Upload
akbarsp1
View
224
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nv xvgdadn
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
ANAMNESA DAN PEMFIS AWAL DI UNIT GAWAT DARURAT
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama : An AH
Bin : Mn
Tanggal lahir : 27-07-2009
Usia : 6 th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
No RM : 439635
Tanggal masuk 21 agustus 2015 jam 20.08 WIB
2. Identitas orang tua/wali :
Ayah : Nama : Tn. N
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Buruh harian
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
Ibu : Nama : Ny. MM
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
II. ANAMNESIS
Pasien datang sendiri menuju UGD
Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien
Tanggal/jam : 21 Agustus 2015/ 20.08 WIB
1. Keluhan utama : Bengkak seluruh badan
2. Riwayat penyakit sekarang :
1
Bengkak seluruh badan sejak 1 minggu. Pasien mengeluh Muntah dan pegal pada
seluruh tubuh
3. Riwayat penyakit dahulu :sebelumnya pernah dengan gejala yang sama 4
kali,terakhir 8 bulan yang lalu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Kompos mentis
Pengukuran :
Tanda vital : Tensi : 120/90 mmHg
Nadi : Sulit Diperiksa
Suhu : 36,6o C
Respirasi : 24 x/menit
Berat badan : 28 kg
Tinggi badan : -
Lingkar Lengan Atas (LLA) : -
Lingkar kepala : -
2. Kepala : konjungtiva tidak anemis
Edema pada palpebra
3. Thorak :
a. Inpeksi : dada tampak simetris ,tidak nampak inctus cordis
b. Palpasi :dalam batas normal
c. Auskultasi : kedua lapang paru Vesikuker, ronchi tidak ditemukan, Whezzing
tidak terdengar.Bj 1 dan bj2 reguler,tidak ada suara tambahan
d. Perkusi :sonor pada ke dua lapang paru.
4. Abdomen[[
a. Inspeksi : perut membengkak dan cembung
b. Auskultasi : bising usus meningkat (7 kali permenit)
c. Perkusi : terdengar redup
d. Palpasi : terdapat distensi abdomen, shihftingdullnes positif
5. Ekstremitas :
2
: akral hangat, terdapat pitting udem pada ekstremitas
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 21 Agustus 2015
DPL, Profil Lipid, Albumin, Urine
V. PENATALAKSANAAN
1. IVFD D5 ¼ NS 6 tetes/menit
2. Venflon
3. Lasik 1x30 mg iv
4. Ranitidine 2x30 mg iv
5. Prednison 3 x 20 mg
6. Pemasangan kateter urin
7. Paracetamol syrup 3x 1 ½
8. Kaptopril 3x 6,25 oral
3
BAB II
PEMBAHASAN
I. Dasar Diagnosis
Pasien Sindroma Nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit
perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia.
DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Anamnesis
Pemfis Pemeriksaan penunjang
II. Identitas
a. Identitas penderita:
Nama : An AHBin
Tanggal lahir : 27-07-2009
Usia : 6 th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
No RM : 439635
Tanggal masuk 21 agustus 2015 jam 20.08 WIB
b. Identitas orang tua/wali :
4
Ayah : Nama : Tn. N
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Buruh harian
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
Ibu : Nama : Ny. MM
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pamatutan rt 56/23, sundawenang parung kuda
Pembahasan: penulisan data identitas sudah lengkap sesuai domisili yang tercantum
pada kartu tanda pengenal .
III. Anamnesis
Pasien datang sendiri menuju UGD
Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien
Tanggal/jam : 21 Agustusl 20015/ 20.08 WIB
a) Keluhan utama : Bengkak seluruh badan
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS wajah pasien membengkak dimulai dari
bagian kelopak mata dan menyebar kebagian wajah lainnya. Bengkak terjadi terus
menerus dan semakin hari tubuh pasien lainnya ikut membengkak, tangan, perut
dan kaki pasien membengkak menyebabkan pasien sulit beraktifitas dan berjalan.
