Upload
alit-saputra
View
40
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
resusitasi neonatus
Citation preview
Resusitasi Neonatus
2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care
Pedoman ini merupakan bukti interpretasi dari presentasi pada
International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendations 2010. Mereka
secara khusus menerapkannya pada bayi baru lahir yang mengalami transisi dari
dalam rahim menuju kehidupan di luar rahim, tetapi rekomendasi ini juga bisa
diterapkan pada neonatus yang telah menyelesaikan transisi perinatal dan
membutuhkan resusitasi dalam waktu minggu pertama kelahiran sampai bulan
awal kelahiran. Praktisi klinis yang meresusitasi bayi baru lahir atau kapan pun
dalam perawatan awal seharusnya mengikuti pedoman ini. Untuk tujuan pedoman
ini dibuat, istilah “newborn” dan “neonates” mengarah pada bayi dalam
perawatan awal. Istilah “newly born” mengarah spesifik pada bayi baru lahir.
Diperkirakan 10% dari bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai
bernafas saat lahir. Kurang dari 1% membutuhkan tindakan resusitasi ekstensif.
Walaupun mayoritas bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi untuk transisi
dari dalam rahim menuju kehidupan diluar rahim, karena jumlah kelahiran total
yang besar, sejumlah besar pula akan membutuhkan resusitasi. Sejumlah bayi
baru lahir yang tidak membutuhkan resusitasi dapat diidentifikasi dengan cepat
menggunakan karakteristik berikut :
Umur kehamilan
Menangis / Bernafas
Tonus otot baik
Apabila jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut adalah “iya”, maka bayi tersebut
tidak memerlukan resusitasi dan seharusnya tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi
tersebut dikeringkan kemudian diletakkan pada dada ibunya sehingga terjadi
kontak kulit dengan kulit ibunya dan diselimuti dengan kain linen yang kering
1
untuk menjaga temperatur. Observasi pernafasan, aktivitas, dan warna dilakukan
secara bersamaan. Apabila terdapat jawaban “tidak”, bayi mendapat 4 kategori
tindakan secara berurutan :
a. Tindakan inisiasi untuk stabilisasi (memberikan kehangatan, bersihkan
jalan nafas bila perlu, keringkan, dan rangsang)
b. Ventilasi
c. Pijatan jantung luar (kompresi dada)
d. Pemberian epinefrin dan / atau ekspansi volume
Diperkirakan selama 60 detik (The Golden Minute) dialokasikan untuk tindakan
inisiasi, reevaluasi, dan memulai ventilasi apabila dibutuhkan. Keputusan untuk
tindakan lebih lanjut tergantung tindakan inisiasi yang terdiri dari penilaian secara
simultan dua karakteristik vital : respirasi (apnea, gasping, sulit bernafas, dan
tidak sulit bernafas) dan denyut jantung (lebih dari atau kurang dari 100 kali per
menit). Penilaian pada denyut jantung seharusnya dilakukan dengan
mendengarkan denyut precordial secara perlahan. Saat denyut dapat dideteksi,
palpasi denyut umbilikal dapat pula memberikan estimasi yang cepat dan akurat
daripada tempat lain.
Pulse oxymetry dapat memberikan penilaian secara berkelanjutan tanpa
interupsi dari tindakan resusitasi lain, tetapi peralatan ini membutuhkan waktu 1-2
menit untuk dapat digunakan, dan tidak dapat berfungsi apabila kondisi curah
jantung atau perfusi sangat kurang. Apabila ventilasi tekanan positif atau
pemberian oksigen tambahan dimulai penilaian seharusnya terdiri dari evaluasi
secara simultan tiga karakteristik vital : denyut jantung, respirasi, dan keadaan
oksigenasi, yang dapat diukur secara optimal menggunakan pulse oxymetry seperti
yang didiskusikan pada “Assessment of Oxygen Need and Administration of
Oxygen”. Indikator yang paling sensitif pada respon keberhasilan pada setiap
langkah adalah peningkatan denyut jantung.
2
Antisipasi Keperluan Resusitasi
Antisipasi dengan persiapan yang adekuat, evaluasi yang akurat, dan inisiasi awal
sebagai dukungan merupakan hal yang penting untuk resusitasi neonatus yang
sukses. Pada setiap persalinan seharusnya minimal terdapat satu petugas yang
bertanggung jawab untuk bayi yang baru lahir. Orang ini harus mampu melakukan
inisiasi resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi
dada. Selain itu petugas tersebut atau petugas lain yang ada harus memiliki
kemampuan untuk melakukan resusitasi yang tepat, termasuk intubasi endotrakea
dan pemberian obat-obatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prosedur
section cesarean yang dilakukan menggunakan anesthesia regional pada 37
sampai 39 umur kehamilan, tanpa adanya factor risiko antenatal dibandingkan
dengan persalinan pervaginam tidak ada peningkatan risiko pada bayi yang
membutuhkan intubasi endotrakea.
Dengan perhatian yang lebih mendalam untuk faktor risiko, mayoritas bayi
yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum persalinan. Apabila
kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi, penambahan petugas dengan kemampuan
tertentu harus diikutkan dan peralatan yang dibutuhkan sebaiknya disiapkan.
