Referat RHINITIS MEDIKAMENTOSA baru.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan atau iritan sehingga mudah mengalami inflamasi. Salah satu penyebabnya yaitu Rhinitis medikamentosa.1Rhinitis medikamentosa adalah suatu keadaan yang diinduksi oleh obat-obatan, rhinitis non-alergi yang disebabkan oleh penggunaan lama vasokonstriktor topikal seperti nasal dekongestan. Kebanyakan nasal dekongestan atau semprot hidung mengandung phenylephrine, neo-synephrine, oxymetazoline dan xylometazoline yang merupakan vasokonstriktor untuk menurunkan udema pada lapisan hidung.2Keadaan ini terjadi karena kebanyakan orang tidak menyadari akan penggunaan vasokonstriktor tersebut. Dimana penyemprotan dilakukan tidak boleh lebih dari 12 jam dan tidak lebih dari 3-5 hari. Alasan penggunaan dekongestan biasanya dapat diidentifikasi, seperti alergi, rhinoplasty nonallergi, rhinosinusitis kronis, polip hidung dan infeksi saluran pernapasan atas. 2BAB IIPEMBAHASANA. Anatomi HidungUntuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung perlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar (nares eksternus) dan rongga hidung dengan perdarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya:11. Pangkal hidung (bridge)2. Dorsum nasi3. Puncak hidung4. Ala nasi5. Kolumela6. Lubang hidungNares eksternus memiliki ujung yang bebas dan direkatkan dengan dilekatkan ke dahi dengan melalui radix nasi. Lubang luar hidung adalah kedua nares. Setiap nares dibatasi secara lateral oleh ala nasi dan di medial oleh septum nasi. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang rawan yaitu kartilago nasi superior, inferior, dan kartilago septum nasi yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri dan lubang belakang disebut nares posterior atau koana yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. 1,3Cavum nasi terletak dari nares anterior sampai koana. Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. 1,3Tiap cavum nasi yang mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh osteokartilago yang dibungkus mukosa. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid pada bagian atas dan vomer pada bagian posterionya, Bagian tulang rawan adalah kartilago septum. 3Pada dinding lateral terdapat 3 buah konka yaitu konka superior, media, dan inferior. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Dibagian bawah dan lateral konka superior terdapat meatus nasi superior dimana terdapat muara sinus edmoidalis posterior. Di bagian bawah dan lateral konka media terdapat meatus nasi media dimana terdapat muara sinus maksilaris, sinus frontalis dan dinus edmoidalis anterior. Sedangkan di bagian bawah dan lateral konka inferior terdapat meatus nasi inferior dimana terdapat muara duktus nasolakrimalis.1,3Bagian dasar cavum nasi dibentuk oleh prosesus palatines maksila dan lamina horisotalis os palatine (permukaan atas palatum durum). Bagian atap cavum nasi dibentuk oleh os. Sfenoidalis, os. Frontale, os. Nasalis, kartilgo nasi dan lamina kribrosa os edmoidalis.11. Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmikus, sedangkan a.oftalmikus berasal dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksila interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari a.fasialis. Pada bagian septum anterior terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidalis anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach. Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.1,3 Membran mukosa hidung kaya akan pembuluh darah resistensi yang masuk ke dalam venus sinusoid. Pembuluh darah resistensi berupa arteri kecil, arteriol dan anastomosis arterionenosis. Pembuluh darah kapasitansi (venous sinusoid) diinervasi oleh saraf simpatis. Stimulasi saraf simpatis menyebabkan aktivasi reseptor 1 dan 2 pada dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan konstriksi venous sinusoid menyebabkan dekongesti hidung. Stimulasi parasimpatis menyebabkan lepasnya asetilkolin yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung.2. Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari N.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasal dari N.oftalmikus (N.V-I). Rongga hidung lainnya sebahagian besar mendapat persarafan sensoris dari N.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. 1 Nervus untuk penghidu berasal dari N. Olfaktorius yang naik ke atas melalui lamina kribrosa mencapai bulbus olfaktorius. 1,3

