Author
sallykartika
View
240
Download
0
Embed Size (px)
8/11/2019 Referat Tht Sally
1/48
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada organ-organ telinga, hidung, dan tenggorokan dapat menyebabkanterbentuknya infeksi rongga leher dalam pada leher bagian dalam yang merupakan ruang
potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai
sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung
ruang mana yang terlibat.1,2,4
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa akibat komplikasi-
komplikasinya yang serius seperti obstruksi jalan napas, kelumpuhan saraf kranial,
mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna. Lokasinya terletak didasar
mulut dan dapat menjadi ancaman yang sangat serius. Etiologi infeksi di daerah leher dapat
bermacam-macam. Kuman penyebab abses leher dalam biasanya terdiri dari campuran
kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob2
Infeksi rongga yang mengancam jiwa ini sudah jarang terjadi sejak diperkenalkannya
antibiotik dan angka kematiannya menjadi lebih rendah. 4 Disamping itu higiene mulut yang
meningkat juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70 % infeksi leher dalam
berasal dari penyebaran infeksi di faring dan tonsil ke parafaring. Disamping pelaksanaan
drainase abses yang optimal, pemberian antibiotic diperlukan untuk terapi yang adekuat.
Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif terhadap pasien, diperlukan pemeriksaan kultur
kuman dan uji kepekaan antibiotik terhadap kuman. Namun ini memerlukan waktu yang
cukup lama, sehingga diperlukan pemberian antibiotic secara empiris terlebih dahulu.
Berbagai kepustakaan melaporkan pemberian terapi antibiotik spektrum luas secara
kombinasi bervariasi.4
8/11/2019 Referat Tht Sally
2/48
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Anatomi leher
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal.
Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda. Kedua fasia ini
dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah
inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk
berinsersi di bagian inferior mandibula.6,8
Gambar 1. Potongan oblik leher
Fasia superfisial terletak dibawah dermis. Ini termasuk sistem muskuloapenouretik,
yang meluas mulai dari epikranium sampai ke aksila dan dada, dan tidak termasuk bagian
dari daerah leher dalam. Fasia profunda mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri dari 3lapisan, yaitu:3,4
- lapisan superfisial
lapisan ini juga dikenal dengan sebutan lapisan selimut (investing layer). Lapisan ini
mengelilingi leher, membungkus muskulus sternokleidomastoideus, dan muskulus
trapezius. Ruangan yang terbentuk adalah trigonum coli posterior di kedua sisi lateral
leher dan ruang suprasternal Burns.
-
lapisan tengah
8/11/2019 Referat Tht Sally
3/48
3
lapisan ini juga dikenal dengan nama lapisan viseral yang mencakup fasia pretiroid
dan pretrakea. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian muskular yang
membungkus muskulus infrahyoid dan bagian viseral yang membungkus faring,
laring, esofagus, dan trakea
- lapisan dalam
Lapisan dalam ini berasal dari prosesus spinosus dari tulang vertebra servikal dan
ligamentum nuchae. Pada prosesus transversus dari tulang vertebra servikal, lapisan
ini terbagi menjadi lapisan alar anterior dan lapisan alar prevertebra posterior. Fasia
alar memanjang dari dasar tengkorak ke tulang vertebra torak ke-2, dan bersatu
dengan fasia viseral. Fasia ini terletak diantara lapisan viseral dan lapisan prevertebra.
Fasia prevertebra terletak disebelah anterior dari corpus vertebra dan memanjang
sepanjang kolumna vertebralis. Fasia ini berjalan secara sirkumferensial mengelilingi
leher dan membungkus otot-otot vertebralis, otot-otot profunda trigonum coli
posterior, dan otot scalene. Lapisan fasia ini mengelilingi pleksus brakialis dan
pembuluh subkalvian
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.6,8
Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
ruang retrofaring
Batas anterior ruang buccofaringeal (faring dan esophagus), posterior alar fascia,
lateral cloison sagittale, superior basis cranii, dan inferiornya superior
mediastinum . Kompartemen dari ruang ini jaringan lemak dan kelenjar limfe
suprahyoid (medial dan lateral nodur rouviere)
ruang bahaya (danger space)
Batas anterior alar fascia, posterior prevertebral fascia, lateral prosesus transversus
vertebra, superior basis cranii, dan batas inferior diafragma
ruang prevertebra
Batas anterior : prevertebral fascia, posterior corpus vertebra dan deep neck
muscles, lateral prosesus transversus vertebra, superior basis cranii, dan inferior
coccyx. Kompartemen dari ruang ini adalah jaringan dense areolar dan elenjar
limfe suprahyoid (medial dan lateral nodus Rouviere retrofaring)
8/11/2019 Referat Tht Sally
4/48
4
Ruang suprahioid terdiri dari:
ruang submandibular
Batas-batas anterior mylohyoid dan anterior belly m.digastrikus, posterior ligamen
stylomandibular, lateral platysma dan mandibular, superior mukosa dari dasar
mulut, inferior m.digastrik. Kompartemen ruang ini terbagi menjadi 2 ruang yaitu
ruang sublingual terdiri dari jaringan areolar, n. hypoglossus dan lingual, kelenjar
sublingual, dan Whartons duct, serta ruang submaksila yang terdiri dari kelenjar
submandibular dan kelenjar limfe.
ruang parafaring
Batas anterior raphe pterygomandibular, posterior prevertebral fascia, medial
fascia buccofaringeal, lateral m. pterygoid medial, superior basis cranii, dan
inferior os. Hyoid. Kompartemen dari ruang ini terbagi menjadi 2 yaitu prestyloid
terdiri dari aringan lemak, kelenjar limfe, medial fossa tonsilaris, lateral m.
