37
REFERAT STRATEGI TERAPI DAN PEMANTAUAN HEPATITIS B Pembimbing : dr. Pujo Hendriyanto Sp.PD Disusun oleh : KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSUD KOTA SEMARANG PERIODE 24 NOVEMBER 2014– 31 JANUARI 2015 i Selva Awandari - 406138017

Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

terapi hepatitis B

Citation preview

Page 1: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

REFERAT

STRATEGI TERAPI DAN

PEMANTAUAN HEPATITIS B

Pembimbing :dr. Pujo Hendriyanto Sp.PD

Disusun oleh :

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSUD

KOTA SEMARANGPERIODE 24 NOVEMBER 2014– 31 JANUARI 2015

i

Selva Awandari - 406138017

Page 2: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “strategi

terapi dan pemantauan Hepatitis B“ guna memenuhi salah satu persyaratan dalam

menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Tarumanagara di RSUD Kota Semarang.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak

– pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini, yaitu :

1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.

2. dr. Sis Eka Tjahjana, selaku ketua diklat RSUD Kota Semarang.

3. dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam dan

pembimbing kepaniteraan Klnik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.

4. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit

Dalam RSUD kota Semarang.

5. dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.

6. Residen dan Rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit

Dalam RSUD Kota Semarang.

Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi

lebih baik. Penulis juga memohon maaf yang sebesar – besarnya apabila banyak terdapat

kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, penulis berharap semoga referat

ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan kepada Pembaca pada umumnya.

Semarang,Januari 2015

Penulis

ii

Page 3: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Selva Awandari

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Tarumanagara

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam

Periode Kepaniteraan Klinik : 24 November 2014 – 31 Januari 2015

Judul Referat : Strategi dan pemantauan Hepatitis B

Diajukan : Januari 2015

Pembimbing : dr. Pudjo Hendryanto, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan tanggal :

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam Pembimbing,

RSUD Kota Semarang

(dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD) (dr.Pudjo Hendriyanto, Sp.PD)

iii

Page 4: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB 1 LATAR BELAKANG........................................................................1

BAB 2 PENDAHULUAN HEPATITIS B......................................................2

BAB 3 TERAPI HEPATITIS B.....................................................................7

BAB 4 PEMANTAUAN TERAPI..................................................................19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

iv

Page 5: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia

dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus

diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B

dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis

hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi

virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik

ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis

dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi

kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun

belum berkembang secara sempurna.(Siregar, 2003)

Penyakit Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular yang

berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB)

yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau

menahun. Walaupun terdapat 7 macam virus Hepatitis yaitu A, B, C, D, E,

F dan G, hanya Hepatitis B dan C yang berbahaya karena dapat menjadi

kronis dan akhirnya menjadi kanker hati. (Suprayitno, dkk, 2006)

Yang di golongkan sebagai hepatitis B kronis adalah hepatitis yang

perjalanan penyakitnya tidak menyembuh secra klinis atau labortorium

atau pada gambaran patologi anatomi selama lebih dari 6 bulan. (hadi,

2002)

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,

patofisologi, cara penularan, gambaran klinis, prognosis dan terapi dari

hepatitis B virus, diharapkan dapat mencegah komplikasi yang mungkin

terjadi.

BAB II

1

Page 6: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etiologi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus

Hepatitis B" (VHB), suatu virus DNA bercangkang ganda yang memiliki

ukuran 42 nm, anggota famili Hepadnavirus dengan masa inkubasi 26 –

160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.( Harnawatiaj, 2008)

Inti HBV mengandung dsDNA partial (3.2 kb) dan : protein

polymerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase, antigen hepatitis

B core (HbcAg) merupakan protein structural, antigen hepatitis B e

(HBeAg) protein non structural yang berkolerasi secara tidak sempurna

dengan replikasi aktif HBV.

Selubung lipoprotein HBV mengandung : antigen permukaan

hepatitis B (HbsAg) dan tiga selubung protein utama,besar dan menengah.

B. Patologi

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B.

Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik

dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam

sitoplasmasel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,

sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan

menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar

dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi;

pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan hati untuk

membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan

virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya

kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik

penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau

minimal maka terjadi keadaan karier sehat. (Siregar, 2003)

2

Page 7: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

C. Penularan

HBV dapat menular secara parenteral, perinatal, dan hubungan

seksual. HBV dapat menular melalui transfusi atau darah yang terinfeksi

atau produk darah, transpalantasi organ dari donor yang terinfeksi, dan

penggunaan bersama jarum suntik pada pecandu obat-obat terlarang.

Trauma jarum suntik pada petugas kesehatan merupakan faktor risiko

untuk terinfeksi. Insidensi infeksi HBV pada petugas kesehatan melalui

jarum suntik mendekati 10%. (Buggs, 2004)

D. Tanda dan Gejala

1. Heaptitis B akut

-Fase pre ikterik: (1-2minggu sebelum fase ikterik) :gejala

konstitusional seperti anoreksia, mual, muntah, malaise, keletihan,

sakit kepala,fotofobia, faringitis,bisa disertai demam tidak terlalu

tinggi

-fase ikterik : gejala prodormal berkurang namun ditemukan sclera

ikterik dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik bisa

ditemukan hepatomegali disertai nyeri kuadran kanan atas abdomen,

dan dapat ditemukan splenomegali

-fase perbaikan : gejala konstitusional menghilang, namun masih

ditemukan hepatomegali dan abnormalitas pemeriksaan kimia hati

2. Heaptitis B kronis (konvalesens)

Manifestasi gambaran klinis yang sangat bervariasi mulai dari

asimptomatis, gejala hepatitis akut, hingga tanda gejala sirosis dan

gagal hati

Diagnosis

3

Page 8: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

1. Infeksi hepatitis B akut : diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis ,

pemeriksaan fisik, dan temuan serologis HBsAg(+) dan igM anti HBc

(+)

2. Infeksi hepatitis B kronis

-kriteria hepatitis B kronis

a. Hbs Ag seropositif >6bulan

b. Serum DNA VHB >20.000 IU/mL namun ditemukan nilai

lebih

rendah 2000-20.000 Iu/mL ditemukan pada kasus HBeAg (-)

c. Peningkatan ALT yang persisten maupun intermitten

d. Biposi Hati yang menunjukan hepatitis kronis dengan derajat

nekroinflamasi sedang-berat

-kriteria pengidap inaktif

a. HbsAg seropositif >6 bulan

b. HBeAg (-) dan anti Hbe (+)

c. Serum ALT dalam batas normal

d. DNA VHB <2000 -20.000 IU/mL

e. Biopsi hati yang tidak menunjukan inflamasi yang dominan

-kriteria resolved hepatitis infection

a. Riwayat infeksi hepatitis B atau adanya anti HBc dalam darah

b. HBsAg

c. Kadar DNA-VHB dal;am serum yang tidak terdeteksi

d.Kadar ALT serum dalam batas normal

4

Page 9: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

E. Pemeriksaan penujang

1. Serologi hepatitis B

2. Biokimia hati : ALT, AST, GGT(gamma glutamyl transpeptidase),

alkalin fosfatase,albumin, globulin,pemeriksaan darah perifer lengkap

dan waktu protrombin

3. USG dan Biopsi Hati untuk melihat derajat nekroinflamasi dan fibrosis

pada kasus infeksi kronis dan sirosis

4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain bila diperlukan

termasuk koinfeksi hepatitis C dan atau HIV

Penanda serologis hepatitis B

HbsAg Anti HBs Anti HBc HBeAg Anti-HBe DNA

VHB

Hepatitis

akut

+ _ igM + _ +

Periode

jendela

_ _ igM (+) atau

(-)

(+) atau

(-)

+

Riwayat

hepatitis

B

sembuh

_ + igG _ (+) atau

(-)

_

Imunisasi _ + _ _ _ _

Hepatitis

kronis

HBeAg

(+)

+ _ igG + _ +

Hepatitis

kronis

HBeAg

(-)

+ _ igG _ + (+) atau

(-)

5

Page 10: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

Hepatitis akut:

Level ALT dan AST yang meningkat (1000-2000 IU/ml). Nilai

yang lebih tinggi ditemukan pada pasien hepatitis dengan ikterik.

