Upload
lydia-kirby
View
77
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
file
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Jaringan parut pita suara terbentuk karena trauma yang terjadi pada
struktur berlapis pita suara dan menyebabkan penurunan yang signifikan dalam
karakteristik getaran. Hal ini berdampak pada perubahan viskoelastis jaringan dan
menyebabkan terjadinya disfonia, perubahan nafas dan memiliki dampak yang
cukup besar pada kualitas hidup. Ciri utama dari jaringan parut pita suara yaitu
jaringan kolagen dan elastin yang tidak teratur, kehilangan struktur matriks
ekstraselluler dan mengurangi kelenturan pita suara dan insufisiensi glotis. 1
Pengobatan jaringan parut pita suara masih merupakan bab yang belum
terselesaikan di Laryngology dan terutama disebabkan oleh mikro-struktur
jaringan pita suara yang sangat kompleks, terutama struktur tiga lapis dari lamina
propria. Pengetahuan yang komprehensif tentang hal ini sangat spesifik dan
mekanisme molekuler dari jaringan parut pita suara adalah latar belakang untuk
setiap modalitas pengobatan yang mendalam. Penelitian di bidang ini
memberikan wawasan yang lebih dalam dan pemahaman baru dari interaksi
kompleks antara protein interstisial (fibronektin, decorin, dan fibromodulin),
glukosaminoglikan (asam hyaluronat) dan berbagai serat matriks ekstraselular
(kolagen, prokolagen dan elastin).
Jaringan parut pada pita suara menyebabkan kerusakan struktur mikro sangat
kompleks dengan berturut-turut mengganggu pola getaran dan insufisiensi glotis.
Disfonia yang dihasilkan terutama ditandai dengan kapasitas vokal yang berkurang.
Meskipun kemajuan dalam pemahaman tentang patofisiologi yang mendasari,
pengobatan jaringan parut pada lipatan vokal masih merupakan bab yang belum
terselesaikan di Laryngology dan Phonosurgery. Metode bedah saraf yang dipilih
ditentukan oleh gejala klinis utama yaitu teknik medialization untuk pengobatan
kesenjangan glotis, atau epitel dengan teknik membebaskan untuk perbaikan
karakteristik getaran sering dikombinasikan dengan augmentation injeksi atau
1
implantasi. Dalam kasus yang berat, bukal mukosa okulasi bisa menjadi pilihan.
Perkembangan baru, termasuk pengobatan dengan laser anxiolytic, teknologi laser
dengan sifat ultrafine eksisi/ablasi menghindari terjadinya koagulasi.
2
BAB II
ANATOMI LARING1, 2, 6
Embriologi Laring
Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuknya alur faring
median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan dan benih laring.
Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan embrio.
Perluasan alur ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan
berbentuk kantung dan kemudian menjadi 2 lobus pada hari ke ke-27 atau ke-28. Bagian
yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran
aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang hari ke-33, sedangkan kartilago,
otot dan sebagian besar pita suara (korda vokalis) terbentuk dalam tiga atau empat
minggu berikutnya.3
Kerangka Laring
Laring mempuyai 3 fungsi yaitu sebagai katup saat respirasi, berperan dalam
proses menelan dan fonasi. Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter
pelindung pada pintu masuk jalan napas. Diatas laring membuka ke arah dalam
laringofaring dan dibawah bersambung dengan trakea. Ukuran rata-rata dari Laring
dewasa adalah: Pria (panjang 44 mm, diameter transversal 43 mm, diameter
anteroposterior 36 mm). Wanita (panjang 36 mm, diameter transversal 41 mm, diameter
anteroposterior 26 mm).
Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan yang dihubungkan
membran dan ligamen yang digerakkan oleh otot dan dilapisi mukosa.
Cartilago thyroidea terdiri dari lamina tulang rawan yang bertemu pada tonjolan
jakun. Tepi posterior lamina tertarik keatas membentuk cornu superius dan kebawah
cornu inferius. Pada permukaan luar tiap lamina melekat M.sternohyoid, tyrohyoid, dan
M. konstriktor faringis inferior di linea obliqua. Perikondrium melapisi permukaan luar
dari lamina tyroid, melekat erat dari batas superior sampai inferior bergabung dengan
membran tyrohioid dibawahnya dan berikatan longgar dengan permukaan luar kartilago.
3
Cartilago cricoidea dibentuk dari cincin tulang rawan utuh. Bentuknya mirip
cincin dan terletak dibawah cartilago tyroidea. Memiliki arcus anterior sempit dan lamina
posterior yang lebar. Pada permukaan lateral terdapat faset sirkular dan dikiri kanan tepi
atas terdapat faset artikular untuk artikulasi.
Gambar.1 Kerangka Laring
Cartilago arytenoida merupakan dua tulang rawan kecil dengan bentuk pyramid.
Letaknya dibelakang laring, dilateral tepi atas lamina cricoidea. Processus vocalis terjulur
horizontal ke depan tempat melekat lig.vocale. Processus muscularis terjulur kelateral
tempat melekat m.krikoaritenoid lateralis dan posterior.
Gambar.2 (a) Anterior Laring; (b) Anterolateral Laring
4
Cartilago corniculata adalah dua nodulus kecil yng berartikulasi dengan apeks-
apeks cartilago ariteinoidea dan menjadi tempat melekat plica ariepiglotika.
Cartilago cuneiformis merupakan dua tulang rawan kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat dala satu plika ariepiglotika
berfungsi menyokong plika tersebut.
Epiglotis adalah sepotong tulang rawan elastis berbentuk daun yang ada
dibelakang radix linguae. Berhubungan didepan dengan corpus ossis hyoidei dan melalui
tangkainya dengan bagian belakang kartilago tyroidea. Sisi epiglotis berhubungan dengan
cartilago aritenoidea melalui plika aryepiglotika.
Conus Elasticus merupakan membran fibroelastikus terletak dibawah mukosa
laring berperan sebagai pertahanan terhadap penyebaran tumor glottis ke inferior.
Penyebaran ke daerah subglottis merupakan manifestasi lanjut dari Ca glottis.
Perikondrium internal dari Commissura anterior tidak sempurna, tumor biasanya
menginfiltrasi sampai ke kartilago tyroid yang mengakibatkan tumor ini tidak berespons
terhadap radioterapi. Tumor didaerah ini dapat menyebar sampai ke leher melalui daerah
cricotyroid.
Di daerah paraglottis laring terdapat M.vocalis yang tipis dibagian lateral pada
daerah Cricotyroid. Daerah ini menjadi jalur penting penyebaran Ca Glottis ke jaringan
Pharyngeal leher.
Otot-otot Laring
Otot-otot dari laring berfungsi menutup vestibulum dan glotis saat proses
menelan dan meningkatkan ketegangan pita suara asli saat berbicara.3 Otot laring
dapat dibagi menjadi 2 kelompok: ekstrinsik dan intrinsik. Otot ekstrinsik dapat
dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang berlawanan, elevator dan depresor laring.
