19
A. Bayi yang membutuhkan resusitasi : Kebanyakan bayi baru lahir tidak bermasalah 10 % perlu beberapa bantuan untuk memulai penafasan 1 % perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup (intubasi, kompresi dada, pemberian obat B. Indikasi resusitasi neonatus : 1. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami gangguan jalan nafas 2. Dilakukan pada bayi beru lahir yang tidak bernafas 3. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami henti jantung 4. Dilakukan pernafasan buatan dengan ventilasi positif bila pernafasan tersengal atau apneu, denyut jantung < 100x permenit, sianosis sentral menetap eskipun telah diberikan oksigen 100% 5. Dilakukan pijatan jantung luar bila denyut jantung < 60 x permenit C. Faktor resiko

resusitasi neonatus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: resusitasi neonatus

A. Bayi yang membutuhkan resusitasi :

Kebanyakan bayi baru lahir tidak bermasalah

10 % perlu beberapa bantuan untuk memulai penafasan

1 % perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup (intubasi, kompresi dada,

pemberian obat

B. Indikasi resusitasi neonatus :

1. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami gangguan jalan nafas

2. Dilakukan pada bayi beru lahir yang tidak bernafas

3. Dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami henti jantung

4. Dilakukan pernafasan buatan dengan ventilasi positif bila pernafasan tersengal atau

apneu, denyut jantung < 100x permenit, sianosis sentral menetap eskipun telah diberikan

oksigen 100%

5. Dilakukan pijatan jantung luar bila denyut jantung < 60 x permenit

C. Faktor resiko

Page 2: resusitasi neonatus

D. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir

Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga. Walau hanya

beberapa menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau

meninggal. Persiapan yang dilakukan adalah persiapan keluarga ,tempat alat untuk

resusitasi dan persiapan diri.

1. Persiapan keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan.

2. Persiapan tempat resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:

- Gunakan ruangan yang hangat dan terang

- Tempat resusitasi hendaknya datar,rata,keras,bersih,kering dan hangat misalnya meja,

dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak

berangin (jendela atau pintu yang terbuka

- Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi

- Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala

bayi.

- Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt. Nyalakan lampu menjelang

persalinan.

3. Persiapan alat resusitasi

Page 3: resusitasi neonatus

Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus

disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai,yaitu:

- Kain ke-1 : untuk mengeringkan bayi

- Kain ke-2 : untuk menyelimuti bayi

- Kain ke-3 : untuk ganjal bahu bayi

- Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet

- Tabung dan Sungkup/Balon dan Sungkup

- Kotak Alat Resusitasi

- Sarung tangan

- Jam atau pencatat waktu

Alat resusitasi

Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lendir DeLee dan alat resusitasi tabung atau

balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar mudah diambil

sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.

- Sarung tangan

- Jam dan pencatat waktu

4. Persiapan diri

- Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik,masker,penutup

kepala,kacamata,sepatu tertutup)

- Lepaskan perhiasan,cincin,jam tangan sebelum cuci tangan.

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin

- Keringkan dengan kain atau tisu bersih

- Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan

Keputusan resusitasi bayi baru lahir

1. Penilaian

Sebelum bayi lahir:

- Apakah kehamilan cukup bulan?

Sebelum bayi lahir,sesudah ketuban pecah:

- Apakah air ketuban jernih,tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)?

Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):

- Menilai apakah bayi menangis atau bernafas/megap-megap?

- Menilai apakah tonus otot baik?

Page 4: resusitasi neonatus

2. Keputusan

Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:

- Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap atau tidak bernafas dan atau tonus otot

bayi tidak baik.

- Air ketuban bercampur mekonium

3. Tindakan

Mulai lakukan resusitasi segera jika :

- Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap /tidak bernafas dan atau otot bayi

tidak baik

- Air ketuban bercampur mekonium : lakukan resusitasi atas indikasinya

Page 5: resusitasi neonatus

Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung

bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti

mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau

kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan

langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya

resusitasi.

Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:

1. Stabilisasi

2. Ventilasi

3. Kompresi dada

4. Penggunaan medikasi

Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya.

Untuk menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung,

dan kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi.

Peningkatan atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau

perburukan. Sianosis sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau

hipovolemia merupakan indikasi dari resusitasi lebih lanjut.

E. Langkah Awal Resusitasi

Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas,

memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan

jalan nafas, dan memberikan rangsangan.

1. Menghangatkan

Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat

dilakukan dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang

diletakkan di bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi

dengan baik serta mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari

1500 gram, mempunyai risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi

tersebut dibungkus dengan plastik, selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari

resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai normotermi dengan cara memantau suhu,

sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.

2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas

Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang

dengan sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position. Kemudian jalan nafas

Page 6: resusitasi neonatus

harus dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya

menyeka hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan

menggunakan bulb syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan

suction terhadap mulut lebih dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak

terdapat sesuatu di dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu

dihindari tindakan suction yang terlalu kuat dan dalam karena dapat menyebabkan

terjadinya refleks vagal yang menyebabkan bradikardi dan apneu.

Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari

100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan

hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika

diperlukan.

Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses

persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha

nafas yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit,

perlu dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah

lahir. Hal ini dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter

penghisap ukuran 12 French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring

posterior, dilanjutkan dengan memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan

suction. Langkah ini diulangi hingga keberadaan mekonium sangat minimal.

3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan

Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya

kehilangan panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik,

dapat diberikan rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil

telapak kaki, atau dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas

bayi.

Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama

yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan

yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti

mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7

Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan

beberapa usaha bernapas megap – megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu

sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali

usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif

harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung

Page 7: resusitasi neonatus

akan mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap

bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.

4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit

Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan

warna kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping

menunjukkan adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan

positif. Selain itu, laju nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara

melakukan palpasi tekanan nadi di daerah dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding

dada sebelah kiri. Jika laju nadi kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi

tekanan positif.

Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh

bayi untuk menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya

hipoksemia, sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis

setelah diberikan oksigen tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan

dengan laju nadi lebih dari 100 kali per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan

ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan

atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.

F. Penilaian dan Penatalaksanaan Jalan Nafas

Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan nafas dapat

dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi pada sniffing position

untuk membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi terhadap laju nadi

dan warna kulit bayi. Evaluasi ini harus dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu

tanda vital yang abnormal, akan segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam

resusitasi neonatus, pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling

penting dan paling efektif.

1. Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi lebih dari

100 kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran bebas oksigen

diberikan dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat diberikan

menggunakan sungkup, T-piece resuscitator, atau selang oksigen (oxygen tubing) sesuai

dengan cara yang diperlukan. Untuk memastikan neonatus mendapatkan oksigen dengan

konsentrasi tinggi, sungkup harus diletakkan menempel pada wajah, agar menciptakan

tekanan yang setara dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive

Page 8: resusitasi neonatus

End Expiratory Pressure (PEEP). Jika menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus

dibentuk seperti mangkok di ujung selang dan diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen

tidak boleh diberikan lebih dari 10 liter per menit (LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen

cukup diberikan dengan aliran 5 LPM dalam resusitasi.

Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%.

Terdapat penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen

100% untuk resusitasi neonatus. Disebutkan bahwa penggunaan oksigen 100% dapat

merugikan selama masa post asfiksia, hal ini berdasarkan teori :

1. Pada observasi in vitro , produksi oksigen radikal saat reoksigenasi hipoksia bergantung

pada konsentrasi oksigen

2. peningkatan konsentrasi hipoxantine di plasma selama hipoksia mencapai level lebih

tinggi pada saat resusitasi. Karena hipoxantine terakumulasi pada neonatus yang

asfiksia , maka dapat kita artikan bahwa limitasi oksigen pada masa post asfiksi secara

potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi dari oksigen radikal.

3. Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun preterm dan

pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan penurunan aliran darah

jangka panjang pada bayi preterm.

Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih rendah pada

penggunaan oksigen 21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% ) dan pada neonatus

preterm juga berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada penggunaan oksigen 21% lebih

rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ). Hal ini menunjukkan resusitasi

menggunakan oksigen 21% ( udara ruangan) tampaknya potensial sebagai strategi untuk

menurunkan mortalitas neonatus bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat berimplikasi

terhadap aturan di negara berkembang yang masih mencari cara lebih murah namun

dapat menurunkan angka kematian pada neonatus maupun bayi.

Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan

jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya

penggunaan oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan

menggunakan oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk

menghasilkan konsentrasi udara yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit

jantung bawaan, penggunaan oksigen 100% dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara

umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%, dimana 70-80% didapatkan pada

menit awal kehidupan.

Page 9: resusitasi neonatus

Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi

tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara

lain:

1. Bayi yang apnea

2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik

3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm

Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping

(megap megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit

dengan oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100

kali per menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif

pada bayi aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan

tekanan 20 cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya

peningkatan dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala

dan sungkup, serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal

dengan ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm

Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar,

sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup

adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda

pernapasan yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway

Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu

dilakukan intubasi.

Alat-alat Ventilasi

Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:

1. Self-inflating bags

2. Flow-inflating bag

3. T-piece resuscitator

4. Laryngeal mask airways

5. Endotracheal tube

Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual.

Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun

katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory

Pressure (PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating

Page 10: resusitasi neonatus

bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan

untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).

Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila

ada sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat

dilakukan PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain

itu, dengan alat ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi

neonatus.

T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat

membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih

stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain

itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.

Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila

penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.

Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:

1. Penghisapan mekonium dari trakea

2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif

3. Koordinasi dengan kompresi dada

4. Penggunaan Epinefrin

5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-

oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya

digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0

Page 11: resusitasi neonatus

untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube

dipilih berdasarkan berat dari neonatus.

Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi,

adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun

pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan

dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa

dengan laringoskop.

2. Kompresi Dada

Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit

walaupun sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan

selama 30 detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan

perbandingan kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga

ketiga dengan kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang

dapat digunakan, yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb

method).

Page 12: resusitasi neonatus

Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur

kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan

melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi

jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan

akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.

Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap

laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi

lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.

Penghentian Resusitasi

Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi

dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,

anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian

resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.

3. Medikasi

1. Epinefrin

Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi

dengan ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

Epinefrin dapat menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas

jantung, dan meningkatkan frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg

Page 13: resusitasi neonatus

yang dapat diberikan IV atau dosis yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui

pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang setiap 3-5 menit sekali.

2. Volume expanders

Pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan

terjadinya hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat

terhadap resusitasi yang diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole

blood O-rh negative 10ml/kg, atau Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg.

Semuanya ini dapat diberikan secara intra vena selama 5-10 menit.

3. Naloxone hydrochloride

Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan

depresi nafas yang tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir

dari ibu dengan mendapatkan narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan

0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap

5 menit apabila dibutuhkan.

4. Dextrose

Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada

neonatus yang mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau

prematur. Bolus dextrosa 10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya

dapat diberikan dextrosa 10% dengan laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari)