36
REFLEKSI KASUS Terapi Cairan Pada DHF Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada: dr. Heru Wahyono Sp. A Disusun Oleh: Sitta Grewo Liandar 20100310017

Resus Cairan DHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medis

Citation preview

Page 1: Resus Cairan DHF

REFLEKSI KASUS

Terapi Cairan Pada DHF

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi

Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada:

dr. Heru Wahyono Sp. A

Disusun Oleh:

Sitta Grewo Liandar

20100310017

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Resus Cairan DHF

Definisi

Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropadborn

virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictuse dan Aedes

aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dangue yang dapat menimbulkan

penyakit, baik demam dangue maupun demam berdarah. Demam Berdarah Dangue

adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dangue I, II, II, dan IV yang ditularkan oleh

nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpitus.

Etiologi

Virus dengue

Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus dangue

termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia, dan dilaporkan bahwa

serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah. Virus DEN termasuk dalam kelompok virus

yang relative labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta masa viremia yang pendek.

Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh

suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E dan protein

membrane M.

Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk

aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain

merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada

perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus

dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti

merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)

kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada

genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes

Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan

bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk

betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi

hari dan senja hari

Host

Page 3: Resus Cairan DHF

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan

mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin

untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue

Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus

dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula

terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah

mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

Patofisiologi

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler

yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20%

pada kasus-kasus berat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi

diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada

DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan

koagulasi.

Page 4: Resus Cairan DHF

Patogenesis

Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty atau

Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang

belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit

perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.

Infeksivirus dangue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel

dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.

Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi

di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif

terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain,

Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:

a. Teori Antigen Antibodi

Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,

membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi

komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang akan

merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini

bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma

(hipovolemik syok dan perdarahan.

b. Teori Infection Enhancing Antibody

Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang

terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada sel

makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody nonnetralisasi

berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak

melekat pada sel makrofag yang menetapdi jaringan. Makrofag yang dilekati antibody

nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah

terinfeksi.

Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang

memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut akan

mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang

akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang, 1995).

c. Teori mediator

Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:

1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus

mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin kerja adalah

Page 5: Resus Cairan DHF

sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang

infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi

limfosit, sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator

pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).

2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat pendek.

Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala

sisa.

3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok

septic banyak berhubungan dengan mediator.

Patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua

teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini

menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua

kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih

besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan

mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh

sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga

mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap

infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit

yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks)

yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Page 6: Resus Cairan DHF

1. Klasifikasi

WHO (1997) membagi DBD menjadi 4

a. Derajat 1

Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis

(nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,

trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

b. Derajat 2

Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan,

muntah darah dan berak darah.

c. Derajat 3

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah

(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari

(tanda-tandadini renjatan).

d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4

Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

2. Manifestasi Klinis

a. Demam

Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa

sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Naik turun dan

tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-

3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung

teraba dingin dan lembab. Masa kritis pada hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)

dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti , anoreksi,

lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Page 7: Resus Cairan DHF

Gambar: Kurva suhu pada DHF

b. Perdarahan

Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk

perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler

meingkat. Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,

tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan

perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari

20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

c. Hepatomegali

Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.

Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah

lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat pembesaran hati tidak

sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati

berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Renjatan (Syok)

Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit.

Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa

buruk. Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah

disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan

tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat

gelisah.

Page 8: Resus Cairan DHF

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah

1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)

2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.

Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan

dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta

dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey,

Helsey, 2012).

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga

5) Masa perdarahan memanjang

6) Protein rendah (hipoproteinemia)

7) Natrium rendah (hiponatremia)

8) SGOT/SGPT beisa meningkat

9) Asidosis metabolic

10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine

Kadar albumine urine positif (albuminuria).

Page 9: Resus Cairan DHF

c. Foto thorax

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan

dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai

pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat

diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura

pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit

yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung

empedu dan penebalan pancreas.

e. Diagnosis Serologis

1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

3) Uji neutralisasi

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

5) Identifikasi Virus

4. Penatalaksanaan

a.Pre Hospital

Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu

pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas

Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik

ditempat perkembangbiakan dengan cara 4M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /

WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,

dan lain-lain (M2).

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung

air hujan (M3).

4) Memantau (M4)

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk

dengan cara: 

Page 10: Resus Cairan DHF

1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras

atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid.

Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram

Abate ( ± 1 sendok makan peres) 

untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan

peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas

atau di apotik.

2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 

4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok

5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 

6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif

DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan

banyak jentik nyamuk.

Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam

tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena

penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak

adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan

pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu

meberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15

menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis,

sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang

banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih

kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil

minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi (IDAI, 2009).

Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh

kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut(WHO,

1999):

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih

banyak lebih baik)

2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol

sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari.

