46
1 REFERAT SINDROME KOMPARTMEN Pembimbing : dr. Willy Yulianto Sp.B Disusun Oleh: Eva Maris Sahara (030.09.080) Ratiya Primanita (030.09...) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kompartemen sindrome

Citation preview

Page 1: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

1

REFERAT

SINDROME KOMPARTMEN

Pembimbing :

dr. Willy Yulianto Sp.B

Disusun Oleh:

Eva Maris Sahara (030.09.080)

Ratiya Primanita (030.09...)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD DR. SOESELO SLAWI

Periode 9 Januari – 15 Maret 2014

Page 2: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

2

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha

Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan

referat yang berjudul “Sindrome Kompartmen”.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraaan di Departemen Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soeselo Slawi periode 9 januari – 15 Maret 2014 serta

untuk menambah wawasan kami sebagai coass di bagian Bedah dan sebagai calon

dokter umum mengenai kompartmen sindrome.

Kami ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

masukan dan bantuan dalam penyusunan referat ini. Terimakasih kepada para dokter

konsulen yang banyak membantu kami selama kepaniteraan di bagian bedah, Dr sebagai

pembimbing dalam penyusunan referat ini. Terimakasih juga kepada teman sejawat

kami dan kepada siapapun yang telah membantu kami.

Harapan kami, semoga referat ini dapt berguna bagi kami khususnya sebagai

penyusun dan bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 20 Februari 2014

Penyusun

Page 3: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

3

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan……………………………………………….………………………… 4

Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………… 5

A. Definisi………………………………………………………………………………… 5

B. Anatomi ………………………………………………………………………………. 6

C. Epidemiologi.………………………………………………………………………….. 11

D. Etiologi…………………………………………………………………………………. 13

E. Patofisiologi………………..…………………………………………………………… 14

F. Manifestasi Klinis ……………………………………………………………………… 17

G. Penegakan Diagnosa………………..……………….………………………………….. 18

H. Diagnosis Banding………………….……………….………………………………….

I. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………………….

J. Terapi …………………………………………………………………………………..

K. Komplikasi ………..……………….……………………………………………………

L. Prognosis ………..……………….………………………………………………………

19

21

23

29

30

Bab III Kesimpulan ……………………………………………………………………………. 31

Daftar pustaka …………………………………………………………………………… 32

Page 4: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

4

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen

osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah.

Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang

dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah

nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.

Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,

tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala.

Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan

lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik

dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari.

Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak

dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering

untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma kompartemen

lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana

pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang

didiagnosis sindroma kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian

adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt, sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14%

pasien dengan sindroma kompartemen anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-

9% fraktur pada kaki.

Page 5: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM KOMPARTEMEN

A. Definisi

Sindrom kompartemen  adalah sebuah kondisi di mana tekanan dalam

kompartemen otot menjadi begitu tinggi, sehingga suplai darah ke daerah tersebut

terganggu. Kondisi ini bisa kronis, karena otot terlalu berkembang atau akut akibat

trauma dan perdarahan ke dalam kompartemen. Sindrom kompartemen akut adalah

keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera dalam waktu 12 jam.

B. Anatomi

Kompartemen osteofascial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf, dan

pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot yang masing-

masing dibungkus oleh epimisium. Fascia merupakan serabut otot dalam satu

Page 6: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

6

kelompok, berfungsi untuk mencegah jaringan yang rusak membengkak dan

meningkatkan tekanan, lalu membuat isinya menjadi tidak berfungsi dengan baik.

Secara anatomi, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.

Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa macam, antara lain:

1. Anggota gerak atas

Lengan atas : terdapat kompartemen anterior dan posterior

Lengan bawah : terdapat tiga kompartemen , yaitu flexor superfisial,

fleksor profundus dan ekstensor

2. Anggota gerak bawah

Tungkai atas; terdapat tiga kompartemen, yaitu : anterior, medial dan

posterior

Tungkai bawah : tedapat empat kompartemen, yaitu : kompartemen

anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior profundus

1. Anggota Gerak Atas

Page 7: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

7

a. Lengan atas: terdapat kompartemen anterior/ventral/fleksor dan

posterior/dorsal/ekstensor :

Kompartemen anterior/ventral/ fleksor terdiri dari nervus medianus dan

ulnaris, arteri radialis dan ulnaris

Kompartemen posterior/dorsal/ekstensor terdiri dari nervus interosseous

posterior

b.Pergelangan tangan: dibagi menjadi 6 bagian, yaitu:

Kompartemen I: otot abductor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis

Kompartmen II: otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi

radialis longus

Kompartemen III: otot ekstensor pollicis longus

Kompartemen IV: otot ekstensor digitorum communis, otot ektensor indicis

Kompartemen V: otot ekstensor digiti minimi

Kompartemen VI: otot ekstensor carpi ulnaris

Page 8: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

8

2. Anggota Gerak Bawah

Page 9: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

9

Page 10: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

10

Page 11: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

11

Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu

kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior profundus) serta

lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

C. Epidemiologi

Insidensi dari sindrom kompartemen akut tergantung dari trauma yang terjadi.

DeLee dan Stiehl mengatakan 6% dari fraktur terbuka tibial akan berujung dengan

sindrom kompartemen dibandingkan dengan fraktur tertutup tibia sekitar 1.2% akan

berujung menjadi sindroma kompartemen. Rorabeck dan Macnab melaporkan

keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Hasil penelitian studi

kasus oleh McQueen, sindrom kompartemen didiagnosa lebih sering pada laki-laki

disbanding perempuan. Hal ini dikarenakan kebanyakan pasien trauma adalah laki-

Page 12: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

12

laki. Selain itu, ditemukan insidens terjadinya sindroma kompartemen akut setiap

tahun sekitar 7,3 per 100.000 untuk pria dan 0,7 per 100.000 untuk wanita. McQueen

memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, dari penelitian

McQueen ditemukan penyebab yang paling sering menyebabkan sindroma

kompartemen akut adalah fraktur. Dalam hal ini, fraktur yang paling sering terjadi,

yaitu fraktur diafisis os tibia dan fraktur os radius distal.

Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindroma kompartemen belum

diketahui. Namun, sebuah penelitian menunjukkan angka kejadian Chronic

Exertional Compartment Syndrome (CECS) sebesar 14% pada individu yang

mengeluh nyeri tungkai bawah. Laki-laki dan perempuan presentasinya adalah sama

dan biasanya bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic Exertional

Compartment Syndrome (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih

muda dari 40 tahun.

D. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal

yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1.Penurunan volume kompartemen kondisi ini disebabkan oleh:

Page 13: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

13

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

Penutupan defek fascia

2.Peningkatan tekanan eksternal:

Prolonged compression pada ekstremitas

Balutan yang terlalu ketat

Berbaring di atas lengan

Pemasangan gips

3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman, beberapa hal yang bisa

menyebabkan kondisi ini antara lain:

Perdarahan atau trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan/extremely vigorous exercise, terutama gerakan

yang eksentrik/aneh, seperti extension under pressure

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Obstruksi vena, misalnya karena terdapat blood clot pada vaskular ekstremitas.

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,

dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak

bawah.

Page 14: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

14

E. Patofisiologi

Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang

menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan

nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Sindroma kompartemen merupakan hasil dari peningkatan tekenan

intrakompartemen. Peningkatan tekanan intrakompratemen ini bergantung dari kejadian

yang menyebabkannya. Terdapat 2 macam sindroma kompartemen. Tipe yang pertama

adalah tipe akut yang berhubungan erat dengan trauma dan yang kedua adalah tipe

kronik akibat aktivitias yang repetitif biasanya berhubungan dengan mikrotrauma yang

biasanya berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

Perfusi jaringan sebanding dengan perbedaan antara tekanan perfusi kapiler

(Capillary Perfussion Pressure/CPP) interstisial, yang dinyatakan dengan rumus LBF =

(PA - PV)/R, dimana LBF = local blood flow/aliran darah lokal, PA = arterial

pressure/tekanan arteri, PV = venous pressure/tekanan vena, R = local vascular

resistance/resistensi vaskular lokal.

Page 15: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

15

Miosit normal membutuhkan oksigen bertekanan 5-7 mmHg untuk metabolisme.

