24
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID Intan Permata Sari, S.Ked Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang PENDAHULUAN Kortikosteroid (KS) adalah steroid yang dihasilkan korteks adrenal (tidak termasuk hormon seks), sebagai respon dari adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang dilepaskan kelenjar hipofisis anterior. 1 Aktivitas biologis kortikosteroid dibagi menjadi dua kelompok yaitu, glukokortikoid dan mineralokortikoid. Mineralokortikoid adalah aldosteron, berperan dalam pengaturan elektrolit dan keseimbangan air. Glukokortikoid adalah kortisol, memiliki beragam efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. 2 Kortikosteroid sering digunakan dalam dermatologi karena memiliki efek imunosupresan dan anti inflamasi. 3 Kortikosteroid pertama kali dikenalkan oleh Marion Sulzberger dengan pemberian secara topikal dan sistemik. 4 Kortikosteroid topikal dan sistemik bila digunakan dalam jangka waktu lama, dosis tinggi, dan 1

refrat kortikosteroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gh

Citation preview

Page 1: refrat kortikosteroid

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

Intan Permata Sari, S.Ked

Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

PENDAHULUAN

Kortikosteroid (KS) adalah steroid yang dihasilkan korteks adrenal (tidak

termasuk hormon seks), sebagai respon dari adrenocorticotropic hormone

(ACTH) yang dilepaskan kelenjar hipofisis anterior.1 Aktivitas biologis

kortikosteroid dibagi menjadi dua kelompok yaitu, glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Mineralokortikoid adalah aldosteron, berperan dalam

pengaturan elektrolit dan keseimbangan air. Glukokortikoid adalah kortisol,

memiliki beragam efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein.2

Kortikosteroid sering digunakan dalam dermatologi karena memiliki efek

imunosupresan dan anti inflamasi.3 Kortikosteroid pertama kali dikenalkan oleh

Marion Sulzberger dengan pemberian secara topikal dan sistemik.4 Kortikosteroid

topikal dan sistemik bila digunakan dalam jangka waktu lama, dosis tinggi, dan

pemakaian rutin dapat menimbulkan berbagai efek samping.3 Efek samping yang

ditimbulkan KS topikal antara lain, atropi pada kulit, reaksi akne formis,

hipertrikosis, perubahan pigmen, dan meningkatkan infeksi kulit (seperti tinea).

Kortikosteroid topikal juga dapat menimbulkan efek samping secara sistemik

seperti, efek terhadap mata (glaukoma dan penurunan visus), efek metabolik

(hiperglikemi), dan penekanan terhadap aksis hipotalamus pituitary adrenal.5 Efek

samping dari penggunaan KS sistemik dapat menyebabkan efek terhadap

muskuloskeletal, gastrointestinal, kardiovaskular, kulit, sistem imun, mata, sistem

saraf pusat, metabolik, dan aksis hipotalamus pituitary adrenal. 6

1

Page 2: refrat kortikosteroid

Efek samping KS dalam dermatologi banyak ditemukan. Oleh karena ini,

maka diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kerja KS, klasifikasi KS, dan

efek samping penggunaan KS sehingga dapat meminimalisasi efek samping obat

tersebut.

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid mempunyai efek yang berkaitan dengan perbedaan