Keluhan bengkak disertai warna urin yang bewarna putih keruh, saat di
UGD orang tua pasien mengaku pasien sulit berkemih dan jarang BAK, air kemih
jarang keluar Setelah dilakukan pemeriksaan pada skrotum pasien ikut
membengkak.
Orang tua pasien mengatakan sejak tadi pagi pasien muntah-muntah,
muntahan berupa cairan, berukuran setengah gelas akua,hari ini pasien muntah
sebanyak 3 kali.
Saat datang ke UGD pasien amat sangat rewel dan terlihat sesak sehingga
diberikan bantuan oksigen, menurut Ortu pasien,pasien rewel karena seluruh
tubuhnya terasa sakit.
5
b) Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah dengan gejala yang sama 4 kali,terakhir 8 bulan yang
lalu. Awal mula terjadinya bengkak pada pasien diakui ibu pertama kali setelah
pasien mengalami sakit gigi.
c) Riwayat perkembangan
Saat ini Anak duduk di TK dan dapat beraktifitas sesuai umur dan dapat
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
d) Riwayat Psikososial
Pasien merupakan anak Ke 5 dari 6 bersaudara.Anak tinggal di rumah
bersama orang tua dan 5 orang saudaranya juga nenek Os. Pasien tinggal dilingkungan
pedesaan dan termasuk lingkungan menengah kebawah.
Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 1tahun. Dan selanjutnya
dieberikan makanan tambahan lainnya seperti bubur pabrikan ataupun bubur buatan.
Anak suka makan makanan yang gurih dan termasuk anak yang sering mengkonsumsi
makanan berpengawet yang tersedia diwarung.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : komposmentis
Antropometri
o Berat Badan : 28 kg
o Tinggi Badan : -
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/90
b. Pernapasan : 24 x/menit
c. Nadi : sulit diperiksa
d. Suhu : 36,6 oC
Kepala Normocephal
Mata Ditemukan pembengkakan pada kedua
6
Pembengkakan palpebra palpebra
Mulut
Bibir membengkak
Mukosa mulut kering
Bibir terlihat membengkak
-
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Dada tampak simetris, tidak ada dada
yang tertinggal.
Vocal fremitus terasa tidak menurun
Sonor, perkusi tidak pekak
Suara nafas vesikuler,tidak ada suara
tambahan seperti ronchi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Cembung
Bising usus meningkat
Saat perkusi abdomen terdengar redup
Distensi positif,Shipthing dullnes
positif
Ekstremitas sup dan inf
Inspeksi
Palpasi
Udem pada ektremitas atas dan bawah
Tidak ada sianosis
Pitting udem positif,akral hangat,crt
<2detik
V. Pemeriksaan penunjang pertama kali
Jenis
pemeriksaa
n
Nilai Nilai
normal
Jenis
pemeriksaan
Nilai Nilai
normal
Hb 12,2 13-16 ureum 122 10-50
7
Lekosit 22.900 4000-11.000 Creatinin 0,7 0,6-11
Trombosit 236.000 150.000-
400000
Kolestrol 511 <220
hematokrit 36% 40-45 HDL 20 >35
LDL 355 <150
Trigliserid 680 <200
Albumin 1,76 3,2-4,8
Globulin 0,72 2,3-4,8
VI. Diferensial Diagnosis
Sindroma Nefrotik dengan gagal ginjal
Sindroma nefrotik rellaps sering / dependend steroid
VII. Working Diagnosis
Sindroma Nefrotik dengan gagal ginjal
VIII. Penatalaksanaan
non medikamentosa:
Diitetik
diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/kgbb/hari)
hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Medikamentosa:
Pemberian albumin saat kadar albumin <1,5
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
8
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk
menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian
furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya,
dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit
untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi
asites berulang.
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari
IVFD D5 ¼ NS 6 tetes/menit
HIPERTENSI
Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin converting
enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel blockers, atau
antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.