Tekanan ini dapat dicapai dengan CPP (capillary perfusion pressure) 25 mmHg dan

tekanan jaringan interstisial 4-6 mmHg.. Ketika ada cairan yang masuk ke dalam

kompartemen yang memiliki volume yang tetap, ini akan membuat peningkatan tekanan

jaringan dan tekanan vena juga meningkat. Ketika tekanan interstisial melebihi CPP,

maka akan membuat arteri dan otot menjadi kolaps dan berujung dengan iskemik

jaringan. Respon tubuh terhadap iskemik adalah pelepasan substansi yang menyerupai

histamin yang meningkatkan permeabilitias vaskuler. Hal ini membuat terjadi

kebocoran plasma dan terjadi sumbatan darah di kapiler kecil yang semakin

memperburuk iskemia yang terjadi. Selanjutnya yang terjadi adalah miosit akan

melisiskan diri dan protein miofibrilar berubah menjadi partikel osmotik yang aktif

menarik air dari arteri.

Satu miliosmol (mOsm) diperkirakan memiliki/menggunakan tekanan 19,5

mmHg, sehingga peningkatan yang relatif kecil pada partikel osmotik aktif dalam

kompartemen tertutup menarik cairan yang cukup untuk menyebabkan kenaikan lebih

lanjut dalam tekanan intramuskular. Ketika aliran darah jaringan berkurang jauh,

iskemia otot dan berikutnya edema sel memburuk.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan

menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara

terus-menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada

titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, sehingga menyebabkan

kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya  tekanan

intrakompartemen.

Penekanan terhadap saraf perifer di sekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.

Bila terjadi peningkatan intrakompartemen maka tekanan vena meningkat. Setelah itu,

aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen

juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut,

maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel

(nekrosis) pada komponen tersebut.

Page 16: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

16

Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus

menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan

tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan

mengalami kram otot. Biasanya yang terkena adalah kompartemen anterior dan lateral

dari tungkai bagian bawah. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan

menambah peningkatan sementara dari tekanan intrakompartemen. Kontraksi otot

berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi

iskemia berulang.

Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom

yaitu, antara lain:

a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

b.Theory of critical closing pressure

Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan

mural arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan berbeda (tekanan

arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila

tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun, maka tidak ada lagi

perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing

pressure. Akibat  selanjutnya adalah arteriol akan menutup

c. Tipisnya dinding vena

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan

vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu

dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan

sehingga drainase vena terbentuk kembali.

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan

tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan

sindrom kompartemen.

Page 17: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

17

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P

yaitu:

1. Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika

ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama

jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak

tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).

Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

Biasanya nyeri yang dirasakan dideskrpsikan seperti terbakar. Nyeri tidak bisa

dijadikan dasar pasti untuk diagnosa, contohnya pada kasus fraktur terbuka, kita

tidak tahu rasa sakitnya berasal dari frakturnya atau dari peningkatan komparemen.

2. Pallor (pucat)

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

Pulsasi perifer biasanya normal terutama pada ekstremitas atas pada

sindrom kompartemen akut.

4. Paresthesia (rasa baal)

Parastesia atau baal adalah gejala yang tidak biasa diandalkan untuk

keluhan awal, penurunan hasil pemeriksaan 2 titik lebih bisa diandalkan pada saat

awal untuk mendiagnosis.

5. Paralysis

Page 18: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

18

Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut

dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari

atau beraktivitas selama 20 menit.

b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

G. Penegakan Diagnosa

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa

sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan intrakompartemen.

Pengukuran intrakompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar,

pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan

pasien-pasien dengan multipel trauma seperti trauma kepala, medula spinalis, atau

trauma saraf perifer.

Page 19: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

19

Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan

iskemia relatif ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik.

Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.

Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti kasus

lainnya, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan dengan

bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda khas dari

sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu penegakan

diagnosis.

Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat setelah

kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis

kompartemen sindrom yaitu nyeri dan parestesia, namun parestesia gejala klinis yang

datangnya belakangan.

Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu yang

terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,

penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal

didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah) akibat menurunnya

perfusi ke jaringan tersebut. Menindaklanjuti pemeriksaan fisik penting untuk

mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri pada saat istirahat

atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah tertentu, terutama saat peregangan

otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan kita dan merupakan awal indikator klinis

dari sindrom kompartemen. Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan

pemberian analgesik termasuk morfin. Kemudian bandingkan daerah yang terkena

dan daerah yang tidak terkena.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan

dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer,

dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada masing-masingnya.