mekanisme kerja, antara lain efek anti inflamasi, efek imunosupresif, efek

antiproliferatif, dan efek vasokontriksi.3,5

1. Efek anti inflamasi

Kortikosteroid sistemik dan topikal memiliki efek anti inflamasi yaitu dengan

menghambat phospolipase A2, yaitu enzim yang berperan dalam pembentukan

prostaglandin, leukotrin, dan derivat lain dari asam arakidonat. Kortikosteroid

juga menghambat faktor transkipsi seperti activator protein 1 dan nuclear

factor B yang berperan dalam aktivasi gen proinflamasi. Kortikosteroid juga

mengurangi pelepasan interleukin 1 (IL-1) yang merupakan sitokin pro-

inflamasi yang penting. Kortikosteroid menghambat fagositosis dan stabilisasi

membran lisosom dari sel-sel fagosit.3,5,7

2. Efek imunosupresif

Kortikosteroid sistemik dan topikal memiliki efek imunosupresif yaitu dengan

menekan produksi dan efek dari faktor humoral yang berguna bagi respon

inflamasi, menghambat migrasi leukosit ke tempat inflamasi dan menghalangi

fungsi sel endotel, granulosit, sel mast, dan fibroblast. Penelitian

mengungkapkan bahwa KS topikal dapat menyebabkan berkurangnya sel mast

pada kulit, menghambat kemotaksis lokal neutrofil dan menurunkan jumlah

sel langerhans. Kortikosteroid menurunkan proliferasi sel T dan meningkatkan

apoptosis sel T.3,5,7

3. Efek antiproliferatif

Kortikosteroid topikal memiliki efek antiproliferatif yaitu dengan

menghambat sintesis DNA dan mitosis. Aktivitas fibroblas dan pembentukan

kolagen juga dihambat oleh kortikosteroid.3,5

2

Page 3: refrat kortikosteroid

4. Efek vasokonstriksi

Kortikosteroid memiliki efek vasokonstriksi, yaitu menghambat vasodilator

alami seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin. Kortikosteroid topikal

dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah kapiler dermis superfisial

sehingga memicu timbulnya eritem. 3,5

KLASIFIKASI KORTIKOSTEROID

1. Kortikosteroid Sistemik

Kortikosteroid sistemik digunakan dengan indikasi penyakit kulit

berlepuh (pemfigus, pemfigus bulosa, epidermolisis bulosa, herpes

gestasional, eritema multiformis, nekrolisis epidermal toksik), penyakit

jaringan ikat (dermatomiositis, SLE), vaskulitis, dermatosa neutrophilik,

sarkoidosis, reaktif leprosi tipe I, hemangioma, panikulitis, dan

urtikaria/angioedem.3 Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan

menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, potensi

glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi mineralokortikoid (Tabel

1).3,7

Tabel 1. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan

kortikosteroid 7

Macam KortikosteroidPotensi

glukokortikoid

Dosis

ekuivalen (mg)

Potensi

mineralokortikoid

1. Kerja singkat

a. Hidrokortison

b. Kortison

1

0,8

20

25

1

0,8

2. Kerja sedang

a. Metilprednisolon

b. Prednisolon

c. Prednison

d. Triamsinolon

5-6

4-5

4-5

4-5

4

5

5

4

0-0,5

0-0,8

0-0,8

0

3. Kerja lama

3

Page 4: refrat kortikosteroid

a. Betametason

b. Deksametason

c. Parametason

20-30

30

10

0,60

0,5-0,7

2,0

0

0

0

Keterangan:

Kerja singkat ( 8-12 jam)

Intermediate, kerja sedang (12-36 jam)

Kerja lama (36-72 jam)

Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason,

dan deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua

golongan kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid.

Umumnya, kortikosteroid yang memiliki efek mineralokortikoid yang

sedikit atau tidak ada dipakai pada penderita dengan hipertensi, edema, gangguan

kor, atau keadaan lain yang retensi garam. Akan tetapi, deksametason yang juga

tidak memiliki efek mineralokortikoid jarang digunakan sebagai terapi karena

merupakan golongan potensi kuat dan waktu paruh yang lama yang lebih berisiko

untuk menimbulkan efek samping.7

Pada tabel ini obat disusun menurut kekuatan (potensi) dari yang paling

lemah sampai yang paling kuat. Parametason, betametason, dan deksametason

mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh 36-72 jam. Sedangkan

kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling singkat yaitu kurang

dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin besar efek samping

yang terjadi.

2. Kortikosteroid Topikal

Secara umum kortikosteroid topikal berdasarkan potensinya dibagi

menjadi 7 golongan, yaitu super poten, potensi tinggi (upper mid-strength),

potensi tinggi (mid-strength), potensi medium (mild strength), potensi medium

(lower mid-strength), potensi medium ( mild strength), dan potensi lemah (tabel

2).5,7

Tabel 2 Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis7

4

Page 5: refrat kortikosteroid

Klasifikasi Nama Generik

Golongan 1: (super poten)

Golongan II: (potensi

tinggi)

Golongan III: (potensi

tinggi)

oinment, krim betametason

dipropionat 0,05%

oinment diflorason diasetat 0,05%

oinment, krim klobetasol propionat

0,05%

oinment, krim halobetasol

propionat 0,05%

oinment amcinonide 0,1%

krim, oinment betametason

dipropionat 0,05%

oinment mometason fuorat 0,01%

oinment diflorason diasetat 0,05%

krim halcinonide 0,1%

krim, oinment, gel fluocinonide

0,05%

krim, oinment, gel

desoksimetason0,25%

oinment triamsinolon asetonid 0,5%

krim diflorason diasetat 0,05%

krim betametason dipropionat

0,05%

oinment betametason valerat 0,1%

oinment fluticasone propionate

0,005%

krim, lotion amcinonide 0,1%

krim fluocinonide 0,05%

ointment halcinonide 0,1%

ointment triamsinolon asetonid

5

Page 6: refrat kortikosteroid

Golongan IV: (potensi

medium)

