56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya. 1

Refreshing Kejang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kejang

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGKejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

BAB IIPEMBAHASAN

DEFINISIKejang adalah bangkitan atau cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari kejang bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari kejang yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Konvulsiadalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang.Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.

EPIDEMIOLOGIGangguan kejang adalah masalah neurologis umum. Insiden kejang mencapai sekitar 5-8% dan 3% dari seluruh kejadian kejang merupakan kasus epilepsy. Di Amerika Serikat, telah diperkirakan bahwa lebih dari 4 juta orang memiliki beberapa bentuk epilepsi.

KLASIFIKASIKejang dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab kejang serta subtipe serangan kejang. International Classification of Epileptic Seizure membagi jenis kejang berdasarkan lokasi pada otak. a. Kejang ParsialKejang Parsial SederhanaKesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini: Tanda-tanda motoriskedutaanpada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama. Tanda atau gejala otonomikmuntahberkeringan, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala psikisdejavu, rasa takut.Kejang parsial kompleks Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromaticmengecapkanbibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku.B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)Kejang Absans Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.

Kejang MioklonikKedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Myoclonic kejang ditandai dengan gerakan menyentak singkat yang muncul dari sistem saraf pusat, biasanya melibatkan kedua sisi tubuh. Gerakan ini mungkin sangat halus. Terdapat berbagai macam sindrom yang terkait dengan kejang myoclonic, diantaranya :a. Juvenile Myoclonic epilepsyIni termasuk sindrom yang sulit. Onset mulai 12-16 tahun. Jenis ini juga termasuk epilepsi idiopatik. Kasusnya mencapai 5-10% dari seluruh kasus. Gejala khasnya adalah gerakan mioklonik seperti terkejut pada saat bangun tidur yang diikuti kejang general tonik klonik. Mioklonik ini dipicu oleh kelelahan, gangguan tidur atau pengaruh alkohol.Manajemen epilepsi jenis ini adalah mengubah lifestyle. Pengobatan paling efektif dengan valproate. Lamotrigine juga efektif tetapi biasanya dikombinasi dengan valproate karena valproate sangat efektif untuk kejang mioklonik, jelas Nelly yang tergabung dalam ahli saraf anak. Kondisi epilepsi jenis ini merupakan kondisi seumur hidup. Artinya, kejang kembali datang dalam hitungan minggu atau bulan bila pengobatan dihentikan.

b. Lennox-Gastaut SyndromeSindrom ini juga termasuk yang sulit ditangani. Lennox-Gastaut Syndrome termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik dengan prevalensi sekitar 2-3% dari seluruh kasus epilepsi. Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun.Secara umum sindrom ini berkaitan dengan tipe kejang yang multipel. Tetapi yang paling khas adalah adanya axial tonic seizure yang menyebabkan cedera. Sedangkan kejang atypical absence , atonic atau drop attack serta kejang mioklonik dan tonik klonik, juga bisa ditemui. Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz). Biasanya penderita memiliki IQ rendah dan ada kemunduran mental.Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa disembuhkan. Untuk mengatasi sindrom ini diperlukan politerapi yaitu kombinasi topiramate, lamotrigine dan valproate.

c. West syndromeSindrom ini sering juga disebut infantile spasms. West Syndrom bisa dibedakan menjadi dua jenis yaitu simptomatik dan cryptogenik. Jenis simptomatik disebabkan karena ada kelainan neurologis sebelumnya. Sedangkan jenis cryptogenic tidak diketahui penyebabnya.Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa mencapai 125 spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi spasme biasanya anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung. Gambaran EEG sangat tidak beraturan.Pengobatan infantile spasms sampai saat ini belum memuaskan. ACTH diyakini lebih efektif dibandingkan penggunaan kortikosteroid sehingga rekomendasi lini pertama adalah ACTH sedini mungkin. Namun efek samping ACTH harus diwaspadai. Sedangkan melalui penelitian, topiramate cukup efektif untuk monoterapi pada anak di atas 2 tahun.

Kejang MioklonikLanjutan Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok. Kehilangan kesadaran hanya sesaatKejang Tonik-Klonik Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit Kejang biasanya berlangsung 5 - 20 menit Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih dan usus. Tidak adan respirasi dan sianosis Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. Letargi, konfusi, dan tidur dalamfase posticalKejang Atonik Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status EpileptikusDefinisi : status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.Klasifikasi Status EpileptikusA. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