Biasanya ALT lebih tinggi daripada AST.

Terdapat peningkatan level Alkaline phosphatase, tetapi biasanya

tidak lebih dari 3 kali batas atas normal.

Level albumin dapat mengalami sedikit penurunan, dan level

serum iron dapat mengalami peningkatan. Pada periode preicteric

sering ditemukan leukopenia, limfositosis, dan peningkatan LED.

Beberapa penanda serologi adalah didapatkannya HBsAg dan

HBeAg pada permulaan yang diikuti dengan HBc Ab(IgM).

Pada pasien yang membaik ditemukan serokonversi HBsAb dan

HBeAb serta IgG HBcAb. Pasien dengan HBsAg yang menetap

lebih dari 6 bulan berkembang menjadi hepatitis kronik.

Hepatitis Kronik inaktif:

Level AST dan ALT normal, dan penanda infectivitas (HBeAg

Dan HBV DNA) negatif.

Pada serum dapat ditemukan HBsAG, IgG HBcAb, dan HBeAb.

Hepatitis Kronik aktif:

Ditemukan peningkatan aminotransferase (≤5 kali batas atas

normal). Level ALT > AST. Peningkatan yang tinggi level ALT

didapatkan pada saat terjadi eksaserbasi atau reaktivasi penyakit

yang biasanya disertai gangguan fingsi hati (penurunan level

albumin, peningkatan level bilirubin dan peningkatan PT).

Ditemukan level HBV DNA yang tinggi. Pada serum ditemukan

HBsAg dan HBcAb (IgM/IgG).

AST > ALT.

6

Page 11: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

Pemeriksaan HBV DNA (Rekomendasi PAPDI 2007)

Pemeriksaan HBV DNA tidak diperlukan untuk menegakkan

diagnosis awal.

Pemeriksaan HBV DNA sebagai tanda keberhasilan terapi

menggunakan metode yang dapat mendeteksi kadar virus sampai

dengan < 104 kopi/mL.

Biopsi hati tidak harus dilakukan untuk penilaian awal maupun

hasil pengobatan antivirus pada hepatitis B kronik.

F. Diagnosis Banding

Hepatitis alkoholik, abses hepar amoeba, hepatitis autoimun,

hepatitis non B

G. KomplikasiNekrosis hati akut/subakut, hepatitis kronik, sirosiss, gagal hati, dan

karsinoma hepatoseluler. (Buggs, 2004)

H. Prognosis

Sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan

dengan perbaikan biokimia terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada

sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah

menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis.

Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimia, pasien tetap

asimptomatik dan jarang terjadi kegagalan hati.(Abdurachman, 1996)

I. Terapi hepatitis B

1. Hepatitis B akut

Bersifat suportif,meliputi tirah baring serta menjaga asupan nutrisi

dan cairan tetap adekuat. Sekitar 95% kasus hepatitis B akut akan

mengalami resolusi dan serokonversi spontan tanpa antiviral

7

Page 12: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

2. Hepatitis b kronis

Tujuan nya bersifat penekanan dan stimulasi system imunuitas

namuntidak menghilangkan VHB sehingga pasien membutuhkan

pengobatan jangka panjang, bahkan seumur hidup

Tujuan terapi jangka panjangnya meningkatkan kualitas hidup dan

survival, mencegah progresi penyakit sirosis, sirosis dekompensata,

dan karsinoma hepatoseluler.

Tujuan terapi jangka pendek ialah menekan replikasi virus,

menurunkan jumlah DNA VHB serta serokonversi HBeAg menjadi

anti HBe

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kroik yaitu:

Kelompok imunomodulasi

1. Interferon

2. PEG interferon

Kelompok terapi antivirus

1. Lamivudine

2. Adenovir dipivoksil

3. Entecavir

Tujuan pengobtan hepatitis B kronik adalah mencegah terjadinya liver

injury dengan cara menekan replikasi virus tersebut.

Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering di

pakai adalah hilangnya pertanda repliksi virus yang aktif dan menetap

(HBeAg dan HBV DNA)

8

Page 13: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

ALGORITMA PENATALAKSANAAN INFEKSI HEPATITIS B

9

HBeAg-positive

HBV DNA <20.000 IU/mL HBV DNA > 20.000

ALT NORMAL

TIDAK ADA PENGOBATANMONITORING HBV DNA, HBeAG, ALT / 3-6 BULAN

ALT NORMAL

ALT 1-2X ULN

ALT 2-5X ULN

TIDAK ADA PENGOBATANMONITORING HBV DNA, HBeAG, ALT / 3BULAN

TIDAK ADA PENGOBATANMONITORING HBV DNA, HBeAG, ALT / 3BULAN

1. BIOPSI HATI: NON INVASIF FIBROSIS JIKA PASIEN > 48 TAHUN

2. DI OBATI JIKA HASILNYA MODERATE ATAU INFLAMASI LUAS

TREATMENT IF PERSISTENT (3-6 BULAN)/ HAS CONCERN FOR HEPATIC DECOMPENSATIONIFN BASEED THERAPYY OR NUCS

TREATMENT INDICATEDIF HBV DNA <20X105IU/Ml may choose to observe closely for 3-6 months for spontaneous HBeAg seroconversion for hepatic deompensationIFN based therapy or NUCS. Particularly if there is concern for hepatic decompnsation

Non responseresponse

Consider other strategies (including olt)

MONITORING HBV DNA, HBeAG, ALT / 3BULAN

ALT >5XULN

Page 14: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

CONTINUED MONITORING TO RECOGNIZE DELAYED RESPONSE OR PLAN OTHER STRATEGIES

10

NON RESPONSE

HBV DNA < 2000 IU/ML HBV DNA >2000 IU/ML

ALT NORMAL

NO TREATMENTMONITOR HBV DNA AND ALT / 6-12 MONTHS

ALT NORMAL

ALT 1-2X ULN

ALT >2X ULN

NO TREATMENTMONITOR HBV DNA AND ALT / 3 MONTHS

NO TREATMENTMONITOR HBV DNA AND ALT / 1-2 MONTHS

BIOPSI HATI: NON INVASIF FIBROSIS JIKA PASIEN > 48 TAHUNDI OBATI JIKA HASILNYA MODERATE ATAU INFLAMASI LUAS

TREATMENT IF PERSISTENT (3-6 BULAN)/ HAS CONCERN FOR HEPATIC DECOMPENSATIONIFN BASEED THERAPYY OR NUCSLONG TERM ORAL ANTIVIRAL TREATMENT USUALLY REQUIRED

RESPONSE NON RESPONSE

MONITOR HBV DNA AND ALT / 3 MONTHS POST THERAPY

Page 15: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

J. Terapi imunomodulator

Interferon (IFN) alfa.

Pada penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hepatitis B kronik

sering didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu

akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada

membrane hepatosit yang sangat di perlukan agar sel T sitotoksik

dapat mengenali sel – sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-sel

tersebut menampilkan antigen sasaran VHB pada membrane hepatosit.

IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B

kronik dengan HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampae

sedang, yang belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatn IFN

adalah menurunkan replikasi virus. Efek antivirus kemungkinan sekali

akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan sel yang

kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses uncoating,

RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus. (Mansjoer,

1999)

Efek samping IFN:

Gejala seperti flu

Tanda-tanda supresi sumsum tulang

Depresi

Rambut rontok

Berat badan turun

Gangguan fungsi tiroid

Dosis IFN untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif

adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu.penelitian

menunjukkn bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg

negative sebaiknya di berikan selama 12 bulan.

Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata,

depresi atau riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya

penyakit jantung berat.

11

Page 16: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

PEG Interferon

Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senywa IFN

dengan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkn dengn IFN

biasa. Dalam suatu penelitian yang membandingkan pemakaian PEG

IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogrm tiap minggu

selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang lebih

cepat dari IFN biasa yag diberik 4.5 MU 3x seminggu. Serokonversi

HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah

sebesar 27, 33, 37% dan pada kelompok IFN biasa sebesar 25%.

Lau et al melakukan penelitian terapi peginterferon tunggal

dibandingkan kombinasi pada 841 penderita hepatitis B kronis.