Golongan V: (potensi

medium)

Golongan VI: (potensi

medium)

0,1%

krim triamsinolon asetonid 0,5%

oinment flurandrenolid 0,05%

krim halsinonid 0,025%

lotion betametason valerat 0,1%

krim desoksimetason 0,05%

krim fluosinolon asetonid 0,02%

ointment fluosinolon asetonid

0,025%

ointment hidrokortison valerat 0,2%

krim mometason furoat 0,1%

oinment triamsinolon asetonid 0,1%

lotion betametason dipropionat

0,05%

krim betametasone valerat 0,1%

krim fluosinolon asetonid 0,025%

oil fluosinolon asetonid 0,01%

krim flurandrenolid 0,05%

krim fluticason propionat 0,05%

krim hydrocortison valerat 0,2%

krim hydrocortison butyrat 0,1%

lotion triamcinolon acetonid0,1%

oinment, krim aclometason

dipropionat 0,05%

lotion betametason valerat 0,05%

krim, solution fluocinolon asetonid

0,01%

6

Page 7: refrat kortikosteroid

Golongan VII: (potensi

lemah)

krim triamsinolon asetonid 0,1%

krim desonid 0,05%

krim Deksametason 0,1%

hidrokortison 0,5%, 1%, 2,5%

Metilprednisolon 1%

Prednisolon, Flumetason (topikal)

Penetrasi kortikosteroid topikal biasanya bergantung pada ketebalan kulit

(stratum korneum dan suplai vaskular pada daerah tersebut). Pada daerah kulit

yang lapisannya tipis, penetrasi kortikosteroid lebih cepat namun risiko terjadinya

efek samping lebih besar dibanding area lapisan kulit tebal.5

Pada area wajah dan intertriginosa digunakan kortikosteroid potensi

lemah. Sedangkan potensi tinggi biasanya digunakan pada area kulit yang

mengalami hiperkeratosis atau likenifikasi dan area telapak tangan dan kaki.5

EFEK SAMPING PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi efek samping

yang tidak diharapkan cukup banyak.

Kortikosteroid Topikal

Efek samping yang ditimbulkan KS topikal antara lain, atropi pada kulit,

reaksi akne formis, hipertrikosis, perubahan pigmen, dan meningkatknya infeksi

pada kulit (seperti tinea). Kortikosteroid topikal ini juga dapat menimbulkan efek

samping secara sistemik seperti, efek terhadap mata (glaukoma dan penurunan

visus), efek metabolik (hiperglikemi), dan penekanan terhadap aksis hipotalamus

pituitary adrenal.5

1. Atropi pada kulit

7

Page 8: refrat kortikosteroid

Atropi kulit merupakan efek samping paling sering ditemukan pada

pengobatan steroid topikal jangka panjang dan lebih sering terjadi pada wanita

dibanding laki-laki.6 Epidermis dan dermis kulit menjadi tipis dan rapuh

dikarenakan efek antiproliferatif yang menghambat sintesis kolagen dan

mukopolisakarida.5,8 Dengan mengukur ketebalan kulit setiap hari, ditemukan

bahwa aplikasi tunggal KS poten seperti klobetasol propionate selama tiga hari

menyebabkan terjadinya penipisan kulit. Sedangkan aplikasi klobetasol

propionate dua kali sehari selama 16 hari menyebabkan penipisan kulit sebesar

15%.8 Akibat atropi kulit dapat terjadi dilatasi vaskular, telengiektasis, purpura,

memar, stellate pseudoscars, ulcer, dan striae.5

(A)Striae (B) Atropi

Gambar 1. Striae dan atropi kulit akibat penggunaan KS6

2. Reaksi Akne Formis

Kortikosteroid topikal dapat menyebabkan terjadinya steroid rosacea,

akne, dan dermatitis perioral. Penggunaan KS jangka panjang dapat menimbulkan

steroid acne di area wajah, dada, dan punggung.5

Gambar 2. steroid rosacea akibat penggunaan KS6

3. Hipertrikosis

8

Page 9: refrat kortikosteroid

Mekanisme hipertrikosis belum diketahui. Hipertrikosis ini jarang terjadi

pada wanita dan anak-anak yang menggunakan kortikosteroid poten pada area

wajah.5

4. Perubahan pigmen

Perubahan pigmen adalah efek samping lain yang ditimbulkan KS topikal.

