Refrat ACS

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    1/19

    13

    BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    2.1. Pendahuluan

    Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah atau terminologi yang

    digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang

    meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang

    non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial

    infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi

    segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai

    patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui

    penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka

    diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka

    diagnosis adalah APTS. 2

    Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/

    oklusi tidak total ( patency ), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi,

    trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk

    nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan

    miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status

    inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI

    merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen

    miokard. 2

    Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada

    plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA)

    dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut

    kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah

    miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk

    membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan

    NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien

    dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    2/19

    14

    dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi,

    serta letak pembuluh darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan

    pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang

    terkait tidak tersumbat. Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis

    dalam gangguan ini. 2

    2.2. Definisi

    Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung

    Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA, merupakan PJK

    yang progresif. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses

    pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya

    robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis,

    vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Dengan kata lain plak yang terbentuk dalam lumen

    arteri bersifat sebagai plak vulnarable (Plak yang memiliki dinding tipis dengan lemak yang

    besar, mudah ruptur jika ada faktor pencetus akibat aktivasi enzim protease yang dihasilkan

    makrofag), sehingga memberikan manifestasi klinis sindrom koroner akut berupa: 3

    A. ST elevasi miokard infark (STEMI-STEACS); oklusi total oleh trombus

    1. STEMI; infark

    2. Angina variant (prinzmetal-a. coronary spasm), jarang terjadi

    B. Non-ST elevasi acute coronary syndrom (NSTEACS); aklusi parsial

    1. NSTEMI; infark

    2. Unstable angina

    Gambar 1. Sindrom koroner akut 3

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    3/19

    15

    2.3. Epidemiologi

    Diagnosis NSTEMI lebih sulit untuk ditegakkan dibanding diagnosis STEMI. Oleh

    karena itu perkiraan prevalensinya menjadi lebih sulit. Secara keseluruhan, data menunjukkan

    bahwa kejadian NSTEMI dan UA tahunan lebih tinggi daripada STEMI. Perbandingan antara

    SKA dan NSTEMI telah berubah seiring waktu, karena laju peningkatan NSTEMI dan UA

    relatif terhadap STEMI tanpa penjelasan yang jelas mengenai perubahan ini. 1 Perubahan

    dalam pola kejadian NSTEMI dan UA mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan dalam

    manajemen serta upaya pencegahan CAD selama 20 tahun terakhir. 1 Secara keseluruhan, dari

    berbagai penelitian, didapatkan bahwa kejadian tahunan dari penerimaan rumah sakit untuk

    NSTEMI dan UA sekitar 3 per 1000 penduduk. Hingga saat ini, tidak ada perkiraan yang

    jelas untuk Eropa secara keseluruhan, karena tidak adanya statistik kesehatan umum yang

    terpusat. 4

    2.4. Faktor Resiko

    Umumnya sama dengan penyakit cardiovaskuler lainnya, antara lain: 6

    A. Underlying

    1. Obesitas

    2. Sedentary

    3. Diet

    B. Major/Traditional

    1. Modify (Dislipidemia, DM, hipertensi, merokok)

    2. Un-modify (Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga)

    C. Emerging (Homosistein, ABI/ankle brachial index)

    2.5. Patogenesis

    Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit

    jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta

    peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan

    proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait. 7

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    4/19

    16

    Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan

    proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti

    makrofag yang mengandung foam cells , lipid ekstraselular masif dan plak fibrosayang

    mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis

    adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan

    dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks , pembentukan fibrouscups

    dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali

    penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses

    terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan

    awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya

    ruptur plak dan trombosis pada SKA. 7

    Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak

    aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak

    usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak ( fatty streaks ) pada permukaan

    lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi

    bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan

    atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan

    subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatupembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau

    infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau

    progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang

    bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA. 1

    `

    Gambar 2. Ilustrasi perjalanan proses aterosklerosis pada plak

    aterosklerosis 7

    http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/jantung-dan-pembuluh-darah-cardiovaskular/2010/11/15/sindrom-koroner-akut-definisi-patogenesis/attachment/plak/
  • 7/31/2019 Refrat ACS

    5/19

    17

    Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang

    terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. 4 Ada dua macam trombosis, yaitu

    trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut

    ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada

    pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit

    platelet. 6 Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding

    pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi,

    sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah. 7

    Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan

    oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang

    rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur,

    atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang

    tidak stabil dengan karakteristik inti lipidbesar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh

    dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak yang

    dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi

    koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain,

    risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat

    penyempitan) tetapi oleh kerentanan plak.1

    Gambar 3. Perbandingan karakteristik plak yang stabil dan tidak stabil 7

    Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri

    koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke

    dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,

    membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan

    oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur

    pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan

    tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan

    http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/jantung-dan-pembuluh-darah-cardiovaskular/2010/11/15/sindrom-koroner-akut-definisi-patogenesis/attachment/plak-2/
  • 7/31/2019 Refrat ACS

    6/19

    18

    menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10 20 menit. Bila oklusi

    menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang

    cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak

    seluruh lapisan miokard). 1

    Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam.

    Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard

    mengalami nekrosis (Q- wave infarction ), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang

    terbentuk bersifat stabildan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-

    tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural. 1

    Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis,

    retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami

    remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi,

    gangguan matriks ekstraselular akibat aktivitas matrixmetalloproteinases (MMPs) yang

    menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi .1

    Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi

    memegang peran yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana

    kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada

    plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan

    homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan

    inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan

    vasospasme pada pembuluh darah karena terganggunya aliran darah. 7

    Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA.Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau

    sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus

    vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai

    Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti

    endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih

    dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi

    plateletdependent vasoconstriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2,

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    7/19

    19

    serta thrombin dependent vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat

    tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah. 7

    Klasifikasi

    Termasuk di dalam SKA adalah :

    unstable angina pectoris infarkmiokard non elevasisegmen ST (Non STEMI) infarkmiokardelevasisegmen ST (STEMI).

    Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidak

    seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal ini biasanya

    disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh

    trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah

    kolateral. 5

    2.6. Diagnosis

    a. Anamnesis

    Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan

    pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram)

    dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala

    kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari

    sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada

    angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan

    penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai

    berikut: 8

    Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

    Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

    rasa diperas, dan dipelintir.

    Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat

    juga ke lengan kanan.

    Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    8/19

    20

    Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

    Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak

    Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.

    Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa: 3

    1. Angina saat istirahat lebih dari 20 menit ( angina at rest )

    2. Angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari

    aktivitas sehari-hari ( new onset angina )

    3. Peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)

    4. Angina pasca infark

    Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut.

    Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak

    nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita,

    penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien

    dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan

    diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .

    b. Pemeriksaan Fisik

    Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan

    kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki

    dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. 2

    c. Elektrokardiografi pada STEMI

    STEMI = ST elevasi >2mm minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan

    atau >1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau diduga baru; ada evolusi EKG: 3

    1. Perubahan/Evolusi EKG pada Injure Miokard

    Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna,

    secara elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri

    dan pada EKG terdapat gambaran elevasi segmen ST pada sandapan yang berhadapan

    dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi >1mm pada sadapan

    ekstremitas dan >2mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sandapan yang

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    9/19

    21

    menghadap daerah anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T

    dan kompleks QRS pada injuri dan infark mempunyai karakteristik tertentu sesuai

    waktu dan kejadian selama infark. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi

    segmen ST menetap beberapa bulan setelah infark miokard.

    Gambar 4. Perubahan EKG pada STEMI 3

    2. Perubahan EKG pada Infark Miokard Lama (OMI)

    Infark miokard terjadi jika aliran arah ke otot jantung terhenti atau tiba-tiba

    menurun sehingga sel otot jantung mati. Sel infark yang tidak berfungsi tersebut tidak

    mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah infark

    akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan pada EKG memberikan

    gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis dengan syarat durasi

    gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus minimal sepertiga tinggi

    gelombang R pada kompleks QRS yang sama.

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    10/19

    22

    Gambar 5. (A) EKG sandapan II normal dengan progresi normal vektor listrik

    (tanda panah) dan kompleks QRS dimulai dengan gelombang Q septal yang

    kecil. (B) Perubahan EKG sandapan II pada infark lama: arah arus

    meninggalkan daerah infark (tanda panah) dan memperlihatkan gambaran

    defleksi negatif berupa gelombang Q patologis pada EKG 3

    3. Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKG

    Tabel 1. Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKG 1

    d. Penanda Biokimia Jantung

    Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai

    prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot,

    pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat

    mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-

    keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin

    C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari

    Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.

    Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan

    kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK)dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama

    dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    11/19

    23

    Gambar 6. Penanda Biokimia Jantung 1

    Meskipun mioglobin tidak spesifik untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang

    tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin

    dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun

    demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk

    mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan

    dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulaidengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB

    tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya

    perburukan penderita. 3

    Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah

    diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset

    nyeri dada.

