Responsi PEB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obsgyn

Citation preview

BAB 1

LANDASAN TEORI

1.Tinjauan Pustaka

1.1 Definisi Pre EklamsiaPreeklamsia adalah sindroma yang spesifik dalam kehamilan yang menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya vasospasmus dan menurunnya aktivitas sel endotel. Proteinuria merupakan tanda yang penting dari preeklamsia, tanpa proteinuria bukan preeklamsia. Disebut proteinuria jika dalam 24 jam 300 mg atau lebih protein, atau menetap 30 mg atau satu + dengan dipstick pada contoh urine yang diambil secara acak. 1Preeklamsia paling tepat digambarkan dengan sindrom khusus-kehamilan yang dapat mengenai setiap sistem organ. Meskipun preeklamsia lebih dari sekedar hipertensi gestasional sederhana ditambah proteinuria, timbulnya proteinuria tetap merupakan kriteria diagnostik objektif yang penting. Proteinuria didefinisikan sebagai eksresi protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein : kreatinin urin lebih dari 0,3, atau terdapatnya protein sebanyak 30 mg/dL ( carik celup 1+) dalam sampel acak urin secara menetap. Tidak ada satu pun nilai tersebut yang bersifat mutlak. Kepekatan urin sangat bervariasi selama siang hari sehingga hasil pembacaan carik celup juga sangat bervariasi. Karena itu, pemeriksaan bahkan mungkin memberikan hasil 1+ atau 2+ pada spesimen urin pekat dari perempuan yang mengekresikan < 300 mg/hari. Penetuan rasio urin/ kreatinin sewaktu mungkin akan menggantikan pengukuran urin 24 jam di masa mendatang. 2Semakin berat hipertensi atau proteinuria, semakin pasti diagnosis preeklamsia, dan semakin mungkin terjadi komplikasi yang merugikan. Serupa dengan hal tersebut, temuan laboratorium yang abnormal pada pemeriksaan fungsi ginjal, hati, dan hematologi akan semakin memastikan diagnosis preeklamsia. Gejala pendahulu eklamsia, seperti nyeri kepala dan nyeri epigastrik, juga semakin memastikan diagnosis. Meskipun begitu, beberapa perempuan dapat mengalami preeklamsia atipikal dengan semua aspek sindrom, tetapi tanpa hipertensi dan proteinuria, atau tanpa keduanya. 2Tabel 1.1Diagnosis penyakit hipertensif sebagai Penyulit Kehamilan

Hipertensi Gestasional :

TD sistolik 140 atau TD diastolik 90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil

Tidak ada proteinuria

TD kembali ke normal sebelum 12 minggu pascapartum

Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pascapartum

Mungkin memiliki gejala atau tnda lain preeklampsia, misalnya dispepsia atau trombositopenia

Preeklamsia

Kriteria minimum :

TD140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu

Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 pada pemeriksaan carik celup

Kemungkinan preeklamsia meningkat

TD160/110 mmHg

Proteinuria 2,0 g/24jam atau +2 pada pemeriksaan carik celup (dipstick)

Kreatinin serum > 1,2 mg/dl , kecuali memang sebelumnya diketahui meningkat

Trombosit 110 mm Hg

Tekanan darah sistolik< 160 mm Hg > 160 mm Hg

Proteinuria

< 2+

> 3+

Nyeri kepala

Tidak ada

Ada

Gangguan penglihatan Tidak adaAda

Nyeri abdomen atas

Tidak ada Ada

Oliguria

Tidak ada Ada

Kejang (eklamsia)