D. Status Epileptikus MioklonikBiasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.

E. Status Epileptikus AbsensBentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.

F. Status Epileptikus Non KonvulsifKondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana1. Status SomatomotorikKejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).2. Status SomatosensorikJarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial KompleksDapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.ETIOLOGIBanyak kelainan sistem saraf dapat mengakibatkan aktivitas kejang. Kejang dapat juga terjadi pada sistem saraf normal ketika terjadi gangguan keseimbangan metabolik.Berikut ini terdapat beberapa faktor yang secara umum dapat menyebabkan kejang :a. Faktor genetikBeberapa orang mempunyai faktor genetik yang dapat berkembang menjadi kejang dikemudian hari. b. Cedera kepalaKejang dapat terjadi pada saat terjadi cedera kepala atau satu tahun post trauma (biasanya tidak lebih dari dua tahun). Cedera kepala baik terbuka atau tertutup dapat mengakibatkan kejang.c. Stroke ( gangguan serebrovaskular)Kejang dapat terjadi pada saat stroke atau beberapa tahun kemudian post stroke. Kejang dapat terjadi dengan stroke karena kurangnya aliran darah ke otak atau karena adanya perdarahan di dalam otak yang mengiritasi korteks. Setelah terjadi injuri serebral pada stroke, korteks yang terlibat akan mengalami perubahan strktural dan fungsional yang dapat meningkatkan eksitabilitas kortek tersebut atau menurunkan aktivitas inhibisi neuronal sehingga menimbulkan kejang epileptik pada 6-9% pasien stroke. Proses yang terjadi diawali degan injuri serebral, diteruskan dengan periode latensi (epileptogenesis; kerusakan neuronal segera atau lambat, neurogenesis, gliosis, axonal dan dendritic plastisitas, angiogenesis, inflamasi, dan reorganisasi molekular reseptor dan kanal ion) ), kemudian berakhir dengan kejang spontan (epilepsi).d. Gangguan metabolikPerubahan metabolism didalam tubuh juga dapat mengakibatkan kejang. Beberapa keadaan yang berhubungan dengan gangguan metabolisme tubuh yang dapat mengakibatkan kejang : Ketidakseimbangan elektrolit (natrium, kalsium) Hipoglikemia atau hiperglikemia Gagal ginjal : uremia Hepatic failure (penyakit hati yang berat) Hipoksiae. Toksik Penggunaan obat tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya kejang. Penghentian obat secara tiba tiba juga dapat mengakibatkan kejang. Beberapa obat yang dapat memicu terjadinya kejang adalah : antidepresan trisiklik, lithium, antipsikotik, aminofilin, dan penisilin dosis tinggi. Penggunaan narkoba seperti kokain, heroin, amfetamin, dan PCP dapat menyebabkan kejang. Gejala putus alkohol juga dapat berhubungan dengan timbulnya kejang. Biasanya kejang terajdi 12 24 jam setelah minum lakohol dan juga dapat terjadi sampai 48 jam atau lebih.f. InfeksiInfeksi pada sistem saraf dapat mengakibatkan menurunkan ambang kejang. Beberapa penyakit infeksi pada SSP adalah : Meningitis : infeksi pada meningen dan cairan cerebro spinalis Ensefalitis: infeksi pada otak HIV (human immunodeficiency virus). g. TumorTumor otak baik maligna atau benigna dapat berhubungan dengan kejang. Letak dari tumor itu sendiri dapat mengganggu bagian dari korteks sehingga memicu terjadinya kejang. h. Penyakit degeneratifTerdapat beberapa penyakit neurodegenerative dapat memicu terjadinya kejang. Seperti : neurofibromatosis, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria (PKU), dan sindrom Sturge-Weber.i. Demam TinggiMenyebabkan terjadinya kejang demam. Biasanya terjadi pada anak-anak dengan usia 3 bulan sampai 4 tahun dengan insiden 3% - 4% dari anak-anak.

PATOFISIOLOGIBangkitan kejang merupakan satu manifestasi klinis dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang dapat disebabkan oleh banyak penyakit atau kelainan di antaranya adalah trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly congenital otak. Manifestasi bangkitan kejang dapat bermacam-macam, dari yang ringan sampai rasa tidak enak di perut sampai kepada yang berat(kesadaran menghilang disertai kejang tonikklonik). Semua ini bergantung kepada sel-sel neuron mana dalam otak yang teransang dan sampai berapa luas rangsangan ini menjalar.Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Fenomen elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya berupa gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatannya. Dalam keadaan fisiologik, neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial aksi itu disalurkan melalui akson yang bersinap dengan dendrit neuron lain. Asetilkolin merendahkan potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup asetilkolin tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-neuron kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh neuron-neuron kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin mesembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai suatu konsentrasi yang dapat mengungguli ambang lepas muatan listrik neuron. Oleh karena itu fenomena lepas muatan listrik epileptic terjadi secara berkala.Kurangnya zat gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai zat anti-konvulsi alamiah akan menyebabkan neuron-neuron kortikal mudah sekali terganggu dan bereaksi dengan melepaskan muatan listriknya secara menyeluruh. Inti-inti intralaminar talamik dapat juga digalakkan oleh lepas muatan listrik dari sekelompok neuron-neuron kortikal. Pada gilirannya inti-inti intralaminar talamik melepaskan muatan listriknya dan merangsang seluruh neuron kortikal. Sehingga, kejang dapat diawali dengan kejang fokal akibat lepasnya muatan listrik dari neuron kortikal menjadi kejang tonik-klonik karena inti intralaminar talamik merangsang seluruh neuron kortikal.Penurunan kesadaran karena lepasnya muatan listrik dari nuclei intralaminares talami yang berlebihan. Input pada inti ini yang merupakan terminal lintasan asendens aspesifik akan menentukan derajat kesadaran. Karena lepasnya berlebihan maka perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran menghilang.

DIAGNOSISDiagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1:

Untuk mendiagnosis kejang dilakukan dalam beberapa tahapan :Anamnesis Riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang Faktor pencetus atau penyebab kejang Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya Obat - obatan Trauma Gejala-gejala infeksi Keluhan neurologis Nyeri atau cedera akibat kejang Kejang terjadi selama terjaga atau tidur ? Apakah terjadi dehidrasi sebelumnya ? Apakah sebelumnya pasien mengalami kurang tidur ? Riwayat pemakaian narkoba dan alcohol Onset mendadak atau makin berat ? berapa lama saat kejang saat serangan ? Apakah pasien sadar setelah kejang ? Apakah pasien terlihat sianosis ? Lidah tergigit atau luka lain Gerakan ekstremitas ada demam atau tidak ?

Pemeriksaan Fisik Kesadaran : bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab Tanda-tanda vital Tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik Terpapar zat toksik Infeksi Adanya kelainan neurologis fokal

Pemeriksaan penunjang Laboratorium: Darah lengkap, urin lengkap, elektrolit, lumbal punksi. CT- Scan dan MRI, untuk melihat apakah terdapat kelainan sruktural pada otak. EEGMemberikan informasi tentang aktivitas listrik di otak. Digunakan untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi. Beberapa elektroda kecil diletakkan di titik-titik tertentu di kulit kepala pada kedua sisi kepala untuk merekam aktivitas yang dihasilkan terutama oleh korteks otak. Aktivitas gelombang otak biasanya dicatat selama 30-45 menit. PENATALAKSANAAN1. Pada kejang yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan2. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis kejang3. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan dan menghindari interaksi obat4. Dosis obat disesuikan secara individual5. Evaluasi hasilnyaBila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya

Obat-obat yang dipakai untuk antikejang :a. Golongan Lini Pertama1. FenitoinAgen yang lebih umum digunakan dan sering dianggap sebagai obat lini pertama untuk mengobati kejang. Obat ini bekerja dengan cara menekan aktivitas listrik di sel saraf otak. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena (IV), dan bentuk baru dari obat tersebut, fosphenytoin Cerebryx () dapat disuntikkan ke dalam otot. Bentuk oral memiliki manfaat dosis sekali sehari. Fenitoin adalah agen lini pertama untuk mengobati parsial dan umum tonik-klonik (grand mal) kejang. Hal ini juga salah satu agen utama yang digunakan dengan pasien yang datang dengan status epilepticus. tingkat obat . Fenitoin perlu dipantau dengan pengujian laboratorium. Dosis 5-7 mg/kg/hari dibagi 2 dosis. Selain itu, uji fungsi hati dan jumlah darah lengkap (CBC) perlu diikuti. Fenitoin banyak berinteraksi dengan obat lainnya, dan kadarnya sendiri dapat berfluktuasi ketika minum obat lain. Beberapa efek samping yang terkait dengan penggunaan termasuk gingiva hiperplasia (pertumbuhan berlebih dari gusi), hirsutisme / hipertrikosis (pertumbuhan rambut berlebihan), ketidakseimbangan, kelesuan, anemia, dan, dalam penggunaan jangka panjang, neuropati perifer (kelemahan).

2. CarbamazepineCarbamazepine (Tegretol / Carbatrol ) telah digunakan selama lebih dari 30 tahun. Hal ini umumnya diresepkan untuk pengobatan parsial dan umum tonik-klonik (grand mal) kejang. Mekanisme yang kerjanya tidak dipahami dengan baik.Dosis rumatan: 15-20 mg/kg/hari dibadi dalam 2-4 dosis. Tes fungsi hati dan KBK juga perlu diperiksa secara rutin. Carbamazepine dapat mempengaruhi beberapa kadar obat lain dalam tubuh, dan kadar obat ini sendiri dapat berfluktuasi ketika agen lainnya diambil. Terdapat efek samping mengantuk, ketidakseimbangan, mual, anemia, dan neutropenia (jumlah sel darah putih rendah,). Carbamazepine juga digunakan untuk mengobati neuralgia trigeminal, gangguan saraf nyeri wajah, dan lain sindrom nyeri neuropatik.

3. FenobarbitalFenobarbital adalah yang tertua dari kelompok anticonvulsants. Hal ini dapat digunakan untuk mengobati kedua jenis kejang, baik parsial maupun umum. Hal ini juga digunakan sebagai bagian dari protokol setelah digunakan fenitoin dalam status epilepticus serta epilepsi neonatal. Ini tersedia dalam bentuk oral dan intravena. Dosis 3-5 mg/kg/hr dalam 2 dosis. Analisis darah lengkap juga harus rutin dilakukan. Phenobarbital dapat menyebabkan perubahan dalam metabolisme obat lain melalui tindakan pada enzim hati. Efek samping meliputi mengantuk, kerusakan kognitif, dan lekas marah.

4. ValproateValproate (Depakote ) telah digunakan selama lebih dari 20 tahun. Obat ini dapat digunakan untuk spektrum luas kebutuhan antikonvulsi, termasuk kejang parsial, umum tonik-klonik (grand mal) , petit mal, dan epilepsi myoclonic. Mekanisme kerjanya dianggap berkaitan dengan pengaruh zat otak yang dikenal sebagai GABA (asam gamma-aminobutyric). Obat ini bisa diberikan 2 sampai 3 kali per hari untuk dosis memadai. Tingkat obat harus dipantau, serta fungsi hati, dan hitung darah. Dosis inisial 10-15 mg/kg/hr dinaikkan 10 mg/kg/hr sampai mencapai dosis rumat 30-60 mg/kg/hr. Efek samping termasuk hepatotoksisitas (kerusakan hati), mual, berat badan, alopecia (rambut rontok), dan tremor.

