41
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab terbanyak kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan ke-4 sebesar 8,7%. 1 Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration, AMD) merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata pada orang berusia di atas 50 tahun di Amerika Serikat. Diperkirakan 15 juta warga negara Amerika Utara menderita AMD. Prevalensi AMD adalah 85-90% pada AMD non eksudatif dan 10 – 15 % pada eksudatif AMD. 2 Di Indonesia sendiri, hingga saat ini belum ada data pasti tentang insidens dan angka morbiditas AMD. Salah satu penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia periode 03 Maret 2008 - 05 Januari 2009 di Jakarta Timur, yang menggunakan 1259 responder didapati prevalensi non eksudatif dan eksudatif AMD didapatkan pada 52 orang (4,1%) and 3 orang (0,2%). Prevalensi AMD didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dimana 3,4% pada kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia 50-59 tahun, dan 7,4% pada usia > 70 tahun. 3 Berdasarkan American Academy of Opthalmology, degenerasi makula terkait usia adalah gangguan pada makula yang 1

regenerasi makula terkait usia, ARMD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ARMD, anatomi retina, fisiologi mata

Citation preview

Page 1: regenerasi makula terkait usia, ARMD

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab terbanyak kebutaan

di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan ke-4 sebesar

8,7%.1 Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration, AMD)

merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata

pada orang berusia di atas 50 tahun di Amerika Serikat. Diperkirakan 15 juta warga

negara Amerika Utara menderita AMD. Prevalensi AMD adalah 85-90% pada AMD

non eksudatif dan 10 – 15 % pada eksudatif AMD.2 Di Indonesia sendiri, hingga saat ini

belum ada data pasti tentang insidens dan angka morbiditas AMD. Salah satu penelitian

dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia periode 03 Maret 2008 - 05 Januari 2009

di Jakarta Timur, yang menggunakan 1259 responder didapati prevalensi non eksudatif

dan eksudatif AMD didapatkan pada 52 orang (4,1%) and 3 orang (0,2%). Prevalensi

AMD didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dimana 3,4% pada

kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia 50-59 tahun, dan 7,4% pada usia >

70 tahun.3

Berdasarkan American Academy of Opthalmology, degenerasi makula terkait usia

adalah gangguan pada makula yang dikarakteristikkan dengan satu atau lebih dari tanda-

tanda berikut: (1) terbentuknya drusen, (2) abnormalitas dari epitelium pigmen retina

seperti hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi, atrofi geografik dan koriokapiler, dan

neovaskular makulopati.4 Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang

paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat

lapang pandang. Tanda utama dari degenerasi pada makula adalah didapatkan adanya

bintik-bintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya

berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga

menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata.5

Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau

pusat retina. Terdapat 2 macam degenerasi makula yaitu tipe kering (atrofi) sering

1

Page 2: regenerasi makula terkait usia, ARMD

disebut dengan non eksudatif degenerasi makula dan tipe basah (eksudatif) sering

disebut dengan eksudatif degenerasi makula . Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya

mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari

kerusakan pada epitel pigmen retina. 5

Penyebab pasti dari degenerasi makula ini belum diketahui, tetapi insidens

gangguan ini meningkat pada setiap dekade setelah usia 50 tahun. Keterkaitan lain adalah

ras ( biasanya ras kaukasia lebih beresiko dibandingkan dengan ras Afrika-Amerika,

insidensi pada orang Asia diyakini juga meningkat), riwayat keluarga, riwayat merokok

(menurunkan level dari CFH yang bertindak sebagai inhibitor jalur komplemen pemicu

inflamasi), jenis kelamin ( sedikit predominansi pada wanita), obesitas dan asupan lemak

yang tinggi, status sosial ekonomi, hipertensi, dll.6

Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya

kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan

kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk

melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang

pandang. Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara

tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala awalnya berupa

gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya lurus terlihat

bergelombang.5, 6, 7

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata.

Sejauh ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Beberapa suplemen

makanan seperti omega-3 long chain polyunsaturated fatty acids

(LCPUFAs:docohexaechonoic acid [DHA], dan eicosapentaenoic acid [EPA]), beta

karoten, zinc, dll dapat digunakan untuk mencegah AMD derajat ringan dan sedang

menjadi lebih berat.5,8 Untuk beberapa kasus basah, penggunaan anti VEGF ( Vascular

Epithelial Growth Factor) seperti Pegabtanib, Ranibizumab, bevacizumab dapat

meningkatkan ketajaman penglihatan, selain itu terapi fotokoagulasi laser termal pada

kasus eksentrik fovea, bisa membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan

penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser

terutama pada subfoveal degenerasi makula karena fotokoagulasi dapat menyebabkan

kerusakan sel fotoreseptor. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur

2

Page 3: regenerasi makula terkait usia, ARMD

operasi baru antara lain terapi foto dinamik dengan menggunakan verteporfin, sedangkan

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Eye Institute of the National

institutes of Health tahun 1998 yang membandingkan keuntungan operasi submakular

dengan observasi, didapatkan bahwa operasi eksisi dari neovaskular koroid tidak

menunjukkan keuntungan yang signifikan dibandingkan observasi. 5,9

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi,

faktor resiko, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, pengobatan,

dan prognosis degenerasi makula terkait usia. Selain itu penulisan paper ini juga

bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Kesehatan Mata ,

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan paper ini diantaranya :

1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam,

khususnya mengenai degenerasi makula terkait usia.

2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut topik-topik

yang berkaitan dengan degenerasi makula terkait usia.

3

Page 4: regenerasi makula terkait usia, ARMD

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke

depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada

orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem

temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.5,7

Secara garis besar retina dibagi atas 2 bagian: kutub posterior dan perifer yang

dipisahkan oleh ekuator retina. Kutub posterior sampai ekuator retina, ini merupakan area

posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area: optik disk dan makula lutea.

Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina dan anterior dengan oraserrata.

Oraserrata merupakan batas yang paling perifer tempat retina berakhir, terbagi dalam 2

bagian; anterior pars plikata dan posterior pars plana. oraserrata juga tempat melekat

vitreous dan koroid.5,7

Gambar 2.1 Ketebalan dari retina7

4

Page 5: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Secara mikroskopis lapisan retina mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai

berikut: (1) membrana limitans interna; (2) lapisan sel saraf, yang mengandung akson-akson

sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan

pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel

amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin, dan sel horisontal;

(6) lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel

horisontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans

eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; dan (10)

epitelium pigmen retina. Lapisan dalam membrana Bruch sebenarnya adalah membrana

basalis epitelium pigmen retina.1,5,7

Gambar 2.2 Histologi lapisan-lapisan retin

5

Page 6: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis, makula dapat

didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau

xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya

mempunyai lebih dari satu lapis sel.5 Secara topografi makula terdiri dari umbo, foveola,

fovea, parafovea, dan perifovea. Umbo adalah pusat dari foveola, secara histologis terdiri

dari suatu lamina basal yang tipis, sel-sel muller dan sel kerucut. Foveola merupakan area

pusat cekunan di dalam fovea, dengan lokasi ± 4 mm ke arah temporal dan ± 8 mm ke

inferior dari pusat papil optik, dengan diameter sekitar 0,35 mm dan ketebalan sekitar 0,1

mm pada pusatnya. Berisi sel – sel kerucut, sel –sel muller, dan sel-sel glial. Fovea adalah

pusat dari makula berupa cekungan dengan diameter ± 1,5 mm. Pada daerah ini sel kerucut

akan terdorong ke rah tepi, lapisan plesiforma luar (lapisan Henle) menjadi horisontal,

sedangkan seat sel muller tersusun secara miring. Di dalam fovea, dengan diameter 250-

600µm terdapat fovea avascular zone (FAZ). Parafovea setebal 0,5 mm mengelilingi fovea.

Para fovea terdiri dari sepuluh lapisan retina. Perifovea mengelilingi parafovea setebal 1,5

mm, area ini merupakan bagian yang paling luar dari makula.10

Gambar 2.3 Topografi regio makula 1. Umbo, 2. Foveola, 3. Fovea, 4. Parafovea, 5. perifovea 10

6

Page 7: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar

membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar

dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari

sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh

khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina

mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang,

yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.

Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.5

2.2 Fisiologi Retina

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor

kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan

fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang

dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks

penglihatan. 5 Retina mengandung sel batang lebih dari tiga puluh kali lebih banyak dari sel

kerucut ( 100 juta sel batang dibandingkan 3 juta sel kerucut per mata). Makula bertanggung

jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian

besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara

fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin

penglihatan yang paling tajam.11Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel

ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari

susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan

warna ( penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri

dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam

(skotopik). 5

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada

retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan

proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan

suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin

7

Page 8: regenerasi makula terkait usia, ARMD

bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal

segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk ali-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid

membran yang separuh terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar

fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500

nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. 5,11

Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan

puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel

kerucut peka-biru, -hijau, dan –merah. Namun demikian, sel –sel kerucut juga berespon

terhadap panjang gelombang lain dalam derajat yang berbeda-beda. Persespsi kita mengenai

warna dunia bergantung pada berbagai rasio stimulasi ketiga jenis kerucut sebagai respon

terhadap berbagai panjang gelombang. Suatu panjang gelombang yang tampak sebagai biru

merupakan satu-satunya yang merangsang sel kerucut biru 100 %. Fotopigmen sel kerucut

terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin. 5,11

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada

bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi

warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya,

sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560

nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut

mengandung fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang dan secara selektif

memantulkan atau menyalurkan panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum

sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor

kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh

fotoreseptor batang.5,11

2.3 Degenerasi Makula terkait Usia

2.3.1 Definisi

Berdasarkan American Academy of Opthalmology, degenerasi makula terkait usia

adalah gangguan pada makula yang dikarakteristikkan dengan satu atau lebih dari

tanda-tanda berikut: (1) terbentuknya drusen, (2) abnormalitas dari epitelium pigmen

retina seperti hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi, (3) atrofi geografik dan

8

Page 9: regenerasi makula terkait usia, ARMD

koriokapiler, dan (4) neovaskular makulopati.4 National Health and Nutrition Eye

Study, mendefinisikan degenerasi makula terkait usia sebagai suatu keadaan dimana

hilangnya refleks makular, dispersi dan penggumpalan dari pigmen retina, dan

terbentuknya drusen yang berhubungan dengan ketajaman penglihatan. 6

2.3.2 Prevalensi

Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah satu penyebab terbanyak

kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan ke-4

sebesar 8,7%.1 Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration,

AMD) merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan dengan lebih

dari 10 % pada populasi usia 65-74 tahun dan 25 % pada populasi usia lebih dari 74

tahun. Diperkirakan 15 juta warga negara Amerika Utara menderita AMD. Prevalensi

AMD adalah 85-90% pada AMD non eksudatif dan 10 – 15 % pada eksudatif AMD.

Sekitar 10 – 20 % dari pasien yang mengalami AMD noneksudatif akan berlanjut

menjadi AMD eksudatif, akibatnya 1,75 juta pasien dengan AMD lanjut akan

kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh efek sekunder dari neovaskular koroid

dari AMD. 2

2.3.3 Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya degenerasi makula terkait usia, dimana

faktor risiko yang telah banyak diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga, dan

merokok, sedangkan beberapa faktor risiko yang mungkin lainnya adalah jenis

kelamin, status sosioekonomi, warna iris, densitas pigmen makula, katarak dan

operasinya, gangguan refraksi, rasio cup/disc, penyakit kardiovaskular, hipertensi,

kadar lemak tubuh dan asupan lemak, indeks massa tubuh, faktor hematologi, infeksi

Chlamydia pneumonia, reproduksi, degenerasi dermal elastotic, enzim antioksidan,

paparan sinar matahari, mikronutrien, asupan ikan, dan konsumsi alkohol.6

1. Usia

Usia merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh pada degenerasi makula

terkait usia. Pada Frammingham Eye Study, 6,4 % pasien usia 65-74 tahun dan

19,7 % pasien usia lebih dari 75 tahun memiliki tanda-tanda AMD. Sama dengan

9

Page 10: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Frammingham Eye Study, The Eye Disease Research Prevalence Group

menemukan bahwa pasien usia di atas 80 tahun memiliki prevalensi 6 kali lipat

dibandingkan dengan pasien usia 60-64 tahun.2,6

2. Ras

AMD lebih sering terjadi pada pasien ras kaukasia dibandingkan dengan Afrika-

Amerika yang berkulit hitam, sedangkan pada orang Asia dijumpai adanya

peningkatan dibandingkan dengan dengan Afrika-Amerika yang berkulit hitam. 2,6,8,9 Penelitian kohort oleh Klein, dkk, menujukkan prevalensi AMD pada empat

ras yaitu kulit putih(kaukasia), hitam, hipanik, dan chinese pada pasien usia 45-80

tahun adalah 2,4 % pada kulit hitam, 4,2 % pada hispanik, 4,6 % pada chinese,

dan 5,4% pada kulit putih (kaukasia).6

3. Riwayat keluarga

Beberapa predisposisi terjadinya AMD adalah faktor genetik yaitu gen CHF

(kromosom 1), BF ( komplemen faktor B), C2 (komplemen 2) (kromosom 6), dan

gen LOC (kromosom 10). 6,8,9 Sekitar 10-20% pasien dengan AMD memiliki

sekurang-kurangnya satu keluarga derajat satu yang mengalami kebutaan.

Penelitian menunjukan AMD dengan kebutaan terjadi pada sedikitnya satu orang

dari orangtua atau saudara dari pasien dengan AMD.2

4. Merokok

Hubungan antara merokok dengan meningkatnya resiko terjadinya AMD telah

dilaporkan pada beberapa penelitian. Perokok memiliki resiko 2,4 -2,5 kali

menderita AMD dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Hal ini dapat

dijelaskan dengan menurunnya level CFH pada perokok sehingga terjadi aktivasi

jalur komplemen yang mengakibatkan inflamasi pada makula.12

5. Jenis kelamin

Data dari beberapa penelitian dengan populasi yang banyak, termasuk the Beaver

Dam study, the Third National Health and Nutrition Examination Survey, dan the

Framingham study menunjukkan bahwa wanita lebih beresiko menderita AMD

dibandingkan dengan pria. 5,6,9

10

Page 11: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Gambar 2.4 Faktor-faktor risiko degenerasi makula terkait usia6

2.3.4 Klasifikasi

1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering)

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.

Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang

sedang. Tipe ini bersifat multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di

sebut drusen dan merupakan kunci identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut

berlokasi di belakang mata pada level retina bagian luar. Drusen adalah endapan

putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen

dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen

dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya.

Secara histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan

eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen

mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.5,6,8 Berdasarkan ukurannya, drusen

dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu kecil (diameter < 64µm), sedang (diameter

11

Page 12: regenerasi makula terkait usia, ARMD

64-124 µm), dan besar (diameter ≥ 125 µm). Berdasarkan batasnya, drusen dapat

dibagi tiga yaitu keras (menyebar dan batas tegas), lunak(tidak berbentuk/amorf

dan batas tidak tegas), dan konfluens (drusen yang bergabung jadi satu).2

Akhir-akhir ini klasifikasi ARMD dilakukan menurut kelompok peneliti Age-

Related Eye Disease Study (AREDS) berdasarkan ukuran drusen. Ukuran drusen

dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar di

sekitar papil yaitu kurang lebih 125 mikron.

1. ARMD dini: terdapat banyak drusen kecil ( diameter <63 ), disertai beberapa

drusen sedang (diameter 63-124), atau kelainan epitel pigmen retina (EPR),

2. ARMD menengah: terdapat sangat banyak drusen sedang dan paling sedikit

terdapat satu drusen besar (diameter > 125 ±), atau atrofi geografikan yang tidak

melibatkan sentral fovea,

3. ARMD lanjut: adanya satu atau lebih tanda berikut:

i. atrofi geografikan EPR dan koriokapiler yang melibatkan sentral fovea,

ii. makulopati neovaskular seperti neo-vaskularisasi koroid, hemorrhagic

detachment retina sensoris atau EPR, eksudat lemak, proliferasi fibrovaskular

subretina dan sikatrik disiformis. 2,4,6,13

Selain drusen, terdapat abnormalitas dari epitelium pigmen retina seperti

atrofi geografik, atrofi nongeografik, dan fokal hiperpigmentasi. Atrofi geografik

adalah kondisi dimana epitelium pigmen retina tidak ada yang dapat disebabkan

oleh regresi dari drusen yang lunak dan konfluens. Pada daerah atrofi geografik,

pembuluh darah koroid lebih tampak dan lapisan luar retina tampak lebih tipis.