Laring tertarik keatas selama proses menelan dan kebawah setelahnya. Karena os
hyoid melekat pada kartilago tyroidea melalui membran tyroid maka gerakan os
hyoid mengikuti laring. Elevator laring meliputi m. digastrici, stylohyoid,
mylohyoid, dan geniohyoid. M. Stylopharingeus, salpingopharyngeus dan
palatopharingeus yang berinsersi pada tepi lamina cartilago tyroidea juga
5
mengangkat laring. Depresor laring meliputi M.sternotyroideus, sternohyoideus
dan omohyoideus. Kerja otot ini dibantu oleh gaya pegas elastis trakea.
Gambar.3 Otot intrinsik laring
Otot intrinsik dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang mengendalikan aditus
laringis dan yang menggerakkan plika vocalis yaitu 1. Otot yang mengendalikan aditus
laringis adalah M. Arytenoideus obliquus yang dipersarafi N. Laringeus recurren yang
berfungsi sebagai sfingter aditus laringis, aditus akan membuka jika otot ini relaksasi; 2.
Otot yang mengendalikan gerakan plika vokalis, yaitu M. Cricotiroid (tensor) yang
berfungsi menegangkan pita suara (satu-satunya otot yang melakukan fungsi ini)3.
Dengan origo di sisi kartilago krikoid tepi anterior cornu inferius cartilago tyroidea.
M.tyroaritenoid (relaksor) berfungsi menarik cartilago arytenoidea kedepan sehingga
memendekkan dan mengendurkan lig.vocal. Dipersarafi oleh n. Laringeus recurren.
Origonya pada permukaan dalam sudut kartilago tyroidea dan insersi otot ini di
permukaan anterolateral cartilago arytenoidea. M. Cricoarytenoideus lateralis (adduktor)
otot ini berfungsi menarik processus muscularis cartilago arytenoidea kedepan sehingga
processus vocalis bergerak ke medial dan plika vokalis diadduksi. Origo otot ini pada tepi
atas arcus cartilaginis krikoid dan berinsersi di processus muscularis arytenoidea.
6
Gambar.4 Otot intrinsik laring
M. interarytenoideus berfungsi mendekatkan kedua cartilago arytenoidea dan
menutup bagian posterior rima glotidis. Dipersarafi n.laringeus recurren, berorigo di
permukaan medial dan belakang kartilago arytenoid sedangkan insersinya di permukaan
medial dan belakang kartilago arytenoidea kontralateral. M. Cricoarytenoideus posterior
(abduktor) berfungsi menarik processus muskularis cartilago arytenoidea kebelakang
sehingga processus vocalis berpindah kelateral dan plica vocalis di abduksi.
Persarafan Laring
Saraf sensoris mukosa laring diatas plica vocalis berasal dari ramus laryngeus
internus, cabang n. Laryngeus superior (N. X) dibawah plica vocalis mukosa disarafi N.
Laryngeus reccuren. Saraf motoris ke otot intrinsik laring dikerjakan oleh n.laryngeus
reccuren kecuali untuk M.cricotyroid yang dipersarafi ramus laryngeus externus dari N.
Laryngeus superior (N. X).
7
Otot intrinsik yang berfungsi melebarkan celah glottis selama respirasi adalah M.
Cricoarytenoid posterior. Otot intrinsik yang berperan me-adduksi pita suara tetapi
adalah M. Thyroarytenoid dan M.cricoarytenoid lateral. M. Interarytenoid bertugas
menutup celah glottis dengan memanjangkan pita suara sekitar 30% ketika M.
Cricotyroid me-adduksi dan menegangkan pita suara.
Cedera lanjut dari N.laryngeus externus unilateral akan melemahkan bagian
supraglottis, mengakibatkan paralysis otot cricotyroid dan pita suara serta commissura
posterior berputar se sisi dengan cedera. Reflex menutup glottis disarafi oleh nervus ini
sehingga yang terjadi adalah adduksi pita suara ipsilateral yang menimbulkan bahaya
aspirasi. Paralysis bilateral N. Laryngeus superior sangat jarang terjadi biasanya bahaya
aspirasi yang akan ditimbulkan lebih berat.
Ketika salah satu M. Cricotyroid paralysis (cederanya n. Laryngeal superior)
akan mengakibatkan kontraksi dari M. Cricotyroid yang lain sehingga terjadi rotasi dari
commisura posterior ke sisi lesi. Cedera n. Laryngeal recurren unilateral mengakibatkan
pita suara pada posisi paramedian dikarenakan kontraksi dari M. Cricotyroid kontralateral
sehingga pita suara ipsilateral lesi ter-adduksi. Komponen motorik adduktor dari N.
Laryngeal jarang cedera dibandingkan serat abduktornya (hukum Semon).
II. 5 Perdarahan dan Drainase Limfe Laring
Pasokan arteri bagian atas laring adalah dari ramus laryngeus superior dan dari A.
Tyroidea superior. Bagian bawah laring diperdarahi oleh ramus laryngeus inferior dari A.
Tyroidea inferior. Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior dimana
garis pemisah adalah pita suara asli. Di sebelah superior aliran limfe menyertai pedikulus
neurovaskular superior dan bergabung dengan nl.superior dari rangkaian servikalis
profunda setinggi os hyoid. Drainase subglotis yaitu ke nl.pretrakeales, kelenjar getah
bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan nodi mediastinalis
superior.
8
BAB III
FISIOLOGI LARING3, 6
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu: 1. Fonasi; 2. Respirasi dan;
3. Proteksi.
1. Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruang resonansi seperti
rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot 9ongenita laring
berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan
massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.
Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk, yaitu: 1. Teori
Myoelastik – Aerodinamik. Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang 9ongeni
dan secara tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut,
otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi) dan meregangkan
plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari
proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat,
dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah 9ongeni terbuka.
Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Sehingga
bagian posterior dari ruang 9ongeni yang pertama kali membuka dan yang
pertama kali juga kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi
pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis
akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis
melebihi kekuatan aerodinamik).
Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah
sempit menyebabkan tekanan 9ongenit pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika
9
vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang
subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali; 2. Teori
Neuromuskular. Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa
awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari 10ongen saraf pusat
melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah
impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya frekuensi getaran
plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan 10ongenital10 menunjukkan bahwa
teori ini tidaklah benar (suara masih 10ong diproduksi pada pasien dengan
paralisis plika vokalis bilateral).
2. Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot
yang bersifat adduksi, sehingga rima 10ongeni tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada 10ongenital, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut 10ongenit N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter
dan 10ongenital menutup. Gerakan laring ke atas 10ongen depan menyebabkan
celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan
makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus
10ongenita.
3. Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima 10ongeni terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima 10ongeni, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima 10ongeni. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2
arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial
CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
10
BAB IV
Jaringan parut Pita Suara4,5,7
Definisi Jaringan Parut Pita Suara
Pada pita suara terdapat lapisan jaringan khusus yang disebut lapisan
Reinke atau lamina propria yang memungkinkan untuk menutupnya lipatan
11onge (korda vokalis) yang bergetar di atas jaringan yang berada di bawahnya.
