43
BAB I LAPORAN KASUS ANAMNESA DAN PEMFIS AWAL DI UNIT GAWAT DARURAT I. IDENTITAS 1. Identitas penderita : Nama : An AH Bin : Mn Tanggal lahir : 27-07-2009 Usia : 6 th Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda No RM : 439635 Tanggal masuk 21 agustus 2015 jam 20.08 WIB 2. Identitas orang tua/wali : Ayah : Nama : Tn. N Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Buruh harian Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda Ibu : Nama : Ny. MM Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda 1

revisi lapkas 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nv xvgdadn

Citation preview

Page 1: revisi lapkas 1

BAB I

LAPORAN KASUS

ANAMNESA DAN PEMFIS AWAL DI UNIT GAWAT DARURAT

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama : An AH

Bin : Mn

Tanggal lahir : 27-07-2009

Usia : 6 th

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

No RM : 439635

Tanggal masuk 21 agustus 2015 jam 20.08 WIB

2. Identitas orang tua/wali :

Ayah : Nama : Tn. N

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh harian

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

Ibu : Nama : Ny. MM

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

II. ANAMNESIS

Pasien datang sendiri menuju UGD

Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien

Tanggal/jam : 21 Agustus 2015/ 20.08 WIB

1. Keluhan utama : Bengkak seluruh badan

2. Riwayat penyakit sekarang :

1

Page 2: revisi lapkas 1

Bengkak seluruh badan sejak 1 minggu. Pasien mengeluh Muntah dan pegal pada

seluruh tubuh

3. Riwayat penyakit dahulu :sebelumnya pernah dengan gejala yang sama 4

kali,terakhir 8 bulan yang lalu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Kompos mentis

Pengukuran :

Tanda vital : Tensi : 120/90 mmHg

Nadi : Sulit Diperiksa

Suhu : 36,6o C

Respirasi : 24 x/menit

Berat badan : 28 kg

Tinggi badan : -

Lingkar Lengan Atas (LLA) : -

Lingkar kepala : -

2. Kepala : konjungtiva tidak anemis

Edema pada palpebra

3. Thorak :

a. Inpeksi : dada tampak simetris ,tidak nampak inctus cordis

b. Palpasi :dalam batas normal

c. Auskultasi : kedua lapang paru Vesikuker, ronchi tidak ditemukan, Whezzing

tidak terdengar.Bj 1 dan bj2 reguler,tidak ada suara tambahan

d. Perkusi :sonor pada ke dua lapang paru.

4. Abdomen[[

a. Inspeksi : perut membengkak dan cembung

b. Auskultasi : bising usus meningkat (7 kali permenit)

c. Perkusi : terdengar redup

d. Palpasi : terdapat distensi abdomen, shihftingdullnes positif

5. Ekstremitas :

2

Page 3: revisi lapkas 1

: akral hangat, terdapat pitting udem pada ekstremitas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 21 Agustus 2015

DPL, Profil Lipid, Albumin, Urine

V. PENATALAKSANAAN

1. IVFD D5 ¼ NS 6 tetes/menit

2. Venflon

3. Lasik 1x30 mg iv

4. Ranitidine 2x30 mg iv

5. Prednison 3 x 20 mg

6. Pemasangan kateter urin

7. Paracetamol syrup 3x 1 ½

8. Kaptopril 3x 6,25 oral

3

Page 4: revisi lapkas 1

BAB II

PEMBAHASAN

I. Dasar Diagnosis

Pasien Sindroma Nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.

Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang

disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit

perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia.

DIAGNOSIS

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)

2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

3. Edema

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL

Anamnesis

Pemfis Pemeriksaan penunjang

II. Identitas

a. Identitas penderita:

Nama : An AHBin

Tanggal lahir : 27-07-2009

Usia : 6 th

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

No RM : 439635

Tanggal masuk 21 agustus 2015 jam 20.08 WIB

b. Identitas orang tua/wali :

4

Page 5: revisi lapkas 1

Ayah : Nama : Tn. N

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh harian

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

Ibu : Nama : Ny. MM

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda

Pembahasan: penulisan data identitas sudah lengkap sesuai domisili yang tercantum

pada kartu tanda pengenal .

III. Anamnesis

Pasien datang sendiri menuju UGD

Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien

Tanggal/jam : 21 Agustusl 20015/ 20.08 WIB

a) Keluhan utama : Bengkak seluruh badan

Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS wajah pasien membengkak dimulai dari

bagian kelopak mata dan menyebar kebagian wajah lainnya. Bengkak terjadi terus

menerus dan semakin hari tubuh pasien lainnya ikut membengkak, tangan, perut

dan kaki pasien membengkak menyebabkan pasien sulit beraktifitas dan berjalan.

