REFRAT Dispepsia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referatttt

Citation preview

BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dyspepsia. Istilah dyspepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh di perut, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit maag/lambung. Penyakit hepato-pankreato-bilier(hepatitis, pancreatitis kronik, kolesistitis kronik dll) merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologis pada esofago-gastro-duodenal(tukak peptic, gastritis dll). Beberapa penyakit di luar sistem gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dyspepsia, seperti gangguan kardiak( iskemia inferior/ infark miokard), penyakit tiroid, obat-obatan, dan sebagainya.( Djojoningrat, 2006)Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data di negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis. Belum ada data epidemiologi di Indonesia.( Djojoningrat,2006)Gejala yang esensial adalah selalu adanya komponen dari nyeri atau ganggua abdomen bagian atas. Untuk membedakannya dari IBS(Irritable Colon Syndrome) dikatakan bahwa dyspepsia meliputi gejala-gejala yang berpredominasi pada abdomen bagian atas. Kadangkala dalam praktek untuk dyspepsia dipakai juga kata indigesti atau secara gamblang disebut gangguan pencernaan. Sejak pemakaian istilah dyspepsia hingga sekarang banyak timbul bermacam-macam batasan mengenai dispepsia ini. Batasan yang bermacam itu sering dipakai secara campur-baur dengan pengertian yang tidak tepat sama, sehingga membawa kebingungan.(Pangalila,1994) Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penyakit organik( seperti tukak peptic, gastritis, batu kandung empedu dll) dan kelompok di mana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau baku(radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi, atau dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional.( Djojoningrat,2006)

BAB IIDISPEPSIA FUNGSIONAL

2.1 Definisi Dispepsia

Menurut Konsensus Roma II tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas(dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen). ( Djojoningrat,2006)Seperti dikemukakan bahwa kasus dyspepsia setelah eksplorasi penunjang dianostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik. atau bersifat fungsional. Dalam konsensus Roma II yang khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung: ( Djojoningrat,2006)Setidaknya12minggu,tidak perluberurutan,dalam12 bulansebelumnya:1.Dyspepsia persisten atauberulang(nyeriatau ketidaknyamananberpusatpada perut bagian atas).2.Tidak adabukti penyakitorganik(termasukiendoskopi bagianatas yangmungkinuntuk menjelaskangejala-gejala).3.Tidak adabukti bahwadispepsiasecara eksklusifsembuh denganbuang air besaratau berhubungan dengantimbulnyaperubahandalam frekuensitinja ataubentuktinja.Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu/bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus.( Djojoningrat,2006)

2.2 Epidemiologi Dispepsia

2.2.1 Distribusi Frekuensia. Manusia a.1. Umur Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.a.2. Jenis Kelamin Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insidennya 2:1.5 Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang (59,1%).a.3. Etnik Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi hygiene dan sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001, diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%), Karo 6 orang (27,3%), Jawa 4 orang (18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).a.4. Golongan Darah Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.

b. Tempat Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.

c. Waktu Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994, ditemukan terjadi peningkatan kasus dengan komplikasi tukak selama bulan ramadhan dibandingkan bulan lain. Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa dan kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai. (Harahap, 2010)

2.2.2 Determinana. Host/Penjamu Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit. a.1. Umur dan Jenis kelamin Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eddy Bagus di Unit Endoskopi Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001 diperoleh penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai 50 tahun. Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insidennya 2:1.a.2. Stress dan Faktor Psikososial Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi. Dispepsia non ulser sebagai suatu kelainan fungsional dapat dipengaruhi emosi sehingga dikenal dengan istilah dispepsia nervosa.Penelitian yang dilakukan Mudjadid dan Manan mendapatkan 40% kasus dispepsia disertai dengan gangguan kejiwaan dalam bentuk anxietas, depresi atau kombinasi keduanya.

