Upload
lybao
View
223
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN
KOTA JANTHO KABUPATEN ACEH BESAR
OLEH:
RACHMAN JAYA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI BESAR PENELITIAN PADI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
2016
Revisi 1
KATA PENGANTAR
Untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian ekonomi salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP). Sampai dengan tahun 2019, akan dibangun 100 TTP di berbagai wilayah Indonesia, dimana salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Pemilihan lokasi ini dilakukan oleh Tim Pembangunan TTP Aceh melalui proses seleksi berdasarkan kriteria yang dikeluarkan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPENAS). Ditetapkannya TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh oleh Tim berdasarkan pada data dukung dari hasil observasi lapang, wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah dan dukungan data sekunder.
Keberadaan TTP merupakan wahana yang dapat digunakan untuk mempercepat arus penyampaian teknologi dari Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna melalui kegiatan disseminasi dan pendampingan, sekaligus sebagai wahana bernuansa bisnis yang menghasilkan pengusaha baru (UMKM) di bidang pertanian dan bidang lain yang mendukung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dalam kawasan TTP.
Berdasarkan data potensi dan permasalahan yang ada di kawasan TTP yang diperoleh melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD), serta observasi dan penelusuran data sekunder akan dilakukan intervensi beberapa teknologi pertanian berbasis komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan dan hortikultura. Cakupan intervensi sesuai kebutuhan baik secara vertikal hulu-hilir dan horizontal antar komoditas. Sejalan dengan waktu perlu dilakukan penyesuaian terhadap rencana induk yang telah dibuat. Beberapa sub kegiatan yang perlu ditambahkan adalah budidaya dan pembibitan jamur merang, serta fokus kegiatan hortikultura pada kegiatan diseminasi.
Rencana induk revisi 1 dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran awal kepada stakeholders, pemerhati dan pihak terkait lainnya tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan, pihak-pihak yang terlibat dan proses yang dilakukan di TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian diharapkan pembangunan TTP dapat memberikan masukan dan berkontribusi langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Banda Aceh, 2 Januari 2016
Tim Pembangunan TTP Kota
Jantho
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………… ii
I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………… 1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………………………………… 1
1.2.Tujuan ……………………………………………………………………………………………… 2
1.3. Keluaran …………………………………………………………………………………………… 2
II. LANDASAN HUKUM, DASAR TEORI DAN PENENTUAN LOKASI ……………………… 3
2.1.Landasan Hukum ………………………………………………………………………………… 3
2.2.Dasar Teori ………………………………….…………………………………………………… 3
2.2.1. Pengertian TTP ……………………………………………………………………………… 3
2.2.2. Penentuan Lokasi …………………………………………………………………………… 4
III. PROFIL TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO ……………………………… 7
3.1 Lokasi ………………………………………………………………………………………………………… 7
3.2 Kondisi Biofisik ……………………………………………………………………………………………… 10
3.2.1 Curah Hujan ……………………………………………………………………………………………… 10
3.2.2 Air Permukaan …………………………………………………………………………………………… 10
3.3.3 Tanah dan Lingkungan ……………………………………………………………………………… 13
3.3.4 Kondisi Sosisal Ekonomi …………………………………………………………………………… 20
3.3.5 Organisasi TTP …………………………………………………………………………………………… 22
3.3.6 Penentuan Komoditas Utama ……………………………………………………………………… 24
IV. INTERVENSI TEKNOLOGI DI TTP KOTA JANTHO………………………………………………… 27
V. PERENCANAAN BISNIS TTP KOTA JANTHO …………………………………………………… 33
VI. LAYOUT PUSAT DAN KAWASAN TTP KOTA JANTHO ………………………………… 37
VII. PENUTUP ……………………………………………………………………………………………………… 41
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………………………… 42
LAMPIRAN ………….………………………………………………………………………………………………… 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Matrik keputusan penentuan lokasi (kabupaten) TTP Kota Jantho ………………. 6
2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho ……………. 16
3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro …………… 18
4. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM …………………….. 19
5. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho ……………. 25
6. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan …………………………………… 28
7. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura …………………………………………… 29
8. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan …………………………………………….. 30
9. Intervensi Teknologi Komoditas Perikanan ………………………………………………. 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka konseptual pembangunan TTP ………………………………………………………… 4
2. Lokasi TTP Kota Jantho …………………………………………………………………………………. 7
3. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar ……………………………………… 7
4. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho …………………………………………………….. 8
5. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho ……………………………………………………………. 9
6. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas …………………………… 10
7. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar …. 11
8. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk ………. 12
9. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor ……………………………………………………….. 14
10. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor …………………………………….. 14
11. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh ………………………………………………………. 15
12. Profil tanah di BPP unit Jantho ………………………………………………………………………. 16
13. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro …………………………………………. 18
14. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM ………………………………………………….. 20
15. Beberapa budidaya tanaman di TTP Kota Jantho ……………………………………………… 21
16. Diagram alir penentuan komoditas utama ……………………………………………………… . 25
17. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi ………………………. 34
18. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi ………………………………….. 35
19. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho …………………………… 36
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia atau dikenal
sebagai “Nawa Cita” pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019
adalah akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional (butir keenam) dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada
tahun 2015 Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program
membangun 5 unit Taman Sain Pertanian (TSP) dan 16 unit Taman Teknologi
Pertanian (TTP). Salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten
Aceh Besar, Provinsi Aceh. Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP,
khususnya TTP Kota Jantho.
Secara teknis pembangunan TTP diarahkan sebagai pusat penerapan
teknologi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil
(pasca panen) yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi
untuk diterapkan dalam skala ekonomi, selain itu dari sisi penyebarluasan inovasi
teknologi pertanian TTP diarahkan sebagai pusat disseminasi teknologi, dan pusat
advokasi bisnis bagi masyarakat luas. Dalam hal ini terdapat beberapa kata kunci
yang dapat diterjemahkan bahwa pembangunan TTP suatu wilayah berbasis
kawasan yang di dalamnya terdapat kajian-kajian penerapan teknologi yang telah
diteliti oleh pelaku penghasil teknologi seperti Balitbangtan dan perguruan tinggi
dalam skala industri (rumah tangga, kecil dan menengah).
Dari sisi internal Balitbangtan, dalam hal ini BPTP Aceh walaupun alokasi
anggaran untuk pembangunan TTP Kota Jantho hanya tiga tahun (2015-2017)
akan tetapi secara teknis Balitbangtan tetap melakukan kegiatan di kawasan TTP
Kota Jantho, yaitu dalam bentuk kegiatan pendampingan. Secara mendalam hal
ini dapat diartikan bahwa para peneliti, penyuluh dan teknisi akan selalu
melakukan aktivitas pengkajian, penyuluhan dan diseminasi di kawasan TTP
tersebut.