Kelompok pertama mendapatkan peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180

ug/minggu + plasebo tiap hari, kelompok ke dua mendapatkan

peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + lamivudin 100

mg/hari dan kelompok ke tiga memperoleh lamivudin 100 mg/hari,

selama 48 minggu. Hasilnya pada akhir minggu ke 48, yaitu: (1).

Serokonversi HBeAg tertinggi pada peginterferon tanpa kombinasi,

yaitu 27%, dibandingkan kombinasi (24%) dan lamivudin tunggal

(20%). (2). Respon virologi tertinggi pada peginterferon + lamivudin

(86%). (3). Normalisasi ALT tertinggi pada lamivudin (62%). (4).

Respon HBsAg pada minggu ke 72 : peginterferon tunggal 8 pasien,

terapi kombinasi 8 pasien dan lamivudin tidak ada serokonversi. (5).

Resistensi (mutasi YMDD) pada minggu ke 48 didapatlan pada: 69

(27%) pasien dengan lamivudin, 9 pasien (4%) pada kelompok

kombinasi, dan (6). Efek samping relatif minimal pada ketiga

kelompok. Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil kombinasi

(serokonversi HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA dan

supresi HBsAg), peginterferon memberikan hasil lebih baik

dibandingkan lamivudin.

12

Page 17: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

K. Terapi antivirus

Lamivudin

Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3` tiasitidin yang

merupakan suatu analog nukleosid.nukleosid berfingsi sebagai bahan

pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan

nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse

transcriptase yang berfungsi dalam transkrip balik dari RNA menjadi

DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat

produksi VHB baru dan mencegh terjadinya infeksi hepatosit sehat

yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah

terinfeksi Karena pada sl-sel yg telah terinfeksi DNA VHB ada dalam

keadaan covalent closed circulation (cccDNA). Karen itu setelah obat

dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula Karen

sel-sel yang terinfeksi akan memprodiksi virus baru lagi. Lamivudin

adalah analog nukleosid oral dengan aktivits antivirus yang kuat.jika di

berikan dalm dosis 100mg/hari, lamivudin akan menurunkan

konsentrasi DNA VHB sebesr 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.

Menurut penelitin, dalam waktu 1 tahun serokonversi HBeAg

menjadi anti-HBe terjadi pada 16-18% pasien yang mendapat

lamivudin, sedangkan serokonversi hanya terjadi pada 4-6% pasien

yang mendapat placebo dan 19% pada pasien yang mendapat IFN.

Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur menjadi normal.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan lamivudin

selama 1 tahun telah terjadi perbaikan derajat nekroinflamasi serta

penurunan progresi fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjdi

penurunan indeks aktivits histologik (histologic activity index) lebih

besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang mendapat

lamivudin dibandingkn dengan 30-33% pada kelompok plasebo.

Lamivudin menurunkan progesi fibrosis sebesar 30% dibandingkan

dengaan 15% pada kelompok plsebo. Pada kelompok lamivudin

13

Page 18: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

progesi menjadi sirosis terjdi pda 1,8% dibandingkan dengan 7,1%

pada kelompok plasebo. Suatu penelitian yang dilakukan pada 154

orang pasien sirosis yang mendapat lamivudin menunjukkan bahwa

pasien dengn sirosis yang relative lebih ringan mendapat manfaat yang

lebih besar dibandingkan dengan pasien sirosis berat.

Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalm waktu

yang lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah

pengobatan jangka panjang. Penelitian di lakukan secara prospektif (

cohort) pada terapi yang diberikan Selama 4 tahun menunjukkan

serokonversi berturut-turut setiap tahunnya sebagai berikut: 22,29,40,

dan 47%. Sayangnya, strategi terapi berkepanjangan ini terhambat oleh

munculnya virus yang kebal terhdap lamivudin, yang biasa disebut

YMDD. Mutant tersebut akan meningkat 20% tiap tahunnya bila terapi

lamivudin di teruskan.