Pada sindrom kompartemen kronik didapatkan nyeri yang hilang timbul,

dimana nyeri muncul pada saat berolahraga dan berkurang pada saat beristirahat.

Sindrom kompartemen kronik dibedakan dengan claudicatio intermittens yang

Page 20: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

20

merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan

berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-5 menit setelah beraktivitas. Hal

ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak

ada peningkatan tekanan kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindrom

kompartemen kronik adanya kontraksi otot berulang-ulang yang dapat meningkatkan

tekanan intramuskular, sehingga menyebabkan iskemia kemudian menurunkan aliran

darah dan otot menjadi kram.

Diagnosis banding dari sindrom kompartemen antara lain:

1.Cellulitis

2.Coelenterate and Jellyfish Envenomations

3.Deep Vein Trombosis and Thrombophlebitis

4.Gas Ganggrene

5.Necrotizing Fasciitis

6.Peripheral Vascular Injuries

7.Rhabdomyolysis

I. Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus-kasus dengan sindrom kompartemen dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang, antara lain:

1. Laboratorium

Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk

mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis

banding lainnya.

a. Hitung sel darah lengkap

b. Creatinin phosphokinase (CPK)

Jika nilainya berkisar 1000-5000 U/ml bisa menjadi tanda adanya

sindrom kompartemen. Jika dilakukan tes serial CPK dan hasil meningkat bisa

menjadi indikai sedang terjadinya proses sindrom kompartemen.

c. Mioglobin serum

d. Mioglobin urin

e. Toksikologi urin: dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak

membantu dalam menentukan terapi pasiennya.

Page 21: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

21

f. Urin awal: bila ditemukan mioglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke

diagnosis rhabdomyolysis.

g. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (APTT):

untuk persiapan preopratif

2. Imaging

Pemeriksaan ini biasanya kurang membantu dalam menegakkan diagnosis

sindrom kompartemen tetapi pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan

diagnosis banding.

a. X-ray/Rontgen: pada ekstremitas yang terkena, pemeriksaan ini digunakan untuk

melihat ada tidaknya fraktur.

b. USG

USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi

Deep Vein Thrombosis (DVT) di ektremitas bawah, selain itu, bisa untuk

mngevaluasi otot yang robek. Tetapi pemeriksaan USG sendiri tidak berguna

dalam menegakkan sindrom kompartemen, tetapi untuk diagnosis banding

lainnya.

c. CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding saja.

3. Pengukuran tekanan kompartemen

Kateter Stic

Kateter stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk mengukur

tekanan intrakompartemen secara terus-menerus. Pada kateter stic, tindakan yang

dilakukan adalah memasukkan kateter melalui celah kecil pada kulit ke dalam

kompartemen otot. Sebelumnya kateter dihubungkan dengan transduser tekanan

dan akhirnya tekanan intrakompartemen dapat diukur.

Alat tranduser yang dihubungkan dengan kateter bisa digunakan untuk

mengukur tekanan kompartemen, ini adalah cara yang paling akurat untuk

mengukur tekanan dan mendiagnosa sindrom kompartemen. Untuk sindrom

kompartemen akut tekanan berkisar 30-45mmHg, tetapi masih dijadikan

perdebatan. Pemeriksaan ini merupakan kriteria standard dan harus menjadi

Page 22: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

22

prioritas untuk sindrom kompartemen. Alat yang digunakan adalah Stryker

pressure tonometer.

Alat Pengukur Tekanan Kompartemen

Teknik Jarum (Whitesides)

Teknik Whitesides merupakan cara yang paling sederhana, mudah

dikerjakan, aman, murah, dan dapat diulang-ulang, namun tidak dapat memonitor

secara kontinu. Pada metode Whitesides, tindakan yang dilakukan adalah

memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat pengukur tekanan ke

dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan yang digunakan adalah

modifikasi dari manometer merkuri yang dihubungkan dengan pipa (selang) dan

stopcock tiga arah.

Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari

diastol, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindrom kompartemen

kronik, tes ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan nyeri.

Page 23: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

23

J. Terapi/Penanganan

Tujuan dari terapi/penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi

defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui

bedah dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan untuk sindrom kompartemen

akut adalah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,

namun beberapa hal, seperti masalah memilih waktu yang tepat masih diperdebatkan.

Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi

mutlak untuk melakukan fasciotomi.

