

    Secara umum, keputusan ini mengatur beberapa hal diantaranya:

    i. Jenis informasi yang harus diumumkan oleh pengadilan serta mekanisme

    pengumumannya;

    ii. Jenis informasi yang dapat diminta masyarakat kepada pengadilan;

    iii. Prosedur dalam memberikan pelayanan informasi, termasuk biaya dan waktu

    pelayanan, hak mengajukan keberatan;

    iv. Pihak yang bertugas memberikan pelayanan informasi; serta

    v. Sanksi.

    Langkah diseminasi Surat Keputusan KMA Nomor : 144/2007 yang merupakan

    salah satu aktivitas manajemen perubahan, dimulai pada kesempatan Rakernas

    Mahkamah Agung Tahun 2007 di Makassar8 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7

    September 2007, atau satu minggu setelah ditandatanganinya Surat Keputusan KMA

    tersebut. Bentuk diseminasi pada forum Rakernas ini dengan cara mempresentasikan

    dan membagikan Surat Keputusan KMA tersebut kepada seluruh peserta rakernas.

    7 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI,

    Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat

    : http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595) 8 Rakerna MA Tahun 2007 dilaksanakan di Hotel Clarion Makassar diikuti oleh 470 perserta yang terdiri

    dari 117 Peradilan Umum, 44 Peradilan Militer, 121 Peradilan Agama, 94 Mahkamah Agung, 12 Hakim Adhoc,

    LSM dan Tim Pembaruan Mahkamah Agung. (lihat:

    http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=574)

    http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=574

  • 41

    Aktivitas diseminasi Surat Keputusan Keterbukaan Informasi di Pengadilan ini

    lebih intensif dilakukan pada tahun 2008-2009, yaitu melalui kegiatan-kegiatan

    sebagai berikut:

    a. Loka Karya SK KMA 144/2007 di 7 (tujuh) Perguruan Tinggi

    Mahkamah Agung (Ditjen Badilag) bekerja sama dengan IALDF (Indonesia-

    Australia Legal Development Facility) menyelenggarakan kegiatan diseminasi

    Surat Keputusan KMA 144/2007 dalam bentuk Loka Karya di 7 (tujuh)

    Perguruan Tinggi yang diikuti oleh unsur akademisi, praktisi hukum, dan

    organisasi/lembaga swadaya masyarakat.

    Gambar 4

    Kegiatan Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia

    Pada Tanggal 12 Juni 2010

    Ketujuh tempat penyelenggaraan kegiatan loka karya tersebut adalah sebagai

    berikut :

    NO TEMPAT

    PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER

    1 UI Jakarta 12 Juni

    2008

    Dr. Artidjo Alkostar

    2 Unair Surabaya9 24 Juni

    2008

    Dr. Harifin A. Tumpa

    9 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1490

    http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1490

  • 42

    NO TEMPAT

    PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER

    3 Universitas10

    Tanjungpura, Pontianak

    1 Juli 2008 Atja Sondjaja, SH

    4 Universitas Mataram11

    8 Juli 2008 Wiwiek Awiati SH,

    Mhum dan Drs. H.

    Hidayatullah, SH

    5 IAIN Sumut, Medan12

    15 Juli

    2008

    Dr. Artijo Alkostar, Prof.

    Dr. Ningrum Sirait

    6 Unsyiah Aceh 16 Juli

    2008

    Dr. Artidjo Alkostar

    7 Universitas Hasanuddin

    Makassar13

    29 Juli

    2008

    Dr. Harifin A. Tumpa

    Tabel 4.

    Tempat Lokakarya dan Jadwal Pelaksanaan Lokakarya Diseminasi

    SK KMA 144/2007

    b. Sosialisasi Surat Keputusan KMA 144/2007 untuk 4 Lingkungan Peradilan

    Ditjen Badilag bekerja sama dengan IALDF menyelenggarakan kegiatan

    sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Seluruh Ketua, Wakil Ketua, dan

    Panitera/Sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama di seluruh

    Indonesia. Penyelenggaraan sosialisasi ini dilaksanakan di 14 tempat kegiatan:

    Bandung, Banten, Semarang, Surabaya, Mataram, Makassar, Banjarmasin,

    Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, Aceh, Manado, dan Jayapura.

    c. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan.

    Biro Hukum dan Humas, pada akhir tahun 2008 menyelenggarakan sosialisasi

    SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan, sebagai

    berikut:

    NO TEMPAT KETERANGAN

    1 Semarang Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta

    2 Surabaya Wilayah Jawa Timur

    3 Makassar Wilayah Sulawesi Selatan

    10 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1568 11 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1577 12 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1600 13 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1655

    http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1568http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1577http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1600http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1655

  • 43

    4 Pontianak Wilayah Kalimantan Barat

    5 Bandung Wilayah Jawa Barat

    6 Palembang Wilayah Sumatera Selatan

    7 Medan Wilayah Sumatera Utara

    8 Aceh Wilayah Aceh

    Tabel 5

    Lokasi Sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris

    Empat lingkungan peradilan

    d. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Melalui Pencetakan Poster dan Booklet

    Selain melalui kegiatan sosialisasi tatap muka, diseminasi Surat Keputusan

    Keterbukaan Informasi di pengadilan dilakukan dengan publikasi booklet dan

    poster-poster yang didistribusikan ke pengadilan

    Gambar 5

    Publikasi booklet dan poster-poster terkait sosialisasi SK KMA 144/2007

    e. Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan

    Untuk memastikan terimplementasinya keterbukaan informasi yang diwajibkan

    oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 dan SK KMA 144/2007, Ketua Mahkamah

    Agung RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2010 tanggal 29 April

    2010 tentang Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan.

    1.2 Publikasi Putusan

    a. Aturan/Renja Publikasi Putusan

    Sebelum menjadi program quick wins reformasi birokrasi di tahun 2007,

    Publikasi Putusan telah tertera dalam Cetak Biru Mahkamah Agung 2003-2009

    yang diterbitkan pada tahun 2003. Langkah ini semakin kongkrit dengan

    ditandatanganinya dokumen nota kesepahaman (MoU) antara Mahkamah Agung

    dengan Federal Court of Australia, dan Family Court of Australia, MoU MA

    dengan Millenium Challenge Corporation – Indonesia Control of Corruption

  • 44

    Project (MCC-ICCP), dan Surat Kerjasama Mahkamah Agung dengan Asian

    Legal Information Institute yang dikelola oleh University Technologi of Sydney

    (UTS).

    b. Konsep/Sistem Publikasi Putusan

    Sistem yang merupakan instrumen bagi pelaksanaan publikasi putusan ini yang

    utama adalah Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor

    144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.

    Kemudian dalam tingkatan teknis publikasi putusan melalui website, rujukan

    sistemnya berdasarkan pada Standard Operating Prosedure (SOP) pengelolaan,

    pengiriman (e-mailing), dan uploading putusa