Sejalan dengan perjalanan waktu, diperlukan beberapa penyesuaian
terhadap core bisnis dari TTP Kota Jantho. Pada tahun 2016, dikembangkan usaha
bisnis budidaya jamur merang, walaupun masih pada peningkatan kemampuan
teknis dari penggelola. Selain itu pada bidang hortikultura, fokus masih pada
diseminasi (show window) dari inovasi teknologi.
1.2 Tujuan
1. Meningkatkan penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK
Ristek, swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Membangun model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan:
pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara
berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di
bidang agroteknologi dan agribisnis.
4. Menghasilkan wirausaha muda berbasis komoditi pertanian di kawasan.
1.3 Keluaran
1. Meningkatnya penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK
Ristek, swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Terbangunya model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan:
pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara
berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal
3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di
bidang agroteknologi dan agribisnis.
4. Dihasilkan wirausaha muda berbasis komoditi pertanian di kawasan TTP Kota
Jantho.
II. LANDASAN HUKUM, DASAR TEORI DAN PENENTUAN LOKASI
2.1 Landasan Hukum
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan
Taman Teknologi (TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan
dalam sebagai program quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui
Badan Litbang mendapat tugas untuk membangun 5 (lima) Taman Sains
Pertanian (TSP) di area Kebun Percobaan milik Badan Litbang dan 16 Taman
Teknologi Pertanian (TTP) di tingkat kabupaten/kota.
Wujud dari hal tersebut adalah Balitbangtan telah melakukan kerjasama
(MOU) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar Nomor:
485/HK.220/I/05/2015 dan Nomor: 7/NK/AB/2015 (Lampiran 1) tentang
Pembangunan dan Pengembangan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho, yang
dilanjutkan dengan penerbitan Surat keterangan penggunaan lahan untuk
pembangunan pusat TTP Kota Jantho, Nomor: 032/2124/SK-T/2015 (Lampiran 2)
dan Keputusan Penetapan Lokasi Pembangunan TTP Kota Jantho di Desa
Teureubeih, Nomor 272 Tahun 2015 (Lampiran 3). Dari sisi internal Balitbangtan
telah dibentuk tim pelaksana dengan penanggung jawab Kepala Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
melalui SK, Nomor: 943/KP.340/I.11/02/2015 (Lampiran 4).
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Pengertian TTP
TTP adalah tempat untuk pengembangan dan penerapan inovasi yang
diarahkan berfungsi sebagai: (1) pengembangan inovasi bidang pertanian dan
peternakan yang telah dikaji, untuk diterapkan dalam skala ekonomi; (2) tempat
pelatihan, pemagangan, pusat diseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke
masyarakat luas.
TTP merupakan suatu kawasan implementasi inovasi yang telah
dikembangkan pada TSP (Gambar 1), berskala pengembangan dan berwawasan
agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya meliputi:
penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan
hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi
masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis dengan swasta.
Secara operasional pembangunan TTP berpegang (guidelines) yang digali
dari Sembilan aspek yaitu ; (1) sebagai wahana untuk peningkatan ekonomi
daerah; (2) sebagai wahana hilirisasi ilmu pengetahuan dan teknologi; (3)
berbasis potensi daerah; (4) kegiatan berbasis hulu-hilir, dengan pengertian
kegiatan tidak hanya menanam dan memetik, tetapi juga berbasis pengolahan
dan pemasaran berbasis profit; (5) menginkubasi industri skala kecil atau rumah
tangga; (6) berkelanjutan; (7) mandiri; (8) berawal dari perdesaan; (9) tersedia
lahan milik pemda; (10) dan terdapat perguruan tinggi afiliasi.
Gambar 1. Kerangka konseptual pembangunan TTP
2.2.2 Penentuan Lokasi
Salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan Teknologi Pertanian
adalah dukungan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam penyediaan lokasi
TTP dan dukungan lainnya seperti pendanaan dan penyediaan sumberdaya
manusia. Pada konteks ini, berdasarkan komoditas unggulan daerah yang sesuai
dengan tujuh komoditas utama Kementerian Pertanian dan dukungan
pem.kab/kota dari 23 kab/kota di Provinsi Aceh, terpilih tiga Kabupaten yaitu Aceh
Selatan, Bener Meriah dan Aceh Besar. Metode yang digunakan dalam penentuan
lokasi adalah skoring dan pembobotan. Skoring yang digunakan menggunakan
skala ordinal (1-5) : 5: sangat penting, 4: penting, 3: agak penting, 2: kurang
penting dan 1: tidak penting. Pakar (experts) yang terlibat dengan latar belakang
sebagai peneliti, akademisi (perguruan tinggi) dan praktisi. Kualifikasi untuk
peneliti dan akademisi minimal bergelar Doktor (S3) dan memiliki pengalaman
dalam bidang perencanaan, sedangkan dari praktisi minimal memiliki pengalaman
15 tahun dalam melaksanakan agribisnis berbasis kawasan.
Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel 1) untuk
penentuan lokasi (kabupaten) didapatkan bahwa kabupaten yang terpilih adalah
Kabupaten Aceh Besar dengan nilai 4.15. Fakta ini ditunjukan oleh adanya
moment penting yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh
Besar yaitu Pekan Pertanian Nasional (Penas) yang akan dilaksanakan pada tahun
2017, sehingga lokasi TTP dapat dijadikan salah satu site kunjungan peserta
Penas yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia.
Tabel 1. Matrik keputusan penentuan lokasi (kabupaten) TTP Kota Jantho
No. Kriteria B Aceh
Selatan
BxS Bener
Meriah
BxS Aceh
Besar
BxS
1. Ketersediaan lokasi untuk TTP 0.15 4 0.6 4 0.6 4 0.6
2. Kesesuaian Komoditas unggulan dengan program
Kementerian Pertanian
0.15 3 0.45 4 0.6 4 0.6
3. Dukungan Pemda 0.20 3 0.6 4 0.8 4 0.8
4. Infrastruktur pendukung 0.15 3 0.45 3 0.45 4 0.6
5. Moment penting 0.15 3 0.45 3 0.45 5 0.75
6. Ketersediaan air 0.20 4 0.8 4 0.8 4 0.8
Total 1.00 3.35 3.7 4.15
Ranking 1 3 2
Ket: B=Bobot, S=Skor
III. PROFIL TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO
3.1 Lokasi
Secara adminsitratif TTP Kota Jantho berada di Desa Teureubeh Kecamatan
Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Kota Jantho sendiri adalah
ibukota dari Kabupaten Aceh Besar, jarak dari pusat ibukota provinsi yaitu Kota
Banda Aceh 56 km dengan waktu tempuh kendaraan darat sekitar 1-1,5 jam
(Gambar 2).
Gambar 2. Lokasi TTP Kota Jantho
Ket: Gerbang Kota Jantho (kiri), Kuning Kota Banda Aceh-Merah Lokasi TTP
Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar dipilih sebagai lokasi TTP pertama di
Provinsi Aceh berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan
dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kriteria lokasi TTP antara lain
tersedianya lahan milik pemerintah daerah untuk lokasi TTP dan terdapat
perguruan tinggi afiliasi dalam hal ini Universitas Syiahkuala (Gambar 2).