B. Histologi Secara histologik dan fungsional, rongga hidung dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Mukosa penghidu terterdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non ciliated epithelium). Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanked) pada permukaannya. Dibawah epitel tunika propia banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapiler perigladuler dan subepitel. Pembuluh aferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringann elastis dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid memiliki spinkter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.3C. FisiologiFungsi hidung ialah :3,41. Sebagai jalan nafas, untuk mengatur keluar masuknya udara.2. Pengatur kondisi udara (Air Conditioning), perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.

3. Sebagai penyaring dan pelindung, ini berguna untuk membersihkan udara

yang masuk dari debu dan bakteri.

4. Indera pencium dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum.

5. Resonansi suara, penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

6. Proses bicara, hidung membantu proses pembentukan kata-kata.

7. Refleks nasal, mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, pernafasan.D. DefinisiIstilah rhinitis medikamentosa merupakan rhinitis non alergi dimana terdapat kelainan hidung berupa respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).2Rhinitis medikamentosa juga dikenal sebagai rebound rhinitis atau chemical rhinitis, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hidung tersumbat tanpa rhinore atau bersin, yang dipicu oleh penggunaan obat topikal vasokonstriksi yang mengandung fenilefrin dan oxymethazoline selama lebih dari 4-6 hari untuk meredakan peradangan pada mukosa hidung dan hipertrofi konka inferior pada pasien dengan penyalahgunaan obat dekongestan topikal.6,7Rhinitis medikamentosa juga digunakan dalam beberapa literatur untuk menggambarkan hidung tersumbat karena obat selain dekongestan topikal, seperti kontrasepsi oral, obat-obatan psikotropika, dan obat-obatan antihipertensi, meskipun terjadi mekanisme yang berbeda. Untuk membedakan antara kondisi yang sama, keadaan ini disebut drug-induced rhinitis.6E. EpidemiologiRinitis non alergi merupakan kondisi yang sering terjadi pada orang dewasa. Suatu penelitian di Norwegia menemukan 25% menderita penyakit ini dan sebagian tidak selesai melakukan pengobatan.8Di Amerika Serikat dalam sebuah survei terhadap 119 pasien dengan alergi, 6,7% memiliki rhinitis medikamentosa. Dalam penelitian yang dilakukan selama 10 tahun di sebuah klinik THT ditemukan kejadian rhinitis medikamentosa sebanyak 1-7%. Dalam studi lain seorang praktisi THT mendiagnosis rinitis medikamentosa pada 52 orang dari 100 pasien noninfeksi dengan adanya obstruksi hidung. Rentang frekuensi yang sama terjadi di Eropa. Rhinitis medikamentosa terjadi pada tingkat yang sama pada pria dan wanita. Insiden puncak terjadi pada orang dewasa muda.6,9F. Etiologi dan patofisiologi

Penyalahgunaan obat vasokonstriksi hidung topikal adalah satu-satunya penyebab terjadinya rhinitis medikamentosa. Ada 2 kelas dekongestan nasal yaitu amina simpatomimetik dan imidazolines. Amina simpatomimetik termasuk kafein, benzedrine, amfetamin, mescaline, phenylpropanolamine (tidak lagi digunakan di Amerika Serikat), pseudoephedrine, phenylephrine, dan efedrin. Imidazolines nasal termasuk oxymetazoline, naphazoline, xylometazoline, dan clonidine. 2,9Nasal dekongestan digunakan untuk mengurangi hidung tersumbat pada pasien dengan rhinitis alergi, rhinitis nonallergi, sinusitis akut atau kronis, poliposis hidung, rhinitis pada kehamilan, atau rhinitis karena deviasi septum hidung atau obstruksi. Sering juga digunakan pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas.9Obat-obatan yang berhubungan dengan rhinitis (drug-induced rhinitis) antara lain: 6 Antihipertensi, seperti reserpin, hydralazine, guanethidine, metildopa, prazosin, doxazosin, reserpin, dan chlorothiazide Beta-blocker, seperti propranolol dan nadolol Inhibitor phosphodiesterase-5, seperti sildenafil, tadalafil, vardenafil dan Hormon, seperti estrogen eksogen dan kontrasepsi oral Antidepresan dan antipsikotik, termasuk thioridazine, chlordiazepoxide-amitriptyline, risperidone, dan perphenazine Kokain Gabapentin Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) 1. Fisiologi Kongesti HidungMukosa hidung terdiri dari dua komposisi pembuluh darah berupa pembuluh darah resistensi dan pembuluh darah kapasitansi. Pembuluh darah resistensi terdiri dari arteri kecil, arteriol, dan anastomosis arteriovenosus, mengalir ke pembuluh kapasitansi, yang terdiri dari sinusoid vena. Sinusoid vena yang kaya inervasi dengan saraf simpatis dan ketika dirangsang dengan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor 2 presinaps dan postsinaps reseptor 1. Hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah dan meningkatkan pengosongan sinus di pembuluh darah kapasitansi sehingga gejala hidung tersumbat berkurang. Saraf lain seperti parasimpatis, saraf sensorik C dan saraf noncholinergik nonadrenergik (NANC) peptidergik berkontribusi menyebabkan hidung tersumbat. Saraf parasimpatis melepaskan asetilkolin menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan peptida vasoaktif intestinal (VIP) yang menyebabkan vasodilatasi. Saraf sensorik C yang mengandung substansi P, neurokinin A, dan kalsitonin peptida-gen terkait, semuanya menurunkan kerja simpatik vasokonstriksi intrinsik. Stimulasi saraf NANC menyebabkan rhinorre, bersin, dan hidung tersumbat.9Mediator lokal juga berperan dengan menginduksi perubahan dalam pembuluh darah. Sel mast, eosinofil, dan basofil menyebabkan hidung tersumbat oleh pelepasan histamin, tryptase, kinins, prostaglandin, dan leukotrien. Eksudasi plasma, yang berisi albumin, imunoglobulin, kinin, komplemen, faktor koagulasi, dan sistem fibrinolitik, terjadi melalui fenestrasi pembuluh darah kapiler. Sel goblet yang meningkat pada rhinitis medikamentosa tidak berada di bawah kontrol otonom, tetapi tersumbatnya hidung akibat pelepaskan musin setelah stimulasi dari protease, metabolit asam arakidonat, histamin, neurotransmitter, sitokin, atau trifosfat nukleotida.92. Mekanisme Kerja Nasal DekongestanAmina simpatomimetik meniru kerja sistem saraf simpatik melalui pelepasan norepinefrin presinaps di saraf simpatik. Norepinefrin kemudian berikatan dengan reseptor di postsinaps menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu juga sebagai agonis reseptor ringan yang menyebabkan rebound vasodilatasi setelah efek reseptor telah berkurang. Kelompok ini tidak berpengaruh pada aliran darah.9Golongan imidazoline terutama agonis 2, bekerja di postsinaps pada saraf simpatis dan menyebabkan vasokonstriksi. Golongan ini juga menurunkan produksi norepinefrin endogen melalui mekanisme umpan balik negatif, sehingga mengurangi aliran darah dan mengurangi hidung tersumbat.9Bila pemakaiannya sering dan dalam waktu lama maka hidung akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya, obat mulai tidak bekerja dengan baik dan aliran darah ke hidung mulai meningkat untuk membawa oksigen dan nutrisi ke lapisan hidung. pembengkakan pembuluh darah menyebabkan hidung tersumbat dan obstruksi hidung (rebound phenomena).33. Patofisiologi Rhinitis MedikamentosaPemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. 2Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensivitas reseptor alfa adrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung) menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai rebound congestion.2 Selain itu, Benzalkonium klorida (BKC) senyawa amonium kuaterner yang digunakan sebagai pengawet untuk mencegah kontaminasi bakteri dalam banyak semprotan hidung dapat meningkatkan risiko rhinitis medikamentosa dengan menginduksi udem mukosa hidung. Oleh karena itu, Graf merekomendasikan menggunakan nasal dekongestan bebas BKC, meskipun tidak ada bukti memburuknya kongesti hidung pada individu yang menggunakan glukokortikosteroid hidung yang mengandung BKC. 9Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah (gambar1) : 1) silia rusak, 2) sel goblet berubah ukurannya, 3) membran basal menebal, 4) Pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak edema, 6) hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH sekret hidung, 7) lapisan submucosa menebal dan 8) laposan periostium menebal.2,10

Gambar 1. Perubahan patologik pada membran mukosa hidung akibat penggunaan obat yang tidak tepat.10G. DiagnosisKriteria pertama untuk diagnosis rhinitis medikamentosa yang diusulkan pada tahun 1952 berupa riwayat pengobatan hidung yang lama, obstruksi hidung konstan dan penebalan mukosa hidung pada pemeriksaan. Selain itu, hasil studi untuk mengidentifikasi onset tidak dapat disimpulkan. Sebagai contoh, beberapa studi menunjukkan bahwa rebound kongesti tidak berkembang bila penggunaan dekongestan topikal mencapai 8 minggu sementara yang lain telah menyarankan bahwa timbulnya rhinitis medikamentosa terjadi setelah penggunaan simpatomimetik topikal 3 sampai 10 hari. 91. Manifestasi klinis

Gejala terbatas pada hidung dan terdiri dari kongesti hidung kronis tanpa rhinore signifikan atau bersin dan keluhan lain berupa :2,6,9 Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Gejala tidak berubah berdasarkan musim atau saat pasien di dalam ruangan atau di luar ruangan. Pasien tidak mempunyai pengetahuan tentang penggunaan dekongestan sebelumnya. Dalam upaya untuk mengontrol gejala, pasien sering mencoba untuk meningkatkan baik dosis dan frekuensi dekongestan topikal, yang menyebabkan ketergantungan. Gejala timbul akibat penggunaan semprot hidung atau nasal dekongestan. Mencari tahu frekuensi dan durasi penggunaan semprot hidung. Penghentian dekongestan yang diikuti oleh hidung tersumbat beberapa jam kemudian menggunakan lebih banyak dekongestan. Semakin banyak dekongestan yang digunakan, semakin pendek periode lega. Hal ini akhirnya mengarah pada pasien yang mencari perawatan medis. Tidak ada alergen tertentu yang teridentifikasi. Pasien dengan rhinitis medikamentosa sering mendengkur, sleep apnea, dan sering bernapas dengan mulut sehingga mengakibatkan sakit tenggorokan dan mulut kering. 2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, temuan terbatas pada rongga hidung. Pemeriksaan yang dilakukan berupa rhinoskopi anterior. Pada pemeriksaan tampak edema konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang. Membran mukosa hidung dapat bengkak dan memerah (beefy-red) dapat berdarah, granular, mukosa sering kemerahan karena iritasi mukosa kadang mukosa pucat. Rhinitis vasomotor dapat dibedakan dari sekret purulen dan krusta yang terdapat pada rhinitis infektif.2,6,9

Gambar 2. pemeriksaan rhinoskopi anterior pada pasien rhinitis kronis. udema mukosa konka inferior akibat iritasi seperti asap rokok, penggunaan vasokonstriktor berlebihan dan sensitif suhu.113. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium seperti smear hidung, IgE total, CBC, laju endap darah (LED), tes kulit alergi, dan CT scan sinus dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi yang mendasarinya.6Pemeriksaan radiologi tidak membantu dalam mendiagnosis rhinitis, tetapi untuk mengidentifikasi komplikasi seperti sinusitis kronis, infeksi, polip hidung, dan sinus fluid level.12Rhinomanometri digunakan untuk mengukur aliran udara di hidung, tes provokasi hidung dengan histamin dan melihat secara mikrskopik spesimen mukus hidung yang berguna untuk mencari tahu penyebab lainnya. Dapat mengetahui seberapa baik bernapas melalu hidung dan mengevaluasi pengobatan yang pernah diresepkan. Metode pengobatannya disebut metode rhinostat dimana bergantung pada kerja rinomanometri. Tujuannya untuk menurunkan secara bertahap pengobatan pasien dengan mempertahankan aliran inspirasi hidung normal, dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan metode lain dan tidak dapat menghirup udara dengan baik antara 4-7 hari pertama.13,14

Gambar 2. Pemeriksaan rhinomanometri14Rhinostereometri merupakan metode yang tepat untuk mendeteksi perubahan mukosa hidung yang mengalami udema, dimana mukosa hidung diamati melalui mikroskop (surgical mikroskop) Rhinostereometri telah dipakai pada beberapa penelitian rhinitis medikamentosa dan penggunaan benzalkonium chloride. Dengan rhinostereometri dapat menunjukan penggunaan benzalkonium chloride (BKC) dalam oxymetazolin yang berlangsung lama. 15,16H. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk rinitis medikamentosa antara lain rinitis alergi, Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Rhinitis, polip nasi, rinitis non-alergi, rhinosinusitis dapat dilihat pada tabel 1.6,9 Tabel 1. Diagnosis banding rhinitis medikamentosa10

DiagnosisKomentar

Rhinitis alergiAlergi hidung bersifat musiman, disertai bersin, kongesti hidung, dan rhinore yang encer dan banyak dan gatal di hidung sampai mata berair. Alergen berkaitan dengan bulu binatang, debu atau inhalan lainnya.

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) RhinitisTerapi ini untuk Sleep apnea,yang menyebabkan meningkatnya aliran udara melalui rongga hidung, menyebabkan mukosa hidung kering, kelebihan produksi lendir dan kongesti hidung.

Polip NasiPenonjolan mukosa hidung berbentuk kantung yang berisi serum melekat pada pedikel sempit menjulur dari sinus ke rongga hidung dan dapat bergerak pada pedikelnya.

Rinitis Non-Alergi Suatu keadaan diamana adanya rhinore berair dengan penyebab meliputi vasomotor rhinitis, rhinitis kerja, rhinitis hormonal, obat menginduksi rhinitis, rhinitis non-alergi dengan sindrom eosinofilia (Nares).

Rhinosinusitis Infeksi yang menyerang sinus dan hidung dengan gejala bersin, kongesti hidung, dan rhinore yang encer dan banyak, biasanya tidak mengental atau menjadi purulen kadang berbau busuk, nyeri tekan pada sinus paranasalis.

I. Terapi

Setelah rhinitis medikamentosa diidentifikasi, penggunaan dekongestan topikal harus dihentikan sesegera mungkin. Tujuan pertama dalam pengobatan rhinitis medikamentosa adalah penghentian langsung dari dekongestan hidung. Pasien harus dididik tentang kondisi mereka dan menawarkan metode pengobatan lain.2,3,7,91. Kortikosteroid

Kortikosteroid hidung membantu mengurangi peradangan lokal tanpa efek sistemik, dengan mengurangi hidung tersumbat lebih cepat. Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan imunosupresif, dan menyebabkan efek metabolik yang bervariasi. Kortikosteroid oral jarang diperlukan tapi disarankan dalam terapi pada orang dewasa (misalnya, prednison 20-40 mg / hari untuk rata-rata berat badan orang dewasa, selama 7-10 hari). Beberapa steroid hidung antara lain termasuk budesonide, ciclesonide, flutikason propionat, fluticasone furoate, mometasone, beklometason, flunisolide, dan triamcinolone.6Beberapa penelitian mengkonfirmasi kemanjuran kortikosteroid hidung dalam pengobatan dan pencegahan rhinitis medikamentosa. Pasien ditawarkan untuk menggunakan kortikosteroid hidung ketika sedang menghentikan penggunaan dekongestan topikal. Dekongestan hidung dapat diturunkan secara bertahap, dimana pasien menggunakan semprotan pada malam hari di satu lubang hidung saja secara bergantian. Pada penelitian lain diberikan glukokortikosteroid intranasal pada 4 subjek dengan pemberian 2 semprotan deksametason sodium fosfat di setiap hidung 3 kali sehari selama 5 hari. Semua subjek mampu menghentikan penggunaan dekongestan hidung. Baik propionat flutikason dan kelompok plasebo melaporkan terjadi penurunan hidung tersumbat, namun timbulnya lega terjadi pada hari ke-4 pada kelompok flutikason dibandingkan kelompok kontrol pada hari ke-7.6,9Budesonide inhalasi (Rhinocort, Rhinocort AQ), mengurangi tingkat peradangan di saluran napas dengan menghambat beberapa jenis sel inflamasi dan penurunan produksi sitokin dan mediator lain yang terlibat. Dapat dipakai untuk mengobati rhinitis medikamentosa pada anak-anak. Keamanan obat sama seperti ketika digunakan untuk rhinitis alergi.6 Flutikason (Flonase), memiliki vasokonstriksi sangat ampuh dan aktivitas anti-inflamasi. Memiliki daya hambat yang lemah terhadap axis hipotalamus-hipofisis-adrenocortical ketika digunakan. Berisi 50 mcg per aktuasi.6Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tapering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya).2Kombinasi antihistamin / dekongestan oral (antihistamin spesifik / dekongestan tidak dijelaskan dalam studi) bersama dengan intranasal deksametason juga telah direkomendasikan. Dalam penelitian tersebut, 22 subyek menggunakan antihistamin oral / dekongestan oral selama 4 minggu dalam kombinasi dengan intranasal deksametason yang di tapering off. Semua subjek berhenti memnggunakan dekongestan hidung dalam 2 minggu pengobatan. Hanya 1 kasus yang menggunakan kortikosteroid oral.9Kortikosteroid oral jangka pendek efektif untuk memecahkan penggunaan siklik vasokonstriktor topikal. Kortikosteroid oral sering digunakan selama 5-10 hari. Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung. Obat dekongestan oral juga dapat diberikan (biasanya mengandung pseudoefedrin).2,62. Dekongestan sistemik

Pseudoephedrine (Sudafed) adalah satu dari banyak dekongestan sistemik yang dapat digunakan. Merangsang vasokonstriksi dengan langsung mengaktifkan reseptor alpha-adrenergik dari mukosa pernapasan. Menginduksi relaksasi bronkial dan meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas dengan menstimulasi reseptor beta-adrenergik.63. Larutan saline

Tambahan larutan salin buffer seperti Cromolin, sedatif/hipnotik, semprotan hidung yang menggunakan larutan saline untuk irigasi hidung selain sebagai pelembab mukosa hidung juga sebagai dekongestan non-adiksi. Dapat disimpan dalam waktu yang lama dan sebagai pencegahan bila kembali menggunakan dekongestan topikal.4. Tindakan BedahPembedahan tidak dianjurkan kecuali terdapat polip atau deviasi septum. Reduksi konka hidung tidak dilakukan dalam kasus sederhana. Jika dilakukan, pengurangan ini menghasilkan efek yang singkat dengan kembalinya kongesti jika nasal dekongestan tidak dihentikan. Dengan penghentian dekongestan, kondisi ini dapat teratasi dengan sendirinya. Dalam kasus refrakter terhadap pemberhentian pengobatan, pasien rawat jalan dapat diberikan laser dioda konka inferior reduksi hiperplastik. Cara ini merupakan pilihan pengobatan yang sangat efektif, aman, dan ditoleransi dengan baik dan pemulihan tahan lama dan meningkatkan aliran udara hidung dan menghentikan kecanduan dekongestan hidung.9J. Komplikasi