Efek samping lamivudin

- >10% Central nervous system: Headache (21-35%), fatigue (24-

27%), insomnia (11%)

- Gastrointestinal: Nausea (15-33%), diarrhea (14-18%), pancreatitis

(range: 0.3-18%; higher percentage in pediatric patients),

abdominal pain (9-16%), vomiting (13-15%)

- Hematologic: Neutropenia (7-15%)

- Hepatic: Transaminases increased (2-11%)

- Neuromuscular & skeletal: Myalgia (8-14%), neuropathy (12%),

musculoskeletal pain (12%)

- Respiratory: Nasal signs and symptoms (20%), cough (18%), sore

throat (13%)

- Miscellaneous: Infections (25%; includes ear, nose, and throat)

1-10%:

- Central nervous system: Dizziness (10%), depression (9%), fever

(7-10%), chills (7-10%)

14

Page 19: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

- Dermatologic: Rash (5-9%)

- Gastrointestinal: Anorexia (10%), lipase increased (10%),

abdominal cramps (6%), dyspepsia (5%), amylase increased (<1-

4%), heartburn

- Hematologic: Thrombocytopenia (1- 4%), hemoglobinemia (2-3%)

- Neuromuscular & skeletal: Creatine phosphokinase increased

(9%), arthralgia (5-7%)

- <1% (Limited to important or life-threatening): Alopecia,

anaphylaxis, anemia, body fat redistribution, hepatitis B

exacerbation, hepatomegaly, hyperbilirubinemia, hyperglycemia,

immune reconstitution syndrome, lactic acidosis,

lymphadenopathy, muscle weakness, paresthesia, peripheral

neuropathy, pruritus, red cell aplasia, rhabdomyolysis,

splenomegaly, steatosis, stomatitis, urticaria, weakness, wheezing.

Keuntungan dan kerugian lamivudin. Keuntungan utama dari

lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harga yang relatif

murah. Kerugiannya adalah sering timbul kekebalan.

Adefovir Dipivoksil

Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine

monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk

digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara kerjanya

adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis

yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling

tidak selama satu tahun (Fung, 2003)

Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien

hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir

10mg dan 30mg selama 48 minggu dibandingkan plasebo.

Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik secara

signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi, normalisasi ALT,

15

Page 20: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

serokonversi HBeAg dan penurunan kadar HBV DNA. Keamanan

adefovir 10 mg sama dengan placebo.

Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis B

kronis dengan HBeAg negatif. Pada pasien yang mendapatkan 10 mg

adefovir terjadi penurunan HBV DNA secara bermakna dibandingkan

plasebo, namun efikasinya menghilang pada evaluasi minggu ke 48.

Pada kelompok yang medapatkan adefovir selama 144 minggu

efikasinya dapat dipertahankan dengan resistensi sebesar 5,9%.

Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan penggunan

adefovir adalah jarang terjadi kekebalan, kerugiannya adalah toksisitas

terhadap ginjal yang sering di jumpai pda dosis 30mg tau lebih, harga

yang lebih mahal dan masih kurngnya data mengenai keamanan dan

khasiat dalam jangka yang sangat panjang.

EntecavirEntecavir adalah Antiretroviral Agent, Reverse Transcriptase

Inhibitor (Nucleoside), Meknisme khasiat entecavir hampir sama

dengan lamivudin dan adefovir dipivoksil. Mekanisme Aksi Entecavir

merupakan analog inhibitor guanosin yang berkompetisi dengan

substrat natural deoxyguanosine triphosphate yang secara efektif

menghambat aktivitas polimerase virus hepatitis sehingga mengurangi

sintesis DNA virus.

Dosis untuk terapi hepatitis B kronik adalah 0,5mg per hari,

sedangka pada penderita yang resisten terhadap lamivudin

menggunkan dosis 1 mg per-hari diberikan pada perut kosong (2 jam

sebelum atau setelah makan).