Gambar 3. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka
penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015
TTP Kota Jantho terdiri dari dua komponen, yaitu unit TTP dan kawasan
TTP. Pada tahap awal akan dibangun beberapa bangunan fisik TTP yang
berlokasi bersebelahan dengan BPP Kecamatan Kota Jantho dengan luas 1,685 Ha
(Gambar 4). Beberapa bangunan fisik yang akan dibangun seperti: saung tani
(lab. diseminasi), screen house, kandang ternak dan tempat pembuatan pupuk
organik (Gambar 5). Selain itu juga terdapat tiga parsil lahan cadangan untuk
pengembangan TTP, sehingga secara keseluruhan luasnya mencapai 30 Ha.
Kawasan TTP awalnya dimulai dari Desa Teureubeh dengan luas 400 Ha (Gambar
6), namun dalam pengembangannya memungkinkan untuk meluas lingkup
kabupaten dan antar kabupaten dalam Provinsi Aceh bahkan hingga ke luar
provinsi.
Gambar 4. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho
Gambar 5. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho
Gambar 6. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas
Komoditas padi
sawah
Pemukiman
Ternak dan
Hortkultura
Ternak
Pemukiman
3.1 Kondisi Biofisik
Iklim dan hidrologi
a. Curah hujan
Curah hujan tahunan di Kab. Aceh Besar (stasiun curah hujan Dinas
Pertanian, ± 4-5 km dari lokasi TTP Kec. Kota Jantho), adalah sebesar 2.257 mm
per tahun. Pengembangan pertanian lahan kering di daerah ini sangat tergantung
pada air hujan hujan. Berdasarkan kondisi curah hujan, daerah ini tergolong
dalam zone agroklimat C1 (Oldeman et al., 1979; Puslitanak, 2000). Bulan basah 6
bulan sedangkan bulan kering kurang dari 2 bulan (Gambar 7). Berdasarkan zone
agroklimat tersebut, maka optimasi lahan pertanian memerlukan pengelolaan air
melalui irigasi terutama pada bulan Juni sampai Agustus.
Gambar 7. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh
Besar (Stasiun curah hujan Dinas Pertanian)
b. Air permukaan
Panjang saluran induk dari intake sungai/krueng Neng sampai ke areal
lahan sawah di Dusun Gampong dan Dusun Blangdaro ± 5 km, pengamatan
190.0
112.8
203.5176.4
211.6
133.1 122.6 122.1
230.0
197.6
298.4
258.9
14.2 8.0 14.2 14.2 12.8 10.0 9.5 11.7 13.3 14.4 15.9 14.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
CH (mm) HH (hari)
dimensi saluran dekat pintu intake berukuran: lebar 1,4 m; tinggi air pada bukaan
pintu intake 20 cm adalah 20,3 cm sedangkan pada saluran induk di bagian
tengah berukuran: lebar 1 m; tinggi 90 cm (Gambar 8).
Gambar 8. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk,
penyiapan lahan dan penyemaian benih padi
Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan wawancara dengan petani,
diketahui bahwa sungai/Krueng Neng mempunyai potensi sumber daya air yang
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian di lahan sawah dan lahan
kering, baik untuk tanaman pangan padi, jagung maupun tanaman hortikultura
sayuran. Pada umumnya air selalu tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim,
kawasan tangkapan air pernah mengalami kekeringan sehingga pasokan air jauh
berkurang. Kondisi ini juga sebagai akibat dari bertambah gundul dan sempitnya
areal hutan di daerah hulu. Oleh sebab itu, upaya revegetasi daerah hulu dengan
tanaman tahunan seperti: kemiri, rambutan, pinang, dan lain-lain perlu dilakukan
guna meningkatkan serapan air dalam tanah, sebagai upaya mengurangi
degradasi lahan sekaligus konservasi tanah dan air maupun konservasi plasma
nutfah.
Sumber daya air dari Sungai/krueng Neng cukup berpotensi disamping
kondisi curah hujan yang juga sangat mendukung. Pada musim hujan (MT 1)
pemanfaatan air dari sungai/krueng Neng justru sedikit dan pemanfaatan
optimalnya adalah pada MT-2. Air yang mengalir di musim penghujan terutama
berasal dari aliran permukaan dari daerah tangkapannya, sedangkan pada musim
kemarau berasal dari mata air yang bermunculan disepanjang sungai
(lereng/tebing pegunungan), mengalir dan terkumpul dalam dasar sungai
disepanjang Sungai/Krueng Neng dari hulu ke hiliir. Hasil pengamatan debit air di
pintu masuk/intake sungai/Krueng Neng adalah: 3,39 m3/detik; hasil pengamatan
pada titik setelah pintu intake adalah sebesar: 1,53 m3/detik; hasil pengamatan
debit air pada saluran irigasi induk di sawah pertama adalah: 1,32 m3/detik; dan
0,36 m3/detik pada saluran cacing; sedangkan hasil pengfamatan pada saluran
induk dekat perikanan adalah sebesar:0,82 m3/detik. Dari hasil pengamatan debit
air tersebut terlihat bahwa potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng
mampu untuk mengirigasi lahan sawah seluas 179 ha di lokasi TTP di Desa
Teureubeh.
Kondisi saluran irigasi tampak tertutup rumput dan mengalami kebocoran
dibeberapa tempat sehingga memerlukan perbaikan. Informasi dari petani, dan
hasil orientasi lapangan menunjukan kerusakan saluran irigasi induk sepanjang
940 m dan juga terdapat kerusakan saluran cacing/jitut sepanjang 2. 200 m yang
meliputi dusun Paya Sukun, dusun Blangdaro dan dusun Gampong (nampak
dinding salurannya runtuh) sehingga banyak air yang hilang melalui saluran
tersebut. Kerusakan atau kebocoran terjadi di beberapa saluran induk dimana air
hanya mengalir ke lahan kering disekitarnya (Gambar 9 dan 10).
Gambar 9. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemeliharaan
secara rutin)
Gambar 10. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas
menyebabkan semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah
bagian bawah (di dusun Blangdaro dan dusun Gampong)
3.3.3 Tanah dan lingkungan
Kondisi kawasan TTP di desa Teureubeh sebagian besar termasuk dalam
landform dataran koluvial dan dataran alluvial. Bentuk wilayah bervariasi dari
datar, landai, berombak sampai berbukit. Visualisasi umum keadaan kawasan TTP
disajikan dalam bentuk transek (Gambar 11). Secara umum Bentuk wilayah paling
luas adalah datar diikuti landai/berombak sedangkan wilayah berbukit hanya
menempati bagian kecil. Bahan induk tanah merupakan campuran bahan
koluvium-aluvium terdiri dari endapan liat, pasir dan kerikil.
Gambar 11. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho
ket: RSB: rumput dan semak belukar; Kr:Krueng = sungai
Pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan dengan membuat
lubang profil tanah sampai kedalaman 120 cm dan sampel untuk analisa diambil
dari tiap horizon dalam profil. Tiga lubang profil dibuat masing-masing mewakili
unit BPP Jantho, lahan sawah dan lahan kering (Gambar 12 a,b dan c). Contoh
tanah untuk analisa kesuburan diambil secara komposit pada lapisan 0-20 cm.
Hasil analisa contoh tanah akan digunakan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi. Profil tanah di unit BPP Jantho ditunjukkan pada
Gambar 12b, sedangkan uraian uraian sifat morfologi tanah disajikan pada Tabel
76
96
116
136
156
176
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Jarak (km)
Ele
va
si (m
)
BPP Jantho.Utara
Perbukitan.Selatan
Sawah irigasiTegalan
RSB
Perbukitan
Kr.D
ala
Kr.T
he
un
eu
ng
Desa Teureubeh
2. Berdasarkan pengamatan morfologi tanah terlihat bahwa tanah disekitar BPP
Jantho mempunyai kedalaman efektif perakaran bervariasi antara 40-54 cm
sedangkan lapisan dibawahnya terdiri dari kerikil dan bongkahan batuan. Oleh
karena itu dalam pembukaan lahan perlu diusahakan agar lapisan atas tidak
tergusur saat dibuldoser.Jika lapisan atas tergusur maka produktivitas lahan akan
turun secara drastic karena lapisan bawahnya hanya berupa kerikil dan
bongkahan batuan (Gambar 12 dan 13).
Gambar 12. Profil tanah di BPP unit Jantho memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) bongkahan batu dan kerikil pada kedalaman 54 cm ke bawah.
Tabel 2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho
Pada profil lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan kedalaman
efektif perakaran sekitar 50 cm permukaan, sedangkan di bawah lapisan tersebut
terdapat lapisan kerikil dan pasir tersementasi (Gambar 13). Secara lengkap
uraian morfologi tanah disajikan pada Tabel 3. Lapisan tersementasi dan
mengeras hanya dapat digali menggunakan linggis saat pembuatan profil. Pada
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Gleik Landform : Jalur Aliran Bahan induk : Bahan Aluvium Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-2 %) Posisi : Belakang BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 79 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 54 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 120 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput belukar
Lokasi Administrasi : BPP Jantho, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 0.5" LU dan 95
0 35' 4.6" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP8a/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 14 Coklat kelabu gelap (10YR4/2); tekstur liat; struktur lemah halus; kosistensi
lekat dan plastis (lembab); pori makro, meso dan mikro banyak; jumlah
perakaran halus sedang sedang akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH
5,0); jelas rata beralih ke
Bw1 14 – 27 Coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur liat; struktur lemah, ukuran sedang;
kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro dan meso sedikit sedang
mikro banyak; jumlah perakaran halus sedikit, sedang akar kasar sangat
sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata beralih ke
Bw2 27 – 54 Campuran warna kelabu (7.5YR6/1) dan coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur
liat; struktur lemah, ukuran sedang; kosistensi lekat dan plastis (lembab);
pori makro dan meso sedikit sedang mikro banyak; jumlah perakaran sedang
sangat sedikit; reaksi tanah agak masam (pH 6,0); nyata rata beralih ke C/B 54– 120 Kelabu terang (10YR7/1) kerikil bertanah dan bongkahan batuan dengan
diameter 5-25 cm;
lahan sawah lain disekitar dusun Paya Sukun, Gampong dan Iyom lapisan tanah
untuk perakaran effektif sangat dangkal bervariasi antara 15-25 cm (umumnya 20
cm). Kondisi ini memjadi factor pembatas utama yang sulit diperbaiki. Oleh karena
itu para petani perlu diberikan penyuluhan agar tanah lapisan atas tidak hilang
baik waktu pengolahan lahan dengan mesin traktor perlu dihindari penggusuran
lapisan atas. Sekali lapisan atas hilang maka lahan menjadi tidak produktif karena
lapisan bawahnya hanya terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tersementasi.
Gambar 13. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) Hamparan sawah sudah diolah untuk ditanami.
Tabel 3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro
Profil pewakil untuk lahan kering yang ditumbuhi padang rumput dan
semak belukar ditunjukkan pada Gambar 14, sedangkan urain morfologi diberikan
pada Tabel 4. Sifat utama tanah mempunyai tekstur lempung berdebu sampai
lempung berkerikil pada kedalaman 0-50 cm. Pada lapisan dibawah 50 cm hanya
terdiri dari lapisan pasir. Penggunaan lahan untuk tanaman pangan perlu tindakan
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Epiaquept Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Gleisol Fluvik Landform : Dataran aluvial Bahan induk : Bahan Aluvial Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-3 %) Posisi : Sebelah utara jalan aspal besar bagian barat BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 97 Drainase tanah : Terhambat Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 50 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Sawah dua kali setahun
Lokasi Administrasi : Blangdaro, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 21" LU dan 95
0 34' 24.9" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP10/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 20 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kemerahan
(2.5YR4/4, 30%); tekstur lempung berliat; struktur masif; kosistensi agak
lekat dan agak plastis (lembab); jumlah perakaran halus sedang sedangkan
akar halus banyak; reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas rata beralih ke
Bg1 20 – 50/56 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kuat (7.5YR5/6,
15%); tekstur liat berpasir; struktur masif; kosistensi lekat dan plastis
(lembab); jumlah perakaran halus sedikit, reaksi tanah masam (pH 5,0);
jelas/berombak beralih ke
R/Cg2 50/56 – 82 Campuran warna kekelabu (10YR7/1) dan karatan coklat kuat (7.5YR5/6);
tekstur kerikil padat tidak tembus akar; terdapat bahan lapukan berwarna
kuning coklat (7.5YR6/8), jelas/berombak beralih ke 2Bg3 82– 120 Warna matrik kelabu (10YR7/1); karatan berwarna kuning kemerahan
(7.5YR6/6, 10%), liat berkerikil, kosistensi lekat dan plastis (lembab);;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
koservasi agar tanah tidak mengalami erosi. Applikasi pemupukan perlu
mempertimbangkan pemberian pupuk secara bertahap agartidak hilang tercuci
karena tektur tanah agak kasar pada lapisan atas.
Gambar 14. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM memperlihatkan: (A) penampang sisi lubang profil) dan (B) dan (C) Hamparan lahan kering padang rumput dan semak belukar sekitar profil.
Bentuk tanah di daerah kawasan TTP diklasifikasikan menjadi Kambisol
Gleik (BBSDLP, 2014) atau Fluvaquentic Dystrudept (Soil Taxonomy, 2014) untuk
lokasi BPP Jantho; Gleisol Fluvik atau Fluvaquentic Epiaquept untuk lahan sawah
di Dusun Blangdaro; Kambisol Distrik atau Fluventic Dystrudept untuk lahan
padang rumput di Dusun IOM. Karena pH tanah umumnya sangant masam (pH 5)
maka status kesuburan tanah rendah. Oleh karena itu takaran pupuk, cara
pemberian dan waktu pemberian perlu disesuaikan dengan masing-masing
komoditas agar tidak terjadi pemborosan pemupukan. Hasil analisa tanah sangat
diperlukan untuk membuat rekomendasi pemupukan spesifik lokasi di TTP Jantho.