Apabila daerah atrofi tidak luas dan menyatu, daerah atrofi tampak seperti bercak-

bercak depigmentasi yang disebut sebagai atrofi nongeografik. Peningkatan

pigmentasi diluar retina dapat menyebabkan fokal pigmentasi.2,4,6

2. Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah)

Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di

bandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua

degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini

ditandai dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi

makula terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan

12

Page 13: regenerasi makula terkait usia, ARMD

sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada

pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di

makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari

pembuluh darah pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini

bisa mengalami perdarahan dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat

menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini disebut dengan Scar

Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan gangguan

penglihatan sentral permanen. 2,4,5,6,7,9

2.3.5 Patofisiologi

AMD merupakan penyakit retina yang diturunkan secara autosomal dominan dan juga

dipengaruhi oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Patofisiologi pasti dari

AMD masih relatif sulit untuk dipahami, dimana beberapa penelitian terbaru

meningkatkan pemahaman kita mengenai AMD. Penelitian-penelitian terbaru

memusatkan perhatian pada kompleks epitel pigmen retina, fotoreseptor dan membran

bruch. Epitel pigmen retina merupakan lapisan metabolisme aktif yang menyokong

fungsi dari fotoreseptor retina. Sel pada pigmen ini memfagositosis lapisan luar dari

sel fotoreseptor dan mengganti ulang secara bertahap serta memproses bahan-bahan

metabolisme yang digunakan untuk fungsi fotoreseptor. 2,5,6,8,9

Seiring dengan penuaan sel pigmen retina, bahan-bahan residual

intraseluler yang mengandung lipofusin bertumpuk pada sel ini. Diperkirakan

lipofusin merupakan hasil degradasi yang tidak sempurna dari bahan-bahan residual

yang terperangkap pada lisosom sekunder.8 Lipofusin mengandung sedikitnya sepuluh

fluorofor yang berbeda (atom flouresen pada molekul). Eldred dan Lasky (19930

mengidentifikasi A2E (N-retinyledin-N-retylethanolamin) sebagai flourofor utama

yang dihasilkan melalui reaksi Schiff-base dari etanolamin dan aldehid vitamin A.

Kedua substansi ini banyak terdapat di lapisan luar retina. Telah dilaporkan A2E

memiliki efek toksik melalui beberapa mekanisme molekular. A2E menginduksi

inhibisi enzim lisosom dengan menghambat pompa proton tergantung ATP pada

lisosom yang bakhirnya kan meningkatkan pH melebihi pH lisosomal yang optimal

untuk aktivitas enzim lisosom. Efek lebih lanjut dari A2E adalah efek detergen akibat

13

Page 14: regenerasi makula terkait usia, ARMD

peningkatan tajam konsentrasi A2E yang menginduksi disintegrasi membran-

membran pada organel khususnya lisosom dan mitokondria. Akhirnya, A2E

menyebabkan efek fototoksik. 14

Gambar 2.5 Efek Molekular yang diinduksi oleh lipofusin-A2E pada sel pigmen retina14

Pada sel pigmen retina normal, bahan –bahan residu akan dibuang melalui

pembuluh darah koriokapiler, keadaan dimana terjadi penurunan fungsi dari sel

pigmen ini akan menyebabkan deposisi bahan-bahan tersebut di antara lapisan pigmen

retina dengan membran bruch, yang tampak sebagai drusen. Peneliti menemukan

bahwa koriokapiler pada pasien-pasien AMD lebih tipis sehingga meningkatkan

kemungkinan penurunan klirens dari bahan-bahan ekstraseluler yang berperan dalam

pembentukan drusen. Drusen terdiri dari vibronectin (plasma multifungsional dan

matriks ekstraseluler), lemak, protein terkait inflamasi, amiloid terkait protein, dan

bahan-bahan lain. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pembentukan drusen dapat

menginisiasi terjadinya kaskade inflamasi yang berperan pada progresi AMD.

Penelitian terhadap gen menunjukkan bahwa jalur komplemen memiliki peranan

14

Page 15: regenerasi makula terkait usia, ARMD

primer. Hubungan yang kuat anatara AMD dengan gen single nucleotide polymorfism

in the complement factor H (CFH) dan PLEKHA serta LOC387715. Berlawanan

dengan faktor komplemen B yang memiliki efek protektif.8,9

CFH merupakan inhibitor jalur komplemen, dimana abnormalitas dari

CFH akan mengaktivasi kaskade komplemen dan selanjutnya respon inflamasi pada

jaringan subretinal. Berdasarkan penelitian, drusen mengandung komponen inflamasi

dari kaskade ini. Sebagai tambahan, merokok akan menurunkan kadar CFH yang

secara signifikan meningkatkan resiko terjadinya AMD dibandingkan dengan orang

yang tidak merokok. Pembentukan drusen bukan hanya mengindikasikan adanya

disfungsi lapisan pigmen retina tetapi juga dapat menunjukkan bahwa terdapat tanda

hilangnya lapisan tersebut dan lapisan fotoreseptor retina. Degenerasi lanjut dari

lapisan pigmen ini dapat menyebabkan disfungsi membran bruch yang memisahkan

koriokapiler dari lapisan pigmen retina. Kerusakan pada membran bruch akan

menyebabkan peningkatan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang dapat

menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah koroid abnormal (neovaskularisasi

koroid) di bawah lapisan pigmen retina. Pembuluh-pembuluh darah ini dapat bocor

dan menimbulkan perdarahan dan lama- kelamaan akan menyebabkan terjadinya skar.