Faktor risiko yang dapat diidentifikasi dan peralatan yang dibutuhkan untuk
resusitasi tertera di dalam Textbook of Neonatal rescucitation, 6th Edition
(American Academy of Pediatrics, in press). Apabila diperkirakan persalinan
prematur (umur kehamilan <37 minggu ) akan dibutuhkan persiapan khusus. Bayi
prematur memiliki paru-paru yang immatur yang lebih sulit diventilasi dan juga
lebih berisiko mengalami kerusakan saat diberikan ventilasi tekanan positif. Bayi
prematur juga memiliki pembuluh darah yang immatur pada otak yang berisiko
pada perdarahan; kulit yang tipis dan area yang luas, hal ini berkontribusi pada
kehilangan panas yang cepat; peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi; dan
peningkatan risiko terjadinya syok hipovolemik yang berhubungan dengan
volume darah yang sedikit.
3
Langkah Awal (Inisiasi)
Langkah resusitasi awal untuk resusitasi menyediakan kehangatan dengan
meletakkan bayi dibawah radiant heater, posisikan kepala bayi pada posisi
sniffing untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan apabila diperlukan
menggunakan suction catheter atau bulb syringe, keringkan bayi, dan stimulasi
bayi untuk bernafas. Penelitian sebelumnya telah menguji beberapa aspek untuk
tindakan inisiasi awal ini. Penelitian ini diringkas selanjutnya.
Pengaturan Suhu
Berat bayi lahir sangat rendah (<1500 g) bayi prematur pada umumnya akan
menjadi hipotermia walaupun menggunakan cara tradisional dalam menurunkan
kehilangan panas. Untuk alasan ini teknik penambahan pemanasan
direkomendasikan (seperti pemanasan ruang persalinan menjadi 260C,
menyelimuti bayi dengan pembungkus plastic tertentu, heat resistant plastic)
(Class I, LOE A) menempatkan bayi di atas matras eksoterm (Class IIb, LOE B),
menempatkan bayi pada radiant heater (Class IIb, LOE C). Temperatur bayi
harus dimonitoring secara ketat karena pergeseran. Tetapi penjelasan tentang
risiko terjadinya hipertermia saat teknik ini dikombinasikan (Class IIb, LOE B).
Teknik yang lain digunakan untuk mempertahankan temperatur selama
penstabilan bayi dalam ruang persalinan yang telah digunakan (pemanasan awal
linen, pengeringan dan membendung, penempatan bayi antara kulit bayi dan kulit
ibunya dan selimuti keduanya dengan selimut), tetapi hal-hal tersebut tidak
dipelajari secara spesifik (Class IIb, LOE C). Semua prosedur resusitasi, termasuk
intubasi endotrakea, kompresi dada, dan pemasangan jalur intravena, dapat
dilakukan dengan intervensi untuk mempertahankan suhu secara bersamaan
(Class IIb, LOE C).
Bayi lahir dari ibu yang mengalami demam dilaporkan memiliki insiden
yang lebih tinggi mengalami depresi nafas perinatal, kejang neonatus, dan
cerebral palsy serta peningkatan risiko kematian. Penelitian pada hewan
mengindikasikan bahwa hipertermia selama atau setelah iskemia berhubungan
dengan progresifitas cedera otak. Menurunkan temperatur dapat pula menurunkan
4
kerusakan neuronal. Hipertermia seharusnya dihindari (Class IIb, LOE C).
Tujuannya adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia iatrogenik.
Membebaskan Jalan Nafas
Pada cairan amnion yang jernih
Terdapat bukti pada proses suction (penghisapan) dapat mengakibatkan
bradikardia selama resusitasi dan proses suction pada trakea bayi terintubasi yang
mendapat ventilasi mekanikal dalam Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dapat
dihubungkan dengan penurunan compliance paru dan oksigenasi serta penurunan
kecepatan aliran darah otak apabila dilakukan secara rutin (dalam ketiadaan
sekresi nasal dan oral). Walaupun terdapat pula bukti bahwa proses suction saat
terdapat sekresi dapat menurunkan resistensi respirasi. Sementara hal ini
direkomendasikan bahwa proses suction segera setelah lahir (termasuk suction
menggunakan bulb syringe) seharusnya dilakukan untuk bayi yang mengalami
obstruksi jalan nafas spontan atau yang memerlukan ventilasi tekanan positif
(Class IIb, LOE C).
Pada keadaan adanya mekonium
Aspirasi mekonium sebelum persalinan, selama kelahiran, atau selama resusitasi
dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium berat (MAS). Dalam sejarahnya
teknik yang bervariasi telah direkomendasikan untuk menurunkan insiden MAS.
Proses suction pada orofaring sebelum melahirkan bahu dahulunya selalu
dipertimbangkan, sampai sebuah penelitian randomized control trial
menunjukkan hal tersebut tidak bermakna. Intubasi endotrakea elektif dan proses
suction langsung pada trakea direkomendasikan sebagai inisiasi pada seluruh bayi
baru lahir dengan meconium-stained sampai sebuah penelitian menunjukkan
bahwa melakukan tindakan tersebut tidak bermakna pada kelahiran vigorous
baby. Walaupun bayi terlahir dengan cairan amnion yang tercampur dengan
mekonium (MSAF) dapat meningkatkan risiko terjadinya MAS, suction trakea
tidak memiliki hubungan dengan menurunnya insiden MAS atau kematian pada
bayi ini. Satu-satunya bukti bahwa proses suction trakea mekonium dapat
digunakan berdasarkan perbandingan bayi yang di-suction dengan riwayat
5
terkontrol, dan terdapat bias pemilihan dalam kelompok tersebut, dimana bayi
yang terintubasi diikutkan dalam kelompok tersebut.