Setiap gangguan pada lapisan ini menyebabkan getaran yang abnormal dan
perubahan suara. Seringkali hal ini disebabkan oleh jaringan parut akibat
penyalahgunaan suara atau trauma sebelumnya, seperti operasi pada lipatan pita
suara. Jaringan parut dapat disebabkan oleh lesi pada lipatan pita suara yang telah
ada untuk waktu yang lama dan tumbuh menjadi jaringan yang lebih dalam,
seperti peradangan yang terjadi pada korda vokalis, perdarahan korda vokalis,
radiasi yang digunakan untuk mengobati kanker atau operasi pada korda vokalis.
Jaringan parut menyebabkan mukosa yang berada pada jaringan di bawahnya
tidak bergetar secara bebas.4,5
Etiologi
Jaringan parut pita suara bisa disebabkan oleh : 1. Pecahnya kista epidermoid; 2.
Trauma laring (pembedahan pita suara yang melibatkan lamina propia, laser CO2,
intubasi, inhalasi, radiasi) ; dan 3. Penyakit radang.4,5
1. Kista epidermoid13
Kista epidermoid adalah neoplasma jinak yang berasal dari jaringan
ektodermal dan mesodermal. Kita epidermoid timbul karena terperangkapnya sel
totipotent atau oleh proses implantasi epithelium dengan bentuk terminasi
congenital atau didapat. Kista epidermoid merupakan bentuk histology paling
sederhana dari teratoma. Biasanya ditemukan dalam bentuk unilobular, tetapi
kadang-kadang multilobular. Histopatologi dari kista dermoid terdiri dari elemen
11
ektodermal dan mesodermal. Kista dibatasi oleh epitel skuamosa yang terdiri dari
debris keratin dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang terdiri dari folikel rambul
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Lesi sebaiknya dieksisi 12ongeni mungkin
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi kista dermoid tergantung
predileksi kista epidermoid. Operasi enukleasi maupun eksisi komplit dari massa
kista di lakukan untuk mencegah terjadinya rekurensi.8
2. Trauma Laring7,12,14
Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plia
ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini
mudah membengkak. Selain itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan
diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis. Infeksi sekunder melalui robekan
ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan
dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis
tulang rawan, dan perikondritis.
Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi
sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan
akhirnya stenosis. Trauma laring dibedakan menjadi: 1. Trauma intubasi; 2. Trauma
inhalasi.
Trauma Intubasi12,14
Trauma akibat intubasi 12ong disebabkan karena trauma langsung saat
pemasangan atau pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga
menjadi nekrosis. Trauma sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon
yang berlebihan walaupun menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah.
Trauma yang disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien
yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma intubasi paling sering
menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan fistula
trakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata,
12
dan 13ongeni 13ongenita. Jumlah pasien yang mengalami trauma 13ongenita
akibat intubasi sebenarnya masih belum jelas, namun sebuah studi prospektif oleh
Kambic dan Radsel melaporkan kira-kira 0.1 % pasien.
Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi
merupakan etiologi yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea.
Penggunaan cuff dengan volume tinggi tekanan rendah telah menurunkan insiden
stenosis trakea pada tipe trauma ini, namun trauma intubasi ini masih tetap terjadi
dan menjadi indikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi. Selain 13ongen diatas
ada beberapa 13ongen resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau trauma
intubasi (13onge 1).13
Tabel 1. Faktor resiko terjadinya trauma intubasi12
Faktor resiko yang pasti Faktor resiko yang masih mungkin
Dugaan, belum terbukti
sebagai 13ongen resiko
Wanita Usia > 50 tahun Tube dengan lumen ganda Pengembangan balon / cuff berlebihan
Penggunaan kortikosteroid Trakeomalacia Posisi yang salah dari tube Kondisi medis yang buruk Kesalahan penggunaan mandrain Batuk yang terlalu keras dan berlebihan
Trakeostomi perkutan
Perawakan pendek
Obesitas.
Trauma Inhalasi12,14
Inhalasi uap yang sangat panas, gas atau asap yang berbahaya akan cenderung
mencederai laring dan trakea servikal dan jarang merusak saluran napas bawah.
Daerah yang terkena akan menjadi nekrosis, membentuk jaringan parut yang
menyebabkan defek stenosis pada daerah yang terkena
13
3. Penyakit Radang 4,6
Refluks laryngitis adalah terjadinya aliran balik dari isi lambung ke laring,
faring dan upper aerodigestive tract. Pada orang normal, sfingter esophagus atas
(UES) dan sfingter esophagus bawah (LES) bekerja secara bersama untuk
mencegah terjadinya refluks ini. Karenanya patologi utama penyebab reflux
laryingitis berhubungan dengan disfungsi sfingter esophagus terutama sfingter
esophagus atas. Sfingter esophagus atas (UES) terdiri dari cricopharingeus,
thyropharyngeus dan proksimal cervical esophagus dan menempel pada kartilago
tiroid dan krikoid yang membentuk seperti huruf C (C-shape), yang membungkus
daerah sekitar esophagus servikal dan mendapat persarafan dari pleksus faringeal.
Ketika sfingter esophagus atas memungkinkan terjadinya refluks dan
menyebabkannya kontak dengan segmen laringofaringeal, asam lambung dan
pepsin yang teraktivasi dapat menyebabkan kerusakan langsung pada mukosa
laring. Hal ini mengakibatkan gangguan klirens mukosilier yang menyebabkan
stasis 14ongen yang dapat memperburuk terjadinya iritasi mukosa dan
berkontribusi terhadap gejala yang dialami pasien misalnya postnasal drip, throat
clearing dan globus sensation.
Patofisiologi Jaringan Parut Pita Suara7
Jaringan parut pada pita suara dapat berupa 14ongenital atau diperoleh.
Bouchayer dan Cornut (1985), menyatakan sebuah konsep bawaan lesi pita suara,
menunjukkan kista epidermoid sebagai penyebab umum untuk kondisi patologis. Mereka
berhipotesis bahwa kista epidermoid merupakan hasil dari residual lengkungan empat dan
enam branchial. Menurut mereka, teori sulcus vocal atau vergeture, hasil dari pecahnya
kista epidermoid tersebut. Jika kista pada pita suara pecah menembus pada lapisan di
kedua sisi (superior dan inferior pita suara), mukosa antara kedua sisi ini berubah menjadi
jembatan mukosa. Mereka menggarisbawahi teori tersebut ditandai dengan adanya onset
awal yang khas seperti disfonia selama masa kanak-kanak, adanya riwayat keluarga,
14
temuan simultan dari beberapa lesi di kedua plika ventrikularis dan hubungan dengan
malformasi lain, seperti pembuluh darah patologis dan jaringan mikro.
Sulkus vokalis diklasifikan menjadi tiga subtipe yaitu: a. Tipe I adalah adanya
atrofi, dengan lamina propria yang utuh dan jaringan mukosa yang tidak terganggu; b.
Tipe II, ditandai dengan hilangnya sebuah SLP fungsional. Dalam kebanyakan kasus,
bagian bawah sulkus vokalis yang melekat pada ligamen vokal dan menyebabkan
disfonia sedang; c. Tipe III sulkus vokalis yang meluas lebih dalam ke dalam ligamentum
vokal dan bahkan dapat menembus ke dalam otot thyroarytenoid. Ini mengganggu
getaran mukosa dan menyebabkan disfonia berat. Pendapat lain menyatakan bahwa
sulkus vocalis diperoleh dari trauma lokal atau proses inflamasi kronis.