b. Agent Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.b.1. Helicobacter Pylori Agent yang dapat menimbulkan dispepsia adalah Helicobacter pylori. Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini disebabkan ammonia, cytotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini dan bersifat merusak mukosa lambung.b.2. Obat-Obatan Sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan beberapa iritasi gastrointestinal sehingga mengakibatkan mual, mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAIDs, aspirin, potassium supplemen dan obat lainnya.b.3. Ketidaktoleransian Pada Makanan Sejumlah makanan dapat menimbulkan dispepsia, diantaranya adalah jeruk, makanan pedas, alkohol, makanan berlemak dan kopi. Mekanisme oleh makanan yang menimbulkan dispepsia termasuk kelebihan makan, kegagalan pengosongan gastrik, iritasi dan mukosa lambung.b.4. Gaya Hidup Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok, minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan makan makanan yang mengandung asam.

c. Environment Lingkungan merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi.c.1. Lingkungan Fisik Penyebaran dispepsia pada umumnya terdapat di lingkungan yang padat penduduknya, soioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju.

c.2. Lingkungan Sosial Ekonomi Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hatono di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar tahun 2001-2002, diperoleh bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah penderita dispepsia pada tenaga kerja di PT tersebut, hal ini karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stress pekerja. (Harahap, 2010)

2.3 Anatomi & Fisiologi2.3.1 AnatomiGaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pylorus atau pilorus seperti yang terdapat dalam gambar 1. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan sebelah kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung. (Wilson, 2003)Sfingter pylorus mempunyai arti klinis penting karena dapat mengalami stenosis sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Stenosis pylorus atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergic yang menyebabkan relaksasi serabut otot. (Wilson, 2003)Gaster di bagi menjadi 3 bagian:1. kardia/kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya mensekresi mukus2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh korpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga tipe utama sel, yaitu : Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin lambung. Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus. Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau autodigesti.3. pilorus terletak pada regio antrum pilorus. Kelenjar ini mensekresi gastrin dan mukus, suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung. (Anonim, 2011)

Gambar 1: Anatomi lambung, esophagus, duodenum(Anonim, 2011)Gaster terdiri dari empat lapisan seperti yang tertera pada gambar 3, yaitu : .(Wilson, 2003)1. lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis.Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari organ satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah membentuk omentum mayus. 2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor.3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe. 4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae seperti yang terlihat pada gambar 2, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida. (Wilson, 2003)

Gambar 2: Lapisan Gaster(Anonim, 2011)

Gambar 3: Gambaran histologis mukosa gaster(Anonim, 2003)

2. 3. 1.a. Persarafan dan Aliran Darah Pada LambungPersarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. (Wilson, 2003)Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung. (Wilson, 2003)Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempercabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan ke hati melalui vena porta. (Wilson, 2003)

3.2.2 Fisiologi GasterSecara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan & sekresi, berikut fungsi Lambung:1. Fungsi motorik-. Fungsi reservoirMenyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin.

-. Fungsi mencampurMemecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.-. Fungsi pengosongan lambungDiatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisik, emosi, obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur oleh saraf dan hormonal.2. Fungsi pencernaan dan sekresi-. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL-. Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan, peregangan antrum, rangsangan vagus-. Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.-. Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk dicerna. (Wilson, 2003)

2.4 Klasifikasi Dispepsia

Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan membagi dispepsia menjadi tiga tipe : (Harahap, 2010)1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari. 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala: mudah kenyang, kembung, mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan. 3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

2.5 Etiologi

Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain : (Harahap, 2010)a. Sekresi Asam Lambung Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi. b. Dismotilitas Gastrointestinal Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus. c. Diet dan Faktor Lingkungan Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.Mengkonsumsi makanan atau minuman yang bisa memicu terjadinya dispepsia seperti minuman beralkohol, bersoda (softdrink), kopi karena bisa mengiritasi dan mengikis permukaan lambung. Makanan yang perlu dihindari seperti makanan berlemak, gorengan, makanan yang terlalu asam, sayur dan buah yang mengandung gas seperti kol, sawi, nangka dan kedondong. Jenis makanan tersebut tidak mutlak sama reaksinya untuk setiap individu. Karena itu setiap penderita diharapkan untuk membuat daftar makanan pemicu dispepsia untuk diri sendiri. Lalu sedapat mugkin menghindari makanan tersebut. d. Psikologik Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral.e. Obat penghilang nyeriTerlalu sering menggunakan obat penghilang rasa nyeri seperti Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs) misalnya aspirin, ibuprofen, juga naproxen.f. Pola makanJarang sarapan dipgi hari juga berisiko terserang dyspepsia. Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak. Sehingga apabila tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak memproduksi asam.