Namun perubahan pigmen ini dapat kembali normal setelah terapi KS dihentikan.5

5. Meningkatnya infeksi pada kulit

Kortikosteroid topikal dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada kulit,

contohnya tinea versikolor. Insiden infeksi kulit selama pemberian KS itu

bervariasi yaitu, sebesar 16% dan 43%. Kortikosteroid topikal juga dapat

memperparah penyakit herpes simpleks, moluskum kontangiosum, dan scabies.5

6. Efek terhadap sistemik

Kortikosteroid topikal juga dapat menimbulkan efek samping secara

sistemik seperti, efek terhadap mata yang dapat menyebabkan terjadinya

glaukoma dan penurunan visus. Glaukoma dapat terjadi bila KS topikal digunakan

disekitar mata dan penurunan visus dapat disebabkan akibat penggunaan KS

jangka panjang. Efek KS terhadap metabolik berupa peningkatan produksi

glukosa darah (hiperglikemi) yang dapat menyebabkan diabetes melitus.

Penggunaan KS topikal memberikan efek supresi terhadap aksis hipotalamus

pituitary adrenal sehingga dapat menyebabkan Cushing syndrome.5

Kortikosteroid Sistemik

Beberapa efek samping dari penggunaan KS topikal juga dapat ditemui

pada efek samping yang ditimbulkan KS sistemik seperti efek terhadap mata, efek

metabolik, dan efek ke kulit. Selain itu, KS dapat menimbulkan efek terhadap

muskuloskeletal, gastrointestinal, kardiovaskular, kulit, mata, sistem saraf pusat,

metabolik, dan aksis hipotalamus pituitary adrenal.6

1. Mata

9

Page 10: refrat kortikosteroid

Pemberian KS sistemik dan topikal dapat menimbulkan efek samping

berupa katarak, glaukoma, dan yang lebih jarang seperti emboli retina, makulopati

serta infeksi.8

Mekanisme terjadinya katarak akibat penggunaan KS masih belum jelas

dan meliputi peningkatan kadar glukosa, disebabkan karena meningkatnya

glukoneogenesis; hambatan Na+/K+ ATPase; meningkatnya permeabilitas kation;

hambatan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD); hambatan sintesis RNA;

hilangnya ATP; dan ikatan kovalen steroid pada protein lensa.8

Penggunaan KS sistemik dan lokal dapat berhubungan dengan

meningkatnya insiden hipertensi ocular. Sebanyak 30% pasien yang mendapatkan

tetes mata deksametason selama 4 minggu, ditemukan peningkatan okular.8

Kortikosteroid menstabilkan membran lisosom goniosit yang menyebabkan

terjadinya akumulasi glikosaminoglikan polimerisasi dalam trabecular meshworks

(TM) sehingga meningkatkan resistensi outflow. Kortikosteroid menyebabkan

peningkatan ekspresi kolagen, elastin dan fibronektin dalam TM dan menginduksi

ekspresi sialoglikoprotein. Kortikosteroid juga menghambat fagositosis sel

endotel, yang menyebabkan penumpukan debris dalam TM. Mutasi gen myocilin

menghasilkan pembentukan produk gen abnormal yang ketika diproduksi dalam

konsentrasi besar akan menyebabkan tersumbatnya TM dan peningkatan tekanan

intra okular. Kortikosteroid mempengaruhi morfologi TM dengan peningkatan

sintesis retikulum endoplasmik, kompleks golgi, vesikel sekretori, dan

peningkatan ukuran nuklear dan sel.10

2. Muskuloskeletal

Efek samping KS jangka panjang pada muskuloskeletal meliputi

osteoporosis, osteonekrosis dan miopati.

Osteoporosis

Penggunaan KS jangka panjang dapat meningkatkan terjadinya

osteoporosis dan resiko terjadinya patah tulang terutama pada vertebra dan femur

proximal. Sebanyak 30-50% fraktur akibat osteoporosis terjadi pada pasien yang

mendapatkan KS jangka panjang. Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan

penggunaan KS dengan pengaruhnya terhadap densitas tulang. Kelainan mulai

10

Page 11: refrat kortikosteroid

terjadi pada 6 bulan pertama dan diperkirakan berlanjut selama KS digunakan.7

Mekanisme terjadinya osteoporosis adalah multifaktorial yaitu, berkurangnya

aktivitas osteoblast sehingga mempengaruhi pembentukan tulang, meningkatnya

resorbsi tulang sehingga berpengaruh terhadap aktivitas osteoklas. Kejadian patah

