Upload
yuny-hafitry
View
81
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Sinusitis
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain
menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana
mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat
dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis
sedangkan bila mengenai semua sinus disebut paranasal sinusitis. Faktor
predisposisi seperti polip, deviasi septum kavum nasi, tumor dapat obstruksi
kompleks osteomeatal yang nantinya akan menyebabkan sinusitis yang
umumnya merupakan infeksi bakteri.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang
berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang
pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Klasifikasi sinusitis dapat dikategorikan sebagai gejala berlangsung
kurang dari 4 minggu dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat pasien
bisa sembuh sepenuhnya. Sinusitis subakut merupakan perkembangan gejala
selama 4 hingga 12 minggu dan dinyatakan sinusitis kronis bila gejala
berlangsung melebihi 3 bulan.
Terdapat beberapa gejala dan tanda yang bisa membedakan antara
sinusitis akut, sinusitis subakut dan sinusitis kronis. Seperti radang-radang
akut timbul sebagai gejala sinusitis akut, hilangnya tanda radang akut dan
perubahan histologik mukosa sinus masih reversible adalah tanda bagi
sinusitis subkutan dan dikatakan sinusitis kronis ditandai dengan perubahan
histologik mukosa irreversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan
granulasi atau polipoid.
2
Bila keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan sinusitis, maka
dilakukan pemeriksaan radiologi. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi
Waters, PA (Caldwell) dan Lateral. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk
melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT Scan dan MRI.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Sinusitis
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain
menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana
mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat
dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis
sedangkan bila mengenai semua sinus disebut paranasal sinusitis.
II.2 ANATOMI
Hidung adalah organ penciuman dan jalan utama untuk udara masuk
dan keluar dari paru. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang
superior dan bagian lateral rongga hidung. Sinus-sinus ini membentuk
rongga di dalam tulang wajah yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus
ethmoidalis dan sinus sphenoidalis.
4
Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal
5
Gambar 2. Sinus Paranasal, (3)Sinus Frontalis, (4) sinus maxilaris.
6
Gambar 3. (2) sinus maksilaris, (4) sinus frontalis, (5) sinus sphenoidal
a. Sinus Maxillaris
Sinus ini merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Berbentuk
pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang
disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maxilla, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosessus alveolaris dan palatum.
b. Sinus frontalis
Sinus frontalis terletak di os frontal, terbagi dua kanan dan kiri yang
biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan
oleh sekat yang terletak digaris tengah. Sinus frontalis biasanya tersekat-
sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Dipisahkan oleh tulang yang relatif
7
tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontalis mudah menyebar ke daerah ini.
c. Sinus Ethmoidalis
Sinus ini berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang
terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan
letaknya, sinus ethmoidalis dibagi menjadi sinus ethmoidalis anterior dan
posterior. Sinus ethmoidalis anterior bermuara di meatus medius dan sinus
ethmoidalis posterior bermuara di meatus superior.
d. Sinus sphenoidalis
Sinus sphenoidalis terletak dalam os sphenoid di belakang sinus
ethmoidalis posterior. Sinus sphenoidalis dibagi oleh dua sekat yang
disebut septum intersphenoid. Batas-batasnya adalah sebelah superior
terdapat fossa serebri median dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya
atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus cavernosus dan
arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi), dan sebelah
posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.
II.3 Fisiologi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak
mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat
pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang dicetuskan
mengenail fungsi sinus paranasal yakni :
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam
ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali
bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara
total dalam sinus.
8
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi
suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif
untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi
karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling
strategis.
II.4 Klasifikasi Sinusitis
Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus
Disease, sinusitis dibagi menjadi 2 yaitu
1. Sinusitis akut
Sinusitis akut adalah infeksi sinus maksilaris yang berlangsung
selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan kurang dari 4
9
kali dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal, mukosa sinus
akan kembali normal.
2. Sinusitis kronis
Sinusitis kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih dari 8
minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode
serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi
yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat
pembedahan.
