Author
dedeh-asliah
View
316
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
stres
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock)
adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang
mengerikan. "Respons stres akut" pertama kali dideskripsikan oleh Walter Cannon pada tahun
1920 sebagai sebuah teori bahwa hewan-hewan begangguan terhadap ancaman dengan
pembuangan umum dari sistem saraf simpatik. Respons ini kemudian dikenal sebagai tahap
pertama dari sindrom adaptasi umum yang mengatur tanggapan stres di antara vertebrata dan
organisme lain.
Gangguan stres akut ditandai dengan perkembangan kecemasan yang parah, disosiatif,
dan gejala lain yang terjadi dalam waktu satu bulan setelah terkena stresor traumatis yang
ekstrem (misalnya, menyaksikan kematian atau kecelakaan serius). Sebagai tanggapan terhadap
peristiwa traumatik, individu mengembangkan gejala disosiatif. Individu dengan gangguan stres
akut mempunyai penurunan respon emosional, seringkali sulit atau tidak mungkin untuk
mengalami kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan menyenangkan sebelumnya, dan sering merasa
bersalah karena mengejar tugas-tugas kehidupan biasa. Seseorang dengan gangguan stress akut
dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh mereka, pengalaman dunia
sebagai tidak nyata atau mimpi, atau mengalami kenaikan kesulitan mengingat detail spesifik
dari peristiwa traumatik (amnesia disosiatif).1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder/ASD) adalah sebuah kondisi psikologis
yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan, hasil dari sebuah peristiwa
traumatis di mana seseorang mengalami atau saksi suatu peristiwa yang menyebabkan
korban/saksi untuk mengalami ekstrim, mengganggu atau tidak terduga takut, stres, (dan kadang-
kadang rasa sakit) dan yang melibatkan atau mengancam serius, dirasakan cedera serius
(biasanya kepada orang lain), atau kematian. Gangguan stres akut adalah variasi dari Post-
Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan adalah pikiran dan tubuh terhadap perasaan (baik yang
dirasakan dan nyata) yang intens ketidakberdayaan.1
2.2 Epidemiologi
Secara umum, prevalensi seumur hidup gangguan stress akut sebesar 8% sementara 5-
15% mengalami bentuk subklinis. Pada kelompok yang pernah mengalami trauma sebelumnya,
prevalensinya antara 5-75%. Wanita memiliki risiko yang lebih tinggi (10-12%) dibandingkan
pria (5-6%) pada kelompok usia dewasa muda.
2.3 Etiologi
Stresor atau peristiwa traumatis di mana seseorang mengalami atau saksi suatu peristiwa
yang menyebabkan korban/saksi untuk mengalami ekstrim, mengganggu atau tidak terduga
takut, stres, (dan kadang-kadang rasa sakit) dan yang melibatkan atau mengancam, cedera serius,
atau kematian.
Walaupun stresor diperlukan, namun stresor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan.
Faktor-faktor yang harus ikut dipertimbangkan adalah faktor biologis individual, faktor
psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma. Faktor kerentanan yang
merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan apakah
gangguan akan berkembang, yaitu :
2
1. Adanya trauma masa anak-anak
2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau anti sosial
3. Sistem pendukung yang tidak adekuat
4. Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik
5. Perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi
6. Persepsi lokus kontrol eksternal
7. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai taraf ketergantungan
Jika trauma terjadi pada masa anak-anak maka akan terjadi penghentian perkembangan
emosional, sedangkan jika terjadi pada masa dewasa akan terjadi regresi emosional.1
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala menunjukkan variasi yang besar, tetapi biasanya mereka menyertakan sebuah
keadaan awal dari "linglung", dengan beberapa penyempitan bidang kesadaran dan penyempitan
perhatian, ketidakmampuan untuk memahami rangsangan, dan disorientasi. Keadaan ini dapat
diikuti baik oleh penarikan lebih lanjut dari situasi sekitarnya, atau dengan agitasi dan
overeaktifitas. Tanda-tanda panik otonom kecemasan (takikardia, berkeringat, kemerahan) yang
umumnya hadir. Gejala biasanya muncul dalam beberapa menit dari dampak dari stres
rangsangan atau aktivitas, dan menghilang dalam waktu 2-3 hari (seringkali dalam beberapa
jam). Amnesia sebagian atau lengkap untuk episode mungkin ada.
