50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit 1 . Seorang pasien dengan masalah kulit seringkali mengeluh gatal di seluruh tubuh. Seringkali pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruh tubuh” sebagai diagnosis. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan menemukan pasien tersebut menderita berbagai macam kelainan seperti eksim, urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit, skabies atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang baik, dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh kulit tubuh harus diperiksa. Luas dan lokasi seluruh lesi penting untuk membuat diagnosis dan tatalaksana 12 . Setelah membuat diaognosis yang tepat untuk penyakit atau kelainan pada kulit maka sesuai dengan judul laporan ini adalah “Dermato-Terapi” , maka penting sekali menentukan jenis terapi atau pengobatan yang akan diberikan pada pasien , apakah dengan topikal, sistemik atau tindakan operatif. Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain 1,2,3 : 1

Refreshing, Words

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kulit Banjar

Citation preview

Page 1: Refreshing, Words

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit 1.

Seorang pasien dengan masalah kulit seringkali mengeluh gatal di seluruh tubuh. Seringkali

pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruh tubuh” sebagai diagnosis.

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan menemukan pasien tersebut

menderita berbagai macam kelainan seperti eksim, urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit, skabies

atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang baik,

dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh kulit tubuh harus diperiksa. Luas

dan lokasi seluruh lesi penting untuk membuat diagnosis dan tatalaksana12.

Setelah membuat diaognosis yang tepat untuk penyakit atau kelainan pada kulit maka

sesuai dengan judul laporan ini adalah “Dermato-Terapi” , maka penting sekali menentukan

jenis terapi atau pengobatan yang akan diberikan pada pasien , apakah dengan topikal,

sistemik atau tindakan operatif.

Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain 1,2,3 :a. Topikalb. Sistemikc. IntralesiJika cara pengobatan di atas ini belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-

cara lain, yaitu :- Radioterapi- Sinar Ultraviolet- Pengobatan Laser- Krioterapi- Bedah Listrik- Bedah Skalpel

1

Page 2: Refreshing, Words

Namun menurut (J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002) membagi dermato-terapi menjadi 2 yaitu 3 :

Obat- obatan Topikal Sistemik

Terapi Fisik / Physical Therapy Pembedahan Eksisi Kuretasi

Electrodessication Cyrotherapy Radiotherapy Phototerapy Lasertherapy

Tabel 1. J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002.Hal: 314 3

Sehingga pengelompokan jenis terapi yang dapat digunakan yaitu:

1. Medikamentosa : topikal dan Sistemik.

2. Bedah kulit : Bedah skalpel (untuk tumor), Bedah listrik (untuk veruca vulgaris),

Bedah kimia (podofilin untuk condyloma acuminata), Bedah beku/ Krioterapi (CO2

padat untuk neurofibroma).

3. Penyinaran : Radioterapi (untuk basalioma), sinar UV (untuk psoriasis), sinar laser

(untuk hemangioma),dll.

4. Terapi tambahan yaitu Psikoterapi : Pasien Neurodermatitis (kombinasi dengan terapi

medikamentosa)

B. Tujuan Penulisan

Memahami mengenai jenis-jenis terapi pada penyakit kulit.

Memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan pada penyakit kulit sesuai dengan keadaan

penyakit.

BAB II

2

Page 3: Refreshing, Words

PEMBAHASAN

A. PENGOBATAN TOPIKAL

Sebelum jauh membahas tentang pengobatan topikal , penulis ingin mencoba

menjelaskan tentang prinsip pengobatan dermatologi, berikut tabel yang menjelaskan tentang

modalitas terapi pada dermatologi :

SISTEMIK TOPIKAL

Farmakosetika Diserap sampai mukosa usus Bentuk sediaan obat

Farmakodinamik Dari mukosa usus

pembuluh darah

Menembus Stratum korneum

Farmakokinetik Pembuluh darah Site of

action

Stratum korneum site of

action

Tabel 2. J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002.Hal: 318 3

Seperti telah di tampilkan pada gambar anatomi diatas bahwa penggunaan obat topikal

bekerja dengan penetrasi/menembus lapisan kulit , sedangkan pada pengobatan sistemik zat

aktif atau obat bekerja disalurkan melalui pembuluh darah yang sebelumnya diserap melalui

mukosa usus. Sehingga dalam pemilihan dan pembuatan sediaan atau bahan dasar obat untuk

terapi kulit bisa dikatakan penting, karena akan mempengaruhi daya kerja zat aktif atau

senyawa aktif untuk terapi.

Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi obat-

obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah mengeringkan,

membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi

(proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan

homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke keadaan

fisiologik stabil secepat-cepatnya. Di samping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang

mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.4,5

3

Page 4: Refreshing, Words

Cara pengobatan pada jaman dahulu terutama ditujukan kepada efek fisik terhadap kulit

yang sakit. Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-preparat

topikal yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau

terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis

maupun kimiawi. Kalau obat topikal digunakan secara rasional, maka hasilnya juga optimal,

sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi tidak efektif dapat

menyebabkan penyakit iatrogenik1.

Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian 6 :

1. Bahan Dasar (Vehikulum)

2. Bahan Aktif

Keberhasilan pengobatan topikal6 :

vehikulum yang tepat

bahan aktif yang sesuai dengan etiologi

penetrasi obat ke dalam kulit

Prinsip terapi topikal :

Pemilihan vehikulum yang sesuai , Basah dengan Basah & Kering dengan Kering.

Semakin akut suatu dermatosis maka semakin lemah bahan aktif yang dipakai.

Menjelaskan cara pakai dan cara membersihkan. Hindari bahan-bahan sensitizer12.

1. Bahan Dasar (Vehikulum)

Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting

yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai pegangan ialah

4

Page 5: Refreshing, Words

pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya

kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salap. Secara

sederhana bahan dasar dibagi menjadi :

a. Cairan

b. Bedak

c. Salap

Di samping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu :

d. Bedak Kocok (Lotion), yaitu campuran cairan dan bedak.

e. Krim, yaitu campuran cairan dan salap.

f. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak.

g. Linimen (Pasta Pendingin), yaitu campuran, cairan, bedak, dan salap.

a. Cairan

Cairan terdiri atas :

a. Solusio artinya larutan dalam air.

b. Tingtura artinya larutan dalam alkohol.

Solusio dibagi dalam :

1. Kompres

2. Rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan

3. Mandi (full bath)

Prinsip pengobatan cairan adalah membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus,

krusta, dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu

terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah

keadaan yang basah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme

tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga

untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-

macam dermatosis1.

Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi

terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara telitu, kalau keadaan sudah

mulai kering pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu dihentikan untuk diganti dengan

bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi,

5

Page 6: Refreshing, Words

karena pada kompres terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada

rendam dan mandi terjadi proses maserasi11.

Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan

antimikrobial. Astringen mengurangi esksudat akibat presipitasi protein.

Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu1 :

1) Kompres Terbuka

Dasar

Penguapan cairan kompres disusul absorbsi eksudat atau pus.

Indikasi

- Dermatosis Madidans

- Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erisipelas

- Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta

Efek pada kulit

- Kulit yang semula eksudatif menjadi kering

- Permukaan kulit menjadi dingin

- Vasokonstriksi

- Eritema berkurang

Cara

Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal

(3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan jangan menggunakan

kapas karena lekat dan menghambat penguapan.

Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan,

biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi.

Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar

tidak terjadi pendinginan.

2) Kompres Tertutup

Sinonim Kompres impermeabel.

Dasar

6

Page 7: Refreshing, Words

Vasodilatasi, bukan untuk penguapan.

Indikasi Kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium.

CaraDigunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik.

b. Bedak

Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat

erat sehingga penetrasinya sedikit sekali1.

1) Efek bedak ialah1 :

- Mendinginkan

- Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi

- Anti-pruritus lemah

- Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)

- Proteksi mekanis

Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya adalah

talkum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini

bersifat mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus

lemah.

2) Indikasi pemberian bedak ialah :

a. Dermatosis yang kering dan superfisial

b. Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan

herpes zooster

3) Kontra indikasi :

Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder.

c. Salap

Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi

seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, dapat pula lanolin atau minyak1.

7

Page 8: Refreshing, Words

1) Indikasi pemberian salap ialah:

a. Dermatosis yang kering dan kronik

b. Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat

jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.

c. Dermatosis yang bersisik dan berkrusta.

2) Kontraindikasi ialah :

Dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian yang berambut,

penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di seluruh tubuh.

d. Bedak Kocok

Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan

gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi

kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10 – 15%. Hal ini

berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka presentase tersebut jangan

dilampaui1.

1) Indikasi bedak kocok ialah :

a. Dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas, yang diinginkan adalah

sedikit penetrasi

b. Pada keadaan subakut

2) Kontraindikasi :

a. Dermatitis madidans

b. Daerah badan yang berambut

e. Krim

Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak), dan emulgator.

Krim ada 2 jenis1 :

• Krim W/O : air merupakan fase dalam dan minyak fase luar

• Krim O/W : minyak merupakan fase dalam dan air fase luar

Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya

paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan di

dalam krim.