Dalam ketiadaan penelitian randomized, controlled trials, hal ini
menyebabkan kurangnya bukti untuk merekomendasikan perubahan pada
pelatihan sebelumnya untuk melakukan suction endotrakea pada non-vigorous
baby dengan cairan amnion yang bercampur dengan mekonium. Walaupun begitu,
apabila pemasangan intubasi lebih lama dari biasanya atau gagal, bag-mask
ventilation harus dilakukan dan diperhatikan apabila terdapat persisten
bradikardia.
Penilaian Keperluan Oksigen dan Pemberian Oksigen
Terdapat banyak bukti bahwa tingkatan oksigen dalam darah bayi uncompromised
secara umum tidak pernah mencapai nilai ekstrauterinenya sampai 10 menit
setelah kelahiran. Saturasi oxyhemoglobin bisa secara normal dalam batas 70%
sampai dengan 80% untuk beberapa menit setelah kelahiran, hal tersebut
menghasilkan bayi tampak sianosis selama waktu tersebut. Penelitian lain telah
menunjukkan penilaian klinis terhadap warna kulit merupakan indikator yang
buruk terhadap saturasi oxyhemoglobin selama periode neonatus awal dan
dijelaskan pula bahwa sedikit dari penampakan sianosis muncul sebagai indikator
yang buruk untuk menentukan tingkatan oksigenasi pada bayi uncompromised
setelah kelahirannya.
Pengaturan oksigen yang optimal selama resusitasi neonatus menjadi hal
yang cukup penting karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kekurangan maupun
kelebihan oksigen dapat membahayakan bagi bayi baru lahir. Hipoksia dan
iskemia diketahui sebagai penyebab kerusakan multiorgan. Sedangkan terdapat
bukti eksperimen yang berkembang sebaik bukti dari penelitian bayi yang
mendapat resusitasi, bahwa hasil yang berkebalikan dapat terjadi apabila bayi
terpapar oksigen berlebihan selama atau setelah resusitasi.
6
Pulse Oxymetry
Beberapa penelitian menjelaskan persentil saturasi oksigen berfungsi sebagai
waktu dari kelahiran pada bayi. Hal ini dikategorikan pengukuran baik preductal
maupun postductal, persalinan melalui operasi maupun pervaginam dan hal
tersebut disesuaikan dengan permukaan laut dan ketinggian.
Pulse oxymetry generasi baru yang didesain untuk neonates telah mampu
menunjukkan pembacaannya dalam 1 sampai 2 menit setelah kelahiran. Peralatan
ini mayoritas dapat dipercaya dalam penggunaan pada bayi prematur, cukup
bulan, memerlukan resusitasi maupun tidak, sepanjang terdapat curah jantung
yang cukup dan aliran darah perifer sehingga denyut bisa dideteksi oleh oximeter.
Hal ini juga direkomendasikan bahwa oxymetry digunakan saat pemberian
resusitasi bisa diantisipasi, saat tekanan positif diberikan untuk nafas yang
frekuensinya berkurang, saat sianosis yang persisten, atau pemberian suplementasi
oksigen. (Class I, LOE B)
Untuk membandingkan secara jelas saturasi oksigen dengan data yang
disajikan probe seharusnya dipasang pada lokasi preductal (ekstremitas kanan
atas, umumnya pergelangan tangan , atau telapak tangan bagian dalam). Terdapat
beberapa bukti bahwa memasang probe pada bayi sebelum menghubungkan probe
pada instrumen dapat memfasilitasi perolehan sinyal tercepat. (Class IIb, LOE C)
Pemberian Suplementasi Oksigen
Dua penelitian meta analisis dari beberapa randomized controlled trials
membandingkan resusitasi neonatus yang diinisiasi udara ruangan berbanding
oksigen 100% memperlihatkan peningkatan kelangsungan hidup saat resusitasi
diinisiasi dengan udara ruangan. Tidak terdapat penelitian pada bayi cukup bulan
yang membandingkan hasil saat diresusitasi dengan konsentrasi oksigen selain
oksigen 100% atau udara ruangan. Satu penelitian pada bayi prematur
menunjukkan bahwa inisiasi resusitasi dengan udara campuran (oksigen dan
udara) dihasilkan lebih sedikit hipoksemia atau hiperoksemia seperti dijelaskan
oleh investigator bahwa saat resusitasi diinisiasi dengan udara atau oksigen 100%
dilanjutkan dengan titrasi dengan campuran oksigen dan udara yang dapat diukur.
