Upload
parman26
View
271
Download
1
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana yang
diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Rumah sakit adalah suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang
terorganisasi serta sarang kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosa serta pengobatan
penyakit yang diberikan oleh pasien (American Hospital Association: 1974). Rumah
sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran perawat di berbagai
tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Wolper dan pena 1987).
Rumah Sakit mempunyai fungsi dan tujuan sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat
inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan rujukan yang mencakup pelayanan rekam
medis dan penunjang medis serta dimanfaatkan untuk pendidikan, pelatihan, dan
penelitian bagi para tenaga kesehatan.
Rekam medis merupakan bagian penting dari seluruh pelayanan kepada pasien
mulai saat kunjungan pertaman hingga kunjungan-kunjungan berikutnya. Sebagai
informasi tertulis tentang perawatan kesehatan pasien, rekam medis digunakan dalam
pengelolaan dan perencanaan fasilitas dan pelayanaan kesehatan, juga digunakan untuk
penelitian medis dan untuk kegiatan statistik pelayanan berulang-ulang mana kala pasien
datang kembali ketempat pelayanan kesehatan kesehatan.
Para dokter, perawat dan profesi kesehatan lainnya mencatat pada berkas
rekamedis sehingga informasinya dapat digunakan secara yang bersangkutan. Rekam
medis harus ada tersedia saat dibutuhkan yatitu saat pasien datang berkunjung kembali,
dan perihal ketersediaan ini menjadi tanggung jawab petugas rekam medis. Apabila
berkas rekam medis tidak ditemukan tercecer, hilang, tidak tertelusuri maka pasien yang
bersangkutan akan merugi, dalam arti informasi tentang riwayat yang lalu yang sangat
penting untuk perawatatan kesehatan nya tidak tersedia, maka informasi untuk
mengambil tindakan yang diperlukan akan berkurang nilai kelengkapannya. Oleh karena
itu, jika rekam medis tidak ada saat diperlukan untuk merawat pasien, maka sistem
rekam medis tidak dapat berjalan lancar. Hal ini tetntu berpengaruh terhadap
keseluruhan kerja pelayanan rekam medis.
Unit rekam medis, disuatu sarana pelayanan kesehatan merupakan unit yang
sibuk dan sangat memerlukan kinerja tinggi dari ara petugasnya. Meskipun petugas
rekam medis tidak secara langsung terlibat dalam klinis pasien, tapi informasi yang
tercatat pada rekam medis merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, sebenarnya petugas unit rekam medis mempunyai peranan penting dalam
proses pelayanan di Rumah Sakit. Namun kadang pentingnya pekerjaan ini tidak
dipahami oleh petugas medis, staf administrasi Rumah Sakit dan kayawan lainnya,
sehinga para petugas unit rejkam medis sering merasa minder. Hal ini lebih diperparah
lagi dengan masalah dana yang terbatas, sehingga kurang adanya paya dalam
peningkatan kemampuan sumber daya yang pada akhirnya sulit mencapai pelayanan
rekam medis yang efektif dan efisien.
B. RUMUSAN MASALAH1. Apa itu rekam medis?
2. Apa saja tipe-tipe rekam medis?
3. Apa tujuan dan kegunaan rekam medis?
4. Siapa saja pengguna rekam medis?
5. Apa saja isi dari rekam medis?
6. Bagamana tata cara penyelenggaraan rekam medis?
7. Bagamana alur rekam medis?
8. Apa saja aspek hukum, disiplin, etik dan kerahasiaan rekam medis?
9. Apa saja undang-undang yang berkaitan dengan rekam medis?
10. Mengapa pengadaan rekam medis harus dilakukan?
C. Tujuan1. Untuk mengetahui definisi rekam medis
2. Untuk mengetahui tipe-tipe rekam medis
3. Untuk Apa tujuan dan kegunaan rekam medis
4. Untuk mengetahui penyelangaraan rekam medis
5. Untuk mengetahui isi dari rekam medis
6. Untuk mengetahui tata cara penyelenggaraan rekam medis
7. Untuk mengetahui alur rekam medis
8. Untuk mengetahui aspek hukum, disiplin, etik dan kerahasiaan rekam medis
9. Untuk mengetahui undang-undang yang berkaitan dengan rekam medis
10. Untuk mengetahui kewajiban pengadaan rekam medis
BAB II
REKAM MEDIS
A. Pengertian Rekam MedisDefinisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai
pengertian, seperti dibawab ini:
Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa,
apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien
selama dirawat atau menjalani pengobatan.
Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989: Rekam Medis adalah berkas
yang beirisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan,
baik rawat jalan maupun rawat inap.
Menurut Gemala Hatta : Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang
kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat
ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989 Menurut Waters dan Murphy : Rekam
Medis adalah Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien
selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.
Menurut IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas
pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang
pasien.
Jadi Rekam Medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam
tentang identitas, anamnesa penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan
tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik rawat inap, rawat
jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Catatan medis adalah catatan yang berisikan segala data mengenai pasien mulai
dari masa sebelum ia dilakukan, saat lahir, tumbuh menjadi dewasa hingga akhir
hidupnya
B. Tipe Rekam Medis1. Rekam medis rumah sakit
Rekam medis rumah sakit adalah rekam medis yang lengkap, terkini yang memuat
riwayat pasien, kondisi terapi dan hasil perawatan. Rekam medis rumah sakit adalah
bukti hukum penting yang dapat digunakan dalam berbagai perkara hukum, rekam
medis yang baik dapat membantu rumah sakit atau dokter merekonstruksi kembali
urutan terapi dan menunjukan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
diterima dalam kondisi yang ada pada saat itu. JCAHO menetapkan bahwa rekam
medis dari rumah sakit yang terakreditasi memuat informasi yang cukup untuk
menetapkan diagnosis, terapi dan hasil terapi secara akurat. Rekam medis tiap-tiap
rumah sakit sangat bervariasi, tergantung dari karakteristik dari tiap rumah
sakit.Tetapi pada umumnya rekam medis rumah sakit terdiri dari dua bagian, Bagian
informasi umum dan informasi klinis. Informasi yang minimal harus ada ditetapkan
oleh pewawas rumah sakit wilayah atau standar akreditas, dan peraturan-peraturan
yang ditetapkan untuk rumah sakit dan para staf medis.
2. Rekam medis dokter praktek
Tujuan dan fungsi rekam medis pasien untuk dokter praktek sama dengan
tujuan dan fungsi rekam medis pada rumah sakit. Umumnya tidak ada format
panduan khusus yang mengatur komponen-komponen apa saja yang harus ada
dalam rekam medis pada praktek dokter. Tetapi Sebagai acuan, rekam medis harus
berisiinformasi mengenai terapi yang diberikan kepada pasien di manapun selain di
rumah sakit dengan detail dan lengkap. Instruksi-instruksi yang diberikan kepada
pasien melalui telepon juga harus direkam, Dokter juga harus mencatat setiap
telepon yang diterima. Pencatatan korespondensi melalui telepon harus dipisahkan
dari rekam medis pasien. Seorang dokter sebagai dokter prakte memiliki kewajiban
untuk melengkapi rekam medis dan memberikan salinanya kepada dokter
berikutnya yang bertanggung jawab terhadap pasien. Tetapi dokter tidak dibenarkan
memberikan rekam medis pasien kepada petugas kesehatan yang tidak
berkualifikasi dan dukun..
C. Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis 1. Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu
sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, tidak mungkin tertib
administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan
tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Kegunaan Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 749 a tahun 1989 menyebutkan
bahwa Rekam Medis memiliki 5 manfaat, yaitu :
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pesien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain, (Dirjen
Yankes 1993: 10)
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena Isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga
medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut
masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha
untuk menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung
data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya
menyangkut data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data / informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan
pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut
dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas, rekam medis mempunyai
kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan (Dirjen
Yankes, 1993: 12) :
Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil
bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan
kepada seorang pasien.
Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit.
Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun Dokter dan
tenaga kesehatan dan lainnya.
Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
Sebagai dasar ingatan penghitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan
Menurut International Federation Health Organization (1992:2), rekam medis
disimpan dengan tujuan:
1. Fungsi komunikasi
Rekam medis disimpan untuk komonikasi diantara dua orang yang bertanggungjawab
terhadap kesehatan pasien untuk kebutuhan pasien saat ini dan yang akan datang.
2. Kesehatan pasien yang berkesinambungan
Rekam medis dihasilkan atau dibuat untuk penyembuhan pasien setiap waktu dan
sesegera mungkin.
