31
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Dalam masyarakat barat, tekanan darah (TD) meningkat sesuai dengan umur dan distribusi nilai TD ini dalam masyarakat merupakan variable kontinyu di mana rentang normal didefinisikan sebagai nilai ujung dan nilai yang lebih tinggi atau keadaan hipertensi mulai. Pentingnya batasan hipertensi muncul dari angka morbiditas yang berhubungan dengan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien biasanya tidak menunjukkan gejala dan diagnosis hipertensi selalu dihubungkan dengan kecenderungan penggunaan obat seumur hidup dan impikasi berdasarkan analisis risiko dan asuransi jiwa. Sehingga definisinya amat diperlukan. Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi, dan stress, dan turun selama tidur. Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama 4-6 minggu. Pengukuran di rumah dapat dilakukan pasien dengan menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran untuk analisis. Teknik pengukuran TD ambulatory 24 jam dikerjakan bila terdapat keraguan diagnosis dan untuk menilai respons 1

Refresing Hipertensi.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refresing Hipertensi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dalam masyarakat barat, tekanan darah (TD) meningkat sesuai dengan umur

dan distribusi nilai TD ini dalam masyarakat merupakan variable kontinyu di mana

rentang normal didefinisikan sebagai nilai ujung dan nilai yang lebih tinggi atau

keadaan hipertensi mulai. Pentingnya batasan hipertensi muncul dari angka

morbiditas yang berhubungan dengan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien

biasanya tidak menunjukkan gejala dan diagnosis hipertensi selalu dihubungkan

dengan kecenderungan penggunaan obat seumur hidup dan impikasi berdasarkan

analisis risiko dan asuransi jiwa. Sehingga definisinya amat diperlukan. Tekanan

darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktivitas fisik,

emosi, dan stress, dan turun selama tidur. Sebelum dibuat diagnosis hipertensi

diperlukan pengukuran berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda

selama 4-6 minggu. Pengukuran di rumah dapat dilakukan pasien dengan

menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran

untuk analisis. Teknik pengukuran TD ambulatory 24 jam dikerjakan bila terdapat

keraguan diagnosis dan untuk menilai respons terhadap terapi, karena cara ini telah

terbukti mempunyai korelasi yang lebih tepat dengan kerusakan organ target (end

organ) disbanding perkiraan dokter dan merupakan alat bantu yang lebih baik untuk

meramalkan masalah kardiovaskuler. Hal-hal berikut sebagian besar berdasarkan

rekomendasi British Hypertension Society (1999). (1)

II. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari refreshing ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

hipertensi mulai dari definisi hingga penatalaksanaannya.

BAB II

1

PEMBAHASAN

I. Definisi

Hipertensi adalah adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik dan

diastolik.

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik

(TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High

Bloodpressure (JNC VII) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines

subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi.

Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS 140 mmhg dan TDD _ 90 mmHg.

Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS 140 mmHg dengan TDD < 90

mmHg.

II. Epidemiologi

Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari

ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun,

prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health

and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok

umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi

derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109

mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HST

adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 70-

79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada

laki-laki.4 Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk

berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (_160/95 mmHg) meningkat sesuai

dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%).5 Di Asia,

penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada

2

usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan JNVC, ditemukan

prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang

sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan

perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7%

dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat keluarga dengan

hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi.

Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi

individu dengan usia 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat

rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler. (3)

Sampai saat ini prevalensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan

tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan

meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung

di Indonesia.

Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai

hipertensi primer (hipertensi esensial dan idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi

yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat

mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu

diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di

pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder

didasarkan 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormone dan gangguan fungsi ginjal.

Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut

sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal,

atau gangguan retina mata. (2)

3

III. Etiologi

Hipertensi Primer

Hipertensi Primer juga disebut hipertensi esensial atau idiopatik dan

merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah banyak

penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung

dan resistensi vascular, sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung

meningkat, resistensi vascular perifer bertambah, atau keduanya. Meskipun

mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-

perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa

tahun setelah kecenderungan kea rah sana di mulai. Pada saat tersebut, beberapa

mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah di mulai sehingga kelainan dasar

curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui dengan jelas. Pada hipertensi

yang baru mulai curah jantung biasanya normal atau sedikit meningkat dan resistensi

perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan

resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding

arteri dan arteriol, mungkin sebagian diperantarai oleh faktor yang dikenal sebagai

4

pemicu hipertrofi vaskular dan vasokontriksi (insulin, katekolamin, angiotensin,

hormone pertumbuhan), sehingga menjadi alasan sekunder mengapa terjadi kenaikan

tekanan darah. Adanya mekanisme kompensasi yang kompleks ini dan konsekuensi

dekunder dari hipertensi yang sudah ada telah menyebabkan penelitian etiologinya

semakin sulit dan observasi ini terbuka untuk berbagai interpretasi. Kelihatannya

terdapat kerjasama bermacam-macam faktor dan yang mungkin berbeda

antarindividu.

Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme

penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Genetik

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di Negara barat lebih

banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan

lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitsnya, sehingga

diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik.

Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen

angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik.

2. Geografi dan Lingkungan

Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi

kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa

Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak

banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding

masyarakat Barat.

3. Janin

Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah

tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari,

barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya

kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir

rendah.

5

4. Jenis Kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause

dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.

5. Natrium

Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya

hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan mengeluarkan natrium

secara efisien baik diturunkan atau didapat. Ada yang berpendapat

bahwa terdapat hormon natriuretik (de Wardener) yang menghambat

aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-kalium) dan mempunyai

efek penekanan. Berdasarkan studi populasi, seperti Studi

INTERSALT (1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata

dengan TD, dan penurunan TD dapat diperoleh dengan mengurangi

konsumsi garam.

6. Sistem renin-angiotensin

Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron

(yang memacu natrium dan terjadunya resistensi air sebagai akibat).

Beberapa studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer

mempunyai renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal atau

rendah, disebabkan efek homeostatic dan mekanisme umpan balik

karena kelebihan beban volume dan peningkatan TD di aman

keduanya diharapkan akan menekan produksi renin.

7. Hiperaktivitas Simpati

Dapat terlihat pada hipertensi umur muda. Katekolamin akan memacu

produksi renin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan

meningkatkan curah jantung.

8. Resistensi Insulin/Hiperinsulinemia

Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak

beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan

zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan reabsorpsi

natrium.

6

9. Disfungsi Sel Endotel

Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi

terhadap nitrat oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti

endotelin-l, meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas.

Hipertensi Sekunder

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat

dikelompokkan seperti di bawah ini:

1. Penyakit Parenkim Ginjal (3%)

Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-

sebab penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim akan

cenderung menimbulkan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan

kerusakan ginjal.

2. Penyakit renovaskular (1%)

Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah

ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama

mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling

sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama

mempengaruhi 2/3 bagian distal, dijumpai paling sering pada individu

muda, terutama perempuan. Penurunan pasokan darah ginjal akan

memacu produksi renin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.

Keadaan ini perlu dicurigai jika hipertensi terjadi mendadak, secara

umum sukar diterapi tetapi kembali normal dengan penghambat ACE,

jika berat atau meningkat, dan jika bruit abdominal dapat didengar.

3. Endokrin (1%)

Pertimbangkan aldosteronisme primer (Sindrom Conn) jika terdapat

hipokalemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin

7

yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan

air. Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperlasia adrenal

bilateral. Diagnosis dibantu dengan pemindaian tomografi computer

(CT) atau pencitraan resonansi magnetic (MR), dan terapinya adalah

dengan reseksi tumor atau menggunakan antagonis aldosteron,

spironolakton.

4. Sindrom Cushing

Disebabkan oleh hyperplasia adrenal bilateral yang disebabkan oleh

adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH (adrenocorticotrophic

hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor adrenal primer pada

sepertiga kasus. Perlu dicurigai jika terdapat hipertensi bersama

dengan obesitas, kulit tipis, kelemahan otot, dan osteoporosis.

Diagnosis diketahui dengan pemeriksaan kortisol urin 24 jam dan tes

supresi deksametason, dilanjutkan CT atau pemindaian MR kelenjar

hipofisis dan adrenal jika kortisol abnormal.

5. Hiperplasia Adrenal Kongenital

Merupakan penyebab hipertensi pada anak (jarang).

6. Feokromositoma

Disebabkan oleh tumor sel kromafin asal neural yang mensekresikan

katekolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal. Kurang lebih 10% dari

tumor ini ganas, dan 10% adenoma adrenal adrenal adalah bilateral.

Feokromositoma dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi,

disertai takikardia, berkeringat, atau edema paru karena gagal jantung.