Efek samping:

o >10% peningkatan alanin aminotransferase (ALT/SGPT)

o CNS: pusing (2-4%), fatigue (1-3%)

o Endokrin dan metabolik : hiperglikemia (2%)

16

Page 21: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

o Gastrointestinal: peningkatan lipase (7-8%), Peningkatan lipase (2-

3%), diarrhea (1%), dispepsia (1%)

o Hepatik : peningkatan AST (5%), peningkatan bilirubin (1-2%)

o Renal: Hematuria (9%), glycosuria (4%), peningkatan creatinine

(1-2%),

o <1% : Dizziness, hypoalbuminemia, insomnia, nausea,

somnolence, thrombocytopenia, vomiting

Keuntungan dan kerugian entecavir. Keuntungan penggunan

entecavir adalah jarang terjadi kekebalan, dapat digunakan pada pasien

yang kebal pada lamivudin, kerugiannya adalah harga yang lebih

mahal dan masih kurangnya data mengenai keamanan dan khasiat

dalam jangka yang sangat panjang.

(HBeAg-positive) (HBeAg-negative)Entecavir 0.5 mg (n=354)

Lamivudine 100 mg (n=355)

Entecavir 0.5 mg (n=325)

Lamivudine 100 mg (N=313)

HBV DNA Proportion undetectable (<300 copies/mL)

67 percent* 36 percent 90 percent* 72 percent

HBV DNA Mean changes from baseline (log10 copies/mL)

-6.86* -5.39 -5.04* -4.53

ALT normalization (1 X ULN)

68 percent* 60 percent 78 percent* 71 percent

HBeAg seroconversion

21 percent 18 percent - -

Entecavir VS Lamivudin

17

Page 22: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

* p <0.05.

Berdasarkan tabel di atas entecavir lebih efektif dari pada

lamivudin, entecavir dapat digunakan pada pasien yang resisten lamivudin,

dan keuntungn lainnya adalah efek samping pada entecavir lebih sedikit

dibandingkan lamivudin.

Telbivudin

Telbivudin (LdT) adalah analog nukleosida thymide yang efektif melawan

replikasi VHB .obat ini diberikan oral dengan dosis optimal 600mg/hari. Terapi

telbivudin pada pasien hep B kronik dengan HbsAg positif selama 52 minggu

memberikan hasil DNA VHB tak terdeteksi pada 60% pasien dibandingkan

dengan 40.4 % pasien yang diberikan lamivudin. Dalam serokonversi HBsAg ,

normalisasi ALT dan perbaikan histopatologis, telbivudin memberikan efektifitas

yang sebanding dengan lamivudin. Pada HBeAg postif, DNA VHB basal

<10.000.000.000 kopi /mL , ALT basal .2x batas atas normal, dan terdapat DNA

VHB tak terdeteksi pada 89%.

Studi GLOBE juga memberikan hasil yang lebih baik pada pemberian

telbivudin pada kelompok dengan HBeAg negatif dengan DNA VHB tak

terdeteksi ditemukan pada 83% pasien. Pada HBeAg negatif DNA VHB basal

<100.000.000 kopi/mL dan DNA VHB tak terdeteksi pada minggu ke 24

Tenofir

Tenofir disoproxil fumarate adalah prekusor tenofir sebuah analog

nuklotida yang efektif untuk hepdanavirus atau retrovirus. Obat ini awalnya

digunakan sebagai terapi HIV namu penelitian menunjukan efektifitas sangat baik

untuk mengatasi hepatitis B. tenofir diberikan peroral pada dosis 300mg/hari>

sampai saat ini masih belum ditemuakn efek samping tenofir yang berat. Namun

telah dilaporkan adanya gangguan ginjal pada pasien dengan koinfeksi VHB dan

18

Page 23: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

HIV.Tenofir dapat diberikan pada pasien hepatitis B naif dan pada pasien hepatitis

B kronik dengan sirosis dan tidak disarankan pada hepatitis B dengan gangguan

ginjal

Terapi kombinasi

Dalam metananalisis terapi kombinasi tidak lebih efektif dibandingkan dengan

monoterapi akan tetapi menurunkan angka resistensi. Contohnya pada pemberian

kombinasi adefovir dan lamivudin

Pemantauan terapi

Durasi terapi interferon konvensional adalah 4-6 bulan pada pasien

HBeAg positif dan paling tidak 1 tahun pada pasien dengan HBeAg negative.