2.6 PatofisiologiProses patofisisologi dyspepsia fungsional yang sering dibicarakan orang adalah berkaitan dengan sekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas GI, dan hipersensitivitas visceral. Penjelasannya antara lain:a. Sekresi asam lambung Kasus dyspepsia fungsional umumnya mempunyai tingkatan sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi gastrin yang rata-rata normal. Diduga adanya sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

b. Helicobacter pylori (Hp) Peran infeksi Hp pada dyspepsia fungsional belum sepenuhnya dimengarti dan diterima. Dari berbagai laporan, kekerapan Hp pada dyspepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan utuk melakukan eradikasi Hp pada dyspepsia fungsional dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif.

Gambar 4: Helicobacter Pylori(Harahap, 2010)

c. Dismotilitas GI Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispesia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum, tetap harus dimengerti bahwa proses motilitas GI merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.

d. Ambang Rangsang Persepsi Dinding usus mempunyai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, mekanik dan nosiseptor. Berdasarkan studi tampaknya hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon digaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum dipahami. Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik mendapatkan hasil pada 50% populasi dengan dyspepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman diperut pada inflasi balon dengan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi control.

e. Disfungsi Autonom Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas GI pada kasus dyspepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lamung dan rasa cepat kenyang.

f. Aktivitas Mioelektrik Lambung Adanya disrtmia pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispesia fungsional, tapi bersifat inkonsisten.

g. Hormonal Peran hormonal belum jelas dalam pathogenesis dyspepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesterone, estradiol, dan prolactin, mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit GI.

h. Diet dan Faktor Lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dyspepsia fungsional dibandingkan kasus control.

i. Psikologis Stress dapat mempengaruhi fungsi GI. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Masih belum ada kejelasan tentang faktor ini dan masih kontroversial. (Djojoningrat, 2006)

2.7 Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan membagi dispepsia menjadi tiga tipe : (Harahap, 2010)1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: - nyeri ulu hati yang dominan - nyeri pada malam hari.- nyeri hilang setelah makan atau pamberian antsid- nyeri saat lapar- nyeri episodik 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala: - mudah kenyang- kembung - mual- muntah - rasa tidak nyaman bertambah saat makan. 3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan yaitu :1. Laboratorium Pemeriksaan labortorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine, tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorbsi. Dan pada pemeriksaan urine, jika ditemukan adanya perubahan warna normal urine maka dapat disimpulkan terjadi gangguan ginjal. Seorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya. (Harahap, 2010)2. Barium enema Untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer et al, 2007)3. Radiologis Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologist akan tampak massa yang irregular, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. (Harahap, 2010)4. EndoskopiPemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak. Pada pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter pylori, dimana cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori. Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi Helicobacter pylori dikerjakan dengan metode Passive Haem Aglutination (PHA), dengan cara menempelkan antigen pada permukaan sel darah merah sehingga terjadi proses aglutinasi yang dapat diamati secara mikroskopik. Bila di dalam serum sampel terdapat anti Helicobacter pylori maka akan terjadi aglutinasi dan dinyatakan positif terinfeksi Helicobacter pylori. (Harahap, 2010)5. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi (USG) merupakan saran diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk membantu menetukan diagnostik dari suatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esophagus dan lambung. (Harahap, 2010)

2.9 Penatalaksanaan

Penjelasan dan reassurance kepada pasien mengenai latar belakang keluhan yang dialaminya, merupakan langkah awal yang penting. Diagnosis klinis dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius atau fatal yang mengancam dilakukan. Perlu dijelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis penyakit yang dideritanya. Latar belakang faktor psikologis perlu dievaluasi. Pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan serangan keluhan. System rujukan yang baik akan berdampak positif bagi perjalanan penyakit pada kasus dyspepsia fungsional.(Djojodiningrat, 2006)

Dispepsia

Alarm Symptoms(anemia, penurunan berat badan, hematemesis, melena dsb)

Gagal(-)(+)