Tidak ada Ada

Kreatinin serum

Normal Meningkat

Trombositopenia

Tidak ada Ada

Peningkatan transaminase serum Minimal Sangat meningkat

Restriksi pertumbuhan janin Tidak ada Nyata

Edema paru

Tidak ada

Ada

1.3 PATOFISIOLOGI

Sistem KardiovaskulerGangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum terjadi pada preeklamsia atau eklamsia. Ini terkait dengan:a. Afterloadjantungmeningkat yangdisebabkanolehhipertensib. Preload jantung, yang secarasubstansial dipengaruhioleh hipervolemia pada kehamilanc. Aktivasi endotel dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke ruang ekstraseluler, dan yang terpenting, ke dalam paru-paru.Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan masa ventrikel, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa terjadi perubahan struktural tambahan yang disebabkan oleh preeklamsia.3PerubahanHemodinamikPenyimpangan kardiovaskular yang berhubungan dengan gangguan hipertensi pada kehamilan bervariasi, tergantung pada sejumlah faktor. Ini diakibatkan oleh penyimpangan afterload yang meningkat, adanya penyakit kronis yang mendasari, kehadiran preeklampsia, dan tahap perjalanan klinis lainnya. Ada klaim bahwa pada beberapa wanita perubahan ini bahkan mungkin mendahului timbulnya hipertensi. 4 Namun demikian, dengan onset klinis preeklampsia, ada penurunan curah jantung mungkin karena resistensi perifermeningkat. Studi fungsi ventrikel wanita preeklampsia dari sejumlah penyelidikan memperlihatkan bahwa meskipun fungsi jantung adalah hiperdinamik pada semua wanita, tekanan bergantung pada infus cairan intravena. Secara khusus, hidrasi agresif mengakibatkan hiperdinamik ventrikel pada sebagian besar wanita. Ini juga disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmonal. Dalam beberapa wanita, edema paru dapat berkembang meskipun fungsi ventrikel normal karena kebocoran endotel-epitel alveolar yang diperparah oleh tekanan oncotic menurun dari konsentrasi albumin serum yang rendah.5 Nilai yang sama dari fungsi jantung dilaporkan sebelumnya oleh Lang dan rekan kerja (1991) dan baru-baru Tihtonen dan rekan (2006), yang menggunakan kardiografi impedansi noninvasif. Dengan demikian, fungsi ventrikel hiperdinamik sebagian besar merupakan hasil dari tekanan wedge rendah dan bukan akibat dari kontraktilitas miokard augmented yang diukur seperti stroke ventrikel kiri indeks kerja. Sebagai perbandingan, wanita yang diberikan lebih banyak volume cairan umumnya telah memiliki tekanan yang melebihi normal,namun fungsi ventrikel mereka tetap hiperdinamik karena curah jantung meningkat.6VolumeDarahTelah diketahui selama hampir 100 tahun, hemokonsentrasi merupakan ciri dari eklampsia. Zeeman dkk, (2009) memperluas pengamatan Pritchard. Mereka menemukan bahwa pada wanita eklampsia, hipervolemia yang normalnya ada mengalami penurunan yang hebat bahkan tidak terjadi pada sebagian perempuan.Volume darah rata-rata pada wanita hampir 5000 mL selama beberapa minggu terakhir dari kehamilan normal, dibandingkan dengan sekitar 3500 mL pada saat tidak hamil. Dengan eklampsia, bagaimanapun, antisipasi atas pertambahan volume darah tersebut, hilang. Seperti hemokonsentrasi yang merupakan hasil dari vasokonstriksi umum yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma ke ruang interstitial karena permeabilitas meningkat. Pada wanita dengan preeklamsia, dan tergantung pada tingkat keparahannya,hemokonsentrasi biasanya tidak ditandai. Wanita dengan hipertensi gestasional,tapi tanpa preeklamsia, biasanya memiliki volume darah normal.7 Untuk wanita dengan hemokonsentrasi parah, didapat bahwa penurunan akut hematokrit menjadi penyebab preeklampsia. Dalam hal ini,hemodilusi mengikuti pembentukan endotel dengan kembalinya cairan interstitial ke dalam ruang intravaskular. Sehingga, penting untuk mengenali bahwa penyebab substantif ini (preeklampsi) jatuh di hematokrit, biasanya akibat kehilangan darah saat melahirkan. Hal ini juga mungkin sebagian hasil darijumlah eritrosit yang meningkat pada kehamilan.7Vasospasme dan kebocoran plasma dapat bertahan hingga waktu setelah melahirkan. Dengan meningkatnya volume darah, hematokrit biasanya menurun.Dengan demikian, wanita dengan eklampsia: Sangat sensitifterhadap terapicairan yang diberikandalam upayauntuk mengembalikan volume darah yang berkurang ke kadar kehamilan normal

Sensitifterhadap kehilangandarah saat melahirkan yang dianggap normal bagi perempuan normotensif