7
Dalam ketiadaan penelitian yang membandingkan hasil resusitasi yang
diinisiasi dengan konsentrasi oksigen yang lain atau target pada saturasi
oxyhemoglobin yang bervariasi, hal itu direkomendasikan bahwa tujuan bayi
diresusitasi saat lahir baik prematur maupun cukup bulan seharusnya memiliki
nilai saturasi oksigen pada kisaran interquartil saturasi preductal yang diukur pada
bayi cukup bulan yang sehat setelah persalinan pervaginam pada ketinggian
permukaan laut. Target ini dapat dicapai dengan menginisiasi resusitasi dengan
udara atau oksigen campuran, dan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai
SpO2 pada kisaran yang telah dijelaskan sebelumnya menggunakan pulse
oxymetry (Class IIb, LOE C). Apabila oksigen campuran tidak ada, resusitasi
seharusnya diinisiasi dengan udara ruangan (Class IIb, LOE B). Apabila bayi
mengalam bradikardia (HR < 60 kali per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan
konsentrasi oksigen yang lebih rendah, seharusnya konsentrasi oksigennya
ditingkatkan menjadi 100% sampai denyut jantung kembali normal (Class IIb,
LOE B).
Ventilasi Tekanan Positif (PPV)
Jika bayi tetap apnea atau terengah-engah, atau jika denyut jantung tetap <100 per
menit setelah pemberian langkah awal, mulai PPV.
Inisiasi Pernafasan dan Nafas Bantuan
Inflasi awal setelah melahirkan, baik spontan atau dibantu, untuk memenuhi
kapasitas fungsional residual (FRC). Tekanan yang optimal, waktu inflasi, dan
laju aliran yang dibutuhkan untuk membangun FRC efektif bila PPV diberikan
selama resusitasi belum ditentukan. Bukti dari penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa paru-paru prematur mudah terluka oleh inflasi volume yang
besar segera setelah lahir. Ratio nafas bantuan umumnya digunakan 40 sampai 60
kali per menit, namun efektivitas relatif dari berbagai ratio belum diselidiki.
Ukuran primer ventilasi awal yang memadai adalah peningkatan denyut
jantung yang cepat. Gerakan dinding dada harus dinilai jika denyut jantung tidak
membaik. Tekanan puncak inflasi awal yang dibutuhkan bervariasi dan tidak
terduga dan seharusnya tersendiri untuk mencapai peningkatan denyut jantung
8
atau gerakan dada pada setiap napas. Tekanan inflasi harus dipantau; tekanan
inflasi awal dari 20 cmH2O mungkin efektif, tetapi ≥ 30 sampai 40 cmH2O
mungkin diperlukan dalam beberapa bayi cukup bulan tanpa pernafasan spontan
(Kelas IIb, LOE C). Jika keadaan menghalangi penggunaan pemantauan tekanan,
inflasi minimal dibutuhkan untuk mencapai peningkatan denyut jantung. Ada
bukti yang cukup untuk merekomendasikan waktu inflasi optimal. Singkatnya,
pernafasan bantuan harus diberikan pada kisaran 40 sampai 60 kali per menit
untuk segera mencapai atau mempertahankan denyut jantung > 100 per menit
(Kelas IIb, LOE C).
Penggunaan detektor colorimetric CO2 selama ventilasi sungkup muka pada
sejumlah kecil dari bayi prematur di ruang intensif perawatan dan di ruang
bersalin telah dilaporkan, dan detector sejenis dapat membantu untuk
mengidentifikasi sumbatan jalan nafas. Namun, tidak jelas apakah penggunaan
detektor CO2 selama ventilasi sungkup muka memberikan manfaat tambahan
yang lebih baik dari pemeriksaan klinis (Kelas IIb, LOE C).
Tekanan Akhir Ekspirasi
Banyak ahli merekomendasikan pemberian continous positive airway pressure
(CPAP) untuk bayi yang bernapas spontan, tetapi dengan kesulitan bernafas
setelah kelahiran, meskipun penggunaannya telah dipelajari hanya pada bayi lahir
prematur. Sebuah uji klinis randomized controlled trials dari bayi yang baru lahir
pada 25 sampai 28 minggu umur kehamilan dengan tanda-tanda distress nafas
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hasil kematian atau
kebutuhan oksigen pada 36 minggu postmenstrual usia antara bayi mulai CPAP
dibandingkan dengan mereka yang diintubasi dan ditempatkan pada ventilasi
mekanik dalam ruang persalinan. Mulai bayi di CPAP menurunkan tingkat
tindakan intubasi dan ventilasi mekanik, penggunaan surfaktan, dan durasi
ventilasi, tetapi meningkatkan insiden pneumotoraks. Segera setelah kelahiran
bayi prematur yang mengalami distress pernafasan dapat didukung dengan CPAP
atau dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Kelas IIb, LOE B). Pilihan yang
paling tepat dapat dipandu oleh ahli dan preferensi. Tidak ada bukti untuk
9
mendukung atau membantah penggunaan CPAP di ruang bersalin dengan istilah
bayi dengan distress nafas.
Meskipun positive end-expiratory pressure (PEEP) telah terbukti memiliki
manfaat dan kegunaan secara rutin selama ventilasi mekanik pada neonatus di
ruang perawatan intensif, belum ada penelitian khusus meneliti PEEP
dibandingkan ketiadaan PEEP saat PPV digunakan selama pembentukan FRC
setelah kelahiran. Namun demikian, PEEP mungkin akan menguntungkan dan
seharusnya digunakan apabila peralatan yang sesuai telah tersedia (Kelas IIb, LOE
C). PEEP dapat dengan mudah diberikan dengan flow-inflating bag atau T-piece
resusitator, tapi tidak dapat diberikan dengan self-inflating bag kecuali
menggunakan katup PEEP yang tertentu. Namun beberapa bukti menunjukkan
bahwa katup tersebut sering memberikan inkonsistensi tekanan akhir ekspirasi.