Gambar.5 Lesi congenital menurut kosep Bouchayer dan Cornut
Sato dan Hirano, mengatakan bahwa sulkus vocalis berhubungan dengan
degenerasi fibroblas di macula flava. Kolagen dan elastis serat disintesis oleh fibroblas di
macula flava, mengalami penurunan. Mereka menjelaskan, banyaknya serat elastis yang
abnormal dalam macula flava tersebut. Pendapat lain, Giovanni, menyimpulkan bahwa
lesi kongenital dan yang didapat, saling melengkapi dan terdapat hubungan yang
menentukan yaitu kelemahan tertentu dalam mekanisme regulasi jaringan fibrosa di pita
suara. Sehubungan dengan tingkat keparahan terjadinya pembentukan jaringan parut,
15
Arens dan Remacle membagi jaringan parut pita suara menjadi empat jenis yaitu: a. tipe
I, ringan sampai sedang.
Adanya insufisiensi glotis menyebabkan getaran yang berkurang dari pita suara.
Bekas luka melibatkan tingkat mukosa dan submukosa pada lipatan pita suara; b. tipe II,
insufisiensi anterior glotis sedang, terlihat pada sekitar wilayah komisura anterior. Bekas
luka melibatkan otot pita suara sehingga menyebabkan tidak ada getaran pada pita suara;
c. tipe III, insufisiensi glotis yang cukup berat. Pembentukan bekas luka meluas ke
perikondrium. Kelainan meluas sampai ke wilayah supraglotis, dan tampak otot
arytenoids terpelintir atau memutar; d. tipe IV, insufisiensi glotis yang berat. Terjadi
pembentukan jaringan di wilayah komisura anterior dan tampak getaran bilateral
berkurang dari glotis.
Tanda Gejala Klinis Jaringan Parut Pita Suara7
Gejala jaringan parut pita suara mengubah fonasi dengan mengganggu penutupan
glotis dan gelombang mukosa. Jaringan parut juga dapat menyebabkan disfonia dengan
pembatasan mekanik getaran atau penutupan glotis, seperti yang terdapat pada beberapa
kasus pada lipatan pita suara atau fibrotik massa pada lipatan membran pita suara, yang
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan pita suara. Gejala lain yang dapat ditemukan
seperti suara serak, hembusan nafas yang lemah, dan terjadinya peningkatan usaha atau
regangan pada pita suara untuk menghasilkan suara.
Diagnosis Jaringan Parut Pita Suara7
Dokter akan menanyakan kepada pasien tentang gejala yang dialami dan riwayat
pengobatan, diikuti dengan pemeriksaan fisik kepala dan leher menyeluruh. Laring
videostroboscopy mungkin diperlukan. Ini adalah prosedur menggunakan endoskopi
fleksibel yang digabungkan ke monitor video dan sumber cahaya stroboskopik untuk
memungkinkan evaluasi visual rinci fungsi laring dan getaran. Microlaryngoscopy
mungkin diperlukan. Ini adalah prosedur yang dilakukan di bawah anestesi umum yang
memungkinkan dokter untuk memeriksa pita suara laring dengan alat pembesaran.
16
Tatalaksana Jaringan Parut Pita Suara1,7,9,11,15,16,17
Terapi untuk jaringan parut pita suara tergantung pada ukuran, lokasi dan
keparahan bekas luka. Terapi konservatif harus men jadi baris pertama pengobatan.
Terapi suara saja bisa efektif dan memuaskan, tapi mungkin juga akan diberikan sebagai
modalitas pengobatan pasca operasi tambahan. Hal ini biasanya didasarkan pada
konsep holistik tradisional terutama berfokus pada suara. Anti-refluks terapi,
antibiotik dan steroid kadang-kadang berperan dalam pencegahan dan manajemen
awal jaringan parut.
Berbagai pilihan pengobatan telah dikembangkan dalam dekade terakhir.
Operasi tidak boleh dilakukan dalam waktu 6 bulan setelah pembentukan bekas luka saat
proses penyembuhan belum lengkap. Sebagai tujuan pembedahan adalah untuk
meningkatkan penutupan glotis dan kelenturan dari jaringan parut pita suara, fasilitas
pengobatan harus berorientasi pada fitur klinis utama, baik kesenjangan glotis atau
kekakuan.
Prosedur Medialization7,9
Dalam kasus, di mana penutupan glotis merupakan gejala temuan yang dominan,
prosedur medialization terbukti sangat efektif. Ini dapat juga dilakukan dengan
medialization thyroplasty atau augmentasi injeksi.
Medialization Thyroplasty7,9
Prinsip medialization thyroplasty adalah untuk cukai jendela kartilago tiroid
sesuai dengan posisi pita suara di endolaring dan untuk memasukkan implan melalui
jendela ini yang medializes pita suara. Keuntungan utama dari teknik ini adalah untuk
mencapai reorganisasi spasial kerangka glotis tanpa menyentuh jaringan parut pita suara
langsung sehingga menghindari trauma apapun untuk jaringan parut pita suara dengan
potensi jaringan parut dan kaku. Hal ini penting khusus di bekas luka yang sebelumnya
jaringan parut, seperti thyroplasty biasanya reversibel dan karenanya bahaya kerusakan
suara pasca operasi minimal dibandingkan dengan operasi pita suara langsung. Isshiki
memperkenalkan silastic block yang masih banyak digunakan. Namun demikian,
berbagai modifikasi bedah dan implan yang berbeda mengenai materi dan bentuk telah
dikembangkan dari waktu ke waktu.
17
Indikasi utama untuk medialization thyroplasty adalah kelumpuhan pita suara
sepihak, namun efektivitasnya juga telah terbukti dalam insufisiensi glotis karena atrofi
dan/atau jaringan parut. Implan tetap di tempat dan memastikan perbaikan permanen
bahkan dalam larynges dengan mobilitas normal, dimana bahan disuntikkan biasanya
cenderung menyebar. Dalam sangat kaku, kombinasi medialization thyroplasty dan
relaksasi laryngoplasty dapat menyebabkan peningkatan suara lebih lanjut. Keuntungan
khusus bedah kerangka laring dengan anestesi lokal adalah bahwa hal itu memungkinkan
fine tuning dengan mendengarkan perubahan positif terjadi pada suara pasien di atas meja
saat melakukan prosedur bedah kerangka kerja yang berbeda dalam kombinasi. Khusus
untuk medialization pita suara setelah cordectomy, Sittel et al, mengembangkan prosedur
dimana setelah reseksi tepi atas tulang rawan tiroid kantong subperichondrial dibuat.
Tulang rawan ditanam kembali untuk mencapai pembesaran pita suara dan peningkatan
suara konsekuen.