Seseorang dengan Gangguan Stress akut dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi,
merasa terlepas dari tubuh mereka, pengalaman dunia sebagai tidak nyata atau mimpi, atau
mengalami kenaikan kesulitan mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (amnesia
disosiatif). Peristiwa traumatik yang dialami kembali terus-menerus dalam setidaknya salah satu
dari cara berikut: berulang, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik, atau rasa menghidupkan
kembali pengalaman atau penderitaan pemaparan pada pengingat dari peristiwa traumatik.1
3
2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan stress akut menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut :2
1. Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya pengalaman stresor
luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala, biasanya setelah beberapa
menit atau segera setelah kejadian.
2. Selain itu ditemukan gejala-gejala :
a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain
gejala permulaan berupa keadaan terpaku (daze), semua hal berikut dapat
terlihat : depresi, ansietas, kemarahan, kecewa, overaktif, dan penarikan
diri.
Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi
gambaran klinisnya untuk waktu yang lama.
b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stresornya, gejala
dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal di mana
stres menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala
biasanya baru mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang
setelah 3 hari.
3. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari
gejala-gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya.
4. Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan
dalam terjadinya atau beratnya suatu gangguan stres akut.
Kriteria diagnostik untuk gangguan stress akut menurut DSM IV adalah sebagai berikut:3
A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini
ditemukan:
1. Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan
suatu kejadian atau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau
kematian yang sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada
integritas diri atau orang lain.
4
2. Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa
tidak berdaya atau horor.
B. Salah satu selama mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan,
individu tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut :
1. perasaan subyektif kaku, terlepas, atau tidak ada responsivitas emosi.
2. penurunan kesadaran terhadap sekelilingnya (misalnya, berada dalam keadaan
tidak sadar)
3. derealisasi
4. depersonalisasi
5. amnesia disosiatif (yaitu, ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari
trauma)
C. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali sekurangnya satu cara berikut:
bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang rekuren, atau suatu perasaan
hidupnya kembali pengalaman atau penderitaan saat terpapar dengna pengingat kejadian
traumatik.
D. Penghindaran jelas terhadap stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma (misalnya,
pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat, orang).
E. Gejala kecemasan yang nyata atau pengingat kesadaran (misalnya, sulit tidur, iritabilias,
konsentrasi buruk, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan, dan
kegelisahan motorik).
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain, menganggu kemampuan individu untuk
mengerjakan tugas yang diperlukan, seperti meminta bantuan yang diperlukan atau
menggerakan kemampuan pribadi dengan menceritakan kepada anggota keluarga tentang
pengalaman traumatik.
G. Gangguan berlangsung selama minimal 2 hari dan maksimal 4 minggu dan terjadi dalam
4 minggu setelah traumatik
H. Gangguan tidak disebabkan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik diterangkan
5
oleh gangguan psikotik singkat dan tidak semata-mata suatu eksaserbasi gangguan Aksis
I atau Aksis II dan telah ada sebelumnya.
Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki derajat perilaku menghindar,
kesadaran berlebih (hiperarousal) otonomik, atau riwayat trauma yang dilaporkan oleh pasien
gangguan stress pascatraumatik. Sebagian karena publikasi yang luas dan telah diterima, istilah
gangguan stress pascatraumatik dalam berita popular, klinisi harus juga mempertimbangkan
kemungkinan suatu gangguan buatan atau berpura-pura.