pterigoid medial, a. maksilaris interna, n. alveolar interna, lingual. Serta
poststyloid terdiri dari a. karotis, v. jugularis interna, dan n. IX, X, XI, XII
ruang mastikor
Batas anterior fascia masseter, posterior ramus mandibula, lateral superficial layer
of deep fascia, superior m. Temporalis. Kompartemen ruang ini buccal fat, a.
maksilaris interna, plexus v. Pterygoideus, n. Mandibular
ruang parotid
ruang peritonsil
Batas-batas lateral m. konstriktor pharyngeal superior, medial kapsul tonsila
palatina, superior anterior pillar tonsil, dan batas inferiornya posterior pillar tonsil
Ruang infrahioid:
ruang pretrakeal
trakea dan esofagus
Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar
di bagian atas dan sempit di bagian bawah mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan
8/11/2019 Referat Tht Sally
5/48
5
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm;
bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring, dan laringofaring(hipofaring). faring meliputi mukosa, palut lender dan otot. 4,5
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis
yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena
fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya berlapis gepeng dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring
dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
2. Palut lendir (mucous blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas,
nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan
arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme yang penting
untuk proteksi.
3. Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal).
Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot-
otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu
satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe
pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafai
oleh n.vagus (n.X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot
ini di sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting
sewaktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafioleh n.X.
8/11/2019 Referat Tht Sally
6/48
6
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari
mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring,
dan m.azigos uvula.
1. M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.
2. M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.
3. M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus
faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
4. M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
5. M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
Faring mendapat darah dari beberapa sumber. Yang utama berasal dari cabang a.karotis
eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna
yakni cabang palatina superior.
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus daring yangekstensif. Plesksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glososfaring
dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring
yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir
ke kelenjar getah bening dalam bawah.
8/11/2019 Referat Tht Sally
7/48
7
Gambar 2. Pembagian faring3
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:3,4
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah verrtebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan beberapa struktur
penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faringyang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus,
dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os.temporalis dan
foramen laserum, dan muara tuba Eustachius.
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya adalah palatum mole, batas bawah
adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikal.Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterio faring,
tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual, dan
foramen sekum.
8/11/2019 Referat Tht Sally
8/48
8
Dinding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat dalam radang akut
atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.
Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan
gangguan n.vagus.
Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis
ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.
Tonsil
Gambar 3. Cincin Waldeyer.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya.Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina, dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring
yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil
bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot farings sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring asendens, dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar
8/11/2019 Referat Tht Sally
9/48
9
lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah
anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila
sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan
secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau
kista duktus tiroglosus.
3. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring,
batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra servikal. Bila laringofaring
diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan
laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah
dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga kantong pil (pills pocket), sebab pada beberapa orang, kadang-
kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadidemikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring dan
laring pada tindakan laringoskopi langsung.
Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian
tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV VI, dimana
pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Lokasi laring dapat ditentukan
dengan inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa
lebih menonjol kedepan dan disebutProminensia Laring atau disebut jugaAdams apple ataujakun.3,4
8/11/2019 Referat Tht Sally
10/48
10
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang
berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago
krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra
cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah
anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi
oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di
sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan
laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan
ligamenta serta akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun.
Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot.3,4
1. KARTILAGOlaring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu :
a. Kartilago mayor, terdiri dari :
Kartilago Tiroidea, 1 buah
Kartilago Krikoidea, 1 buah
Kartilago Aritenoidea, 2 buah
b.
Kartilago minor, terdiri dari :
Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah Merupakan kartilago
fibroelastis, disebut juga kartilago Santorini dan merupakan kartilago kecil
di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika.
Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah Merupakan kartilago
fibroelastis dari Wrisberg dan merupakan kartilago kecil yang terletak di
dalam plika ariepiglotika.
Kartilago Epiglotis, 1 buah
8/11/2019 Referat Tht Sally
11/48
11
Gambar 4.Tulang dan Kartilago Laring tampak Sagital dan posterior
Kartilago Tiroidea
Merupakan suatu kartilago hyalin yang membentuk dinding anterior dan lateral laring,
dan merupakan kartilago yang terbesar. Terdiri dari 2 (dua) sayap (ala tiroidea) berbentuk
seperti perisai yang terbuka dibelakangnya tetapi bersatu di bagian depan dan membentuk
sudut sehingga menonjol ke depan disebut Adams apple. Sudut ini pada pria dewasa kira-
kira 90 derajat dan pada wanita 120 derajat. Diatasnya terdapat lekukan yang disebut thyroid
notch atau incisura tiroidea, dimana di belakang atas membentuk kornu superior yang
dihubungkan dengan os hyoid oleh ligamentum tiroidea lateralis, sedangkan di bagian bawah
membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan permukaan posterolateral dari kartilago
krikoidea dan membentuk artikulasio krikoidea. Dengan adanya artikulasio ini
memungkinkan kartilago tiroidea dapat terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai kartilago
tiroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : pita suara, ventrikel, otot-otot dan ligamenta,
kartilago aritenoidea, kuneiforme serta kornikulata.
Permukaan luar ditutupi perikondrium yang tebal dan terdapat suatu alur yang
berjalan oblik dari bawah kornu superior ke tuberkulum inferior. Alur ini merupakan tempat
perlekatan muskulus sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus dan muskulus
konstriktor faringeus inferior.