DarahdanKoagulasiKelainan hematologi berkembang pada beberapa wanita dengan preeklamsia.Salah satu yang lazim dijumpai adalah trombositopenia, yang kadang-kadang bisa menjadi begitu parah dan mengancam nyawa. Selain itu,beberapa faktor pembekuan plasma mungkin akan menurun, dan eritrosit dapat memperlihatkan bentuk aneh dan mengalami hemolisis yang cepat.7TrombositopeniaTrombositopenia dengan eklampsia telah dijelaskan setidaknya sejaktahun 1922 oleh Stancke. Pada umumnya, jumlah trombosit secara rutin diukur pada wanita dengan bentuk hipertensi gestasional. Frekuensi dan intensitas trombositopenia bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi dari sindrom preeklampsia serta frekuensi pemeriksaan jumlah trombosit. Trombositopenia didefinisikan sebagaijumlah trombosit 300mg/24 jam-atau ekuivalen diekstrapolasi dalam koleksi pendek. Yang penting, hal ini belum terbantahkan.Penentuan protein urin: atau albumin: kreatinin rasio dapat menggantikan kuantifikasi 24 jam rumit. Dalam review sistematis baru-baru ini, Papanna dan rekan (2008) menyimpulkan bahwa protein urin acak:rasio kreatinin yang berada di bawah 130-150 mg/g-0.13 sampai 0,15menunjukkan bahwa kemungkinan proteinuria melebihi 300 mg/hari. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengukur proteinuria, dan tidak ada mendeteksi semua berbagai protein biasanya diekskresikan. Sebuah metode yang lebih akurat melibatkan pengukuran ekskresi albumin. Filtrasi Albumin melebihi globulin, dan dengan penyakit glomerular seperti preeclampsia, protein yang banyak dalam urin adalah albumin. Sehingga memungkinkan pengukuranlebih cepat pada tes albumin dan kreatinin rasio dalam pengaturan rawat jalan.111.4 Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada preeklampsia dan eklampsia terutama diakibatkan oleh vasospasme yang bersifat menyeluruh. Preeklampsia dan eklampsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi berikut: a. Perdarahan serebral Komplikasi paling umum sebagai akibat dari vasospasme dan tingginya tekanan darah pada preeklampsia dan eklampsia adalah perdarahan serebral. b. Gangguan visus (penglihatan) Gangguan visus pada preeklampsia dan eklampsia dihubungkan dengan terjadinya vasospasme arteri retina.c. Koma Pasien eklampsia akan mengalami perubahan kesadaran hingga koma akibat edema otak yang luas. Derajat hilangnya kesadaran dapat dinilai dengan Glasgow Coma Scale. d. Edema paru Penderita preeklampsia mempunyai risiko lebih besar terjadinya edema paru disebabkan payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. e. Asites Asites (akumulasi cairan dalam rongga perut) yang menyertai preeklampsia dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler yang menyeluruh. f. Oliguria Oliguria (produksi urin < 500 ml selama 24 jam) pada preeklampsia terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang menyebabkan penurunan produksi urin. g. Tromboemboli Tromboemboli adalah penyumbatan beberapa bagian sistem kardiovaskular oleh massa bekuan darah yang tidak terkendali. Preeklampsia berkaitan dengan penyempitan arteri spiralis pada plasenta yang dapat menyebabkan kondisi iskemia dan tromboemboli.

h. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet count) Sindrom HELLP adalah gangguan terkait kehamilan yang dikarakterisir oleh timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar (disfungsi hepar), dan trombositopenia Keluarnya enzim 17 hepar terutama AST disebabkan oleh kerusakan dan perdarahan pada hepar. Pada sindrom HELLP terjadi lisis trombosit berkelanjutan yang menyebabkan turunnya trombosit sampai di bawah 100.000 sel/l. i. Intrauterine growth restriction (IUGR) IUGR atau pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Penurunan aliran darah uteroplasenta menyebabkan janin kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul pertumbuhan janin terhambat, ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala.

j. Intrauterine fetal death (IUFD)Peningkatan terjadinya kematian janin intrauterin pada preeklampsia dan eklampsia secara tidak langsung merupakan akibat dari pertumbuhan janin terhambat.Hal ini dikarenakan gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, apabila anemia yang dialami berat, maka aliran oksigen ke janin dapat terganggu sehingga dapat mengganggu kesejahteraan dan pertumbuhan janin seperti pertumbuhan janin terhambat, air ketuban berkurang dan bahkan hingga kematian janin. Kerja organ organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuh janin ( IUGR).k. Prematuritas (kelahiran preterm) Preeklampsia secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran preterm (persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang iatrogenik atas indikasi maternal karena memburuknya penyakit ibu mengharuskan terminasi kehamilan (pengakhiran kehamilan) lebih awal. l. Asfiksia Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan bayi bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Penurunan aliran darah melalui plasenta pada preeklampsia dapat mengurangi aliran oksigen ke janin sehingga menimbulkan gawat janin yang berlanjut sebagai asfiksia pada bayi baru lahir. 121.5 Pencegahan Maksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah preeklampsia pada wanita hamil yang mempunyai faktor risiko terjadinya preeklampsia.13 Strategi-strategi yang dapat dilakukan: a. Antenatal care (ANC)Tujuan pelayanan ANC yaitu untuk deteksi dini pada wanita yang berisiko tinggi, screening untuk mengidentifikasi faktor risiko, intervensi dalam upaya mencegah penyakit yang timbul, dan upaya pengobatan untuk mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita.Pelayanan ANC yang kurang memadai merupakan penghalang utama dalam deteksi dini preeklampsia.13b. Kalsium Kelompok wanita dengan asupan kalsium yang cukup memiliki insidensi preeklampsia yang lebih rendah. Pemberian suplemen kalsium selama kehamilan direkomendasikan untuk mencegah preeclampsia terutama pada daerah dengan tingkat konsumsi kalsium yang rendah.13 c. Antitrombotik Aspirin dosis rendah (75 mg/hari) dapat mengurangi produksi platelet oleh tromboksan. Hasil uji klinis memberikan keuntungan yang sedikit namun aspirin direkomendasikan dalam pencegahan preeklampsia terutama pada wanita dengan faktor risiko berikut: pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, menderita hipertensi kronik, terdapat penyakit ginjal atau autoimun. Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia tidak menyebabkan toksisitas pada janin dan neonatal, namun penggunaan aspirin dosis rendah pada kehamilan harus dibatasi karena masih diperlukan studi lebih lanjut tentang rasio manfaat dan risikonya. 1d. Tirah baring Tirah baring yaitu berbaring dengan posisi miring ke satu sisi. Tirah baring dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada pembuluh vena cava superior sehingga akan meningkatkan aliran darah balik, menambah curah jantung, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.12 Tirah baring masih diperlukan di Indonesia meskipun tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan persalinan preterm.13