b. Golongan Lini kedua1. TopiramateTopiramate (Topamax ) digunakan dengan obat antikonvulsan lainnya dalam pengobatan kejang parsial dan kejang tonik-klonik umum pada orang dewasa dan anak-anak usia 2 sampai 16. Meskipun mekanisme kerjanya yang tepat tidak diketahui, salah satu teori menyatakan bahwa kegiatan antikonvulsi yang mungkin karena sebagian untuk meningkatkan GABA (asam gamma-aminobutyric), sebuah neurotransmitter yang menghambat eksitasi sel saraf di otak. Ini tersedia dalam bentuk oral. Dosis inisial: 1-2 mg/kg/hari dinaikkan bertahap sampai mencapai 10 mg/kg/hari, dua kali/hari . efek samping utama termasuk kantuk, mual, pusing, dan masalah koordinasi. Anak-anak mungkin memiliki kesulitan berkonsentrasi dan bisa menjadi agresif. Glaukoma akut dan kelainan visual, telah dilaporkan di sejumlah kecil pasien. Jika ada gejala visual normal terjadi, pasien harus memberitahu dokter mereka dengan segera. Ada beberapa interaksi obat antara Topamax dan obat lain atau anticonvulsants lainnya.

2. GabapentinGabapentin (gabapentin ) diindikasikan untuk pengobatan adjunctive dari kejang parsial, dengan atau tanpa generalisasi sekunder. Meskipun secara struktural terkait dengan substansi GABA (asam gamma-aminobutyric), tidak berinteraksi dengan reseptor GABA di otak, dan mekanisme kerjanya tidak diketahui. Ini tersedia dalam bentuk oral dan harus diminum tiga kali sehari. Tidak ada pemantauan laboratorium hati, ginjal, atau hematologi (darah) fungsi yang diperlukan dengan gabapentin . efek samping utamanya adalah kelelahan, pusing, dan ketidakseimbangan. Gabapentin juga telah berhasil digunakan pada pasien dengan sindrom nyeri neuropatik. Lamotrigin (Lamictal ) digunakan untuk pengobatan adjunctive dari kejang parsial. Mekanisme antikejangnya tidak diketahui. Hal ini saat ini tersedia dalam bentuk oral. Lamictal dapat diberikan dua kali sehari. Efek samping utamanya adalah munculnya ruam kulit, terutama untuk pasien yang juga sedang mendapa valproate (Depakote ). Setiap pasien yang mendapat Lamictal bila terjadi ruam harus segera melaporkannya kepada dokter-nya. efek samping lainnya termasuk sakit kepala, mual, dan pusing.

3. TiagabineTiagabine (Gabitril ) yang diindikasikan untuk terapi tambahan pada orang dewasa dengan kejang parsial. Mekanisme tindakan mungkin berkaitan dengan efek pada substansi otak GABA (asam gamma-aminobutyric). Ini tersedia dalam bentuk oral dan dapat diberikan dalam dosis terbagi dua hingga empat kali sehari. Beberapa kemungkinan ada interaksi ketika Gabitril diambil dengan anticonvulsants lain, dalam metabolismenya dapat diubah. Efek samping termasuk pusing dan perubahan tidur.

4. LeviteracetamKeppra (levetiracetam) Keppra telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa sebagai terapi tambahan untuk pengobatan gangguan kejang parsial. Efek samping yang dapat termasuk kelelahan, ketidakseimbangan dan perubahan perilaku, yang sering menghilang setelah bulan pertama pengobatan.

5. OxcarbazepineTrileptal (oxcarbazepine) diindikasikan untuk monoterapi (digunakan sendiri) pada orang dewasa yang memiliki serangan parsial dan dapat digunakan pada anak-anak sebagai add-on terapi untuk kejang parsial. Efek samping yang paling umum adalah pusing, kantuk, mual, dan ketidakseimbangan.

6. ZonisamideZonegram (Zonisamide) telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial. Obat ini telah digunakan cukup luas di negara-negara lain untuk pengobatan kejang termasuk kejang umum, kejang dan bukan kejang myoclonic. Efek samping dapat mencakup pusing, ketidakseimbangan dan kelelahan. Individu yang alergi terhadap obat sulfinamide tidak boleh menggunakan Zonisamide karena merupakan turunan dari kelas obat ini PROGNOSISDengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Angka kejadian kejang demam epilepsy berbeda-beda tergantung dari cara penelitiannya; misalnya Lumbantobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan Living stone (1954) dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsi, dan golongan epilepsy yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsy.Hemiparesis biasannya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.Dari suatu penelitian terdapat 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ.tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelaianan neurologis akan didapat IQ yang lebih rendah. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar.

DIAGNOSIS BANDINGEPILEPSIA. Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam-macam jenis epilepsi.

B. Etiologi Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan epilepsi.

C. Patofisiologi Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah: Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory neurotransmitter. Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu : Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak. Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsik dari sel untuk menimbulkan bangkitan. Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron. Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain. Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

D. Manifestasi Klinis1. Kejang kaku bersama kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya kesadaran untuk sementara. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau feses.2. Serangan yang singkat seperti pada petit mal, biasanya antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti mendadak.3. Pada serangan parsial, kesadaran dapat menurun hanya untuk sebagian tanpa diikuti hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan tidak sengaja tertentu seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.

