Upload
senja-septia
View
85
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
HALAMAN SAMPUL
VEGETATIVE STATE
REFERAT
Oleh
Farah Azizah (092010101003)
Senja Septia Darmiati (06700048)
Dedi Irawan (07700226)
Dokter Pembimbing:
dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
SMF SARAF RSD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
HALAMAN JUDUL
VEGETATIVE STATE
REFERAT
diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Saraf
RSD dr. Soebandi Jember - Fakultas Kedokteran Universitas Jember
Oleh
Farah Azizah (092010101003)
Senja Septia Darmiati (06700048)
Dedi Irawan (07700226)
Dokter Pembimbing:
dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S
SMF SARAF RSD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Vegetative
State”
Dengan rasa hormat, kami juga menyampaikan rasa terima kasih atas
bantuan dari semua pihak, terutama kepada :
1. dr. Hj. Supraptiningsih,Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf
dan dokter pembimbing referat kami.
2. dr. Eddy A. Koentjoro, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf.
3. dr. Usman G. Rangkuti, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf.
4. Semua rekan sejawat, paramedis, juru rawat, serta staf administrasi Poli
Saraf RSD. dr. Soebandi Jember atas bantuan dan kerjasama-nya.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu.
Kami menyadari sepenuhnya referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan referat ini agar lebih baik. Harapan kami semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Jember, Januari 2013
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..ii
PRAKATA............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI………….………………………………………………………….iv
BAB 1. PENDAHULUAN….…………………………………………………...1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA….…………………………………………….3
2.1 Fisiologi Kesadaran..….….....…………………….…………..…... 3
2.2 Penurunan Kesadaran..….……………………….…………..…... 6
2.3 Definisi Vegetative State.….……………………….………....…... 12
2.4 Etiologi Vegetative State………………….......……………......…..13
2.5 Diagnosis Vegetative State ……….....….…………………......…...14
2.6 Terapi dan Pemulihan Vegetative State……………….......……...17
BAB 3. KESIMPULAN…………….…………………………………....…….20
DAFTAR PUSTAKA……………….……………………………………....…21
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
Apa yang disebut sebagai sadar sering kali diartikan sebagai suatu sikap
dan tanggapan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, terhadap
lingkungannya. Martin (1949) dan Bailey (1957) menggambarkan sadar ini
sebagai awareness (pengenalan atau pengertian). Jasper (1948) mengaitkan sadar
dengan kemampuan meraba rasakan keadaan pada suatu saat tertentu dan Ishii
(1972) menyatakan bahwa seseorang dikatakan dalam keadaan ‘sadar’ bila ia
dapat mengenal lingkungannya dan secara otomatis dapat memberikan tanggapan
terhadap segala rangsangan yang dihadapinya.
Definisi kesadaran sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau dirinci secara
kuantitatif, mengingat bahwa penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan
kesan pengamatan pada sikap dan tingkah laku subyek semata, serta juga sering
kali faktor psikologis subyek ikut berpengaruh.
Istilah Kesadaran mengandung 2 (dua) komponen fisiologi, yaitu Content
(isi Kesadaran) dan Arousal (keadaan Bangun), dimana berbagai penyakit atau
gangguan otak dapat mempengaruhi tiap komponen tersebut. Content (isi
Kesadaran) merupakan gabungan dari fungsi kognitif otak (content of
consciousness) dan afek mental. Sedangkan arousal lebih menampilkan sikap
bangun (wakefullness). Seseorang yang Bersikap seperti orang tidur dan tingkah
laku nya tidak memberikan Respon terhadap Rangsangan Eksternal
dikualifikasikan sebagai “Tidak Sadar”. Begitu juga sebalik nya, seperti “Tidur”
dan Memberikan “Respon Rangsangan Eksternal” dikualifikasikan sebagai
“Sadar”.
Biasanya keadaan koma dengan (penyebab cedera otak apapun) dapat
berlangsung dua hingga empat minggu dan setelah perode itu atau kadang-kadang
lebih cepat, kebanyakan penderita berlanjut menjadi keadaan unresponsive kronis,
dimana mereka tampak bangun, tetapi hanya sedikit atau tidak ada recognition
(pengenalan) terhadap lingkungannya (tidak ada cognitive mental content).
1
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dikenal beberapa istilah atau terminologi
seperti vegetative state, mutisme akinetik, koma vigil, locked in syndrome dan
sindroma apalik, dan salah satunya yaitu vegetative state yang akan kita bahas.