1.6 Penatalaksanaan Preeklamsia BeratTujuan utama tatalaksana preeklampsia berat adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.12 Tatalaksana preeklampsia berat dibagi menjadi perawatan aktif dan perawatan konservatif ditinjau dari usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala selama perawatan. Perawatan aktif berarti kehamilan harus segera diterminasi atau diakhiri bersamaan dengan terapi medisinal, sedangkan perawatan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan bersamaan dengan terapi medisinal.13 Tatalaksana terapi medisinal: a. Hospitalisasi Pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan berbaring miring ke satu sisi (kiri). Monitoring tekanan darah dan tanda-tanda vital lainnya dilakukan setiap 30 menit dan refleks patella setiap jam .b. Manajemen diet Pasien dianjurkan untuk diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. c. Manajemen cairan Pasien diberikan infus dekstrosa 5% yang setiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat 500 ml.d. Pemberian antikonvulsan Pasien preeklampsia berat diberikan magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Magnesium sulfat bekerja sebagai antagonis reseptor glutamat seperti reseptor NMDA sehingga mencegah kejang pada preeklampsia. Magnesium sulfat diberikan pada pasien preeklampsia berat terutama jika terdapat tanda atau gejala impending eclampsia (tanda atau gejala yang mengarah pada terjadinya eklampsia) seperti berikut: Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg, Proteinuria > 2+, Gangguan visus, Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, Muntah-muntah, Sindrom HELLP, Jumlah trombosit < 100.000 sel/l h) Kenaikan AST > 2 kali batas atas nilai normal, Nyeri kepala yang persisten, Kadar kreatinin serum > 1,2 mg/dl (NICE, 2011; Cunningham dkk., 2010). Magnesium sulfat aman digunakan pada wanita hamil. Magnesium sulfat dapat diberikan secara intravena atau intramuskular dengan efektifitas yang sama (SOMANZ, 2008). 22 Dosis magnesium sulfat untuk terapi preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Tabel II. Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir seluruhnya melalui ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan memastikan bahwa terdapat refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan pengeluaran urin memadai.2 Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain: a) Refleks patella normal. b) Respirasi > 16 kali/menit.c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml. d) Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml.13Tabel 2Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia.14RegimenLoading doseMaintenance doseDosis tambahan (jika terjadi kejang ulangan)

Intravena

IntramuscularBolus 2-4 g

Bolus 2 g (intravena)* diikuti 4 g bolus kanan dan 4 g bolus kiriDrip 1-2 g/jam

4 g/6 jam

Bolus 2-4 g

-

Keterangan :

*: jika pemberian secara intravena tidak memungkinkan, loading dose cukup diberikan secara intramuscular.

e.Diazepam atau fenitoin dapat diberikan sebagai alternatif apabila terjadi refrakter (kegagalan terapi) atau kontraindikasi terhadap magnesium sulfat. Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pascapersalinan, atau 24 jam setelah kejang terakhir.12f.Pemberian antihipertensi Penentuan ambang batas tekanan darah (TD) untuk pemberian antihipertensi dan target TD pada pengobatan wanita hamil sangat bervariasi pada beberapa guideline internasional, namun semuanya menggunakan nilai yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan Joint National Committee (JNC) untuk terapi non obstetric.15 Terapi antihipertensi direkomendasikan di Canada pada TD > 160/110 mmHg dan obat dapat digunakan hingga TD 130/90 mmHg. Pemberian antihipertensi di Inggris dimulai pada TD > 150/100 mmHg dengan target tekanan darah diastolik 80 100 mmHg . Pemberian antihipertensi di Australia dimulai pada TD > 160/100 mmHg tanpa target terapi yang jelas. Terdapat konsensus bahwa TD 160/110 mmHg mulai membutuhkan perawatan karena wanita berada pada peningkatan risiko perdarahan intraserebral dan pengobatan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal. 15 Penggunaan antihipertensi pada pasien preeklampsia dengan TD 140 159/90 109 mmHg dapat dipertimbangkan terutama jika terdapat nyeri kepala yang parah atau kondisi komorbid seperti diabetes mellitus dan kerusakan ginjal (SOGC, 2008). Target terapi pada wanita hamil ditekankan hingga tekanan darah diastolik (TDD) mencapai 90 mmHg karena TDD < 90 mmHg dapat mengurangi perfusi uteroplasenta (SOGC, 2008). TD pada wanita hamil diturunkan secara perlahan-lahan sampai < 160/110 mmHg selama beberapa jam. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi adalah mencegah hipotensi karena penurunan TD yang agresif dapat menyebabkan penurunan aliran darah plasenta dan gawat janin.15 Antihipertensi mulai diberikan dalam dosis terendah untuk mencegah deplesi volume intravaskular dan risiko hipotensi. Metildopa merupakan antihipertensi yang lebih disukai karena keamanan penggunaannya dalam kehamilan, namun labetalol, nifedipin, dan hidralazin lebih menguntungkan dalam 25 mengatasi hipertensi berat pada preeklampsia karena onset kerjanya yang lebih cepat.15 Tabel III menunjukkan rekomendasi pemberian antihipertensi menurut beberapa guideline. Antihipertensi yang dapat digunakan dalam kehamilan antara lain: a) Metildopa merupakan antihipertensi yang bekerja dengan menstimulasi reseptor 2 adrenergik. Terapi dengan metildopa dilaporkan dapat mencegah progresifitas keparahan hipertensi pada wanita hamil dan tidak menimbulkan efek yang merugikan pada perkembangan janin, uteroplasenta, dan hemodinamika janin.15 b) Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang bekerja dengan menghambat influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin yang diberikan pada wanita hamil tidak menyebabkan penurunan aliran darah dalam rahim. Nifedipin aman digunakan bersama magnesium sulfat tanpa peningkatan efek samping yang serius seperti kelemahan otot.15c) Hidralazin bekerja merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi tahanan vaskular sistemik. Penggunaan hidralazin dalam kehamilan tidak menunjukkan teratogenisitas. Hidralazin meningkatkan output jantung, memperbaiki perfusi uteroplasenta, dan dapat menimbulkan refleks takikardi.12 d) Labetalol adalah beta bloker non selektif yang bermanfaat karena tidak menimbulkan refleks takikardi. Pemakaian labetalol dalam kehamilan diterima secara luas. Pemberian labetalol secara parenteral pada preeklampsia berat menunjukkan insidensi hipotensi maternal dan efek samping lain yang lebih rendah sehingga dapat dipakai untuk menggantikan hidralazin.15