Tabel 4. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM
Dari 1.000 Ha lahan di Desa Teureubeh, 179 Ha merupakan sawah irigasi
setengah teknis, 150 Ha areal perkebunan, 150 Ha areal tegalan dan padang
gembala, dan 300 Ha areal pemukiman termasuk lahan pekarangan. Komoditas
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluventic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Distrik Landform : Koluvial Bahan induk : Bahan koluvium Klas Lereng (% Lereng) : Berombak (3-8 %)
Posisi : Arah utara-selatan
Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 132 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Cepat Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Tidak ada informasi Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput dan semak belukar
Lokasi Administrasi : Dusun Iyom, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 16' 45.1" LU dan 95
0 34' 25.2" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP2/ profil / 14– 4 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison
Kedalaman
(cm) Uraian
A 0 – 20 Coklat kelabu gelap (10YR6/6); tekstur lempung berpasir; struktur gumpal
bersudut, lemah halus; kosistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori
makro, meso dan mikro banyak; jumlah perakaran halus sedang, sedangkan
akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); berangsur rata beralih ke
Bw1 20 –50 Coklat kekuningan (10YR5/4); tekstur lempung berdebu berkerikil; struktur
gumpal bersudut, lemah, ukuran sedang; konsistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak, sedangkan mikro sedikit;
jumlah perakaran halus sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata
beralih ke
C 50 – 120 Campuran warna kuning kecoklatan (10YR6/6) dan kelabu terang
(10YR7/1); tekstur pasir; struktur lepas; kosistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak; jumlah perakaran tidak ada;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
utama yang diusahakan adalah padi sawah, ternak sapi, kerbau, kakao, sayuran
(gambas, mentimun dan terung), rambutan, pisang, kelapa dan pinang (Gambar
15). Pola tanam dominan pada lahan sawah adalah padi-padi-bera. Lahan tegalan
masih belum banyak dimanfaatkan, kecuali hanya untuk lahan penggembalaan
yang luasnya dari waktu kewaktu semakin menyempit.
Gambar 15. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang di kawasan TTP Kota Jantho
3.3.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Desa Terurebeh terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh,
Paya Sukun, IOM dan Care dengan jumlah KK masing-masing 26, 27, 32, 150,
dan 120. Mata pencaharian utama penduduk adalah berusahatani padi, diikuti
dengan buruh tani, perdagangan, buruh non-tani, dan lainnya. Pada umumnya
petani yang memiliki lahan sawah adalah penduduk yang bermukim di tiga desa
pertama, sedangkan dua desa lainnya tidak. Kalaupun mereka memiliki lahan
hanya berupa lahan pekarangan dan perkebunan di pinggiran hutan. Oleh karena
itu, penduduk yang bermukim di Desa Iom dan Care mengusahakan sawah
dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan sawah garapan berasal dari dalam dan
luar desa.
Kegiatan usahatani padi tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga, tetapi juga luar keluarga khususnya pada kegiatan menanam, menyiang,
panen dan pasca panen. Khusus kegiatan tanam, panen dan pasaca panen yang
cenderung dilakukan serentak harus mendatangkan tenaga kerja dari luar desa.
Keterlibatan tenaga kerja wanita pada usahatani padi mencapai 50 persen,
sedangkan pada kegiatan jasa, perdagangan dan buruh non-tani masing-masing
33 persen, 25 persen dan nol persen.
Keterbatasan tenaga kerja, kelangkaan pupuk saat dibutuhkan,
ketidaktepatan penyediaan benih dan banyaknya saluran irigasi yang bocor
menyebabkan jadwal musim tanam rendeng menjadi lebih lama, yaitu dari bulan
Oktober-Maret. Kondisi ini menyebabkan waktu bera saat musim tanam ketiga
hanya tersisa dua bulan. Pada saat itu sawah digunakan untuk menggembala sapi
dan kerbau yang dikenal dengan istilah lokal sebagai saat “luah blang”. Pada
kondisi ini, jika ada penduduk yang bercocok tanam di lahan sawah, harus
melakukan pemagaran.
Di Desa Teurebeh tidak tersedia kelembagaan pasar input. Untuk
memperoleh input usaha pertanian, masyarakat membeli di Ibukota Kabupaten
yang berjarak 2- 4 Km dan di Kecamatan Seulimum yang berjarak sekitar 14 Km.
Produk pertanian padi umumnya dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP).
Penjualan dilakukan di luar kecamatan (Seulimum) karena ada keterikatan hutang
saat pengadaan sarana dan biaya produksi usahatani padi. Umumnya sumber
modal usahatani padi petani berasal dari pedagang input-output yang ada di luar
kecamatan dengan sistem pembayaran saat panen (yarnen).
3.3.5 Organisasi TTP
Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah
pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community
development) dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta
mengimplementasikan sistem peranian terpadu (integrated farming system).
Dalam percepatan proses penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan
nilai tambah inovasi, melibatkan empat komponen pelaku pembangunan pertanian
yaitu kelompok akademisi (Academician), swasta (Bussiness), pemerintah
(Government), dan komunitas (Community).
Untuk TTP Kota Jantho Aceh Besar, pada awal penanggung jawab
pembangunanyan adalah Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), akan tetapi pada tahun 2016 terjadi
penggantian menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, sedangkan
Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Aceh serta dibantu oleh peneliti dari pusat dan balai penelitian lain seperti:
(1) Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Pusat Penelitian
Perkebunan Bogor, BB Pasca Panen Bogor, BB Padi Sukamandi, Balai Penelitian
Buah Solok, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Berastagi, Balai Penelitian
Peternakan Sub Balitnak Sei Putih Deli Serdang, Balai Penelitian Tanaman Hias
Cianjur, BB-Sumberdaya lahan dan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi
Bogor. Kegiata ini didukung oleh Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar,
Universitas Syiahkuala dan unsur pemerintahan lain baik pusat maupun provinsi.
Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama
kemitraan usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan
dan target untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak
harus dari luar desa, tetapi bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan
didampingi agar jiwa kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui
bahwa, secara sosiologis umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha
yang tinggi.
Setelah berjalan tiga tahun, pembangunan TTP yang inisiasi Balitbangtan
dengan pola pendanaan yang akan semakin menurun, selanjutnya kegiatan
pengembangan TTP menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah, dalam kasus ini
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Namun demikian kegiatan pendampingan
tetap dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian melalui BPTP Aceh,
bahkan karena tupoksi dari BPTP adalah melakukan pengkajian dan diseminasi
spesifik lokasi, maka dapat dikatakan bahwa kawasan TTP Kota Jantho, nantinya
menjadi wahana bagi peneliti, penyuluh dan teknisi yang ada di BPTP untuk terus
menerus melakukan kegiatan pengkajian dan diseminasi tanpa dibatasi oleh ruang
dan waktu.