3. Evaluasi kesehatan pasien
Rekam medis merupakan salah satu mekanisme yang memungkinkan evaluasi
terhadap standar penyembuhan yang telah diberikan.
4. Rekaman bersejarah
Rekam medis merupakan contoh yang menggambarkan tipe dan metode pengobatan
yang dilakukan pada waktu tertentu.
5. Medikolegal
Rekam medis merupakan bukti dari opini yang yang bersifat prasangka menegnai
kondisi, sejarah dan prognosi pasien.
6. Tujuan statistik
Rekam medis dapat digunakan untuk menghitung jumlah penyakit, prosedur
pembedahan dan insiden yang ditemukan setelah pengobatan khusus.
7. Tujuan penelitian dan pendidikan
Rekam medis di waktu yang akan datang dapat digunakan dalam penelitian kesehatan.
Berdasarkan aspek diatas maka rekam medis mempunyai nilai kegunaan yang sangat
luas, yaitu:
1. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Bahan pembuktian dalam hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan
4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
5. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
6. Fungsi komunikasi
7. Kesehatan pasien yang berkesinambungan
8. Rekaman bersejarah.
D. Penggunaan Rekam MedisPengguna atau pemakai rekam medis adalah pihak pihak perorangan yang
memasukkan, memverifikasi, mengoreksi, menganalisa atau memperoleh informasi dari
rekaman, baik secara langsung ataupun melalui perantara. Pengguna rekam medis atau
yang tergantung dengan data yang ada dalam rekam medis sangat beragam. Ada
pengguna rekam medis per orangan (Primer dan sekunder) serta pengguna dari kelompok
institusi.
Pengguna Rekam Medis / Kesehatan Perorangan
1. 1. Para pemberi pelayanan (Pengguna primer)
Pihak pihak yang memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada pasien.
Mereka terdiri dari individu atau pemberi jasa kesehatan perorangan yang meliputi
tenaga dokter, perawat, profesi kesehatan pendukung lainnya dan tenaga klinis.
Profesi kesehatan pendukung termasuk asisten dokter, fisioterapis, terapi wicara,
terapi pernafasan (respiratoris), okupasi terapis, tekniker radiologi dan teknisi
laboratorium medis. Profesi medis lainnya juga membantu pelayanan klinis, termasuk
ahli farmasi, tenaga sosial, ahli gizi, konsultan diet, psikolog, Podiatris (ahli
mengobati kelainan kaki manusia dan khiropraktor (orang yang mengobati penyakit
dengan mengurut tulang punggung). Kelompok ini memasukkan informasi ke dalam
rekam medis secara langsung. sedangkan fasilitas pelayanan lainnya seperti tekniker
laboratorium medis, tekniker radiologi membuat laporan tersendiri sebagai bagian
dari rekam medis pasien. keberadaan rekam medis akan menghindari sifat lupa tenaga
kesehatan saat menangani pasien yang banyak.
1. 2. Para konsumen (pengguna sekunder)
Pasien dan keluarganya yang juga memerlukan informasi rekam medis dirinya
(perorangan/individu pasien) untuk berbagai kepentingan. bahkan, dalam era
keterbukaan masa kini, terlebih di masa mendatang. kiranya tidak dapat dihindari
adanya pasien yang memerlukan bentuk fisik rekam medis untuk berbagai
kepentingan. Untuk itu perlu dipertimbangkan urgensi kebutuhan, maksud dan tujuan
serta unsur sekuritas, kerahasian dan keamanan serta aturan lain yang terlibat (aturan
profesi, instansi, pemerintah, kewenangan dan lainnya). Demikian juga dengan
adanya kemajuan sudut pandang berbagai negara di dunia sudah mulai mengeluarkan
ketepatan yang memberi hak kepada pasien untuk melihat rekam medisnya (dengan
adanya Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA), mulai 14 April
2003 warga negara AS dapat membaca rekam medisnya kecuali tentang analisis
kejiwaan). Lebih lanjut mereka juga memperoleh hak untuk mengoreksi informasi
dalam rekam medisnya dan menambahkan informasi yang kurang serta memverifikasi
biaya pelayanan yang dibebankan kepadanya.(Konsep HIPAA, 1998-AS).