e) Diuretik tidak boleh diberikan pada pasien preeklampsia karena dapat memperberat hipovolemia. Pemberian diuretik seperti furosemid atau sejenisnya hanya boleh dilakukan jika terbukti adanya edema paru. Pasien dapat diberikan injeksi furosemid 40 mg.14f) Antasida dapat diberikan untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung.12

g) Kortikosteroid dapat diberikan jika terdapat indikasi darurat yang mengharuskan kehamilan diakhiri pada usia 24 34 minggu untuk mempercepat pematangan paru janin.

Perawatan aktif Perawatan aktif berarti kehamilan harus diterminasi (diakhiri). Cara terminasi kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik, apakah sudah inpartu (berada dalam tahap persalinan) atau belum.12 Indikasi dilakukan perawatan aktif antara lain: a) Usia kehamilan > 37 minggu.

b) Adanya tanda atau gejala impending eclampsia seperti kenaikan TD yang progresif, nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, dan nyeri epigastrium.

c) Kegagalan perawatan konservatif yaitu terjadi kenaikan tekanan darah setelah 6 jam terapi medisinal atau tidak ada perbaikan setelah 24 jam terapi medisinal.

d) Adanya pertumbuhan janin terhambat.

e) Adanya sindrom HELLP. Perawatan konservatif Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia dengan keadaan janin baik.12 Terapi obstetrik dilakukan dengan observasi dan evaluasi tanpa terminasi kehamilan. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Terapi medisinal dianggap gagal dan kehamilan harus diterminasi bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan. Pasien dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan bila selama tiga hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia ringan.122. IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )

2.1 Definisi IUFD

IUFD ( Intra Uterine Fetal Death ) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna ( Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 500 gram.15 Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intrauterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD.15 2.2 Etiologi IUFD Kematian janin (IUFD) disebabkan oleh tiga permasalahan pokokyaitu kausa dari janin, kausa dari ibu, dan kausa dari plasenta.2 a) Kausa Janin