Diagnosis dengan pengukuran metanefrin total (metabolit

katekolamin) pada urin sewaktu atau 24 jam, meskipun kadar ini

dapat dipengaruhi oleh obat-obat anti-hipertensi tertentu, terutama

labetalol. Jika metanefrin ekuivokal, ukurlah kadar norepinefrin

(noradrenalin) plasma setelah diberikan satu dosis klonidin

8

(penghambat adrenergik). Setelah diagnosis ditegakkan, perlu usaha

mencari tumor yang mengeluarkan sekresi dengan menggunakan CT,

MR, atau pemindaian radio-isotop. Terapi yang optimal adalah reseksi

tumor jika dimungkinkan.

7. Koarktasio Aorta

Paling sering mempengaruhi aorta pada atau distal dari arteri subclavia

kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan

di kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada.

Vasokontriksi arteri sietemik dapat terjadi karena stimulasi system

renin-angiotensin (karena tekanan perfusi arteri renalis rendah) dan

hiperaktivitas simpatis. Diagnosis dengan pemindaian CT atau MR

dan/atau aortografi kontras. Hipertensi dapat menetap bahkan sesudah

reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi telah lama

sebelum operasi.

8. Kaitan dengan Kehamilan

Hipertensi gestasional terjadi sampai 10% kehamilan pertama, lebih

sering pada ibu muda, diperkirakan karena aliran uteroplasental yang

kurang baik dan umumnya terjadi pada trimester terakhir atau awal

periode postpartum. Terdapat proteinuria, peningkatan kadar urat

serum, dan pada kasus yang berat menyebabkan sindrom pre-eklamsia.

Kelahiran akan mengakhiri hipertensi. Kehamilan juga dapat

memperburuk hipertensi primer sebelumnya dan variasi akut pada

kronis ini lebih sering terjadi pada ibu multipara usia lanjut, dan

biasanya tlah tampak sebelum hamilan berusia 20 minggu. Obat-obat

antihipertensi sedapat mungkin dihindari selama kehamilan d

hipertensi diterapi dengan istirahat dan pengawasan janin, dengan

persalinan bilamana perlu. Namun, jika penggunaan obat diperlukan,

digunakan metildopa dan labetalol sebagai pilihan yang terbaik.

9

9. Akibat Obat

Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi

adalah pil kontrasepsi oral (OCP), dengan 5% perempuan mengalami

hipertensi dalam 5 tahun sejak mulai penggunaan. Perempuan usia

lebih tua (>35 tahun) lebih mudah terkena, begitu pula dengan

perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama hamil. Pada

50% tekanan darah akan kembali normal dalam 3-6 bulan sesudah

penghentian pil. Tidak jelas apakah hipertensi ini disebabkan oleh pil

atau apakah penggunaan itu memunculkan predisposisi yang selama

ini tersembunyi. Penggunaan estrogen pasca menopause bersifat

kardioprotektif dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang

terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritropoietin, dan

kokain. (1)

IV. Gejala Klinik

Meskipun disebut “the silent killer”

Terdapat tanda dan gejala :

a. sakit kepala,

b. epistaksis (mimisan)

c. pusing/migrain,

d. rasa berat ditengkuk,

e. sukar tidur,

f. mata berkunang kunang,

g. lemah dan lelah,

h. tekanan darah > 140/90 mmHg

V. Sasaran Kerusakan Organ

• Jantung: LVH, angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi

koroner, gagal jantung

• Otak: stroke atau transient ischemic attack (TIA)

• Penyakit ginjal kronik

10

• Penyakit arteri perifer

• Retinopati

VI. Pemeriksaan Penunjang

• Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit dan silinder

• Hemoglobin dan hematokrit

• Elektrolit darah : kalium

• Ureum/kreatinin

• Gula darah puasa

• Kolesterol total

• EKG

• TSH

• Leukosit darah

• Trigliserda, HDL, dan kolesterol LDL

• Kalsium dan fosfor

• Foto toraks

• Ekokardiografi

• Ekokardiografi-Doppler

VII. Penanganan Hipertensi

Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang berhubungan dengan penurunan

komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau

panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg.

11

12

13

14

15

16

VIII. Krisis Hipertensi

1. Latar Belakang

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT

sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi

dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg

yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat

dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita (6,10,11,13). Angka kejadian krisis

HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7%

dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak

teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun

belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya

lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi (6,10). Di

Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. (Dikutip dari 19).

Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis

besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2

golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).

(15).

Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari

kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita

dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif

dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. (6). HT emergensi dan urgensi

perlu dibedakan karena cara penaggulangan keduanya berbeda.

Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik

> 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggidan terjadi dalam waktu yang

singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. (14). Seberapa besar TD yang

dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi

pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang. (10,11,13).

Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namu para kilinisi harus

tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini

17

dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat.

Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur

diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversibel (6,7).

Dalam menanggulangi krisis HT dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman

mengenai autoregulasi TD dan aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah

terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan mengenai obat parenteral dan

oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan

yang memadai dan efek samping yang minimal. Dalam makalah ini akan dibahas

klasifikasi, aspek klinik, prosedur diagnostik dan pengobatan krisis hipertensi.

2. Definisi

Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole ≥180 mmHg

dan/atau diastole ≥120 mmHg), pd penderita hipertensi, yg membutuhkan

penanggulangan atau penanganan segera.

3. Klasifikasi

a. Hipertensi emergensi

Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif. Di

perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam

dengan parenteral.

b. Hipertensi urgensi

Kenaikan TD mendadak yg tidak disertai kerusakan organ target. Penurunan

TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam. Dengan oral

18

4. Manisfestasi Klinis

a. Neurologi

Sakit kepala, hilang/ kabur penglihatan, kejang, defisit neurologis fokal,

gangguan kesadaran (somnolen, sopor, coma).

b. Mata

Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.

c. Kardiovaskular

Nyeri dada, edema paru.

d. Ginjal

Azotemia, proteinuria, oligouria.

e. Obstetri

Preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat,

kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri, serta

gangguan kesadaran/ gangguan serebrovaskuler.

5. Faktor Resiko

a. Penderita hipertensi yg tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi

b. Kehamilan

c. Penggunaan NAPZA

d. Penderita deng anrangsangan simpatis yg tinggi seperti luka bakar berat,

phaechromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma kepala.

e. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal

19

6. Pendekatan Awal

Anamnesis

Riayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti hipertensi, keteraturan

konsumsi obat). Ganguan organ (kardiovaskuler, serebrovaskular,

serebrovaskular, renovaskular, dan organ lain).

Pemeriksaan fisik

Sesuai dengan organ target yang terkena.

Pengukuran TD di kedua lengan.

Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.

Auskultasi untuk mendengar ada/ tidak bruit.

Pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.

Pemeriksaan neurologis umum

Pemeriksaan funduskopi

7. Pemeriksaan Laboratorium Awal

Pemeriksaan laboratorium awal: Urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula

darah dan elektrolit.

Pemeriksaan penunjang: ekg, foto toraks

Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,

ekokardiogram, ultrasonogram.

20

8. Penetapan Diagnosis

Walau biasanya pd krisis hipertensi ditemukan TD ≥180/120 mmHg perlu

diperhatikan kecepatan kenaikan TD tersebut dan derajat gangguan organ target yang

terjadi.

9. Tataklasana Krisis Hipertensi

Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit, namun dapat

dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan pendahuluan dengan

pemberian obat anti hipertensi oral.

10. Tatalaksana Krisis Emergenci

Harus dilakukan di RS dgn fasiltas pemantauan yg memadai. Pengobatan parenteral

diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin. TD harus diturunkan dalam

hitungan menit sampai jam dengan langkah sbb:

a. 5 menit s/d 120 menit pertama TD rata-rata (mean arterial blood pressure)

diturunkan 20- 25%.

b. 2 s/d 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg.

c. 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala

iskemia organ.

MAP : sistole + 2 x diastole

3

21

11. Obat – obatan yang digunakan pada hipertensi Emergenci

a. Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)

1) Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infus glucosa 5% 500cc

dan diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat

dinaikkan 4 tetes sampai TD yg diharapkan tercapai.

2) Bila TD target tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian

diganti dg tablet clonidin oral sesuai kebutuhan.

3) Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan

perlahan-lahan oleh karena bahaya rebound phenomen, dimana TD

naik secara cepat bila obat dihentikan.

b. Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)

1) Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan

dg infus 50 mg/jam selama 20 menit.

2) Bila TD telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam

sampai target tercapai.

3) Diteruskan dg dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam

kemudian diganti dg tablet oral.

c. Nicardipin (Perdipin) IV (12 mg dan 10 mg/ampul)

1) Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus.

2) Bila TD tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai

target TD tercapai.

22

d. Labetalol (Normodyne) IV

Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam

cairan infus dg dosis 2 mg menit.

e. Nitroprusside (Nitropress, Nipride) IV

Diberikan dlm cairan infus dg dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit.

23