23
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah penyebab kematiaan balita paling banyak di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau “the forgotten killer of children”. Di negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri. Menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan SKRT 2004 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara di negara maju umumnya disebabkan virus. [1] Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada Balita. Menurut hasil Riskesdas 2007, pneumonia merupakan pembunuh nomor dua pada Balita (13,2%) setelah diare (17,2%). [1] 1

Refka Bronkopneumonia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pediatric

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Pneumonia adalah penyebab kematiaan balita paling banyak di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau the forgotten killer of children. Di negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri. Menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan SKRT 2004 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara di negara maju umumnya disebabkan virus. [1]Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada Balita. Menurut hasil Riskesdas 2007, pneumonia merupakan pembunuh nomor dua pada Balita (13,2%) setelah diare (17,2%).[1]Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan pneumonia sebagai adanya batuk dan nafas cepat atau sulit bernafas (di atas 50 nafas per menit untuk anak-anak 2 sampai 12 bulan usia, di atas 40 nafas per menit untuk anak-anak 12 bulan sampai 5 tahun). Nafas cepat untuk anak umur < 2 bulan yaitu 60 kali/menit. [2,3]Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri) dan sebagian kecil disebabkn oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari peneumonia (Virus atau Bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.[2]

BAB IILAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nama: An. MAJenis kelamin:perempuanUsia :1 tahun 2 bulanNama Orang tua:Ny. AryaniPekerjaaan :PetaniAlamat:Ds. TipoTanggal masuk:9 Mei 2015Tanggal pemeriksaan :9 Mei 2015Tanggall Keluar:14 Mei 2015Ruangan:Pavilium Nuri Bawah, RS Anutapura B. AnamnesisPasien anak perempuan usia 1 tahun 2 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasaakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan memberat 2 hari terakhir. Pasien juga mengeluhkan batuk bersamaan dengan sesak. Awalnya batuk tidak berlendir, setelah 2 hari batuk berlendir. Darah (-), flu (+), muntah (+) 2 kali di rumah, berupa lendir. Pasien juga mengalami panas sejak 3 hari yang lalu. Pasien telah diberi obat penurun panas, panas turun namun kembali naik beberapa jam kemudian. Kejang (-). Nafsu makan menurun. BAB dan BAK biasa. Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah dirawat selama 10 hari karena ISPA saat berusia 1 bulan. 2 minggu yang lalu pasien mengalami BAB cair, sebanyak 4 kali, berlendir, berwarna hijau. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami riwayat batu lama. Riwayat sosial ekonomi : Menengah Riwayat kehamilan dan persalinan : Anak pertama. Lahir dengan spontan di rumah di tolong bidan, Berat badan lahir 3.000 gram, panjang badan lahir tidak diketahui. Saat lahir pasien tidak menangis, setelah dirangsang taktil bayi kemudian menangis. Ikterik (-). Kemampuan dan kepandaian anak : Tengkurap pada usia 4 bulan, merangkak pada usia 8 bulan, Duduk pada usia 8 Bulan, Berbicara 1 tahun, Berjalan pada usia 1 tahun 1 bulan. Anamnesis makanan : ASI : 0 1 bulan. Susu formula: 2 bulan sekarang. Bubur saring : 9 bulan 10 bulan. Bubur 11 bulan - sekarang. Riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap. C. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum :sakit sedang Berat badan:8 kgPanjang badan:72 cmStatus gizi:Gizi baik (Z score +1 s/d +2)

Tanda VitalDenyut nadi:112 kali/menitPernapasan:63 kali/menitSuhu:38,20C

Pemeriksaan SistemikKulit:sianosis (-), pucat (-), ikterus (-), turgor 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada bakteremia. [2,7]Pada pasien ini ditemukan jumlah hitung leukosit yang berada dalam batas normal yaitu Leukosit 9,7 103/mm3. Hasil ini menunjukkan kemunkinan bahwa pada pasien tersebut disebabkan oleh infeksi virus. [2]Kriteria rawat inap pada pneumonia adalah sebagai berikut :Bayi: Saturasi oksigen 60 x/menit Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting Tidak mau minum/menetek Keluarga tidak bisa merawat di rumah. [3]Anak: Saturasi oksigen 50 x/menit Distres pernapasan Grunting Terdapat tanda dehidrasi Keluarga tidak bisa merawat di rumah.[3]

Tata laksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam pertama. Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian antibiotik. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberi antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri; di samping kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.[2]Anak yang berusia 259 bulan dengaan pneumonia berat harus diterapi dengan ampisilin parenteral (atau penicillin) and gentamicin sebagai first-line treatment.[7] Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl penicillin: 50.000 units per kg IM/IV setiap 6 jam hingga hari ke 5. [7] Gentamicin: 7.5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama 5 hari. [7]Ceftriaxone 5075mg/kgBB per hari harus digunakan sebagai terapi second-line pada anak dengan pneumonia berat yang gagal dengan terapi lini pertama. [7]

Resusitasi cairan intravena yang membutuhkan maintenens cairan intravena , sangat direkomendasikan untuk menggunakan beberapa pilihan cairan resusitasi diantaranya : ringers laktat dengan 5% dextrose, sodium chloride 0.45% dengan glucose 5%, sodium chloride 0.45% dengan glucose 2.5%, or 0.9% sodium chloride with glucose 5%.[3]Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.[8]Pada pasien ini diberikan terapi suportif berupa pemberian oksigen dan untuk nutrisinya dilakukan pemasangan NGT. Pada pneumonia berat terdapat gangguan pengangkutan oksigen sehingga dapat menyebabkan terjadinya asidosis, untuk koreksi asam-basa (pada asidosis) pada pasien diberikan larutan injeksi sodium bikarbonat (Meylon). Untuk terapi etiologiknya diberikan antibiotik ceftriaxon dan gentamicin. [2]Kriteria pasien pulang dalam kasus pneumonia adalah sebagai berikut : Gejala dan tanda pneumonia menghilang Asupan per oral adekuat Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral) Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah[3].

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2. Soeto Rahajoe, N. N., Supriyatno, B., Setyanto, D. B. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia3. Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia4. Rudolph, A. M. et al. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC5. Cascini, Silvia, dkk. 2013. Pneumonia burden in elderly patients: a classification algorithm using administrative data. Biomedical Science.6. Singh, Dev, Yudh., 2012. Pathophysiology of Comunity Acquired Pneumonia. JAPI. Vol 60. Hal 7-9.7. Pudjiadi, A. H. et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia8. WHO. 2012. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at health facilities. Switzerland.