Gambar.6 Vergeture dan mucosal bridge (a) mucosal bridge (b) explorative direct
laryngoscopy
Gambar.7 Prinsip Tiroplasti medialisasi pada pita suara
18
Injeksi Augmentasi7,9,16
Injeksi augmentasi diperkenalkan oleh Brunings pada tahun 1911 dan
merupakan prosedur yang sebenarnya phonosurgical pertama. Hal ini terutama
dirancang untuk pengobatan unilateral kelumpuhan pita suara. Sejumlah besar pengisi
injeksi telah digunakan dari waktu ke waktu, yang menunjukkan bahwa masih ada
substansi untuk pembesaran injeksi yang tersedia. Dalam sebuah penelitian multi-institusi
retrospektif, Sulica et al, Ulasan 460 pasien yang berkaitan dengan praktek saat ini di
augmentation injeksi di Amerika Serikat. Dari 460 pasien, hampir setengah dirawat di
kamar operasi, sementara setengah lainnya diperlakukan dengan prosedur pendekatan
berbasis trans krikotiroid, pendekatan oral, pendekatan trans thyrohyoid, atau
pendekatan tulang rawan. Secara umum, bahan alloplastic pengisi non-biodegradable
yang bertujuan untuk tinggal di tempat permanen. Mereka memiliki kelemahan bahwa
dalam kasus hasil pasca operasi yang tidak menguntungkan (misalnya dengan
penempatan sengaja) penghapusan substansi sulit disuntikkan dan menyebabkan trauma
parah pita suara. Selain itu, efek samping jangka panjang, seperti reaksi benda asing, atau
pembentukan granuloma tidak dapat sepenuhnya dikecualikan, seperti yang diamati
dalam kasus suntikan silikon atau Teflon usang. Zat-zat ini harus disuntikkan lateral
dekat dengan kartilago tiroid (Thyroplasty internal). Suntikan dangkal harus benar-
benar dihindari karena hal ini dapat menyebabkan kaku dari jaringan parut pita
suara dengan disfonia. Pengisi alloplastic saat ini disetujui untuk medialization
pita suara adalah vox implant secara silikon (partikel polydimethylsiloxane) dan
Radiesse (kalsium hidroksilapatit). Pengisi alloplastic tidak menunjukkan hasil yang
menjanjikan dalam pengobatan jaringan parut pita suara, di mana operasi kerangka laring
terbukti unggul. Sittel et al memperkenalkan, antara lain, penggunaan partikel
polydimethylsiloxane bertekstur (partikel PDMS: Vox Implant) dalam laring manusia
untuk pembesaran injeksi. Dengan sifat viskoelastik diinginkan dekat Teflon, partikel
polydimethylsiloxane tidak menunjukkan kecenderungan merugikan implan migrasi dan
reaksi benda asing. Hal ini disebabkan sifat mekanik dengan ukuran partikel sekitar 200
lm yang mencegah dari fagositosit. Sebagai prosedur implan tidak dapat diubah, injeksi
dengan anestesi umum biasanya dianjurkan. Peningkatan hasil suara dan parameter
akustik digambarkan mirip dengan operasi kerangka laring. Sintetik kalsium
19
hidroksilapatit (Caha: Radiesse Voice) tersedia sebagai Radiesse Suara. Di antara
karakteristik yang menguntungkan adalah inersia biologis dan mudah Aplikasi bahkan
melalui jarum kecil-gauge. Komplikasi termasuk teoritis (seperti dalam kebanyakan
pengisi) migrasi implan, pembentukan granuloma, penyimpangan mukosa pita
suara, reaksi alergi, dan kalsifikasi ektopi. Seperti pengisi permanen lainnya,
hanya pasien dengan kelumpuhan permanen jaringan parut pita suara seharusnya
diperlakukan. Dalam kasus, di mana pemulihan saraf diduga, pengobatan jangka
pendek (cocok untuk 1-2 bulan) oleh suntik yang terdiri dari polimer sintetik
(karboksimetilselulosa) tanpa radiesse voice mikrosfer
menjadi sangat populer baru-baru ini.
Teknik Augmentasi7,9,16
Augmentasi korda vokalis dapat dicapai dengan menyuntikkan bahan
tertentu di korda vokalis yang paralisis (palsi). Beberapa bahan atau material
yang dapat digunakan untuk augmentasi korda vokalis yaitu: Teflon, gelfoam,
lemak (fat), fasia, kolagen, asam hialuronik, partikel kartilago atau tulang,
calcium hydroxyapatite gel dan polydimethylsiloxane gel.
Penyuntikan Teflon langsung ke dalam korda (plika) vokalis melalui
mulut (transoral laryngoscopic injection) merupakan metode yang relatif
sederhana, namun efektif untuk mengkoreksi insufisiensi glotis. Prosedur
injeksi augmentasi (vocal cord injection) ini dilakukan dalam posisi tidur
(supine), kemudian laringoskopi direk dan evaluasi korda vokalis
menggunakan teleskop rigid 0° (diameter 4 mm, panjang 30 cm) yang
dihubungkan dengan sebuah video kamera. Prosedur ini umumnya
menggunakan sedasi intravena dan anestesi topikal. Dengan cara ini korda
vokalis dapat diakses dengan mudah, baik untuk injeksi lateral maupun medial
(lamina propria medial superfisial). Lokasi injeksi yang tepat sangat penting
untuk mendapatkan efek yang di inginkan. Mula-mula Teflon pasta
dimasukkan dalam Bruening syringe yang telah dipasang jarum spinal No 18.
Dengan tuntunan teleskop, ujung jarum mendorong plika ventrikularis ipsi
20
lateral selateral mungkin. Dengan mengarahkan ujung jarum kearah oblik
(miring) selanjutnya ujung jarum ditusukkan melalui dasar ventrikel Morgagni
sampai sedalam 3 mm, ujung jarum akan berada infra plika vokalis yaitu
diantara m. tiroaritenoid dengan kartilago tiroid., kemudian disuntikkan
Teflon sebanyak 0,6 - 0,8 ml (sekitar 1 ml) sampai tampak korda vokalis
terdorong ke garis tengah. Bila suatu saat hasil augmentasi korda vokalis
dengan Teflon dianggap sudah tidak efektif lagi, dapat dilakukan penyuntikan
ulang dengan monitoring videostroboskopi.
Gambar. 8 (a). Injeksi lateral untuk pembesaran lipat vocal; (b). Situasi setelah injeksi
medial palsu polydimethylsiloxane menyebabkan vokal kali lipat kekakuan selama
operasi pengangkatan
Selain melalui endoskopi, injeksi Teflon dapat dilakukan transkutan
menggunakan jarum spinal 18 gauge. Lokasi penusukan di kulit diatas
membran krikotiroid, menembus tepi kaudal kartilago tiroid dibagian tengah
(midline) lalu miring ke kiri atau kanan sesuai lokasi korda vokalis yang
paralisis.5 Cara lainnya yaitu injeksi melalui lobang kecil di kartilago tiroid
(minitirotomi). Penempatan dan lokasi ujung jarum dibimbing fiberscope
(FOL) yang dihubungkan layar monitor melalui pengamatan pergerakan
21
jaringan dengan cara menggerakkan jarum tersebut. Teknik injeksi Teflon
transkutan dengan anestesi lokal memberi peluang yang lebih baik untuk
menempatkan Teflon dengan tepat di regio infra plika vokalis. Selain itu,
dengan anestesi lokal memungkinkan dilakukannya monitoring suara saat
penyuntikan.5 Teknik yang paling baru yaitu dengan menggunakan spuit 10 ml
dan jarum hipodermik (No. 23G x 11/4; 0,65 x 32 mm) yang sepertiga
dibagian ujungnya dibengkokkan 30 derajat (transcutaneous chordal injection
with curved needie).