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Kesadaran
Kesadaran adalah kadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls
eferen dari aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls
eferen dapat disebut output sistem saraf pusat. Input susunan saraf pusat terdiri
dari spesifik dan nonspesifik.
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu yang konstan dan
efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak.
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan
gangguan kesadaran bergantung pada beratnya kerusakan. Gangguan
kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma
sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan
yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah
keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya
penyembuhan sempurna
Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls
sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah
korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens
lemniskal. Ada pula lintasan asendens nonspesifik yakni formasio retikularis di
sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan
spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas
serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya
disebarkan difus keseluruh permukaan otak. Pada manusia, pusat kesadaran
terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan
diensefalon.
Lintasan nonspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse
ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan nonspesifik ini,
3
suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan
korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah
penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik
menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks
perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens nonspesifik menghantarkan setiap
impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-
neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens nonspesifik itu
dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari
formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak
kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun
akan menimbulkan gangguan kesadaran.
Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas
kesadaran. Derajat kesadaran atau tinggi rendahnya kesadaran
mencerminkan tingkat kemampuan sadar seseorang dan merupakan manifestasi
aktifitas fungsional ARAS terhadap stimulus somato-sensorik. Kualitas
kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal
diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.
Perbedaan kedua aspek tersebut sangat penting sebab ada beberapa bentuk
gangguan kesadaran yang derajat kesadarannya tidak terganggu tetapi kualitas
kesadarannya berubah. Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : kompos
mentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor, koma)
I npu t S p e si f i k
- berlaku bagi semua lintasan aferen impuls perasaan protopatik, proprioseprif
dan perasaan pancaindera.
- lintasan yang digunakan impuls impuls tersebut dapat dinamakan lintaan yang
menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks
perseptif primer.
- setibanya impuls saraf aferen spesifik di korteks terwujudlah suatu kesadaran
akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, seperti perasaan nyeri pada kaki
atau wajah, suatu penglihatan dan pendengaran.
4
Input Non-Spesifik
- input non spesifik itu adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang
disalurkan mmelalui lintasan aferen non spesifik
- lintasan ini terdiri dari serangkaian neuron2 di substansia retikularis medula
spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke talamus yaitu ke
inti intralaminar
- lintasan aferen non spesifik disebut juga diffuse reticular system.
Dengan adanya lintasan aferen itu, maka terdapat penghantaran aferen yang
berbeda.
- lintasan spesifik (jaras spinotalamik, lemnikus medialis, jaras genikulo
kalkarina dsb) menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu
titik pada korteks perseptif primer
- lintasan aferen non spesifik menghantarkan impuls dari titik manapun tubuh ke
titik titik pada seluruh korteks serebri kedua sisi
- neuron neuron di seluruh korteks serebri yang dijalankan oleh impuls aferen
non spesifik dinamakn neuron pengemban kewaspadaan oleh karena tergntung
pada jumlah neuron2 tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi sampai
rendah.
- aktivitas neuron neuron tersebut digalakkan oleh neuron neuron yang
menyusun inti talamik yang dinamakn nuklei intralaminares.
Oleh karena itu, maka neuron-neuron tersebut dinamakan neuron penggalak
kewaspadaan.
- bila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat terendah,
maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban
kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau
oleh sebab neuron neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk
mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik).
5
2.2 Penurunan Kesadaran
2.2.1 Definisi Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan
neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
“final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila
terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak
dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai
penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu
kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi
tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai
secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow.
o Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam
keadaaan awas dan waspada.
6
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung,
tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua
kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang
nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa
gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan
rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara, maupun reaksi motorik.
o Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/
Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini
mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS
penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Motorik:
7
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
2.2.2. Patofisiologi Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu
interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial
dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Semua gangguan yang menyebabkan koma, dapat tercakup dalam
gangguan di substansia retikularis bagian otak yang paling rostral pada batang
otak dan gangguan difus pada kedua hemisferium. Bagian rostral batang otak
merupakan bagian batang otak yang sebagian terletak infratentorial dan sebagian
supratentorial. Hemisferium kedua sisi dapat terganggu secara menyeluruh jika
sel-sel menyusun korteks serebri kedua sisi mengalami gangguan metabolik, baik
akibat racun endogenik atau eksogenik. Maka dari itu koma dapat dibagi dalam :