E. DiagnosisPada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

F. PenatalaksanaanTujuan pengobatan pada penderita epilepsi adalah : Menghindari kerusakan sel-sel otak Mengurangi beban sosial dan psikologi pasien maupun keluarganya. Profilaksis / pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang

Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis rendah dinaikkan bertahap sampai epilepsi terkendali. Pemutusan obat secara mendadak harus dihindari terutama untuk golongan barbiturat dan benzodiazepin karena dapat memicu kambuhnya serangan.Tindakan non medis yang dilakukan pada penderita epilepsi saat ini adalah menghilangkan penyebab penyakit setelah dilakukan operasi otak serta menjauhkan dari segala faktor penyebab (stress, alkohol dll.). Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu :a. Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.Fenitoin/Phenytoin biasa dalam bentuk garamnya yaitu Phenytoin Na dengan sediaan kapsul 50 mg dan 100 mg, serta ampul untuk suntik 100mg/2 ml.b. Golongan Barbiturat: Fenobarbital, Primidon.Fenobarbital atau Phenobarbital tersedia dalam bentuk garamnya untuk sediaan suntik dengan kemasan ampul 200 mg / 2 ml. Juga ada yang dikombinasi dengan golongan hidantoin (Diphenylhidantoin) tersedia dalam bentuk tablet.c. Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.d. Golongan Suksinimid: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepinee. Golongan Benzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetamf. Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)g. Golongan Phenyltriazine; LamotrigineLamotrigine dapat menyebabakan ruam yang berakibat fatal sehingga menimbulkan cacat atau kematian. Beritahu dokter anda kalau anda minum juga obat golongan asam valproat, karena obat golongan ini dapat meningkatkan efek samping Lamotrigine. Selain sebagai obat epilepsi juga digunakan untuk memperpanjang periode serangan pada penderita depresi, mania dan perasaan yang abnormal lainnya pada penderita bipolar.h. Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin)Pregabalin digunakan untuk mengontrol serangan epilepsi. Obat epilepsi ini tidak menyembuhkan epilepsi dan hanya akan bekerja untuk mengontrol serangan epilepsi sepanjang minum obat epilepsi ini. Obat ini juga digunakan untuk nyeri syaraf yang disebabkan penyakit herpes (post herpetic neuralgia) dan nyeri akibat kerusakan syaraf karena diabetes. Pregabalin baru tersedia dalam bentuk kapsul 75 mg.

i. Lainnya: Fenasemid, TopiramateTopiramate merupakan obat epilepsi baru dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg dan 100 mg juga dalam bentuk kapsul sprinkle 15 mg, 25 mg dan 50 mg. Diminum sebelum atau sesudah makan dengan air segelas penuh.

ObatJenis epilepsiEfek samping yg mungkin terjadi

KarbamazepinGeneralisata, parsialJumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang

EtoksimidPetit malJumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang

GabapentinParsialTenang

LamotriginGeneralisata, parsialRuam kulit

FenobarbitalGeneralisata, parsialTenang

FenitoinGeneralisata, parsialPembengkakan gusi

PrimidonGeneralisata, parsialTenang

ValproatKejang infantil, petit malPenambahan berat badan, rambut rontok

Tabel. Obat epilepsi dan efek sampingnya

STROKEA. DefinisiStroke adalah defisit neurologis baik fokal maupun global yang terjadi secara mendadak akibat gangguan vaskular otak, yang pola dan gejalanya berhubungan dengan waktu. Stroke merupakan penyebab paling umum terjadinya kejang pada usia lanjut yang merupakan salah satu sisa gejala neurologis yang paling umum dari stroke. Sekitar 10% dari semua pasien stroke pernah mengalami kejang, dan kejang pasca stroke pada umumnya dimulai beberapa tahun kemudian setelah serangan stroke.B. Klasifikasi dan PatogenesisKejang pasca stroke diklasifikasikan sebagai kejang dengan onset cepat atau lambat, sesuai waktu setelah terjadinya iskemia serebral, sehingga dapat disamakan dengan kejadian epilepsi pasca trauma. Periode terjadinya kejang pasca stroke diperkirakan sekitar 2 minggu, dalam waktu 2 minggu dapat membedakan antara onset cepat dan onset lambat kejang. Pada onset cepat terjadi dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu dan lebih 2 minggu pada onset lambat. Perbedaan karakteristik dan mekanisme kejang pasca stroke dapat sesuai dengan terjadinya iskemia serebral, tetapi tidak ada dasar yang jelas tentang patofisiologi terjadinya kejang pasca stroke dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar awal kejang terjadi selama 1 sampai 2 hari pertama setelah iskemia. Hampir setengah (43%) dari semua pasien pada penelitian kejang pasca stroke muncul dalam 24 jam pertama setelah stroke. Kebanyakan kejang yang disebabkan oleh stroke hemoragik juga terjadi pada 24 jam pertama.Selama cedera iskemik akut, akumulasi kalsium intraseluler dan natrium dapat menyebabkan depolarisasi potensial transmembran dan efek kalsium mediasi lainnya. Perubahan ionik lokal dapat mengurangi ambang terjadinya kejang. Eksitotoxisitas glutamat adalah mekanisme kematian sel yang ditandai dalam bentuk stroke eksperimental. Obat Antiglutamatergic mungkin memiliki peranan tersendiri dalam pengaturan saraf iskemik, selain dari perannya untuk pengobatan kejang.Selain iskemia fokal, hipoperfusi global dapat menyebabkan terjadinya kejang. Hipoksia iskemik ensefalopati merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya status epileptikus dan memiliki prognosis yang buruk.Pada kejang onset lambat, terjadi perubahan terus-menerus dalam rangsangan saraf. Terjadi pergantian parenkim yang sehat dengan sel-sel neuroglia dan sel imun. Sebuah jaringan parut gliotik telah terlibat sebagai nidus untuk kejang onset lambat, sama seperti siktarik meningocerebral yang mungkin bertanggung jawab untuk kejadian onset lambat epilepsi pasca trauma.Lokasi kortikal merupakan salah satu faktor risiko yang paling dapat menyebabkan kejang pasca stroke. Kejang pasca stroke lebih mungkin untuk terjadi pada pasien dengan lesi yang lebih besar yang melibatkan beberapa lobus otak dibandingkan dengan keterlibatan lobus tunggal. Namun, setiap stroke subkortikal, kadang-kadang dapat dikaitkan dengan terjadinya kejang. Penelitian sebelumnya, mengandalkan pada teknik neuroimaging yang masih kurang sensitifitasnya, tidak dapat mendeteksi lesi kortikal yang kecil yang menyebabkan terjadinya aktivitas iktal. Mekanisme lesi subkortikal hemisfer otak, paling sering disebabkan oleh penyakit pada pembuluh darah kecil, oleh karena itu penyebab kejang tidak dapat diketahui.Dianalogikan dengan keterlibatan kortikal pada stroke iskemik, lokasi yang dianggap lebih epileptogenik pada pasien dengan perdarahan intraserebral. Pada 123 pasien terjadi peningkatan kejadian kejang yang ditandai dengan perdarahan dalam struktur kortikal lobar (54%), perdarahan retromamilar basal (19%) dan tidak ada pada perdarahan thalamus. Keterlibatan ganglia basalis kaudatus dan temporal atau parietal pada korteks diprediksi akan terjadi kejang. Perdarahan karena trombosis vena serebral biasanya muncul bersamaan dengan kejang. Mekanisme kejang oleh karena pendarahan tidak dijelaskan. Produk dari metabolisme darah seperti hemosiderin, dapat menyebabkan iritasi serebral fokal yang mengarah pada kejang, mirip dengan model binatang dengan epilepsi fokal yang diproduksi oleh deposisi besi di korteks serebral. Pada perdarahan subarachnoid, sering terjadi perdarahan luas di cisterna basalis, yang langsung menghubungkan antara lobus frontal dan temporal. Satu-satunya prediktor klinis untuk kejang setelah stroke iskemik adalah tingkat keparahan dari awal defisit neurologis. Keparahan stroke yang lebih besar atau kecacatan pada stroke dapat menyebabkan terjadinya kejang. Pasien dengan gangguan neurologis cenderung memiliki stroke yang lebih besar yang melibatkan daerah kortikal yang lebih luas.

C. Manisfestasi KlinisMengingat bahwa sebagian besar kejang pasca stroke disebabkan oleh lesi fokal, kejang fokal pasca stroke biasanya terjadi pada awalnya. Dalam sebuah studi kejang onset cepat pada 90 pasien, kejang parsial sederhana adalah jenis yang paling sering (61%), diikuti oleh epilepsi umum sekunder (28%). Dalam penelitian lainnya, kejang onset cepat lebih cenderung bersifat parsial, sedangkan kejang onset lambat lebih cenderung generalisasi sekunder. Kebanyakan serangan berulang adalah tipe yang sama dengan episode, dan cenderung kambuh rata-rata kurang dari satu tahun.Dalam serangkaian besar pasien dengan kejang pasca stroke, 9% memiliki status epileptikus. Kesimpulan itu hanya terkait dengan kecacatan fungsional yang lebih besar, status epileptikus tidak dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, jenis stroke (iskemik atau hemoragik), topografi (keterlibatan kortikal), ukuran lesi atau pola electroencephalographic (EEG).