Permukaan dalamnya halus tetapi pertengahan antara incisura tiroidea dan tepi bawah
kartilago tiroidea perikondriumnya tipis, merupakan tempat perlekatan tendo komisura
8/11/2019 Referat Tht Sally
12/48
12
anterior. Sedangkan tangkai epiglotis melekat kira-kira 1 cm diatasnya oleh ligamentum
tiroepiglotika. Kartilago ini mengalami osifikasi pada umur 2030 tahun
Kartilago Krikoidea
Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring. Merupakan kartilago
hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring) dengan bagian alsanya terdapat di
belakang. Bagian anterior dan lateralnya relatif lebih sempit daripada bagian posterior.
Kartilago ini berhubungan dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui
membrana krikoidea (konus elastikus) dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah
bawah melekat dengan cincin trakea I melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan
darurat dapat dilakukan tindakan trakeostomi emergensi atau krikotomi atau koniotomi pada
konus elastikus.Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra servikalis VI VII
dan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis IIIIV.
Kartilago Aritenoidea
Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago
berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga
memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini
membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya m.
krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior terdapat prosesus
vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus
elastikus melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus
vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian
membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita suara ini
disebut glotis. Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu
sentralnya tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari
aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan tertutupnya glotis.
Kartilago Epiglotis
Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding anterior
aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh ligamentum
tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara. Sedangkan bagian atas menjulur
di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring sehingga membatasi basis lidah dan laring.
8/11/2019 Referat Tht Sally
13/48
13
Kartilago epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong makanan ke
sebelah menyebelah laring.
2. LIGAMENTUM DAN MEMBRANA
Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu
1. Ligamentum ekstrinsik , terdiri dari :
a. Membran tirohioid
b. Ligamentum tirohioid
c. Ligamentum tiroepiglotis
d. Ligamentum hioepiglotis
e. Ligamentum krikotrakeal
2.
Ligamentum intrinsik, terdiri dari :
a. Membran quadrangularis
b. Ligamentum vestibular
c. Konus elastikus
d. Ligamentum krikotiroid media
e. Ligamentum vokalis
Membrana Tirohioidea
Membrana ini menghubungkan tepi atas kartilago tiroidea dengan tepi atas belakang
os hioidea yang pada bagian medial dan lateralnya mengalami penebalan membentuk
ligamentum tirohioideus lateral dan medial. Membrana ini ditembus oleh a. laringeus
superior cabang interna n. laringeus superior dan pembuluh limfe.
Membrana Krikotiroidea (Konus Elastikus)
Terdapat di bawah mukosa pada permukaan bawah pita suara sejati, berjalan ke atas
dan medial dari lengkungan kartilago krikoid untuk bersambung dengan kedua ligamenta
vokalis yang merupakan jaringan fibroelastis yang berasal dari tepi atas arkus kartilago
krikoid. Di sebelah anterior melekat pada pinggir bawah kartilago tiroid dan menebal
membentuk ligamentuk krikoidea medialis yang juga melekat pada tuberkulum vokalis. Di
sebelah posterior konus menyebar dari kartilago krikoid ke prosesus kartilago aritenoid
(vokalis). Pinggir bebas menebal membentuk ligamentum vokalis
8/11/2019 Referat Tht Sally
14/48
14
Membrana Kuadrangularis
Merupakan bagian atas dari jaringan ikat longgar elastis laring, membentang dari tepi
lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulata, di bagian inferior meluas ke
pita suara palsu. Tepi atasnya membentuk plika ariepiglotika, sedangkan yang lainnya
membentuk dinding diantara laring dan sinus piriformis Morgagni.
Laring tampak dari Coronal section
Gambar 5.laring
3.
OTOT - OTOT
I. Otot-otot ekstrinsikmenghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok
otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Terbagi atas :
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :
- M. Stilohioideus - M. Milohioideus
- M. Geniohioideus - M. Digastrikus
- M. Genioglosus - M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :
- M. Omohioideus
- M. Sternokleidomastoideus
- M. Tirohioideus
Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan penting untuk
proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor faringeus
medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea. Otot-
otot ini penting pada proses deglutisi.
8/11/2019 Referat Tht Sally
15/48
15
II.Otot-otot intrinsik
Menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya. Berfungsi menggerakkan
struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas. Otot-
otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang serabutnya
berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses pembentukkan suara, proses
menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu
di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara. Yang termasuk dalam
kelompok otot intrinsik adalah :
1. Otot-otot adduktor :Berfungsi untuk menutup pita suara
Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik
M. Krikotiroideus
M. Krikotiroideus lateral
2. Otot-otot abduktor :Berfungsi untuk membuka pita suara.
M. Krikoaritenoideus posterior
3. Otot-otot tensor :
Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis
Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus
Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m.
tensor internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara
melengkung ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.
4. PERSENDIAN
Artikulasio Krikotiroidea
Merupakan sendi antara kornu inferior kartilago tiroidea dengan bagian posterior
kartilago krikoidea. Sendi ini diperkuat oleh 3 (tiga) ligamenta, yaitu : ligamentum
krikotiroidea anterior, posterior, dan inferior. Sendi ini berfungsi untuk pergerakan rotasi
pada bidang tiroidea, oleh karena itu kerusakan atau fiksasi sendi ini akan mengurangi
efek m. krikotiroidea yaitu untuk menegangkan pita suara.
Artikulasio Krikoaritenoidea.
Merupakan persendian antara fasies artikulasio krikoaritenoidea dengan tepi
posterior cincin krikoidea. Letaknya di sebelah kraniomedial artikulasio krikotiroidea dan
mempunyai fasies artikulasio yang mirip dengan kulit silinder, yang sumbunya mengarah
dari mediokraniodorsal ke laterokaudoventral serta menyebabkan gerakan menggeser
8/11/2019 Referat Tht Sally
16/48
16
yang sama arahnya dengan sumbu tersebut. Pergerakan sendi tersebut penting dalam
perubahan suara dari nada rendah menjadi nada tinggi
5. ANATOMI LARING BAGIAN DALAM
Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
Supraglotis (vestibulum superior), yaitu ruangan diantara permukaan atas pita
suara palsu dan inlet laring.
Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan
pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.
Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi
bawah kartilago krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring :
Aditus Laringeus : Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh
epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata
dan tepi atas m. aritenoideus.
Rima Vestibuli : Merupakan celah antara pita suara palsu
Rima glottis : Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea
Vallecula : Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral
Plika Ariepiglotika : Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan
dari kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
Sinus Pyriformis (Hipofaring) : Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan
dalam kartilago tiroidea.
Incisura Interaritenoidea : Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum
kanan dan kiri.
Vestibulum Laring : Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana
kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea
dan m.interaritenoidea.
Plika Ventrikularis (pita suara palsu) : Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-
sama dengan kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa,
merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di
tengahnya.
Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
8/11/2019 Referat Tht Sally
17/48
17
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel
terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan
permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan
beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati,
disebut appendiks atausakulus ventrikel laring.
Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh ligamentum
vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan dua per lima belakang
dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut
intercartilagenous portion.
6. PERSARAFAN Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus
Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.
1. Nn. Laringeus Superior
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke
depan dan medial di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian
akan bercabang dua, yaitu :
Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di
atas pita suara sejati.
Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m.
Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren).
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring
tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri
mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga
mudah terganggu.
Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal A. subklavia dan
berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,
selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio
krikotiroidea dan memberikan persarafan :
Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas
trakea
8/11/2019 Referat Tht Sally
18/48
18
Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M.
Krikotiroidea
7.
VASKULARISASIPerdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A. Laringeus
Superior dan Inferior.
Arteri Laringeus Superior
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana
tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.
Arteri Laringeus Inferior
Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area
Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor Faringeus
Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan
memperdarahi otot-otot dan mukosa laring.
Darah vena dialirkan melalui V. Laringeus Superior dan Inferior ke V. Tiroidea
Superior dan Inferior yang kemudian akan bermuara ke V. Jugularis Interna.
8. SISTEM LIMFATIK
Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu :
Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical
superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.
Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea,
middle jugular node, dan inferior jugular node.
Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem
limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase
karsinoma laring dan menentukan terapinya.
8/11/2019 Referat Tht Sally
19/48
19
BAB III
INFEKSI RONGGA LEHER
I. FARINGITIS
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, dan toksin.4,5
Virus dan bakteri melakukan invasi ke mukosa faring secara langsung dan
menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Virus lainnya , seperti rhinovirus dan coronavirus ,
dapat menyebabkan iritasi mukosa faring selain dapat juga memicu secresi dari secret
hidung.
Infeksi bakteri group A Streptokokus beta hemolitikus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat, karena nbakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang
dappat menimbulkan demam reumatik. Kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.4
Gambar 6. Faringitis
a. Faringitis akut
i. Faringitis viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis.
Gejala dan tanda
Terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
coxschievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Coxsachievirus dan herpesvirus dapat
menimbulkan lesi vesicular oropharyngeal. Concomitant vesicel pada tangan
8/11/2019 Referat Tht Sally
20/48
20
dan kaki juga berhubungan dengan coxsackievirus (hand-foot-and-mouth
disease).
Epsteiin Barr Virus (EBV) meneyebabkan faringitis yang disertai
produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa diseluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis juga dapat disebabkan oleh HIV-1 menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan faring
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak
lemah.
Penatalaksanaan
Umumnya penyakit iniself-limiting diseasesehingga cukup dengan Istirahat
dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu
dan tablet isap. Anti virus metisoprinol diberikan infeksi herpes simpleks
dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada
orang dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam
4-6 kali pemberian/hari.
ii. Faringitis bacterial
Infeksi grup A Streptococcus beta hemoliticusmerupakan penyebab faringitis akutpada orang dewasa 15% dan pada anak 30%. Selain itu dapat disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia,Hemophilus influenza.
Manifestasi klinis
Nyeri tenggorokan, nyeri menelan, nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang
disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada
pemeriksaan tonsil tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior
membengkak, kenyal, nyeri pada penekanan.
Diagnosis
Anamnesis meliputi gejala dan tanda, pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan laboratorium darah dan baku emasnya adalah pemeriksaan
kultur apusan tenggorok, dapat juga dilakukan rapid antigen detection test
8/11/2019 Referat Tht Sally
21/48
21
untuk mendeteksi antigen Streptokokus grup A. mempunyai spesifisitas
tinggi, sensitifitas rendah.
Terapi
antibiotik, berupa penicillin G banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal,
atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/ hari selama 10 hari dan
pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisisn 4x500mg/hari.
Dapat juga diberikan kortikosteroid sebagai antiinflamasi yaitu
deksamethason 8-16 mg, IM 1 kali, pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, IM 1
kali.
iii. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh pada mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan
tanda adalah keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan
jamur ini dilakukan dalam agar saboraud dekstrosa. Terapi yang diberikan adalah
nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan pemberian analgetika.
iv. Faringitis gonorea
Hanya dapat ditemukan pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
Terapi yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ke-3. Ceftriakson 250 mg,IM.
b. Faringitis kronik
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik
atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkolhol, inhalasi uap yang merangsang
mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah
pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
i. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi.
Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala
yang muncul biasanya adalah tenggorokan menjadi kering dan gatal dan akhirnya
batuk beriak. Terapi yang dapat diberikan adalah dengan terapi lokal menggunakan
8/11/2019 Referat Tht Sally
22/48
22
kaustil faring dengan menggunakan zat kimia larutan nitras argenti atau dengan
listrik (electrocauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau tablet isap.
ii. Faringitis kronik atropi
Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara
pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda yang sering muncul adalah
tenggorok terasa kering, tebal, serta bau mulut. Pada pemeriksaan tampak mukosa
faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kkronik atropi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
c. Faringitis spesifik
i. Faringitis Luetika
Treponema palidum dapat menyebabkan infeksi di daerah faring. Dibagi
dalam 3 stadium, yaitu pada stadium primer, pada lidah, palatum mole, tonsil dan
posterior faring berbentuk keputihan. Bila infeksi terus menerus maka akan timbul
ulkus didaerah faring seperti ulkus genitalia yang tidak nyeri. Pada stadium
sekunder terdapat eritema pada dinding faring yang menjlar ke arah laring. Pada
stadium tertier terdapat guma,pada tonsil dan palatum. Guma pada dinding
posterior dapat menyebar ke vertebra servikal dan dapat menyebabkan kematian.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan serologis.
ii. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari TB paru. Cara infeksi eksogen, yaitu kontak
dengan septum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Infeksi
endogen yaitu dengan penyebaran melalui darah pada TB miliaris. Bila infeksi
timbul secara hematogen, maka lesi timbul pada kedua sisi dan sering ditemukan
pada posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum
mole, dan palatum durum.
Gejala keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien
mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri telinga, dan pembesaran KGB servikal.
Diagnosa diteakkan dengan pemeriksaan BTA, foto thoraks dan biopsi jaringan
terinfeksi. Terapi sesuai dengan terapi untukTB paru.5
8/11/2019 Referat Tht Sally
23/48
23
II. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. 4,5,6
a. Tonsilitis Akut
i. Tonsilitis viral
Gejala yang timbul lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorokan.
Penyebab tersering adalah epstein barr virus. Haemofilus influenzae merupakan
penyebab tonsilitis supuratif. pada infeksi virus coxschakie pada rongga mulut
akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakab
pasien. Terapi cukup dengan istirahat, minum cukup, analgetik, dan anti virus
diberikan jika gejala berat.
ii. Tonsilitis bacterial
Dapat disebabkan streptokokus A beta hemolitikus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumokokus. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel tonsil akan
menyebabkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang
terlepas. Tampak sebagai kriptus yang mengisi celah tonsil dan berupa bercak
kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan bercak detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis, jika detritus menjadi satu dikenal sebagai tonsilitis lakunaris. Bercak
detritus ini juga dapat melebar dan membentuk pseudomembran.
Manifestasi klinis
Masa inkubasi selama 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering adalah nyeri
tenggorok, nyeri menelan, demam, rasa letih, lesu, nyeri di sendi-sendi,
otalgia. Otalgia disebabkan adanya nyeri alih. pada pemeriksaan tampak
tonsil hiperemis, membengkak, terdapat detritus folikel, lekukan atau
tertutup membran semu.
Diagnosis
Didasarkan atas hasil anamnesis, pemeriksaan fisik meliputi gejala dan
tanda, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah
dan dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari
sedianapus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam
8/11/2019 Referat Tht Sally
24/48
24
kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus
haemolitikus, Streptokokus viridians, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
Terapi
antibiotik spektrum luas, yaitu penisilin, eritromisin dianggap masih
merupakan obat pilihan diberikan selama 5-10 hari, antipiretik dapat
diberikan untuk meredakan demam dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.
Komplikasi
pada anak dapat menimbulkan OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses
parafaring, bronkitis, miokarditis, serta septikemia akibat infeksi v. jugularis
interna (sindroma lemierre). Hipertropi tonsil mnyebabakan pasien bernapas
melalui mulut, tidur mendengkur, dan gangguan tidur akibat sleep apneu.
Gambar 7. Perbedaan Tonsilitis Bakterial dan Virus
b. Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan
angina plaut vincent, penyakit kelainan darah(leukemia akut, anemia pernisiosa,
neutropenia maligan, serta infeksi mono-nukleusis), proses spesifik lues dan TB, infeksi
jamur monioliasis, aktinomikosis, dan blastomikosis, infeksi virus morbili, pertusis, dan
skarlatina.
i. Tonsilitis difteri
Sering ditemukan pada anak usia kurang dari 10 tahun, frekuensi tertinggi pada usia
2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
Manifestasi klinis
Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, anoreksia, badan lemah, nadi lambat.
8/11/2019 Referat Tht Sally
25/48
8/11/2019 Referat Tht Sally
26/48
26
Terapi
Antibiotika spectrum luas seperti golongan penisilin selama 1 minggu, obat
kumur sodium perborat.
iii. Penyakit kelainan darah
1. Leukemia akut
Gejala pertama sering dijumpai lesi oral, pembesaran tonsil dengan lesi ulseratifa
tertutup membrane semu namun tidak tampak hiperemis, nyeri hebat ditenggorokan,
ptekie dalam rongga mulut,dan perdarahan berkaitan dengan daerah ini. Ulserasi
gingiva dapat terjadi, demam ringan, adenopati servikal. Diagnosis positif
memerlukan aspirasi sumsum tulang dan pemeriksaan darah perifer.4
2. Angina agranulositosis
Penyebabnya adalah keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa, dan arsen.
Pada pemeriksaan didapatkan ulkus dimukosa mulut dan faring serta sekitar ulkus
tampak gejala radang. Ulkus ini juga terdapat di saluran cerna.5
3. Infeksi mononucleosis
Infeksi mononucleosis adalah penyakit infeksi akut yang ditandai oleh demam,
malaise, somnolen, pembesaran limfonodus, dan sediaan apus darah tepi
menunjukan limfositosis dengan gambaran limfosit abnormal.