1. Koma bihemisferik difus.
2. Koma supratentorial diensefalik
3. Koma infratentorial diensefalik
8
Patofisiologi penurunan kesadaran
a. Koma bihemisferik difus
Koma ini terjadi karena metabolisme neuronal kedua hemisferum
terganggu secara difus, fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung
pada tercukupinya penyediaan oksigen. Jika otak tidak mendapat energy
dari luar maka metabolisme oksidatif serebral akan berjalan dengan energy
intrinsik. Jika bahan energi diri sendiri tidak lagi mencukupi kebutuhan,
maka otak akan tetap memakai energi yang terkandung oleh neuron-
neuronnya untuk masih bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jika
keadaan ini berlangsung cukup lama maka neuron-neuron akan
menghancurkan diri sendiri.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara
integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk
menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara
keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu,
kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa
darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Jika neuron-neuron kedua belah hemisferium tidak lagi berfungsi
maka akan terjadilah koma metabolik. Koma akibat dari proses patologik
ini disebabkan oleh 2 golongan penyakit yaitu :
1. Ensefalopati metabolik primer
9
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya
metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme
otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan
keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini
biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik simetris dan tetap
utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethmide
atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali
pasien mempergunakan barbiturat).
Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab metabolik
atau sistemik
Keterangan
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia,
gagal ginjal dan gagal hati.
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic
3 Vaskular Ensefalopati hipertensif
4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12
6 Gangguan metabolic Asidosis laktat
7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik
b. Koma supratentorial diensefalik
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi
dan kompresi pada substantia retikularis diensefalon (nuklei
intralaminal) dapat mengakibatkan koma. Destruksi secara morfologik
akibat adanya perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas
atau destruksi secara biokimia yang dijmpai pada meningitis.
Kompresi yang disebabkan oleh proses desak ruang dapat dibagi
menjadi 3bagian yaitu :
1) Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi.
10
Keadaan tersebut dapat kita jumpai jika terdapat hemorarghia
serebri yang masif atau perdarahan epidural, yang menyebabkan
terjadi pelonjakan tekanan darah,nadi menjadi lambat dan keadaran
menurun
2) Lesi yang menyebabkan sindroma unkus
Sindroma unks merupakan sindroma yang dikenal sebagai sindrom
kompresi diensefalon ke lateral, sindroma ini menyebabkan adanya
desakan bukan pada diensefalon yang awalnya gangguan namun
terdapat gangguan pada nervus okulomotorius. Gejala yang
dijmpai diawal bukan penurunan kesadaran, melainkan dilatasi
pupil kontralateral, sampai dilatasi maksimal akibat kelumpuhan
nervus okulomotorius totalis, dan juga timbul hemiparesis pada sisi
desak ruang supratentorial yang bersangkutan.
3) Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi
rostrokaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat
menimbulkan kompresi terhadap bagian rostral batang otak, pada
tahap dini akan didapati respirasi cheyne stoke yaitu respirasi yang
kurang teratur, penyempitan kedua sisi pupil, dan adanya
pergerakan bola mata secara konjugat ke samping kiri dan kanan
yang bergerak secara divergen, serata gejala-gejala UMN pada
kedua sisi yang merupakan gejala tahap diensefalon.
Berikutnya kesadaran akan menurun pada derajat yang paling
rendah, suhu badan meningkat, respirasi cepat dan mendengkur,
pupil yang tadinya menyempit berangsur-angsur melebar dan tidak
ada lagi reaksi terhadap sinar cahaya, yang merupakan tahap
mesensefalon. Pada tahap pontin akan terjadi hiperventilasi disertai
apnoe dan rigiditas deserebrasi. Pada tahap terminal yang sudah
mencapai medula oblongata nafas akan menjadi lambat namun
dalam dan tidak teratur, nadi menjadi lambat dan tekanan darah
menurun secara progresif.
11
c. Koma infratentorial diensefalik
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/
serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat
iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor,
cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum
dan menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum
dan sebagainya.
Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang.
Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab struktural Keterangan
1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang
kortikal bilateral
2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis
3 Neoplasma Primer atau metastasis
4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik
5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi
singuli
6 Peningkatan tekanan
intracranial
Proses desak ruang
2.3 Definisi Vegetative State
12
The guidance UK’s Royal College of Physicians on Diagnosing and
Managing the Permanent Vegetative state mendefinisikan vegetative state sebagai
suatu kondisi klinis ketidaksadaran atas diri dan lingkungan, dimana pasien masih
bisa bernafas spontan, memiliki sirkulasi darah yang stabil dan dapat
memperlihatkan suatu siklus membuka dan menutup mata dan dapat
mensimulasikan keadaan bangun dan tidur.