D. DiagnosisHolmes menemukan bahwa pasien dengan bentuk gelombang epilepsi periodik lateralizing dan bentuk gelombang bilateral independen epilepsi periodik lateralizing pada EEG setelah stroke sangat rentan terhadap terjadinya kejang. Pasien dengan fokus paku juga memiliki risiko tinggi 78%. Penurunan fokus, menyebar dan temuan normal pada perlambatan EEG, bagaimanapun, ini dikaitkan dengan risiko yang relatif rendah masing-masing 20%, 10% dan 5%. Penelitian lain menemukan bahwa keterlibatan kortikal pada hasil studi pencitraan neuroanatomi epilepsi lebih prediktif daripada gambaran EEG tunggal.Perlambatan fokus pada EEG mungkin hanya mencerminkan wilayah yang luas dari iskemia jaringan atau infark yang melibatkan korteks serebral atau daerah subkortikal. EEG dapat membantu dalam evaluasi awal gejala neurologis yang buruk pasca stroke fokal. E. PenatalaksanaanKejang pasca stroke biasanya dikontrol dengan baik dengan antikonvulsan tunggal. Dalam sebuah penelitian retrospektif, pada 88% dari 90 pasien kejang dapat dikontrol dengan monoterapi. Mengingat penampilan khas kejang fokal pasca stroke, pilihan pengobatan yang termasuk lini pertama adalah karbamazepin dan fenitoin natrium.Fosphenytoin natrium juga merupakan pilihan yang menonjol pada pasien dengan stroke karena toksisitas jantung lebih rendah dari fenitoin. Benzodiazepin, khususnya lorazepam, awalnya harus diberikan kepada pasien dengan kejang yang sedang berlangsung. Tidak ada data mendukung penggunaan berbagai agen untuk mengobati kejang onset cepat dan kejang onset lambat.Obat antiepilepsi yang baru sedang dipertimbangkan sebagai agen lini pertama untuk pasien tua karena efikasi dan efek samping yang menguntungkan. Sekitar 10% dari penghuni panti jompo di Amerika Serikat mendapat obat antiepilepsi, paling sering menggunakan lamotrigin untuk pengobatan gangguan kejang. Dalam uji coba pada pasien tua dengan diagnosis epilepsi, baru-baru ini menunjukkan toleransi yang lebih baik dan untuk pemeliharaan pasien yang bebas dari kejang dengan interval yang lebih panjang dari carbamazepine. Meskipun banyak dari antikonvulsan baru, misalnya, topiramate dan levetiracetam, telah diteliti sebagai agen tambahan untuk terapi kejang parsial refrakter, dalam praktiknya sering digunakan sebagai monoterapi. Gabapentin telah terbukti berkhasiat sebagai monoterapi untuk kejang parsial. Untuk semua obat antiepilepsi, harus dibatasi dosis obat yang merugikan seperti sedasi, terutama pada pasien stroke pada usia lanjut.Dalam pedoman yang direkomendasikan oleh Dewan stroke dari American Heart Association menyatakan bahwa profilaksis kejang seragam dalam periode akut setelah perdarahan intraserebral dan subarachnoid. Untuk perdarahan intraserebral, aktivitas kejang dapat menyebabkan cedera saraf dan berkontribusi lebih lanjut untuk menjadi koma, meskipun tidak ada data klinis untuk mendukung rekomendasi ini. Pasien dengan lesi pada cerebellar dan subkortikal dalam (misalnya, thalamus) berada pada risiko yang sangat rendah untuk terjadi kejang dan tidak perlu untuk diobati. Studi retrospektif kecil menunjukkan bahwa tidak ada manfaat dari antikonvulsan profilaksis setelah perdarahan subarachnoid. Namun, karena risiko yang relatif rendah yang terkait dengan terapi antiepilepsi dan kekhawatiran yang besar tentang perdarahan aneurisma ulang, uji klinis tentang masalah ini mungkin tidak pernah terjadi. Penggunaan jangka panjang agen antiepilepsi tidak dianjurkan untuk pasien dengan perdarahan subarachnoid yang tidak memiliki kejang, tetapi harus dipertimbangkan setidaknya ketika ada satu dari beberapa faktor risiko yang muncul.

TETANUSA. DefinisiTetanus adalah penyakit yang ditandai dengan onset akut hypertonia, kontraksi otot yang menyakitkan (biasanya dari otot-otot rahang dan leher), dan kejang otot umum tanpa penyebab medis lainnya jelas. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan basil Gram positif anaerob. Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan desinfektan. Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus hewan dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Tetanus dapat terjadi apabila tubuh terkena luka dan luka tersebut kemudian terkontaminasi oleh spora dari Clostridium tetani. Luka dengan potensi oksidasi reduksi rendah membantu perkembangan spora menjadi bentuk vegetatif dan mampu memproduksi toksin. Toksin ini menyebabkan jaringan mati, ditambah dengan adanya benda asing menyebabkan infeksi aktif. Clostridium tetani tidak mencetuskan peradangan. Hipotesis bahwa toksis pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor endplate dan aksis silinder saraf tepi dan menyebar keseluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut kea rah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan.

Dampak Toksin1. Dampak ganglion pre sumsum tulang tulang belakang disebabkan oleh karena eksotoksin memblok jalur sinaps antagonis, mengubah kesimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku2. Dampak pada otak diakibatkan oleh toksin yang menempel pada serebral gangliosodes diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

B. Klasifikasi tetanus 1. Tetanus GeneralisataTetanus Generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang ditandai dengan kontraksi otot tetanik dan hiperrefleksi, yang mengakibatkan trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot umum, opistotonus, spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis. 2. Tetanus LokalTetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan (twitching) otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera, atau dapat memburuk menjadi bentuk umum (generalisata). 3. Tetanus SefalikTetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Dysphagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi. 4. Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang berat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau pada sirkulasi bayi laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal.

C. Gejala dan Tanda TetanusMasa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu). Makin lama masa inkubasi, gejala yang ditimbulkan makin ringan. Karakteristik tetanus : 1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot masetter. 5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ). 6. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat . 7. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

D. Diagnosis TetanusAnamnesis yang teliti dan terarah selain membantu menjelaskan gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti doagnostik dan prognostik. Anamnesis pada tetanus yang dapat membantu diantaranya: Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang Apakah pernah keluar nanah dari telinga Apakah pernah menderita gigi berlubang Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme local) dengan kejang yang pertama.

