19
SPONDILITIS TUBERKULOSIS I. Pendahuluan Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. (1,2) Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae. (1,3) 1

Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

I. Pendahuluan

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan

nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis

merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang

lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit

ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang

menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan

kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil

tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,

sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.(1,2)

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah

peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium

tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau

tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada

vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis

biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.(1,3)

Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang

sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu

diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan

dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif. (4)

II. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang

bersifat acid-fastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga

sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA) )dan tidak dapat

diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik

Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam

media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan

1

Page 2: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk

membedakannnya dengan spesies lain. (2)

Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di

tempat lain di tubuh, 5– 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik

( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5– 10 % oleh mikobakterium

tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah

vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder

dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus

Batson pada vena paravertebralis. (4,5)

Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah

tertular flu.  Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup

lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Seseorang yang kesehatan

fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam

sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi.  Sementara masa inkubasi TB

sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit,

diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar

matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap, dan pada suhu

kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam.  Dalam tubuh, kuman

ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun. (1,5)

III. Epidemiologi

Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah

yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3

tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia

ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering

terkena dibandingkan anak-anak. (1,6)

Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini

mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,

misalnya di Amerika serikat. Menurut data penelitian di Los Angeles dan New

York menunjukkan bahwa kuman tuberkulosis yang bermanifestasi di tulang

2

Page 3: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

banyak terkena pada ras Afrika, Amerika, Spanyol-Amerika, dan Asia- Amerika.

Penyakit spondilitis tuberkulosis lebih sering mengenai laki-laki dengan rasio

laki-laki : perempuan 2:1. (7)

IV. Manifestasi Klinik

Spondilitis tuberkulosis memiliki beberapa gejala klinis, yaitu : 1). Badan

lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Suhu subfebril

terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung, 2.) Pada anak-anak

sering disertai dengan menangis pada malam hari, 3.) Pada awal dijumpai nyeri

interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada

melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di

tingkat torakal, 4.) Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal, 5.)

Deformitas pada punggung (gibbus), 6.) Pembengkakan setempat (abses), 7.)

Adanya proses tbc.(3)

Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena

proses destruksi lanjut berupa: (3,8)

a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula

spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.

b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan

adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri

interkostal.

Adapun manifestasi klinik berdasarkan paraplegi yang sering disebut dengan

pott’s paraplegi yang diklasifikasikan oleh Sorrel-Dejerine, yaitu: (1) Early onset

paresis yaitu terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit. (2) Late onset

paresis yaitu terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit.

Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga

tipe: (1,3,8)

1) Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut. Onset dini, terjadi

dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan dengan

penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).

3

Page 4: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

2) Type II Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif,

bersifat permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.

3) Type III / yang berjalan kronis. Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut.

Tidak dapat ditentukan apakah dapat membaik. Bisa terjadi karena tekanan

corda spinalis oleh granuloma epidural, fibrosis meningen dan adanya

jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis, peningkatan

deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi

vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).

V. Diagnosis

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada

banyak faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan

berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu

diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa

sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa. (3)

Anamnesa dan pemeriksaan fisis: (1,10)

1) Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat

malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan

malam hari serta cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat

berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas

pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang

gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan

berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.

2) Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah

disertai nyeri dada.

3) Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang

menjalar.

4) Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah

kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

4

Page 5: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

5) Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan

kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk

dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya

dioksipital.

6) Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi

kaku.

7) Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak

yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha.

8) Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang

belakang).

9) Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit

neurologis).

10) Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan

nyeri akut seperti pada infeksi septik.

Pemeriksaan Penunjang : (1,9)

1. Laboratorium :

a) Pemeriksaan Darah rutin, dari pemeriksaan ini didapatkan leukositosis dan

laju endap darah yang meningkat dengan jelas (>100 mm/h).

b) Pemeriksaan mikrobiologi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jaringan

tulang atau sampel abses diambil untuk pemeriksaan Basil Tahan Asam

( BTA)

c) Lumbal punksi, pada pemeriksaan ini basil tuberkel didapatkan pada

cairan serebrospinal.

2. Radiologis

a) Foto thorax, pemeriksaan ini dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari

bukti adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang

abnormal).

b) Foto polos vertebra juga diperlukan untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah

3-8 minggu onset penyakit. Jika mungkin lakukan rontgen dari arah

5

Page 6: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

antero-posterior dan lateral. Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian

anterior superior atau sudut inferior corpus vertebrae, osteoporosis

regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus

intervertebralis yang berdekatan,serta erosi corpus vertebrae anterior yang

berbentuk scalloping. Pada pasien dengan deformitas gibbus karena

infeksi sekunder tuberkulosa yang sudah lama akan tampak tulang vertebra

yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya (vertebra yang

normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginya). Bentuk ini

dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi karena

adanya stres biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga

vertebra menjadi lebih tinggi. Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak,

seperti abses paravertebral dan psoas. Tampak bentuk fusiform atau

pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi. Abses psoas akan

tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami peningkatan

densitas dengan atau tanpa kalsifikasi.