tulang pada individu yang mengkonsumsi steroid adalah antara 10%-20% dan

faktor resiko yang mempengaruhinya adalah usia di bawah 15 tahun dan lebih

dari 50 tahun, early menopause atau wanita amenore, kaheksia, mobilitas terbatas,

pengkonsumsi alkohol, perokok, rendah asupan kalsium, dan ada riwayat patah

tulang sebelumnya.7,11 Untuk pemakaian KS >3 bulan dilakukan pemeriksaan

densitas tulang, pemberian kalsium 1500 mg/hari dan vitamin D 400 unit dua kali

sehari.3

Osteonekrosis

Osteonekrosis yang dikenal sebagai nekrosis avaskular juga merupakan

efek samping dari KS sistemik. Faktor risiko dari osteonekrosis adalah trauma

fisik, konsumsi alkohol berlebih, merokok, dan meningkatnya kadar trigliserida.

Insiden osteonekrosis akibat KS meningkat berhubungan dengan riwayat

transplantasi ginjal sebelumnya, pasien dengan SLE, konsumsi alkohol, ada

gangguan metabolisme lipid.6 20% pasien dengan osteonekrosis memiliki

gambaran X-rays yang normal, maka dari itu dilakukan pemeriksaan bone scan

dan magnetic resonance imaging (MRI). Pasien juga rutin ditanyakan mengenai

keterbatasan gerak sendi dan rasa nyeri yang dirasakan.3

Steroid miopati

Katabolisme protein akibat penggunaan KS dapat menyebabkan

berkurangnya massa otot, sehingga menimbulkan kelemahan otot dan miopati.

Miopatik biasanya terjadi pada otot proksimal lengan dan tungkai, bahu dan

pelvis, dan pada pengobatan dengan dosis besar. Pada miopati yang terjadi adalah

hambatan uptake glukosa pada otot skeletal sehingga terjadi pemecahan protein

otot. Kortikosteroid bekerja secara langsung pada protein otot dengan stimulasi

degradasi protein dan menghambat sintesis protein.8

3.Metabolisme dan sistem endokrin11

Page 12: refrat kortikosteroid

Efek KS terhadap metabolisme dan sistem endokrin meliputi gangguan

dalam metabolisme glukosa, yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes,

hiperlipidemia, dan insufesiensi adrenal.8

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemi. Beberapa mekanisme dalam timbulnya hiperglikemi dan steroid-

induced diabetes meliputi penurunan sensitivitas insulin perifer, peningkatan

produksi glukosa hepatik, dan inhibisi sekresi serta produksi insulin pankreatik.6

Hiperlipidemia adalah efek samping KS yang sering dijumpai. Pasien dianjurkan

untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kalori.8

Penggunaan KS jangka panjang, yaitu lebih dari 1 tahun dapat berefek

pada aksis hipotalamus pituitary adrenal. Gejala yang dirasakan adalah letargi,

lemah, nausea, anoreksia, demam, orthostatic hypotension, hipoglikemi, dan

penurunan berat badan. Selain itu, supresi terhadap aksis hipotalamus pituitary

adrenal dapat menyebabkan Cushing syndrome (moon face, buffalo hump,

obesitas sentral), insufesiensi adrenal, dan gangguan pertumbuhan.8

4. Sistem kardiovaskular

Hipertensi dan dislipidemia adalah efek samping yang juga disebabkan

KS. Mekanisme glucocorticoid-induced hypertension belum diketahui secara

jelas, namun berhubungan dengan vasokonstriksi (dari katekolamin dan hambatan

vasodilator), retensi natrium, dan ekspansi volume intravaskular.6,8

5. Sistem saraf pusat

Perubahan mood dan gangguan kognitif dapat terjadi pada penggunaan KS

sistemik. Hipomania dan mania adalah gejala awal yang sering terjadi, dan dapat

berkelanjutan menjadi depresi. Pemberian antipsikotik, anti kejang, dan anti

depresan dapat membantu mengembalikan perubahan mood.3

6. Sistem gastrointestinal

Efek samping terhadap gastrointestinal berupa ulkus peptikum,

kandidiasis, dan pankreatitis. Belum ada mekanisme jelas mengenai ulkus

peptikum akibat efek samping KS. Namun, penelitian yang dilakukan pada hewan

menunjukkan bahwa KS dapat meningkatkan sekresi asam lambung, mengurangi

mukus lambung, dan menyebabkan hiperplasia sel parietal dan sel gastrin. Ada

12

Page 13: refrat kortikosteroid

beberapa faktor risiko terjadinya ulkus peptikum, seperti ada riwayat ulkus

peptikum sebelumnya, merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan.11