Penyebab perantara yang dipikirkan pada penyakit ini adalah virus, yang
paling mungkin adalahEpstein-Barratau cytomegalovirus.
Gejala dan tanda klinis penyakit ini terjadi tonsilofaringitis ulsero
membranosa bilateral sehingga menimbulkan nyer ditenggorokan, menggigil,
malaise, mudah merasa lelah, terdapat membrane semu yang menutupi ulkus yang
mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa
servikal, aksila, dan inguinal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran darah khas yaitu terdapat
leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Pemeriksaan biakan tenggorokan
sebaiknya dilakukan karena kemungkinan adanya bersamaan dengan infeksi bakteri
sepertistreptococcus beta hemoliticus.
Terapi pada penyakit ini bersifat simptomatik jika terdapat gejala peradangan
yang berat dapat diberikan kortikosteroid oral seperti prednisone untuk mengurangi
proses peradangan sekunder. Pasien sebaiknya beristirahat dan mengurangi
aktivitasnya selama fase akut.4,5,6
8/11/2019 Referat Tht Sally
27/48
27
c. Tonsilitis kronis
Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatine lebih dari 3 bulan, setelah
serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya perubahan
histologi pada tonsil, dan terdapat jaringan fibrotic yang menyelimuti mikroabses dan
dikelilingi oleh zona sel-sel radang.2Mikroabses pada tonsillitis kronik menyebabkan
tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung
dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana
kuman atau produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan
dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan
fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.
Tonsilitis kronik yang mungkin terjadi pada anak disebabkan oleh karena sering
menderita ISPA atau karena tronsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau
dibiarkan saja. Tonsillitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada
tonsillitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. 4Beberapa factor
predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 4
1. Rangsangan kronis (rokok, makanana)
2.
Hygiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari allergen)
5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
6. Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat
Patofisiologi
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk di situ akan dihancurkan oleh
makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena
infeksi akibat dari penjagaan hygiene mulut yang tidak memadai serta adanya factor-
faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-
kumansemuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan
peradangan tonsil yang kronis. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari
tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi.
8/11/2019 Referat Tht Sally
28/48
28
Proses peradangan di mulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses
radang berulang, makan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhanjaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara krinis kripta ini akan tampak
diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri
yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini
meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan
sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada keadaan imun yang menurun. 4
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsillitis
akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelen atau ada sesuatu yang mengganjal di
kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.4,5
Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di
garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang
hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian
atas yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang
atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru
tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lida. Kelenjar leher dapat membesar tetapi
tidak terdapat nyeri tekan.4,5
Ukuran tonsil pada tonsillitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4 Cody & Thane (1993)
membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula
T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai 1/2jarak
pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih.
8/11/2019 Referat Tht Sally
29/48
29
Gambar 8. Grading tonsil
Diagnosis
Anamnesa merupakan hal yang sangat penting karena hamper 50% diagnose dapat
ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit
pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di
tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan
nyeri pada leher.
Pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi
oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang sering
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan
jumlah kecil secret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas)
kuman dari sedianapus tonsil. Biarkan swab sering menghasilkan beberapa macam
kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus,
Streptokokus viridians, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
Diagnosis banding
Terdapat beberapa diagnose banding dari tonsillitis kronis adalah sebagai berikut :
1,2,3
1.
Tonsilitis Membranosa
a.Tonsillitis Difteri
8/11/2019 Referat Tht Sally
30/48
30
b.Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
c.Mononucleosis Infeksiosa
2. Penyakit kronik faring granulomatous
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di
tenggorokan, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, skunder atau tersier.
Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang sembuh disertai
pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi
palatum mole dan pilar tonsil
c. Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyebuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya
jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan
ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar jaringan granulasi yang
lunak.
Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan
nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnose pasti
berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan
biopsy jaringan.
Terapi
Medikamentosa
Tonsillitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat
kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang
timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus
perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cephalosporin, makrolid, klindamicin,
atai injeksi secara intramuscular penisilin benzatin antibiotic tambahan mungkin
akan berguna.4,5,6
8/11/2019 Referat Tht Sally
31/48
31
Operatif
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa
pasien dengan tonsilaris kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila
palatine dari fossa tonsilaris Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai
masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca
tonsilektomi, maupun infeksi.5
Indikasi Tonsilektomi
Menurut Americn Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-
HNS) (1995), Indikator klinis untuk prosedur surgical adalah seperti berikut:
I ndikasi Absolut
Pembengkakakn tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsillitis yang membutuhkan biopsy untuk menetukan patologi anatomi
I ndikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotic
adekuat
Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotic beta-laktamase resisten
Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan
apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai
kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran napas merupakan indikasi
absolute untuk tonsilektomi.
Obstruksi nasofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan terjadinya
gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery.
8/11/2019 Referat Tht Sally
32/48
32
III. LARINGITIS
a. Laringitis akut
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus
influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus.
Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
Epidemiologi
Laringitis akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5 tahun),
namun tidak jarang dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada orang
dewasa atau orang tua.
Manifestasi klinis
Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, serta gejala lokal
seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali, nyeri ketika menelan atau
berbicara, serta gejala sumbatan laring, selain itu biasanya terdapat pula batuk.
Pemeriksaan fisik
Tampak mukosa laring hiperemis, membengkak terutama diatas dan bawah pita
suara.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema
terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak
memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan
usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kumanpenyebab.
