44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4 Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 1

Referat Rhd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

I

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4

Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000 anak sekolah.4

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.5

Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.6

Penyakit jantung reumatik ( PJR ) adalah komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A (SGA) pada anak. Sebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik akut akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan kematian. Pada penyakit jantung rematik kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup dengan berbagai berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.1

Pengenalan sedini mungkin terhadap keterlibatan jantung menjadi bagian penting dalam mencegah terjadinya kerusakan jantung lebih lanjut. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai kriteria diagnosis terbaru serta pencegahan terhadap terjadinya masalah lebih lanjut.

1.2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Untuk melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase Ilmu Penyakit Dalam RS Rumkit Kesdam TK II BB Putri Hijau Medan

b. Tujuan Khusus

Memberikan penjelasan tentang Penyakit Jantung Rematik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Penyakit Jantung Rematik

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya. 5,8

Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi terkena.8

2.2. Etiologi Penyakit Jantung Rematik

Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang heterogen dan tidak ada satu sistimpun yang mampu untuk mengklasifikasikannya.

Morfologi dan indentifikasi

Coccus tunggal mempunyai bentuk seperti bola atau bulat dan tersusun seperti rantai. Pada umur biakan tertentu dan bila bakteri mati, mereka kehilangan sifat gram-positifnya dan berubah menjadi gram-negatif, hal ini dapat terjadi setelah inkubasi selama semalam.

Beberapa memiliki kapsul polisakarida yang dapat dibedakan dengan pneumococcus. Sebagian besar dari grup A,B, dan C memiliki kapsul yang terdiri dari asam hialuronat, yang menghalangi fagositosis. Dinding sel terdiri dari protein (antigen M, T, dan R), karbohidrat (kelompok spesifik), dan peptidoglikan. Pili terdapat pada grup A, yang berisi sebagian dari protein M dan dilindungi oleh asam lipoteichoic, merupakan komponen penting untuk perlekatan streptococcus pada sel epithelial.

Struktur antigenik dapat ditemukan dalam beberapa substansi antigen dalam kelompok antigen dinding sel spesifik, karbohidrat yang terdapat dalam dinding sel streptococcus dan dipakai sebagai dasar pengelompokan serologi

1. Protein M, Merupakan faktor utama S.pyogenes grup A, yang menjadikan bakteri virulen dan akan menolak fagositosis oleh PMN. Terdapat lebih dari 80 jenis protein M, sehingga menyebabkan seseorang dapat terinfeksi berkali-kali. Memiliki molekul berbentuk seperti batang yang menggulung yang memisahkan fungsi utamanya. Struktur seperti ini memungkinkan terjadinya perubahan urutan yang bessar ketika mempertahankan fungsinya, dengan 2 kelas struktur utama pada protein M yaitu kelas I dan kelas II. Tampaknya protein M dan antigen dinding sel bakteri streptococcus yang lain memiliki peranan penting dalam patogenesis pada demam rematik. Komponen dinding sel pada jenis M tertentu yang dapat mengakibatkan antibodi bereaksi denga jaringan otot jantung. 2

2. Substansi T : tidak memiliki kaitan dengan virulensi dari bakteri streptococcus

3. Nukleoprotein : substansi P yang memiliki nilai serologi yang kecil

Struktur permukaan sel Streptococcus pyogenes dan sekresi produk yang berperan dalam virulensi.4

Toksin dan Enzim3

Lebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dala grup A diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Streptokinase ( Fibrinolisin ) dihasilkan oleh banyak strain pada bakteri streptococcu beta hemolitik grup A, mengakibatkan perubahan bentuk plasminogen pada plasma menjadi plasmin yang merupakan enzim proteolitik yang mengurai fibrin dan protein lain.

b. Streptodornase : dapat melakukan depolimerisasi DNA.

c. Hyaluronidase : dapat memecah asam hialuronat yang merupakan substansi dasar pada jaringan ikat, dengan tujuan menyebarkan mikroorganisme penyebab infeksi. Hyaluronidase bersifat antigenik dan spesifik untuk setiap bakteri atau sumber jaringan.

d. Eksositosin piogenik : dihasilkan oleh bakteri streptococcus grup A. Terdapat tiga jenis antigen berbeda dari streptococal pyogenic exotoxin : A,B, dan C. Eksotoksin A dihasilkan dari streptococcus grup A yang membawa fase lisogenik dan merupakan supra antigen.

e. Disphosphopyridine nucleotidase : kemampuan untuk mematikan leukosit.