3.3.6 Penentuan Komoditas Utama
Secara teknis, keberhasilan pembangunan TTP Kota Jantho sangat
tergantung kepada aspek perencanaan yang baik, fokus dan sesuai dengan
indikator capaian kinerja (kuantitatif). Karena ruang lingkup kegiatan yang cukup
luas, yaitu melibatkan lintas komoditas, aktor dan teknologi, maka pendekatan
yang digunakan dalam Pembangunan Taman Teknologi Pertanian adalah
pendekatan sistem (Eriyatno, 1998; Jackson, 2003; Marimin 2004; Marimin 2009;
Parnell et al. 2011). Untuk lebih memfokuskan kegiatan yang akan dilaksanakan,
dalam hal ini basis komoditas yang akan dikembangkan sangat dibutuhkan
penentuan komoditas tersebut (Gambar 16). Secara umum di kawasan TTP Kota
Jantho sangat beragam komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan,
fakta ini digali berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey yang telah dilakukan tim
lintas bidang keilmuan dan sektoral.
Berdasarkan hasil survey pra kondisi, PRA dan Baseline survey, komoditas
yang memiliki prospek untuk dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho
mencakup kelompok tanaman pangan (padi dan jagung), peternakan (sapi, ayam
kampung dan itik), perkebunan (kopi dan kakao), hortikultura (sayuran dan
rambutan) dan perikanan. Kriteria yang menjadi acuan penentuan komoditas
utama mencakup pasar, SDM, teknologi dan infrastuktur pendukung. Skala yang
digunakan ordinal (1-5), dengan pengertian: 5: sangat penting, 4: penting, 3:
agak penting, 2: kurang penting dan 1: tidak penting (Marimin 2004). Bobot yang
digunakan dalam kajian ini ditentukan oleh beberapa pakar yang terlibat. Pakar
(experts) yang terlibat dengan latar belakang sebagai peneliti, akademisi
(perguruan tinggi) dan praktisi. Kualifikasi untuk peneliti dan akademisi minimal
bergelar Doktor (S3) dan memiliki pengalaman dalam bidang perencanaan,
sedangkan dari praktisi minimal memiliki pengalaman 15 tahun dalam
melaksanakan agribisnis berbasis kawasan.
Gambar 16. Diagram alir penentuan komoditas utama
Mulai
Database dan
pendapat pakar
Penentuan komoditas utama
yang dikembangkan
Sesuai
Komoditas unggulan
terpilih
Selesai
Skoring dan
pembobotan
Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel 5) untuk
penentuan komoditas unggulan didapatkan bahwa komoditas utama yang terpilih
adalah padi untuk tanaman pangan, sayuran untuk hortikultura, sapi untuk
peternakan. Fakta ini menunjukkan bahwa pembangunan Taman Teknologi
Pertanian Kota Jantho akan berbasis kepada komoditas tersebut. Hal ini sesuai
dengan survey pra kondisi yang telah dilakukan, dimana ketiga komoditas ini yang
paling mungkin dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho yang secara teknis
tidak dibatasi (borderless) oleh wilayah administrasi, misalnya desa dan
kecamatan.
Tabel 5. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho
No. Kriteria B Padi (S)
BxS Sayuran (S)
BxS Ternak (S)
BxS Ayam Kampung
(S)
BxS kakao BxS
1. Permintaan
Pasar 0.35 5 1.75 4 1.4 4 1.4 3 1.05 2 0.7
2. Sumberdaya Manusia
0.25 4 1 3 0.75 4 1 3 0.75 4 1
3. Teknologi 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.6 3 0.6
4. Infrastruktur
pendukung 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.4 3 0.6
Total 1.00 4.35 3.35 3.6 2.8 2.9
Ranking 1 3 2 5 4
Ket: B=Bobot, S=Skor
IV. INTERVENSI TEKNOLOGI DI TTP KOTA JANTHO
Untuk menjawab tantangan tersebut, dilakukan kajian dasar berbasis
Participatory Rural Appraisal (PRA) yang secara akademik telah teruji untuk
menentukan komponen-komponen teknologi pertanian yang akan diintroduksi,
dalam hal ini berbasis komoditas, seperti tanaman pangan, peternakan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, sedangkan kapasitas aktor utama dibangun
melalui aspek kelembagaan dengan wujud pelatihan-pelatihan teknis. Kegiatan
PRA dilaksanakan pada tanggal 12-14 April 2015. Kawasan pertanian mencakup
400 ha yang terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh, Paya Sukun,
IOM dan Care.
Hasil penting dari PRA antara lain: pada komoditas tanaman pangan,
potensi ada pada padi sawah dan jagung, peternakan berupa sapi dan kerbau,
hortikultura mencakup mentimun dan gambas, perkebunan pada kakao dan
kemiri, sedangkan komoditas perikanan pada pengembangan sistem mina-padi.
Beberapa kecenderungan yang ada di kawasan antara lain: Luas padang
penggembalaan menyempit, air selalu tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim
ekstrem kawasan penangkapan air pernah mengalami kekeringan dan pasokan
air terhenti, proses inovasi diawali dengan penolakan, setelah merasakan manfaat
menjadi diadopsi, produktivitas gabah naik dengan rataan 6-7 ton/ha GKP.
Elaborasi hasil PRA selanjutnya dijadikan bahan dalam kegiatan Fokus Grup
Diskusi (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015, di Aula Utama
Kantor Bupati Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan dipimpin langsung oleh Bupati
Kabupaten Aceh Besar, Muchlis Basyah, S.Sos dan dihadiri oleh tim dari
Balitbangtan dan seluruh dinas teknis, Bappeda, Dinas Penggelola Kekayaan
Daerah, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahan Pangan serta sekretaris daerah
Kabupaten Aceh Besar. Beberapa hasil penting dari FGD adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten Aceh mendukung penuh pembangunan TTP Kota Jantho di
Desa Teureubeh, wujud dari dukungan tersebut adalah alokasi anggaran TA. 2015
melalui dinas teknis dan penyerahan surat hak guna pakai untuk pembangunan
TTP Kota Jantho.
Secara teknis inti dari pembangunan TTP Kota Jantho oleh Balitbangtan,
Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar dan Perguruan Tinggi Afiliasi, dalam hal
ini Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala adalah intervensi teknologi (Tabel
6, 7, 8, 9 dan 10) apa yang dilakukan di kawasan TTP serta apakah intervensi
teknologi tersebut memiliki potensi bisnis (Tabel 11) yang memiliki potensi bisnis
(profitable indicated) dan apakah aktor utama yang menerima intervensi tersebut
memiliki kapasitas untuk melaksanakan intervensi tersebut, serta bagaimana
peran masing-masing institusi dalam pencapaian tujuan dari TTP tersebut.