1) Indikasi penggunaan krim ialah :

a. Indikasi kosmetik

8

Page 9: Refreshing, Words

b. Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi

yang lebih besar daripada bedak kocok.

c. Krim boleh digunakan di daerah yang berambut.

2) Kontraindikasi ialah dermatitis madidans.

f. Pasta

Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan1.

1) Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah.

2) Kontraindikasi : dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat.

g. Liniment

Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak, dan salap1.

1) Indikasi : dermatosis yang subakut.

2) Kontraindikasi : dermatosis madidans.

h. Gel

Ada vehikulum lain yang tidak termasuk dalam “bagan vehikulum” ialah gel. Gel

ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa

organik. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan

tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu

akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus1.

Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.

Absorpsi per kutan lebih baik daripada krim 7,8.

2. Bahan Aktif

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan

ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal.

Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia permukaan kulit, di

samping komposisi formulasi zat yang dipakai.

9

Page 10: Refreshing, Words

Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu

sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat tercampurkan

atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (=obat tidak tercampurkan)1.

Asam salisilat, misalnya dapat dicampur dengan asam lainnya, contohnya asam benzoat

atau dengan ter, resorsinol tidak tercampurkan dengan yodium, garam, besi atau bahan yang

bersifat oksidator.

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk

konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek

vehikulum terhadap kulit1. Bahan aktif yang digunakan diantaranya ialah :

a. Aluminium Asetat

Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya ialah

astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres diencerkan 1 : 101.

b. Asam Asetat

Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi

Pseudomonas1.

c. Asam Benzoat

Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap, contohnya

dalam salap Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British Pharmaceutical Codex

susunannya demikian1 :

R/ Acidi benzoici 5

Acidi salicylici 3

Petrolati 28

Olei cocos 64

Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V II yang digunakan untuk penyakit jamur

superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%. Sedangkan

salap lain ialah A.A.V I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%, jadi konsentrasi

bahan aktif hanya separuhnya.

10

Page 11: Refreshing, Words

d. Asam Borat

Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres, atau

dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik,

terutama pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi1.

e. Asam Salisilat

Merupakan zat keratolitik yang ter yang dikenal dalam pengobatan topikal. Efeknya

ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi kretinisasi yang terganggu. Pada

konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan

keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolotik dan dipakai untuk

keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai

untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil

dalam konsentrasi 1% dipakai sebagai kompres, bersifat antiseptik. Penggunaannya,

misalnya untuk dermatitis eksudatif. Asam salisil 3%-5% juga bersifat mempertinggi

absorbsi per kutan zat-zat aktif1.

f. Asam Undesilenat

Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur dengan

garam seng (Zn undecyclenic) 20%1.

g. Asam Vit. A (tretinoin, asam retinoat)1

Efek

- Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan

- Meningkatkan sintesis D.N.A. dalam epitelium germinatif

- Meningkatkan laju mitosis

- Menebalkan stratum granulosum

- Menormalkan parakeratosis

Indikasi

- Penyakit dengan sumbatan folikular

- Penyakit dengan hiperkeratosis

- Pada prosis menua kulit akibat sinar matahari

11

Page 12: Refreshing, Words

h. Benzokain

Bersifat anastesia. Konsentrasinya ½ - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut dalam

minyak (1:35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan dalam vehikulum

yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi1.

i. Benzil Benzoat

Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi dengan

konsentrasi 20% atau 25%.

j. Camphora

Konsentrasinya 1 – 2%. Bersifat antipruritus berdasarkan penguapan zat tersebut

sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok

yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim1.

k. Kortikosteroid Topikal

Pada tahun 1952 Sulzberger dan Witten memperkenalkan hidrokortison dan

hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid (K.S). hal

ini merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topikal

karena KS mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu : anti inflamasi, anti alergi, anti

pruritus, anti mitotik, dan vasokonstriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison

dan Adreno-Cortico-Trophic Hormone (A.C.T.H) tidak efektif sebagai obat topikal6.

Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih

poten daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai

fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai

samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi.

Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi

yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah, antara lain : betametason,

betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetonid, dan triamsinolon

asetonid 7.