f. Hemolisin : proses heolisi sel darah merah secara in vitro padap berbagia tingkatan. Kerusakan sempurna pada eritrosit disertain dengan terlepasnya hemoglin disebut dengan beta hemolisis. Sedang lisis eritrosit yang tidak lengkap dengan susunan pigmen hijau disebut alfa hemolisis S.pyogenes hemolitik grup A menghasilkan dua hemolisin ( streptolisin), yaitu :

Streptolisin O : merupakan suatu protein dengan BM 60.000 yang dapat menghemolisis secara aktif dalam keadaan tereduksi, namun secara cepat tidak aktif bila terdapat oksigen. Streptolisin O berkombinasi secara kuantitatif dengan antistreptolisin O yaitu suatu antibodi yang muncul dalam infeksi berkelanjutan pada tubuh manusia dnegan beberapa streptococcus yang memproduksi streptolisin O.

Streptolisin S : suatu bahan yang kurang bertanggung jawab untuk timbulnya daerah hemolitik disekelining koloni bakteri streptococus yang tumbuh pad apermukaan media lempeng agar darah. Tidak bersifat antigenik.

2.3. Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen. 5

Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per 100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs ( Disability-adjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.5

Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.1

Di Fiji insidens demam rematik akut pada usia 5-15 tahun adalah 15,2 kasus dalam 100.000 populasi sedangkan di New Zealand 3.4 kasus dalam 100.000 populasi, dan kurang dari 1 kasus di Amerika Serikat. 1

Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.

2.4. Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut

1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring

2. Antigen Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun

3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung)

4. Autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. 5

Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.5,7

2.5. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Rematik

A. Manifestasi Jantung dari demam rematik akut6,7

Pankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi kedua tersering dari demam rematik akut ( 50% ). Dalam kasus yang berat, pasin mengeluhkan kesulitan bernafas (dispnea), nyeri dada ringan sampai sedang, nyeri dada pleuritik, edema, batuk, atau ortopnea.

Pada pemeriksaan fisik, kardiris terutama dideteksi dengan adanya murmur baru dan takikardia diluar proporsi demam. Murmur baru atau berubah harus disadari untuk diagnostik valvulitis rematik

Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan echo-Doppler untuk pembuktian insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta insufisiensi, mungkin cukup untuk diagnosis karditis ( walaupun tanpa adanya penemuaan pada auskultasi )

Manifestasi lain dari jantung dapat meliputi gagal jantung dan perikarditis

Murmur baru atau berubah

Murmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan insufisiensi katup. Murmur berikut ini adalah yang paling sering ditemukan selam demam rematik akut :

Murmur pansistolik apikal : bernada tinggi, murmur dengan blowing quality dari mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila kiri. Tidak dipengaruhi oleh respirasi dan posisi dengan intensitas bervariasi tetapi grade 2/6 atau lebih besar. Mitral insufisiensi berhubungan dengan disfungsi katup, korda dan muskulus papilaris

Murmur diastolik apikal ( Carey-Coombs murmur ) : didengar pada karditis aktif dan mitra insufisiensi yang berat. Mekanisme murmur ini ada mitral stenosis ketika volume yang banya dari aliran regurgitasi melewati katup mitral selama pengisian ventrikel. Terdengar paling baik dengan stetoskop bell, dengan posisi pasien lateral kiri dan menahan nafas selama ekspirasi

Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur dari regurgitasi aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan terdengan paling baik sepanjang kanan atas dan kiri tengan garis sternal setelah ekspirasi dalam dengan pasien duduk badan maju ke depan.

Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau miokarditis. Pada pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gagal jantung meliputi takipnea, ortopnea, distensi vena jugularis, rales, hepatomegali, ritme galop, edema dan pembengkakan ekstremitas.

Perikarditis

Pada pemeriksaan fisik adanya adanya perikardial friction rub mengindikasinya adanya perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup pada jantung dan suara jantung yang bergumam, konsisten dengan edusi perikardial

B. Manfestasi Jantung dari Penyakit Jantung Rematik Kronik

Deformitas katup, tromboembolisme, anemia hemolitik jantung, dan aritmia artium adalah manifestasi yang paling sering dari PJR kronik.