Pengguna Rekam Medis / Kesehatan dari kelompok
1. 1. Manajer pelayanan dan penunjang pasien
Kelompok ini adalah pihak yang menggunakan rekam medis perorangan
secara sekunder serta tidak menangani perawatan pasien secara langsung. Kelompok
ini menggunakan data rekam medis kesehatan untuk menilai kinerja fasilitas
kesehatan serta manfaat pelayanan yang diberikan. Data yang diperoleh
menggambarkan pola dan kecendrungan pelayanan. Dengan masukan data agrerat
tersebut akan memudahkan manajer instansi pelayanan kesehatan dalam memperbaiki
proses pelayanan, sarana dan prasarana ke depan.
1. 2. Pihak pengganti biaya perawatan
Kelompok ini akan menelaah sejauh apa diagnosis yang terkait dengan biaya
perawatan. Penggantian biaya harus sesuai dengan diagnosis akhir dan atau tindakan
yang ditegakkan dokter (dokter yang dimaksud adalah dokter utama yang merawat
pasien dan bertanggung jawab terhadap masa perawatan pasien) sesudah sesudah
pasien pulang perawatan. Diagnosis dicantumkan serta ditandatangi dokter tersebut
pada lembar Ringkasan Riwayat Pulang (Resume) atau dengan tanda tangan secara
on-line (Bila perangkat lunak telah tersedia pada sistem rekam medis eletronik)
(Electronik Signature). Berdasarkan diagnosis dan atau tindakan tersebut ahli kode
(pada unit kerja MIK) akan menetapkan nomor kode sesuai standar klasifikasi yang
ditetapkan pemerintah atau sesuai disiplin atau tindakan (Menggunakan kode
tambahan yang tergabung dalam keluarga sistem klasifikasi ICD yaitu (a)
International Classification of Diseases for Oncology (ICDO) untuk sandar klasifikasi
internasional onkologi, (b) International Classification of Functioning, Disability and
Health (ICF) untuk disabilitas dan disfungsi tubuh dan kesehatan, (c) Application of
the International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology (ICD-DA)
untuk gigi dan stomalogi, (d) Application of the International Classification of
Diseases to Rheumatology and Orthopaedic (ICD-R&O), termasuk International
Classification of Musculoskeletal Disorder (ICDMSD), (e) International
Classification for Health Inteventions (ICHI) untuk tindakan/intervensi sebagai
pengganti International Classification of Prosedures in Medicine (ICOPIM). Kesemua
buku tersebut dapat melengkapi klasifikasi ICD atau standar klasifikasi international
penyakit (morbiditas dan mortalitas) yang dibakukan pemerintah. Maupun
menggunakan buku yang dikeluarkan profesi psikiatri di AS yaitu Diagnostic and
Statical of Mental Disorders (DSM) untuk gannguan kejiwaan). Informasi kode ini
diteruskan unit kerja MIK kepada pihak asuransi. Adakalanya pihak asuransi
membuuhkan copy tentang keterangan tertentu rekam medis pasien bersama dengan
tagihan (klaim). Tidak dibenarkan rumh sakit mengambil diagnosis kerja dari ruang
perawatan sebagai diagnosis akhir dan meneruskannya ke pihak asuransi, padahal
pasien belum pulang perawatan.
1. 3. Pengguna rekam medis sekunder lainnya
Kantor pasien, pengacara, periset atau investigator klinis, wartawan kesehatan,
pengambil kebijakan. Lazimnya pihak penanggung lainnya (akreditor) perlu
menganalisis tagihan perawatan yang diajukan oleh kantor tempat pasien bekerja.
Akreditor membutuhkan informasi kondisi sakit pasien dari rekam medis untuk klaim
(misalnya asuransi tenaga kerja) terutama bila terjadi penyakit akibat suatu kondisi
buruk atau efek sampingan.
E. Isi Rekam MedisRekam medik rumah sakit merupakan komponen penting dalam pelaksanaan
kegiatan manajemen rumah sakit, rekam medik rumah sakit harus mampu menyajikan
informasi lengkap tentang proses pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit, baik
dimasa lalu, masa kini maupun perkiraan masa datang tentang apa yang akan terjadi.