Penggolongan

12

Page 13: Refreshing, Words

Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan

anti inflamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya anti inflamasi dan anti

mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).1,7,8

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik

Golongan I :

(super poten)

Diprolene ointment 0,05% betamethason

dipropionate

Diprolene AF cream

Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate

Temovate ointment 0,05% clobetasol proprionate

Temovate cream

Ultravate ointment 0,05% halobetasol proprionate

Ultravate cream

Golongan II :

(potensi tinggi)

Cyclocort ointment 0,1% amcinonide

Diprosone ointment 0,05% betamethason

dipropionate

Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate

Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate

Halog ointment 0,01% halcinonide

Halog cream

Halog solution

Lidex ointment 0,05% fluocinonide

Lidex cream

Lidex gel

Lidex solution

Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate

Maxivate ointment 0,05% betamethason

dipropionate

Maxivate cream

Topicort ointment 0,25% desoximetasone

13

Page 14: Refreshing, Words

Topicort cream

Topicort gel 0,05% desoximetasone

Golongan III :

(potensi tinggi)

Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide

Cutivate ointment 0,005% fluticasone propionate

Cyclocort cream 0,1% amcinonide

Cyclocort lotion

Diprosone cream 0,05% betamethason

dipropionate

Florone cream 0,05% diflorasone diacetate

Lidex E cream 0,05% fluocinonide

Maxiflor cream 0,05% diflorasone diacetate

Maxivate lotion 0,05% betamethason

dipropionate

Topicort LP cream 0,05% desoximetasone

Valisone ointment 0,01% betamethason valerate

Golongan IV :

(potensi medium)

Aristocort ointment 0,1% triamcinolone acetonide

Cordran ointment 0,05% flurandrenolide

Elocon cream 0,1% mometasone furoate

Elocon lotion

Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide

Kenalog cream

Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide

Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V :

(potensi medium)

Cordran cream 0,05% flurandrenolide

14

Page 15: Refreshing, Words

Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate

Dermatop cream 0,1% prednicarbate

Diprosone lotion 0,05% betamethason

dipropionate

Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide

Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate

Locoid cream

Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide

Tridesilon ointment 0,05% desonide

Valisone cream 0,01% betamethason valerate

Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan VI :

(potensi medium)

Aciovate ointment 0,05% aclometasone

Aciovate cream

Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide

DesOwen cream 0,05% desonide

Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide

Kenalog lotion

Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate

Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide

Synalar solution

Tridesilon cream 0,05% desonide

Valisone lotion 0,01% betamethason valerate

Golongan VII :

(potensi lemah)

Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason, glumetalon,

prednison, dan metilprednisolon

Tabel 5. Mochtar Hamzah : Dermatoterapi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6.

Jakarta: FKUI, 2010. hal: 347-348.

15

Page 16: Refreshing, Words

1) Indikasi

K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu

penyakit kulit (MARKS, 1985). Harus selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan

supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal1.

Dermatosis yang kurang responsif dengan K.T. ialah : psoriasis, dermatitis atopik,

dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis

numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis

solaris (fotodermatitis)6.

Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritromatosus diskoid, psoriasis di

telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma

anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum1.

Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan

parut hipertrofik, alopesia aerata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis

dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo (sebagian responsif)1.

Di samping K.T. tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi,

misalnya triamsinolon asetonid7,8.

2) Pemilihan Jenis K.T

Dipilih K.T. yang sesuai, aman efek samping sedikit dan harga murah, di samping

itu beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis

vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas/tidaknya lesi,

dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita1.

3) Aplikasi Klinis

a. Cara aplikasi

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3x/hari sampai penyakit tersebut

sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah

menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang

16

Page 17: Refreshing, Words

berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan

menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul

kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan1.

b. Lama pemakaian steroid topikal

Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk

steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat. Sebagai

ilustrasi dapat diberikan contoh sebagai berikut1 :

Psoriasis

Penyakit psoriasis dnegan skuama tebal berupa plakat, memerlukan steroid

yang poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau krim.

Dermatitis atopik

Pada anak diperlukan steroid topikal yang lemah mengingat umur anak,

lokalisasi penyakit dan kulit pada anak masih halus dan tipis. Dapat bentuk

krim. Pada dewasa diperlukan K.T. yang poten dalam bentuk salap.

Dermatitis kontak alergik

Pemakaian steroid dengan potensi sedang biasanya cukup untuk mengatasi

penyakit ini. Zat penyebab harus dihindari.

Dermatitis dishidrotik

Dermatitis ini memerlukan steroid yang poten dalam bentuk salap, sebab kulit

di daerah itu tebal.

Dermatitis numular

Lesi biasanya multipel dan memerlukan K.T. yang poten.

Dermatitis seboroik

Dermatitis ini cukup sensitif terhadap K.T. dan memerlukan steroid potensi

sedang.

Dermatitis intertriginosa

Dermatitis ini memerlukan K.T. dnegan potensi sedang untuk menghilangkan

gejala gatal dan rasa panas.

4) Efek samping

17

Page 18: Refreshing, Words

Efek samping terjadi bila :

1. Penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangan kuat atau penggunaan

secara oklusif.

Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T., makin cepat terjadinya

efek samping. Gejala efek samping : atrofi, strie atrofise, telangiektasis, purpura,

dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis

perioral, menghambat penyembuhan ulkus, infeksi mudah terjadi dan meluas,

gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur12.

Dermafitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak

khas karena efek anti inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan berbatas tegas

menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito1.

5) Pencegahan efek samping

Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang

dianjurkan ialah jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi1.

Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai K.T. yang lemah. Pada

kelainan akut dipakai pula K.T. yang lemah. Pada kelainan kronis dan tebal

dipakai K.T. kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi, yang semula dua

kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti dnegan K.T. sedang/ lemah untuk

mencegah efek samping1.

Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan

pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan

(inguinal,ketiak) dan wajah digunakan untuk infeksi bakterial, infeksi mikotik,

infeksi virus, dan skabies1.

Di sekitar mata hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya

glaukoma dan katarak. Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan

dosis maksimum per kali 10 mg1.

l. Mentol

18

Page 19: Refreshing, Words

Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada camphora,

konsentrasinya ¼ - 2%1.

m. Podofilin

Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk

kondiloma akuminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci1.

n. Selenium Disulfid

Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea

versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik rendah1.

o. Sulfur

Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.

Bersifat antiseboroik, anti akne, antiskabies, antibakteri positif. Gram dan anti jamur.

Yang digunakan ialah sulfur presipitatum (belerang endap) berupa bubuk kuning

kehijauan. Biasanya dipakai dalam konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta,

krim, salap, dan bedak kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung

asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%. Sedangkan contoh dalam bedak kocok

ialah losio Kummerfeldi dipakai untuk akne. Susunannya ialah sebagai berikut1 :

R/ Camphorae 3

Sulfuris praecipitati 20

Mucilaginis gummi arabici 10

Solutionis hydratis calcici 134

Aquae rosarum 133

p. Ter

Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara, kayu

dan fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.

Yang berasal dari kayu misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Contoh yang berasal

dari fosil ialah iktiol1.

19

Page 20: Refreshing, Words

Preparat ter yang sering gunakan ialah likuor karbonis detergens karena tidak

berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5%.

Efeknya antipruritus, antiradang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat

digunakan untuk psoriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika terdapat lesi yang

universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan di seluruh lesi karena akan

diabsorbsi dan memberi efek toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh

dibagi 3, hari I : kepala dan ekstremitas atas, hari ke II : batang tubuh dan hari III

ekstremitas bawah8.

Efek sampingnya pada pemakaian tar perlu diperhatikan adanya reaksi

fototoksik, pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter

akne. Efek karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian dalam waktu yang

singkat efek samping ini tidak pernah terjadi1.

q. Urea

Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat

dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein1.

r. Zat Antiseptik

Zat ini bersifat antiseptik dan/atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptik lebih disukai

dalam bidang dermatologi daripada zat antibiotik, sebab dengan memakai zat

antiseptik persoalan resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan1.

Golongan antiseptik :

1) Alkohol

2) Fenol

3) Halogen

4) Zat-zat pengoksidasi

5) Senyawa logam berat

20

Page 21: Refreshing, Words

6) Zat warna

1) Golongan alkohol

Etanol 70% mempunyai potensi antiseptik yang optimal. Efek sampingnya

menyebabkan kulit menjadi kering1.

2) Golongan fenol1

• Fenol :

Pada konsentrasi tinggi, misalnya fenol likuifaktum yang berkonsentrasi jenuh

mempunyai efek kaustik, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat

bakteriostatik dan antipruritik (1/2-1%)

• Timol :

Bersifat desinfektan pada konsentrasi 0,5% dalam bentuk tingtur

• Resorsinol :

Efeknya ialah antibakterial, antimikotik, keratolitik, antiseboroik, konsentrasi 2-

3%

• Heksaklorofen :

Senyawa ini mengandung klor. Bersifat bakteriostatik. Larutan heksaklorofen 3%

berkhasiat terhadap kuman positif-Gram.

3) Golongan halogen

Yodium. Bersifat bakteriostatik, misalnya pada tingtur yodium dan lugol.

Tingtur yodium berwarna coklat, dapat menyebabkan iritasi, vesikulasi kulit, dan

deskuamasi. Khasiatnya antibakterial dan antimikotik dengan konsentrasi 1%.

Dalam klinik yodium dipakai untuk desinfeksi kulit pada pembedahan. Segera

sesudah itu kulit harus dibersihkan dengan alkohol 70%.

4) Zat pengoksidasi

Zat pengoksidasi dipakai sebagai desinfektan pada dermato-terapi topikal1.