Untuk menjawab dan merumuskan beberapa pernyataan tersebut,
dilakukan fokus grup diskusi yang dilaksanakan di Aula BPTP Aceh, tanggal 21 Mei
2015. Kegiatan ini hadiri oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,
Dr. Ir. Agussabti, M.Si, Tim dari Balitbangtan yang dipimpin oleh Dr. Karden Mulya
dan Kepala Dinas Teknis Terkait, Direktur Pusat Layanan Unit Terpadu-Dinas
Koperasi dan UKM Provinsi Aceh, Balai Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi Aceh,
Kelompok Tani Nelayan Unggulan (KTNA) Provinsi Aceh. Hasil penting dari
kegiatan FGD ini adalah adanya sedikit perubahan pada intervensi teknologi,
terutama pada komoditas hortikultura berupa introduksi buah naga dan sirsak
bukan pada rambutan yang secara teknis sulit dilakukan.
Beberapa hal mendasar dari penyesuaian rencana induk ini adalah pada
komoditas hortikultura, fokus kegiatan hanya pada aktivitas diseminasi inovasi
teknologi pertanian (show window), sehingga aktivitas yang dilakukan belum
bersifat bisnis (provit). Selain itu sesuai dengan masukan dari beberapa tim ahli,
diperlukan factor penciri utama dari TTP Kota Jantho, dalam hal ini adalah
berbasis sitem bio-industri padi dan ternak. Aplikasi dari system tersebut adalah
pengembangan budidaya jamur merang, dan usaha penyediaan bibit jamur
merang.
Tabel 6. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Uji performa VUB Padi 24 Ha
• Uji Rasa
• Penguatan Penangkar Pengusaha 3 Orang
dan luas tanam 2 Ha
• Penguatan GAP-PTT Padi
• Teradopsinya VUB padi pengganti
ciherang 60% di Kawasan TTP
• Peningkatan produktivitas padi rata-
rata dari 6 menjadi 6.5 ton/ha
• Tersedianya benih padi dan
kelembagaan produsen benih untuk
kawasan TTP
• Memperpendek masa tanam I dan
memanfaatkan MT III
Tahun Kegiatan Keluaran
2016
2017
• Perluasan areal penangkaran benih
padi 5 ha
• Start-up budidaya jamur merang
• Penguatan Penangkar Pengusaha
yang didukung gudang benih (L)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Peningkatan areal penangkaran
untuk penyediaan benih padi di
kawasan Kecamatan Kota Jantho
dan Seulimum
• Prototipe usaha jamur merang
• Usaha penangkaran benih padi (6
Orang, 10 Ha)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Penyediaan bibit jamur merang
• Penyediaan benih padi untuk
kawasan Kabupaten Aceh Besar
(1.000 ha)
• Tersedianya bibit jamur merang
Tabel 7. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura (show window)
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Introduksi VUB cabai merah, mentimun,
gambas, kacang panjang dan sayuran lain.
• Pelatihan budidaya sayuran sesuai GAP
• Pembangunan jaringan pengairan di petani
kooperator
• Meningkatnya luas tanam dan
produksi di tegalan dan MT III (2
ha menjadi 5 ha).
• Terlaksananya pelatihan
budidaya sayuran sesuai GAP 1
Kali.
• Pembangunan jaringan
pengairan di petani kooperator 1
paket
2016 • Produksi bibit cabai merah di TTP.
• Pelatihan budidaya, pasca panen.
• Tersedianya benih/bibit cabai
merah 17.000 polyback.
• Terlaksananya Pelatihan
budidaya dan pasca panen 5 kali.
2017 • Pembangunan kebun bibit desa (KBD) (L) • Tersedianya benih/bibit
sayuran di tiga dusun.
Tabel 8. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Konsolidasi pembuatan kandang
komunal dan kebun rumput (4
ha)
• Pendampingan teknologi
penggemukan sapi potong dengan
pakan, rumput dan legume (2 ha)
• Tersedianya lahan dan kemauan
petani
• Teradopsinya usaha
penggemukan sapi potong
menggunakan bahan pakan lokal
di kawasan TTP (2 ha)
2016 • Penyediaan pejantan unggul di
kawasan TTP (pemda) 3 ekor
• Peningkatan mutu kebun rumput
melalui introduksi rumput dan
• Menurunnya derajat inbreeding
(10%), meningkatkan angka
kelahiran pedet (70%).
• Tersedianya bibit dan rumput
legume (5 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP 20-25 ekor
melalui introduksi rumput dan
legume asal BPTU.
• Pendapatan unit bisnis TTP 15-
20 juta
2017 • Peningkatan mutu dan perluasan
padang penggembalaan melalui
introduksi rumput dan legume
asal BPTU (L) (10 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP (L)
• Menurunnya derajat inbreeding
(25%)
• Tersedianya penggembalaan
bermutu melalui introduksi
rumput dan legume asal BPTU
• Tersedianya sapi bakalan dan
siap potong untuk unit bisnis
TTP (L)
Tabel 9. Intervensi Teknologi Komoditas Perikanan
Tahun Kegiatan Keluaran
2016 • Introduksi teknologi budidaya
ikan mas dan mujair di TTP (1
Ha)
• Teradopsinya teknologi budidaya
mas dan mujair
2017 • Introduksi teknologi minapadi
di TTP
• Teradopsinya teknologi minapadi
di kawasan TTP
V. PERENCANAAN BISNIS TTP KOTA JANTHO
Salah satu indikator kinerja dari pembangunan Taman Teknologi Pertanian
(TTP) adalah tumbuhnya wirausaha yang berasal dari kawasan, dimana TTP
tersebut dibangun. Berdasarkan dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dari
kawasan TTP Kota Jantho setidaknya harus tumbuh industri berbasis pertanian
(agribisnis dan agroindustri) yang dapat meningkatkan ekonomi wilayah
(kawasan) TTP itu sendiri. Secara teknis TTP dapat berperan sebagai inkubator
yang artinya TTP sebagai lembaga menjadi wahana pembentuk calon
wirausahawan (tenan) yang berasal dari kawasan, selain itu TTP juga dapat
sebagai implementor yang bermakna TTP sebagai lembaga melakukan bisnis
berbasis pertanian, sehingga keberadaan TTP dapat berkelanjutan.
Berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey didapatkan bahwa potensi
bisnis di TTP Kota Jantho adalah penyediaan benih sumber padi, beras premium,
penyediaan bibit jamur merang, produksi jamur merang, sayuran segar dan jasa
alsintan. Fakta ini dapat jelaskan bahwa umumnya untuk Kabupaten Aceh Besar
pada umumnya petani sampai dengan saat ini kesulitas untuk memperoleh benih
padi bersertifikat. Demikian juga di kawasan TTP Kota Jantho, benih yang
digunakan adalah benih Ciherang turun-temurun (lebih dari lima musim tanam)
yang secara teknis telah hilang kemampuan hibridnya, sehingga potensi bisnis
penyediaan benih menjadi sangat penting.