Stadium akhir dari AMD eksudatif adalah terbentuknya skar disciform pada makula

yang menyebabkan kebutaan. 2,6,8,9,15

Gambar 2.6 Patogenesis AMD eksudatif15

15

Page 16: regenerasi makula terkait usia, ARMD

2.3.6 Diagnosis

1. Anamnesis

Pasien dengan AMD sering mengeluhkan penurunan penglihatan sentral

penglihatan yang tidak disertai nyeri yang dpat terjadi secara akut ataupun

perlahan-lahan. Pasien yang mengalami perdarahan subretinal dari

neovaskularisasi AMD pada AMD eksudatif biasanya penurunan penglihatan

terjadi secara akut. Selain itu, dapat terjadi distorsi penglihatan (objek-objek

terlihat salah ukuran atau bentuk, metamorfosia), garis-garis lurus mengalmi

distorsia terutama di bagian pusat penglihatan, kehilangan kemampuan untuk

membedakan warna secara jelas, ada daerah kosong atau gelap di pusat

penglihatan (skotoma), kesulitan membaca dimana kata-kata tampak kabur atau

berbayang. 2,6,8,9,12,15

2. Pemeriksaan fisik

AMD biasanya terjadi bilateral tetapi sering asimetris. Ketajaman penglihatan

akan menurun. Test yang dapat dilakukan adalah test Amsler grid dan tes

penglihatan warna. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji

yang mirip dengan kertas milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang

terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu

senter kecil dengan lensa khusus (lihat lampiran 1).2,5,8,9,16 Test penglihatan warna,

untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan warna, dan tes-tes lain

untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada makula.

3. Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada dari hasil laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa dari AMD.8

4. Angiografi flouresens (Flourescein Angiography, FA)

FA merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

kelainan pada makula oleh karena AMD. Pada pemeriksaan ini, zat warna

flouresens akan diinjeksikan secara intravenous dan foto serial dari retina akan

diambil seiring perjalanan zat tersebut melalui koroid dan pembuluh darah retina.

Abnormalitas yang dapat tampak adalah adanya daerah dimana zat tersebut

berkumpul (hiperfluoresens) dan daerah dimana zat tersebut tidak tampak

(hipofluoresens).2,6,7,8,9,17

16

Page 17: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Gambar 2.7 Angiografi Flouresens

Lesi hiperfluoresens2:

a. Drusen lunak dan keras

b. Atrofi lapisan pigmen retina

c. Robekan lapisan pigmen retina (tear RPE)

d. CNV (Choroidal Neovascularisation)

e. Serous PED (Pigment Endohelial Detachment)

f. Fibrosis subretinal

g. Skar laser

Lesi hipofluoresens2:

a. Perdarahan

b. Lemak

c. Proliferasi pigmen

17

Page 18: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Atrofi geografik skar laser

Tear RPEDetachment RPE

Lemak Skar disciform

Perdarahan pada retina Exudative retinal Detachment

18

Page 19: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Gambar 2.8 Angiografi Flouresens pada AMD6,17

5. Indocyanine green angiography (ICGA)17

ICGA dapat digunakan untuk mengidentifikasi CNV yang tampak sebagai daerah

hiperflouresens fokal baik ‘hot spot’ atau ‘plaque’, pemeriksaan ini jauh lebih

baik dibandingkan dengan FA karena beberapa alasan yaitu:

a. Meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi CNV dimana CNV dengan

adanya perdarahan densitas rendah, cairan atau pigmen yang kurang tampak

pada FA

b. Membedakan CNV dengan diagnosis lain yang memiliki presentasi yang

sama terutama retinal angiomatous proliferation (RAP) daan central serous

chorioretinopathy (CSR).

c. Identifikasi vascular feeder complexes yang menyuplai daerah CNV

Gambar 2.9 Indocyanine green angiography pada AMD

6. Optical coherence tomography (OCT)

OCT sangat membantu dalam menentukan adanya cairan subretinal dan dalam

menentukan tingkat ketebalan retina. OCT menawarkan kemampuan unik untuk

menunjukkan gambaran cross sectional dari retina yang tidak mungkin dengan

19

Page 20: regenerasi makula terkait usia, ARMD

teknologi pencitraan lain dan dapat membantu dalam mengevaluasi respon dari

retina dan RPE terhadap terapi dengan memungkinkan pengamatan terhadap

perubahan struktural secara akurat. 8,9,17

Gambar 2.10 High Defenition Optical coherence tomography AMD noneksudatif8

Gambar 2.10 High Defenition Optical coherence tomography AMD eksudatif8

2.3.7 Tatalaksana

Tatalaksana AMD noneksudatif meliputi edukasi dan follow up, mikronutrien,

perubahan gaya hidup, dan laser fotokoagulasi.2,6,8 Edukasi dan follow up merupakan

hal yang penting untuk mencegah progresi AMD menjadi lebih lanjut. Penggunaan

Amsler grid penting untuk tes penglihatan pada pasien dan dilakukan setiap hari.

