42
BAB I 1.1 Pendahuluan Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat. Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri, dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil laporan kasus, bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis. 1 1.2 Definisi Meningitis bakterial adalah suatu peradangan pada selaput otak ( araknoid dan piamater ), yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. Meningitis bakterial ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya kuman penyebab infeksi pada cairan serebrospinal. 2,3 1.3 Etiologi Meningitis bakterial disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. Sebagai kuman penyebab ialah jenis Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Staphylococcus, Streptococcus, E.coli,

Responsi Meningitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas koas

Citation preview

BAB II

BAB I1.1 Pendahuluan

Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat. Etiologi atau penyebab dari meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri, dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Dari hasil laporan kasus, bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.11.2 DefinisiMeningitis bakterial adalah suatu peradangan pada selaput otak ( araknoid dan piamater ), yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. Meningitis bakterial ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya kuman penyebab infeksi pada cairan serebrospinal.2,3

1.3 Etiologi

Meningitis bakterial disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. Sebagai kuman penyebab ialah jenis Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Staphylococcus, Streptococcus, E.coli, Meningococcus dan Salmonella. Di Jakarta penyebab terbanyak ialah Pneumococcus dan Haemophilus influenzae. Di Amerika penyebab terbanyak Meningococcus, sedangkan di Jakarta jarang ditemukan. Pada neonatus meningitis bakterial disebabkan oleh Group B Streptococcus ( 49 % ), E coli ( 18 % ), Listeria monocytogenes ( 7 % ). Pada bayi dan anak anak dapat disebabkan oleh Haemophilus influenzae ( 40 60 % ), Neisseria meningitidis ( 25 40 % ), Pneumococcus ( 10 20 % ).3,4

1.4 Epidemiologi

Meningitis bakterial pada bayi dan anak masih sering dijumpai di Indonesia. Angka kejadian tertinggi terjadi pada umur antara 2 bulan 2 tahun. Umumnya terjadi pada anak yang distrofik, yang daya tahan tubuhnya rendah, dan hidup di lingkungan sosial ekonomi rendah. Di Amerika Serikat pada tahun 1994 angka kejadian untuk anak anak di bawah 5 tahun berkisar 8,7 per 100.000 sedangkan pada anak di atas 5 tahun 2,2 per 100.000. Lebih sering terjadi pada laki laki dibandingkan pada perempuan dengan perbandingan 1,7 3 : 1. Sekitar 80 % dari seluruh kasus meningitis bakterial terjadi pada anak dan 70 % dari jumlah tersebut terjadi pada anak berusia 1 sampai 5 bulan.2,3

1.5 Patogenesis

Meningitis bakterial umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Umumnya penyebaran bakteri secara hematogenous yang berasal dari infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Bakteriemia biasanya mendahului meningitis atau terjadi dalam waktu yang sama, sehingga sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Kuman dapat masuk dalam bentuk aerosol atau droplet dan kemudian melekat pada sel epitel mukosa nasofaring untuk melakukan kolonisasi. Kuman kemudian masuk ke dalam aliran darah dengan menembus mukosa dan memperbanyak diri di dalam aliran darah yang dapat menimbulkan bakteriemia. Dari aliran darah kuman masuk ke dalam cairan serebrospinal, kemudian memperbanyak diri sampai akhirnya menimbulkan peradangan pada selaput otak. Meningitis juga bisa terjadi karena perluasan langsung infeksi yang letaknya berdekatan dengan selaput otak seperti sinusitis, mastoiditis, otitis media, abses otak, dan trombosis sinus cavernosus. Atau bisa juga infeksi terjadi secara langsung pada keadaan seperti trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, dan pungsi lumbal yang kurang steril. Kuman atau bakteri yang ada pada saluran genital ibu sangat mudah menginfeksi bayi baru lahir pada saat ketuban pecah. Group B streptococcus dan Listeri monocytogenes dapat menginfeksi janin secara transplasental. Keadaan ini dapat menimbulkan sepsis dan kemudian meningitis. Resiko meningkat jika bayi lahir prematur atau dengan BBLR.1,2,5

1.6 Patofisiologi

Patofisiologi meningitis bakterial merupakan proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan dalam menimbulkan respon radang pada selaput otak ( meningen ) yang kememudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak yang dapat menimbulkan gejala sisa. Umumnya otak dilindungi oleh sistem imun dan sawar darah otak pada selaput darah otak yaitu antara aliran darah dengan otak. Jika bakteri dapat lolos masuk ke dalam cairan otak maka bakteri akan memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan otak. Bakteri yang telah berkembang biak akan tersebar keseluruh ruang subaraknoid secara pasif karena aliran cairan serebrospinal. Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati akan melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel ( endotoksin, teichoic acid ) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan diselaput otak. Bakteri Gram negatif pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/ endotoksin, dan bakteri Gram positif akan melepaskan asam teikoat. Adanya komponen bakteri yang dilepaskan oleh bakteri akan menstimulasi sel Endotel dan sel makrofag sistem saraf pusat untuk melepaskan mediator mediator inflamasi seperti Interleukin-1 ( IL-1 ) dan tumor necrosis factor ( TNF ). Mediator mediator ini kemudian menginduksi Prostaglandin E2 yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah otak. Meningkatnya permeabilitas kapiler ini menyebabkan cairan intravaskular akan merembes keluar ke dalam ruang ekstraselular ( edema vasogenik ). Permeabilitas kapiler selaput otak mempermudah migrasi neutrofil, sel fagosit, polimorfonuklear sehingga terjadi pleositosis pada cairan serebrospinalis yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel sehingga terjadi pengumpulan cairan di dalam neuron, glia, dan sel endotel yang menyebabkan pembengkakkan sel tersebut ( edema sitotoksik ). Terjadinya proses fagositosis bakteri oleh sel polimorfonuklear di ruang subaraknoid menyebabkan terbentuknya debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang dapat menyumbat saluran cairan serebrospinalis. Keadaan ini dapat menyebabkan tekanan hidrostatatik ruang subaraknoid meningkat sehingga terjadi pemindahan cairan dari sistem ventrikel ke jaringan otak ( edema interstisial ). Ketiga macam edema serebri ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. IL-1 dan TNF juga menyebabkan interaksi antara endotel dengan leukosit dengan akibat terjadinya kerusakan endotel dan kemudian meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. Mediator diatas juga menginduksi produksi platelet-activating factor ( PAF ) yang dapat menimbulkan trombosis yang dapat mengganggu aliran darah ke otak. Tekanan intrakranial yang meningkat juga menyebabkan penurunan aliran darah ke otak sehingga otak kekurangan O2 untuk metabolisme sehingga terjadi gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan serebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerobik.2,31.7 Gejala Klinis

Gejala klinis meningitis bakterial bervariasi tergantung umur penderita, lamanya sakit sebelum mendapat perawatan, dan jenis bakteri. Tidak ada gejala yang spesifik dimana gejala meningitis juga bisa ditemukan pada anak anak yang tidak menderita meningitis. Ada 3 gejala yang umum terjadi pada meningitis bakterial yaitu gejala infeksi akut seperti anak tampak lesu, panas, dan anoreksia. Gejala tekanan intrakranial yang meningkat seperti sering muntah, nyeri kepala ( anak besar ), tangis yang merintih ( pada neonatus ), kesadaran menurun dari apatis sampai koma, kejang, ubun ubun besar menonjol dan tegang. Gejala rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda tanda spesifik seperti Kernig, Brudzinsky I dan II positif, kadang ada nyeri punggung. Berdasarkan umur akan didapatkan gejala klinis meningitis yang bervariasi. Pada neonatus tanda tanda rangsangan meningeal jarang ada dan jika ada sulit untuk di evaluasi. Biasanya pada neonatus didapatkan gejala demam, gelisah, nafsu makan menurun, tangis yang merintih, dan muntah. Pada anak yang berumur 1 18 bulan tanda dan gejala sering kali tidak spesifik yaitu terdiri dari demam, gelisah, apatis sampai somnolen, muntah, nafsu makan menurun, nangis jika dipegang, ubun ubun besar menonjol, dan kejang. Pada anak yang lebih tua gejala yang timbul terdiri dari demam, sakit kepala, tanda tanda rangsangan meningeal, kejang, muntah, gelisah sampai somnolen, dan jika sampai koma menandakan prognosisnya jelek.2,6

1.8 Diagnosis

Diagnosis meningitis bakterial dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan cairan serebrospinalis yang didapatkan dengan pungsi lumbal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang akut, fulminan, dengan tanda-tanda khas "trias klasik" (3 tanda klasik) yang berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku kuduk biasanya sulit ditemukan pada keaadaan tertentu seperti pada neonatus. Selain tiga tanda diatas mual, muntah, kejang, fotofobia dan gejala klinis lainnya yang sudah dijelaskan diatas juga dapat ditemukan. Pada bayi sering ditemukan bulging (benjolan) pada fontanela bayi atau neonatus. Untuk mencari adanya iritasi pada selaput meningen harus dilakukan tes kaku kuduk, tanda brudzinki dan kernig. Pemeriksaan kesadaran pasien, pemeriksaan saraf-saraf kranial dan tepi, serta dilakukan pemeriksaan pada mata yaitu untuk melihat apakah telah terjadi udem pada papil. Diagnosis meningitis tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan tanda saja. Karena tanda dan gejala seperti tersebut diatas bisa juga ditemukan pada anak anak yang tidak menderita meningitis bakterial. Diagnosis pasti dari meningitis bakterial hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh karena itu pungsi lumbal harus dilakukan jika dicurigai meningitis bakterial dari tanda dan gejala yang didapat. Pada fase awal penyakit bisa saja hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis normal, maka dari itu jangan sampai menghilangkan kewaspadaan terhadap penderita yang dicurigai meningitis bakterial dengan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis normal. Pada meningitis bakterial umumnya cairan serebrospinalis berwarna opalesen sampai keruh. Dari pemeriksaan cairan serebrospinalis pada penderita meningitis bakterial akan ditemukan pleositosis ( 500 10.000/mm3 ) dimana sel yang dominan adalah polimorfonuklear yaitu neutrofil dan granulosit sampai sekitar 95 %. Dengan perjalanan penyakit ada kenaikan bertahap limfosit dan sel mononuklear yang besar dan adanya pengobatan antibiotik sebelum pungsi lumbar dapat mengacaukan gambaran cairan serebrospinalis. Glukosa menurun < 40 mg/dl kurang dari setengah kadar glukosa serum. Protein meningkat biasanya diatas 75 % tapi perlu diperhatikan kadar protein normal yang berbeda menurut umur. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya positif kuat. Kultur dan uji resistensi bakteri pada cairan serebrospinalis baru ada hasil setelah 24 72 jam. Hasil dari kultur dan uji resistensi akan mengarahkan kita pada pengobatan yang tepat. CT scan diperlukan untuk evaluasi kontra indikasi pungsi lumbal dan komplikasi - komplikasi yang mungkin terjadi.2,3,4,6

1.9 Diagnosis banding

Ada beberapa penyakit yang memiliki gejala dan tanda yang hampir sama dengan meningitis bakterial seperti meningitis aseptik, meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, meningoensefalitis, abses otak. Untuk membedakannya diperlukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dan jika perlu pemeriksaan foto roentgen.51.10 Pengobatan

Pasien meningitis purulenta pada umumnya kesadarannya menurun dan seringkali disertai muntah dan atau diare. Oleh karenanya untuk membina masukan yang baik, penderita perlu langsung mendapat cairan intra vena dan jika terjadi asidosis diperlukan cairan yang mengandung korektor basa. Bila anak kejang dapat diberikan diazepam 0,5 mg/kgBB/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB IM, dua puluh empat jam kemudian diberikan dosis rumat 4 5mg/kgBB/hari. Pada penelitian pemberian steroid dapat mengurangi produksi mediator mediator radang, sehingga dapat mengurangi kecacatan seperti paresis dan tuli. Diberikan 10 20 menit sebelum terapi antibiotika. Kortikosteroid yang memberikan hasil baik ialah deksametason dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari. Pemberian antibiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase pertama sebelum ada hasil biakan dan uji sensitifitas. Pada fase ini pemberian secara empirik. Karena penyebab terbanyak H. influenzae dam Pneumococcus maka digunakan kombinasi ampisilin dan kloramfenikol secara intravena. Dosis ampisilin 200 300 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis, kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, pada neonatus 50 mg/kgBB/hari. Paada bayi dan anak pengobatannya selama 10 14 hari, dan pada neonatus selama 21 hari. Pengobatan secara empirik lain adalah pada neonatus digunakan kombinasi antara ampisilin dengan aminoglikosid ( gentamisin ) atau ampisilin dengan cefotaxim. Pada umur 3 bulan 10 tahun digunakan kombinasi ampisilin dengan cefotaxim atau ampisilin dengan seftriakson, atau ampisilin dengan kloramfenikol. Pengobatan fase kedua dilakukan setelah ada hasil biakan dan uji sensitifitas disesuaikan dengan kuman penyebab dan obat yang serasi. Berdasarkan identifikasi jenis kuman, antibiotik yang digunakan untuk meningitis purulenta karena H. influenzae adalah ampisilin, kloramfenikol, seftriakson dan sefotaxim. Jika penyebabnya S. pneumoniae diberikan penisilin, kloramfenikol, seftriakson, cefuroksim, dan vankomisin. Jika penyebabnya N. meningitidis dapat diberikan penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, dan seftriakson. Dosis antibiotika pada meningitis purulenta : ampisilin 200 300 mg/kgBB/hari, kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari, cefuroksim 250 mg/kgBB/hari, cefotaksim 200 mg/kgBB/hari, seftriakson 100 mg/kgBB/hari, gentamisin neonatus ( 0 7 hari ) 5 mg/kgBB/ hari, ( 7 28 hari ) 7,5 mg/kgBB/hari. Pungsi lumbal ulangan dilakukan apabila klinis membaik pada hari ke-10 pengobatan, dan jika keadaan laboratorium membaik pengobatan diteruskan 2 hari lagi, kemudian dipulangkan. Pada neonatus lamanya pengobatan 21 hari.2,3 1.11 Prognosis

Ada banyak faktor yang menentukan prognosis dari meningitis bakterial diantaranya umur pasien, jenis bakteri penyebab, berat ringannya infeksi, lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan, dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan. Prognosis buruk pada bayi yang berumur dibawah 6 bulan. Angka kematian meningitis bakterial yang disebabkan oleh H. influenzae adalah 6,5%, N. meningitidis 12%, dan S. pneumoniae 28%. Apabila infeksi yang terjadi disertai kejang kejang lebih dari 4 hari, DIC, dan coma menunjukkan prognosis yang buruk. Apabila pengobatan terlambat dan tidak adekuat dapat menimbulkan kematian dan kecacatan yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal. Terapi antibiotik yang tepat dan pengobatan supportif dapat menurunkan angka kematian meningitis bakterial pada masa setelah neonatus yaitu dibawah 10%.2,6,7BAB II

KOMPLIKASI MENINGITIS BAKTERIAL DAN

PENATALAKSANAANNYA

3.1 KOMPLIKASI MENINGITIS BAKTERIAL

Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi bisa akut atau bisa juga timbul dalam waktu yang lama setelah penderita sembuh. Komplikasi akut yang mungkin terjadi ialah acute serebral edema, ventrikulitis, efusi subdural, nekrosis dan destruksi nervus cranialis, DIC, shock dan gagal napas, sekresi ADH yang berlebihan, kejang, hidrosefalus, tuli, abses otak dan bisa juga karena pengobatan. Komplikasi jangka panjang yang bisa terjadi antara lain tuli saraf, kebutaan, sekuele neurologis berupa hemi paresis, hipertonia muskulorum, defisit motorik, epilepsi, retardasi mental, gangguan belajar, gangguan perhatian, dan gangguan bahasa. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini.2,33.2 KOMPLIKASI MENINGITIS BAKTERIAL DAN PENATALAKSANAANNYA

Disini akan dijelaskan sedikit tentang komplikasi komplikasi yang sering terjadi pada meningitis bakterial dan penatalaksanaannya :

1. EFUSI SUBDURAL

Efusi subdural terjadi 10 30 % pada meningitis bakterial dan 85 90 % asimptomatik. Efusi subdural 50 % terjadi pada meningitis karena H influenzae. Kemungkinan terjadinya efusi subdural perlu dipikirkan jika demam tetap ada setelah 72 jam pemberian antibiotik dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun ubun besar tetap menonjol, gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau kejang umum dan muntah muntah. Diagnosis ditegakkan dengan CT scans. Pengobatan efusi subdural masih kontroversial, tetapi biasanya dilakukan pungsi atau tap subdural. Dilakukan tap subdural tiap 2 hari sampai kering. Kalau dalam 2 minggu tidak kering dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf untuk dikeringkan. Pengeluaran cairan dalam sekali tap subdural maksimal 30 ml dan dapat dilakukan maksimal 6 kali.2,32. EDEMA SEREBRI

Edema serebri adalah pengumpulan cairan didalam jaringan otak, baik intraseluler atau ekstraseluler. Edema serebri yang terjadi pada meningitis ikut serta menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak meningkat yang dapat menyebabkan edema vasogenik, karena pleositosis dan toksin akan menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan karena aliran cairan serebrospinalis terganggu/hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstisial. Pengobatan edema serebri yaitu dengan memberikan deksametason dosis 0,5 mg/kgbb/hari, i.v. atau i.m., dosis diturunkan perlahan setelah beberapa hari bila ada perbaikan. Manitol dosis 1,5-2 g/kgbb/hari, i.v. dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12 jam dengan menggunakan larutan 15-20 %. Furosemide dosis 2 mg/kgBB/hari, iv dibagi dalam 2 dosis.23. VENTRIKULITIS

Ventrikulitis kadang kadang terjadi pada meningitis bakterial dan sering terjadi pada neonatus dimana pernah dilaporkan terjadi 92 % pada neonatus dengan meningitis bakterial. Ini disebabkan karena ruang subaraknoid dengan ventrikel dihubungkan oleh cairan serebrospinalis yang pasang surut atau karena migrasi kuman yang bergerak. Pada ventrikulitis dengan eksudat purulen dapat menimbulkan penyumbatan pada akuaduktus Sylvii yang memang dasarnya sudah sempit. Ini akan menyebabkan infeksi setempat atau abses didalam ventrikel dan obat obatan baik yang diberikan secara sistemik maupun secara intratekal melalui pungsi lumbal tidak bisa mencapai ventrikel karena adanya sawar darah otak dan penyumbatan di akuaduktus Sylvii. Pada keadaan seperti ini kadang kadang cairan serebrospinalis yang didapat melalui pungsi lumbal sudah steril tapi cairan ventrikel masih mengandung kuman yang dapat menjadi sumber infeksi yang dapat menyebabkan meningitis kembali. Kita patut curiga terjadi ventrikulitis jika tidak ada perbaikan klinis atau laboratoris dengan pengobatan seperti lazimnya, penderita tampak sakit berat, dan ada tanda tanda peninggian tekanan intrakranial. Diagnosis pasti ditegakkan jika dari pemeriksaan cairan ventrikel didapatkan leukosit lebih dari 200/ml dan biakan cairan ventrikel positif. Karena obat yang diberikan secara sistemik atau intratekal sulit mencapai ventrikel maka pengobatan diberikan dengan memasukkan antibiotika secara langsung ke dalam ventrikel. Karena pungsi ventrikel yang berulang ulang kurang baik, maka pemberiannya dilakukan melalui reservoir Salmon-Rickham yang dipasang didaerah frontal dengan membuat burrhole terlebih dahulu. Reservoir ini dipasang di bawah kulit dan ujungnya kira kira 1 cm di dalam ventrikel. Dosis obat yang dimasukkan ke dalam ventrikel didasarkan atas perbandingan antara head circumference( HC ) dalam cm dengan cerebral mantle ( CM ) dalam mm. Untuk menentukan CM di daerah frontal, setelah pungsi ventrikel dan dikeluarkan cairan untuk pemeriksaan, kemudian dimasukkan udara kira kira 5 10 ml dan selanjutnya dibuat foto rontgen kepala.2,3

DOSIS ANTIBIOTIKA INTRARESERVOIR

ANTIBIOTIKA DOSIS SEHARI

HC : CM = 1,5 HC : CM (2

Ampisilin

Sodium sefalotin

Kloramfenikol

Gentamisin sulfat

Sodium metisilin

10 mg

25 mg

25 mg

2 mg

25 mg25 mg

50 mg

50 mg

4 mg

50 mg

4. HIDROSEFALUS

Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak dimana terjadi peningkatan cairan serebrospinalis ( CSS ) dengan atau pernah dengan peningkatan tekanan intrakranial sehingga menyebabkan pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS. Pada meningitis terjadinya hidrosefalus bisa disebabkan karena jalan liquor terganggu, resorbsi menurun, atau bisa juga karena produksi meningkat. Karena proses infeksi dapat menyebabkan perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subaraknoid yang mengganggu absorbsi. Adanya eksudat purulen dapat menyebabkan obstruksi mekanik di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis sehingga mengganggu jalannya liquor dan menyebabkan pelebaran ruang diatasnya. Hidrosefalus lebih banyak terjadi pasca-meningitis. Diagnosis dibuat secara klinis dimana gejala yang tampak berupa gejala akibat tekanan intrakranial yang meningkat seperti muntah, nyeri kepala, kejang, dan kesadaran menurun. Kepala terlihat lebih besar dibandingkan dengan tubuh. Penting dilakukan pengukuran lingkaran kepala secara berkala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Jika ubun ubun besar belum menutup akan tampak melebar, menonjol, dan tegang. Sutura juga dapat tampak melebar. Terapi yang bisa dilakukan yaitu dengan memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan ventrikel dengan subaraknoid. Misalnya dengan ventrikulosisternotomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Tapi terapi ini hasilnya kurang memuaskan karena pada meningitis disertai dengan insufisiensi fungsi absorpsi. Hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan mengalihkan aliran liquor dengan menghubungkan ruang subaraknoid di daerah lumbal dengan peritonium ( spino-peritoneal shunt ) atau dengan menghubungkan ventrikulus tertius dengan vena kava superior ( ventriculo-caval shunt ) atau dengan rongga peritonium ( ventriculo-peritoneal shunt ). Untuk kedua tindakan yang terakhir ini diperlukan suatu katup yang dapat mengatur aliran tetap ventrikulovugal. Ada dua macam katup yang dapat digunakan dalam oprasi shunt ini yaitu katup Spitz-Holter dan katup Pudenz-Heyer.2,8

5. TULI

Gangguan pendengaran dapat terjadi dalam taraf ringan sampai berat. Kira kira 5 30 % penderita meningitis bakterial mengalami komplikasi tuli terutama yang disebabkan oleh S pneumoniae. Tuli saraf lebih sering terjadi daripada tuli konduktif. Tuli konduktif disebabkan karena infeksi telinga tengah yang menyertai meningitis. Tuli saraf lebih sering disebabkan karena sepsis koklear daripada kelainan N. VIII. Adanya gangguan pendengaran pada penderita meningitis dapat dideteksi dalam waktu 48 jam sakit dengan BAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir minggu ke-2, tetapi yang berat akan menetap. Pemberian deksametason dapat mengurangi komplikasi gangguan pendengaran apabila diberikan sebelum pemberian antibiotik dengan dosis 0,6 mg/ kgBB/ hari intravena dibagi 4 dosis selama 4 hari. Gangguan pendengaran yang berat nantinya dapat menyebabkan gangguan kemampuan bicara.2,46. EPILEPSI

Meningitis dapat menimbulkan sekuele di otak yang dapat menimbulkan epilepsi di kemudian hari. Terapi pada kasus epilepsi meliputi 2 hal yakni pemberian nasihat dan pemberian obat anti konvulsan.a. Pemberian nasihat (advis)

Tujuan dari segala nasihat kita adalah agar penderita dapat hidup dalam keadaan yang senormal mungkin. Penderita baik yang masih sekolah maupun yang sudah bekerja dinasehati supaya melakukan kegiatannya seperti biasa. Hanya bila penderita seorang pekerja yang pekerjaannya dapat membahayakan dirinya barulah dinasihati agar penderita pindah ke lapangan pekerjaan lain. Penderita tidak diperkenankan untuk menjadi supir mobil dan hendaknya jangan diberikan surat izin mengemudi, karena hal itu dapat membahayakan dirinya, para penumpangnya, dan para pengguna jalan lain. Pada dasarnya penderita dilarang mengemudikan kendaraan bermotor selama penderita masih minum obat-obatan anti konvulsan.

Penderita tidak dilarang berolahraga, tetapi kepadanya supaya tetap menjaga diri dan hendaknya jangan sampai kelelahan. Olah raga berenang pun tidak dilarang asal ada yang menjaganya. Psikoterapi memegang peranan yang sangat penting dalam menambah kepercayaan dan membantu mengurangi atau menghilangkan rasa rendah diri pada penderita. Makanan penderita harus teratur, penderita dijaga agar jangan sampai merasa lapar. Bila penderita merasa lapar hendaknya segera makan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Jika dewasa kelak penderita epilepsi tidak diperbolehkan minum-minuman beralkohol seperti bir dan lain lainnya. Tidak ada larangan terhadap rokok atau kopi, asal jangan berlebihan. Buang air besar harus teratur, bila ada obstipasi, hendaknya kepada penderita diberikan laksansia ringan.Tidur harus teratur, penderita tidak diperbolehkan bergadang. Tidak jarang bangkitan epilepsi timbul setelah penderita kurang tidur. Pada penderita epilepsi pasca meningoensefalitis yang kelak dewasa dan gravidae, lebih mudah terjadi bangkitan-bangkitan epilepsi. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil akan mengalami retensi natrium, hidrasi dan berat badan yang bertambah, yang menimbulkan perubahan-perubahan metabolisme dalam tubuh wanita tersebut, yang pada akhirnya menurunkan ambang myokloni. Dalam keadaan demikian, sebaiknya dosis obat antikonvulsan ditingkatkan untuk mencegah timbulnya bangkitan epilepsi.

Bila penderita hendak bepergian jauh, maka dinasihati agar penderita meminum obat anti-konvulsan secara teratur. Jangan sampai kelelahan, tidur harus baik, dan diingatkan bahwa perubahan udara sewaktu waktu memang dapat mengganggu. b. Pemberian obat-obat anti konvulsan

Obat-obat anti-konvulsan yang dapat diberikan adalah:

1. Fenobarbital

Obat anti-konvulsan yang terbaik dan termurah adalah fenobarbital (luminal). Obat ini untuk pertama kali dipergunakan sebagai anti-konvulsan pada tahun 1912 oleh Hauptmann. Pemberian luminal pada anak-anak disesuaikan dengan indikasinya. Untuk tindakan preventif diberikan luminal sebesar 1 mg/kgbb/x secara i.v. Untuk Kejang lama diberikan luminal 8 mg/kgbb/hr (2x, 2 hari), lalu dilanjutkan luminal dosis 5 mg/kgbb/hr, dibagi dalam 2 dosis. Untuk epilepsi umum pada anak berusia > 4 tahun tidak digunakan luminal tapi valproic acid.2. Difenilhidantoin

Sebagai anti-konvulsan, obat ini pertama kali dipergunakan dalam tahun 1938 oleh Merritt dan Putnam. Kelebihan dari obat ini adalah oleh karena tidak bersifat sedatif. Dilantin tidak digunakan untuk mengobati Petit Mal, tapi hanya untuk mencegah timbulnya bangkitan epilepsi pada penderita Grand Mal dan Epilepsi Psikomotor. Digunakan untuk terapi epilepsi pada anak > 4 tahun yang tidak boleh diberikan luminal. Dosis pada anak-anak: maksimum 6 mg/kgbb/hari.3. Valium (diazepam)

Khusus disebutkan di sini kegunaan valium bila disuntikkan secara intravena, pada terapi penderita dengan status epileptikus. Dosis 0,5 mg/kgbb/x i.v. dan pada anak dengan berat badan 10 kg diberikan sebanyak ampul per kali.4. Clonazepam

Clonazepam berkhasiat bila digunakan pada terapi penderita dengan Petit Mal dan bangkitan akinetik dan mioklonik. Diberikan dengan dosis 2,5 mg per hari, dibagi dalam 3 dosis.5. Tridione/Paradione

Obat-obatan ini berasal dari kelompok oksazolidinedione. Paradione ternyata kurang toksik dibandingkan tridione. Obat-obatan ini dapat dipergunakan pada anakanak dengan Petit Mal. Dosis: 3 x 150-300 mg per hari, dosis ini dapat ditingkatkan hingga 3 g per hari. Efek samping dari obat golongan ini adalah mengantuk, fotofobia, akne, agranulosis dan anemia aplastik. 6. Zarontin (Ethosuximide)

Zarontin sangat baik pada penderita dengan Petit Mal. Dosis pada anak anak < 6 tahun adalah 2 atau 3 x 250mg-500mg per hari. Efek sampingnya adalah anoreksia, nausea, muntah-muntah, dan depresi sumsum tulang.

7. Valproic acid (Depakene)

Depakene dapat dipergunakan dalam pengobatan Petit Mal dan pada myoclonic epilepsy dan bangkitan akinetik. Dosis pada anak-anak sebesar 30-40 mg/kgbb/hari (2x sehari). Efek samping dapat berupa badan terasa capai, mual, muntah, dan diare, berat badan bertambah, tremor, trombositopenia ringan, dan peningkatan enzim enzim hepatik. Sewaktu terapi dengan depakene hendaknya dipantau jumlah trombosit dan fungsi hati. Pemberian obat-obat anti-konvulsan dipertimbangkan untuk dihentikan bila penderita telah 1 tahun bebas dari bangkitan epilepsi dan memperlihatkan E.E.G. yang normal. 87. RETARDASI MENTAL

Terjadinya retardasi mental disebabkan karena brain damage yang terjadi pada penderita meningitis. Karena brain damage merupakan proses lampau yang tidak aktif lagi, tentunya tidak banyak lagi yang dapat dilakukan untuk terapi kausal. Tetapi terdapat beberapa hal yang masih dapat dilakukan yaitu:

1. Fisioterapi

Bila keterampilan motorik dapat ditingkatkan maka dapat pula dilihat bahwa output yang lain seperti misalnya ketangkasan lokomotorik, selfhelp, berbahasa dan lain-lain dapt meningkat pula.2. Untuk menghilangkan spastisitas yang dapat menghalangi gerakan penderita dapat diberikan diazepam.8BAB III

Ringkasan

Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis bakterial adalah suatu peradangan pada selaput otak ( araknoid dan piamater ), yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan non virus. Dari hasil laporan kasus, bakteri penyebab meningitis terbanyak disebabkan oleh: Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis. Meningitis bakterial pada bayi dan anak masih sering dijumpai di Indonesia. Angka kejadian tertinggi terjadi pada umur antara 2 bulan 2 tahun. Ada 3 gejala yang umum terjadi pada meningitis bakterial yaitu gejala infeksi akut seperti anak tampak lesu, panas, dan anoreksia. Gejala tekanan intrakranial yang meningkat seperti sering muntah, nyeri kepala ( anak besar ), tangis yang merintih ( pada neonatus ), kesadaran menurun dari apatis sampai koma, kejang, ubun ubun besar menonjol dan tegang. Gejala rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda tanda spesifik seperti Kernig, Brudzinsky I dan II positif, kadang ada nyeri punggung. Komplikasi yang terjadi pada meningitis bakterial dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi bisa akut atau bisa juga timbul dalam waktu yang lama setelah penderita sembuh. Komplikasi akut yang mungkin terjadi ialah acute serebral edema, ventrikulitis, efusi subdural, nekrosis dan destruksi nervus cranialis, DIC, shock dan gagal napas, sekresi ADH yang berlebihan, kejang, hidrosefalus, tuli, abses otak dan bisa juga karena pengobatan. Komplikasi jangka panjang yang bisa terjadi antara lain tuli saraf, kebutaan, sekuele neurologis berupa hemi paresis, hipertonia muskulorum, defisit motorik, epilepsi, retardasi mental, gangguan belajar, gangguan perhatian, dan gangguan bahasa. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

1.Sari I D. Meningitis Bakterialis. Kalbe. 2003. Juni 23. Available from: www.kalbe.Co.id/kf portal. Hsf / o / . Accessed November 18; 2004

2. Soetomenggolo TS, Ismael S. Neurologi Anak. Jakarta. Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2000

3. Hasan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah II. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002

4. Kumar A. Bacterial Meningitis. Emedicine.2004 October,4. Available from: www. Emedicine.com/PED/topic 198. htm 101k Accessed November 10; 2004

5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors: Nelson Essentials of Pediatrics, ed 16, Philadelphia, 2000, WB Saunders,p. 382 - 385

6. Johnson GM, Wagner GE, Virella G. Meningitis and Encephalitis, in: Microbiology and Infectious Diseases.p. 429 - 434

7. Prober CG. Central Nervous System Infections. In : Nelson Text Book of Pediatrics.p. 2038 - 2044

8 Ngoerah GNGde. Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. Cetakan pertama. Surabaya. Penerbit Universitas Airlangga; 1990.hal.259-263.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Andrea Nara Saputra, I KetutUmur : 1 tahun, 3 bulanJenis Kelamin : Laki laki

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Alamat : Banjar Sumbersari, Melaya, Jembrana.

MRS : 11 November 2012 ( pukul 01:34 WITA di Jempiring )

II. ANAMNESIS ( Heteroanamnesis )

Keluhan Utama : Kejang

Penderita kiriman dari RSUD Negara dirujuk dengan diagnosis sementara ......... ke UGD RS Sanglah triage anak. Penderita dikeluhkan kejang sejak kurang lebih 5 jam sebelum masuk rumah sakit (pukul 21:00 wita) sebanyak 1 kali selama 20-30 menit, kejang dikatakan pada seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas. Saat kejang penderita mengalami panas badan. Setelah selesai kejang pasien dikatakan mengantuk (tidak sadar baik). Kejang berhenti setelah mendapat obat dari pantat.

Panas badan sejak 3 hari yang lalu dikatakan mendadak tinggi, tidak disertai dengan menggigil. Panas badan naik turun dengan obat penurun panas. Panas badan tertinggi dikatakan mencapai 40,5oC

Penderita juga dikeluhkan sariawan sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit dan perut dikatan lebih kembung .....Keluhan mencret tidak ada, BAB dikatakan seperti biasa, BAB dikatakan terakhir di popok kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit dahuluPenderita dikatakan sempat demam 2 minggu yang lalu disertai batuk kurang lebih selama 4 hari. Riwayat pada bulan Juli 2012 operasi VP shunt.Pasien tidak meilikiriwayat alergiRiwayat penyakit keluargaRiwayat kejang pada keluarga disangkal

Riwaya sosial

Penderita merupakan anak ke-3 dari tiga bersaudara, dimana kedua kakak penderita berada dalam keadaan sehatRiwayat Pengobatan-Riwayat PersalinanAnak lahir normal ditolong oleh bidan, dengan BBL:4.200 gram, ibu lupa akan panjang badan bayi serta lingkar kepala bayinya saat lahir. Bayi dikatakan segera menangis saat lahirRiwayat ImunisasiBCG 1 kali

Hepatitis B 3 kaliCampak 1 kali

Polio 3 kali

DPT 3 kaliRiwayat Nutrisi

Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pasien hingga saat ini masih mengkonsumsi susu formula. Pasien diberikan bubur susu saat usia 6 bulan dengan frekuensi 2-3 kali sehari, dan nasi tim diberikan sejak umur 8 bulan dengan usia 2-3 bulan.Riwayat tumbuh kembang

Pasien mampu menegakkan kepala pada usia 8 bulan, membalik badan pada usia 10 bulan. Pasien belum bisa duduk, merangkak dan berdiri.Penilaian nyeri

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present :

Keadaan umum :

Kesadaran : Berat Badan : 9,5 kg

Nadi : 100 x/ menitLingkar KepalaRespirasi : 30 x/ menitLingkar lengan atasTemp Aksila : 37,2 C

Status AntropometriPB : 75 cmBB: 9,0 kgLK:

LILA:BB/U: -0,12

PB/U: -1,00

BB/PB: 0,42

BBI: 9,15 kg

Status gizi berdasarkan waterlow: 103,8% (gizi baik)Status General :

Kepala : Makrosefali, UUB datar

Mata : Konjungtiva pucat ( -/- ), ikterus ( -/- ), refleks pupil ( +/+ ) isokor

Doll eye movement ( + ), nistagmus ( - ), strabismus ( - ), deviation

Conjugee ( - )

THT : Telinga

: secret (-)

Hidung

: Napas cupinghidung (-), sekret (-)

Tenggorokan: Faring : hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)Leher : Kaku kuduk ( + ) pembesaran kelenjar ( - )

Brudsinski I (+), Brudsinski II (+)Thorax : Cor : S1 S2 normal, reguler, murmur ( - )

Po : BV +/+, Rh -/-, Wh, -/-

Abdomen : Distensi ( - ), Bising usus ( + ) normal, hepar/lien tidak dapat teraba

Ekstremitas : akral hangat ( + ), cyanosis ( - )

Reflek fisiologis ( + ) untuk keempat ekstremitas, reflek patologis ( - ) untuk keempat ekstremitas.IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah lengkap

ParameterHasil (11/11)Hasil (16/11)SatuanNilai Rujukan

WBC34,86 15,30X103/L6,00-14,00

-NE%63,20 73,50 %18,30-47,10

-LY%30,6018,70 %30,00-64,30

-Mo%5,505,40%0,00-7,10

-Eo%0,020,30%0,00-5,00

-Ba%0,720,50%0,00-0,70

RBC4,161,97X106/L4,10-5,30

HGB7,0011,70 g/dL12,00-16,00

HCT 25,10 17,00%36,00-49,00

MCV60,40 86,10fL78,00-102,00

MCH16,9059,50Pg25,00-35,00

MCHC28,0069,10g/dL25,00-35,00

RDW15,1017,60%11,60-18,70

PLT661,90161,90X103/L140,00-440,00

&RETIC1,83

#RETIC73,40

#CHr20,50

11/11/2012ParameterHasilSatuanNilai RujukanRemarks

Fe36,09g/dL40,00-100,00rendah

TIBC265,52g/dL100,00-400,00

Feritin660,23Ng/ml30,00-400,00tinggi

LCS

ParameterHasil (11/11)Hasil (16/11)SatuanNilai Rujukan

Glukosa11,0073,40mg/ L50,00-75,00

N-TP263,00 20,50ng/dL15-45

a. Nonne+2negatif

b. Pandy+2negatif

c. Cell

- Mono

- Poly140

26

74/mm3

%

%--

--

--

Makroskopis

- Warna

- Bekuan

- DarahJernih

-

--

-

-

Mikroskopis

- Eritrosit

- Bentuk-

-/lp

12 November 2012ParameterHasil satuanNilai Rujukan Remarks

PT13,90detik< 2 detik dgn kontrol

INR1,179-0,90-1,10Tinggi

Kontrol PT14,10detik

APTT29,50detik 38oC

- Kenalog in oralbase cream (dioles 3x/ hari) di tempat sariawanIX MONITORTanda vitalFOLLOW UP PENDERITA DI RUANGAN