Perancangan perencanaan bisnis bertujuan untuk mengetahui secara
teknis prospek bisnis yang akan dikembangkan, dalam hal ini mengacu kepada
provitable untuk kegiatan yang bersifat implementor dan bankable yang bersifat
inkubator. Dalam rancangan induk ini perencanaan bisnis masih dalam bentuk
perencanaan bisnis kanvas (business plan canvas) yang dapat dilihat pada
Gambar 17, yang bermakna masih pada dalam bentuk perencanaan secara umum
yang mencakup Sembilan item bisnis, seperti target pasar, pembiayaan, mitra
strategis, program yang dilakukan, nilai tambah yang ditawarkan dan sumber
pendapatan. Sedangkan detail dari perencanaan bisnis yang dilaksanakan di TTP
Kota Jantho disajikan pada bagian perencanaan bisnis lengkap, dalam hal ini
mencakup pengembangan produk, pasar sampai pada perhitungan feasibility
study. Selain itu juga disampaikan matrik SWOT (Gambar 18) terhadap bisnis
utama di TTP Kota Jantho, yaitu penyediaan benih sumber untuk komoditas padi.
Penyajian matrik SWOT bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta kekuatan dan
kelemahan (internal faktor) yang dimiliki oleh TTP Kota Jantho dalam
melaksanakan bisnis, demikian juga dengan dinamika ancaman dan peluang
(eksternal faktor). Dengan mengetahui fakta-fakta tersebut, pelaku bisnis di TTP
Kota Jantho dapat memformulasikan strategi-strategi yang dapat
diimplementasikan di lapangan.
Gambar 17. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi
Gambar 18. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi
Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis
Secara teknis kriteria kesuksesan suatu kegiatan dapat dilihat dari
tercapainya indikator kinerja yang telah ditentukan sebelumnya, dalam hal ini
mengacu kepada indikator kesuksesan dari pembangunan Taman Teknologi
Pertanian yaitu peningkatan pendapatan pelaku agribisnis dan tumbuhnya
wirausaha di kawasan. Secara lengkap visualisasi strategi pencapaian indikator
kinerja pembangunan TTP Kota Jantho disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho
Hulu
• VUB
• Jajar legowo
• Mekanisasi
• Irigasi
• Pupuk
• Kandang komunal
Hilir
• Benih padi
• Beras premium
• Sayuran segar
• Jamur merang
• Jasa alsintan
Dampak
• Perbaikanekonomi wilayah
• Kesejahteraanpetani
stage 1 Show window
Demplot
Pameran dan expo
Sta
ge 2 Kemasan
Standarisasi produk
Promosi
Sta
ge 3 Pemasaran
Feed back Feedback
VI. LAYOUT PUSAT DAN KAWASAN TTP KOTA JANTHO
Secara teknis pelaksaanaan pembangunan TTP Kota Jantho mengacu
kepada panduan umum pembangunan TTP yang diterbitkan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yang telah disempurnakan.
Berdasarkan tempat pelaksanaan, TTP Kota Jantho terdiri atas pusat dan kawasan
TTP Kota Janto. Pusat TTP Kota Jantho merupakan tapak (Gambar 21, 22, 23, 24
dan 25) dimana beberapa bangunan fisik dibuat pada lahan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar melalui mekanisme hibah (Nomor
032:2124/SK-T/2015). Luas lahan yang dihibahkan 1.85 Ha (Lampiran 1).
Bangunan yang telah tersedia antara lain: Laboratorim Diseminasi Inovasi
Teknologi Pertanian, Gudang pengolahan pakan dan pupuk organik, screen house,
laboratorium pasca panen dan mekanisasi serta kandang ternak sapi. Pembiayaan
dari beberapa bangunan tersebut berasal dari Daftar Isisan Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) BPTP Aceh TA. 2015. Pada tahun 2016, melalui DIPA BPTP Aceh
akan dibangun pagar disekeliling lokasi dan toko tani, untuk menjual hasil-hasil
pertanian dikembangan di TTP dan kawasan.
Gambar 21. Design gapura TTP Kota Jantho
Gambar 21. Selfie corner TTP Kota Jantho
Gambar 22. Pasca penyerahan aset dengan Pemda Kab. Aceh Besar
Gambar 22. Kondisi inti TTP Kota Jantho per Mei 2016
Gambar 23. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar
VI. PENUTUP
Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho merupakan
wujud dari salah satu Nawacita Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019.
Basis pembangunan TTP bukan hanya pada peningkatan produksi dan
produktivitas, tetapi pada peningkatan pendapatan petani melalui hilirisasi produk
melalui peningkatan nilai tambah berbasis bisnis pertanian. Kegiatan TTP Kota
Jantho dilaksanakan di Desa Teureubeh, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh
Besar berbasis pada intervensi teknologi pada komoditas tanaman pangan,
peternakan, hortikultura, perkebunan dan perikanan dengan luas kawasan utama
mencapai 400 ha. Untuk meningkatkan kapasitas penerima intervensi teknologi
(capacity-building) tersebut dilakukan melalui pelatihan-pelatihan teknis.
Wujud dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dalam
pembangunan TTP Kota Jantho adalah: pada tahun 2015 telah diserahkan lahan
seluas 1.865 Ha dengan opsi penambahan sampai 30 ha, selain itu juga telah
dianggarkan melalui APBD Kabupaten Aceh Besar untuk dana pendamping
pembangunan TTP berbasis komoditas yang dilaksanakan oleh dinas-dinas teknis.
Untuk mencapai indikator pembangunan TTP yaitu terciptanya dunia
usaha berbasis komoditas pertanian di kawasan TTP Kota Jantho, dilakukan
melalui penciptaan inkubator dan implementator bisnis. Inkubator mengacu
kepada peran dari TTP Kota Jantho sebagai lembaga dalam membina para
wirausaha (tenan), sedangkan implementator adalah TTP Kota Jantho sebagai
lembaga yang melaksanakan aktivitas bisnis berbasis pertanian, sehingga
pembangunan TTP Kota Jantho dapat berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen.
Bogor: UIPB-Press.
Jackson MC. 2003. Systems thinking: Creative holism for managers. JohnWiley
& Sons Ltd. England.
Lyneis JM. 1988. Corporate planning and policy design. A system dynamic
approach. Cambride, Massachusetts: Pugh-Roberts Assosiate, Inc.
Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk: Teknik dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit Grasindo.
______, 2009. Sistem Pakar dalam teknologi manajerial: Teori dan aplikasi.
Bogor: IPB-Press.
Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System
Engineering and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.
Pedoman Umum Pembanguan ATP Dan TTP. 2015. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pustaka-Balitbangtan-
Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Hak Milik Lahan TTP Oleh Pem. Kab Aceh Besar
Lampiran 2. Surat Penunjukkan Lokasi TTP Kota jantho oleh Bupati Kab. Aceh Besar dan
MOU antara Balitbangtan dan Pem.Kab. Aceh Besar
Lampiran 3.