Seorang pasien dalam keadaan vegetative state terlihat seperti bangun
dengan mata yang terbuka dan kadang tertutup, disertai dengan keadaan yang
terkadang terlihat seperti tidur dan bangun dari tidur, akan tetapi jika diamati lagi
dengan seksama pasien ini kehilangan fungsi pemikirannya yaitu kesadaran akan
dirinya dan lingkungan di sekitarnya baik komunikasi atau perhatiannya dengan
orang lain. Biasanya pasien dapat bernafas spontan dan sirkulasi darahnya stabil.
Kondisi ini merupakan suatu kondisi sementara yang berasal dari pemulihan
keadaan koma, atau akan menetap menjadi persistent vegetative state atau
permanent vegetative state hingga berujung kematian.(Monti Laureys,et.all,2010)
Persistent vegetative state dapat diartikan vegetative state yang telah
berjalan 1 bulan setelah terjadi trauma atau non trauma cedera otak, dan muncul
setidaknya 1 bulan pada kelainan metabolik/degenerative atau malformasi
perkembangan.
13
Sedangkan Permanent vegetative state berarti suatu keadaan yang irreversible,
keadaan ini biasanya didiagnosa tidak akan dapat membaik, yang merupakan
suatu keadaan lanjutan dari Persistent vegetative state setelah 3 bulan pada
keadaan nontrauma dan 12 bulan pada keadaan trauma (American Academy of
Neurology,1994)
2.4 Etiologi Vegetative state
Dalam ketentuan ilmu saraf, vegetative state kebanyakan terjadi
diakibatkan oleh trauma daerah kortex atau daerah white matter dan thalamus
daripada daerah batang otak, faktanya pada kejadian trauma ditemukan kerusakan
luas pada daerah subkortikal white matter (trauma luas pada axon), pada kasus
non traumatik ditemukan nekrosis luas pada kortex cerebral, hampir bersamaan
dengan kerusakan thalamus.
Berikut ini beberapa penyebab baik traumatik maupun non-traumatik pada
kondisi vegetative state :
14
cardiac arrest
keadaan hipoglikemia berkepanjangan(pada keadaan abnormal
parah penurunan gula darah)
keracunan karbon monoksida
trauma kepala
perdarahan otak
kompresi batang otak
tumor
bilateral hemispheric demyelination (kehilangan sel-sel pada saraf)
trauma pada otak yang diikuti dengan infeksi (meningitis atau
encephalitis)
penyakit neurodegeneratif
anencephaly (keadaan abnormal pada otak dan tulang tengkorak)
trauma sel-sel saraf yang meluas
2.5 Diagnosis Vegetative state
Tidak ada alat pasti untuk mengukur secara pasti luasnya kesadaran,
membedakan antara sadar diri (awareness) dengan tidak sadar diri (non-
awareness) pada akhirnya bergantung pada prinsip pragmatis bahwa seseorang
yang tidak sadar tidak dapat mengindikasikan sesuatu sehingga sekarang untuk
mendiagnosa vegetative state berdasarkan dua sumber informasi yaitu, dari detail
cerita klinis dan observasi cermat secara subjektif dari gerakan spontan dan yang
muncul pada pasien saat diminta.
Diagnosis klinis berkaitan dengan pemeriksaan pada waktu yang
berbeda, karena pasien yang tidak dalam kondisi vegetative state mungkin
memiliki keadaan sadar diri dan tidak sadar diri secara bergantian sebaik siklus
pada keaadaan saat bangun.
Sebelum sebuah diagnosis dari vegetative state dibuat, tiap upaya wajib
dibuat untuk menyingkirkan penyebab metabolik, struktural atau iatrogenik. Jika
telah diduga adanya kondisi vegetative state maka menurut Multy-society Task
Force on PVS mendeskripsikan diagnosis dengan kriteria :
15
1. Tidak ada bukti bahwa pasien sadar pada dirinya atau lingkungan
sekitarnya dengan kemampuannya berinteraksi dengan orang lain.
2. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan sengaja dan terus menerus
menunjukkan respon terhadap rangsangan visual, auditory, dan tactile.
3. Tidak ada bukti adanya bahasa tubuh pasien paham atau mengerti.
4. Munculnya selang waktu pasien merasa terjaga dengan terlihat siklus
bangun-tidur pada pasien.
5. Cukup terjaganya fungsi hipothalamus dan batang otak untuk
kelangsungan hidup dengan obat-obatan dan perawatan.
6. Adanya inkontinensia pencernaan dan urinalis
7. Terjaganya nervus cranialis (pupil, kornea) dan reflex spinal.
Sebagai tambahan beberapa kriteria diatas, terdapat beberapa kriteria
yang harus diobservasi pada pasien vegetative state. Pasien yang didapatkan
seperti kriteria diatas terkadang mendengus dan mengerang atau bahkan menangis
atau tersenyum.(J Healy,2010)
Terdapat beberapa keadaan yang dapat ditemukan pada kelainan
kesadaran, yang dapat dijadikan differential diagnosa pada kondisi vegetative
state pada tabel berikut dijelaskan :
Differential diagnosis in severe brain injury survivors.
Condition Definition Main Clinical Characteristics
Coma Unarousable state of
unresponsiveness.
Absence of eye opening (even after intense
stimulation).
No evidence of awareness of the self or
environment.
Condition protracted for more than 1 hour.
VS Wakefulness
accompanied by the
absence of any sign of
awareness.
Presence of eye opening and closing.
Absence of any reproducible purposeful
behaviour including:
(i) No evidence of non-re response to
sensory stimulation.
(ii) No evidence of awareness of theself or the environment.
16
(iii) No evidence of language
comprehension or expression.
MCS Wakefulnessn
accompanied by
inconsistent but
reproducible signs of
awareness.
Presence of eye opening and closing.
Presence of inconsistent but reproducible
purposeful behaviour including (any of):
(i) Non-reflexive response to sensory
stimulation.
(ii) Awareness of the self or the
environment.
(iii) Language comprehension or
expression.
Lack of functional communication or object
use.
LIS Impairment in the
production of voluntary
motor behaviour.
Presence of eye-coded communication.
Preserved awareness.
Complete or partial inability to produce motor
behaviour.
Consciousness and motor behaviour characteristics in DOC and LIS patients.
17
Consciousness
Condition Sleep-
Wake
Cycles
Awareness Motor Behaviour
Coma No No Purposal behaviour
VS Yes No No purposeful behaviour
MCS Yes Partial,
fluctuating
Inconsistent but
reproducible purposeful
behaviour
LIS Yes Yes Yes but limited to eye
movements
(depending on lesion)
2.6 Terapi dan Pemulihan
a. Terapi
Tidak ada terapi yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk
pulih dari keadaan vegetatif. Setiap terapi yang diberikan bersifat murni suportif,
memastikan pasien tersebut sehat secara fisik dan nyaman.
Terapi suportif tersebut antara lain :
1. Memberikan dukungan nutrisi melalui nasogastric tube
2. memastikan bahwa pasien tersebut bergerak atau berubah posisi secara
teratur sehingga tidak menimbulkan ulkus tekanan
3. melatih sendi untuk mencegah kekakuan
4. menjaga kebersihan kulit
5. mengatur ekskresi feses maupun urin, misalnya menggunakan kateter
untuk ekskresi urin
6. menjaga agar gigi dan mulut tetap bersih
Penghentian terapi nutrisi :
Jika pasien telah didiagnosis dengan keadaan vegetatif permanen,
dianjurkan terapi nutrisi harus ditarik. Hal tersebut memiliki beberapa alasan,
antara lain :
1. secara praktek tidak ada kesempatan untuk pulih
2. Memperpanjang hidup tidak akan memberikan manfaat bagi individu yang
bersangkutan.
3. Memperpanjang terapi akan hanya menawarkan harapan palsu dan
menyebabkan tekanan emosional yang tidak perlu kepada kerabat pasien yang
bersangkutan.
Tim medis akan membahas masalah ini dengan orang-orang yang paling
dekat dari pasien, dan memberikan mereka waktu untuk mempertimbangkan
semua implikasi. Jika telah terdapat kesepakatan tentang penarikan dukungan
kehidupan, keputusan harus dirujuk ke pengadilan sebelum tindakan lebih lanjut
dilakukan. Jika pengadilan setuju dengan keputusan untuk menarik terapi suportif,
18
individu akan dibius dan terapi nutrisi mereka akan ditarik. Mereka kemudian
akan meninggal.
b. Pemulihan
Keadaan vegetatif adalah suatu kondisi yang jarang sehingga sulit untuk
memperkirakan secara akurat berapa besar kemungkinan pasien akan sembuh.
Dari bukti yang ada, beberapa faktor yang paling signifikan dalam menentukan
kemungkinan seseorang untuk pulih dari keadaan vegetatif adalah sebagai berikut:
1. usia
2. riwayat cedera otak traumatik atau non-traumatik
3. lamanya waktu keadaan vegetatif
Usia
Suatu penelitian menemukan bahwa:
1. Orang-orang di bawah usia 20 memiliki 1 dari 5 kesempatan untuk pulih
secara parsial atau lengkap.
2. Orang yang berusia antara 20 sampai 39 memiliki sekitar 1 dari 10
kesempatan untuk pulih secara parsial atau lengkap.
3. Orang yang berusia 40 atau lebih hampir tidak memiliki kesempatan untuk
pulih.
Jenis cedera
Sebuah cedera otak non-traumatik, seperti yang terjadi selama stroke,
biasanya menyebabkan kerusakan otak lebih luas sehingga kesempatan pemulihan
lebih kecil dibandingkan pada cedera traumatik. Penelitian telah menemukan
bahwa:
1. Orang-orang dengan cedera otak traumatik memiliki 1 dari 2 kesempatan
untuk kembali sadar dan 1 dari 5 kesempatan untuk pulih secara parsial atau
lengkap.
2. Orang-orang dengan cedera otak non-traumatik memiliki 1 dari 8 kesempatan
untuk sadar kembali dan 1 dari 20 kesempatan untuk pulih secara parsial atau
19
lengkap.
Waktu
Semakin lama seseorang berada dalam keadaan vegetatif, semakin kecil
kesempatan untuk keluar dari keadaan tersebut. Salah satu studi yang dilakukan di
Amerika menemukan bahwa:
1. seseorang yang telah berada dalam keadaan vegetatif selama sebulan
memiliki kesempatan 1 dari 5 untuk pulih secara parsial atau lengkap.
2. seseorang yang telah berada dalam keadaan vegetatif selama tiga bulan
memiliki 1 dari 8 kesempatan untuk pulih secara parsial atau lengkap.
3. seseorang yang telah berada dalam keadaan vegetatif selama enam bulan
memiliki 1 dari 35 kesempatan untuk pulih.
Setelah seseorang telah berada dalam keadaan vegetatif selama 12 bulan atau
lebih, maka kemungkinan untuk pulih sangatlah kecil.
20
BAB 3. KESIMPULAN
1. Vegetative state sebagai suatu kondisi klinis ketidaksadaran atas diri dan
lingkungan, dimana pasien masih bisa bernafas spontan, memiliki sirkulasi
darah yang stabil dan dapat memperlihatkan suatu siklus membuka dan
menutup mata dan dapat mensimulasikan keadaan bangun dan tidur.
2. Dalam ketentuan ilmu saraf, vegetative state kebanyakan terjadi diakibatkan
oleh trauma daerah kortex atau daerah white matter dan thalamus daripada
daerah batang otak, faktanya pada kejadian trauma ditemukan kerusakan luas
pada daerah subkortikal white matter (trauma luas pada axon), pada kasus
non traumatik ditemukan nekrosis luas pada kortex cerebral, hampir
bersamaan dengan kerusakan thalamus.
3. Untuk mendiagnosis vegetative state berdasarkan dua sumber informasi yaitu,
dari detail cerita klinis dan observasi cermat secara subjektif dari gerakan
spontan dan yang muncul pada pasien saat diminta.
4. Tidak ada terapi yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk
pulih dari keadaan vegetatif. Setiap terapi yang diberikan bersifat murni
suportif, memastikan pasien tersebut sehat secara fisik dan nyaman.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80.
FK USU. Hal 85-87.
2. Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed.
Thieme. NY. Hal 119-123
3. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
4. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
5. Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam
Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
6. Monti, Martin, et. al. Clinical Review: Vegetative State. 2010. Available
from: www.bmj.com
7. Satyanegara, Ilmu Bedah Saraf Edisi III. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1998.
8. The Vegetative State: Life, Death and Consciousness. 2010. Available from:
www. journal.ics.ac.uk
9. Vegetative State. Januari 2013. Available from: http://www.nhs.uk