Dengan pemakaian dekongestan berkelanjutan, rhinitis medikamentosa dapat berkembang menjadi sinusitis kronis, rhinitis atrofi, otitis media dan hiperplasia turbinate permanen. Tidak terdapat kematian yang dilaporkan.6,9BAB IIIPENUTUPRhinitis medikamentosa merupakan rhinitis non alergi dimana terdapat kelainan hidung berupa respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Penyalahgunaan obat vasokonstriksi hidung topikal adalah satu-satunya penyebab terjadinya rhinitis medikamentosa. Ada 2 kelas dekongestan nasal yaitu amina simpatomimetik dan imidazolines. Obat-obatan dekongestan topikal tersebut meniru kerja sistem saraf simpatik sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Bila pemakaiannya sering dan dalam waktu lama maka hidung akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah hidung meningkat. Pembengkakan pembuluh darah menyebabkan hidung tersumbat dan obstruksi hidung (rebound phenomena). Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. Biasanya pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan tampak edema / konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.

Tujuan pertama dalam pengobatan rhinitis medikamentosa adalah penghentian langsung dari dekongestan hidung. Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS.Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC; 2006.2. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kasakeyan E. Mangunkusumo E. Rhinitis vasomotor dalam : Soepardi EA. Iskandar N, Bashirudin J. Restuti RD Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. P. 137-138.3. Chang Christopher. Rhinitis Medicamentosa (Nasal Decongestant Spray Addiction):[online] [2014 Jan 25]. Available from: URL : http://www.fauquierent.net/afrin.htm4. Soetjipto D, Waryani RS. Mangunkusumo E. Hidung dalam : Soepardi EA. Iskandar N, Bashirudin J. Restuti RD Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. P. 118-225. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. 2007

6. Kushnir NM dkk. Rhinitis Medicamentosa[online];[cited 2014 July 15]. Available from: URL : http://www.medscape.com7. Schalch Paul. Rhinitis Medicamentosa: management with buffered saline irrigation.[online]2013 Sep 11[cited 2014 june 25];available from: http://www.neilmed.com/neilmedblog/2013/09/rhinitis-medicamentosa-management-with-buffered-saline-irrigation/8. Knott Laurence. Non allergic rhinitis.[online]2011Apr20[cited 2014 june 25] available from: http://www.patient.co.uk/doctor/Non-allergic-Rhinitis.htm9. Ramey JT, Bailen E,Lockey RF. ReviewRhinitis Medicamentosa.Investig Allergol Clin Immunol 2006; 16(3):p 148-15510. Hilger P A. Penyakit hidung. Dalam : Adams G L, Boeis L R, Higler P A. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. p 210-2011. Bull TR,FRCS.Collor atlas of ENT diagnosis 4thed.New York: Thieme Stutgart. 2003.p:13512. Morris Adrian. Hay Fever and Allergic Rhinitis.[online]2012 july[cited 2014 June 25]. Avaliable from : http://www.allergy-clinic.co.uk/airway-allergy/hayfever/13. Mcquay R.M, Sandler A.S. Rhinitis Medicamentosa [ online ] 2009. [ cited 2014 June 25]. Available from URL: http://www.rhinostat.com

14. European Alergy and Clinical Immunology. Rhinomanometry.[online].[cited 2014 june 25]. Avaliable from : file:///D:/RM/Infoallergy%20_%20Diagnosis%20&%20Treatment%20%20How%20is%20it%20Done%20%20_.htm15. EllegrdEva.Practical aspects on rhinostereometry. Department of Otorhinolaryngology, Kungsbacka Hospital, Kungsbacka, Sweden. 2002;(40):p.115-117, 16. Graf P. Rhinitis medicamentosa: aspects of pathophysiology and treatment. National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine, USA .1997;52(40):p.28-34.2