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    12/19

    24

    Tabel 2. Spektrum Klinis Sindrom Koroner 2

    2.7. Penatalaksanaan

    a. Tindakan Umum

    Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan

    trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi

    luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu

    penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA

    dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena

    akan memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini

    sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA

    harus dimulai sedini mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6

    jam. 8

    Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di

    ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen

    diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan

    oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan

    apakah oksigenisasi kurang (SaO2

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    13/19

    25

    diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang

    menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas

    hemodinamik berat. 8

    b. Tata Laksana Sebelum ke Rumah Sakit

    Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat, menentukan

    apakah ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis transportasi pasien ke

    rumah sakit yang dirujuk. 8

    Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina pektoris

    tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien nyeri dada

    dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan

    dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis,

    kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.

    Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada

    prinsipnya sebagai berikut : 5

    a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

    Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah

    Berikan nitrat sublingual

    Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan

    Jika mungkin periksa penanda biokimia

    b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKA, kirim pasien ke fasilitas kesehatan

    terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan

    c. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA

    Pasien risiko rendah : dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan

    Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat

    Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan

    ambulan dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa

    sakit, nitrat dan oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan,

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    14/19

    26

    dianjurkan elevasi kepala 40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya

    digunakan ambulan/ambulan khusus. 8

    3. Tata Laksana di Rumah Sakit

    Instalasi Gawat Darurat

    Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan

    waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya

    adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan

    mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1

    1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:

    a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,

    b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,

    c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,

    d. pasang monitoring EKG secara kontinu,

    e. pemberian obat:

    nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD

    sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,

    aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol,

    tiklopidin atau klopidogrel, dan

    mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menitsampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg

    intravena.

    2. Hasil penilaian EKG, bila: 5

    a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan

    atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    15/19

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    16/19

    28

    Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV

    Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas sakit

    Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas nitrat untuk mencegahberkembangnya toleransi

    Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu

    Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV

    -bloker

    Direkomendasi kan jika tidak ada kontraindikasi

    Jika sakit dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet oral

    Semua - bloker itu keefektifannya sama, tetapi -bloker tanpa aktivitas simpatomimetik

    intrinsik lebih disukai

    Morfin sulfat

    Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti iskemia yang cukup dan

    jika terdapat kongesti pulmoner atau agitasi parah

    Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor

    1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan

    Perlu diber ikan juga obat anti muntah

    Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal nitrat

    Pilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia :

    Antagonis Kalsium

    Dapat digunakan ketika -bloker kontra indikasi (verapamil & diltiazem lebih disukai)

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    17/19

    29

    Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien yang sulit sembuh hanya

    setelah gagal menggunakan nitrat dan -bloker

    Inhibitor ACE

    Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani pengobatan

    dengan nitrat dan -bloker), disfungsi sistolik LV,CHF.

    Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan

    Esensial untuk memodifikasi proses penyakit & kemungkinan perkembangannya

    menuju kematian, MI atau MI berulang.

    Aspirin dan Klopidogrel

    Sebaiknya diinisiasi dengan baik

    2.8. Komplikasi

    Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikankomplikasi adalah ventrikel fibrilasi. Ventrikel fibrilasi 95% meninggal sebelum sampai

    rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan

    hipotensi/syok kardiogenik. 2

    Gambar 7. Ventrikel fibrilasi 2

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    18/19

    30

    2.9. Prognosis

    Prognosis pada sindrom koroner akut tergantung dari beberapa hal yaitu: 8

    Wilayah yang terkena oklusi Sirkulasi kolateral Durasi atau waktu oklusi Oklusi total atau parsial Kebutuhan oksigen miokard

    Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner secara umum:

    25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit

    Total mortalitas 15-30% Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20% Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

  • 7/31/2019 Refrat ACS

    19/19

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kalim, H. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen

    Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI; 2008.

    2. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the

    management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial infarction:

    a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task

    Force on Practice Guidelines 50:e1. Diunduh

    dari: www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.html (accessed Januari 13,

    2012).

    3. Acute Coronary Syndrome. Diunduh dari http:// www.emedicine.com pada

    September 2009.

    4. Departemen Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung

    Koroner. Jakarta: Depkes RI; 2006.

    5. Alwi, Idrus. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia; 2006

    6. Bahri, A. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran Universitas

    Sumatera Utara [Versi elektronik]. e-USU Repository; 2005.

    7. Harun, S. Infark Miokard Akut Tanpa ST Elevasi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

    Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia; 2006

    8. Tristohadi, H. Angina Pektoris Tak Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV

    Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia; 2006

    9. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi , Jakarta, EGC; 2000.

    10. Hamm CW et al, ESC guidlines for the management of acute coronary syndrome in

    patients presenting without persistent ST segment elevation. The European Society of

    Cardiology, 2011

    http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/