Gambar.9 Penyuntikan Teflon transkutan ke korda vokalis. (a). Penyuntikan dengan jarum lurus; (b). Penyuntikan dengan jarum hipodermik yang telah dibengkokkan.
22
Pasta Teflon (Polytef(R)) adalah polimer dari tetrafluoroethylene,
merupakan material biosintetik yang pertama kali di desain secara spesifik untuk
implan. Penyuntikan dengan Teflon pasta diperkenalkan tahun 1962, dan
mendapat persetujuan FDA (Amerika) tahun 1972. Sejak itu injeksi Teflon
seringkali dilakukan dan merupakan prosedur pilihan untuk medialisasi korda
vokalis yang tidak dapat bergerak ke medial. Bahan bioinert ini relatif dapat
diterima jaringan disekitarnya (well tolerated) dan diakui sangat baik untuk
augmentasi plika vokalis. Kelebihan bahan ini adalah harganya murah, teknik
penyuntikannya mudah dan perbaikan suara dapat segera diperoleh (90% hasilnya
sangat baik). Jumlah dan lokasi penyuntikan yang tepat merupakan kunci
keberhasilan medialisasi korda vokalis dengan Teflon. Penyuntikan yang
berlebihan dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dari hasil penelitian
diketemukan, daerah dibawah korda vokalis yaitu sekitar 3 mm inferior dari ujung
plika vokalis merupakan asal mula gelombang mukosa. Lokasi ini penting untuk
osilasi. Selain itu, daerah ini merupakan perluasan lapisan 9 Penyuntikan atau
migrasi Teflon di daerah ini dan berdifusi akan menyebabkan plika vokalis
menjadi keras seperti batu (stony hard vocal fold). Akhir-akhir ini penyuntikan
dengan Teflon mulai jarang dilakukan oleh karena sering terjadi pembentukan
granuloma (Teflon granuloma) yang kadang disertai obstruksi jalan napas, migrasi
Teflon ke jaringan sekitarnya, fiksasi aritenoid akibat proses inflamasi
imunogenik, ketidak mampuan menutup glotis posterior dan bahan ini sangat sulit
dikeluarkan melalui prosedur endoskopi bahkan tidak mungkin (ireversibel). Saat
ini injeksi pasta Teflon mulai digantikan oleh prosedur lain yaitu bedah kerangka
laring (tiroplasti) yang lebih aman dan efektif.
Gambar. 10 Membebaskan dari epitel; (a) Insisi; (b) penghapusan subepitel dari bekas luka; (c) membalik kembali epitel dan penutupan luka dengan
fibrin lem dan / atau mikro-jahitan.
23
Gambar. 11 Setelah membebaskan epitel, implantasi subepitel fasia ini dilakukan dengan diikuti oleh penutupan luka dengan jahitan mikro.
Gambar. 12 Medial injeksi ke lamina propria untuk medialization dan pemulihan zona baru
Injeksi lemak autolog1,7,15
Penyuntikan lemak (autologous fat) untuk medialisasi korda vokalis
dilaporkan hasil jangka pendek yang cukup memuaskan. Sepotong lemak (kecil)
yang berasal dari abdomen dan telah melalui proses tertentu menjadi cair,
disuntikkan di permukaan plika vokalis yang mengalami paralisis. Cara seperti ini
pertama kali dilakukan oleh Brandenburg tahun 1987. Cara lainnya yaitu
membuat insisi kecil di permukaan superior plika vokalis, lalu dibuat celah
(kantung) untuk menempatkan potongan lemak, lalu di jahit. Meskipun lemak
yang disuntikkan atau di implantasikan agak sedikit lebih banyak
24
(overcorrection), sekitar 50-75% akan diresorbsi dalam waktu beberapa bulan
atau tahun. Panen dan pengolahan.
Okulasi Mukosa7
Dalam kasus, di mana hilangnya jaringan dan jumlah pembentukan bekas
luka begitu signifikan bahwa tidak ada kesempatan untuk restorasi menggunakan
salah satu teknik tersebut bebas bukal mukosa okulasi bisa menjadi pilihan.
Neumann, telah menggunakan teknik transplantasi ini pada 1970-an dengan
teknik terbuka untuk pengobatan berbagai bekas luka yang disebabkan lesi.
Teknik ini dapat digunakan untuk pemulihan komisura anterior dan mengganti
mukosa pita suara. Alasan di balik teknik ini adalah untuk membawa jaringan
unscarred ke endolaring bekas luka dengan tujuan untuk menciptakan struktur
jaringan.
Mukosa mulut dipanen dari pipi bagian dalam. Ketebalan transplantasi
dapat dipilih sesuai dengan persyaratan: sangat tipis ketika hanya epitel harus
diganti atau ketebalan penuh mukosa untuk mengisi cacat. Untuk mengamankan
transplantasi di laring, mukosa buccal graft (permukaan baku luar) dijahit pada
lembar silastic (0,5 mm, kain diperkuat) dengan Vicryl 3/0. Melekat dengan satu
atau dua endo-extralaryngeal jahitan dengan jarum Lichtenberger menggunakan
prolene 2/0 ke permukaan baku laring. Jahitan yang diikat pada kulit lebih elastis
guling terbuat dari lembaran terlipat silastic yang menjamin kontak yang baik dari
transplantasi dengan daerah penerima.
Setelah 3 minggu, lembar silastic dihapus di bawah anestesi umum dan
pembentukan jaringan granulasi dapat dihapus dalam sesi yang sama dengan laser
CO2. Biasanya diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan
permukaan endolaryngeal halus. Kemunculan kembali getaran membutuhkan
waktu beberapa bulan, namun tidak dijamin dalam setiap kasus. Jika perlu
tambahan augmentasi atau medialization thyroplasty dapat dilakukan setelah 6-12
bulan.
25
Gambar. 13 Implantasi fasia pada pasien: (a) sayatan dan membebaskan epitel; (b) strip fascia; (c) implantasi fascia; (d) jahitan mikro-angiolytic Laser7
Sebuah pendekatan baru dan menjanjikan untuk pengobatan bekas luka
adalah penggunaan laser angiolytic yaitu PDL (pulse dye laser) dan
PTP (kalium-titanyl fosfat). Semakin banyak kertas menunjukkan efek yang
menguntungkan dalam mengobati luka kulit. Meskipun mekanisme yang tepat
yang mendasari tidak sepenuhnya dipahami sampai saat ini, uji eksperimental
dijelaskan mekanisme potensi efek laser, yang meliputi pengembangan
subbasement pesawat membran belahan dada, serta up regulasi protein yang dapat
aktif memodulasi fibrosis dewasa. Satu studi percontohan Calon dari 11 pasien
dengan jaringan parut pita suara diperlakukan dengan PDL menunjukkan
perbaikan yang signifikan secara statistik dalam pengukuran suara subjektif dan
objektif
Gambar. 14 Bukal mukosa okulasi (skematik).