1. Permanganas kalikus

21

Page 22: Refreshing, Words

Zat ini mempunyai efek antiseptik lemah dalam larutan encer dalam air. Pada

konsentrasi tinggi bersifat astringen dan kaustik. Dipakai sebagai kompres terbuka

(1:10.000) untuk dermatosis yang akut dan eksudatif. Untuk ulkus yang eksudatif

dapat dipakai konsentrasi 1:5000. Larutan harus dibuat segar karena cepat

mengadakan dekomposisi (warna coklat)1.

2. Benzoil-peroksid

Zat ini merupakan zat pengoksidasi kuat pada konsentrasi 2,5-10%. Bersifat

antiseptik, merangsang jaringan granulasi dan bersifat keratoplastik. Efek samping

: kadang-kadang terjadi alergi dan memutihkan pakaian1.

5) Senyawa logam berat

Merkuri

Zat ini dulu banyak dipakai dalam dermatologi. Sekarang tidak dipakai lagi

karena sensitisasi garam-garam merkuri1.

Perak

a. Larutan perak nitrat

Perak nitrat berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, warna perak

nitrat berubah menjadi hitam bila terkena sinar matahari, karena itu harus

disimpan dalam botol berwarna gelap1.

Larutan dengan konsentrasi 20% bersifat kaustik dipakai pada ulkus dengan

hipergranulasi. Caranya ditutul dengan lidi dan kapas sehari sekali. Kulit di

sekitarnya tidak boleh terkena karena akan rusak12.

b. Sulfadiazin perak

Sulfadiazin perak dipakai untuk pengobatan luka bakar. Dibagian kami juga

dipakai untuk nekrolisis epidermal toksik1.

22

Page 23: Refreshing, Words

Kerjanya sebagai antiseptik berdasarkan gugus sulfa dan gugus perakny.

Sulfa berkhasiat untuk kuman positif-Gram, sedangkan perak bersifat astringen

dan untuk kuman negatif-Gram. Konsentrasi 1% dalam krim1.

6) Zat warna

Zat warna masih sering dipakai dalam pengobatan topikal. Efeknya ialah

astringen dan antiseptik. Misalnya1 :

Zat warna akridin, umpamanya akridin laktat (rivanol) dipakai untuk

kompres dengan konsentrasi 1%, juga bersifat deodoran. Metil rosanilin klorida

atau gentian violet, dipakai dalam konsentrasi 0,1-1% dalam air. Zat ini juga

mempunyai efek entimikroba terhadap Candida albicans, di daerah intertrigo

atau anogenital1.

s. Obat Imunomodulator Topikal

Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam riset obat yang bersifat imunomodulator

yaitu yang tercakup dalam terapi imun. Salah satu obat imunomodulator adalah

takrolimus (TKL) suatu calcinerin inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang

pertama-tama diisolasi dari streptomyces1.

TKL dapat diberikan secara oral, topikal, dan intravena. TKL di metabolisasi di hati dan

mempunyai bioavabilitas lebih tinggi. Formulasi topikal mempunyai konsentrasi 0,03%

dan 0,1% dalam bentuk salap1.

TKL terutama diindikasikan untuk dermatitis atopik dan mencegah sel T, dengan

demikian mencegah sisntesis IL2-IL3-IL4, IL5 dan sitokin yang lain misalnya CSF,

TNFα dan TNFγ. TKL tidak menyebabkan atrofi kulit dan tidak berpengaruh pada

sintesis kolagen kulit12.

Pimekrolimus juga dikenal sebagai ASM981 adalah derivat gugusan asli ascomycin

yang semula diisolasi dari hasil fermentasi S. Higroscopicus ascomyticus. Pimekrolimus

mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan CnLs yang lain. Pimekrolimus

diformulasi dalam bentuk krim 0,1%, 0,6%, dan 1,0%1.

B. PENGOBATAN SISTEMIK

23

Page 24: Refreshing, Words

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam

jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan selang-seling (alternate), atau diturunkan

bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian

jangka panjang dapat menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang

lebih berat akan muncul kembali.1

Kortikosteroid bersifat imunosupresif, yang sering digunakan ialah prednison dan

deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni

60-150 mg sehari. Pada dosis yang tinggi sebaiknya diberikan deksametason i.m. atau i.v.

sesuai dengan ekuivalennya karena lebih praktis.1

2. Antihistamin

Antihistamin yang digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat

terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai

ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus

yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan

memblokade reseptor histamin H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam

hari pada orang dewasa.1

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika

disertai disertai infeksi sekunder diberikan antibotik.1

C. PENGOBATAN INTRALESI

Bila pengobatan topikal gagal, injeksi kortikosteroid intralesi khusus digunakan hanya

pada kasus-kasus tertentu saja dengan lesi setempat (seperti parut keloid, lichen planus

hypertrofik atau alopecia localised areata)1.

Suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulo-

kistik1.

24

Page 25: Refreshing, Words

Gambar-6 Terapi Intralesi pada Keloid ( Sterry, Wolfram. “Thieme Clinical Companions Dermatology” New York : 2006. Hal : 442

)

D. RADIOTERAPI

Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk

menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi

oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun

pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan

radioterapi. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif

yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan

sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. Dengan

pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor akan

mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar

dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi

bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan penyebab

terjadinya efek samping radiasi. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan

yang membelah dengan cepat6.

Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe dan stadium tumor bersamaan

dengan responnya terhadap radioterapi. Perhitungan yang rumit telah dilakukan untuk

menentukan dosis dan jadwal radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan diberikan

dari berbagai sudut yang berbeda untuk mendapatkan efek radiasi yang maksimal terhadap

tumor dan efek yang minimal terhadap jaringan yang sehat1.

25

Page 26: Refreshing, Words

Gambar-7 Alat Radioterapi

Sjamsoe Daili, Emmy S. , Menaldi , Sri Liniwuh. dan Wisnu, I made. : “Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia” Jakarta : 2005. ( Hal : 48 )

Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah: efek samping yang terjadi selama

radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui tubuh pasien dan tidak tertinggal di

dalam tubuh sehingga pasien tidak bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi

yang dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan segera memulihkan diri

beberapa jam setelah terkena paparan.2

E. SINAR ULTRAVIOLET

Sinar ultra violet (UV) adalah radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dengan

panjang gelombang 10-400 nm. Sinar tak tampak ini dibagi dalam tiga spektrum : UV A

(320-400 nm), UV B (290-320 nm), dan UV C (10-190 nm). Sumber sinar UV dapat sinar

matahari atau buatan (karbon, xenon, merkuri, lampu fluoresen)6.

Gambar-8 sinar UV

26

Page 27: Refreshing, Words

Fototerapi adalah penggunaan radiasi elektromagnetik non ionisasi untuk kepentingan

pengobatan. Di bidang dermatologi meliputi fototerapi UV A/UV B/ UV A-B, regimen

Goeckerman, fototerapi UV selektif, dan fototerapi di rumah 9.

Gambar-9 sinar UV

Fotokemoterapi adalah fototerapi yang dikombinasi dengan bahan kimia yang bersifat

fotosensitizer seperti psoralen dalam PUVA1.

Fototes adalah penggunaan sinar UV untuk membantu menegakkan diagnosis dengan

dua teknik yang berbeda. Teknik pertama dengan mendeteksi bahan yang diuji dengan

fluoresen, teknik kedua dengan menginduksi lesi kulit pada penderita yang dicurigai

menderita penyakit kulit fotosensitif1.

Kombinasi UV B dan UV A lebih baik daripada hanya UV B. UV A bekerja pada sel

Langerhans dan eosinofil, sedangkan UV B mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.9

F. BEDAH KULIT

Bedah kulit yang paling sering dilakukan adalah biopsi eksisional maupun insisional

untuk mendiagnosis dan atau sekaligus mengobati kelainan kulit. Biopsi kemudian

bertambah dengan tindakan eksisi pada bedah kulit yang sangat berguna dalam mengangkat

tumor, kulit, baik yang jinak maupun yang ganas.9

27

Page 28: Refreshing, Words

Gambar-10. J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002.Hal: 324

G. PENGOBATAN LASER

Terapi laser pada penyakit kulit dimasukkan dalam bidang bedah kulit, dikenal sebagai

bedah laser terutama laser dengan energi tinggi (High Power Laser Therapy) yang bersifat

destruktif. Di samping itu terdapat laser dengan energi rendah (Low Power Laser Therapy)

yang bersifat biostimulan, yaitu stimulasi untuk mempercepat respons fisiologis sel dan

jaringan. Kemudian sinar laser dipakai juga dalam bidang estetika dan kosmetologi kulit,

yang berkembang sangat cepat.3,7,8,9

Gambar-11. J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002.Hal: 334

Karakteristik laser

Sinar laser merupakan sinar yang unik. Ada 4 sifat utama sinar laser yang menonjol

yang membuktikan keunikannya10 :

28

Page 29: Refreshing, Words

1. Monokromatik, yaitu mempunyai satu macam panjang gelombang bergantung pada

medium yang digunakan.

2. Kolimasi, yaitu sinar laser berjalan dengan arah yang sinkron, sejajar (paralel), tidak

terbias.