20

Page 21: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Amsler grid adalah suatu tes dengan garis-garis berwarna hitam pada latar putih

dengan titik fiksasi di tengah. Setiap mata diperiksa berganti-gantian dengan

menggunakan kacamata baca untuk mengevaluasi adanya metamorfosia yang baru,

skotoma, dan perubahan penglihatan sentral. Setiap perubahan pada Amsler grid harus

dievaluasi. 2,6,8

Mikronutrien, beberapa penelitian menunjukkan kegunaan dari konsumsi

mikronutrien. The Age-Related Eye Diseases Study (AREDS) telah melakukan

penelitian pada pasien dengan AMD noneksudatif ringan dan sedang yang diberikan

suplemen antioksidan (15 mg betakaroten, 500 mg vitamin C, vitamin E 400 IU, seng

80 mg, dan tembaga 2 mg) dengan hasil adanya penurunan progresi AMD menjadi

AMD lanjut walaupun efek tersebut kecil. Data menunjukkan kegunaan lain yaitu

mencegah AMD non eksudatif menjadi eksudatif. Penelitian lain oleh Rotterdam

Study yang mencari hubungan asupan antioksidan dengan penurunan resiko menjadi

AMD pada lebih dari 4000 orang yang berusia 55 tahun atau lebih di Belanda. Pada

penelitian ini asupan tinggi betakaroten, vitamin C, vitamin E, dan seng berhubungan

dengan penurunan resiko AMD pada orang usia tua. 2,4,8

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, suplemen mikronutrien

yang disarankan adalah vitamin C 500 mg, vitamin E 400 IU per hari, betakaroten 15

mg, seng 80 mg, dan tembaga 2 mg. 4 Suplemen lain adalah omega-3 long chain

polyunsaturated fatty acids (LCPUFAs:docohexaechonoic acid [DHA], dan

eicosapentaenoic acid [EPA]).

Tabel 1. Suplemen mikronutrien pada AMD4

21

Page 22: regenerasi makula terkait usia, ARMD

Perubahan gaya hidup, beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya

hidup berperan dalam terjadinya AMD yaitu konsumsi makanan tinggi lemak dan

merokok. Pada pasien AMD disarankan untuk menurunkan berat badan dan berhenti

merokok.2,8

Laser fotokoagulasi, terapi ini memiliki manfaat yang kurang bermakna,

hal ini telah diteliti oleh National Eye Institute sponsored the complications of Age-

Related Macular Degeneration Prevention Trial (CAPT) yang menggunakan 1052

pasien pada 22 klinik mata.2

Berbeda dengan tatalaksana AMD noneksudatif, pada AMD eksudatif

diterapi dengan medikamentosa, thermal laser photocoagulation, photodynamic

therapy, dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa yang menjadi sorotan

sekarang adalah anti VEGF seperti Pegaptanib sodium, Ranibizumab, Bevacizumab,

Aflibercept.2,9

Pegaptanib sodium merupakan antagonis VEGF selektif yang

menstabilkan penglihatan dan mengurangi hilangnya ketajaman penglihatan serta

menurunkan progresi terjadinya kebutaan. VEGF menyebabkan terjadinya

angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas serta inflamasi, ketiga hal ini berperan

dalam neovaskularisasi pada AMD eksudatif. FDA telah mencanangkan penggunaan

obat anti VEGF untuk AMD eksudatif tahun 2004. Pegaptanib sodium diberikan

secara intravitreal dengan dosis 0.3 mg intravitreous selama 6 minggu.2,9

Ranibizumab merupakan rekombinan IgG1-kappa isotype monoclonal

antibody fragment yang berkerja dengan mengikat VEGF-A sehingga mencegah

VEGF berikatan dengan reseptornya (seperti VEGFR1, VEGFR2) pada permukaan sel

endotel sehingga mencegah proliferasi, kebocoran vaskular, dan pembentukan

pembuluh darah baru. Ranibizumab diberikan secara intravitreal dengan dosis 0,5 mg

setiap bulan dan dapat diberikan setiap 3 bulan kemudian setelah 4 suntikan. 2,9

Bevacizumab merupakan monoklonal antibodi dari murin yang

menghambat angiogenesis dengan menghambat VEGF. Secara farmakologi ekonomi,

obat ini lebih menguntungkan karena memiliki harga yang lebih murah. The National

Eye Institute melakukan penelitian yang membandingkan keamanan dan kegunaan dari

kedua obat ini, dan didapatkan bahwa baik keamanan dan kegunaan pada kedua obat

22

Page 23: regenerasi makula terkait usia, ARMD

ini sama- sama menimbulkan meningkatkan ketajaman penglihatan setelah 1 tahun.

Bevacizumab diberikan secara intravitreal dengan dosis 1.25 mg (dalam larutan

0.05mL ) setiap bulan. 2,9

Aflibercept berikatan dan mencegah aktivasi VEGF dan PIGF (placental

growth factor). Aktivasi VEGF-A dan PIGF akan menyebabkan terjadinya

neovaskularisasi. Aflibercept diberikan secara intravitreal dengan dosis 2 mg (0,05 ml)

setiap bulan selama 3 bulan pertama, dan 2 mg setiap 2 bulan. 9

Thermal laser photocoagulation biasanya digunakan untuk CNV diluar

fovea dan untuk terapi beberapa varian dari AMD eksudatif termasuk retinal

angiomatous proliferation (RAP) dan polypoidal choroidal vasculopathy. Walaupun

data dari MPS untuk subfoveal CNV menyatakan bahwa laser fotokoagulasi lebih baik

dari observasi tetapi kebanyakan dokter tidak melakukannya karena menginduksi

skotoma sentral iatrogenik. 9

Photodynamic therapy(PDT), untuk mencegah skotoma pada subfoveal

CNV, para dokter beralih ke PDT. Setalh menginjeksikan tinta fotosensitif dan

menunggu sampai tinta untuk mengkonsentrasi CNV patologis, fotosensitisiser akan

terstimulasi oleh cahaya dengan panjang gelombang spesifik yang di arahkan ke CNV.