Terapi
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghindari iritasi pada faring
dan laring misalnya merokok, makanan pedas, dan minum es. Medikamentosa
dapat diberikan ntibiotik jika penyebabnya infeksi bakteri dan trakeostomi apabila
ada sumabtan laring.
8/11/2019 Referat Tht Sally
33/48
33
b. Laringitis kronik
Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang
terjadi dalam jangka waktu lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh
penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi laryngitis
kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik (laryngitis tuberkulosa dan laryngitis
luetika).
Penyebab dari laryngitis kronik sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru. Penyebab
tersering pada orang dewasa antara lain yaitu
1.
Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan
peradangan dan penebalan pita suara
2. Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD); GERD adalah suatu kelainan
dimana asam lambung naik kembali melalui esophagus dan tenggorokan,
sehingga dapat menyebabkan iritasi pada laring.
4. Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak
pekerja-pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada pekerjapabrik pupuk, pestisida.
5. Penggunaan suara yang berlebih.
Manifestasi klinis
Suara parau (disfoni), rasa tersangkut di tenggorok, panas dan tertekan di daerah
laring, nyeri menelan
Pemeriksaan fisik
Tampak mukosa menebal, permukaannya tak rata dan hiperemis. Bila terdapat
daerah yang menyerupai tumor maka dapat dilakukan biopsi.
Terapi
Mengobati fokus infeksi yang kemungkinan menjadi penyebab laringitis kronis
seperti peradangan di hidung, faring, serta bronkus. Pasien diminta untuk tidak
banyak berbicara (vocal rest).
8/11/2019 Referat Tht Sally
34/48
34
i. Laringitis kronis spesifik
1. Laringitis tuberculosa
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali
setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang
sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga
bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.
Patogenesis
Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang
mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe.
Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di
fossa inter aritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis,
epiglotis, serta subglotik.4,8
Manifestasi klinis
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu :
1. Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring
tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan
bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena
sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini
pasien dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan
tertekan di daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.
2. Stadium ulcesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi
membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta
dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.
3. Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago
laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan
epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga
terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk
sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum
8/11/2019 Referat Tht Sally
35/48
35
sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka
proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.
Gejala klinis bergantung dari stadiumnya disamping itu terdapat gejala rasa
kering, panas dan tertekan didaerah laring, suara parau berlangsung berminggu-
minggu sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afoni, hemoptysis, nyeri
waktu menelan yang hebat, dan keadaan umum yang buruk.
Pemeriksaan fisik dan penunjang
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan
laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun
pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi
anatomi serta pada pemeriksaan radiologic terdapat proses aktif(biasanya
pada stadium eksudatif atau pembentukan kaverne).3,8
Terapi
pemberian obat antituberkulosis primer dan sekunder. Selain itu pasien juga
harus mengistirahatkan suaranya.
2. Laringitis luetika
Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai pada
bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama
sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema
yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat
terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya
guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan
fibrosis.
Manifestasi klinis
suara parau dan batuk yang kronis. Disfagia timbul bila gumma terdapat
dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak merasakan nyeri,
mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.
8/11/2019 Referat Tht Sally
36/48
36
Pemeriksaan fisik
bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam, bertepi dengan
dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang
berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar
sangat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
laringoskopi, dan tes serologi serta biopsi.
Terapi
pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi, pengengkatan
sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan
trakeostomi dan operasi rekonstruksi.
Prognosis
pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah, karena
menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen
1. ABSES LEHER DALAM
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai
akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang terlibat. Gejala dan tanda
klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan
salah satu dari Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses
retrofaring, abses parafaring, abses submanidibula dan angina ludovici (Ludwig
Angina).4,5,6
a.Abses peritonsil
Definisi
Abses peritonsil merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang
terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai
hasil dari suppurative tonsillitis. Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran
organisme bakteri penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang
longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah
menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.
8/11/2019 Referat Tht Sally
37/48
37
Epidemiologi
Abses peritonsil paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak
jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi
bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi
ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti
menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan
antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk
berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang
berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000
kasus setiap tahun.8
Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan
lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda. dapat ditemukan
kuman aerob dan anaerob.
Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus
aureus, danHaemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan
adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan
Peptostreptococcus spp.
Patologi
Patofisiologi abses peritonsil belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang
paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif
pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang
sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,
oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga
dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak
8/11/2019 Referat Tht Sally
38/48
38
dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,
uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses
dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.
Manifestasi klinis
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara
sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher
(limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan
peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation).
Pemeriksaan fisik
Kadang sukar memeriksa seluruh faring dikarenakan trismus. Palatum mole
tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
membengkak dan dapat terdorong kesisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah.
Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang prosedur diagnosis
dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration). Tempat aspiration dibius /
dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran
1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang
bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk
dibiakkan.
8/11/2019 Referat Tht Sally
39/48
39
Gambar 9. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).
Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), kultur darah (blood cultures).
2.
Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan
tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif,
penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function
tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.
3. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk identifikasi
organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan
antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi
antibiotik.
4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views)
dari nasopharyng dan oropharyng dapat membantu dokter dalam
menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.
5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan
hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan
peripheral rim enhancement.
6.
Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography. Komplikasi
1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.
2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan
mediastinitis.
3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus
sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.
Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTA
diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression
penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.
Diagnosis banding
Infiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring, abses parafaring, aneurisma arteri
karotis interna, infeksi mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi,
dan adenitis tonsil.
8/11/2019 Referat Tht Sally
40/48
40
Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga
perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik
yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-
4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500
mg.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Intraoral incision dan
drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan
dilipatan supratonsillar. Drainase yang sukses menyebabkan perbaikan segera
gejala-gejala pasien.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal
di ganglion sfenopalatum.
Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila
tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a
tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut
tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses
peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh.
Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan
Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous
dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan
mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan
(throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya
diberi antibiotik parenteral.
Prognosis
Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.
Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat jeringan fibrosa dan
granulasi pada saat operasi.
8/11/2019 Referat Tht Sally
41/48
41
b. Abses parafaring4,5,6
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara : 1) Langsung, yaitu akibat
tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi
karena ujung jarum suntik yamg telah terkomtaminasi kuman menembus lapisa otot
tipis (m. Konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa
tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring,
hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi
untuk terjadinya abses ruang parafaring. 3) Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil,
retrofaring atau submandibula.
Manifestasi klinis
Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar
angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring,
sehingga menonjol ke arah medial.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila
meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan
lunak AP atau CT scan.
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan
peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai
mediastinum.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila
pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul
tromboflebitis dan septikemia.
Terapi
Untuk terapi diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman
aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan
dengan antibiotika dalam 28-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis melalui
insisi dari luar dan intra oral.
8/11/2019 Referat Tht Sally
42/48
8/11/2019 Referat Tht Sally
43/48
8/11/2019 Referat Tht Sally
44/48
44
Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila
dibandingkan pada anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk
benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya
riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai adalah :
1. demam
2. sukar dan nyeri menelan
3. rasa sakit di leher ( neck pain )
4. keterbatasan gerak leher
5. dyspnea
Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai
terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian atas
atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen
jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang
retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih
dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga
dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal.
Diagnosis banding
1. Adenoiditis
2. Tumor
3. Abses peritonsil
4. Abses parafaring
Terapi
Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :
-posisi pasiensupine dengan leher ekstensi
- pemberian O2
- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasifiber optic
- trakeostomi / krikotirotomi
1. Medikamentosa
a. Antibiotik ( parenteral )
Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa
menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup
8/11/2019 Referat Tht Sally
45/48
45
terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif. Dahulu
diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama,
tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan Blaktamase
kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah
clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan
sefalosporin generasi kedua (seperti cefuroxime) atau betalactamaseresistant
penicillin seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin /
sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10
hari.
b. Simptomatis
c. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan
cairan elektrolit
d. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.
2. Operatif :
a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.
Pasien diletakkan pada posisi Trendelenburg, dimana leher dalam keadaan
hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada
daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera
diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar
dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.
Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterior atau posterior :
untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior
dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat
krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis
dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus.
Dilakukan insisi batas anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan
klem arteri bengkok, m.sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke
arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus
dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain
(Penrose drain ). Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas
posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari
8/11/2019 Referat Tht Sally
46/48
46
abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses
dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah (1) penjalaran ke ruang parafaring, ruang
vaskuler visera, (2) mediastinitis, (3) obstruksi jalan napas sampai asfiksia, (4) bila
pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
Prognosis
Pada umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik apabila
didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga komplikasi
tidak terjadi.
d. Abses submandibular
Definisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah submandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu
komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi,dasar mulut, faring, kelanjar limfe submandibula.
Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Kuman penyebab
biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
Manifestasi klinis
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan
atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.
Diagnosis banding
1. angina ludovici
2. submandibular limfadenopati
3. sialolithiasis
Terapi
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Sefalosporin 3-4 kali 250-500mg, metronidazole 3-4x 250-500mg. obat-
obatan simptomatis seperti analgetik antipiretik untuk meredakan nyeri dan
demam. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan
8/11/2019 Referat Tht Sally
47/48
47
luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap 1-2 hari gejala dan tanda
infeksi reda.
e. Angina ludovici4,7
Definisi
Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda
khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses,
sehingga keras pada perabaan submandibula.
Etiologi
Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan
anaerob.
Manifestasi klinis
Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah
submandibula yang btampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan
sesak napas, karena sumbatan jalan napas.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi,
gejala dan tanda klinik. Pada Pseudo Angina Ludovici dapat terjadi fluktuasi.
Terapi
Sebagai terapi dapat diberikan antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan
anaerob, dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang
dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus
(pada angina Ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan
di garis tengah secara horizontal setinggi os hioid (3-4 jari di bawah mandibula).
Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi) untuk mencegah
kekambuhan.Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi ialah : (1) sumbatan jalan napas, (2) penjalaran
abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, dan (3) sepsis.
8/11/2019 Referat Tht Sally
48/48
DAFTAR PUSTAKA
1. Berger TJ, Shahidi H. Retropharyngeal Abscess. Emedicine Journal. 2001:2:8.
Available at: http://www.author.emedicine.com/PED/topic2682.html. Accessed on
Sept 2014
2. Pracy.R, Siegier.J, Stell.P.M.Pelajaran Ringkasan Telinga, Hidung, & Tenggorokan.
Cetakan ke-3. Jakarta : PT.Gramedia Indonesia. 1989. pg: 114-125.
3. Snell, S Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. EGC:Jakarta.2002.
4. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler.P.A. Boies Fundamentals Of Otolaryngology a
Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th Edition.Philadelphia : WB Sunders
Company.1989. pg: 340-55.
5. Soepardi.E.A, et all.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
& Leher.Edisi Ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Pg:
212-225.
6. Cody DT, Kern EB, Pearson BW, et al. Samsudin S, Andrianto P, editors. Disease of
the ear nose and throath. 5thed. Jakarta:EGC.1991.310-42
7. Feenstra.L, Van den Broek.P. Buku Saku Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,&
Tenggorokan. Edisi 12. Jakarta : EGC Indonesia. 2010.