Aspek Hukum Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang pengisian rekam medik
dapat memberikan sanksi hukum bagi rumah sakit atau petugas kesehatan yang
melalaikan dan berbuat khilaf dalam pengisian lembar-lembar rekam medik (Permenkes,
1992: 27).
a. Data Medik
Data medik dihasilkan sebagai kewajiban pihak pelaksana pelayanan medis,
paramedik dan ahli kesehatan yang lain (paramedis keperawatan dan para non
keperawatan). Mereka akan mendokumentasikan semua hasil pemeriksaan dan
pengobatan pasien dengan menggunakan alat perekam tertentu, baik secara manual
dengan komputer. Jenis rekamnya disebut dengan rekam medik (Permenkes, 1992:
28)
Petunjuk teknis rekam medik rumah sakit sudah tersusun tahun 1992 dan
diedarkan ke seluruh organisasi Rumah Sakit di Indonesia. Ada dua jenis rekam
medik rumah sakit (Permenkes, 1992: 28). Yaitu :
1. Rekam medis untuk pasien rawat jalan termasuk pasien gawat darurat
Berisi identitas pasien, hasil anemnesis (keluhan utama, riwayat sekarang,
riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat keluarga tentang penyakit yang
mungkin diturungkan atau yang ditularkan diantara keluarga), hasil pemeriksaan,
(fisik laboratorium, pemeriksaan kasus lainnya), diagnostik karja, dan pengobatan
atau tindakan, pencatatan data ini harus diisi selambat-lambatnya 1 x 24 jam
setelah pasien diperiksa.
2. Rekam medik untuk pasien rawat inap
Hampir sama dengan isi rekam medis untuk pasien rawat jalan, kecuali
persetujuan pengobatan atau tindakan, catatan konsultasi, catatan perawatan oleh
perawat dan tenaga kesehatan lainnya, catatan observasi klinik, hasil pengobatan,
resume akhir, dan evaluasi pengobatan.
3. Pendelegasian membuat Rekam Medis
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/ pendelegasian secara tertulis dari
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
b. Data Umum
Data umum dihasilkan oleh kelompok kegiatan non medik yang akan
mendukung kegiatan kelompok data medik di poliklinik. Beberapa contoh kegiatan
Poliklinik adalah kegiatan persalinan, kegiatan radiology, kegiatan perawatan,
,kegiatan pembedahan, kegiatan laboratorium dan sebagainya. Data umum
pendukung didapatkan dari kegiatan pemakaian ambulans, kegiatan pemesanan
makanan, kegiatan kepegawaian, kegiatan keuangan dan sebagainya (Permenkes,
1992: 28)
F. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medisa. Pembuatan
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
rnembuat rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien
menerima pelayanan.
3. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah díberikan
kepada pasien.
4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi ñama, waktu dan tanda
tangán dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung,.
5. Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan
6. Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan
catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga
kesehatan tertentu yang bersangkutan.
TAMBAHAN :
7. Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas
catatan
dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis
b. Penyimpanan Dan Pemusnahan
1. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-
kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat atau dipulangkan.
2. Setelah batas waktu 5 (lima) tahun dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan,
kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.
3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
4. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk
oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
5. Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan
sekurangkurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal
terakhir pasien berobat.
6. Setelah batas waktu, rekam medis dapat dimusnahkan.
c. Kerahasiaan
1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi,
tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan
2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hai :
1. untuk kepentingan kesehatan pasien;
2. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hokum atas perintah pengadilan;
3. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
4. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
dan.
5. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien. Dengan syarat harus dilakukan secara tertulis
kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan
6. Penjelasan tentang ¡si rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
7. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis
secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
d. Kepemilikan
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan
2. Isi rekam medis merupakan milik pasien
3. Isi rekam medis dalam bentuk ringkasan rekam medis.
4. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau
orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien
yang berhak untuk itu.
5. pertanggung jawaban
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak,
pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap
rekam medis.
G. Alur Rekam MedisAlur rekam medis pasien rawat jalan dari mulai pendaftaran hingga penyimpanan rekam
medis secara garis besar (Menurut Depkes) adalah sebagai berikut (Depkes, 1997: 15) :
1. Pasien membeli karcis di loket pendaftaran.
2. Pasien dengan membawa karcis mendaftar ke tempat penerimaan pasien Rawat Jalan.
3. Petugas tempat penerimaan, pasien Rawat Jalan mencatat pada buku register nama
pasien, nomor Rekam Medis, identitas, dan data sosial pasien dan mencatat keluhan
pada kartu poliklinik.