II.5 Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab
sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh
yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan
dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang
ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau
dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.
a. Virus, sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas,
infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga
menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan
mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu
dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering
menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus dan adenovirus.
b. Bakteri, organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama
dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain:
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella
cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri
10
penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan
dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang
terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat
opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob
(Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella).
c. Jamur, biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi
immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS.
Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan
Zygomycetes.
II.6 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa
yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous
superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus
secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan
mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ
yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
11
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi
ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh
dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
II.7 Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai
nyeri/ rasa tekanan pada muka dan mukus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip) dapat disertai gejala sistemik
seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga
terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis
maxilla, nyeri diantara atau di belakang ke dua bola mata menandakan
sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di vertex,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis
maxilla kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post
nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
12
paru seperti bronkitis, bronkiektasis dan yang penting adalah serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.
b. Pemeriksaan Fisik
Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan
antara lain:
1. Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna
kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu sinusitis maksilaris
akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan
suatu sinusitis frontalis akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke
luar, kecuali bila telah terbentuk abses.
2. Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan
adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan
di dasar sinus frontal yaituoada bagian medial atap orbita. Sinusitis
etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.
3. Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat
dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal. Pada
pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan.
Besar dan bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran
yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal,
sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan
sinus yang tidak berkembang.
13
4. Rhinoskopi
- Rhinoskopi anterior
Tampak mukosa hidung hiperemis dan edema, terlihat pus
pada meatus nasi media.
- Rhinoskopi posterior
Tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip).
Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis
Mayor Minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal dan post nasal purulen Batuk
Demam (fase akut) Rasa lelah
Kongesti nasal Halitosis (bau mulut)
Obstruksi nasal Nyeri gigi
Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan /penuh
pada telinga
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
Sumber: Boies ET. (2001)
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Mikrobiologik Dan Laboratorium
Untuk pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret
dari meatus medius atau meatus superior. Pada sinusitis akut,
kemungkinan akan ditemukan bermacam-macam bakteri yang
merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti
Pneumococcus, Sterptococcus, Sthaphylococcus dan H.influenza
atau bahkan virus/jamur. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya
ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti
14
kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob
Peptostreptokokus dan Flusobakterium.
Adanya kultur sinus adalah satu-satunya cara definitif
untuk mengkonfirmasi diagnosa dari sinusitis yang infeksius.
Kultur bisa diperoleh dari meatus nasi media dibawah tuntunan
endoskopi atau melalui tehnik punksi. Organisme spesifik
dipertimbangkan patogen saat lebih dari 104 koloni terbentuk,
spesies-spesies ini timbul pada kultur atau saat hitung jenis PMN
lebih dari 5000 ml.
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk mendapatkan
informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal. Posisi rutin
yang dipakai ialah posisi Waters, AP (Caldwell) dan Lateral.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus
paranasal adalah pemeriksaan CT Scan dan MRI.
Foto Polos Kepala
Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, AP
(Caldwell) dan Lateral. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas
udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
a. Foto kepala posisi AP (Posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset,
bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada
film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3
bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai
apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan
membentuk 1500 kaudal.
15
Gambar 4. Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid
level pada sinus maxillaris
16
Gambar 5. Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus
etmoid
b. Foto lateral kepala
Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral
dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior
dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.
17
Gambar 6. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus
maksilla
c. Foto posisi Waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala
menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370
dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang
petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga
kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto
Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada
posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus
sphenoid dengan baik.
Gambar 7. Air Fluid Level Pada sinus maksilaris kanan-kiri
18
Gambar 8. Perselubungan di sinus maksilaris kanan
19
Gambar 9. air fluid level dan penebalan mukosa
Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat
unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik
tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial
merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior
orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari
gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus
frontalis.
Gambar 10. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla
dengan penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan
Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus
20
sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka
tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan.
Pemeriksaan MRI
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur
jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan
sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu
yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI
membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan
yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali
mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi
empiema subdural atau epidural.
Gambar 11. Foto MRI menunjukkan hiperintensitas sinus ethmoid dan sinus
maksilaris kanan
21
II.8 Penatalaksanaan
Terapi primer dari sinusitis akut adalah secara medikamentosa.