Diberikan captopril
IX. OBSERVASI/ FOLLOW UP
1. 22- agustus-2015
S: Bengkak seluruh badan sejak 1minggu, BAK keruh,sesak
9
O: CM,Edema anasarka
Cor: BJ1 dan BJ2 regular tidak ada suara mur-mur dan gaallop
Pulmonal : Ronchi pada kedua lapang paru , whezzing tidak ditemukan
Abdomen : Cembung, asites positif, hati dan limfa tidak teraba, bising usus
4x/menit.
A: Sindroma Nefrotik dengan Hipoalbumin berat (albumin <1,5)
P : dextrose 5%
Ceftriaxone 2x1gr
Human albumin 100 cc, pertengahan furosemid 20 mg
Prednison
Diet rendah garam
Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 22 Agustus 2015
Albumin : 1,68 gr/dl
Natrium : 132 gr/dl N=135-156
Kalium : 4,7 gr/dl
2. Pemeriksaan kimia darah dan follow up tanggal 23 agustus 2015
Albumin : 1,67
Albumin : 1,25
S: -
O: TD 130/80 S:35,6 C
N:99x/m R :23 x/menit
Bb:34
Lp: 82
Diuresis:25 ml/jam
A: Sindroma Nefrotik
P: transfusi albumin 100 cc injek lasik 20 mg di pertengahan
3. Pemeriksaan urin tanggal 24 agustus 2015
Makroskopik :
Warna : Kuning Kekeruhan : keruh
Mikroskopik :
10
Berat jenis : 1.015 Ph :6
Nitrit : - Protein : -
Glukosa : - Keton : -
Urobilin :- Bilirubin :-
Blood :+1
Sedimen
lekosit : 1 – 2 / lpb Eritrosit : 2 –3 / lpb
Epitel : 1-2 Kristal : (-)
Silinder : (-) Bakteri : (-)
S: Udem Anasarka
O: Kolestrol 511
TG :680
Albumin 1,67
Na :132
Ureum 122
BB:34
Lp:82
Diuresis :15 ml/jamA: Diagnosa NS
Perubahan nilai lab terkait gizi kolestrol,TG diatas normal ketidak sesuaian intake
asam amino
P:Konsultasi GIZI dengan pemberian diet rendah garam dan kolestrol serta pembatasan
protein nabati. pengurangan diit lemak, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan
normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.
4. Pemeriksaan kimia darah 25- agustus-2015
Hb :12,2 %
Ht :37%
S:perut masih membuncit,disertai batuk
O: Kesadaran Composmentis
11
Mata tidak anemis Sklera tidak ikterik
Thorak : Simetris
Pulmo : Whezzing - Ronchi (-)
Cor : Bj 1 dan BJ2 reguler, murmur (-)
Ektremitas : udem, bagian tangan membaik tetapi bagian kaki masih bengkak
BB:34
Lp:80
Diuresis :7,3 ml/jam
A: Nefrotik Sindrom
P : dextrose 8 tpm
Ceftriaxone 2x 1gr
Ambroxol 1 tab dan salbutamol 1,2 mg dijadikan puyer 3x1
5. Pemeriksaan feses dan follow up 26- agustus-2015
S:BaB kehitaman
O: TD 130/100 RR:22x/m N:79x/menit
BB:34,6
Lp:78 Diuresis :7 ml/kgbb
A: NS
P: Dextrose 5%
Ceftriaxone
Prednison
Vit k ½ ampul (ekstra)
Cek hb dan feses rutin
Makro :
Warna :kecoklatan
Konsistensi :lembek
Lendir : (+)
Darah : (-)
Mikro :
Lekosit :5-6
12
Eritrosit :2-3
Amuba : (-)
Telur cacing : (-)
6. Pemeriksaan urin 27- agustus-2015
S: BAB berdarah
O: komposmentis
Konjungtiva tidak anemis sklera ikterik -/-
Limfadenopati (-)
Thorak :simetris
Cor : Bj 1 dan Bj 2 reguler , tidak ada murmur
Abdomen :
BB:32
Lp :78 Diuresis :25 ml/kgbb
A: Sindroma nefrotik
P: prednison di stop
Metylprednisolon
Pemberian albumin
Warna :kuning
Kekeruhan :keruh
Beraat jenis :1.020
PH : -
Lekosit : -
7. Pemeriksaan kimia darah 29- agustus 2015
S: Udem anasarka
O: kesadaran: komposmentis
Konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
BB:30
Lp:74 Diuresis:40 ml/kgbb
A: NS dan Hipoalbumin
P: albumin 100 ml
13
Furosemid 30 mg
Transfusi albumin
Hb :10,7%
Lekosit :12500
Trombosir :732.000
Hematokrit :33 %
Albumin : 0,72 gr/dl
8. Pemeriksaan kimia darah dan follow up 30 agustus 2015
Albumin :0,93
S/O: LP 76
Diuresis 500 cc/5jam
BB :30,9
TD :140/90
BB:29
Lp:72 Diuresis:41 ml/kgbb
A: SN dan hipoalbumin
P: Tranfusi human albumin 100 ml dilanjutkan
9. Pemeriksaan kimia darah tanggal 31 agustus 2015
Albumin 0,90
Pemeriksaan pada lab lainnya
Albumin : 3,32
Protein total : 13,54
Globulin : 10,226
S: KU berkurang,kesadaran CM, udem pada bagian kaki wajah perut mulai berkurang
O: TD:120/90 LP:71 BB:29,8
A: SN dengan hipoalbumin
P: posisikan tubuh,miring kiri kanan.posisikan pasien 30 derajat.
14
1 Agustus 2015
S: udem semakin berkurang pasien sudah bisa beraktifitas
O: BB:28,4 LP: 71 batuk (+)
BB:28,4
Lp:71 Diuresis:49 ml/kg bb
A:SN
P: Amipase distop
Kaptopril
Metil prednisolon
Diet
Ceftriaxone
Kateter dilepas
Lab ulang
Tabel diuresis,bb,lp
22/08/2015
-
23/08/2015
Bb:34
Lp: 82
Diuresis:25
ml/jam
24/08/2015
BB:34
Lp:82
Diuresis :15
ml/jam
25/06/2015
BB:34
Lp:80
Diuresis :7,3
ml/jam
26/08/2015
BB:34,6
27/08/2015
BB:32
28/08/2015
BB:30
29/08/2015
BB:30
15
Lp:78
Diuresis :7
ml/kgbb
Lp :78
Diuresis :25
ml/kgbb
Lp:74
Diuresis :20
ml/kg bb
Lp:74
Diuresis:40
ml/kgbb
30/08/2015
BB:29
Lp:72
Diuresis:41
ml/kgbb
01/09/2015
BB:28,4
Lp:71
Diuresis:49
ml/kg bb
3/09/2015
Bb:25,1
Lp:60
RESUME
Nama : An. AH
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 6 tahun
Berat badan : 28 kg
Keluhan utama : Badan bengkak
Os datang dalam keadaan udem seluruh tubuh yang sudah berlangsung selama
kurang lebih 1minggu,udem pertama terjadi pada daerah wajah . dikarenakan udem
selruh tubuh, saat datang ke UGD pasien tidak dapat berjalan.keluhan lainnya adalah
warna air seni pasien yang berubah menjadi putih keruh yang berbeda dari
biasanya.orang tua Os mengatakan pasien sering muntah,dan os mengaku seluruh badan
terasa nyeri.sebelumnya pasein pernah mengalami gejala seperti ini sebanyak 4x terkahir
gejala timbul sekitar 8 bulan lalu dan mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
16
Tensi : 120/90 mm/Hg
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis -/-, palpebra membengkak +/+, Air mata (+),
Mulut : Bibir kering (-), Mukosa mulut kering (-)
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : Kembung (-), Bising usus meningkat, Distensi (-), Turgor kembali
lambat
17
RANGKUMAN PEMBAHASAN
Pada kasus ini ada seorang anak berusia 6 tahun datang ke rumah sakit
SEKARWANGI. Berdasarkan alloanamnesa dengan orangtua penderita, dan setelah dilakukan
pemeriksaan fisik, didapatkan :
Keluhan utama berupa badan bengkak atau sembab.
Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (puffy face), dada, perut, lengan dan
tungkai,bagian genitalia
Adanya keluhan mual dan muntah
Adanya hipertensi ringan dan sedang
Adanya oliguria
Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah sindrom
nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
diperoleh hasil :
Jenis
Pemeriksaan
Nilai Jenis
Pemeriksaan
Nilai Jenis
Pemeriksaan
Nilai
Leukosit
(per mm3)
22.900 Creatinin 0,7 Albumin 1,76
Hb (gr%) 12,2% Kolestrol 511 Globulin 2,64
Ureum 122 HDL 20
Hematoktrit
(%)
36 LDL 355,0
Trombosit
( per mm3)
660.000 TRIGILISERID 680
Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosa sindrom
nefrotik. Dan hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis yang terdiri dari
edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan
proteinuria.
18
Penyebab utama terjadinya SN pada anak ini tidak diketahui (idiopatik) dan sesuai
teori di atas diduga tipe dari lesi glomerularnya adalah minimal change disease (MCD).
Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe dari SN ini adalah dengan melakukan biopsi ginjal.
Namun hal ini tidak dilakukan karena anak ini masih berumur 6 tahun .
SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis yang
ditimbulkan sama yakni berupa edema. Pada anak ini ditemukan adanya hipertensi
Pasien anak ini dirawat inap selama 10 hari dan dilanjutkan dengan rawat jalan. Hal ini
dilakukan karena secara klinis edema berkurang, tekanan darah sudah kembali normal,
pemberian obat dapat dilakukan secara oral, anak sudah dapat beraktivitas seperti biasa dan
terlihat sehat, serta orangtua anak kooperatif untuk terus memberikan pengobatan kepada
anaknya selama dirumah. Pada pasien ini dianjurkan kontrol setiap minggunya Bila tercapai
remisi pengobatan dilanjutkan dengan pemberian prednison dosis 40 mg/m2/hari (12,5
mg.kgbb/hari) yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau
selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu.
Jika ternyata ternyata tidak tercapai remisi atau terjadi relaps, maka terapi yang
diberikan seperti terapi awal yaitu 60 mg/m2/hari (2mg/kgbb/hari) selama 4 minggu. Setelah 4
minggu dilakukan kembali pemeriksaan protein urine selama 3 hari berturut-turut dan
pemeriksaan laboratorium. Bila tercapai remisi dosis diturunkan menjadi 1,5 mg/kgbb/hari
selama 4 minggu. Tetapi bila tetap tidak tercapai remisi ( 2x relaps) maka dianggap steroid
non responsif. Maka dalam hal ini diberikan sitostatika klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari atau
siklofosfamid 2 mg/kgbb/hari dan steroid intermitten (prednison 0,2 mg/kgbb/hari).
Penatalaksanaan pada kasus ini yakni secara non medikamentosa dengan diet rendah
protein dan rendah garam. Pada saat rawat jalan orangtua anak tetap dianjurkan untuk tidak
memberikan makanan yang banyak mengandung garam serta makanan yang berlemak kepada
anaknya, serta lebih banyak memberikan makanan yang mengandung protein seperti putih
telur, tahu dan tempe serta sayur dan buah-buahan.
Pembahasan pada kasus:
Pada kasus ini observasi harian seperti pengukuran tanda-tanda vital, pengukuran Berat
Badan tiap pagi,pengukuran lingkar pinggang,serta pengukuran diuresis masih kurang
terrpantau. Data yang disediakan masih belum lengkap.perlunya kelengkapan data fungsinya
untuk penatalaksanaan pada anak ini. Pemantauan untuk menilai perbaikan atau kemungkinan
19
komplikasi yang akan terjadi.pentingnya penyuluhan pada kasus SN untuk mengurangi angka
kejadian relaps dikemudian hari.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:
Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu 3
Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan
Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun Dependen steroid : relaps terjadi
pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,
dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut
20
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full
dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
2.2 Etiologi
Berdasarkan etiologi:
• Sindrom nefrotik primer: umumnya diopatik, terjadi akibat kelainan pada ginjal itu
sendiri.
• Sindrom nefrotik sekunder: berasal dari luar ginjal, pada anak yang palig sering adalah
LES dan Henoch Scholein Purpura.
Berdasarkan histopatologi:
• SN perubahan minimal
• SN perubahan non minimal (glomerulosklerosis fokal segmental, GN membarnosa,
GN membranoproliferatif dan GN proliferative lain)
2.3 Patofisiologi
PROTEINURIA
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urin. Proteinuria Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri
21
dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh
keutuhan struktur MBG.
Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan
mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan
terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada
GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.
Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam
sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG
sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat
endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan
meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui
HIPOALBUMINEMIA
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin dan usus (protein loosing enteropathy). Pada SN
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sintesis albumin. Jika peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia keadaan ini akan diikuti oleh keadaan hipovolemia yang mungkin
menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure. Penurunan
faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium dari glomerulus. Retensi Na+ dan air yang
berhubungan dengan sistem Renin-angiotensin aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom
nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan
air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran
tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron. Diet tinggi protein dapat
22
meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat, mendorong peningkatan ekskresi albumin
melalui urin. Hipolabuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan
katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill danoverfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi
ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi
natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum dan
edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga
terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan
tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG
dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi
natrium.
Kedua mekanisme underfill dan overfill tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.
Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal,
23
jenis lesi glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan
mekanisme mana yang lebih berperan.
2.4 Gambaran Klinis
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan
disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala
infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat
badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah kepada
infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio Konsensus Tata Laksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak – Edisi kedua 3 protein/kreatinin pada urin pertama
pagi hari
3. Pemeriksaan darah
1.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit,
LED)
1.2 Albumin dan kolesterol serum
1.3 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz 1.4 Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-
DNA
2.6 Tata Laksana Umum
24
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan
tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi)
dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi
malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi
cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances)
yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
25
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari
1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,
suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID Pada SN idiopatik, kortikosteroid
merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan
adalah prednison atau prednisolon.
A. TERAPI INSIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari
atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi
remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap
26
tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.
Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan
steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid
B. PENGOBATAN SN RELAPS
diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang
mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria
menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan
proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan
prednison mulai diberikan.
C. PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
1. Steroid jangka panjang
27
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah
remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb
secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb
setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang
tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini
disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian
dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan
prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara
alternating. Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/ kgbb
alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/ kgbb dalam dosis
terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison
diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating, kemudian diturunkan
0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis
prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau relaps yang terakhir. Bila
relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0
mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan
dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung
diberikan siklofosfamid (CPA).
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek
samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan
neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatika
28
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral
dengan dosis 2-3 mg/kgbb/ hari dalam dosis tunggal, maupun secara intravena atau
puls . CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/ m2 LPB, yang dilarutkan
dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan
sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah
6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang,
alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah
tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila
jumlah leukosit 5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL. Efek
toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai
dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan
dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil
pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari
(100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin
darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid,
CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid
dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps
kembali (dependen siklosporin).
29
5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik
dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau
25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.
Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK
1. INFEKSI
Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas selular, humoral dan gangguan system
komplemen. Penurunan IgG, IgA dan gamaglobulin sering ditemukan pada SN oleh karena
sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang
terbuang melalui urin.
2. TROMBOSIS
Trombosis terjadi akibat hiperkoagulasi. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein mlalui urin.
3. GAGAL GINJAL AKUT.
Pasien SN berpotensi untuk mengalami gangguan ginjal akut melalui beberapa mekanisme.
Adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.
30