Sementara peg-IFN diberikan selama 1 tahun

Criteria penghentian terapi analog nukleosida pada pasien dengan HbeAg

postif adalah serokonversi HbeAg dengan DNA VHB tidak terdeteksi yang

dipertahankan paling tidak 12 bulan. Pada pasien HBeAg negative terapi bisa

dihentikan bila DNA VHB tidak terdeteksi pada 3x pemeriksaan dengan interval

tiap 6bulan/

Selama terapi pemeriksaan DNA VHB, HBeAg ,anti HBe dan ALT

dilakukan tiap 3-6 bulan dan pemeriksaan HbsAg dilakukan pada akhir terapi

dengan pemberian anti-HBS dilakukan bila hasilnya negtaif. Pada terapi yang

berbasis interferon pemeriksaan darah tepi harus dilakukan secara rutin. Pada

pasien yang mendapat advofir atau tenofir pemantauan fungsi ginjal secara rutin

harus juga dilakukan.

Pemeriksaab HBeAg, ALT dan DNA VHB dilakukan tiap bulan pada3

bulan pertama terapi dihentikan. Kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan selama satu

tahun. Bila tidak ada relaps , pemeriksaan dilakukan tiap 3 bulan pada pasien

sirosis dan tiap 6 bulan pada non-sirosis

19

Page 24: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, S. A.: Hepatitis Virus Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Edisi 3. Jilid 1., 269-70, 1996.

Andra., Strategi Tatalaksana Hepatitis B, Pertemuan Ilmiah Nasional PAPDI Ke-

4. Edisi Januari 2007 (Vol.6 No.6)

Buggs, A. M.: Hepatitis dalam http://www.emedicine.com/ emerg/topic244.htm.

Last updated: June 16, 2004.

Fung YM., Lai CL. Current and future antiviral agents for chronic hepatitis B. J.

Antimicrob Chemotherapy 2003 : 51 : 481-85

Hadi, S., Gstroenterologi. Edisi 7., Penerbit alumni., bandung. 2002

Hadziyannis SJ, Tassopoulos NC, Heathcote EJ, Chang TT, Kitis G, Rizzeto EJ,

Marcellin P, Lim SG, Goodman Z, Jia Ma MS, Arterbun S, Xiong S, urrie

G, Brosgart CL. Long term therapy with adefovir dipivoxil for HBVeAg-

negative chronic hepatitis B. New Engl J Med 2005; 352 : 26: 2673-81

Harnawatiaj., Hepatitis (diakses pada 1, January 2009)

http://harnawatiaj.wordpress.com/author/harnawatiaj/

Lau GK, Piratvisuth ., Lou XL, Marcellin P, Thongsawat S, Cooksley G, Gane E,

Fried MW, Chow WC, Paik SW, Chang WY, Berg T, Flisiak R, McLoud

P, Pluck N. Peginterferon alfa-2a, lamivudin, and the combination for

HBeAg_positive chronic hepatitis B. New Engl J Med 2005; 352 : 26 :

2682

20

Page 25: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

Lok ASF., Entecavir in the treatment of chronic hepatitis B virus infection. Up to

date 2007.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., Setiowulan, W.: Hepatitis

kronik (Hepatologi) dalam Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media

Aesculapius. Jakarta. Ed 3. Jilid 1., 515-516, 1999.

Marcellin P, Chang TT, Lim SG, Tong MJ, Sievert W, Shiffman ML,Jefferes L.

et.al. Adefovir dipovoxil for treatment of hepatitis Be antigen-positive

chronic hepatitis B. New Engl J Med 2003; 348 : 806-16.

Siregaar, FA., Hepatitis B ditinjau dari kesehatan masyarakat dan upaya

pencegahan. Fakultas Kesehatan masyarakat. Universitas Sumatera Utara.,

2003

Soemohardjo, S., Gunwan, S. Hepatitis B Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Edisi 4. Jilid 1., 2006.

Suharjo, JB., Cahyono B., Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis, Cermin

Dunia Kedokteran No. 150, 2006.

Suprayitno, A., Putra, SE., Microsphere Drug Delivery untuk Hepatitis B (diakses

pada 1, January 2009) www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=97

21

Page 26: Referat Terapi Hepatitis B SelvaA

22