Pada pemeriksaan fisik tetanus dapat ditemukan: Trismus, yaitu kekauan otot mengunyah (otot masseter) sehingga sukar membuka mulut. Pada neonatus kekauan ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menyusu. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari Risus sardonicus, terjadi sebagai akibat kekauan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak menutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah Opistotonus adalah kekauan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur. Otot dinding perut kaku seperti papan Bila kekakuan makin berat dapat timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang makin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsius. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang terus menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian; pengaruh toksin pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi, dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak; kekauan otot sfingter dan otot polos lain sehingga dapat terjadi retensio alvi, retensio urin, atau spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tukang belakang.

Pemeriksaan lab :Hasil pemeriksaan laboratorik tidak khas, likuor serebrospinal normal, jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman memerlukan prosedur yang khusus untuk kuman anaerobic. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.

E. PengobatanPengobatan pada tetanus terdiri dari pengobatan umum yang terdiri dari kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang, perawatan luka atau port d entre lain yang diduga seperti karies dentis dan OMSK; sedangkan pengobatan khusus terdiri dari pemberian antibiotic dan serum anti tetanus.Perawatan Umum :1. Mencakupi kebutuhan cairan dan nutrisiPadahari pertama perlu pemberian cairan secara iintravena, sekaligus memberikan obat-obatan dan bila sampai hari ketiga infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. 2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu dilakukan trakeostomi3. Memberikan tambahan oksigen dengan sungkup (masker)4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejangDiazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis. Bila terjadi kejang harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam rectal 5 mg untuk BB< 10 kgdan 10 mg untuk anak dengan BB> 10 kg atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah kejang berhenti pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan keadaan klinis pasien. Alternatif lain, untuk bayi diberikan dosis inisial 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkanspasme akut, diikuti infus kontinu 15-40 mg/kgBB/hr. setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai gangguan pernafasan. 5. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d entre maka diperlukan konsultasi dengan dokter gigi/THT.Pengobatan Khusus : Antibiotik Lini pertama adalah metronidazol iv/oral dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari. Sebagai lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika terdpat hipersensitifitas terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari untuk anak usia >8 tahunJika terjadi sepsis atau bronkopneumoni, diberikan antibiotic yang sesuai. Anti Tetanus serumDosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 im dan 50.000 iv. Bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG (Human Tetanus Immune Globulin) 3000-6000 IU.

CEDERA KEPALACedera kepala tetap merupakan penyebab tersering kejang didapat. Insidensi bervariasi bergantung pada tipe dan keparahan cedera. Dalam kaitannya dengan patofisiologi kejang, terdapat dua faktor penting yang berperan. Cedera primer terjadi akibat gaya mekanis yang merobek prosesus dendritik, merusak kapiler dan menganggu lingkungan ekstrasel. Cedera sekunder ditimbulkan oleh edema serebrum. Penimbunan produk metabolik toksik dan iskemia akibat hipotensi, hipoksia, dan hiperkarbia ikut berperan menimbulkan edema serebrum. Mekanisme patofisologik timbulnya kejang setelah trauma kepala adalah iskemia akibat terganggunya aliran darah, efek mekanis dari jaringan parut, destruksi kontrol inhibitorik dendrit, gangguan sawar darah-otak dan perubahan dalam sistem penyangga ion ekstrasel.Terapi profilaktik bagi pasien cedera kepala untuk kejang setelah cedera otak terus menimbulkan kontroversi. Kejang terjadi paling sering dalam 30 sampai 90 hari pertama setelah cedera kepala. Sebagian besar institusi mengobati secara profilaktis pasien yang dianggap berisiko tinggi. Karakteristik pasien berisiko tinggi adalah skor Glasgow Coma Scale kurang dari 10, adanya perdarahan intrakranium, cedera menembus dura, atau fraktur depresi tulang tengkorak, atau kombinasinya. Fenitoin (Dilantin) adalah obat pilihan untuk terapi profilaktik.HIPONATREMIABahan baku untuk metabolism otak adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glokusa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilakukan oleh ion Natrium (Na+) dan electron lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Kerana perbedaan jenis dan konsentrasi ion di salam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Manifestasi klinis hiponatremia tidak khas pada periode awal saat kadar natrium serum lebih dari 120 mEq/L. Hiponatremia adalah suatu gangguan elektrolit yang sering terjadi pada pasien rawat inap. Pasien yang menunjukkan satu atau lebih faktor risiko, perlu dipantau dengan seksama sehingga hiponatremia dapat cepat diketahui dan ditangain sebelum berlanjut membahayakan jiwa pasien.Gejala dan tanda hiponatremia terutama mencerminkan terjadinya disfungsi neurologis yang disebabkan oleh hipoosmolalitas. Seiring dengan menurunnya osmolalitas serum, air memasuki sel-sel otak (seperti pada sel-sel lainnya); sehingga menyebabkan overhidrasi intrasel dan peningkatan intrakranial. Keparahan gejala neurologis berkaitan dengan kecepatan dan beratnya penurunan konsentrasi natrium serum. Pasien mungkin tidak memperlihakan gejala hiponatremia ringan kadar Na+ serum diatas 125 mEq/L). Apabila kadar Na+serum berkisar antara 120-125 mEq/L dapat timbul gejala-gejala dini berupa kelelahan, anoreksia, mual, kejang otot, dan akan berlanjut menjadi kejang serta koma jika terus terjadi penurunan kadar natrium.Bila keadaan seperti ini (