Terapi empiriceksplorasi diagnostic(endoskopi, radiologi, USG)

Penyebab organic teridentifikasi tidak teridentifikasi penyebab Organic/biokimiawi

Terapi definitive Dispepsia fungsional

Gambar 5: Alur tatalaksana ringkas diagnosis pada kasus dyspepsia( Mansjoer et al, 2006)2.9.1 Anamnesis Gejala biasanya telah berlangsung selama bertahun-tahun. Faktor gaya hidup( rokok, alkohol, berat badan, stress)relevan dengan terjadinya refluks. Insiden kanker meningkat dengan bertambahnya usia dan signifikan hanya pada usia >45 tahu. Adanya disfagia dan penurunan berat badan merupakan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan penunjang segera.(Patrick davey, 2006)

2.9.2 DietetikTidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara bermakna. Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang lebih bermanfaat. Makanan yang merangsang seperti pedas, asam, tinggi lemak, sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai menurunkan atau mempengaruhi kualitas hidup pasien. (Djojodiningrat, 2006)

2.9.3 MedikamentosaPengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:1. Antasid 20-150 ml/hariGolongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. AntikolinergikPerlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. SitoprotektifProstoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetikObat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2001).

2.9.4 PsikoterapiDalam beberapa studi terbatas, tampaknya behavioral therapy memperlihatkan manfaatnya pada kasus dyspepsia fungsional dibandingkan terapi baku. Modalitas pengobatan lain seperti acupuncture, acupressure, acustimulation, gastric electrical stimulation pernah dicoba untuk kasus dyspepsia, walaupun belum sistematis untuk dyspepsia fungsional. (Djojodiningrat, 2006)

2.9.5 Pencegahan Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :a. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai : 1. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia. 2. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih. 3. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya. 4. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.

b. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagmosis and Prompt Treatment).

2.10 Prognosis

Dyspepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik. (Djojodiningrat, 2006)

BAB IIISIMPULAN

Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. ( Djojoningrat,2006)Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan atau gejala atau sindrom dispepsia dimana pada pemeriksaan penunjang baku dapat di singkirkan penyebab organik atau biokimiawi, sehingga masuk dalam kelompok penyakit gastrointestinal fungsional( berdasarkan kriteria Roma II). Dispepsia fungsional mempunyai patofisiologi yang kompleks dan multifaktorial, dimana tampaknya berbasiskan gangguan pada motilitas atau hipersensitivitas viseral. Modalitas penobatannya pun menjadi luas, berdasarkan kompleksitas patogenesisnya, serta lebih ke arah hanya untuk menurunkan atau menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan berdasarkan pengelompokan gejala utama dapat dianjurkan, walaupun masih dapat diperdebatkan manfaatnya.( Djojoningrat,2006)Dyspepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik. (Djojodiningrat, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, D. 2006. Dispepsia Fungsional. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid I. Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 352-54.

2. Pangalila,PEA. 1994. Dispepsia Fungsional. Buletin Ilmiah Tarumanegara. Th. 9 / No. 31 / 1994.

3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Gastroenterologi. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga, Jilid I. Media Aesculapius, Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 488-91.

4. Davey P. 2006. Dispepsia. At a glance medicine. Edisi 4. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal 42-43.5. Price, Sylvia A. 2003. Gangguan lambung & duodenum. Konsep klinis proses penyakit. Edisi 6, vol 1. Penerbit EGC, Jakarta. Hal 417-36.

6. Harahap, SH. Tinjauan Pustaka Dispepsia 2010 from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/4/Chapter%20II.pdf

7. Creasoft wordpress. Anatomi lambung dan esophagus from http://creasoft.wordpress.com/2008/04/28/anatomi-lambung-dan-esofagus/.

8. Blogspot. Dispepsia fungsional from http://drlizakedokteran.blogspot.com/2007/12/dispepsia-fungsional. Last upate 14 maret 2011.

9. Ilmu Bedah. Anatomi dan Fisiolgi Gaster from http://ilmubedah.info/gaster-lambung-anatomi-fisiologi-20110215.html

10. Gastroenterologi from http://renjana552.blogdetik.com/2010/01/25/gastroenterologi/

30