4. Petugas tempat penerimaan pasien membuat kartu berobat untuk diberikan kepada
pasien, yang harus dibawa apa pasien berobat ulang.
5. Pasien ulangan yang sudah memiliki kartu berobat disamping harus memperlihatkan
karcis juga harus menunjukan kartu berobat kepada petugas akan mengambil berkas
Rekam Medis pasien ulangan tersebut.
6. Kartu poliklinik dikirim ke poliklinik yang dituju sesuai dengan keluhan pasien,
sedangkan pasien dating sendiri ke poliklinik.
7. Petugas poliklinik mencatat pada buku Register Pasien Rawat Jalan nama, nomor
rekam medis, jenis kunjungan, tinakan atau pelayanan yang diberikan dan sebagainya.
8. Petugas di Poliklinik (perawat) membuat laporan atau rekapitulasi harian pasien Rawat
jalan.
9. Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan pengisian Rekam Medis dan untuk yang
belum lengkap segera diupayakan kelengkapannya.
10. Petugas rekam medis membuat rekapitulasi setiap akhir bulan, untuk membuat
laporan dan statistik rumah sakit.
11. Berkas Rekam Medis pasien disimpan menurut nomor Rekam Medisnya (Januarsyah,
1999: 79)
H. Aspek Hukum, Disiplin, Etik dan Kerahasiaan Rekam Medis
Rekam medis dapat melindungi minat hukum (legal interest) pasien, rumah sakit,
dan dokter serta staff rumah sakit bila ketiga belah pihak melengkapi kewajibannya
masing-masing terhadap berkas rekam medis.
Dasar hukum rekam medis di Indonesia :
1. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
2. Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
3. Keputusan Menteri Kesehatan No.034/Birhub/1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumkit dimana rumah sakit di wajibkan:
Mempunyai dan merawat statistic yang up to date
Membina rekam medis berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan
4. Peraturan Menteri Kesehatan No.749a/Menkes/Per/xii/89 tentang rekam medis
Rekam Medis Sebagai Alat Bukti
Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di pengadilan.
Kerahasiaan Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam
rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien
untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim majelis), permintaan pasien
sendiri atau berdasarkan ketentuan undangan yang berlaku.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi
rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang
majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam medis
sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab menyimpan rekam
medis.
Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap dokter
atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam
medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena dokter dan dokter gigi tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/wanprestasi) dalam hubungan dokter
dengan pasien.
Sanksi Disiplin dan Etik
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat sanksi
hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU Praktik
Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan
MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
Pemberian peringatan tertulis.
Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis dapat
dikenakan sanksi etik oleh organisasi
profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).
I. Undang-Undang yang Berkaitan Dengan Rekam MedisDalam UU No 29/2004 terdapat beberapa ketentuan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan rekam medis, yaitu tentang Standar Pelayanan, Persetujuan Tindakan
Kedokteran, Rekam medis, Rahasia Kedokteran dan Kendali mutu dan kendali biaya.
Sebagian besar ketentuan hukum tersebut adalah ketentuan yang telah diterbitkan dalam
bentuk peraturan perundangundangan lain. Di bawah adalah ketentuan tersebut:
1. Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa “dokter dan dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan
kedokteran dan kedokteran gigi”.
2. Pasal 45 ayat (5) menyatakan bahwa “setiap tindakan kedokteran dan kedokteran
gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis
yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan”
3. Pasal 46 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”.
4. Pasal 46 ayat (2) menyatakan bahwa “rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan”
5. Penjelasan pasal 46 ayat (3) menyatakan bahwa : “yang dimaksud dengan petugas
adalah dokter atau dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan
pelayanan langsung kepada pasien. Apabila dalam pencatatan rekam medis
menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tandatangan
dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi (personal identification
number)
6. Pasal 47 ayat (2) menyatakan bahwa “rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan”.
7. Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa “dalam rangka pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis”, dengan
penjelasan bahwa “yang dimaksud dengan audit medis adalah upaya evaluasi secara
profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis”.