Peralatan Pernafasan Bantuan
Ventilasi yang efektif dapat dicapai dengan baik flow-inflating atau self-inflating
bag atau dengan T-piece mekanik perangkat yang dirancang untuk mengatur
tekanan. Terbukanya katup pada self-inflating bag tergantung pada laju aliran gas
yang masuk, dan tekanan yang dihasilkan dapat melebihi nilai yang ditentukan
oleh produsen. Target tekanan inflasi dan waktu inspirasi yang panjang dicapai
lebih konsisten dalam model mekanik saat perangkat T-piece yang digunakan
daripada bags, meskipun implikasi klinis dari temuan ini tidak jelas (Class IIb,
LOE C). Kemungkinan bahwa tekanan inflasi akan perlu diubah sesuai kelenturan
yang meningkat setelah kelahiran, tetapi hubungan tekanan pada volume
diberikan dan volume yang optimal pada persalinan dengan setiap napas sebagai
FRC yang sedang dibentuk belum pernah diteliti. Resuscitators tidak sensitif
terhadap perubahan kelenturan paru, terlepas dari perangkat yang digunakan
(Class IIb, LOE C).
Laryngeal Mask Airways
Sungkup laring yang sesuai dengan laringeal inlet telah terbukti efektif untuk
ventilasi bayi yang baru lahir dengan berat lebih dari 2000 gram atau dilahirkan
dengan usia kehamilan ≥ 34 minggu (Class IIb, LOE B). Terdapat data yang
10
terbatas tentang penggunaan perangkat ini pada bayi prematur kecil, yaitu,< 2000
gram atau < 34 minggu (Kelas IIb, LOE C). Sungkup laring harus
dipertimbangkan selama resusitasi jika ventilasi sungkup muka tidak berhasil dan
intubasi trakea tidak berhasil atau tidak layak (Kelas IIa, LOE B). Sungkup laring
belum dievaluasi dalam kasus cairan ketuban bercampur mekonium, selama
kompresi dada, atau untuk pemberian obat endotrakeal yang darurat.
Pemasangan Pipa Endotrakea
Intubasi endotrakeal dapat diindikasikan pada beberapa poin selama resusitasi
neonatal:
Pengisapan endotrakeal awal pada bayi non-vigorous yang baru lahir
dengan campuran mekonium
Jika ventilasi bag-mask tidak efektif atau berkepanjangan
Bila kompresi dada dilakukan
Untuk keadaan resusitasi khusus, seperti hernia diafragma congenital atau
berat badan lahir sangat rendah
Waktu yang diperlukan untuk tindakan intubasi endotrakeal mungkin juga
tergantung pada keterampilan dan pengalaman dari tenaga medis yang tersedia.
Setelah intubasi endotrakeal dan pemberian tekanan positif secara
intermiten, peningkatan cepat denyut jantung merupakan indikator yang terbaik
bahwa pipa berada pada trakeobronkial dan memberikan ventilation yang efektif.
Deteksi ekspirasi CO2 yang efektif untuk konfirmasi penempatan pipa endotrakeal
pada bayi, termasuk bayi dengan berat lahir sangat rendah (Kelas IIa, LOE B).
Hasil pengujian positif (terdeteksi CO2 dihembuskan) pada pasien dengan curah
jantung yang adekuat menegaskan penempatan pipa endotrakeal dalam trakea,
sedangkan hasil tes negatif (yaitu, tidak ada CO2 terdeteksi) menunjukkan
esophagus intubation. Deteksi CO2 yang dihembuskan direkomendasikan sebagai
metode konfirmasi penempatan pipa endotrakeal (Kelas IIa, LOE B). Namun,
perlu dicatat bahwa aliran darah paru yang buruk atau tidak adanya aliran darah
paru dapat memberikan hasil negatif palsu (yaitu, tidak ada CO2 terdeteksi
meskipun penempatan pipa dalam trakea). Hasil negatif palsu dapat terjadi pula
11
apabila tindakan tersebut menyebabkan ekstubasi yang tidak perlu dan intubasi
ulang pada bayi dengan kondisi kritis dan curah jantung yang buruk.
Indikator klinis lain dari penempatan pipa endotrakeal yang benar adalah
kondensasi dalam pipa endotrakeal, gerakan dada, dan adanya napas yang sama
terdengar bilateral, tetapi indikator ini belum dapat sistematis dievaluasi pada
neonatus (Kelas 11b, LOE C).
Kompresi Dada
Kompresi dada diindikasikan untuk detak jantung yang < 60 per menit meskipun
ventilasi yang memadai dengan tambahan oksigen selama 30 detik. Karena
ventilasi adalah tindakan yang paling efektif dalam resusitasi neonatal dan karena
kompresi dada cenderung bersaing dengan efektif ventilasi, tim penyelamat harus
memastikan bahwa bantuan ventilasi yang disampaikan secara optimal sebelum
memulai dada kompresi.