Dari 2540% kasus kematian janin, penyebab terseringnya adalahkarena faktor janin itu sendiri. Kausa pada janin tersebut mencakup cacatgenetik atau malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel,dan cacat lahir non kromosom.2 Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan kromosom autosom. Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect,hidrosefalus, penyakit jantung kongenital, hidrops dan lain-lain. Malformasi kongenital mayor ini merupakan kelainan genetis yang mengancam hidupjanin dan mengganggu kerja organ-organ vital.7 Infeksi janin merupakan kausa yang konsisten dengan tingkat kegawatdaruratan janin. Semakin parah morbiditas dan virulensi dari infeksi yang diderita janin, semakin buruk kemungkinan janin untuk dapat hidup didalam uterus. Beberapa infeksi janin yang dapat membahayakan janin antara lain infeksi TORCH (CMV, Toxoplasma, Rubella), malaria, infeksi Streptococcus grup A dan Streptococcus grup B, Salmonelosis atau demam tifoid, hingga gangguan pembekuan darah dan syok. 2,7 Rubella dan Parovirus B19 merupakan salah satu agen paling teratogenik yang diketahui. Sekitar 80% wanita hamil terinfeksi rubella dan ruam selama 12 minggu akan mengalami infeksi kongenital, usia 13-14minggu berjumlah 54 %, dan pada akhir trimester kedua sebanyak 25%.Adanya infeksi virus Rubella dan Parovirus ini akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin intra uterin yang berakibat pada kegagalan perkembangan jantung, defek susunan syaraf pusat, ikterus, hepatitis,hambatan pertumbuhan janin, trombositopenia, anemia, dan lain-lain.Sitomegalovirus lebih banyak menyebabkan infeksi dan kecacatan perinatal dibandingkan dengan hambatan perkembangan dan pertumbuhan janin intrauterin. Infeksi CMV menyebabkan mikrosefalus, retardasi mental-motorik,defisit saraf sensori, hepatosplenomegali, anemia hemolitik, hingga sindroma anti-fosfolipid.2Infeksi Streptococcus grup A saat ini sudah jarang dijumpai. Walau demikian, infeksi ini tergolong infeksi yang berat karena menimbulkan syokdan sangat toksik, sehingga berakibat pada kematian ibu janin. Infeksi Streptococcus grup B berperan dalam menyebabkan gangguan hasil kehamilan (persalinanpreterm , ketuban pecah dini, korioamnionitis, dansepsis nifas). Oleh karena itu, infeksi Streptococcus merupakan infeksi yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup janin di dalam uterus.7 Penyakit sistemik lain yang menimbulkan kematian janin sekaligus kematian maternal antara lain malaria, demam tifoid, demam berdarah dengue, gangguan pembekuan darah, dan syok. Semua gangguan sistemikini membutuhkan adanya penanganan yang lebih komprehensif untuk ibuhamil, dengan mempertimbangkan konsultasi pada ahli-ahli penyakit dalamyang kompeten.7b) Kausa Maternal

Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyata hanya memiliki peranan yang kecil. Beberapa penyakit dari ibu yang mempunyai kausa tersering berupa hipertensi dan diabetes pada kehamilan.Penyakit-penyakit lain seperti autoantibodi, SLE, penyakit rhesus merupakan sebab yang jarang jumlah kejadiannya. Pada intinya, kasus kematian janin yang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkan oleh adanya gangguan sistemikpada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut mengganggu perfusi darah dari ibu ke janin. Penyebab lainnya seperti penurunan alfa feto protein, cukup memberikan arti yang besar dalam menimbulkan kematian janin, walaupun kejadian tersebut bersifat jarang ditemukan. Mekanisme inkompatibilitas Rhesus darah antar orang tua mempunyai peran dalam IUFD. Golongan darah Rhesus yang berbeda tersebut memberikan suatu bentuk autoantibodi pada tubuh janin, sehingga berakibat pada hiperkoagulitas darah dan reaksi autoimun janin. Hampir semua kasus ibu hamil dengan inkompatibilitas Rhesus berakibat pada kematian janin.2 Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensigestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Ketiga jenis hipertensi kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan, sesuai dengan tingkat keparahan.Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional yang memberat akan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia. Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel disertai dengan adanya kombinasi antara hipertensi dan proteinuria yang nyata selama kehamilan. Bila pre-eklampsia tidak segera ditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklampsia berat yanga khirnya mengakibatkan eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya kejang grand mal pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain .Hipertensi kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan iskemia dalam pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan curah jantung yang bermakna. Hal ini mengakibatkan adanya peningkatan afterloadjantung. Hal ini akan semakin parah bila mencapai tahap pre-eklampsia, dimana terjadi peningkatan resistensi perifer akibat vasospasme yang berlebihan dan berakibat pada penurunan mencolok curahjantung. Bila keadaan ini terus dibiarkan, maka akan mengganggu perfusi utero-plasenta dan mengakibatkan hipoksia janin. Hal ini akan berakibat pada kematian janin.

Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering pada kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan yang mengidap diabetes sebelum hamil (overt), dan yang mengidap saat hamil (gestasional). Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan, yang mungkin terjadi akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini dapat menimbulkan efekbagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertai trauma lahir karena distosia bahu. Hal ini disebabkan oleh karena pengendapan lemak yang berlebihan di bahu dan badan. Hiperinsulinemiajanin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Berkaitan dengan kematian janin, dugaan kematian janin oleh karena diabetes gestasional masih merupakan permasalahan yang belum ditemukan secara pasti bagaimana teori terjadinya. Kemungkinan paling besar adalah adanya traumajanin saat lahir akibat distosia bahu atau diabetes dipandang sebagai pemicu hipertensi pada kehamilan yang akhirnya menimbulkan pre-eklampsia dan eklampsia.Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptur uteri ini antara lain adanya diproporsi janin dan panggul, partus macet, atau adanya partus traumatik, dimana terjadi trauma mekanis yang kuat yang dapat merobekmiometrium uterus. Penilaian klinis pada rupture uterineini berbeda antara pada uterus normal dengan pada uterus bekas sectiocaesarea. Penilaian klinis rupture uteri pada uterus normal diawali olehadanya lingkaran konstriksi ( balds ring) hingga umbilicus atau diatasnya,nyeri hebat pada perut bagian bawah, hilangnya kontraksi uterus gravidusyang normal, perdarahan pervaginam, dan syok.2 Adanya ruptura uteri ini secara otomatis akan mengakibatkan adanya perdarahan mendadak pada ibu dan trans-plasenta, sehingga berakibat pada perdarahan janin yang masifdan kematian janin.c) Kausa Plasenta