26
Gambar. 15 Bukal mukosa okulasi pada pasien.
Tiroplasti Medialisasi7
Teknik dasar Tiroplasti medialisasi diperkenalkan oleh Nobuhiko Isshiki,
sejak 25 tahun yang lalu, dan sampai sekarang masih terus mempelajari konsep
mengenai penyesuaian posisi dan tegangan plika vokalis guna mencapai fungsi
vokal yang optimal. Keberhasilan teknik Tiroplasti medialisasi ini sangat
berkaitan dengan faktor anatomi. Pada prinsipnya tiroplasti dapat dibedakan
dalam 4 tipe.
Type I: Lateral compression Type II: Lateral Expansion
Type III: Shortening Type IV: Lengthening
27
Approximation Cricothyroid
Gambar 16. Tiroplasti tipe I – IV.
Isshiki merekomendasikan penggunaan tiroplasti tipe 1 untuk terapi
paralisis aduktor korda vokalis unilateral. Prosedur operasi tiroplasti tipe I ini
meliputi: 1. Pembuatan lubang di kartilago tiroid; 2. Mendorong jaringan dibawah
kartilago tiroid kearah medial, dan; 3. Mempertahankan posisi medialisasi ini
dengan memasang potongan kartilago tiroid (thyroid cartilage wedge) yang
didapat disebelah lateral dari plika vokalis yang paralisis, yaitu diantara plika
vokalis dengan kartilago tiroid.
Pembuatan lubang di kartilago tiroid dilakukan dengan menggunakan
gergaji listrik (oscillating saw) dengan blade 2,5 mm. Dimensi lubang kartilago
tiroid biasanya berupa bangunan segi empat sebagai berikut: 1) sisi segi empat
dibagian atas, berjarak setengah dari panjang thyroid notch anterior ke insersio m.
krikotiroid; 2) sisi segi empat dibagian bawah, berjarak setengah dari panjang
garis segi empat superior ke insersio m krikotiroid; 3) sisi segi empat posterior,
berjarak sepertiga sampai setengah dari midline kartilago tiroid ke insersio m.
konstriktor inferior; dan 4) sisi segi empat anterior, berjarak 5-7 mm lateral dari
midline kartilago tiroid. Melalui lubang ini, jaringan dibawah kartilago di preparer
dan di elevasi, didorong ke medial lalu digganjal dengan tulang rawan atau bahan
lainnya.
28
Gambar 17. Tiroplasti tipe I.
Berbagai bahan dan cara telah dilakukan untuk membantu
mempertahankan korda vokalis berada dalam posisi di garis tengah saat fonasi.
Pada awalnya untuk mengganjal digunakan potongan kartilago tiroid yang
didapatkan saat membuat lubang. Namun cara seperti ini hasilnya masih kurang
memuaskan oleh karena kartilago tiroid yang di pasang (thyroid cartilage wedge)
bentuknya segi empat dengan ketebalan yang sama sehingga tidak dapat
mendorong korda vokalis kearah medial secara optimal, terutama di bagian
posterior.
Upaya untuk lebih meningkatkan medialisasi korda vokalis yaitu setelah
elevasi (mengangkat) perikondrium bagian dalam (inner perichondrium) secara
hati-hati, memasukkan potongan kartilago tiroid (autologous cartilage) lewat
lubang yang ada, lalu mendorong inner perichondrium ke medial dan
dipertahankan agar tetap di tempatnya dengan meletakkan silastik wedge, atau
bagian kartilago tambahan yang diperoleh dari bagian ujung superior kartilago
tiroid.
29
Gambar 18. Tiroplasti medialisasi dengan kartilago.
Silastik (silikon keras) atau kartilago tambahan ini ditempatkan di bawah
ujung posterior lubang untuk lebih memedialisasikan plika vokalis didaerah itu.
Potongan kartilago tiroid yang diletakkan ditepi inner perichondrium ini
digerakkan kearah anterior dan posterior untuk menentukan posisi yang paling
optimal (suara yang paling nyaring). Setelah itu, dibagian luar difiksasi dengan
benang nonabsorable. Selama pelaksanaan pembedahan dilakukan monitoring
posisi korda vokalis dan rima glotis (jalan napas) dengan video monitor.
Kelemahan cara ini yaitu terjadinya pergeseran atau rotasi dari kartilago yang
dipasang.
Gambar19. Tiroplasti medialisasi dengan kombinasi kartilago dan silastik.
Perkembangan berikutnya dari Tiroplasti medialisasi ini yaitu
menggunakan silastik yang dibentuk saat operasi (wedge-shaped piece of soft
Silastic block). Setelah kartilago tiroid di lubangi dengan gergaji listrik dan
30
elevasi perikondrium sebelah dalam sampai optimal, dilakukan pengukuran besar
dan bentuk silastik atau silikon yang dibutuhkan. Hand carved silastic (silicone)
implant ini biasanya berukuran tinggi 4 - 6 mm, lebar 8 -12 mm, kedalaman
anterior 2 - 3 mm, dan kedalaman posterior 4 - 5 mm. Irisan Silastik (Silastic
wedge) berbentuk segi empat dengan 3 sisi yang menuju ke arah anterior ini
kemudian diletakkan di celah antara inner perichondrium dan kartilago tiroid.
Sisi persegi empat bagian atas dan bawah dimulai dari midline anterior kartilago
tiroid sampai kira-kira berjarak setengah dari batas posterior lamina tiroid. Bila
diperlukan dapat dibuat silastik dengan bentuk sedemikian rupa yang dapat
digunakan untuk mendorong aritenoid ke medial. Dengan menempatkan desain
silikon seperti ini akan mendorong korda vokalis ke medial dan merapat di
median (midline) dengan garis tepi korda yang lurus. Oleh karena dibagian dasar
silastik bentuknya sesuai dengan lubang di kartilago tiroid, maka disini tidak perlu
dilakukan fiksasi dengan penjahitan. Kunci penting dari cara ini yaitu
mempertahankan inner perihondrium kartilago tiroid tetap intak terutama ke arah
anterior, dan memasang implan ke arah posterior. Dengan cara seperti ini dapat
lebih dipastikan akan diperoleh kelurusan ujung plika vokalis yang termedialisasi
dari komisura anterior ke prosesus vokalis. Pembedahan dengan menggunakan
cara ini dilaporkan hasil yang sangat baik. Kelemahan cara ini adalah
membutuhkan ketrampilan untuk mengukur celah antara innner perichondrium
dengan kartilago tiroid dan membentuk (mengukir) irisan silastik yang sesuai.
Kesalahan yang sering ditemukan yaitu kegagalan menentukan ukuran (desain)
implan dengan ukuran laring, dan lokasi lubang yang terlalu ke anterior atau
superior.