Tinta akan bereaksi dengan air untuk menghasilkan oksigen dan radikal bebas

hidroksil yang kemudian akan menginduksi oklusi dari pembuluh darah patologis

akibat aktivasi masif dari platelet dan thrombosis. Tinta yang dapat digunakan adalah

verteporfirin. Verteporfirin merupakan porfirin yang dimodifikasi dengan tingkat

absorpsi pada 689 nm yang diberikan secara intravena sampai 10 menit. 9

Tindakan pembedahan submakular tidak menunjukkan mamfaat yang

signifikan dibandingkan observasi. Hal ini telah diteliti oleh National Eye Institute

yang membandingkan tindakan pembedahan dengan observasi selama 2 tahun. 9

2.3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding AMD noneksudatif adalah sebagai berikut 2,6,8,17:

a. Central Serous Retinopathy (CSC) dapat dibedakan dengan AMD noneksudatif

dengan usia di bawah 50 tahun, apabila lebih dari 50 tahun, CSC dibedakan

dengan tidak adanya drusen, atrofi lapisan pigmen retina (RPE), dan serous

detachment RPE multipel.

23

Page 24: regenerasi makula terkait usia, ARMD

b. Pattern dystrophy of RPE dapat dibedakan dengan AMD noneksudatif dengan

adanya pewarnaan kuning lambat pada pemeriksaan FA dan bisa pada pasien

muda.

c. Toksisitas obat seperti klorokuin yang dapat dibedakan dengan AMD noneksudatif

dengan adanya riwayat penggunaan obat dan tidak dijumpai adanya drusen ukuran

besar.

Diagnosis banding AMD eksudatif adalah sebagai berikut2,6,9,17:

a. Makroaneurisma arteri retina

b. Vitelliform detachments

c. Polypoidal choroidal vasculopathy

d. Central serous chorioretinopathy

e. Inflammatory conditions

f. Small tumor such as choroidal melanoma

2.3.9 Prevensi

Beberapa prevensi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya AMD adalah

dengan tidak merokok baik aktif maupun pasif, melindungi mata dari paparan sinar

matahari dengan menggunakan kacamata hitam ataupun topi, mengkonsumsi makanan

yang mengandung antioksidan yang tinggi, mengkonsumsi ikan 1-2 ekor per hari,

mengkonsumsi sayuran hijau seperti bayam setiap hari, konsumsi sumplemen

tambahan yang mengandung asam folat 2,5 mg/hari, piridoksin 50 mg/hari, dan

vitamin B12 1 mg/hari.2,8,9,12

2.3.10 Prognosis

Perkembangan kehilangan penglihatan pada AMD noneksudatif bervariasi dan harus

dievaluasi secara individual. Gambaran oftalmoskopik dari makula tidak berkorelasi langsung

dengan derajat kehilangan penglihatan. Keterlibatan foveal tampaknya terjadi di awal

proses atrofik, tetapi interval rata-rata dari pengamatan pertama hingga kebutaan adalah 9 atau

10 tahun.12 Prognosis untuk AMD noneksudatif secara signifikan lebih baik daripada

prognosis untuk AMD eksudatif. Pasien mungkin mengalami perburukan ketajaman

penglihatan tapi terjadi secara perlahan-lahan.9

24

Page 25: regenerasi makula terkait usia, ARMD

The Age-Related Eye Disease Study (AREDS) membuat skala berdasarkan ada atau

tidaknya kelainan retina pada masing-masing mata yaitu 2:

a. Terdapat satu atau lebih drusen ukuran besar (1 poin)

b. Terdapat gangguan pigmen (1 poin)

c. Pada pasien tanpa drusen ukuran besar, terdapat drusen ukuran sedang (1 poin)

d. Terdapat neovaskular AMD (2 poin)

Faktor-faktor risiko dijumlahkan pada kedua mata dan dijumpai angka 0-4 yang dapat

digunakan untuk perkiraan resiko untuk menjadi AMD lanjut dalam 5 -10 tahun.

Tabel 2.1 Risiko 5 tahun dan 10 tahun AMD menjadi AMD lanjut 2

25

Risiko 5 tahun

mendatang

Risiko 5 tahun

mendatang

0 faktor 0,5 % 1 %

1 faktor 3 % 7 %

2 faktor 12% 22 %

3 faktor 25 % 50 %

4 faktor 50 % 67 %

Page 26: regenerasi makula terkait usia, ARMD

BAB 3

KESIMPULAN

Degenerasi makula terkait usia sebagai suatu keadaan dimana hilangnya refleks

makular, dispersi dan penggumpalan dari pigmen retina, dan terbentuknya drusen yang

berhubungan dengan ketajaman penglihatan.6 Berdasarkan WHO perkiraan pada tahun 2002, salah

satu penyebab terbanyak kebutaan di dunia adalah degenerasi makula terkait usia yang menempati urutan

ke-4 sebesar 8,7%. 1Degenerasi makula terkait usia ( Age related Macular Degeneration, AMD)

merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan pada satu atau dua mata pada orang

berusia di atas 50 tahun di Amerika Serikat. Diperkirakan 15 juta warga negara Amerika Utara menderita

AMD. Prevalensi AMD adalah 85-90% pada AMD non eksudatif dan 10 – 15 % pada eksudatif AMD.