3. Koheren, yaitu gelombang elektromagnetik memiliki bentuk dan fase yang sama.

4. Sinar laser tampak terang sekali (bright) karena emisi tinggi.

Sinar laser berbeda dengan sinar lampu biasa, karena lampu biasa arahnya menyebar ke

segala jurusan, warna putih sebab terdiri atas spektrum berbagai panjang gelombang. Sinar

tersebut arahnya tertentu dan mempunyai warna tunggal (monokromatik) karena mempunyai

satu panjang gelombang. Keunikan, bersifat monokromatik yakni energi laser hanya diserap

oleh kromofor spesifik organ target11.

Macam bentuk laser

1. Laser Ruby

2. Laser Argon

3. Laser CO2

4. Laser Nd Yag

5. Tuneable Dye Laser

I. KRIOTERAPI

Krioterapi disebut juga cryosurgery adalah suatu tindakan yang tidak hanya digunakan

untuk tumor-tumor eksternal seperti yang ada di kulit, tetapi akhir-akhir ini juga mulai

digunakan untuk tumor-tumor yang ada dalam tubuh, seperti kanker prostat, kanker hati baik

yang primer maupun yang merupakan metastasis dari tumor lain, kanker tulang, otak dan non

small cell lung cancer. Beberapa ahli bahkan menggabungkan tindakan ini dengan radiasi,

operasi dan terapi hormon1,7,8.

29

Page 30: Refreshing, Words

Gambar-12. J.A.A, Hunter. “Clinical Dermatology 3rd Edition”.2002.Hal: 324

Cara terapi dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan

penekanan selama 45” sampai 1’, dua hari berturut-turut. Penggunaan N2 liquid juga

dicobakan. Cara beku dengan beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.7

J. BEDAH LISTRIK

Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan dengan

perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik berfrekuensi tinggi yang

terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut terbentuk

cukup estetis dan aman baik bagi dokter maupun penderita. Teknik yang dapat dilakukan

dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodedikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi

atau elektrotomi, elektrolisis, dan elektrokauter 8.

Gambar-14. Bedah Listrik

30

Page 31: Refreshing, Words

K. BEDAH SKALPEL

Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel.

Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari permukaan,

sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa

terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan

kosmetis yang sangat baik8.

Gambar-14. Bedah Skalpel

Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau

melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam8.

L. DERMABRASI

Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi yang luas.8

Gambar-15. Dermabrasi

31

Page 32: Refreshing, Words

M. BEDAH KIMIA

Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang

berbenjol.8

Gambar-17. Bedah Kimia

32

Page 33: Refreshing, Words

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengobatan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya. Kadang

diketahui penyebab multifaktor atau juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat

simtomatis, yaitu dengan menghilangkan atau mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan

peradangan.1

Pada terapi atau pengobatan kulit banyak jenis dan bentuk sediaan obat yang dapat di

gunakan. Jenis pengobatannya ada yang menggunakan obat-obatan seperti penggunaan topical

dan sistemik , selain itu dengan pengobatan fisik seperti tindakan atau operatif, sinar radiasi,

sinar laser dan berbagai macam jenis tindakan dalam pengobatan kulit.

33

Page 34: Refreshing, Words

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar Hamzah : Dermatoterapi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:

FKUI, 2010: 342-352.

2. Maddin S, Ho VC : Dermatologic therapy. In: Moschella, Harry J, Hurley, eds.

Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: W.B Saunders Co, 1992. 2187-93.

3. Hunter, J.A.A , dkk. Clinical Dermatology 3rd Edition. Denmark : Blackwell Science, 2002 .

Hal : 314 -35).

4. Adhi Djuanda : Efek samping kortikosteroid topikal dan pencegahannya; dalam : Surtito

Basuki, Sri Linuwih, maria Dwikarya, I Made Wisnu, E.C, Natahusada, 1987, halaman 27-

35.

5. Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical

aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ,

Fitzpatrick, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill, 2008.

2097-100.

6. Sjamsoe Daili, Emmy S. , Menaldi , Sri Liniwuh. dan Wisnu, I made. : “Penyakit Kulit yang

Umum di Indonesia” ISBN 979-9924-1-5. Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia UI ,

2005. Hal : 8-15.

7. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG, Limbird

IE, eds. Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutic. 10th ed. New

York: McGraw Hill, 2001: 1795-814.

8. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick TB,

Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed.

New York:McGraw-Hill, 2008:2090-6.

9. Roenigk R.K and Roenigk Jr. H. H: Dermatologic Surgery, Principles and Practice Second

Edition. Standard Procedures pp 177-209.

34