Terapi/penanganan sindrom kompartemen secara umum meliputi:

1. Terapi Non Medikamentosa

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk

dugaan sementara. Bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran

darah dan akan lebih memperberat iskemia

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut

kontriksi dilepas. Semua perban dan gips harus dilepas. Melepaskan 1 sisi gips

bisa mengurangi tekanan intrakompartemen sebesar 30%, melepaskan 2 sisi gips

dapat menghasilkan pengurangan tekanan intrakompartemen sebesar 35%.

c. Pada pasien dengan fraktur tibia dan sindrom kompartemen dicurigai, lakukan

imobilisasi pada tungkai kaki bawah dengan meletakkan plantar dalam keadaan

fleksi. Hal ini dapat menurunkan tekanan kompartemen posterior yang mendalam

dan tidak meningkatkan tekanan kompartemen anterior. (Pasca operasi,

pergelangan kaki diletakkan dalam posisi 90° untuk mencegah deformitas

equinus)

2. Terapi Medikamentosa

Page 24: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

24

a. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindroma kompartemen.

b.Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

c. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan

memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang

nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

d.Obat-obatan opiod, non-opoid, dan NSAID digunakan untuk mengatasi rasa

nyeri. Tetapi harus diperhatikan efek samping dari obat-obatan tersebut sebelum

memilih obat mana yang akan digunakan.

3. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg.

Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki

perfusi otot.

Jika tekanannya <30 mm Hg, maka daerah yang terkena cukup diobservasi

dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan

membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi,

jika memburuk, maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk

perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Secara umum pada saat ini, banyak ahli bedah menggunakan tekanan

kompartemen 30 mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasciotomi. Mubarak

dan Hargens merekomendasikan dilakukannya fasciotomi dilakukan pada pasien

berikut:

Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang

memiliki tekanan intrakompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan

durasi tekanan yang meningkat tidak diketahui atau dianggap lebih dari 8 jam.

Page 25: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

25

Pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar, dengan tekanan

intrakompartemen lebih dari 30 mmHg.

Pasien dengan hipotensif dan tekanan intrakompartemen yang lebih besar

dari 20 mmHg.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi

ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman

dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas

dan risiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

Fasciotomi pada Regio Cruris

Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartmen region cruris:

1. Fibulektomy

2. Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler)

Page 26: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

26

Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal

caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian

anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy

longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke

bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial.

Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas

dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke

belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan

dilakukan inisisi secara longitudinal.

3. Fasciotomi insisi ganda (Mubarak dan Hargens)

Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara

fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia

kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan

identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka

kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior.

Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan

distal pada garis tubulus fibula.

Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia.

Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan

nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi

septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka

fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor

digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah

kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior.

Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka.

Page 27: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

27

Fasciotomi pada Regio Antebrachii :

1. Pendekatan volar (Henry)

Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan

dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai

ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama

operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi

kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi

radial tangan dan diperpanjang kearah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan

ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1

atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan.

Page 28: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

28

Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya

kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis

ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor

pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom

kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan

dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresitelah

dilakukan.

2. Pendekatan Volar Ulnar

Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan

Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep,

melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai

ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris

diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal.

Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis.

Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus

dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian

diinsisi.

Page 29: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

29

3.PendekatanDorsal

Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi,

harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih

baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah

dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada

kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi

lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah

pergelangan. Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum

komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.

Fasciotomi untuk sindroma kompartemen kronik :

1. Fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek

Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui

defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus peroneal.

Nervus peroneal segera dicari dan dilewatkan fasciotom ke kompartemen anterior

pada garis otot tibialis anterior. Pada kompartemen lateral, fasciotom diarahkan ke

posterior nervus peroneal superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara

biasa dan pasang pembalut steril.

2. Fasciotomi insisi ganda : Teknik Rorebeck

Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis posteromedial tibia.

Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior bersama

Page 30: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

30

dengan saraf, masuk dan dibuka kompartemen superficial kemudian fascia

profunda di insisi. Kompartemen profunda diekspos termasuk otot digitorum

longus dan tibialis posterior dengan merobek sambungan soleus. Kumparan

neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian di insisi ke proksimal dan

distal fascia pada tendon tersebut. Tibialis posterior adalah kunci dekompresi

kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi ke proksimal antara fleksor

hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk memeriksa kontraksinya. Tutup

luka diatas drain untuk meminimalkan pembentukan hematom.