Mitral insufisiensi

Gejala fisik bergantung kepada derajat keparahn, pada penyakit ringan, tanda gagal jantung tidak terlihat, prekordium tenang dan pada auskultasi terdapat holosistolik murmur yang menjalar ke aksila6 . Pada mitral insufisiensi berat, tanda dari gagal jatung dapat terlihat, jatung membesar, dengan impuls ventrikel kiri apikal yang berat tidak jarang terdapat thrill sistolik apikal. Suara jantung ke-2 mungkin mengeras pada hipertensi pulmonal, bunyi jantung ketiga biasanya menonjol. Terdengar holosistolik murmur, serta murmur pendek mid-diastolik yang bergemuruh.

Mitral stetonis

Pasien dengan lesi minimal tidak memiliki gejala. Derajat yang lebih berat dari obstruksi, berhubungan dengan intolerasi kegiatan dan dispnea. Pada lesi kritis dapat terjadi ortopnea, PND , edema pulmonal dan aritmia atrial. Ketika hipertensi pulmonal telah terbentuk, terjadi dilatasi ventrikel kanan yang menghasilkan insufisiensi triskupid fungsional, hepatomegali, ascites, dan edema. Dapa terjadi hemoptysis sebagai penyebab dari rupturnya vena bronkial atau pleurohilar. Dapat terjadi peningkatan JVP ( Jugular Vena Pressure ), penyakit katup trikuspid atau hipertensi pulmonal berat pada penyakit yang berat.

Pada penyakit yang ringan, ukuran hati norma.,walaupun demkinan kardiomegali sedang adalah biasa pada mitral stenosis berat. Pembesaran jantung dapat menjadi masif ketika fibrilasi atrial dan gagal jantung terjadi tidak terduga.

Pada palpasi dapat teraba pengangkatan ventrikel kanan pada garis parasternal kanan ketika tekanan pulmonal meningkat. Prinsip penemuan auskultasi : bunyi jantung 1 yang keras tetapi dpat berkurang sejalan dengan penebalan katup , dan pembukaan katup (opening snap) dari katup mitral dan mumur diastolik mitral yang panjang, bernada rendah dan rumbling pada presistolik meningkat pada apeks. Murmur diastolik mitral dapat absen pada pasien dengan gagal jantung. Holosistolik murmur dari insufisiensi trikuspid dapat terdengar. Dengan adanya hipertensi pulmonal, komponen pulmonal dari bunyi jantung ke-2 mengeras. Terjadi pada 25% pasien dengan PJR kronik dan berasosiasi dengan mitral insufisiensi pada 40% lainnya. Fibrosis progresif ( penebalan dan kalsifikasi dari katup ) terjadi dari waktu ke waktu menyebabkan pembesaran atrium kiri dan pembentukan trombi mural pada ruang ini.

Stetonis aorta7

Stenosis aorta dari PJR kronik secara tipikal berhubungan dengan aorta insufisiensi. Komisura katup dan cusps menjadi melekat dan bersatu, lubang katup menjadi kecil dengan bentuk bulat atau segitiga. Pada auskultasi S2 terdengar sendiri karena daun katup aorta yang imobile dan tidak memproduksi suara penutupan aorta. Murmur sistolik dan diastolik dari stenosis aorta dan insufisiensi terdengar paling baik pada bagian bawah jantung.

Insufisiensi Aorta6

Pada PJR kronik aorta insufisiensi, sklerosis dari katup aorta hasil dari distorsi dan retraksi dari cusps. Kombinasi dengan mitral insufisiensi lebih sering terjadi daripada keterlibatan aorta sendiri. Gejala biasanya tidak terjadi kecuali berat. Volume sekuncup yang besar dan kontraksi ventrikel kiri yang kuat dapat menghasilkan palpitasi, terjadi intoleransi panas dan keringat berlebih berelasi dengan vasodilatasi. Dispnea dapat berkembang menjadi ortopnea, edema pulmonal. Angina dapa di cetuskan oleh aktivitas yang berat. Serangan malam dengan keringat, takikardia, nyeri dada dan hipertensi dapat terjadi.