31
Gambar 20. Tiroplasi medialisasi dengan implan silastik yang dibentuk saat operasi
Evolusi Tiroplasti medialisasi terus didorong oleh penilaian suara secara
obyektif yang komprehensif. Beberapa peneliti menunjukkan adanya kemajuan
dalam : ukuran gap glotis yang signifikan selama penilaian fonasi, waktu fonasi
maksimum, aliran udara transglotis, rasio harmonis suara, kekerasan suara,
pelafalan atau pernafasan suara, dan keparauan suara. Perkembangan berikutnya
yaitu diproduksinya bahan dan desain berbeda untuk implan pada tiroplasti
medialisasi, antara lain yaitu bahan implan dari silastik. Implan silastik yang
banyak digunakan (populer) buatan Montgomery. Implan ini tersedia secara
komersial dalam berbagai macam bentuk dan ukuran. Pemasangannya mudah dan
praktis. Operator hanya melakukan pengukuran besarnya celah, lalu memilih
implan yang sesuai. Pemasangan implan ini kadang memerlukan suatu insisi di
inferior dan posterior dari perikondrium sebelah dalam, dan memperluas
penempatan posterior untuk me-medial-kan prosesus vokalis kartilago aritenoid.
32
Implan lainnya yang telah tersedia dipasaran terbuat dari hidroksiapatit dan
titanium.
Gambar 21. Tiroplasti medialisasi: (a) Silastik Montgomery; (b) Hydroxyapatite; (c)Titanium.
Perkembangan yang terakhir yaitu ditemukannya bahan implan dari
expanded polytetrafluoroethylene (Gore-Tex®). Penggunaan bahan implan ini
untuk medialisasi korda vokalis dilakukan pertamakali oleh Hoffman dan
McCulloh pada tahun 1999. Sejak itu, silastik yang dulu seringkali digunakan
untuk implan pada tiroplasti medialisasi mulai diganti dengan Gore-Tex. Bahan
implan ini berupa lembaran tipis dan lunak (soft tissue patch) yang dapat
dipotong-potong menjadi pita panjang. Pita Gore-Tex ini dimasukkan lewat
lubang di kartilago tiroid (tahap awal tiroplasti), lalu diselipkan ke dalam rongga
paraglotis sehingga mendorong plika vokalis kearah medial (midline). Dengan
bahan implan dan cara seperti ini dilaporkan hasil perbaikan kualitas suara yang
baik sekali.
33
Kelebihan tiroplasti tipe I (tiroplasti medialisasi) dengan menggunakan
berbagai macam implan ini yaitu teknik ini digolongkan permanen meskipun
implan yang dipasang dapat dikeluarkan melalui pembedahan (surgically
reversibel), dan sangat baik untuk mengatasi gap glotis di anterior. Sedangkan
kelemahanya adalah lebih invasif, dan kurang efektif untuk mengatasi gap glotis
di posterior.
Komplikasi pasca bedah dini dari Tiroplasti medialisasi yaitu eritema
(68%), edema (76%), hematom (28%) yang mengalami penurunan secara
bertahap sampai 1 bulan setelah pembedahan. Komplikasi lanjut berupa ekstrusi
silicone wedges ke dalam lumen laring, inflamasi persisten plika vokalis, dan
celah anterior di mukosa plika vokalis akibat penempatan silicone wedge yang
tidak tepat. Problema yang sering dijumpai yaitu glotis posterior yang kurang
dikoreksi, penempatan implan yang terlalu tinggi, ekstrusi implan, koreksi yang
terlalu ke anterior, dan gap glotis yang kurang dikoreksi.
Untuk mengatasi posterior gap ini, tiroplasti medialisasi seringkali
dikerjakan bersama dengan aduksi aritenoid.
34
RESUME
Jaringan parut pita suara terbentuk karena trauma yang terjadi pada
struktur berlapis pita suara dan menyebabkan penurunan yang signifikan dalam
karakteristik getaran. Hal ini berdampak pada perubahan viskoelastis jaringan dan
menyebabkan terjadinya disfonia, perubahan nafas dan memiliki dampak yang
cukup besar pada kualitas hidup. Ciri utama dari jaringan parut pita suara yaitu
jaringan kolagen dan elastin yang tidak teratur, kehilangan struktur matriks
ekstraselluler dan mengurangi kelenturan pita suara dan insufisiensi glotis.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert. T sataloff, Farhad Chowdhury, Joel. E Portnoy, Mary. J
Hawkshaw, Shruti Joglekar. Laryngeal surgery. New Delhi; Jaypee
Brothers Medical; 2014.
2. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear,
head and neck. 13th ed. Philadelphia; 1993: 3: 424 – 428.
3. Kircher JA. Physiology of the Larynx. Philadelpia : WB Saunders. Co;
1991: Vol. 1-3: 339.
4. Vocal fold scarring [internet]. 2015 [cited 2015 feb 15]. Available from:
http://voicefoundation.org/health-science/voice-disorders/voice-
disorders/vocal-fold-scarring/.
5. Schweinfurth, MD. Vocal Ford Scar [internet]. 2015 [Updated: 2012 Nov
12; cited 2015 Feb 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/.
6. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Butterworth. 1997: Vol I.
7. G. Friedrich, F. G. Dikkers, C. Arens, M. Remacle, M. Hess, A.
Giovanni,et al., Vocal fold scars: current concepts and future directions
Consensus report of the phonosurgery committee of the European
laryngological society [internet]. 2015 [updated: 2013 Apr 11; cited 2015
Feb 15]. Available from;
http://vocal_fold_scar_current_and_future_directions.pdf/.
8. Sabiston. Kista adenoid. Buku ajar Bedah. Edisi 2. EGC ; Jakarta.
9. Soedjak S. Measuring the maximum phonation time to evaluate a hoarse
voice. OthoRhinolarynggica Indonesiana. June, 1995: Vol XXVII: 457-
463.
36
10. Otolaryngology [internet]. 2015 [updated: 2000 Oct; cited 2015 Feb 15].
Available from; http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10984771
Otolaryngol Clin North Am.
11. The Voice and Swallowing [internet]. 2015 [updated: 2004; cited 2015 Feb
15]. Available from; http://www.nyee.edu/.
12. Larngeal trauma [internet]. 2015 [cited 2015 Feb 16]. Available from;
http://www.medicinestuffs.com/2010/03/trauma-laring.html
13. Ro YE, Thomas RM, Isaacson GC. Giant dermoid cyst of the neck
canmimic a cystic neck lesion. International journal of pediatric
Otolaryngolog; 2007: 71: 653-658.
14. Trauma laringotrakea [internet]. 2015. [updated; 2007; cited 2015 Feb
16]. Available from; http://www.bedahtkv.com/index.php?/Paper/Referat-
dan-Tinjauan-Pustaka/Trauma-Laringotrakea.html
15. Sataloff RT, Spiegel JR, Hawkshaw M, et al. Autologous fat implantation
for vocal fold scar: a preliminary report. J Voice. Jun 1997;11(2):238-46.
[Medline].
16. Choi SH, Zhang Y, Jiang JJ, Bless DM, Welham NV. Nonlinear dynamic-
based analysis of severe dysphonia in patients with vocal fold scar and
sulcus vocalis. J Voice. Sep 2012;26(5):566-76. [Medline]. [Full Text].
17. Gray SD, Bielamowicz SA, Titze IR, et al. Experimental approaches to
vocal fold alteration: introduction to the minithyrotomy. Ann Otol Rhinol
Laryngol. Jan 1999;108(1):1-9. [Medline].
37