8. Pasal 79 menyatakan bahwa “Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) setiap
dokter dan dokter gigi yang (b) dengan sengaja tidak membuat rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1)”
Memang masih banyak ketentuan hukum lain di dalam UU no 29/2004 di bidang
pelayanan rekam medik yang juga penting, namun uraian ayat-ayat di atas sangat
berkaitan dengan kelengkapan pengisian rekam medis yang saat ini sedang dijadikan isu
utama.
Permenkes 749a tahun 1989 tentang Rekam medis dalam pasal 15 dan 16
menyebutkan butir-butir minimal yang harus dimuat dalam rekam medis, misalnya untuk
pasien rawat inap setidaknya memuat informasi tentang identitas pasien, anamnesis,
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, persetujuan tindakan medik, catatan
perawatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan dan resume akhir dan evaluasi
pengobatan. Sayang sekali bahwa format dan seberapa jauh “kelengkapan” isi rekam
medis tidak atau belum diuraikan disuatu peraturan pun.
J. Kewajiban pengadaan rekam medisKewajiban pengadaan rekam medis bagi setiap sarana pelayanan kesehatan sudah
diberlakukan sejak 1989 melalui permenkes no 749a, termasuk ke dalamnya adalah
pengisian rekam medis dengan akurat, lengkap dan tepat waktu. Namun demikian sanksi
administratif yang diberlakukan pada Permenkes diubah menjadi sanksi pidana pada UU
Praktik Kedokteran. Harapan pembuat UU adalah agar para klinisi menjadi lebih
bertanggungjawab dalam mengisi rekam medis.
Dokter yang merawat pasien bertanggungjawab atas kelengkapan dan keakurasian
pengisian rekam medis. Di dalam praktik memang dapat saja pengisian rekam medis
dilakukan oleh tenaga kesehatan lain (perawat, asisten, residen, co-ass), namun dokter
yang merawat pasienlah yang memikul tanggungjawabnya. Perlu diingat bahwa
kelengkapan dan keakuratan isi rekam medis sangat bermanfaat, baik bagi perawatan dan
pengobatan pasien, bukti hukum bagi rumah sakit dan dokter, maupun bagi kepentingan
penelitian medis dan administratif.
Petugas rekam medis atau profesional manajemen informasi kesehatan wajib
berupaya untuk memastikan bahwa pendokumentasian dilakukan dengan baik,
pengkodean dilakukan dengan benar, menyampaikan informasi kesehatan hanya dengan
prosedur yang sah, mengolah data rekam medis dengan baik, memanfaatkan data rekam
medis untuk kepentingan pengendalian mutu layanan kesehatan, dan menyadari bahwa
komputerisasi rekam medis sangat membantu segala upaya pengelolaan tetapi memiliki
dampak lebih terbuka sehingga aspek kerahasiaan menjadi tertantang.
Dokumentasi yang dianggap tidak dapat diterima adalah melakukan pencatatan
mundur dan pengubahan catatan disesuaikan dengan hasil layanan yang terjadi. Fraud dan
abuse di bidang pendokumentasian dan pengkodean harus bisa dicegah, seperti mengkode
sedemikian rupa agar pembayaran menjadi lebih besar, misrepresentasi atau untuk tujuan
menghindari konflik.
K. Contoh Kasus Malprakrek terkait Rekam Medis
Kasus Prita VS RS OMNI International
Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia
lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-
hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena
semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba
pasien, penjualan obat, dan suntikan. Saya tidak mengatakan semua RS
international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni
International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya
dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI
Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International,
yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya
diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya
wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample
darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit
27.000. dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan.
Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan
RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan
saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif
demam berdarah. Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa
penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa.
Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil
lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?).
Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya
diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin
pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa
sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena
demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2
anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS
dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani
oleh dokter profesional standard Internatonal. Mulai Jumat terebut saya
diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan
apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak
mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya
menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks
lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan
suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai
saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik
kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu
dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu
dr H saja. Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke
suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter
tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara.
Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit
sekali. Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya
terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga
datang namun hanya berkata menunggu dr H saja. Jadi malam itu saya masih
dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami
pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk
diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami.
Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan
kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan,
hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas
yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin
parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri. dr H tidak
memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai
memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan
menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi
saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang
pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan
bagian lab dan tidak bias memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak
mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya
membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan
dengan diberikan data medis yang fiktif. Dalam catatan medis diberikan
keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan
saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali.
Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000
bukan 27.000. Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000
namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan
yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah
saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan
hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk
bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh
Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam
tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar
dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada
service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan
saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis. Dalam kondisi sakit
saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer
Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta
memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan
saya. Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat
pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan
181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi
thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. Tanggapan dr G yang
katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak
profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia
mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M
informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan
dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas
(Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut
analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa
terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas
mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah
membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan
suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak
napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan
memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak
napas. Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab
27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas
dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya.
Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang
belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya
telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan
bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore
saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya.
Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada
tanda terima atas nama Rukiah. Ini benar-benar kebohongan RS yang
keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta
disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan
membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada
alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen
Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang
mempermainkan nyawa orang. Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan
santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard
international yang RS ini cantum. Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni
untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni
hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh
membuat sakit hati kami. Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon
maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan
lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan
diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk
dari sebelum masuk ke RS Omni. Kenapa saya dan suami saya ngotot
dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab
27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien
rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka
sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya
saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas
dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani
dengan baik. Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya
RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi
saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari
keserakahan ini. Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur
operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah
mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit
dan dirawat di RS lain. Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun
ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga
penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini
membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Setiap kehidupan
manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi,
apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk
menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan. Semoga
Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya
diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang
tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan
tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. Saya sangat
mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau
dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M,
dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi
perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya
tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis
dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
081513100600
Tinjauan Kasus dalam Hal Malraktik Administratif
Melihat kasus tersebut, dapat ditemukan sebuah contoh malpraktik
administrasi berupa pelanggaran dalam rekam medis. Dalam PERMENKES
No. 749a/Menkes/XII/89 tentang RM disebutkan pengertian RM adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan. Pasal 14 Permenkes no. 749a/1989 tentang
tujuan dan fungsi rekam medis yaitu sebagai dasar pelayanan kesehatan dan
pengobatan, pembuktian hukum, penelitian dan pendidikan, dasar
pembiayaan pelayanan kesehatan, dan statistic kesehatan. Maka rekam medis
harus dibuat relevan, kronologis dan orisinil. Data yang diberikan haruslah
berupa data yang sebenarnya dan bukan karangan semata. Dalam kasus di
atas telah terjadi pemalsuan data tentang kondisi pasien sesuai dengan
pengakuan dari pasien atau si penderita yang menyebutkan bahwa “Dalam
catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buangir besar) saya lancar
padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow
up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit
saya yang 181.000 bukan 27.000.” hal ini dinilai telah melanggar hukum
adminitrasi, karena data yang dilaporkan dalam rekam medis pasien adalah
fiktif dan tidak sesuai dengan kenyataannya, bersamaan dengan itu juga
tenaga perawatan dinilai telah lalai dari kewajibannya dalam menyediakan
rekam medis pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan1. Rekam Medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang
identitas, anamnesa penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan
tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik rawat inap, rawat
jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
2. Terdapat dua tipe rekam medis, yaitu Rekam Media Rumah Sakit dan Rekam Medis
Dokter Praktik.
3. Tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem
pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, tidak mungkin tertib administrasi
rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan.
4. Kegunaan Rekam Medis
Aspek Administrasi
Aspek Medis
Aspek Hukum
Aspek Keuangan
Aspek Penelitian
Aspek Pendidikan
Aspek Dokumentasi
5. Pengguna rekam medis ada dua, yaitu : pengguna perorangan (primer dan sekunder)
dan pengguna kelompok.
6. Tata cara penyelenggaraan rekam medis adalah pembuatan, penyimpanan,
kerahasiaan, pemusnahan, dan kepemilikan.
7. Etika dan aspek hokum rekam medis
UU No.23/1992 : Kesehatan
UU.No.29/2004 : Praktek Kedokteran
PP. No 32/1966 : Tenaga kesehatan
PP. No.10/1966 : Simpan rahasia Kedokteran
Permenkes RI No.269/2008 : Rekam medis
Permenkes RI No.290/2008 : Persetujuan tindakan Kedokteran
B. SaranDiharapkan dengan pembuatan makalah ini, dapat dijadikan pedoman untuk
memanjemen rumah sakit dalam rekam medis dalam upaya peningkatan kesehatan.