7. Sistem imun

Efek samping KS adalah meningkatnya risiko terhadap segala jenis infeksi

dan risiko reaktivasi tuberkulosis (TB) laten serta insiden terhadap varisela.11

Inhibisi sistem imun spesifik dan reaksi inflamasi merupakan target utama dari

pengobatan KS.8

8. Kulit

Baik KS topikal maupun sistemik sama-sama dapat menimbulkan efek

samping ke kulit. Kelainan pada kulit yang dijumpai berupa purpura,

telengiektasis, atropi, striae, pseudoscars, dan reaksi akne formis atau acne

rosacea. Kortikosteroid sistemik dapat menginduksi terjadinya akne atau

folikulitis dengan beragam papulopustul pada dada, dan punggung. Akne vulgaris

dapat semakin memburuk ketika terapi KS dilanjutkan, walupun KS memiliki

efek anti-inflamasi. Akne formis atau acne rosacea dapat terjadi akibat

penggunaan KS inhalasi atau akibat penggunaan KS topikal.6

KESIMPULAN

Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan

kepada pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang

dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Pengobatan kortikosteroid terbagi kepada dua

yaitu kortikosteroid topikal dan kortikosteroid sistemik. Berdasarkan potensi

klinisnya kortikosteroid topikal dibedakan beberapa golongan yaitu super poten,

potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Sedangkan kortikosteroid

sistemik dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, potensi

glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi mineralokortikoid.7 Mekanisme kerja

kortikosteroid berhubungan dengan empat hal yaitu anti inflamasi, efek

imunosupresif, efek antiproliferatif, dan efek vasokontriksi.3,4

Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang ataupun dalam dosis

tinggi dapat memicu berbagai macam efek samping. Hal ini sesuai dengan

mekanisme kerja dari steroid itu sendiri. Efek samping penggunaan KS tersebut

13

Page 14: refrat kortikosteroid

meliputi kulit, muskuloskeletal, mata, metabolisme dan sistem endokrin,

kardiovaskular, gastrointestinal serta sistem imun.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: refrat kortikosteroid

1. A, Dorland W.Kamus Kedokteran Dorland.Edisi

25.Jakarta:EGC.1998: hal 263

2. MD, George P. Chrouses, et al. Adrenokortikosteroid dan Antagonis

Adrenokortikal. In: Bertram G. Katzung. Katzung Farmakologi Dasar

dan Klinik. Bagian Farmakologi FK Airlangga. Salemba Medika.

2002, p. 576-578.

3. Werth, P. Victoria. Systemic Therapy Corticosteroids. In: Wolff K et

al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:

The McGraw Hills,Inc.2012. p.2714-2720.

4. Breathnach, S.M., et al. Systemic Therapy. In: Tony B., Stephen C.,

Neil C., Christopher G. Rook’s Textbook of Dermatology Eight

Edition. United States of America: Blackwell Publishing; 2010, p.

72.1-72.3.

5. Valencia, Isabel C., et al. Topical Corticosteroids. In: Wolff K et al.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: The

McGraw Hills,Inc.2012. p.2659-2665.

6. Jr Nesbitt LT. Glucocorticosteroids. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,

Rappini RP, Schaver JV, editors. Dermatology. 2nd ed. Edinburg:

Mosby; 2008. P. 1923-1933

7. Lin, Andrew N., Stephen A. Paget. Clinical Use of Corticosteroids.

Arnold Principles of Corticosteroid Therapy. Arnold 2002.

8. Schacke Heike, Docke WD, Asadullah Khusru. Mechanisms involved

in the side effects of glucocorticoids. Pharmacology & Therapeutics.

2002; 96: 23-43.

9. Jr Nesbitt LT. Glucocorticosteroids. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,

Rappini RP, Schaver JV, editors. Dermatology. 2nd ed. Edinburg:

Mosby; 2008. P. 1923-1933

10. Dada Tanuj, nair Soman, Dhawan Munish. Steroid-induced glaucoma.

Journal of Current Glaucoma Practice 2009; 3(2): 33-8

15

Page 16: refrat kortikosteroid

11. Stanbury, Rosalyn M., Elizabeth M Graham. Systemic Corticosteroid

Therapy – Side Effects and Their Management. [internet]. 1998.

Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

16