Kasus kematian janin yang dikaitkan dengan kausa plasenta relatifbersifat dependent, tidak bisa berdiri sendiri, atau tergantung dari adanya penyebab yang lainnya. Kasus-kasus yang sering menyebabkan kematianjanin antara lain solusio plasenta, infeksi plasenta dan ketuban, infarkplasenta, dan perdarahan janin ke ibu. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes di antara selaput ketuban dan uterus kemudian lolos keluar yang menyebabkan perdarahan eksternal. Solusio plasenta terbagimenjadi solusio plasenta totalis dan parsial.7Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desiduakemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahap paling awal akan memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan destruksi plasenta di dekatnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya perfusi darah ke janin melalui plasenta dan berakibat pada kematian janin. Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehingga menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta.Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterusdan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus.Hal inilah yang membedakan antara solusio plasenta parsialis dengan total. Gambaran klinis solusio plasenta ringan hingga berat pun berbeda. Pada solusio plasenta ringan, terjadi ruptur sinus marginalis yang menyebabkan perdarahan pervaginam warna merah hitam dan agak tegang dengan bagian janin masih teraba. Solusio plasenta sedang terjadi sakit perutterus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar diraba, BJA sukar diraba dengan stetoskop biasa, dan terjadi kelainan pembekuan darah (French,2005). Solusio plasenta berat merupakan gejala terberat dengan pelepasan solusio plasenta lebih dari duapertiga luas, uterus tegang seperti papan, nyeri hebat, dan ibu-janin tiba-tiba mengalami syok hingga meninggal.Infark plasenta merupakan kelainan plasenta yang tersering. Infarkplasenta terjadi karena akibat dari sumbatan pasokan vaskuler ibu, yaitusirkulasi antarvilus. Secara histopatologis terdapat gambaran degenerasi fibrinoid trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri spiralis. Secara umum, etiologi dari infark plasenta ini terjadi karena penuaan trofoblas yang mengalami perubahan, dan gangguan sirkulasi utero plasenta. Sinsisium yang mengalami penuaan mengalami degenerasi sinsisium. Sinsisium yang terurai tersebut kemudian langsung terpajan dengan darah ibu, sehingga menyebabkan bekuan darah pada vilus-vilus.Dari sini, terbentuklah trombosis arteri vilus pada janin dan bahkan berakibat pada kalsifikasi plasenta. Pembentukan trombosis dan kalsifikasi inimengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke janin yang berakibat kematianjanin. Gambaran infark plasenta ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Patologi Anatomi & Ultrasonografi.162.3 Diagnosa IUFD

Pada anamnesis ibu hamil tidak merasakan ada pergerakan janin dan hilangnya tanda-tanda dan gejala kehamilan.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda pertumbuhan uterus, pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar serial -Hcg, pada pemeriksaan x-ray ditemukan Spalding sign dan Roberts sign, dan pada pemeriksaan USG ditemukan jelas keadaan janin mati intra uterin.162.4 PenatalaksanaanIUFDBila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya diobservasi dahulu untuk mencari kepastian diagnosis. Selama observasi, 70-90 % akan terjadi persalinan yang spontan .Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyutjantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang .Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.17Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. Penanganan aktif dilakukan pada serviks matang, dengan melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin atau prostaglandin. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi.17Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk menyarankan kepada pasien dan keluarganya bahwa bukan suatu kegawatan dari bayi yangsudah meninggal :

a.Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus dilakukan dengan suction curetase

b.Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2 vaginal supositoria dimulai dengan dosis 10 mg,

c.Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin.Selama periode menunggu diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien yang sedang berduka karena kematian janin dalam kandungannya.BAB 2STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Suami

: Tn. A/ 42 Tahun/ Petani

Alamat : Sonobekel, Kec Tanjung AnomUmur

: 40 tahun

No RM: -

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

STATUS DI IGD

Datang ke IGD pada Selasa, tanggal 24-02-2015

Anamnesa/ Pmx fisik/Diagnosa/ konsultasi penderita : Tidak merasakan gerak janin sejak 3 hari lalu di rumahnya.HPHT

: 13-07-2014

HPL

: 16-04-2015Tensi

: 180/140 mmHg

Dx

: GVP40004 32-33 minggu/T/IUFDTerapi tindakan : MRS

STATUS OBSTETRI Anamnesa : Pasien masuk kamar bersalin pada tanggal 24-02-2015 pukul 21.20 wib, pasien merupakan rujukan dari bidan dengan anamnesa hamil anak ke-5, usia kehamilan kurang lebih 7 bulan. Berdasarkan hasil USG tanggal 24-02-2015 menunjukkan DJJ (-).