Perawatan pasca operasi :

Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari kalau terdapat nekrosis otot dapat

dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat luka dapat dijahit ( tanpa tegangan )

atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder.

3.HBO (Hyperbaric Oxygen Therapy)

HBO mencetuskan untuk terjadinya hyperoxic vasoconstriction, dimana

yang bisa mengurangi pembengkakan dan meningkatkan aliran darah dan

oksigenasi lokal. Selain itu, juga meningkatkan tekanan oksigen pada jaringan dan

membantu jaringan yang masih hidup untuk bertahan.

K. Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera,

akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:

1. Nekrosis pada saraf dan otot dalam kompartemen yang ireversibel/permanen

2. Kontraktur volkman: merupakan pemendekan otot-otot lengan bawah permanen

merupakan hasil trauma, yang memberikan deformitas tangan menjadi clawlike

di tangan, jari-jari tangan, dan pergelangan tangan. Biasanya terjadi pada anak-

anak.

3. Jaringan parut otot, kontraktur, dan kehilangan fungsi anggota badan

Page 31: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

31

4. Infeksi

5. Rhabdomyolysis

6. Kerusakan ginjal/acute kidney injury (AKI)

L. Prognosis

Prognosis ini tergantung dari waktu saat menentukan diagnosis dan pengambilan

tindakan pengobatan. Hal lain yang mempengaruhi juga adalah daerah tempat terjadinya

sindrom kompartemen, serta penggunaan ektremitas tersebut dalam akitivitas sehari-

hari. Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi

otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan ireversibel terjadi bila lebih dari

8 jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi

otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien

mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.

Page 32: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

32

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom kompartemen (CS) adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota

tubuh dan jiwa, yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang

tertutup, mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom kompartemen tidak teratasi,

maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan/gangguan fungsi yang permanen.

Walaupun fraktur pada tulang panjang merupakan penyebab tersering dari

kompartemen sindrom, trauma lainnya juga dapat menjadi penyebabnya. Lokasi yang

dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di tangan, lengan bawah,

lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat

menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat olahraga berat. Gejala klini yang

terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 –P yaitu pain, pallor, pulselesness,

parrestesia, dan paralysis. Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah

mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dahulu menegembalikan aliran darah

local melalui bedah dekompresi dan dilakukan jika tekanan intra- kompartemen

mencapai > 30 mmHg. Prognosis ditentukan oleh trauma penyebab. Diagnosis dan

pengobatan yang tepat, umumnya memberikan hasil yang baik dan pengobatan yang

terlambat dapat menyebabkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi dari otot

yang terlibat.

Page 33: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Dandy DJ, Dennis JE. Esential Orthopaedics and Trauma. China: Churchill

Livingstone Elsevier. p:38-40; 112-4.

2. Medline Plus (2008). Compartement Syndrome. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl e . (Diunduh bulan Oktober 2013).

3. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ (December

2007). Diagnosis and Management of Extremity Compartment Syndromes: An

Orthopaedic Perspective. Am Surg 73 (12): 1199–209. PMID 18186372. (Diunduh

bulan Oktober 2013).

4. Richarf P (2009). Compartment Syndrome, Extremity. Available at:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic739.htm. (Diunduh bulan Oktober 2013)

5. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Crush Injury, Compartment syndrome,

and Other Acute Traumatic Ischemias. Available at:

http://www.uhms.org/ResourceLibrary/Indication... (Diunduh bulan Oktober 2013)

6. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal 462;

853.

7. Compartemen Syndrome. Available at:

http://www.scribd.com/doc/27320465/Compartment Syndrome . (Diunduh bulan

Oktober 2013)

8. Compartement Syndrome. Available at:

http://ww:answer.com/topic/compartementsyndro me . (Diunduh bulan Oktober

2013)

9. Compartement Syndrome. http://emedicinemedscape.com/article/1269081.

(Diunduh bulan Oktober 2013)

Page 34: REFERAT Sindrom Kompartemen Fix !

34

10. Kare J. Volkman Contracture. Available at:

emedicene.medscape.com/article/1270462-overview. (Diunduh bulan Oktober

2013)

11.  Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed

10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57

12. Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic

science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003. p : 268-

92