Keluhan bengkak disertai warna urin yang bewarna putih keruh, saat di

UGD orang tua pasien mengaku pasien sulit berkemih dan jarang BAK, air kemih

jarang keluar Setelah dilakukan pemeriksaan pada skrotum pasien ikut

membengkak.

Orang tua pasien mengatakan sejak tadi pagi pasien muntah-muntah,

muntahan berupa cairan, berukuran setengah gelas akua,hari ini pasien muntah

sebanyak 3 kali.

Saat datang ke UGD pasien amat sangat rewel dan terlihat sesak sehingga

diberikan bantuan oksigen, menurut Ortu pasien,pasien rewel karena seluruh

tubuhnya terasa sakit.

5

Page 6: revisi lapkas 1

b) Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya pernah dengan gejala yang sama 4 kali,terakhir 8 bulan yang

lalu. Awal mula terjadinya bengkak pada pasien diakui ibu pertama kali setelah

pasien mengalami sakit gigi.

c) Riwayat perkembangan

Saat ini Anak duduk di TK dan dapat beraktifitas sesuai umur dan dapat

berkomunikasi dengan lingkungan sekitar

d) Riwayat Psikososial

Pasien merupakan anak Ke 5 dari 6 bersaudara.Anak tinggal di rumah

bersama orang tua dan 5 orang saudaranya juga nenek Os. Pasien tinggal dilingkungan

pedesaan dan termasuk lingkungan menengah kebawah.

Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 1tahun. Dan selanjutnya

dieberikan makanan tambahan lainnya seperti bubur pabrikan ataupun bubur buatan.

Anak suka makan makanan yang gurih dan termasuk anak yang sering mengkonsumsi

makanan berpengawet yang tersedia diwarung.

IV. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : komposmentis

Antropometri

o Berat Badan : 28 kg

o Tinggi Badan : -

Tanda Vital

a. Tekanan darah : 120/90

b. Pernapasan : 24 x/menit

c. Nadi : sulit diperiksa

d. Suhu : 36,6 oC

Kepala Normocephal

Mata Ditemukan pembengkakan pada kedua

6

Page 7: revisi lapkas 1

Pembengkakan palpebra palpebra

Mulut

Bibir membengkak

Mukosa mulut kering

Bibir terlihat membengkak

-

Thorax

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Dada tampak simetris, tidak ada dada

yang tertinggal.

Vocal fremitus terasa tidak menurun

Sonor, perkusi tidak pekak

Suara nafas vesikuler,tidak ada suara

tambahan seperti ronchi

Abdomen

Inspeksi

Auskultasi

Perkusi

Palpasi

Cembung

Bising usus meningkat

Saat perkusi abdomen terdengar redup

Distensi positif,Shipthing dullnes

positif

Ekstremitas sup dan inf

Inspeksi

Palpasi

Udem pada ektremitas atas dan bawah

Tidak ada sianosis

Pitting udem positif,akral hangat,crt

<2detik

V. Pemeriksaan penunjang pertama kali

Jenis

pemeriksaa

n

Nilai Nilai

normal

Jenis

pemeriksaan

Nilai Nilai

normal

Hb 12,2 13-16 ureum 122 10-50

7

Page 8: revisi lapkas 1

Lekosit 22.900 4000-11.000 Creatinin 0,7 0,6-11

Trombosit 236.000 150.000-

400000

Kolestrol 511 <220

hematokrit 36% 40-45 HDL 20 >35

LDL 355 <150

Trigliserid 680 <200

Albumin 1,76 3,2-4,8

Globulin 0,72 2,3-4,8

VI. Diferensial Diagnosis

Sindroma Nefrotik dengan gagal ginjal

Sindroma nefrotik rellaps sering / dependend steroid

VII. Working Diagnosis

Sindroma Nefrotik dengan gagal ginjal

VIII. Penatalaksanaan

non medikamentosa:

Diitetik

diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily

allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/kgbb/hari)

hanya diperlukan selama anak menderita edema.

Medikamentosa:

Pemberian albumin saat kadar albumin <1,5

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan

loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan

8

Page 9: revisi lapkas 1

dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4

mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan

hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan

pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya

terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat

diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk

menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian

furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya,

dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit

untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila

diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi

kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites

sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi

asites berulang.

PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID

prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari

IVFD D5 ¼ NS 6 tetes/menit

HIPERTENSI

Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin converting

enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel blockers, atau

antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.

Diberikan captopril

IX. OBSERVASI/ FOLLOW UP

1. 22- agustus-2015

S: Bengkak seluruh badan sejak 1minggu, BAK keruh,sesak

9

Page 10: revisi lapkas 1

O: CM,Edema anasarka

Cor: BJ1 dan BJ2 regular tidak ada suara mur-mur dan gaallop

Pulmonal : Ronchi pada kedua lapang paru , whezzing tidak ditemukan

Abdomen : Cembung, asites positif, hati dan limfa tidak teraba, bising usus

4x/menit.

A: Sindroma Nefrotik dengan Hipoalbumin berat (albumin <1,5)

P : dextrose 5%

Ceftriaxone 2x1gr

Human albumin 100 cc, pertengahan furosemid 20 mg

Prednison

Diet rendah garam

Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 22 Agustus 2015

Albumin : 1,68 gr/dl

Natrium : 132 gr/dl N=135-156

Kalium : 4,7 gr/dl

2. Pemeriksaan kimia darah dan follow up tanggal 23 agustus 2015

Albumin : 1,67

Albumin : 1,25

S: -

O: TD 130/80 S:35,6 C

N:99x/m R :23 x/menit

Bb:34

Lp: 82

Diuresis:25 ml/jam

A: Sindroma Nefrotik

P: transfusi albumin 100 cc injek lasik 20 mg di pertengahan

3. Pemeriksaan urin tanggal 24 agustus 2015

Makroskopik :

Warna : Kuning Kekeruhan : keruh

Mikroskopik :

10

Page 11: revisi lapkas 1

Berat jenis : 1.015 Ph :6

Nitrit : - Protein : -

Glukosa : - Keton : -

Urobilin :- Bilirubin :-

Blood :+1

Sedimen

lekosit : 1 – 2 / lpb Eritrosit : 2 –3 / lpb

Epitel : 1-2 Kristal : (-)

Silinder : (-) Bakteri : (-)

S: Udem Anasarka

O: Kolestrol 511

TG :680

Albumin 1,67

Na :132

Ureum 122

BB:34

Lp:82

Diuresis :15 ml/jamA: Diagnosa NS

Perubahan nilai lab terkait gizi kolestrol,TG diatas normal ketidak sesuaian intake

asam amino

P:Konsultasi GIZI dengan pemberian diet rendah garam dan kolestrol serta pembatasan

protein nabati. pengurangan diit lemak, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan

normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.

4. Pemeriksaan kimia darah 25- agustus-2015

Hb :12,2 %

Ht :37%

S:perut masih membuncit,disertai batuk

O: Kesadaran Composmentis

11

Page 12: revisi lapkas 1

Mata tidak anemis Sklera tidak ikterik

Thorak : Simetris

Pulmo : Whezzing - Ronchi (-)

Cor : Bj 1 dan BJ2 reguler, murmur (-)

Ektremitas : udem, bagian tangan membaik tetapi bagian kaki masih bengkak

BB:34

Lp:80

Diuresis :7,3 ml/jam

A: Nefrotik Sindrom

P : dextrose 8 tpm

Ceftriaxone 2x 1gr

Ambroxol 1 tab dan salbutamol 1,2 mg dijadikan puyer 3x1

5. Pemeriksaan feses dan follow up 26- agustus-2015

S:BaB kehitaman

O: TD 130/100 RR:22x/m N:79x/menit

BB:34,6

Lp:78 Diuresis :7 ml/kgbb

A: NS

P: Dextrose 5%

Ceftriaxone

Prednison

Vit k ½ ampul (ekstra)

Cek hb dan feses rutin

Makro :

Warna :kecoklatan

Konsistensi :lembek

Lendir : (+)

Darah : (-)

Mikro :

Lekosit :5-6

12

Page 13: revisi lapkas 1

Eritrosit :2-3

Amuba : (-)

Telur cacing : (-)

6. Pemeriksaan urin 27- agustus-2015

S: BAB berdarah

O: komposmentis

Konjungtiva tidak anemis sklera ikterik -/-

Limfadenopati (-)

Thorak :simetris

Cor : Bj 1 dan Bj 2 reguler , tidak ada murmur

Abdomen :