RPS : Pasien hamil ini, dengan diagnosa kehamilan GVP40004RPD : dbnPemeriksaan fisik :

Status umum :

Kesadaran

: Composmentis

Tensi

: 180/140 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

Suhuhxillar: 35,3o C

Edema

: -/- Status Obstetri

TFU

: 25 cm

Letak Janin : letak kepala DJJ

: -TBJ

: - Riwayat persalinan yang lalu : 1. Bidan/ Spt/ Laki-laki/ BB(-) / 18 tahun2. Bidan/ Spt/ Laki-laki/ BB(-) / 13 tahun

3. Bidan/ Spt/ Laki-laki/ BB(-) / 7 tahun

4. Bidan/ Spt/ Laki-laki/ BB(-) / 5 tahun

5. Hamil ini Lain-lain : HPHT : 13-07-2014 HPL: 16-04-2015 ( hasil USG)

Riwayat persalinan :Pada tanggal 24-02-2015 jam 21.20 belum muncul HIS, ketuban belum pecah, darah atau lendir bercampur darah belum ada.

Pemeriksaan dalam :

Pembukaan : Seujung jari

EFF

: -

Selaput Ketuban : +Presentasi

: kepalaHODGE

: -

Kesimpulan :Diagnosa kehamilan : GVP40004, 32-33 minggu/T/IUFDDiagnosa persalinan : belum inpartuPenyulit ibu

: obstetrik (PEB)

Penyulit janin

: IUFD KEHAMILAN RESIKO TINGGI

Rencana perawatan: 1. Laboratorium PEB ( DL,UL, Asam urat, SGPT, SGOT, Ureum, Kreatinin)

2. Observasi tanda-tanda inpartu

3. Kalau inpartu pro spontan belakang kepala Kala 2 :Tanggal 25-02-2015 jam 06.00, jenis persalinan spontan + IUFD, indikasi kala II IUFD Kala 3 : Tanggal 25-02-2015 jam 06.05, plasenta lahir spontan, indikasi kala III Kala 4 :Tanggal 25-02-2015 jam 10.45, fundus uteri dua jari dibawah pusat, tensi 140/100, nadi 82, suhu 36,5 CTanggal 25-02-2015 jam 11.00, dipindah ke ruang/ kelas kemuning/III.

Bayi : AS

: -Jenis kelamin

: laki-laki

Berat

: 1400 gr

Panjang

: 45cm

Anus

: +

Kelainan Kongenital: -

Kaput

: -

Cephal hematoma

: - Maserasi

: tingkat I Plasenta : Lengkap Berat

: 500 gr

Ukuran

: normal

Kelainan

: -

Tali pusat

: 50 cm

Lilitan tali pusat : - Cairan Ketuban : meconeal

Perineum : tidak ada episiotomi atau robekan jalan lahir Tindakan

a. Pasang infuse RL

b. Ambil sampel darah untuk cek laboratorium PEB

Jam 23.30Lapor dr.Jaka N Sp.OG

Pro misoprostol tablet per oral / 6 jam

Injeksi MgSO4 Aktif : - MgSO4 20% 4gr i.v selama 15 menit

MgSO4 40% 10gr i.m pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5gr)

Pasang DC

Misoprostol tablet I / per oral

Jam 24.00 Injeksi MgSO4 aktif

Jam 05.30 VT pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala Hodge III Pimpin persalinan Jam 06.00bayi lahir laki-laki (fetal death)

Jam 12.00TD = 140/90 mmHg

UP = 100cc dibuang SM bokong kiri tunda Jam 18.00observasi fluxus dan tensi

TD = 140/90 mmHg

UP = 100cc dibuang

SM bokong kanan tunda

Jam 24.00TD = 170/120 mmHg

UP = 50cc

SM tunda

Jam 06.00TD = 170/120 mmHg

UP = 250cc

SM bokong kanan

SM stop (Keadaan umum baik dan perdarahan sedikit)

Kemudian dipindah ke ruangan Hasil LABHEMATOLOGI

Darah rutin

Hasil

SatuanNilai rujukan Leukosit

8,99

10^3/ul 3,60-11,00

Jumlah Eritrosit 5.23H10^3/ul 3.8-5.20

Hemoglobin

13.0

g/dl

11.7-15.5

Hematokrit

39.5

%

35.0-47.0

MCV

75.5LfL

80.0-100.0

MCH

24.9Lpg

26.0-34.0

MCHC

32,9

g/l

32.0-36.0

Trombosit

424H10^3/ul150-400

RDW-SD

43,3

fL

37-54

RDW-CV

16,1H%

11-15

PDW

10,0

fL

MPV

9,2

fL

P-LCR

18,8

%

PCT

0,39

%KIMIA DARAH

SGOT

32.0HU/L