Kompresi harus diberikan pada sepertiga bagian bawah sternum ke
kedalaman sekitar sepertiga dari diameter posterior anterior dada (Kelas IIb, LOE
C). Dua teknik telah dijelaskan: kompresi dengan 2 ibu jari dengan jari-jari lain
melingkari dada dan menyangga punggung (The 2 thumb-encircling hand
technique) atau kompresi dengan 2 jari dengan tangan kedua menyangga
punggung. Dikarenakan teknik The 2 thumb-encircling hand technique dapat
menghasilkan puncak tekanan sistolik lebih tinggi dan tekanan perfusi koroner
daripada teknik 2-jari, teknik The 2 thumb-encircling hand technique dianjurkan
untuk melakukan kompresi dada pada bayi baru lahir (Kelas IIb, LOE C). Teknik
2 jari mungkin dianjurkan ketika diperlukan akses ke umbilikus selama
pemasangan kateter pusar, meskipun mungkin untuk memberikan teknik The 2
thumb-encircling hand technique pada bayi yang diintubasi dengan petugas medis
berdiri di epala bayi, sehingga memungkinkan akses yang memadai terhadap
umbilikus (Kelas IIb, LOE C).
Kompresi dan ventilasi harus dikoordinasikan dengan menghindari persalinan
simultan. Dada seharusnya diberikan waktu untuk kembali memperluas penuh
selama relaksasi, tapi ibu jari petugas medis tidak harus meninggalkan dada
(Kelas IIb, LOE C). Seharusnya terdapat rasio 3: 1 kompresi dengan ventilasi
12
dengan 90 kompresi dan 30 napas untuk mencapai sekitar 120 per menit untuk
memaksimalkan ventilasi yang dapat dicapai. Dengan demikian setiap kompresi
akan dialokasikan sekitar 1/2 detik, dengan napas yang terjadi selama kompresi
pertama setelah setiap ventilasi (Kelas IIb, LOE C).
Ada bukti penelitian pada hewan dan non-neonatal bahwa kompresi
berkelanjutan dibandingkan dengan rasio kompresi 15:2 atau bahkan 30:2
mungkin lebih efektif bila arrest dengan etiologi kelainan jantung primer. Satu
studi pada anak-anak menunjukkan bahwa CPR dengan pernapasan bantuan lebih
baik daripada kompresi dada saja saat terjadi arrest yang etiologinya bukan
karena kelainan jantung. Disarankan bahwa 3:1 kompresi untuk rasio ventilasi
digunakan untuk resusitasi neonatal disaat ventilasi hampir selalu menjadi
penyebab utama, tapi tim penyelamat harus mempertimbangkan menggunakan
rasio yang lebih tinggi (misalnya, 15: 2) jika arrest diyakini berasal dari kelainan
jantung (Kelas IIb, LOE C).
Respirasi, denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai kembali secara
berkala, dan kompresi dada dan ventilasi yang terkoordinasi harus dilanjutkan
sampai denyut jantung spontan ≥60 per menit (Kelas IIb, LOE C). Namun,
interupsi yang sering saat kompresi harus dihindari, karena tindakan ini akan
mengganggu pemeliharaan buatan perfusi sistemik dan pemeliharaan darah
koroner mengalir (Kelas IIb, LOE C).
Medikasi
Obat-obatan jarang diindikasikan dalam resusitasi bayi baru lahir. Bradikardia
pada bayi baru lahir umumnya dikarenakan inflasi paru yang tidak adekuat atau
hipoksia yang mendalam, dan membangun ventilasi yang adekuat adalah langkah
penting untuk mengoreksi hal tersebut. Namun, jika denyut jantung tetap < 60 kali
per menit meskipun ventilasi adekuat (biasanya dengan intubasi endotrakeal)
dengan 100% oksigen dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau ekspansi
volume, atau keduanya, dapat diindikasikan. Terkadang buffer, antagonis
narkotik, atau vasopresor mungkin berguna setelah resusitasi, tapi ini tidak
dianjurkan di ruang bersalin.
13
Ratio dan Dosis Pemberian Epinefrin
Epinefrin dianjurkan untuk diberikan secara intravena (Kelas IIb, LOE C).
Pedoman sebelumnya merekomendasikan bahwa dosis awal epinefrin diberikan
melalui pipa endotrakeal karena dosis dapat diberikan lebih cepat daripada ketika
rute intravena harus dilakukan. Namun, penelitian pada hewan yang menunjukkan
efek positif dari epinefrin endotrakeal digunakan dengan dosis jauh lebih tinggi
daripada yang direkomendasikan saat ini dan satu penelitian binatang yang
menggunakan saat dosis yang dianjurkan melalui pipa endotrakeal tidak
menunjukkan efek. Mengingat kurangnya data pendukung untuk epinefrin
endotrakeal, rute IV harus diberikan secepat akses vena dapat dibuat (Kelas IIb,
LOE C).
Dosis IV yang dianjurkan adalah 0,01-0,03 mg / kg per dosis. Dosis IV
lebih tinggi tidak dianjurkan karena penelitian pada hewan dan pediatrik
menunjukkan hipertensi yang berlebihan, penurunan fungsi miokardium, dan
fungsi neurologis yang buruk setelah pemberian dosis IV pada kisaran 0,1 mg /
kg. Jika rute endotrakeal digunakan, dosis 0,01 atau 0,03 mg / kg kemungkinan
tidak akan efektif. Oleh karena itu, pemberian IV dari 0,01-0,03 mg / kg per dosis
adalah rute yang lebih dianjurkan. Sementara akses sedang diusahakan, pemberian
dosis yang lebih tinggi (0,05-0,1 mg / kg) melalui pipa endotrakeal dapat
dipertimbangkan, tetapi keselamatan dan manfaat praktek ini belum dievaluasi
(Kelas IIb, LOE C). Konsentrasi epinefrin baik untuk rute harus 1: 10.000 (0,1 mg
/ mL).