TGLSOAP

22/9/2004Kejang (-)St Present

-Ku: Tampak lemas -Kes: iritabel

-HR:124X/mnt, -RR:56X/mnt dangkal, ireguler

-T( ax : 37,50C

St. Generalis

-Kepala : N cephali, UUB:datar -Mata: an (+), ikt(-) Rp +/+ isokor.doll eye movment (+), nistagmus (-), deviation conjugee (-)

-THT:NCH(-), cyan(-) -Leher : KK (+), PK (-)

-Thoraks :Co/po dbn

-Abdomen :Distensi (-), BU (+) N, H/L ttb,

-Ext : Akral hangat (+), cyan (-) Kernig dan brudzinski (-) Susp. Meningitis bakteri + anemia-IVFD Dext 10 % 20 tetes m / menit

-Ampicilin 6 x 325 mg

-Cefotaxim 3 x 325 mg

-Luminal 2 x 13 mg

-Dexametason inj. 3 x 1mg

-Mx/ VS, kesadaran, kejang

-Pdx/ blood smear, reticulosit count, konsul THT

23/9/2004Kejang (-) St Present

-Ku: Tampak lemas -Kes: iritabel

-HR:164X/mnt, -RR:64X/mnt

-T( ax : 37,50C

St Generalis idem

Lab DL: WBC: 13,0 HB: 8,64 HCT: 24,7 PLT: 438, Blood smear normokromik, normositik, anisositosisSusp. Meningitis bakteri + anemia-Kebutuhan cairan = 520 cc/ hari

-IVFD Dext 10 % 250cc/hr =10 tetes m / menit, sisanya 270cc lewat oral (ASI/PASI 25CC/2jam)

-Ampicilin 6 x 325 mg

-Cefotaxim 3 x 325 mg

-Luminal 2 x 13 mg

-Dexametason inj. 3 x 1mg

-Mx/ VS, kesadaran, kejang

Pdx/ LP

24/9/2004Kejang (-) minum ASI (+) kuatSt Present

-Ku:Sedang -Kes: CM

-HR:120X/mnt, -RR:30X/mnt

-T( ax : 37 0C

St Generalis

Jawaban THT : tidak didapatkan kelainan dibidang THT Meningitis bakteri Idem

25/9/2004Kejang (-)Idem

LP = agak keruh, NONE: (-), PANDY: + 1, leukosit: 342, PMN: 29%,MN:71%, Eri:0-1/LPB,Tot prot. 114, glu : 13. Meningitis bakteriIdem

LP = Jernih, tunggu hasil dari quantum

26/9/2004Kejang (-)idemidemidem

27/9/2004Kejang (-)idemidemIVFD D 5% Saline 10 tetes/ menit , yang lain idem

28/9/2004Kejang (-)Kes : iritabel N: 136X/menit, R: 56x/menit, T( ax: 36,6 (CidemIdem

29/9/2004Kejang (-)Idem KK: (IdemIdem, Luminal stop

30/9/2004Kejang (-) IdemidemIdem, Dexametason 2 x 1mg

1/10/2004Kejang (-)IdemidemIdem, Dexametason 1 x 1mg

2/10/2004idemIdemidemIdem,ASI/PASI on demand

3/10/2004idemIdemidemidem

4/10/2004idemIdem, KK (-)idemIdem, dexametason stop

5/10/2004idemIdem, DL : WBC : 13,6 HB: 9,43 HCT : 27,4 % PLT: 327idemidem

6/10/2004Panas (+) Idem, T( ax:

37,7(C

LP: bening, jernih, NONE (-) PANDY (-), Leukosit 109, PMN: 73% MN: 27% Eri: 2-3/LPB, Tot Prot: 84 Glu: 22idemIdem, Paracetamol 3 x 0,5 cc drip KP, Lakukan LP

7/10/2004idemidemidemidem

8/10/2004Idem, panas (-)idemidemidem

9/10/2004Idem idemidemidem

10/10/2004 Panas (+)Idem, T( ax:

38 (C

idemIdem, paracetamol 3 x 0,5 cc

11/10/2004idemIdem, T( ax:

38,8 (C

idemIdem

Cek DL

12/10/2004Kejang (-) Panas (-)-Ku: baik Kes: CM

T( ax:

36,4 (C

IdemIdem, Usul BPL besok ,

13/10/2004Panas (+)Idem, T( ax:

37,6 (C

idemInfus stop, antibiotika oral = Clabat 3 x Cth , paracetamol 3 x 0,5 cc ASI on demand

14/10/2004Panas (+) naik turunidemidemIdem

15/10/2004idemidemidemIdem, LP hari ini

16/10/2004Panas (-)Idem, LP = NONE: +3 PANDY: +3 Leukosit 247, PMN 100%, Glu: 26idemidem

17/10/2004idemIdemidemIdem

18/10/2004idemIdem, LP = Bening,jernih NONE : +1 PANDY: +1 Leukosit : 168, PMN: 67%, MN: 33% Eri : 2-4/LPB Tot Prot: 146 Glu: 24idemIdem

19/10/2004idemidemidemIVFD D 5% 10 tetes/ menit, paracetamol 3 x 0,5 cc KP, ASI on demand

20/10/2004IdemidemidemIdem, Kalpicilin 6 x 325 mg, Cefotaxim 3 x 325 mg, Sanvita B Syrup.

Pulang paksa karena mau dirawat di rumah