Di Indonesia sendiri, hingga saat ini belum ada data pasti tentang insidens dan angka morbiditas.2

Etiologi pasti dari degenerasi makula masih belum jelas, tetapi terdapat berberapa

faktor risiko terjadinya degenerasi makula terkait usia, dimana faktor risiko yang telah banyak

diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga, dan merokok, sedangkan beberapa faktor risiko yang

mungkin lainnya adalah jenis kelamin, status sosioekonomi, warna iris, densitas pigmen makula,

katarak dan operasinya, gangguan refraksi, dll. 6

Degenerasi makula dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu degenerasi makula

eksudatif dan degenerasi makula noneksudatif. 90 % dari degenerasi makula adalah degenerasi

makula noneksudatif yang ditandai dengan adanya drusen, yang merupakan endapan putih

kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di

seluruh makula dan kutub posterior. Sedangkan 10 % lainnya adalah makula degenersi eksudatif

yang sering ditandai dengan adanya neovaskularisasi dari koroid. 5,6,8

Degenerasi makula dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis seperti pandangan

mata kabur, skotoma, metamorphosia, kehilangan ketajaman penglihatan, kehilangan

kemampuan membaca dan pada degenerasi makula eksudatif kehilangan penglihatan dapat

terjadi secara tiba-tiba. Pemeriksaan tambahan yang mungkin berguna adalah Amsler grid,

angiografi flouresen, Indocyanine green angiography (ICGA), dan Optical coherence

tomography. 2,6,8,9,12,15

Tatalaksana pada degenerasi makula tergantuk dari klasifikasi noneksudatif

maupun eksudatif. Tatalaksana AMD noneksudatif meliputi edukasi dan follow up, mikronutrien,

perubahan gaya hidup, dan laser fotokoagulasi. Berbeda dengan tatalaksana AMD noneksudatif,

26

Page 27: regenerasi makula terkait usia, ARMD

pada AMD eksudatif diterapi dengan medikamentosa, thermal laser photocoagulation,

photodynamic therapy, dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa yang menjadi sorotan

sekarang adalah anti VEGF seperti Pegaptanib sodium, Ranibizumab, Bevacizumab, Aflibercept 2,6,8,9. Prognosis untuk AMD noneksudatif secara signifikan lebih baik daripada prognosis untuk

AMD eksudatif. Pasien mungkin mengalami perburukan ketajaman penglihatan tapi terjadi

secara perlahan-lahan.9

27

Page 28: regenerasi makula terkait usia, ARMD

DAFTAR PUSTAKA

1. Jenny, Rahmalita. 2011. Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Retina Di Kabupaten Langkat. Available at: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22961 [Accesed on August, 10]

2. Regillo, Carl D. 2011-2012. Retina and Vitreous : Age Related Macular Degeneration. American Academy of Ophtalmology.

3. Elvioza, dkk. Prevalensi dan Karakteristik Faktor Risiko Pada Kejadian Age Related Macular Degeneration di Jakarta Timur. Available at: http://mru.fk.ui.ac.id/index.php?uPage=profil.profil_detail&smod=profil&sp=public&idpenelitian=1498[Accesed on August, 10]

4. American Academy of Ophtalmology. 2008. Age Related Macular Degeneration PPP. Available at: http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines/PPP_Content.aspx?cid=f413917a-8623-4746-b441-f817265eafb4[Accesed on August, 10]

5. Flethcer, Emily dan Victor Chong. 2007. Retina. In Oftalmologi Umum Vaughan dan Asbury. Mc Graw Hill.

6. Lim, Jenifer. 2008. Age Related Macular Degeneration Second Edition. New York: Informa Healthcare USA, Inc.

7. Lang K, Gerrald. 2000. Ophtalmology : Age Related Macular Degeneration. New York: Georg Thieme Verlag.

8. Maturi, Raj K. 2012. Nonexudative ARMD. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1223154-overview. [Accesed on August, 10]

9. Prall, Ryan. 2012. Exudative ARMD. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1226030-clinical. [Accesed on August, 10]

10. Effendi, Raden Gunawan. 2008. Idiophatic Macular Hole. Jurnal Oftalmologi Indonesia 6(3): 158-168.

11. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.12. Cavallerano, Anthony, John P.Cummings, Paul B.Freeman, dkk. 2004. Care of the

Patient wih Age Related Macular Degeneration. American Optometric Association.13. Erry.2009. Karakteristik Klinik Penderita ARMD di Rumah Sakit Mata Cicendo

Bandung. CDK 36(1): 28-30.14. Holz G., Frank, Danielle Pauleikhoff, Richard.F. Spaide, dan Alan.C.Bird.2004. Age

Related Macular Degeneration. Germany: Springer.15. James, Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lecture Note: Ophtalmology. Blackwell

Publishing. 16. American Macular Degeneration Foundation. Amsler Chart to Test Your Sight.

Available at: http://www.macular.org/chart.html [Accesed on August, 10]17. Kanski, Jack J dan Brad Bowling. 2011.Clinical Ophthalmology, A Systematic

Approach. China: Elsevier.

28