Gambar 1. Gambaran foto polos seorang wanita 48 tahun 3-4 minggu ringan dan 1 minggu

intensitas nyeri punggung meningkat. Tampak deformitas penyakit Pott dari kerusakan

korpus vertebra L3 (panah) dan kehilangan diskus intervertebralis L2-3. (Dikutip dari

kepustakaan 7)

6

Page 7: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

c) Computed Tomography – Scan (CT Scan). Terutama bermanfaat untuk

memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada

foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak

lebih baik dengan CT Scan.

Gambar 2. Gambaran CT aksial yang diambil dari korpus vertebra T8 menunjukkan

adanya kerusakan korpus vertebra. Abses para vertebra (panah) dengan ekstensi ke dalam

kanalis vertebralis (panah kecil). (Dikutip dari kepustakaan 7)

d) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Mempunyai manfaat besar untuk

membedakan komplikas yang bersifat kompresif dengan yang bersifat non

kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akanbersifat

konservatif atau operatif. Membantu menilai respon terapi. Kerugiannya

adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses.

7

Page 8: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

Gambar 3. MRI dari vertebra Th11 pada seorang pria 31 tahun dengan spondylitis TB. Kerusakan

tulang secara ekstensif disertai dengan osteomyelitis tuberculosa tampak jelas. Sumsum tulang

belakang memiliki kaliber normal. Tidak ada bukti kompresi saraf tulang belakang atau stenosis

spinal. (Dikutip dari kepustakaan 7)

VI. Diagnosa Banding

1. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).

Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau

lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi

tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.(1,3)

2. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari

pemeriksaan laboratorium. (3)

3. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkin’s disease, eosinophilic

granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewing’s sarcoma) Metastase dapat

menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda

dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap

dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai

8

Page 9: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang

berbatas jelas. (3)

4. Scheuermann’s disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh

karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut

superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.(3)

VII. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera

untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengoreksi

paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Pott’s paraplegia yaitu: 1)

Pemberian obat antituberkulosis. 2) Dekompresi medula spinalis. 3)

Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi. 4) Stabilisasi vertebra dengan

graft tulang (bone graft). (9)

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari: (1,3,7,9)

1. Terapi konservatif, dengan :

a. Tirah baring (bed rest).

b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

c. Memperbaiki keadaan umum penderita.

d. Pengobatan antituberkulosa.

Standar pengobatan untuk TB paru berdasarkan program P2TB paru yaitu:

Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).

a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60

kali).

b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali

seminggu selama 4 bulan (54 kali).

9

Page 10: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama

sebulan, termasuk penderita yang kambuh.

a) Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450

mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari.

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya

selama 3 bulan (90 kali).

b) Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol

1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).

2. Terapi operatif

a) Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia

atau malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi,

penderita diberikan obat tuberkulostatik.

b) Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka, debrideman, dan bone graft.

c) Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau

MRI ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi

tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis. (5)

VIII. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi akibat spondilitis tuberkulosa meliputi : (5,7)

1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya

tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang,

sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia prognosa

baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinali oleh

jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa

10

Page 11: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi

paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan

paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.

2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke

dalam pleura.

IX. Prognosis

Prognosis pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari

usia dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit

neurologis serta terapi yang diberikan. Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa

mengalami penurunan seiring dengan ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang

dari 5%, jika pasien didiagnosa dini dan patuh dengan regimen terapi dan

pengawasan ketat). Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi

antibiotik dengan regimen medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir

mencapai 0%.

Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruh

kosmetis secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit

neurologis. Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik

secara spontan tanpa operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum, prognosis

membaik dengan dilakukannya operasi dini. Pada anak-anak, prognosis lebih baik

dibandingkan dengan orang dewasa.

X. Simpulan

Spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang

bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.

Spondilitis tuberkulosa atau yang dikenal juga sebagai penyakit Pott, paraplegi

Pott, merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Nyeri spinal

yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis

merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Pengobatan tuberkulosis

tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan

progresivitas penyakit serta mencegah kecacatan yaitu bisa berupa paraplegia

11

Page 12: Referat Spondilitis Tuberkulosis Tity

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Prakter Umum. Jakarta. Dian

Rakyat. 2008. Hal.334, 340-42.

2. Marjono, Mahar. Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian

Rakyat. 2008. Hal. 427.

3. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University

Press. 2007. Hal. 195, 271.

4. Markam Soemarmo. Neurologi Praktis. Jakarta. Widya Medika. 2002. Hal.

104-106.

5. Mandell, GL. John, EB. Raphael D. Skeletal tuberculosin in Principal and

practice of infectious Disease. 7 th ed. Massachusetts. Elsevier Inc. 2012.

6. Price, SA. Lorraine, MW. Patifisiologi : Konsep Klinis Prose-proses

Penyakit. Vol 2. Edisi 6. Jakarta. ECG. 2006.

7. Hodgson, AR. The Pathogenesis of Pott’s Paraplegi. The Journal of Bone and

Joint Surgery. Volume 49-A. No. 6. 1967.

8. Hidalgo, JA. Pott Disease. Department of Internal Medicine, Division of

Infectious Disease. Peru. (cited 5 December 2011) available from: URL:

http://medscape.com.

9. Vitriana,dr. Spondilitis tuberkulosa. Bagian ilmu kedokteran fisik dan

rehabilitasi. Jakarta. 2002. Page 1–22.

12