2.6 Diagnosis Banding
1. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Pada PTSD, pasien harus mengalami suatu stress emosional yang besar yang bersifat
traumatik bagi setiap orang. Peristiwa trauma tersebut termasuk trauma peperangan,
bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, dan kecelakaan yang serius. PTSD terdiri dari
pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran yang membangunkan (waking
through), penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan
responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan (hyperarousal) yang
persisten. Menurut DSM-IV perbedaan antara gangguan stress akut dengan PTSD adalah
lamanya gejala berlangsung yaitu pada gangguan stress akut berlangsung 2 hari hingga 1
bulan sedangkan pada PTSD berlangsung lebih dari 1 bulan.4
2. Gangguan Panik
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan
tidak diperkirakan. Gangguan panik ini sering disertai dengan adanya agoraphobia yaitu
ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik. Pasien ini dibawa berobat ke rumah
sakit dengan keluhan berteriak-teriak ketakutan serta berguling-guling di lantai tempat
kerjanya sehingga hal ini mendukung adanya suatu serangan panic yang spontan. Selain
itu, pasien juga menghindari tempat-tempat umum atau transportasi umum.
2.7 Penatalaksanaan
Gangguan ini dapat diatasi sendiri dengan waktu atau mungkin berkembang menjadi
gangguan yang lebih berat seperti PTSD. Namun hasil Creamer, O'Donnell dan Pattison's (2004)
6
penelitian terhadap 363 pasien menunjukkan bahwa diagnosa Gangguan Stres akut hanya
memiliki validitas prediktif terbatas untuk PTSD. Namun tidak menemukan bahwa pengalaman
kembali peristiwa traumatik dan gairah lebih baik prediktor PTSD. Obat dapat digunakan untuk
jangka waktu yang sangat singkat (sampai empat minggu)
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas konseling dan psikoterapi
bagi orang-orang dengan ASD. Terapi perilaku kognitif yang mencakup eksposur dan
restrukturisasi kognitif ternyata efektif dalam mencegah PTSD pada pasien yang didiagnosis
dengan klinis ASD dengan hasil yang signifikan pada 6 bulan follow-up. Kombinasi relaksasi,
restrukturisasi kognitif, imaginal eksposur dan vivo eksposur lebih unggul untuk mendukung
konseling.5
2.8 Prognosis
Prognosis untuk gangguan ini sangat baik. Jika berkembang ke gangguan lain (biasanya
PTSD), tingkat keberhasilan dapat bervariasi sesuai dengan spesifikasi yang terjadi pada
gangguan.1
7
BAB III
PENUTUP
Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder/ASD) adalah sebuah kondisi psikologis yang
timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan, hasil dari sebuah peristiwa
traumatis di mana seseorang mengalami atau saksi suatu peristiwa yang menyebabkan
korban/saksi untuk mengalami ekstrim, mengganggu atau tidak terduga takut, stres, (dan kadang-
kadang rasa sakit) dan yang melibatkan atau mengancam serius, dirasakan cedera serius
(biasanya kepada orang lain), atau kematian. Gangguan ini dapat diatasi sendiri dengan waktu
atau mungkin berkembang menjadi gangguan yang lebih berat seperti PTSD. Prognosis untuk
gangguan ini sangat baik. Jika berkembang ke gangguan lain (biasanya PTSD), tingkat
keberhasilan dapat bervariasi sesuai dengan spesifikasi yang terjadi pada gangguan.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI. Sadock BJ.Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical
Psychiatry.10th ed.New York: Lippincot Williams & Wilkins.2007.pg: 322:28.
2. Maslim. Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III: Reaksi Akut
Stres. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Atmajaya.2001; pg 53.
3. American Psychiatric association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM-IV). 4th ed.Washington,DC:American Psychiatric Association; 2000.
4. Ingram IM. Catatan Kuliah Psikiatri. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran.1995.
pg: 28:42.
5. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta : Penerbit Media Aesculapsius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.pg :189:192.
9