Upload
suci-joe-armstrong
View
76
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
A. Bayi yang membutuhkan resusitasi :
Kebanyakan bayi baru lahir tidak bermasalah
10 % perlu beberapa bantuan untuk memulai penafasan
1 % perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup (intubasi, kompresi dada,
pemberian obat
B. Indikasi resusitasi neonatus :
1. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami gangguan jalan nafas
2. Dilakukan pada bayi beru lahir yang tidak bernafas
3. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami henti jantung
4. Dilakukan pernafasan buatan dengan ventilasi positif bila pernafasan tersengal atau
apneu, denyut jantung < 100x permenit, sianosis sentral menetap eskipun telah diberikan
oksigen 100%
5. Dilakukan pijatan jantung luar bila denyut jantung < 60 x permenit
C. Faktor resiko
D. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga. Walau hanya
beberapa menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau
meninggal. Persiapan yang dilakukan adalah persiapan keluarga ,tempat alat untuk
resusitasi dan persiapan diri.
1. Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan.
2. Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:
- Gunakan ruangan yang hangat dan terang
- Tempat resusitasi hendaknya datar,rata,keras,bersih,kering dan hangat misalnya meja,
dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak
berangin (jendela atau pintu yang terbuka
- Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi
- Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala
bayi.
- Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt. Nyalakan lampu menjelang
persalinan.
3. Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus
disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai,yaitu:
- Kain ke-1 : untuk mengeringkan bayi
- Kain ke-2 : untuk menyelimuti bayi
- Kain ke-3 : untuk ganjal bahu bayi
- Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
- Tabung dan Sungkup/Balon dan Sungkup
- Kotak Alat Resusitasi
- Sarung tangan
- Jam atau pencatat waktu
Alat resusitasi
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lendir DeLee dan alat resusitasi tabung atau
balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar mudah diambil
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
- Sarung tangan
- Jam dan pencatat waktu
4. Persiapan diri
- Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik,masker,penutup
kepala,kacamata,sepatu tertutup)
- Lepaskan perhiasan,cincin,jam tangan sebelum cuci tangan.
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin
- Keringkan dengan kain atau tisu bersih
- Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan
Keputusan resusitasi bayi baru lahir
1. Penilaian
Sebelum bayi lahir:
- Apakah kehamilan cukup bulan?
Sebelum bayi lahir,sesudah ketuban pecah:
- Apakah air ketuban jernih,tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):
- Menilai apakah bayi menangis atau bernafas/megap-megap?
- Menilai apakah tonus otot baik?
2. Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:
- Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap atau tidak bernafas dan atau tonus otot
bayi tidak baik.
- Air ketuban bercampur mekonium
3. Tindakan
Mulai lakukan resusitasi segera jika :
- Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap /tidak bernafas dan atau otot bayi
tidak baik
- Air ketuban bercampur mekonium : lakukan resusitasi atas indikasinya
Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung
bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti
mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau
kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan
langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya
resusitasi.
Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:
1. Stabilisasi
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Penggunaan medikasi
Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya.
Untuk menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung,
dan kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi.
Peningkatan atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau
perburukan. Sianosis sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau
hipovolemia merupakan indikasi dari resusitasi lebih lanjut.
E. Langkah Awal Resusitasi
Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas,
memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan
jalan nafas, dan memberikan rangsangan.
1. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang
diletakkan di bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi
dengan baik serta mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari
1500 gram, mempunyai risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi
tersebut dibungkus dengan plastik, selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari
resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai normotermi dengan cara memantau suhu,
sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.
2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas
Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang
dengan sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position. Kemudian jalan nafas
harus dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya
menyeka hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan
menggunakan bulb syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan
suction terhadap mulut lebih dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak
terdapat sesuatu di dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu
dihindari tindakan suction yang terlalu kuat dan dalam karena dapat menyebabkan
terjadinya refleks vagal yang menyebabkan bradikardi dan apneu.
Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari
100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan
hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika
diperlukan.
Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses
persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha
nafas yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit,
perlu dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah
lahir. Hal ini dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter
penghisap ukuran 12 French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring
posterior, dilanjutkan dengan memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan
suction. Langkah ini diulangi hingga keberadaan mekonium sangat minimal.
3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan
Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya
kehilangan panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik,
dapat diberikan rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil
telapak kaki, atau dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas
bayi.
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama
yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7
Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan
beberapa usaha bernapas megap – megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu
sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali
usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif
harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung
akan mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap
bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.
4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit
Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan
warna kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping
menunjukkan adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan
positif. Selain itu, laju nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara
melakukan palpasi tekanan nadi di daerah dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding
dada sebelah kiri. Jika laju nadi kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi
tekanan positif.
Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh
bayi untuk menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya
hipoksemia, sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis
setelah diberikan oksigen tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan
dengan laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan
ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan
atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.
F. Penilaian dan Penatalaksanaan Jalan Nafas
Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan nafas dapat
dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi pada sniffing position
untuk membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi terhadap laju nadi
dan warna kulit bayi. Evaluasi ini harus dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu
tanda vital yang abnormal, akan segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam
resusitasi neonatus, pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling
penting dan paling efektif.
1. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi lebih dari
100 kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran bebas oksigen
diberikan dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat diberikan
menggunakan sungkup, T-piece resuscitator, atau selang oksigen (oxygen tubing) sesuai
dengan cara yang diperlukan. Untuk memastikan neonatus mendapatkan oksigen dengan
konsentrasi tinggi, sungkup harus diletakkan menempel pada wajah, agar menciptakan
tekanan yang setara dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive
End Expiratory Pressure (PEEP). Jika menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus
dibentuk seperti mangkok di ujung selang dan diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen
tidak boleh diberikan lebih dari 10 liter per menit (LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen
cukup diberikan dengan aliran 5 LPM dalam resusitasi.
Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%.
Terdapat penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen
100% untuk resusitasi neonatus. Disebutkan bahwa penggunaan oksigen 100% dapat
merugikan selama masa post asfiksia, hal ini berdasarkan teori :
1. Pada observasi in vitro , produksi oksigen radikal saat reoksigenasi hipoksia bergantung
pada konsentrasi oksigen
2. peningkatan konsentrasi hipoxantine di plasma selama hipoksia mencapai level lebih
tinggi pada saat resusitasi. Karena hipoxantine terakumulasi pada neonatus yang
asfiksia , maka dapat kita artikan bahwa limitasi oksigen pada masa post asfiksi secara
potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi dari oksigen radikal.
3. Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun preterm dan
pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan penurunan aliran darah
jangka panjang pada bayi preterm.
Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih rendah pada
penggunaan oksigen 21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% ) dan pada neonatus
preterm juga berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada penggunaan oksigen 21% lebih
rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ). Hal ini menunjukkan resusitasi
menggunakan oksigen 21% ( udara ruangan) tampaknya potensial sebagai strategi untuk
menurunkan mortalitas neonatus bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat berimplikasi
terhadap aturan di negara berkembang yang masih mencari cara lebih murah namun
dapat menurunkan angka kematian pada neonatus maupun bayi.
Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan
jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya
penggunaan oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan
menggunakan oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk
menghasilkan konsentrasi udara yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit
jantung bawaan, penggunaan oksigen 100% dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara
umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%, dimana 70-80% didapatkan pada
menit awal kehidupan.
Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi
tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara
lain:
1. Bayi yang apnea
2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik
3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm
Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping
(megap megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit
dengan oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100
kali per menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif
pada bayi aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan
tekanan 20 cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya
peningkatan dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala
dan sungkup, serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal
dengan ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm
Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar,
sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup
adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda
pernapasan yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu
dilakukan intubasi.
Alat-alat Ventilasi
Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
1. Self-inflating bags
2. Flow-inflating bag
3. T-piece resuscitator
4. Laryngeal mask airways
5. Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual.
Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun
katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory
Pressure (PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating
bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan
untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila
ada sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat
dilakukan PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain
itu, dengan alat ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi
neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih
stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain
itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila
penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.
Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:
1. Penghisapan mekonium dari trakea
2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif
3. Koordinasi dengan kompresi dada
4. Penggunaan Epinefrin
5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)
Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-
oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya
digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0
untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube
dipilih berdasarkan berat dari neonatus.
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi,
adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun
pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan
dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa
dengan laringoskop.
2. Kompresi Dada
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit
walaupun sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan
selama 30 detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan
perbandingan kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga
ketiga dengan kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang
dapat digunakan, yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb
method).
Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur
kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan
melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi
jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan
akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.
Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap
laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi
lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.
Penghentian Resusitasi
Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi
dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,
anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian
resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.
3. Medikasi
1. Epinefrin
Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi
dengan ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Epinefrin dapat menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas
jantung, dan meningkatkan frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg
yang dapat diberikan IV atau dosis yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui
pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang setiap 3-5 menit sekali.
2. Volume expanders
Pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat
terhadap resusitasi yang diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole
blood O-rh negative 10ml/kg, atau Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg.
Semuanya ini dapat diberikan secara intra vena selama 5-10 menit.
3. Naloxone hydrochloride
Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan
depresi nafas yang tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir
dari ibu dengan mendapatkan narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan
0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap
5 menit apabila dibutuhkan.
4. Dextrose
Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada
neonatus yang mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau
prematur. Bolus dextrosa 10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya
dapat diberikan dextrosa 10% dengan laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari)