Upload
dianitanasution
View
57
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fgtyhg
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom Guillain-Barre adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,dimana
proses imunologis tersebut langsung mengenai radiks spinalis dan saraf perifer,
dan kadang kadang juga saraf kranialis. Saraf yang diserang bukan hanya
mempersarafi otot ,tetapi bisa juga indera peraba sehingga penderita mengalami
baal atau mati rasa.
Sindrom Guillain-Barre merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering
dijumpai pada usia dewasa muda, SGB ini seringkali mencemasakan penderita
dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa
keadaan dapat menimbulkan kematian , meskipun pada umumnya mempunyai
prognosis yang baik.
Fase awal dimulai dengan munculnya tanda tanda kelemahan dan biasanya
tampak secara lengkap dalam 2- 3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut,
kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase
penyembuhan mungkin berakhir 4-6 bulan, dan mungkin bisa sampai 2 tahun.
Penyembuhan adalah spontan dan komplit pada kebanyakan pasien , meskipun
ada beberapa gejala neurologis , sisa dapat menetap.
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk Sindrom Guillain-Barre sebagian
besar penderita dapat sembuh sendiri. Namun gullien barre syndrom memerlukan
perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi
terutama pada keadaan akut yang dapat menimbulkan gagal napas akibat
kelemahan otot pernapasan dan bisa berlanjut pada kematian.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom Guillain-Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut
Bosch, SGB merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai adanya paralisis flasid
yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnyanya adalah saraf perifer, radiks dan nervus kranialis.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy,
Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry
Guillain Barre Syndrome.
Sejarah
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah Landry ascending paralysis
diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB
dengan kejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl
menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan
cerebrospinal (CCS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut
sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan
Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan
diagnosa SGB selain berdasarkan penyakit klinis, pemeriksaan CCS, juga adanya
kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa.
Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG.
Epidemiologi
2
Penyakit ini terjadi diseluruh dunia, kejadian pada semua musim. Dowling dkk
mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur
dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Angka kejadian dunia 0.6%-2%
kasus/100.000 orang/ tahun, negara barat sekitar 1-2% kasus/ 100.000
orang/tahun. Bisa terjadi disemua tingkatan usia mulai dari anak anak sampai
dewasa,sering pada anak anak dan remaja (China),dan sering pada orang tua > 70
tahun (pada negara barat). Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan
penyakit keturunan .tidak dapat menular lewat kelahiran ,terinfeksi atau terjangkit
dari orang lain yang mengidap GBS, bisa timbul seminggu atau dua seminggu
atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokkan.
Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan penyakit
yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara
lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Kehamilan atau dalam masa nifas
5. Penyakit sistemik
a. Keganasan
b. Systemic Lupus Erithematous
c. Tiroiditis
d. Penyakit Addison
SGB seringkali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insiden kasus SGB
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56%- 80%, yaitu 1 sampai 4
3
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran nafas atas atau
infeksi gastrointestinal.
Telah diketahui bahwa infeksi salmonella typosa dapat menyebabkan SGB.
Kemungkinan timbulnya sindrom guillain barre syndrom pada demam tyfoid
perlu lebih diketahui dan disadari. Khususnya di indonesia dimana demam tyfoid
masih merupakan penyakit menular yang besar.
Tabel 1. Jenis-Jenis Infeksi yang Sering menjadi Penyebab SGB
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella – Zooster
Vaccinia/ smallpox
Influenza
Measles
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter jejuni
Mycoplasma
pneumonia
Typhoid Borrella B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Patologi
Secara makroskopik tidak ditemukan adanya perubahan pada saraf pasien
penderita SGB. Namun secara mikroskopik tampak adanya infiltrasi sel
mononuclear di perivenula dan ditemukan adanya demielinisasi segmental di
susunan saraf tepi. Meskipun penyakit ini sering didahului oleh bermacam-macam
penyakit, namun patologi yang ditemukan sama pada semua pasien GBS. Infiltrasi
perivenula terdiri atas limfosit berukuran kecil sampai sedang, makrofag dan
sedikit sel PMN pada stadium awal penyakit. Namun pada stadium lanjut
4
ditemukan adanya sel plasma dan sedikit sel mast. Limfosit yang berukuran kecil
sampai sedang akan mudah untuk keluar dari vena masuk ke dalam parenkim
saraf. Limfosit yang berukuran besar akan mengalami transformasi secara aktif
melalui fagositosis oleh makrofag.
Daerah yang terinflamasi akan diinfiltrasi sel mononuclear kemudian akan terjadi
demielinisasi segmental. Pada mulanya yang terlihat hanya limfosit saja, tapi
setelah 2-3 minggu, dengan berkembangnya penyakit, yang mendominasi adalah
sel makrofag. Makrofag berperan penting dalam terjadinya destruksi myelin.
Makrofag menyebabkan lamella myelin terpisah dan mencerna membran yang
terpisah. Destruksi myelin berlangsung progresif ke arah lokasi sentral nucleus sel
schwann. Dengan mikroskop cahaya dapat terlihat myelin yang terputus dan
berbentuk ovoid juga makrofag yang mencerna myelin.
Peningkatan aktivitas asam posphatase dan asam proteinase menandakan aktivasi
lisosom dalam makrofag. Lesi inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya
demielinisasi sampai mengakibatkan terputusnya akson dan degenerasi wallerian.
Leukosit PMN juga tampak pada lesi yang hebat, mungkin sebagai respons dari
jaringan yang nekrotik. Pada kasus dengan degenerasi wallerian yang luas, dalam
sel cornu anterior dapat terlihat central chromatolysis. Sedang pada keadaan
degenerasi axonal dapat terlihat atrofi serabut otot akibat denervasi.
Patogenesis
Patogenesis Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini masih belum jelas. Tetapi
beberapa penelitian mempunyai kecenderungan peranan dasar patogenesa yang
bersifat imunologik. Infeksi viral atau infeksi gabungan virus dan bakteri yang
mendahului penyakit ini sering memberi kesan adanya respons yang diperantarai
oleh sel. Patologi SGB yaitu inflamasi sel T di perivenula, mendukung
patogenesis SGB diperantarai sel. Respons yang diperantarai sel dimulai dengan
presentasi antigen spesifik dan berhubungan dengan kompleks major
5
histocompatibility – antigens. Sel T tidak dapat berproliferasi atau mengaktivasi
makrofag tanpa adanya antigen. Kompleks MHC – antigen mengaktifkan T helper
untuk menghasilkan gamma interferon dan TNF yang akan mengaktifkan
makrofag, dengan akibat destruksi sel schwann. T-helper juga menghasilkan
interleukin-2 yang mengaktivasi pertumbuhan sel B sehingga menghasilkan
antibodi. Kompleks antigen dan antibodi tersebut akan mengaktivasi komplemen
sehingga menyebabkan lisisnya sel schwann, aktivasi dan kemotaksis makrofag,
peningkatan permeabilitas vaskuler dan degranulasi sel mast. Jadi dalam keadaan
ini aktivasi komplemen berpartisipasi secara langsung atau secara tidak langsung
dalam merusak myelin.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindrom ini adalah :
1. Didapatnya antibodi atau adanya respons kekebalan seluler terhadap agen
infeksi pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi atau kekebalan seluler terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatnya penimbunan kompleks antigen antibodi pada pembuluh saraf
tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.
6
Gambar Patogenesis dan fase klinikal dari GBS
7
Klasifikasi
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
(AIDP)
Yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan
sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon
autoimun yang menyerang membrane sel schwann.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Atau sindroma paralitik Cina: menyerang nodus motorik ranvier
dan sering terjadi di cina dan meksiko. Hal ini disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer.
Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan
cepat. Didapati antibody Anti GD1a, sementara antibody anti- GD3
lebih sering ditemukan pada AMAN.
3. Acute Mayor Sensory Axonal Neurophaty (AMSAN)
Mirip dengan AMAN , juga menyerang aksoplasma saraf perifer,
namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson
yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
4. Miller Fisher’s syndrome (MFS)
Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi
sebagai paralysis desendens ,berlawanan dengan jenis GBS yang
biasa terjadi. Umumnya mengenai otot otot okuler pertama kali dan
terdapat trias gejala yakni: oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia.
Terdapat antibody Anti GQ1b 90% kasus.
8
5. Acute Panautonomia
Merupakan varian GBS yang paling jarang: dihubungkan dengan
angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskuler dan
disritmia.
6. Ensefalitis Batang otak Bickerstaff (BBE)
Ditandai oleh onset akut oftalmoplegia , ataksia, gangguan
kesadaran ,hiperrefelksia atau refleks babinski. Perjalanan penyakit
dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas
dan irregular terutama pada batang otak seperti pons, midbrain, dan
medulla spinalis. Meskipun gejalanya berat namun prognosis BBE
cukup baik.
Gejala Klinis
Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik biasanya
bermanifestasi sebagai takikardi tetapi bisa menjadi gangguan yang lebih serius
yaitu disfungsi saraf otonomik termasuk aritmia, hipotensi, hipertensi, dan
dismotilitas GI.
Kriteria diagnosis yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS) yaitu,
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis
a. Terjadinya kelemahan yang progresif
b. Hiporefleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB
a. Ciri ciri klinis:
9
Progresifitas : gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal 4 minggu , 50% mencapai puncak dalam 2 minggu,
80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relative simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf cranial + 50% terjadi parese N.VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot otot ektraokuler atau saraf otak
lain.
Pemulihan : dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor
Tidak ada demam saat onset gejala neurologist.
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong
diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 mgg atau terjadi
peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN /mm3
Varian :
o tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 mgg
gejala
o Jumlah sel CSS : 11 – 50 MN/ mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks refleks tendon
10
dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai
disosiasi sitoalbumin pada liquor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnostik
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari
anggota gerak atas. Kelemahan otot paroximal lebih dulu terjadi dari otot distal,
kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot pernapasan juga terjadi.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan
nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambarn utama, pasien SGB biasanya
berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial
atau faringeal. Kelemahan diafragma sampai nervus phrenicus sudah biasa.
Sepertiga pasien SGB inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan
otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa paresthesi, baal, atau sensasi
sejenis.
4. Gangguan Nn. cranialis: facial drop, diplopia, disartria, disfagis (N.
VII,VI,V,IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas :
1. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik , khas : mulai dari tungkai , ascenden ke lengan
– 10% dimulai dengan kelemahan lengan – walaupun jarang, kelemahan
bisa dimulai dari wajah (cervical – pharyngeal – brachial) kelemahan
11
wajah terjadi pada seridaknya 50% pasien dan biasanya bilateral – reflek:
hilang/pada sebagian besar kasus.
2. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan , glove & stocking
sensation, simetris, tak jelas batasnya – nyeri bisa berupa mialgia otot
panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensori terbakar, kesemutan,
tersetrum – ataksia sensorik krn propioseptif terganggu – variasi : parestesi
wajah & trunkus.
3. Disfungsi otonom
a. hipertensi – hipotensi – sinus takikardi/bradikardi
b. aritmia jantung – illeus- refleks vagal
c. retensi urin
Gambar 1. Fase Perjalanan Klinis
Fase-fase serangan SGB Maria Belladonna
Fase prodromal
fase sebelum gejala klinis muncul
Fase laten
12
o waktu antara timbul infeksi/prodromal yang
mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
o Lama : 1-28 hari, rata rata 9 hari.
Fase progresif
o fase defisit neurologis (+)
o beberapa hari – 4 minggu, jarang >8 minggu
o dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang
bertambah berat sampai maksimal
o perburukan >8 minggu disebut chronic inflamatory
demyelinating polyradiculoneurophatty (CIDP)
Fase plateau
o kelumpuhan telah maximal dan menetap
o fase pendek : 2 hari, > 3 minggu, jarang > 7 minggu
Fase penyembuhan
o fase perbaikan kelumpuhan motorik
o beberapa bulan.
Differential Diagnosis
a. Poliomyelitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak
ditemukan gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan
cairan cerebrospinal pada fase awal tidak normal dan didapatkan
peningkatan jumlah sel.
b. Myositis Akut
Pada myositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya
paroksimal, didapatkan kenaikan kadar creatine kinase, dan pada
cairan serebrospinal normal.
13
c. Myastenia gravis
Didapatkan infiltrat pada motor end plate, kelumpuhan tidak
bersifat ascending, ophtalmoplegia.
d. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy)
Didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga
ditemukan adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu
keempat tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan Penunjang
1. LCS
a. Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 gr/L , tanpa
peningkatan dari sel < 10 limfosit/mm3.
b. Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai 5.
peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV ,membantu
menegakkan etiologi.
1. antibody glicolipid
2. antibody GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.
Komplikasi
1. paralisis menetap
14
2. gagal nafas
3. hipotensi
4. tromboembolisme
5. pneumoniae
6. aritmia jantung
7. illeus
8. aspirasi
9. retensi urin
10. problem psikiatrik
SGB dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam jangka
waktu yang lama dapat sampai 3-6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan
biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun tahun. Baik psien
maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya
untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien
berlangsung selama tahun tahun pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi
pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau
setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20%-30%, pasien dewasa, tetapi lebih
sedikit pada anak anak anak. Disability yang lama pada dewasa lebih umum pada
axonal SGB dan SGB yang berbahaya , misalnya pada pasien dengan ventilator.
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi
ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20 % dari pasien dengan SGB
gangguan lain yang signifikan adalah illeus dinamik, hiponatremia, dan defisiensi
dari fungsi mukosa bronchial.
Terapi
Tidak ada drug of choice
15
Roboransia saraf parenteral
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala
sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi
khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan
melalui sistem imunitas (imunoterapi).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/ tidak bermanfaatuntuk terapi SGB
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor
autoantibody yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat Bantu nafas yang lebih sedikit ,dan lama perawatan yang
lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml
plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila
diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan
a. Immunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/
komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0,4gr/KgBB/hari tiap
15 hari sampai sembuh.
16
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitotoksik yang dianjurkan adalah
6 merkaptopurin (6 MP)
Azathioprine
Cyclophosphamid
Efek samping dari obat obat ini adalah : alopesia ,muntah,
mual, dan sakit kepala.
c. Terapi fisik : alih baring
1. Latihan ROM dini u/ cegah kontraktur
2. hidroterapi
d. Analgesik
Analgesik ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan
untuk meringankan nyeri ringan , namun tidak untuk nyeri yang
sangat , penelitian random control trial mendukung penggunaan
gabapentin atau carbamazephine pada ruang ICU pada perawan
SGB fase akut. Analgesik narkotik dapat digunakan untuk nyeri
dalam, namun harus melakukan monitor secara hati hati kepada
efek samping denervasi otonomik. Terapi ajuvan dengan tricyclic
antidepresant, tramadol, gabapentin, carbamazepine atau mexilitine
dapat ditambahkan untuk penatalaknaan nyeri neuropatik jangka
panjang
Pemulihan
80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan
15% pulih sempurna
65% pulih dengan deficit neurologist ringan yang tdk dipengaruhi ADL
5-10% mengalami kelemahan motorik menetap, pemulihan dapat
berlangsung > 2 tahun
Mortalitas 3-5%
Relaps : 2-10%
17
Perburukan : 6% menjadi CIPD (chronic inflammatory demyelinating
polyradiculoneurophaty)
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognosis :
Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
Umur tua
Kebutuhan dukungan ventilator
Perjalanan penyakit progresif dan berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.
95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain:
1. pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat
onset
3. progresifitas penyakit lambat dan pendek
4. pada penderita berusia 30-60 tahun.
BAB III
18
KESIMPULAN
Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu penyakit pada sususnan saraf yang
terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi ,
kadang kadang mengenai saraf saraf otak yang didahului oleh infeksi akut non
spesifik seperti infeksi saluran nafas dan saluran cerna. Penyebab infeksi yang
paling sering adalah Campylobacter jejuni. Adapun gejala utama dari SGB adalah
kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau
tanpa disertai ataxia dan arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general.
Dari pemeriksaan LCS didapatkan peningkatan protein tanpa peningkatan jumlah
sel (MN < 10/ul). Dari pemeriksaan elektrodiagnostik terlihat adanya perlambatan
atau blok pada konduksi impuls saraf. Diagnostik SGB terutama ditegakkan secra
klinis, yaitu dari kriteria dignostik SGB menurut the National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS).
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB , pengobatan terutama
secara simptomatis. Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik,
tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.
Kematian pada SGB disebabkan oleh gagal nafas dan aritmia.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Howard, L.Werner, Lowrence P. Levitt. Buku Saku Neurologi, Edisi ke V,
Jakarta : EGC, 2001.
2. Stoll BJ, Kliegman RM. Behrman-Nelson Pediatric Textbook.
Pennsylvania : Saunders inc, 2004.
3. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Edisi VIII, Jakarta :
Dian Rakyat, 2000.
4. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology 8th Ed. USA :
McGraw Hill, 2005.
5. Menkes JH, Sarnat HB, Moser FG. Child Neurology 6th Ed. London :
Williams & Wilkins, 2000.
6. Davids HR. Guillain-Barre Syndrome. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview. [diakses tanggal 3 Septermber 2009]. Last Update ; 2012.
7. Lewis RA. Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/1172965-overview. [diakses tanggal 3 September 2009]. Last update ; 2009.
8. Mumenthaler and Mattle. Fundamental of Neurology. Thieme. 2006. Page
146-147.
20