43
REFRAT BEDAH ANAK APENDISITIS AKUT PADA ANAK OLEH : Esty Jayanti G99142087 RESIDEN PEMBIMBING dr. Saiful dr. Suwardi, SpB.SpBA

Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

refrat bedah anakappendisitis akut pada anak

Citation preview

Page 1: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

REFRAT BEDAH ANAK

APENDISITIS AKUT PADA ANAK

OLEH :

Esty Jayanti

G99142087

RESIDEN PEMBIMBING

dr. Saiful dr. Suwardi, SpB.SpBA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................3BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi.................................................................................................4

B. Fisiologi ................................................................................................6

C. Etiologi .................................................................................................7

D. Patofisiologi .........................................................................................9

E. Gejala klinis.........................................................................................11

F. Pemeriksaan fisik ................................................................................11

G. Diagnosis .............................................................................................15

H. Pemeriksaan penunjang........................................................................17

I. Diagnosis banding................................................................................18

J. Tatalaksana ..........................................................................................20

K. Komplikasi ..........................................................................................24

L. Prognosis .............................................................................................25

BAB III PENUTUP ..............................................................................................26DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27

M.

2

Page 3: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing organ berbentuk tabung, panjangnya

kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit

dibagian proksimal dan melebar dibagian distal (Sjamsuhidajat, 2010).

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis

akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Di

Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat mendapatkan

insidens apendiksitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218 dari keseluruhan

460 kasus ( Taufik, 2011).

Hasil survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008

Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini

masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis

berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di 2 Indonesia atau sekitar 179.000

orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,

apendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa

indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidensi

apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan

abdomen lainya (Depkes, 2008). Jawa Tengah tahun 2009 menurut dinas

kesehatan jawa tengah, jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan

177 diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi

ada di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat

yang kurang pada masyarakat modern (Taufik, 2011).Komplikasi utama pada

apendisitis adalah perforasi apendiksyang dapatberkembang menjadi

peritonitisatau abses.Insidens perforasiberkisar 10%sampai 32%.Insidens lebih

tinggi pada anak kecil dan lansia (Smeltzer and Bare, 2002).

3

Page 4: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer

patch (analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk

immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti

tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya

terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat

Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula

appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di

ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,

taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal

appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara

umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan (Van De

Graaff, 2001).

Gambar 1. Posisi appendix

4

Page 5: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks

(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada

daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi arteri Apendikularis (cabang

arteri ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.

Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh

appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil(Van De Graaff,

2001).

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu

mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan

sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya

membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar

dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan

appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan

elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara

Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu

lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta

lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner

circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.

Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks

(Gartner LP and Hiatt, 2002).

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi

minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat

antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan

menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileosekal (Sadler, 2002).

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks

terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak

dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

5

Page 6: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal,

yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral

kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks

(Van De Graaff, 2001).

Posisi appendiks

a) Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah

promontorium sacri

b) Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon

ascenden dan biasanya retroperitoneal.

c) Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.

d) Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang

caecum.

e) Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis

minor

f) Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal;

appendiks berputar ke atas ke belakang caecum.

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral

pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus (Van De Graaff, 2001).

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang

dari arteri Ileocecalis, cabang dari arteri Mesenterica superior. Arteri

Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,

misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami

gangren (Van De Graaff, 2001)

2. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

6

Page 7: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan

pada patogenesis appendisitis (Guyton and Hall, 2006).

Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan

bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)

yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks

adalahimunoglobulin A (IgA). Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks

tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi

di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna

dan di seluruh tubuh. Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada

apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama

pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti

umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks

dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit (Guyton and Hall, 2006).

3. Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya

proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus

diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan

cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal

dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang

mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

A. Faktor sumbatan (obstruksi)

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60%

obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan

sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan

cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui

pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith

7

Page 8: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%

pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90%

pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

B. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer

pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks

yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi,

karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen

apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah

kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu

Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes

splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi

adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

C. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang

herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,

vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi

apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat

dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan

obstruksi lumen.

D. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola

makanan sehari-hari.Bangsa kulit putih yang dulunya pola

makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara

yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,

kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola

makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara

berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke

pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih

tinggi (Bashin, et al., 2007)

8

Page 9: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

4. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan (obtruksi)

lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,

striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang

diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas

lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat

meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan

salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi

peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau

terjadi perforasi.Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan

apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi

mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks

bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan

perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat

berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.Bila sekresi

mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan

9

Page 10: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam

waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan

membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,

usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.

Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh

dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan

mengurai diri secara lambat.Pada anak-anak, karena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi

mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.Kecepatan

rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,

daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang

lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,

uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini.

Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka

akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi

masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum

abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat

(bedrest).Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan

10

Page 11: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang

akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut (De Jong, 2004).

5. Gejala Klinis

A. Gejala klinis appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Secara klasik

nyeri timbul pertama kali ditengah bagian bawah epigastrium atau

daerah umbilicus, menetap, kadang disertai rasa kram yang

intermitten. Setelah periode 12 jam, biasanya antara 4-6 jam lokasi

nyeri terlokalisir di kuadran kanan bawah di titik McBurney. Kadang

tidakada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga

penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap

berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi.

B. Variasi letak appendiks akan menyebabkan letak nyeri yang bervariasi

juga. Appendiks yang terletak retrosekal akan menyebabkan nyeri peda

daerah sisi dan nyeri punggung, sedangkan appendiks yang terletak

pelvic akan menyebabkan nyeri pada suprapubis, serta yang terletak

retroileal dapat menyebabkan nyeri pada daerah testis.

C. Bila terjadi peritonitis, dapat ditemukan nyeri tekan yang difus,

defence muskuler, bising usus yang menurun atau hilang pada distensi

abdomen. Pasien juga sering mengeluhkan adanya sakit perut saat

batuk atau saat berjalan.

D. Anoreksia hampir selalu menyertai appendisitis.

E. Vomitus terjadi pada kira-kira 75% pasien tetapi tidak terus menerus,

sebagian besar pasien mengalami vomitus hanya 1-2 kali.

F. Obstipasi sebagian besar terjadi sebelum nyeri abdomen dan merasa

bahwa defekasi dapat mengurangi rasa nyeri perutnya. Diare dapat

terjadi pada beberapa pasien.

6. Pemeriksaan Fisik

11

Page 12: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50 C. Bila suhu lebih

tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu

aksilar dan rektal sampai 10C(Humes and Simpson, 2007).

a. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil

bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan.

Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.

Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada

massa atau abses appendikuler.

b. Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-

tanda peritonitis lokal yaitu:

Nyeri tekan di Mc. Burney

Nyeri lepas

Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietal.Pada appendiks

letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak

ada, yang ada nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri

dilepaskan (Blumberg)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti

nafas dalam, berjalan, batuk, mengejan.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat

dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah (Gartner LP and Hiatt,

2002).

c. Auskultasi

12

Page 13: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang

karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat

appendisitis perforata.

d. Pemeriksaan colok dubur

Dari pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri

kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan

didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pada

apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas

dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan

untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila

apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan

untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.

Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada

posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan

nyeri.

Gambar 2. Pemeriksaan rektal touche

e. Pemeriksaan tambahan

13

Page 14: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

1. Psoas sign

Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan.

Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha

kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul /

pangkal paha kanan.Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks

yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas

yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).

Gambar 3. Pemeriksaan psoas sign

2. Tes Obturator

Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha

pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai

bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi

samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi

femur kedalam.Dasar Anatomi dari tes obturator :

Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot

obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.

14

Page 15: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Gambar 4. Pemeriksaan obturator sign

3. Tes rovsing’s sign

Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah

menyebabkan refleks nyeri pada daerah kuadran kanan

bawah.

Gambar 5. Pemeriksaan rovsing’s sign

7. Diagnosis

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan

hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya

komunikasi antara  anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk

mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah

pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif

sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya

15

Page 16: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat

diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan

insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor

Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa

dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado

tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga

tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada

temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis.

Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi

migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus,  nyeri tekan di

abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, Temperatur lebih dari

37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan

bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-

masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan

jumlah skor 10 (Rezak, et al., 2011).

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:

Manifestasi nilai

Simptom Nyeri yang berpindah 1

Mual 1

Muntah 1

tanda Nyeri pada perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur> 37,30C 1

laboratorium Pergeseran leukosit ke kiri (neutrofil > 75%) 1

Leukositosis> 10x103/L 2

Total point 10

Keterangan skor Alavarado:

16

Page 17: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score tanpa observasi of Hematogram:

1 s/d 4 : kemungkinan kecil appendisitis

5 / 6 : possible appendisitis

7 / 8 : appendisitis akut perlu pembedahan

9 / 10 : sangat possible appendisitis

Penanganan berdasarkan skor Alvarado         :

5 - 6    : observasi

                        7 – keatas  : appendektomi

(Rezak, et al., 2011)

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada

kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan

komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED

akan meningkat.

2. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan

bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu

ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan

appendisitis.

b. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

c. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses.

Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding

seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

d. Barium enema

17

Page 18: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon

melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi

dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan

diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat

akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan

diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan

dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan

usus oleh fekalit.

e.CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga

dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.

f.Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara

langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila

pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks

maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks

(Saber and Ellabban, 2011).

9. Diagnosis Banding

A. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik

sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan dengan appendisitis.

B. Limfadenitis mesenterica

18

Page 19: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai

dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan

disertai dengan perasaan mual-muntah.

C. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak

jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi,

appendiktomi insidental diindikasikan untuk menghilangkan gejala yang

membingungkan.

D. DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni,

leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.

E. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang

kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau

adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat

kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri

perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada

colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.

F. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan

perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan

mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina

didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada

kuldosentesis akan didapatkan darah.

G. Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi

kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan

dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan

gejala-gejala appendisitis.

H. Batu ureter atau batu ginjal

19

Page 20: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto

polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

tersebut.

10. Tata Laksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan

sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi

dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,

massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-

bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan

secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi

rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,

massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera

menjadi abses yang jelas batasnya.

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah.

Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli

bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin

gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat

berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi

dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu

pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus

halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,

dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi

20

Page 21: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa

periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk

mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,

dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang

dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan

diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya

peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan

leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat

dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat

ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses

apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,

bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya

angka leukosit.

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya

dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,

karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.

Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat

penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis

sederhana tanpa perforasi (De Jong, 2004).

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,

tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih

banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu

minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila

dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada

anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif

tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi

secepatnya.

21

Page 22: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat

maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif

pada periapendikular infiltrat:

1.      Total bed rest

2.      Diet lunak bubur saring

3.      Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang

aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang,

yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah

terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah

6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun,

dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda

radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan

nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat,

tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.

Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya

pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak

juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera

dibuka dan didrainase.

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral

dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai

secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil

karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar

dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan

ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang

berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase

didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai

dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inch tiap hari.

Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk

mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:

22

Page 23: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

LED

Jumlah leukosit

Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:

1.      Anamesa: penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2.      Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh

(diukur rectal dan aksiler)

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada

tetapi lebih kecil dibanding semula.

3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1.      Bila LED telah menurun kurang dari 40

2.      Tidak didapatkan leukositosis

3.   Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah

tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

Apakah penderita sudah bed rest total

Pemakaian antibiotik penderita

Kemungkinan adanya sebab lain.

4. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak

ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.

5. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi

abses dan terapi adalah drainase.

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai

melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis

akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui

laparotomi.7

            Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

23

Page 24: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

  2.          Sub cutis                                   7.    Musculus Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

 5.          Aponeurosis MOE                   10.   Peritoneum

Garis insisi pada appendektomi:

1.      Insisi Gridiron

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot

obliquus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang

menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dan umbilikus.

2.      Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis

miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih

baik dari pada insisi gridiron.

3.      Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai

di atas pubis.

4.      Insisi

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis

umum.

5.      Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks

terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

11. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah

24

Page 25: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan

apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu

peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah:

nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri

abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1.      Pelvic Abscess

2.      Subphrenic absess

3.      Intra peritoneal abses lokal.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri

masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan

kematian.

12. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan

morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi

bila appendiks tidak diangkat.

25

Page 26: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

BAB III

PENUTUP

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah

nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidajat, 2010).

26

Page 27: Refrat Appendisitis Akut Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

Amy Rezak, MD; Hussain M. A. Abbas, MD; Michael S. Ajemian, MD; Stanley J. Dudrick, MD; Edward M. Kwasnik, MD. 2011. Decreased Use of Computed Tomography With a Modified Clinical Scoring System in Diagnosis of Pediatric Acute Appendicitis. Arch Surg. 2011;146(1):64-67. doi:10.1001/archsurg.2010.297

Bashin SK et al.2007.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.

De Jong W, Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Depkes RI . 2008. Kasus Appendiksitis . diakses dari : http ://www.artikelkedokteran.com/arsip/kasus-appendiksitis-di-indonesiapada-tahun-2008.hmtl

Gartner LP, Hiatt JL. 2002.Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets: Saunders.

Guyton AC, Hall JE.2006.Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Saunders.

Humes DJ, Simpson J. 2007. Acute Appendicitis. BMJ

Khan I.2005. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute Appendicitis. J Ayub Medical Collection.

Saber, M. Gad and G. Ellabban. 2011. Patient Safety in Delayed Diagnosis of AcuteAppendicitis. Surgical Science, Vol. 2 No. 6, pp. 318-321

Sadler TW. 2002.Langman’s Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc Graw Hill.

Sjamsuhidajat, R, De Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk). Jakarta: EGC.

Van De Graaff. 2001.Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill.

27