1. Analgetik
Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan
pemberian aspirin atau preparat codein. Kompres hangat pada wajah
juga dapat menbantu untuk mengjilangkan rasa sakit tersebut
2. Antibiotik
Secara umum, dapat diberikan antibiotika yang sesuia selama 10 –
14 hari walaupun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang sering
diberikan adalah amoxicillin, ampicillin, erythromicin plus
sulfonamid, sefuroksim dan trimetoprim plus sulfonamid.
3. Dekongestan
Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin, dan tetes hidung
poten seperti fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat untuk
mengurangi udem sehingga dapat terjadi drainase sinus.
4. Irigasi antrum
Indikasinya adalah apabila ketiga terapi di atas gagal, dan ostium
sinus sedemikian udematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi
antrum maksiilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat
melalui fossa incisivus kedalam antrum maksillaris. Caian ini
kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
5. Diatermi gelombang pendek
6. Menghilangkan faktor predisposisi
Prinsip utama penanganan sinusitis kronik adalah
1. Mengenali faktor penyebab dan mengatasinya
2. Mengembalikan integritas dari mukosa yang udem
Pengembalian ventilasi sinus dan koreksi mukosa akan mengembalikan
fungsi lapisan mukosilia.
22
1. Antibiotika
Sinusitis kronis biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob.
Antibiotik yang biasanya digunakan adalah metronidazole, co-
amoxiclav dan clindamycin
2. Mukolitik
Sinusitis kronis biasanya menghasilkan sekret yang kental. Terapi
dengan mukolitik ini biasanya diberikan pada penderita rinosinusitis.
Sekret yang encer akan lebih mudah dikeluarkan dibandingkan dengan
sekret yang kental.
3. Nasal toilet
Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat
dilakukan dengan saline sprays atau irigasi. Cara yang efektif dan
murah adalah dengan menggunakan canula dan Higgison’s syringe
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk
mengurangi udem pada mukosa yang berkaitan dengan infeksi.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan medikamentosa
sudah gagal. Pembedahan radikal dilakukan dengan mengankat
mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena.
Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell – Luc, sedangkan
untuk sinus ethmoid dilakukan etmoidektomi.
Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini sedang
dikembangkan adalah menggunakan endoskopi yang disebut Bedah
Sinus Endoskopi Fungsional.Prisnsipnya adalah membuka daerah
osteomeatal kompleks yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi
sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melaui
ostium alami.
23
II.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari sinusitis paranasalis yaitu:
1. Rinitis Alergika
Pada rinitis alergi sekret lebih cair, dan tidak disertai nyeri wajah atau
nyeri tekan. Pada pemeriksaan rinoskopi mukosa berwarna pucat atau
biru-keabuan, dan sekret cair. Diluar serangan mukosa kembali
normal.
2. Tumor Sinus
Pada tumor sinus, epitaksis akan lebih sering terjadi. Dan dapat
menyebabkan rasa nyeri pada gigi atas, gigi goyah, dan pembengkakan
dan laserasi pada daerah palatum.
3. Polip Nasi
Pada gambaran CT Scan tampak pembesaran/ penebalan
dinding nasal lateral, polip antral-choanal juga dapat memberikan
gambaran perselubungan pada sinus maxillaris dengan lesi yang
menonjol ke atas dari antrum maxillaris ke choanae.
4. Kista sinus
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan
tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto
rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus
maksila.
II.10 PROGNOSIS
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan
70% penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik
memiliki prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan
anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari
90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang
mengalami kekambuhan.
24
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Itzhak Brook, MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Updated Apr 2, 2012.
Available from: http://www.medscape.com
Boies, LR. 2001. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler
PA. Buku Ajar Penyakit THT ( BOIES Fundamental of Otolaryngology).
Edisi 6. Jakarta: EGC
Rachman MD. 2005. Sinus paranasalis dan Mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik Departemen
Radiologi FKUI.
John E McClay, MD. Overview of Nasal Polyps. In : Mayer Md, AD. 2012.
Available from: http://www. medscape.com