Page 11: Resus Cairan DHF

Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan

gastritis dan atau perdarahan.

3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari

sweet )

4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan

trombosit

5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang

banyak

6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :

a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari

b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari

- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari

- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

Jenis minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DBD merupakan

sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan untuk menghindari

pasien dari kekurangan cairan, antara lain :

a) Jus Buah

Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam berdarah dapat

memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak selalu harus jus jambu

biji, bisa memberikan jus buah lain seperti jus pepaya, jeruk, atau jus

mangga. Dengan kadar air dalam buah berhitung tinggi antara 65 sampai

92 persen, sehingga bisa mensuplai atau menutupi kekurangan cairan

akibat merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh.

b) Air Kelapa Muda

Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium, sodium, klorida,

dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit yang dibutuhkan tubuh untuk

membantu mengatasi ancaman syok pada kondisi kekurangan cairan.

Selain kalium, juga mengandung gula, vitamin B dan C dan protein.

Komposisi gula dan mineral yang terdapat dalam air ini begitu sempurna,

sehingga memiliki keseimbangan yang mirip dengan cairan tubuh

manusia.

c) Air Heksagonal

Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung oksigen, air

telah banyak dikembangkan untuk membantu metabolisme tubuh sehingga

Page 12: Resus Cairan DHF

bisa menjaga stamina dan vitalitas, termasuk bagi yang menderita demam

berdarah.

d) Alang-Alang

Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa, sakharosa, malic

acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin, fernenol, simiarenol,

anemonin, asam kersik, damar, dan logam alkali. Dilihat dari kandungan-

kandungan tersebut, alang-alang bersifat antipiretik (menurunkan panas),

diuretik (meluruhkan kemih), hemostatik (menghentikan perdarahan), dan

menghilangkan haus.

Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu

diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam

tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga

harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat

penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal

dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal

atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat

bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita

demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres

dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai

tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat

penurun panas dapat diberikan obat anti kejang (IDAI, 2009).

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena

sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul

gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita

akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama,

penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ

tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam

waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila

terdapat tanda gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)

2) Muntah terus menerus

3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran

4) Kejang

5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

Page 13: Resus Cairan DHF

6) Nyeri perut hebat

7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh

badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing

berkurang atau tidak ada sama sekali

8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau

penurunan jumlah trombosit

Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam

menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar

mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus

segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan

terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.

Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader

kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue

memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi

pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader

menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara

deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat

pelayanan kesehatan.

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat

perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di

ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan

perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma

dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam

tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.

Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini

fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease

awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai

pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD

Page 14: Resus Cairan DHF

terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat

diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/

Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit

dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih

mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian

caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti

volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I

danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat

sehari di rumah sakit kelas B danA (DepKes RI, 2005).

1) Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,

bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk

mencegahdehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena

tidak mauminum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan

intravenarumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan,

tetapi perludiperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama

demam padaDBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat

disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.Rasa haus dankeadaan dehidrasi

dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,anoreksia danmuntah. Jenis

minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis, sirup, susu, serta

larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kg BB dalam 4-6 jam

pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasianak diberikan cairan rumatan

80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayiyang masih minum asi, tetap

harus diberikan disamping larutan oiarit. Bilaterjadi kejang demam, disamping

antipiretik diberikan antikonvulsif selamademam (DepKes RI, 2005)

Page 15: Resus Cairan DHF

Tabel 1

Dosisi Parasetamol Menurut umur

Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)

Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500

mg)

< 1 60 1/8

1-3 60-125 1/8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari

ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan

pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian

cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman

kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum

dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus

diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal

kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan

hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu

sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3

x kadar Hb (DepKes RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada

fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar

pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun

demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan

berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,

sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).

Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes RI, 2005).

Page 16: Resus Cairan DHF

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin

mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan

adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena

diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak mau minum,

demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,

ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)

Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah

cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan

elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.

Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB

intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi

jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume

dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada

diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai

8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini (DepKes RI, 2005).

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang

(defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk

RS ( kg )

Jumlah cairan Ml/kg berat

badan per hari

< 7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari

umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang

sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan

cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang

sama (DepKes RI, 2005).

Page 17: Resus Cairan DHF

2) Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan

yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma.

Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh kembali bila diobati

segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dantekanan

nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam

seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes

RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.

Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan

berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 mm/kg

BB/jam, bila tidakada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah

cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri

cairan kristaloid dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan

stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma)

10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30

ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak

diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi

kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit

turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian

transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,maka

berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang

sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan

infuse dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit

(DepKes RI, 2005).

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah

membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan

menjadi 10ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari

kehilangan plasmayang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang

ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan

lagi.Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah

turun,dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau

Page 18: Resus Cairan DHF

lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik (DepKes RI,

2005).

Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok

teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada

saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan

penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka

akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal

jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan

dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.

Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup, tanda vital baik,

merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).

c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien

DBD/SSD, makaanalisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu

diperiksa pada DBD berat.Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu

terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.Pada

umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan

dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan

sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan

(DepKes RI, 2005).

d) Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien

syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker,

tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah

apabila dipasang masker oksigen (DepKes RI, 2005).

e) Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada

setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged

shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi

perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan

interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.

Penurunan hematokrit(misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan

klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda

adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi

Page 19: Resus Cairan DHF

pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor

pembesar trombosit (DepKes RI, 2005).

Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan

KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan

menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.

Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu

protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada

pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID.

Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis (DepKes

RI, 2005).

f) Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara

teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan

pada monitoring adalah:

- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-

30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan

klinis pasien stabil.

- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis

cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang

diberikan sudah mencukupi.

- Jumlah dan frekuensi dieresis

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian

volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila

diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi

kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan

meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.

Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus

dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya

syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia perlu

dipertimbangkan (DepKes RI, 2005).

Page 20: Resus Cairan DHF

Pasien tidak dapat minumPasien masih dapat minumBeri Minum banyak 1-2 liter/ hari atau 1 swndok makan tiap 5 menitJenis minum: air putih, teh manis, jus buah, susu, oralitBila suhu > 380 C beri ParacetamolJika kejang beri anti convulsi

Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose 5%(1:3)Tetesan rumatan sesuai Berat badanPeriksa Ht, Hb, tiap 6 jam, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi nadi periferUjur diuresisAwasi perdarahanPeriksa Hb,Ht dan trombosit tiap 6-12 jam

Perbaikan klinis dan laboratorium:

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaik, secara klinis tampak perbaikanHematokrit stabil, jumlah > 50.000/uL3 hari setelah syock teratasi, tidak dijumpai distress nafas

HT naik dan / atau trombosit turun 

Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)

Gejala KlinisDemam 2-7 hariUji Tourniquet (+) atau perdarahan spontanLaboratorium: Ht tidak meningkat, Trombositopenia ringan

Alur Tersangka DBD

Tersangka DBD

5.6.7.8.

Gambar: Alur Tersangaka DBD ( Sumber:DepKes RI, 2005)

Page 21: Resus Cairan DHF

RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Cairan Awal

Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan Trombosit tiap 6 jam

Tidak ada perbaikanGelisahDistress pernapasanFrekuensi nadi meningkatHT tetap tinggi / naikTekanan nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada

PerbaikanTidak gelisahNadi kuatTekadan Darah stabilDiuresis Cukup HT turun (2x pemeriksaan)

Tanda vital memburukHt meningkat

Tetesan dinaikkan10-15 ml/kg BB/jam

Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Distress nafasHt naikTekanan nadi < 20 mmHg

Koloid 20-30 ml/kgBB/

HT turun

Tranfusi darah segar 10 ml/kgBBIndikasi tranfusi:Syok belum teratasiPerdarahan masif

Perbaikan

Perbaikan

Tetesan dikurangi 5 ml/kgBB/jam

PerbaikanSesuaikan tetesan3 ml/kg BB/jam

IVFD stop setelah 24-48 jam Apabila tanda vital dan Hb stabil, diuresis cukup

Penatalaksanaan DBD Derajat I dan II

9.10.

Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat I dan II ( Sumber:DepKes RI, 2005)

Page 22: Resus Cairan DHF

Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?

Syock teratasi:Kesadaran membaikTekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/tidak sianosisEkstremitas hangatDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Syock tidak teratasi:Kesaaran menurunTekanan nadi < 20 mmHgDistress nafas/sianosisDinginPeriksa kadar gula

Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vitalTanda PerdarahanDiuresisPantau Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jamHb stabil alam 2 x periksa

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus stop tidak lebih 48 jamSetelah syok teratasi

Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jamTambahkan koloid/plasma dekstran /FFP 10-20 (max 30 ml/kgBB)Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam

Syok teratasiSyock belum teratasi

Ht menurunHt tetap tinggi/ meningkatKoloid 20 ml/kgBB

Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Penatalaksanaan DBD Derajat III dan IV

DBD Derajat III dan IV

Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat II I dan I V ( Sumber:DepKes RI, 2005)

Page 23: Resus Cairan DHF
Page 24: Resus Cairan DHF

DAFTAR PUSTAKA

CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010).Dengue Branch.Cañada

SanJuan,PuertoRico.From: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html diakses

25 Maret 2015

DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

IDAI, 2009.Apaitudemamberdarah dengue. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 25 Maret 2015.

Page 25: Resus Cairan DHF

World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue fever/dengue

hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.