Ekspansi Volume
Ekspansi volume harus dipertimbangkan ketika kehilangan darah diketahui atau
dicurigai (kulit pucat, perfusi buruk, nadi lemah) dan denyut jantung bayi tidak
merespon secara adekuat untuk pengukuran tindakan resusitasi (Kelas IIb, LOE
C). Cairan isotonic kristaloid atau darah dianjurkan untuk ekspansi volume di
ruang bersalin (Kelas IIb, LOE C). Dosis yang dianjurkan adalah 10 mL / kg,
yang mungkin perlu diulang. Ketika melakukan resusitasi pada bayi prematur,
14
perhatian lebih harus diberikan untuk menghindari memberikan ekspansi volume
secara cepat, karena cairan infus dengan volume besar telah dikaitkan dengan
perdarahan intraventrikular (Kelas IIb, LOE C).
Perawatan Setelah Resusitasi
Bayi yang memerlukan resusitasi berisiko untuk terjadi perburukan setelah tanda-
tanda vital mereka telah kembali normal. Ketika ventilasi dan sirkulasi yang
memadai telah dibangun, bayi harus dipertahankan, atau dialihkan di mana
lingkungan monitoring dan perawatan antisipatif dapat disediakan.
Naloxone
Administrasi naloxone tidak dianjurkan sebagai bagian dari upaya resusitasi awal
di ruang bersalin untuk bayi yang baru lahir dengan depresi pernapasan. Denyut
jantung dan oksigenasi harus dikembalikan dengan memberikan ventilasi.
Glukosa
Bayi yang baru lahir dengan kadar glukosa darah yang lebih rendah akan
meningkatkan risiko untuk kerusakan otak dan hasil yang merugikan setelah
iskemik hipoksia, meskipun tidak ada kadar glukosa spesifik teridentifikasi terkait
dengan hasil yang buruk. Peningkatan glukosa dalam darah setelah hipoksia atau
iskemia tidak terkait dengan efek samping, dalam serangkaian penelitian anak
atau hewan terbaru dinytakan bahwa hal tersebut mungkin protektif. Namun, tidak
ada penelitian randomized controlled trials yang meneliti pertanyaan ini.
Mengacu pada kekurangan data, tidak ada target khusus konsentrasi glukosa
kisaran dapat diidentifikasi untuk saat ini. Infus glukosa intravena harus segera
mungkin dipertimbangkan setelah resusitasi, dengan tujuan menghindari
hipoglikemia (Kelas IIb, LOE C).
Terapi Hipotermia
Beberapa penelitian randomized controlled trials multicenter pada hipotermia
terstimulasi (33,5° C sampai 34,5 ° C) dari bayi yang baru lahir ≥36 minggu usia
kehamilan, dengan hipoksia-iskemik encephalopathy sedang sampai berat seperti
yang didefinisikan oleh kriteria yang ketat, menunjukkan bahwa mereka bayi yang
15
didinginkan memiliki angka kematian secara signifikan lebih rendah dan cacat
perkembangan saraf yang lebih sedikit pada 18 bulan follow-up dibandingkan bayi
yang tidak didinginkan. Percobaan secara acak menunjukkan hasil yang sama
menggunakan metode yang berbeda dari pendinginan tersebut (daerah selektif
pada kepala dibandingkan sistemik). Disarankan bahwa bayi yang lahir ≥36
kehamilan minggu dengan ensefalopati hipoksia-iskemik sedang sampai berat
harus dipertimbangkan terapi hipotermia. Perawatan harus dilaksanakan menurut
protokol yang telah dipelajari, yang saat ini implementasinya dimulai dalam
waktu 6 jam setelah kelahiran, berkelanjutan selama 72 jam, dan kembali
menghangatkan secara lambat selama setidaknya 4 jam. Terapi hipotermia harus
diberikan dengan protocol yang jelas dan disamakan dengan yang digunakan
dalam uji klinis yang luas dan fasilitas dengan kemampuan untuk perawatan
multidisiplin dan tindak lanjut yang bersifat longitudinal (Kelas IIa, LOE A).
Studi menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa efek samping yang terkait,
seperti trombositopenia dan peningkatan kebutuhan inotropik.
Pedoman Untuk Tidak Memberikan dan Penghentian Resusitasi
Untuk neonatus pada batas viabilitas atau mereka dengan kondisi terprediksi
memiliki risiko kematian yang tinggi atau morbiditas, sikap dan praktek bervariasi
sesuai dengan wilayah dan ketersediaan sumber daya. Studi menunjukkan bahwa
orang tua menginginkan peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan
untuk memulai resusitasi dan terus mendukung kehidupan bayi yang baru lahir
terancam. Pendapat antara petugas medis neonatal bervariasi mengenai manfaat
dan kerugian dari terapi agresif bayi yang baru lahir tersebut.
Resusitasi yang tidak diberikan
Hal ini dimungkinkan untuk mengidentifikasi kondisi yang berhubungan dengan
tingginya mortalitas dan hasil yang buruk di mana tidak diberikannya upaya
resusitasi dapat dianggap wajar, terutama ketika telah mendapat kesepakatan
orangtua (Kelas IIb, LOE C).
Pendekatan koordinasi dan konsistensi pada kasus individu oleh tim
obstetri, neonatal, dan orang tua merupakan tujuan penting. Non inisiasi resusitasi
dan penghentian obat-obatan penunjang kehidupan selama atau setelah resusitasi
16
secara etis setara, dan petugas medis tidak perlu ragu untuk menarik sokongan
ketika fungsi kelangsungan hidup tidak mungkin. Panduan berikut ditafsirkan
menurut hasil daerah regional tertentu:
Ketika kehamilan, berat badan lahir, atau kelainan kongenital dihubungkan
dengan kematian dini hampir pasti dan ketika morbiditas tinggi yang tidak
dapat diterima diantara sedikit yang selamat, resusitasi tidak diindikasikan.
Contohnya termasuk prematuritas ekstrim (usia kehamilan <23 minggu
atau berat badan lahir <400 g), anencephaly, dan beberapa besar kelainan
kromosom, seperti trisomi 13 (Kelas IIb, LOE C).
Dalam kondisi yang berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup
tinggi dan morbiditas yang dapat diterima, resusitasi hampir selalu
diindikasikan. Ini biasanya akan mencakup bayi dengan kehamilan usia
≥25 minggu dan mereka yang kebanyakan cacat bawaan (Kelas IIb, LOE
C).
Dalam kondisi yang berhubungan dengan prognosis yang tidak pasti di
mana kelangsungan hidup tepat pada batas, angka kematian relatif tinggi,
dan beban diantisipasi anak yang tinggi, keinginan orang tua tentang
inisiasi resusitasi harus didukung (Kelas IIb, LOE C).
Penilaian risiko morbiditas dan mortalitas harus mengambil pertimbangan
data yang tersedia, dan dapat ditambah dengan menggunakan alat yang umum
digunakan berdasarkan data dari populasi tertentu. Keputusan juga harus
mempertimbangkan perubahan di praktek medis yang mungkin terjadi dari waktu
ke waktu.
Mortalitas dan morbiditas data dengan usia kehamilan digabungkan dari
data yang dikumpulkan oleh pusat perinatal di Amerika Serikat dan beberapa
negara lain dapat ditemukan di Neonatal Resusitasi Program (NRP) situs
(www.aap.org/nrp). Sebuah link ke sistem komputer untuk memperkirakan
kematian dan morbiditas dari populasi yang berat bayi lahir sangat rendah yang
lahir di jaringan pusat perinatal daerah mungkin ditemukan di situs tersebut.
Namun, kecuali konsepsi terjadi melalui fertilisasi in vitro, teknik yang digunakan
untuk kebidanan penanggalan akurat hanya ± 3 sampai 4 hari jika diterapkan
dalam trimester pertama dan hanya ± 1 sampai 2 minggu kemudian. Perkiraan
17
berat janin yang akurat hanya ± 15% sampai 20%. Bahkan perbedaan kecil dari 1
atau 2 minggu antara estimasi dan aktual usia kehamilan atau 100g sampai 200g
perbedaan berat lahir mungkin memiliki implikasi untuk bertahan hidup dan
morbiditas jangka panjang. Berat janin dapat menyesatkan jika telah ada
pembatasan pertumbuhan intrauterin, dan hasil sulit diprediksi. Ketidakpastian ini
menggarisbawahi pentingnya tidak membuat komitmen tegas tentang tidak
memberikan atau memberikan resusitasi sampai anda memiliki kesempatan untuk
memeriksa bayi setelah lahir.
Penghentian Usaha Resusitasi
Pada bayi baru lahir tanpa detak jantung terdeteksi, tepat untuk
mempertimbangkan menghentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak
terdeteksi selama 10 menit (Kelas IIb, LOE C). Keputusan untuk melanjutkan
upaya resusitasi lebih dari 10 menit tanpa denyut jantung yang terdeteksi harus
mempertimbangkan faktor seperti dugaan etiologi dari arrest, umur kehamilan
bayi, ada atau tidak adanya komplikasi, peran potensi hipotermia terapeutik, dan
menyatakan sebelumnya perasaan orang tua tentang risiko morbiditas yang dapat
diterima.
Struktur Program Pendidikan Resusitasi Neonatus
Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan simulasi berbasis metodologi
pembelajaran meningkatkan kinerja di kedua kehidupan nyata situasi klinis dan
simulasi resusitasi, meskipun beberapa penelitian tidak menemukan perbedaan
ketika dibandingkan dengan standar atau pelatihan non simulasi lainnya.
Penelitian memeriksa pengarahan atau wawancara kinerja tim resusitasi secara
umum membaik ditampilkan dalam pengetahuan atau keterampilan. Interpretasi
data merupakan hal yang rumit oleh heterogenitas dan keterbatasan penelitian,
termasuk kekurangan data tentang hasil klinis. Berdasarkan bukti yang tersedia,
dianjurkan bahwa AAP / AHA Neonatal Resusitation Program mengadopsi
simulasi, pengarahan, dan wawancara teknik dalam merancang pendidikan
Program untuk akuisisi dan pemeliharaan keterampilan yang diperlukan untuk
resusitasi neonatal yang efektif (Kelas IIb, LOE C).
18