BB:32

Lp :78 Diuresis :25 ml/kgbb

A: Sindroma nefrotik

P: prednison di stop

Metylprednisolon

Pemberian albumin

Warna :kuning

Kekeruhan :keruh

Beraat jenis :1.020

PH : -

Lekosit : -

7. Pemeriksaan kimia darah 29- agustus 2015

S: Udem anasarka

O: kesadaran: komposmentis

Konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-

BB:30

Lp:74 Diuresis:40 ml/kgbb

A: NS dan Hipoalbumin

P: albumin 100 ml

13

Page 14: revisi lapkas 1

Furosemid 30 mg

Transfusi albumin

Hb :10,7%

Lekosit :12500

Trombosir :732.000

Hematokrit :33 %

Albumin : 0,72 gr/dl

8. Pemeriksaan kimia darah dan follow up 30 agustus 2015

Albumin :0,93

S/O: LP 76

Diuresis 500 cc/5jam

BB :30,9

TD :140/90

BB:29

Lp:72 Diuresis:41 ml/kgbb

A: SN dan hipoalbumin

P: Tranfusi human albumin 100 ml dilanjutkan

9. Pemeriksaan kimia darah tanggal 31 agustus 2015

Albumin 0,90

Pemeriksaan pada lab lainnya

Albumin : 3,32

Protein total : 13,54

Globulin : 10,226

S: KU berkurang,kesadaran CM, udem pada bagian kaki wajah perut mulai berkurang

O: TD:120/90 LP:71 BB:29,8

A: SN dengan hipoalbumin

P: posisikan tubuh,miring kiri kanan.posisikan pasien 30 derajat.

14

Page 15: revisi lapkas 1

1 Agustus 2015

S: udem semakin berkurang pasien sudah bisa beraktifitas

O: BB:28,4 LP: 71 batuk (+)

BB:28,4

Lp:71 Diuresis:49 ml/kg bb

A:SN

P: Amipase distop

Kaptopril

Metil prednisolon

Diet

Ceftriaxone

Kateter dilepas

Lab ulang

Tabel diuresis,bb,lp

22/08/2015

-

23/08/2015

Bb:34

Lp: 82

Diuresis:25

ml/jam

24/08/2015

BB:34

Lp:82

Diuresis :15

ml/jam

25/06/2015

BB:34

Lp:80

Diuresis :7,3

ml/jam

26/08/2015

BB:34,6

27/08/2015

BB:32

28/08/2015

BB:30

29/08/2015

BB:30

15

Page 16: revisi lapkas 1

Lp:78

Diuresis :7

ml/kgbb

Lp :78

Diuresis :25

ml/kgbb

Lp:74

Diuresis :20

ml/kg bb

Lp:74

Diuresis:40

ml/kgbb

30/08/2015

BB:29

Lp:72

Diuresis:41

ml/kgbb

01/09/2015

BB:28,4

Lp:71

Diuresis:49

ml/kg bb

3/09/2015

Bb:25,1

Lp:60

RESUME

Nama : An. AH

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 6 tahun

Berat badan : 28 kg

Keluhan utama : Badan bengkak

Os datang dalam keadaan udem seluruh tubuh yang sudah berlangsung selama

kurang lebih 1minggu,udem pertama terjadi pada daerah wajah . dikarenakan udem

selruh tubuh, saat datang ke UGD pasien tidak dapat berjalan.keluhan lainnya adalah

warna air seni pasien yang berubah menjadi putih keruh yang berbeda dari

biasanya.orang tua Os mengatakan pasien sering muntah,dan os mengaku seluruh badan

terasa nyeri.sebelumnya pasein pernah mengalami gejala seperti ini sebanyak 4x terkahir

gejala timbul sekitar 8 bulan lalu dan mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

16

Page 17: revisi lapkas 1

Tensi : 120/90 mm/Hg

Kepala : normochepal

Mata : konjungtiva anemis -/-, palpebra membengkak +/+, Air mata (+),

Mulut : Bibir kering (-), Mukosa mulut kering (-)

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : Kembung (-), Bising usus meningkat, Distensi (-), Turgor kembali

lambat

17

Page 18: revisi lapkas 1

RANGKUMAN PEMBAHASAN

Pada kasus ini ada seorang anak berusia 6 tahun datang ke rumah sakit

SEKARWANGI. Berdasarkan alloanamnesa dengan orangtua penderita, dan setelah dilakukan

pemeriksaan fisik, didapatkan :

Keluhan utama berupa badan bengkak atau sembab.

Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (puffy face), dada, perut, lengan dan

tungkai,bagian genitalia

Adanya keluhan mual dan muntah

Adanya hipertensi ringan dan sedang

Adanya oliguria

Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah sindrom

nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

diperoleh hasil :

Jenis

Pemeriksaan

Nilai Jenis

Pemeriksaan

Nilai Jenis

Pemeriksaan

Nilai

Leukosit

(per mm3)

22.900 Creatinin 0,7 Albumin 1,76

Hb (gr%) 12,2% Kolestrol 511 Globulin 2,64

Ureum 122 HDL 20

Hematoktrit

(%)

36 LDL 355,0

Trombosit

( per mm3)

660.000 TRIGILISERID 680

Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosa sindrom

nefrotik. Dan hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis yang terdiri dari

edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan

proteinuria.

18

Page 19: revisi lapkas 1

Penyebab utama terjadinya SN pada anak ini tidak diketahui (idiopatik) dan sesuai

teori di atas diduga tipe dari lesi glomerularnya adalah minimal change disease (MCD).

Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe dari SN ini adalah dengan melakukan biopsi ginjal.

Namun hal ini tidak dilakukan karena anak ini masih berumur 6 tahun .

SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis yang

ditimbulkan sama yakni berupa edema. Pada anak ini ditemukan adanya hipertensi

Pasien anak ini dirawat inap selama 10 hari dan dilanjutkan dengan rawat jalan. Hal ini

dilakukan karena secara klinis edema berkurang, tekanan darah sudah kembali normal,

pemberian obat dapat dilakukan secara oral, anak sudah dapat beraktivitas seperti biasa dan

terlihat sehat, serta orangtua anak kooperatif untuk terus memberikan pengobatan kepada

anaknya selama dirumah. Pada pasien ini dianjurkan kontrol setiap minggunya Bila tercapai

remisi pengobatan dilanjutkan dengan pemberian prednison dosis 40 mg/m2/hari (12,5

mg.kgbb/hari) yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau

selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu.

Jika ternyata ternyata tidak tercapai remisi atau terjadi relaps, maka terapi yang

diberikan seperti terapi awal yaitu 60 mg/m2/hari (2mg/kgbb/hari) selama 4 minggu. Setelah 4

minggu dilakukan kembali pemeriksaan protein urine selama 3 hari berturut-turut dan

pemeriksaan laboratorium. Bila tercapai remisi dosis diturunkan menjadi 1,5 mg/kgbb/hari

selama 4 minggu. Tetapi bila tetap tidak tercapai remisi ( 2x relaps) maka dianggap steroid

non responsif. Maka dalam hal ini diberikan sitostatika klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari atau

siklofosfamid 2 mg/kgbb/hari dan steroid intermitten (prednison 0,2 mg/kgbb/hari).

Penatalaksanaan pada kasus ini yakni secara non medikamentosa dengan diet rendah

protein dan rendah garam. Pada saat rawat jalan orangtua anak tetap dianjurkan untuk tidak

memberikan makanan yang banyak mengandung garam serta makanan yang berlemak kepada

anaknya, serta lebih banyak memberikan makanan yang mengandung protein seperti putih

telur, tahu dan tempe serta sayur dan buah-buahan.

Pembahasan pada kasus:

Pada kasus ini observasi harian seperti pengukuran tanda-tanda vital, pengukuran Berat

Badan tiap pagi,pengukuran lingkar pinggang,serta pengukuran diuresis masih kurang

terrpantau. Data yang disediakan masih belum lengkap.perlunya kelengkapan data fungsinya

untuk penatalaksanaan pada anak ini. Pemantauan untuk menilai perbaikan atau kemungkinan

19

Page 20: revisi lapkas 1

komplikasi yang akan terjadi.pentingnya penyuluhan pada kasus SN untuk mengurangi angka

kejadian relaps dikemudian hari.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin

pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)

2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

3. Edema

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:

Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut

dalam 1 minggu 3

Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan

Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah

respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun Dependen steroid : relaps terjadi

pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,

dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut

20

Page 21: revisi lapkas 1

Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full

dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

2.2 Etiologi

Berdasarkan etiologi:

• Sindrom nefrotik primer: umumnya diopatik, terjadi akibat kelainan pada ginjal itu

sendiri.

• Sindrom nefrotik sekunder: berasal dari luar ginjal, pada anak yang palig sering adalah

LES dan Henoch Scholein Purpura.

Berdasarkan histopatologi:

• SN perubahan minimal

• SN perubahan non minimal (glomerulosklerosis fokal segmental, GN membarnosa,

GN membranoproliferatif dan GN proliferative lain)

2.3 Patofisiologi

PROTEINURIA

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat

kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai

mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama

berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge

barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu

konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif  dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul

protein yang keluar melalui urin. Proteinuria Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri

21

Page 22: revisi lapkas 1

dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar

terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh

keutuhan struktur MBG.

Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan

mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan

terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada

GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.

Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam

sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG

sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat

endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan

meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui

HIPOALBUMINEMIA

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan

kehilangan protein melalui urin dan usus (protein loosing enteropathy). Pada SN

hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik

plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan

sintesis albumin. Jika peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya

hipoalbuminemia keadaan ini akan diikuti oleh keadaan hipovolemia yang mungkin

menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure. Penurunan

faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium dari glomerulus. Retensi Na+ dan air yang

berhubungan dengan sistem Renin-angiotensin aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom

nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan

air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran

tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron. Diet tinggi protein dapat

22

Page 23: revisi lapkas 1

meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat, mendorong peningkatan ekskresi albumin

melalui urin. Hipolabuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan

katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.

EDEMA

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill danoverfill.

Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya

edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga

cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan

tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal

melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi

ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi

natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.

Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum dan

edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan

konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk

mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga

terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan

tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG

dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi

natrium.

Kedua mekanisme underfill dan overfill tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.

Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal,

23

Page 24: revisi lapkas 1

jenis lesi glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan

mekanisme mana yang lebih berperan.

2.4 Gambaran Klinis

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan

disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala

infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati terhadap

kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat

badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:

1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah kepada

infeksi saluran kemih.

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio Konsensus Tata Laksana

Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak – Edisi kedua 3 protein/kreatinin pada urin pertama

pagi hari

3. Pemeriksaan darah

1.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit,

LED)

1.2 Albumin dan kolesterol serum

1.3 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwartz 1.4 Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik

pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-

DNA

2.6 Tata Laksana Umum

24

Page 25: revisi lapkas 1

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan

tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan

edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus

eritematosus sistemik, purpura Henoch Schonlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu

dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan

bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema

anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.

Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan

pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

Diitetik

Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan

menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi)

dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi

malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi

cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances)

yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak

menderita edema.

25

Page 26: revisi lapkas 1

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic

seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton

(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian

diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari

1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus albumin 20-

25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial

dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak

mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10

tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,

suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran

cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu

pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID Pada SN idiopatik, kortikosteroid

merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan

adalah prednison atau prednisolon.

A. TERAPI INSIAL

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi

steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari

atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi

remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap

26

Page 27: revisi lapkas 1

tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.

Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua

dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating

(selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan

steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid

B. PENGOBATAN SN RELAPS

diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang

mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian

prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila

terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria

menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan

proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan

prednison mulai diberikan.

C. PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID

Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)

1. Steroid jangka panjang

27

Page 28: revisi lapkas 1

Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah

remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb

secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb

setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang

tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini

disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian

dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan

prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara

alternating. Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/ kgbb

alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/ kgbb dalam dosis

terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison

diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating, kemudian diturunkan

0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis

prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau relaps yang terakhir. Bila

relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0

mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan

dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung

diberikan siklofosfamid (CPA).

2. Levamisol

Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan

dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek

samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan

neutropenia yang reversibel.

3. Sitostatika

28

Page 29: revisi lapkas 1

Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah

siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral

dengan dosis 2-3 mg/kgbb/ hari dalam dosis tunggal, maupun secara intravena atau

puls . CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/ m2 LPB, yang dilarutkan

dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan

sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah

6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang,

alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat

menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah

tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila

jumlah leukosit 5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL. Efek

toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif

mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai

dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan

dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil

pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi

4. Siklosporin (CyA)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau

sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari

(100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin

darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid,

CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid

dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps

kembali (dependen siklosporin).

29

Page 30: revisi lapkas 1

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)

Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik

dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau

25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.

Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.

KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK

1. INFEKSI

Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas selular, humoral dan gangguan system

komplemen. Penurunan IgG, IgA dan gamaglobulin sering ditemukan pada SN oleh karena

sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang

terbuang melalui urin.

2. TROMBOSIS

Trombosis terjadi akibat hiperkoagulasi. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan oleh

peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein mlalui urin.

3. GAGAL GINJAL AKUT.

Pasien SN berpotensi untuk mengalami gangguan ginjal akut melalui beberapa mekanisme.

Adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.

30