Pada pemeriksaan fisik, pulse pressure lebar, tekanan darah sistolik meninggi dan diastolik merendah. Pada insufisensi aorta berat terjadi pembesaran ventrikel kiri. Thril diastolik mungkin ada. Murmur tipikal mulai segera dengan suara jantung ke-2 dan berlanjut sampai akhir diastol yang terdengar pada garis sternal atas dan kiritengah menjalar ke apeks dan daerah aorta. Murmurnya bernada tinggi, blowing, dan mudah didengar pada ekspirasi penuh dengan posisi pasien condong ke depan. Murmur ejeksi sistolik sering terjadi karena peningkatan stroke volume. Murmur presistolik apikal (Austin Flint murmur) menandakan mitral stenosis terkadang terdengan sebagai hasil dari regurgitasi besar dari aliran aorta yang menghalangi mitral membuka sepenuhnya. 6

Tromboembolisme terjadi sebagai komplikasi mitral stenosis yang lebih sering terjadi ketika atirum kiri berdilatasi, penurunan curah jantung, dan pasien mengalami fibrilasi atrial.7

Anemia hemotilik jantung terjadi berkaitan dengan gangguan eritrosit oleh katup yang berubah bentuk, meningkatkan destruk dan pergantian oleh trombosit mungkin terjadi.7

2.6. Diagnosis Penyakit Jantung Rematik

Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriterian Jones, tetapi saat ini telah ada kriteia yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Dimana melalui kriteria yang terlah diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis :5

1. Episode pertama demam rematik

2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR

3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR

4. Reumatik Chorea

5. Onset awal Karditis Rematik

6. PJR Kronik

Adapun reumatik karditis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :

Adapun dibawah ini adalah kriteria penyakit jantung rematik menurut World Heard Federation 2012 9

2.7. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Jantung Rematik

Pemeriksaan Laboratorium

Kultur tenggorok7,8

Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala demam rematik atau PJR terlihat.organisme harus di isolasi sebelum terapi antibiotik inisiasi.

Tes deteksi cepat antigen

Tes ini memungkinkan deteksicepat antigen SGA dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini.

Antibodi Antistreptococcal

Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang ada hanya chorea. Titer antibbodi harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan.

Tes antibodi terhadap ekstraselular antistreptococcal yang paling sering adalah antistreptolisin O ( ASO ), antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes antibodi untu komponen selular antigen SGA meliputi antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dan anti M-protein antibodi.

Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular streptococcal meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali ke kadar normal setelah 6-12 tahun. ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut.

Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan titer ASO normal dan meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO selama demam rematik.

Reaktan Fase Akut

C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah.

Heart reactive antibodies

Tropomiosin meningkat selama demam rematik akut.

Pemeriksaan Pencitraan7,8

Rontgen Thoraks6

Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda dari hipertensi vena pulmonalis dapat juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi pada anak kecil.

Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks didapatkan pembesaran atirum kiri dan pembesaran arteri pulmonalis dan ruang jantung kanan, perfusi pada bagian apikal paru-paru yang lebih banyak. Pada insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta.

Elektrokardiografi (EKG)

Pada mitral insufisuensi berat terlihat gel P bifasik prominen, disertai tanta hipertrofi ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan. Pada mitral stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched dan hipertrofi ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta mungkin normal, tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang P prominen. Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu dengan adanya perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR. Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini bukalah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteri diagnostik PJR. Bila demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, dapat terjadi ST elevasi yang biasa terlihat pada lead II, III, aVF, and V4 -V6. Pasien dengan PJR mungkin mengalami atrial flutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial fibrilasi dari penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium. 8

Doppler-echocardiogram

Pada PJR akur, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika ekokardiografi digunakan untuk screening klinis dibandingkan dengan penemuan klinis saja.8

Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral regurgitasi yang ada selama fase akut penyakit yang menghilang dalam minggu sampai bulan. Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat memiliki mitral dan atau aorta regurgitasi persisten

Penemuan penting pada ekokardiografi dari mitral regurgitasi dari valvulitis akut reumatik adalah dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae menuju daun katup anterior dan mitral regurgitasi jet mengarah posteriorlateral

Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan ejeksi fraksi yang normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis mempercayai insufisiensi katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari gagal jantung pada demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang disebabkan miokarditis.

Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan membantu penentuan waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi tebal secara difus, dengan fusi komisura dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan densitas echo dari katup mitral menandakan kalsifikasi.

Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal dilihat pada PJR

Gambar III.3 Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right ventricle8

Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral pada PJR, jet biru memanjang dari ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini secara tipikal mengarah ke dinding lateral dan posterior.

Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta tipikal dilihat pada PJR.

Gambar III.4 Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right ventricle8

Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta pada PJR, jet merah memanjang dari aorta menuju ventrikel kiri. World Heart Federation telah mempublikasikan guideline untuk mengidentifikasi individual dengan PJR tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut. Berdasarkan pencitraan 2 dimesi dan pulsed-color Doppler, pasien dikategorikan kedalam PJR definit, PJR borderline, dan normal. Untuk pasien anak (didefinisikan usia